Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari gerakan Slow City di beberapa negara sebagai bentuk lokalitas dan praktiknya. Peneliti menggunakan pendekatan etnografi digital dengan melakukan wawancara, partisipasi langsung dalam acara, dan merekam video. Penelitian ini menunjukkan bagaimana gerakan Slow City membentuk komunitas lokal dan membantu masyarakat menentang pengaruh globalisasi seperti McDonalds melalui kegi
2. “PERTANYAAN
1. Apa tujuan dari riset tersebut?
2. Apa pendekatan yg dilakukan sesuai dengan bab
yang dibahas dan bab sebelumnya?
3. Apa pendapat kalian dan pendapat secara kelompok?
2
4. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan
apakah internet membuat perbedaan yang signifikan
terhadap kebijakan di Subang Jaya, Malaysia.
Multiplicity : Menggunakan beberapa metode untuk pengumpulan
data
Non-digital centricness : Penelitian tidak hanya berfokus kepada
teknologi tetapi juga melihat kehidupan sehari-hari masyarakat
Reflexivity : Penelitian ini merefleksikan kehidupan sehari-hari dari
masyarakat Subang Jaya
Openess : Peneliti memanfaatkan teknologi sesuai dengan konteks
TUJUAN PENELITIAN
4
PENDEKATAN PRINSIP ETNOGRAFI
DIGITAL
5. PENDEKATAN SENSORY
EXPERIENCE
Sight : Peneliti dapat melihat responden dengan
berinteraksi secara tatap muka dan melalui videocall
Skype
Touch : Responden menyentuh gawai untuk
berinteraksi jarak jauh dengan peneliti
Hear : Peneliti dapat mendengar suara responden
melalui obrolan di telepon
5
6. PENDEKATAN TEORI ‘PRACTICE’
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknologi
yang ada untuk berinteraksi dengan subjek. Yang unik
dari penelitian ini adalah bahwa peneliti merasa lebih
dekat dengan subjek ketika peneliti berada jauh dari
subjek secara geografis dan mengandalkan teknologi
untuk berinteraksi dibandingkan dengan peneliti
berinteraksi langsung dengan subjek.
6
7. PENDEKATAN TEORI ‘THINGS’
Dalam kasus ini peneliti dan subjek menggunakan
mobile device mereka untuk berinteraksi. Dapat
dilihat bahwa dalam penelitian ini mobile device
merupakan ‘things’ yang digunakan baik oleh peneliti
maupun oleh subjek
7
8. PENDEKATAN ‘RELATIONSHIP’
Penelitian ini membantah cara pandang bahwa sebuah
hubungan dapat terjalin dengan baik karena adanya
kehadiran fisik. Peneliti membuktikan bahwa
hubungannya dengan responden lebih dekat ketika
mereka berinteraksi melalui media/teknologi
dibandingkan mereka bertatap muka. Hal ini
mengindikasikan bahwa kehadiran fisik tidak lagi
menjadi persoalan dalam berinteraksi.
8
9. PENDEKATAN ‘SOCIAL WORLD’
Melihat bagaimana interaksi peneliti dengan
subjek melalui teknologi berjalan dengan baik
walaupun mereka berjarak sejauh 10.000km,
maka dalam pendekatan ‘social world’ fenomena
ini disebut sebagai sosialitas.
9
10. PENDEKATAN TEORI “LOCALITY”
Seiring dengan masuknya teknologi di masyarakat
Subang Jaya, maka dalam mengaspirasikan suaranya
kepada pemerintah masyarakat Subang Jaya
menggunakan platform teknologi digital yang kemudian
digunakan sebagai lokalitas untuk membangun kota
Subang Jaya
10
11. Pendapat
Dalam penelitian ini peneliti melihat fokus
yang sedikit berbeda dari penelitian
sebelumnya yaitu mengenai lokalitas yang
terjadi setelah munculnya teknologi di
masyarakat Subang Jaya, Malaysia.
Penelliti juga meneliti bagaimana hubungan
antara pemerintah kota dengan masyarakat
setempat menjadi lebih mudah dengan
adanya teknologi.
11
13. TUJUAN PENELITIAN
13
PENDEKATAN PRINSIP ETNOGRAFI
DIGITAL
a. Multiplicity: menggunakan banyak metode (interview, diary studies)
b. Non-digital-centricness: berfokus bukan hanya pada teknologi di
Silicon Valley,namun perilaku orang-orang yang hidup di
lingkungan industri teknologi tersebut.
c. Reflexivity: cerminan kehidupan sehari-hari manusia → pola aktivitas
keseharian penduduk Silicon Valley
d. Unorthodox: penelitian ini melihat teknologi sebagai sesuatu yang
normal & normatif.
Untuk meneliti bagaimana ekonomi moral dari inovasi teknologi
dan kapitalisme korporat yang menopang produksinya
mendominasi keseharian hidup di Silicon Valley.
