2. MIELOMENINGOKEL
Mielomeningokel adalah protrusi hernia dari kista
meninges seperti kantong, cairan spinal, dan
sebagian dari medulla spinalis dengan sarafnya
keluar melalui defek tulang pada kolumna
vertebralis
3. MIELODISPLASIA
Semua istilah inklusif yang merujuk pada
perkembangan defektif bagian manapun dari
medula spinalis
Spina bifina : defek pada penutupan kolumna
vertebralis dengan atau tanpa tingkatan protrusi
jaringan melalui celah tulang
4. SPINA BIFIDA
Spina bifida okulta : kegagalan penyatuan arkus
vertebralis posterior tanpa menyertai herniasi
medula spinalis atau meninges, tidak dapat dilihat
secara eksternal
Spina bifida kista : defek dalam penutupan dengan
protrusi sakular eksternal melalui spina tulang
dengan berbagai derajat keterlibatan saraf
5. MENINGOKEL
Bentuk kista spina bifida, terdiri dari kista meninges
seperti kantong yang berisi cairan spina, tetapi
tidak melibatkan saraf atau defisit neurologis
6. PENGKAJIAN
Lakukan pengkajian fisik
Observasi adanya manifestasi mielomeningokel :
Kantong yang dapat dilihat
Gangguan sensori biasanya disfungsi motorik paralel
Di bawah vertebra lumbal kedua :
Flaksid, paralisis parsial arefleksik pada ekstremitas bawah;
Berbagai derajat defisit sensori;
Inkontinensia aliran berlebihan dengan penetesan urin konstan;
Kurang kontrol defekasi,
Prolapsus rektal (kadang-kadang),
7. PENGKAJIAN
Gangguan sensori biasanya disfungsi motorik paralel
Dibawah vertebra sakrum ketiga :
Tidak ada kerusakan motorik
Dapat berupa anestesia sadel dengan paralisis
Sfingter kandung kemih dan sfingter anus
Deformitas sendi
Talipes valgus atau kontraktur varus
Kifosis
Skoliosis lumbosakral
Dislokasi pinggul
8. PENGKAJIAN
Lakukan atau bantu dengan pemeriksaan neurologis
untuk menentukan tingkat kerusakan motorik dan
sensorik
Inspeksi mielomeningokel untuk adanya perubahan
pada penampilan, sebagai contoh, abrasi, robekan,
tanda-tanda infeksi
Observasi adanya tanda-tanda yang menunjukkan
hidrosefalus
Bantu dengan prosedur diagnostik dan pengujian mis,
radiografi, tomografi.
9. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Risiko tinggi infeksi b/d adanya organisme infektif,
kantong meningeal non-epitelialisasi, paralisis
Sasaran 1 : Pasien mengalami penurunan risiko
terhadap infeksi sistem saraf pusat
10. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Intervensi :
1. Posisikan bayi untuk mencegah kontaminasi urin dan
feses
2. Bersihkan mielomeningokel dengan cermat
menggunakan salin normal steril bila bagian ini
menjadi kotor atau terkontaminasi
3. Berikan balutan steril dan lembab dengan larutan
steril sesuai instruksi (salin normal, antibiotik)
4. Berikan antibiotik sesuai resep
11. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Intervensi :
5. Pantau dengan cermat tanda-tanda infeksi
(peningkatan suhu, peka rangsang, letargi, kaku
kuduk)
6. Berikan perawatan serupa untuk sisi operatif pada
pascaoperasi
Hasil yang diharapkan :
Kantong meningeal tetap bersih, utuh, dan tidak
menunjukkan bukti-bukti infeksi.
12. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Sasaran pasien 2 : Pasien mengalami penurunan
risiko infeksi saluran kemih
Intervensi keperawatan :
1. Hindari kontaminasi uretral dengan feses
2. Lakukan higiene perineal dengan sangat cermat
3. Pantau keluaran urin untuk mengetahui ada tidaknya
retensi
4. Berikan antibiotik sesuai resep
13. DIAGNOSA KEPERAWATAN
5. Berikan antiseptik saluran kemih bila ditentukan
6. Jamin masukan cairan yang adekuat
Hasil yang diharapkan :
Bayi tidak menunjukkan bukti-bukti infeksi saluran
kemih.
14. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Risiko tinggi trauma b/d lesi spinal
Sasaran pasien 1 : Pasien tidak mengalami trauma
pada sisi bedah/lesi spinal
Intervensi keperawatan :
1. Rawat bayi dengan cermat untuk mencegah
kerusakan pada kantong meningeal atau sisi
pembedahan
2. Tempatkan bayi pada posisi telungkup, atau miring
bila diizinkan.
15. DIAGNOSA KEPERAWATAN
3. Gunakan alat pelindung di sekitar kantong (mis,
selimut plastik bedah, potong sesuai ukuran dan
tempelkan di bawah kantong di samping sakrum dan
selimuti dengan longgar
4. Modifikasi aktivitas keperawatan rutin (mis, memberi
makan, merapikan tempat tidur, aktivitas
kenyamanan)
Hasil yang diharapkan :
Kantong meningeal tetap utuh
Sisi pembedahan sembuh tanpa trauma
16. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Risiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan
dengan paralisis, penetesan urin yang kontinyu,
dan feses
Sasaran pasien 1 : Pasien tidak mengalami iritasi
kulit
Intervensi keperawatan :
1. Bila anak memakai popok, ganti popok segera
setelah kotor
17. DIAGNOSA KEPERAWATAN
2. Jaga agar area perianal tetap bersih dan kering
3. Tempatkan anak pada permukaan pengurang
tekanan
4. Masase kulit dengan perlahan selama pembersihan
dan pemberian losion
Hasil yang diharapkan :
Kulit tetap bersih dan kering tanpa bukti-bukti iritasi.
18. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Risiko tinggi trauma berhubungan dengan
kerusakan sirkulasi cairan serebrospinal
Sasaran pasien 1 : Pasien tidak mengalami
peningkatan tekanan intrakranial
Intervensi keperawatan :
1. Ukur lingkar oksipitofrontal
2. Observasi adanya tanda-tanda peningkatan Tekanan
Intra Kranial
19. DIAGNOSA KEPERAWATAN
2. Observasi adanya tanda-tanda peningkatan Tekanan
Intra Kranial
Peka rangsang
Letargi
Bayi
Menangis bila diangkat atau digendong; diam bila tetap
berbaring
Peningkatan lingkar oksipitofrontal
Peregangan sutura
Perubahan tingkat kesadaran
20. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Anak
Sakit kepala (khususnya di pagi hari)
Apatis
Konfusi
Hasil yang diharapkan :
Bukti peningkatan tekanan intrakranial dari
hidrosefalus terdeteksi dini, dan intervensi yang tepat
diimplementasikan.
21. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Risiko tinggi cedera b/d pemajanan berulang
pada produk lateks dan terjadinya alergi lateks
Sasaran pasien 1 : Pasien mengalami
pemajanan minimum pada lateks
Intervensi keperawatan :
1. Identifikasi anak dengan alergi lateks
2. Jaga agar lingkungan bebas lateks
22. DIAGNOSA KEPERAWATAN
3. Ajari anggota keluarga dan pemberi perawatan lain
(mis, pekerja perawatan sehari, guru) tentang hal
berikut :
Risiko alergi lateks dan hal-hal yang harus dihidari
Tanda-tanda alergi (dari gatal-gatal, ruam, dan mengi pada
anafilaksis)
Tindakan kedaruratan, termasuk penggunaan kit anafilaktik
dan memanggil pelayanan medis darurat
Hasil yang diharapkan :
Anak tidak mengalami reaksi alergi terhadap lateks
23. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Risiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan
kerusakan neuromuskular
Sasaran pasien 1 : Pasien tidak mengalami
deformitas ekstremitas bawah dan panggul atau
risiko pasien terhadap hal tersebut minimal
Intervensi keperawatan :
1. Lakukan latihan rentang gerak pasif
24. DIAGNOSA KEPERAWATAN
2. Lakukan peregangan otot bila diindikasikan
3. Pertahankan panggul pada abduksi ringan sampai
sedang, jaga agar kaki tetap berada pada posisi
netral
4. Gunakan gulungan popok, bantalan, bantal pasir
kecil, atau alat yang dirancang khusus
Hasil yang diharapkan :
Ekstremitas bawah mempertahankan fleksibilitasnya.
Panggul dan ekstremitas bawah dipertahankan pada
artikulasi dan kesejajaran yang benar.
25. HYDROSEFALUS
Hidrosefalus adalah akumulasi berlebihan dari
cairan serebrospinal (CSS) dalam sistem ventrikel,
yang mengakibatkan dilatasi positif pada ventrikel
Hidrosefalus komunikans – absorpsi CSS dalam
ruang subaraknoid (ventrikel berhubungan)
Hidrosefalus nonkomunikans – obstruksi aliran
CSS dalam ventrikel (ventrikel tidak berhubungan).
26. PENGKAJIAN
Dapatkan riwayat kesehatan, khususnya mengenai
cedera kepala atau infeksi serebral
Lakukan pengkajian fisik, khususnya untuk bukti-
bukti perbaikan mielomeningokel, pengukuran
lingkar oksipitofrontal
Bantu dengan prosedur diagnostik, mis, tomografi,
MRI, ekoensefalografi, transimulasi, pungsi
ventrikel.