14. PENDEKATAN SENSORY
EXPERIENCE
a. Phenomenological
Bagaimana Yahoo!, Google, dan perusahaan teknologi lainnya di SV
membentuk landasan politik dan ekonomi warganya, juga
bagaimana akhirnya mereka bisa benar-benar sadar akan
pemanfaatan teknologi untuk perkembangan diri dan kemajuan
hidupnya.
a. Five Senses
- Sight: Penglihatan digunakan peneliti dan subjek penelitian.
- Hear: Peneliti menggunakan indra pendengarannya untuk
menghimpun data melalui interview.
- Touch: Subjek penelitian berinteraksi dengan teknologi dengan
“menyentuhnya”.
14
15. PENDEKATAN TEORI ‘PRACTICE’
Oleh karena teknologi yang ada dalam kehidupan warga Silicon
Valley sudah menjadi komoditas, maka perilaku seperti “tradisi”
memberi hadiah berupa komputer pada anggota keluarga yang
berulangtahun ke-12 menjadi salah satu contoh praktik yang
ditimbulkan oleh subjek penelitian akibat teknologi yang ada.
Etos kerja yang dimiliki warga yang bekerja di salah satu
perusahaan di SV juga membentuk praktik yang mereka terapkan
akibat dampak perkembangan teknologi yang ada di wilayah
tersebut, yang juga terpengaruh oleh dominasi pola hidup
berteknologi.
15
16. PENDEKATAN TEORI ‘THINGS’
16
Melissa yang menggunakan teknologi dengan mempersonalisasi
komputer keluarganya untuk keperluan pribadinya sebagai bagian
dari cara dia mengembangkan diri sejak kecil (menggambar di
microsoft paint, membuat e-mail pribadi)
Atau dalam kasus Iraina yang menganggap teknologi adalah
suatu benda yang merupakan “simbol tradisi” di keluarganya.
a. Appropriation: Komputer baru dibeli oleh orangtua Melissa.
b. Objectification: Dibawa ke rumah, dan diperkenalkan ke Melissa.
c. Incorporation: Melissa menggunakannya sebagai media berkreasi
(Microsoft Paint), juga mengirim surel
d. Conversion: Melissa membuat e-mail sendiri, yang membuat ia
dapat berkomunikasi dengan orang diluar keluarganya
17. PENDEKATAN TEORI
‘RELATIONSHIP
#1: management of communication and connection
through different platforms.
Pola hubungan yang baru timbul dari kebiasaan yang dikaitkan
dengan teknologi. Dalam keluarga Iraina, tradisi memberikan
hadiah berupa komputer di ulang tahun ke 12 menjadi sebuah
pola komunikasi yang terspesialisasi dalam rangka membina
hubungan keluarganya.
17
18. PENDEKATAN ‘SOCIAL WORLD’
18
Warga Silicon Valley terikatkan oleh teknologi, sehingga
mengakibatkan terbentuknya “komunitas” yaitu sekelompok
orang yang berbagi interaksi dan ikatan sosial, serta bentuk
interaksi umum dan lokasi. Sosialitas yang merupakan
kualitas dari hubungan sosial yang terjadi dalam suatu
komunitas di studi kasus ini juga terlihat dari bagaimana
warga Silicon Valley membentuk hubungan satu sama lain
dengan berkaitan erat pada teknologi.
19. PENDEKATAN TEORI “LOCALITY”
19
#2: Networked Individualism
Dikatakan bahwa Lokalitas dapat dibentuk
melalui teknologi itu sendiri dan online-offline
adalah bagian dari proses yang sama di
mana lokalitas dihasilkan, dialami, dan
didefinisikan. Warga SV beserta industri
teknologi yang ada di sana sudah
membentuk komunitas, online (teknologi)
maupun offline (lingkungan hidup SV).
bukan lagi streets & alleys namun juga
bits & bytes. Warga-warga SV sebagai satu
individu membentuk jaringan menjadi suatu
komunitas, offline maupun online.
Penelitian ini melihat lokalitas dari sisi proximity, dimana “komunitas lokal” yang
ditunjukkan dari pola hidup serba teknologi terbentuk dari budaya yang juga
terbentuk dari lingkungan fisik serba teknologi seperti Silicon Valley. Lokalitas
yang ada juga membuat timbulnya glokalitas dengan ekspansi “Silicon
Places” ke negara-negara lain.
#1: Local Community
Komunitas Lokal yang terbentuk di SV
karena kesamaan pola hidupnya menjadi
landasan bagi pengembangan warga yang
hidup disana.
Landasan ekonomi & politik yang dibawa
sebagai “political agenda” oleh
perusahaan di sekitar SV dapat menyetir
pola pikir warganya sehingga diperlukan
kontrol dari warga agar tidak
“dipermainkan” oleh agen kapitalisme di
SV.
20. Pendapat
Dengan berkembangnya teknologi, “pemukiman modern”
seperti Silicon Valley sangat dapat memajukan kehidupan
berbangsa dan bernegara. Namun kita sebagai masyarakat
yang dikontrol oleh pemerintahan, kaum kapitalis, dan
penguasa harus bisa pintar mengolah pola pikir agar tidak
dengan mudah “disetir” ataupun “dibodohi” mereka.