Observasi adanya manifestasi hidrosefalus :
27. PADA BAYI MUDA :
Pertumbuhan kepala dengan kecepatan yang tidak
normal
Penonjolan fontanel (khususnya anterior) kadang
tanpa pembesaran kepala; tegang; tidak berdenyut
Dilatasi vena kulit kepala
Peregangan sutura
Tanda Macewen (bunyi “cracked-pot” pada perkusi
Penipisan tulang tengkorak
28. PADA BAYI LANJUT
Pembesaran frontal atau “bossing”
Depresi mata
Tanda setting sun (sklera terlihat di atas iris)
Pupil lambat dalam berespons, dan dengan
respons yang tidak sama terhadap cahaya
29. PADA BAYI UMUM
Peka rangsang
Letargi
Bayi menangis bila diangkat atau diayun dan diam
bila dibiarkan berbaring
Kerja refleks dini bayi menetap
Respons normal tidak terlihat
Dapat menunjukkan hal-hal berikut :
Perubahan tingkat kesadaran
Opistotonus (seringkali bersifat ekstrem)
Spastisitas ekstremitas bawah
30. PADA BAYI UMUM
Kasus-kasus parah :
Sulit menghisap dan makan
Menangis melengking, singkat dan bernada tinggi
Kesulitan kardiopulmonal
31. MASA KANAK-KANAK
Sakit kepala pada saat bangun, membaik setelah
muntah atau postur tegak
Papiledema
Strabismus
Tanda-tanda saluran ekstrapiramidal (mis, ataksia)
Peka rangsang
Letargi
Apatis
Konfusi
Sering bicara tidak logis
32. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Risiko tinggi cedera b/d peningkatan tekanan
intrakranial (TIK)
Sasaran pasien 1 : Pasien tidak mengalami
peningkatan tekanan intrakranial
Intervensi keperawatan :
1. Observasi dengan cermat adanya tanda-tanda
peningkatan TIK
2. Lakukan pengkajian neurologis dasar pada pra
operasi
3. Hindari pemasangan infus intravena di vena kulit
kepala bila pembedahan akan dilakukan
33. DIAGNOSA KEPERAWATAN
4. Posisikan anak sesuai ketentuan
Tempatkan pada sisi yang tidak dioperasi
Tinggikan kepala tempat tidur, bila diinstruksikan
Jaga agar anak tetap berbaring datar, bila diinstruksikan
5. Hindari sedasi
6. Jangan pernah memompa pirau untuk mengkaji fungsi
7. Lakukan perawatan pasca operasi terhadap pirau
sesuai ketentuan
8. Ajari keluarga tentang tanda-tanda peningkatan TIK
dan kapan harus memberitahu praktisi kesehatan
Hasil yang diharapkan : Anak tidak menunjukkan
bukti-bukti peningkatan TIK
34. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan sistem
drainse mekanis, prosedur bedah
Sasaran pasien 1 : Pasien tidak menunjukkan
bukti-bukti infeksi
Intervensi keperawatan :
1. Kaji anak untuk tanda-tanda infeksi cairan
serebrospinal (CSS), yang mencakup peningkatan
tanda-tanda vital, makan buruk, muntah, penurunan
responsifitas, aktivitas kejang
2. Observasi adanya kemerahan, bengkak, pada sisi
operatif dan sepanjang jalur pirau
3. Berikan antibiotik sesuai resep
35. DIAGNOSA KEPERAWATAN
4. Bantu praktisi dengan instilasi antibiotik intraventrikel
sesuai kebutuhan
5. Inspeksi sisi insisi untuk adanya kebocoran; uji
drainase untuk adanya glukosa
6. Berikan perawatan luka sesuai ketentuan, dengan
menggunakan teknik aseptik ketat
7. Jaga agar popok anak tidak menyentuh sisi balutan
peritoneal atau garis jahitan
Hasil yang diharapkan : Anak tidak menunjukkan
bukti-bukti infeksi.
36. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Risiko tinggi kerusakan integritas kulit b/d area
tekanan, paralisis, sfingter ani yang terelaksasi
Sasaran pasien 1 : Pasien mempertahankan
integritas kulit
Intervensi keperawatan :
1. Berikan perawatan kulit yang cermat untuk mencegah
kerusakan jaringan karena kelembaban, tekanan.
2. Tempatkan anak pada permukaan yang menurunkan
tekanan
3. Ubah posisi dengan sering kecuali jika
dikontraindikasikan karena peningkatan TIK
37. DIAGNOSA KEPERAWATAN
4. Lindungi titik tekanan (mis, trokhanter, sakrum,
pergelangan kaki, tumit, bahu, oksiput)
5. Inspeksi permukaan kulit secara teratur untuk
adanya tanda-tanda iritasi, kemerahan, bukti
tekanan
6. Bersihkan kulit dengan teratur, sedikitnya sekali
sehari
7. Lindungi lipatan kulit dan permukaan yang
bergesekan
38. DIAGNOSA KEPERAWATAN
8. Jaga agar pakaian dan linen tetap bersih, kering,
dan bebas dari lipatan
9. Lakukan perawatan perineal yang baik
10. Massase kulit dengan lembut menggunakan
losion atau bahan pelumas lain, hindari area
tekanan yang memerah
11. Lindungi bibir dengan krim atau salep
Hasil yang diharapkan : Kulit tetap bersih, utuh,
dan bebas iritasi.
39. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Perubahan proses keluarga b/d krisis situasi
(anak dengan defek fisik)
Sasaran pasien (keluarga) 1 : Pasien (keluarga)
menerima dukungan yang adekuat
Intervensi keperawatan :
1. Hormati hak-hak orang tua
2. Tunjukkan sikap perhatian yang menghargai pada
anak dan keluarga
40. DIAGNOSA KEPERAWATAN
3. Dukung dan tekankan kekuatan dan kemampuan
keluarga
4. Berikan umpan balik dan pujian
5. Rujuk pada profesional lain untuk dukungan
interpersonal tambahan dan konkrit mis, pely sosial,
rohaniawan.
Hasil yang diharapkan :
Keluarga menunjukkan perilaku yang
menunjukkan perasaan menghargai diri sendiri
Keluarga menggunakan layanan pendukung.
41. MENINGITIS
Meningitis adalah peradangan selaput otak,
sumsum tulang belakang, atau keduanya.
Penyebabnya adalah bakteri atau virus, meningitis
sering didahului oleh infeksi pernapasan,
tenggorok, atau tanda dan gejala flulike.
Sejumlah kuman Neisseria meningitidis merupakan
penyebab meningitis yang sering
Penyakit ini mempunyai insiden tertinggi pada anak
di bawah usia 5 tahun, dengan puncak insidensi
pada anak usia 3 – 5 bulan
42. MENINGITIS
Bentuk meningitis yang berat, yaitu
meningokoksemia yang memiliki serangan cepat
dan dapat menyebabkan kematian
Tanda dan gejala meliputi demam tinggi, letargi,
menggigil, dan timbul ruam pada kulit
43. PENGKAJIAN
Neurologis
Kejang-kejang
Peningkatan tekanan intrakranial (TIK)
Mata terbenam (setting-sun sign)
Kekakuan kuduk
Tanda Kernig positif
Tanda Brudzinski positif
Reaktivitas pupil menurun
Iritabilitas
Opistotonus
Sakit kepala
Tangisan dengan nada tinggi
44. PENGKAJIAN
Respirasi
Baru saja mengalami riwayat infeksi, sakit tenggorok,
atau tanda dan gejala flulike
Gastrointestinal
Muntah
Integumen
Ubun-ubun menonjol
Petekie
Ekstremitas dingin
Ruam
Sianosis
Demam
45. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Ganguan perfusi jaringan serebrum yang
berhubungan dengan peningkatan TIK
Hasil yang diharapkan : Anak tidak menunjukkan
tanda peningkatan TIK
Intervensi Keperawatan :
1. Kaji status neurologis anak setiap 2 – 4 jam, catat
tanda letargi, penonjolan ubun-ubun (pada bayi),
perubahan pupil, atau kejang-kejang
2. Pantau asupan dan haluaran cairan setiap pergantian
dinas
3. Pantau tanda vital setiap 2 – 4 jam
4. Catat kualitas dan nada tangisan anak
46. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Risiko cedera sekunder akibat kejang
Hasil yang diharapkan : Anak tidak akan mengalami
cedera akibat kejang
Intervensi :
1. Lakukan kewaspadaan kejang, seperti menggunakan
jalan napas buatan, dan peralatan pengisapan lendir,
dan pasang penghalang tempat tidur
2. Beri pengobatan antikonvulsan, sesuai program
3. Selama kejang, lakukan tindakan berikut :
Bantu anak berbaring miring di tempat tidur atau di
lantai, singkirkan barang-barang yang ada di area
tempat tidur
47. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Jangan mengikat anak, tetapi tetap menemani di
sampingnya.
Jangan meletakkan sesuatu di mulut anak
Kaji status pernapasan anak
Catat berbagai gerakan tubuh anak dan lamanya
kejang
48. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Hipertermia yang berhubungan dengan infeksi
Hasil yang diharapkan : Suhu badan anak akan
tetap kurang dari 37,80 C
Intervensi keperawatan :
1. Pantau suhu tubuh anak setiap 2 – 4 jam
2. Beri obat antipiretik sesuai program
3. Beri obat antimikroba sesuai program
4. Pertahankan lingkungan yang sejuk
5. Beri kompres dengan suhu 370C, sesuai program
49. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Defisit pengetahuan yang berhubungan dengan
perawatan di rumah
Hasil yang diharapkan : Orang tua akan
mengekspresikan pemahamannya tentang instruksi
perawatan di rumah
Intervensi :
1. Ajarkan orang tua bagaimana dan kapan memberi
obat, termasuk uraian tentang dosis dan efek
samping
2. Ajarkan orang tua pentingnya memberi istirahat
yang adekuat pada anak
50. EPILEPSI
Kejang adalah malfungsi singkat dari sistem listrik
otak yang terjadi karena muatan neuron kortikal.
Kejang dapat bermanifestasi sebagai konvulsi
(kontraksi dan relaksasi otot involunter); perubahan
pada perilaku, sensasi, atau persepsi, halusinasi
visual dan auditorius; serta perubahan kesadaran
atau tidak sadar
Epilepsi adalah gangguan kejang kronis dengan
kejang berulang yang terjadi dengan sendirinya,
yang membutuhkan pengobatan jangka panjang.
Tidak setiap kejang adalah epileptik
51. PENGKAJIAN
Dapatkan riwayat kesehatan, terutaman yang
berkaitan dengan kejadian pranatal, perinatal, dan
neonatal; adanya contoh infeksi, apnea kolik, atau
menyusu yang buruk; informasi mengenai
kecelakaan atau penyakit serius sebelumnya
Dapatkan riwayat aktivitas kejang yang mencakup
hal-hal berikut :
Gambaran perilaku anak selama kejang
Usia awitan
Waktu ketika kejang terjadi – waktu, ketika tidur atau
terjaga, hubungan dengan makanan
52. PENGKAJIAN
Adanya faktor pencetus yang dapat menimbulkan
kejang (mis, demam, infeksi), jatuh yang
menyebabkan trauma kepala, ansietas, keletihan,
aktivitas (mis, hiperventilasi), kejadian-kejadian di
lingkungan (mis, pemajanan pada stimulus kuat
seperti sinar terang, sinar berkilau atau suara yang
keras)
Durasi perkembangan, dan adanya perasaan atau
perilaku pasca-kejang
Lakukan pengkajian fisik dan neurologi
53. PENGKAJIAN
Observasi pengkajian fisik dan neurologis
Bantu dalam prosedur diagnostik dan pengujian
mis, elektroensefalografi, tomografi, radiografi
tengkorak, ekoensefalografi, scan otak, kimia
darah, glukosa serum, nitrogen urea darah,
amonia, tes khusus untuk gangguan metabolik
54. PENGKAJIAN
Observasi kejang
Urutan kejadian (sebelum, selama, dan setelah kejang),
durasi kejang, tonik-klonik : dari tanda-tanda pertama
kejadian kejang sampai sentakan-sentakannya terhenti,
tanpa kejang : dari kehilangan kesadaran sampai
pasien sadar kembali; Parsial kompleks : dari aura
sampai berhenti secara otomatis atau menunjukkan
responsivitas pada lingkungan
55. MANIFESTASI KEJANG (KEJANG PARSIAL)
Kejang parsial sederhana
Dicirikan dengan : tetap sadar dan waspada, gejala
motorik terlokalisasi pada salah satu sisi tubuh, gejala
somatosensori, psikis, otonomik, atau gabungan dari
gejala-gejala tersebut
Manifestasi :
Kejang aversive (kejang motorik paling umum pada
anak) : Mata atau kedua mata dan kepala saling
menjauh dari sisi fokus; kesadaran terhadap gerakan
Kejang Rolandic (sylvian) : Gerakan tonik-klonik yang
melibatkan wajah, salivasi, bicara berhenti, paling
umum selama tidur
56. MANIFESTASI KEJANG
Gerakan Jacksonian (jarang pada anak) : Gerakan
klonik berkembang secara berurutan dari mulai
kaki, tangan, atau wajah dan bergerak atau
“gerakan” bagian-bagian tubuh yang berdekatan
57. MANIFESTASI KEJANG
Kejang sensori khusus
Dicirikan dengan berbagai sensasi
Kebas, kesemutan, rasa tertusuk, parestesia, atau nyeri
yang berasal dari satu area (mis, wajah atau
ekstremitas) dan menyebar ke bagian tubuh lainnya.
Sensasi penglihatan atau membentuk gambaran
Fenomena motorik sesuai postur atau hipertonia
Tidak umum pada anak-anak di bawah 8 tahun
58. MANIFESTASI KEJANG
Parsial kompleks :
Lebih sering terjadi pada anak usia 3 tahun sampai
remaja
Aura – sensasi paling sering adalah perasaan kuat pada
dasar lambung yang naik ke tenggorok; juga bau aneh;
halusinasi rasa atau pendengaran serta penglihatan,
atau perasaan deja-vu
Kerusakan kesadaran – mungkin tampak linglung dan
konfusi, tidak dapat berespons atau mengikuti instruksi.
59. MANIFESTASI KEJANG
Automatisme – Aktivitas berulang tanpa tujuan
dilakukan dalam keadaan bermimpi, seperti
menatap langit, menjadi lemas atau kaku,
mengambil sikap, mengulang kata-kata, menarik-
narik pakaian, mengecap-ngecapkan bibir,
mengunyah, perilaku asosiasi atau tidak tepat,
seperti membuka pakaian di depan umum, atau
bertindak agresif (kurang umum pada anak-anak)
Pasca kejang – setelah kejang anak dapat merasa
disorientasi, konfusi, dan tidak mempunyai ingatan
tentang fase kejang.
60. MANIFESTASI KEJANG (KEJANG UMUM)
Kejang tonik-klonik (dahulu disebut grand mal)
Paling umum dan paling dramatis dari semua
manifestasi kejang
Terjadi tanpa peringatan
61. FASE TONIK
Mata ke atas
Kesadaran hilang dengan segera
Bila berdiri, jatuh ke lantai atau tanah
Kekakuan terjadi pada kontraksi tonik simetrik yang
umum pada seluruh otot tubuh
Lengan biasanya fleksi
Kaki, kepala, dan leher ekstensi
Tangisan aneh, melengking (menangis epileptik)
Apnea, dapat menjadi sianotik
Peningkatan salivasi
62. FASE KLONIK
Gerakan menyentak kasar pada saat tubuh dan
ekstremitas berada pada kontraksi dan relaksasi
yang berirama
Berbusa pada mulut karena hipersalivasi
Dapat mengalami inkontinensia urin dan feses
Saat kejang berakhir, gerakan berkurang, terjadi
pada interval yang lebih panjang kemudian berhenti
secara keseluruhan
63. STATUS EPILEPTIKUS
Urutan kejang pada interval yang terlalu singkat
untuk memungkinkan anak sadar kembali di antara
waktu berakhirnya satu episode dan dimulainya
episode berikutnya
Memerlukan intervensi darurat
Dapat menimbulkan kelelahan, gagal napas, dan
kematian
64. STATUS PASCA KEJANG
Tampak rileks
Dapat tetap semi-sadar dan sulit untuk bangun
Dapat terbangun dalam beberapa menit
Tetap mengalami konfusi selama beberapa jam
Koordinasi buruk
Kerusakan ringan pada gerakan motorik halus
Dapat mengalami kesulitan penglihatan dan bicara
Muntah atau mengeluh sakit kepala
65. STATUS PASCA KEJANG
Tidak timbul refleks menelan selama beberapa
waktu
Bila ditinggal sendiri, biasanya tidur dalam
beberapa jam
Pada saat sadar, biasanya sadar sepenuhnya
Biasanya merasa lelah dan mengeluh sakit otot dan
sakit kepala
Tidak ada ingatan mengenai seluruh kejadian
66. TIDAK ADA KEJANG (PETIT MAL/LAPSES)
Kehilangan kesadaran yang singkat
Perubahan yang minimal atau tidak ada pada tonus
otot
Bisa saja tidak dikenali karena hanya sedikit
perubahan yang terjadi pada perilaku anak
Awitan cepat : tiba-tiba mengalami 20 atau lebih
episode kejang setiap hari
67. TIDAK ADA KEJANG (PETIT MAL/LAPSES)
Kejang sering disalahartikan dengan tidak
perhatian, mimpi di siang hari, atau gangguan
hiperaktivitas kurang perhatian
Serangan dapat dicetuskan oleh hiperventilasi,
hipoglikemia, stres (emosional dan psikologis),
keletihan, atau kurang tidur
68. MANIFESTASI PETIT MAL
Kehilangan kesadaran singkat
Muncul tanpa peringatan atau aura
Biasanya berakhir sekitar 5 – 10 detik
Kehilangan sedikit tonus otot dapat menyebabkan
anak menjatuhkan objek
Mampu mempertahankan kontrol postural; jarang
terjatuh
69. MANIFESTASI PETIT MAL
Gerakan minor seperti mengecapkan bibir, kedutan
kelopak mata atau wajah, atau gerakan tangan
ringan
Tidak disertai inkontinensia
Amnesia terhadap episode
Perlu reorientasi diri pada aktivitas sebelumnya
70. KEJANG ATONIK (SERANGAN DROP)
Awitan biasanya antara usia 2 – 5 tahun
Tiba-tiba, kehilangan tonus otot sementara dan kontrol
postur :
Manifestasi :
1. Kehilangan tonus menyebabkan anak jatuh ke lantai
dengan keras
2. Tidak dapat mencegah jatuh dengan menyangga
tangan
3. Sering terjadi kulai kepala
4. Dapat menimbulkan cedera serius pada wajah, kepala,
atau bahu
5. Depat atau tidak dapat mengalami kehilangan
kesadaran sementara
71. KEJANG AKINETIK
Gerakan kurang atau tanpa kehilangan tonus otot
Anak kaku pada posisi tertentu dan tidak jatuh
Gangguan atau hilangnya kesadaran
72. KEJANG MIOKLONIK
Dapat diisolasi pada saat dimulainya mioklonus
esensial
Dapat terjadi dalam hubungannya dengan bentuk
kejang lain
Kontraktur tonik singkat dan tiba-tiba dari otot atau
sekelompok otot
Terjadi sekali atau berulang
Tidak ada kehilangan kesadaran atau status pasca-
kejang
Mungkin simetrik, mungkin juga tidak simetrik
Dapat dikacaukan dengan refleks kejut yang
berlebihan
73. SPASME INFANTIL (MIOKLONUS INFANTIL)
Istilah lain : , spasme masif, hipsaritmia, kejang
saalam, jack-knife, sindrom West, spasme
mioklonik infantil
Paling umum terjadi antara usia 3 – 12 bulan
Dua kali lebih banyak pada pria dibandingkan
wanita
Anak dapat mengalami banyak kejang di siang hari
tanpa mengantuk pasca kejang atau tidur
Perhatikan adanya intelegensia normal yang
memburuk
74. SPASME INFANTIL (MIOKLONUS INFANTIL)
Kemungkinan serangkaian kontraksi otot tiba-tiba,
singkat, dan simetris
Kepala fleksi, lengan ekstensi, dan kaki tertarik ke
atas,
Mata berputar ke atas atau ke dalam
Dapat didahului atau diikuti dengan menangis atau
merengek
Dapat kehilangan kesadaran, dapat juga tidak
Kadang-kadang terjadi kemerahan di wajah, pucat,
atau sianosis
75. SPASME INFANTIL (MIOKLONUS INFANTIL)
Bagi yang mampu duduk tetapi tidak mampu berdiri
:
Tiba-tiba menjatuhkan kepala dan lehernya ke
depan dengan tubuh fleksi ke depan dan lutut
tertarik ke atas pada kejang saalam atau jack-knife
Jarang : terobservasi bentuk klinis yang lain
Spasme ekstensor bukan fleksi lengan, kaki, dan
tubuh serta menganggukkan kepala
Serangan cepat melibatkan kontraksi seluruh tubuh
yang bersifat tunggal, seperti syok dan sementara.
76. PENGKAJIAN
Awitan :
Waktu awitan
Kejadian pra kejang yang signifikan – sinar terang,
bising, kegirangan, emosi berlebihan
Perilaku : perubahan pada ekspresi wajah, seperti rasa
takut, menangis atau bunyi lain, gerakan stereotip atau
otomatis, aktivitas acak (mengeluyur)
Posisi kepala, tubuh, ekstremitas; postur unilateral atau
bilateral dari salah satu atau lebih ekstremitas; deviasi
tubuh ke samping
77. PENGKAJIAN
Gerakan :
Perubahan posisi bila ada
Sisi permulaan – tangan, ibu jari, mulut, seluruh tubuh
Fase tonik, bila ada – lama, melibatkan beberapa
bagian tubuh
Fase klonik – kedutan atau gerakan menyentak,
melibatkan beberapa bagian tubuh, urutan bagian yang
terkena, umum, perubahan dalam karakteristik gerakan
Kurang gerakan atau tonus otot pada bagian-bagian
tubuh atau seluruh tubuh
78. PENGKAJIAN
Wajah
Perubahan warna – pucat, sianosis, wajah kemerahan
Keringat
Mulut – posisi, menyimpang ke salah satu sisi, gigi
mengatup, lidah tergigit, mulut berbusa, flek darah atau
perdarahan
Kurang dalam ekspresi
79. PENGKAJIAN
Mata
Posisi – lurus, menyimpang ke atas, menyimpang
keluar, konjugasi atau divergen
Pupil (bila mampu untuk mengkaji) – perubahan pada
ukuran, kesamaan reaksi terhadap sinar dan akomodasi
Upaya pernapasan
Ada dan lamanya apnea
Adanya stertor (mengorok)
Lain-lain
Berkemih involunter
Defekasi involunter
80. PENGKAJIAN
Observasi pasca-kejang
Masa pasca kejang
Metode terminasi
Status kesadaran – tidak responsif, mengantuk, konfusi
Orientasi terhadap waktu dan orang
Tidur tetapi mampu untuk bangun
81. PENGKAJIAN
Kemampuan motorik
Adanya perubahan pada kekuatan motorik
Kemampuan untuk menggerakkan semua ekstremitas
Adanya paresis atau kelemahan
Kemampuan untuk bersiul (bila sesuai dengan usia)
Bicara – berubah, aneh, jenis dan luasnya kesulitan
82. PENGKAJIAN
Sensasi
Keluhan tidak nyaman atau nyeri
Adanya kerusakan sensori dari pendengaran,
penglihatan
Pengumpulan kembali sensasi pra-kejang, peringatan
serangan
Kesadaran bahwa serangan sudah mulai terjadi
83. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Risiko tinggi cedera b/d tipe kejang
Sasaran pasien 1 : Pasien tidak mengalami kejang
Intervensi keperawatan :
1. Berikan obat antiepilepsi
2. Ajari keluarga dan anak, bila tepat, tentang
pemberian obat-obatan
3. Tekankan pentingnya mematuhi program
terapeutik
4. Hindari situasi yang diketahui akan mencetuskan
kejang (mis, cahaya berkedip-kedip, keletihan)
84. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Hasil yang diharapkan : Anak tetap bebas dari
aktivitas kejang
Sasaran pasien 2 : Pasien tidak mengalami
komplikasi akibat obat-obatan
Intervensi keperawatan :
1. Waspada dan ajari keluarga untuk mengenali
reaksi yang tidak sesuai dari obat-obatan
2. Dorong untuk pengkajian fisik dan laboratorium
secara periodik
3. Dorong perawatan gigi yang baik selama terapi
fenitoin
85. DIAGNOSA KEPERAWATAN
4. Dorong masukan vitamin D dan asam folat yang
adekuat selama terapi fenitoin dan fenobarbital
5. Hasil yang diharapkan : Anak dan keluarga
mendemonstrasikan pemahaman tentang
kemungkinan respons yang tidak baik terhadap
obat-obatan dan intervensi yang tepat
86. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Sasaran pasien 3 : Pasien tidak mengalami cedera
1. Didik orang tua dan anak mengenai aktivitas yang
tepat untuk anak (tergantung dari tipe, frekuensi,
dan beratnya kejang)
2. Gali modifikasi atau adaptasi yang tepat pada
situasi yang mencetuskan bahaya selama kejang
(memanjat pohon, memainkan alat)
3. Dampingi anak selama aktivitas yang diizinkan,
seperti berenang, bersepeda.
87. DIAGNOSA KEPERAWATAN
4. Dianjurkan untuk mandi shower atau memberikan
pengawasan yang ketat selama mandi
5. Ajarkan guru dan orang lain yang berhubungan
dengan anak mengenai bantuan yang tepat
selama dan setelah kejang
Hasil yang diharapkan :
1. Anak dan keluarga menyetujui aktivitas atau
modifikasi aktivitas yang tepat untuk anak
2. Individu yang berhubungan dengan anak
memberikan intervensi yang tepat selama dan
setelah kejang.
88. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Risiko tinggi cedera, hipoksia, dan aspirasi b/d
aktivitas motorik dan hilangnya kesadaran (kejang
tonik-klonik)
Sasaran pasien 1 : Pasien tidak mengalami cedera,
distres pernapasan, atau aspirasi
Intervensi keperawatan :
1. Hitung lamanya kejang
2. Lindungi anak selama kejang
3. Jangan berusaha merestrain anak atau
menggunakan paksaan
4. Bila anak berdiri atau duduk di kursi roda pada
awal episode, bantu anak untuk mencapai lantai
89. DIAGNOSA KEPERAWATAN
5. Tempatkan selimut kecil atau tangan anda sendiri
di bawah kepala anak
6. Jangan menempatkan apapun di mulut anak,
seperti spatel lidah, makanan, atau cairan
7. Lepaskan kacamata
8. Longgarkan pakaian
9. Cegah anak dari membenturkan kepala pada
objek keras
10. Singkirkan benda-benda yang dapat menimbulkan
bahaya (perabot)
11. Bantali objek seperti keranjang bayi, penghalang
tempat tidur, atau kursi roda.
90. DIAGNOSA KEPERAWATAN
12. Pertahankan agar penghalang tempat tidur tetap
terpasang ketika anak sedang tidur, istirahat, atau
mengalami kejang
13. Biarkan kejang berakhir tanpa pengaruh
14. Bila mungkin posisikan anak dengan kepala pada
garis tengah, bukan hiperekstensi
15. Bila anak mulai muntah, miringkan dengan hati-
hati
91. DIAGNOSA KEPERAWATAN
16. Lindungi anak setelah kejang (periode pasca-
kejang)
17. Pertahankan anak pada posisi miring
18. Hubungi pelayanan medis darurat
Hasil yang diharapkan : Anak tidak menunjukkan
tanda-tanda cedera fisik atau mental atau aspirasi
92. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Risiko tinggi cedera b/d kerusakan kesadaran dan
automatisme (kejang parsial kompleks)
Sasaran pasien 1 : Pasien tidak mengalami cedera
dan tetap tenang
Intervensi keperawatan :
1. Hitung lama kejang
2. Lindungi anak selama kejang
3. Jangan merestrein, kecuali anak dalam bahaya
4. Singkirkan bahaya dalam lingkungan
5. Arahkan anak ke area aman, khususnya jauh dari
jendela, tangga, alat pemanas, atau sumber air
93. DIAGNOSA KEPERAWATAN
6. Jangan membuat anak teragitasi, bicara dengan
suara lembut dan sikap tenang
7. Jangan mengharapkan anak untuk mengikuti
instruksi
8. Perhatikan apakah kejang tersebut menyebar
menjadi kejang tonik-klonik
9. Lindungi anak setelah kejang (postiktal)
94. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Periode postiktal :
10. Tetaplah bersama anak dan tenangkan anak
sampai ia sadar
11. Hubungi pelayanan medis darurat
Hasil yang diharapkan :
Anak tidak mengalami cedera fisik dan tetap
tenang
95. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Perubahan proses keluarga berhubungan dengan
anak yang menderita penyakit kronis
Sasaran pasien (keluarga) 1 : Pasien (keluarga)
mendapat dukungan yang adekuat
Intervensi Keperawatan :
1. Hormati hak-hak orang tua
2. Tunjukkan sikap perhatian yang menghargai pada
anak dan keluarga
3. Dukung dan tekankan kekuatan dan kemampuan
keluarga
4. Berikan umpan balik dan pujian
96. DIAGNOSA KEPERAWATAN
5. Rujuk pada profesional lain untuk dukungan
interpersonal tambahan dan konkrit mis, pely
sosial, rohaniawan.
Hasil yang diharapkan :
Keluarga menunjukkan perilaku yang
menunjukkan perasaan menghargai diri sendiri
Keluarga menggunakan layanan pendukung.
97. TUGAS :
BUAT POWER POINT MASING-MASING
(INDIVIDU) YANG BERISI ASKEP PADA ANAK
DENGAN :
CEREBRAL PALSY
ENSEFALITIS
TETANUS
ABSES OTAK
POLIOMYELITIS