20
22. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari mengenai gerakan
slow city yang terjadi di UK, Spanyol, Australia sebagai salah satu bentuk
lokalitas dan praktiknya
TUJUAN PENELITIAN
22
PENDEKATAN PRINSIP ETNOGRAFI DIGITAL
a. Multiplicity: menggunakan banyak metode (interview dengan pemimpin
kota, partisipasi langsung dalam event, dan video recording)
b. Non-digital-centricness: Penelitian ini tidak hanya meneliti aspek digital dalam
gerakan Slow city, tapi juga perilaku orang-orang didalamnya
c. Reflexivity: meneliti pola kegiatan sehari-hari manusia
d. Openness: Penelitian telah berlangsung sejak tahun 2005 dan meneliti
pertumbuhan gerakan Slow City sehingga terbuka pada hasil penelitian yang
baru
e. Unorthodox: Penelitian ini membuat Peneliti melakukan hal tidak biasa, yaitu
menggunakan fotografi, digital media, dan kertas dalam karnaval Slow City,
terlibat di Museum Digital Martime Heritage, dan kampanye lokalitas di
daerah yang mempraktikkan gerakan Slow City.
23. PENDEKATAN SENSORY
EXPERIENCE
a. Sight: Peneliti turun langsung dan mengamati
jalannya Alysham Carnival dan perilaku orang-
orang didalamnya serta melakukan video-
recording
b. Hear: Peneliti melakukan interviews untuk
mendapatkan gambaran mengenai gerakan Slow
City dari pemimpin kota dan partisipan di Karnaval
Aylsham dan event lainnya
23
24. PENDEKATAN TEORI ‘PRACTICE’
Sisi praktis dari penelitian ini dapat dilihat dari
bagaimana peneliti turun langsung ke lapangan
untuk mendapatkan cerita mengenai fotografi dan
maknanya bagi para partisipan. Selain itu, dapat
juga dilihat dari bagaimana adanya event dan
carnival gerakan Slow City ini membuat orang-orang
kembali terkoneksi dengan lokalitas melalui fotografi.
24
25. PENDEKATAN TEORI ‘THINGS’
Dalam penelitian ini, adanya gerakan Slow City menjadi
salah satu sarana untuk penduduk dalam merefleksikan
lokalitas di kotanya melalui acara karnival yang diadakan.
a. Appropriation: Gerakan Slow City belum terekspansi ke
negara lain
b. Objectification: Gerakan Slow City menyebar dan menjadi
bagian dari negara tersebut
c. Incorporation: Adanya gerakan Slow City dan acara yang
diadakannya menjadi sarana lokalitas
d. Conversion: Gerakan Slow City mempererat hubungan
dengan pihak luar
25
26. PENDEKATAN ‘RELATIONSHIP’
Dalam penelitian ini, adanya gerakan Slow City di
Dandenong Ranges membuat sekelompok orang
tergabung dalam kelompok untuk berkampanye
menentang Mcdonalds, namun tidak dijelaskan
bagaimana mereka membina hubungan lebih lanjut
atau efek dari hubungan tersebut.
26
27. PENDEKATAN ‘SOCIAL WORLD’
Gerakan Slow City menyebabkan terbentuknya
komunitas yaitu sekelompok orang yang memiliki tujuan
sama yaitu untuk menentang Mcdonald sebagai bentuk
glokalisasi yang dianggap tidak baik untuk lingkungan,
selain itu juga menjadi satu sarana untuk orang lokal
berkumpul secara langsung dan merefleksikan lokalitas
melalui digital archive berupa fotografi.
27
28. PENDEKATAN TEORI “LOCALITY”
Adanya gerakan Slow City ini bermula di Itali dan pada akhrinya menyebar ke
187 kota di 28 negara di seluruh dunia.
Penelitian ini melihat bagaimana fotografi digital dan elemen material dari
produksi dan penyebarannya dilibatkan menjadi komponen dalam membuat
suatu kota menjadi sebuah lokalitas. Selain itu, penelitian ini juga melihat
bagaimana aspek digital dan material-fisik tidak dapat dipisahkan dalam
sebuah lokalitas, dan adanya aspek material berupa foto, print outs, gambar
dan naratif bersejarah membuat konsep lokal menjadi sesuatu yang ‘dibuat.
Dalam penelitian ini, gerakan Slow City salah satunya menjadi bentuk
resistensi terhadap adanya glokalitas, yaitu Mcdonald yang dinilai tidak
berdampak baik bagi lingkungan.
28
29. Pendapat
Dalam penelitian ini, pola pikir masyarakat untuk tidak
mudah di “giring” oleh kapitalisme sangat diperlihatkan dari
gerakan Slow City yang sangat menentang McDonalds. Hal
ini sangat meng-highlight aspek penting dari konsep
lokalitas yang mengatakan bahwa masyarakat harus
dengan pintar memilah terpaan politik/ekonomi dari
penguasa agar tetap dapat “stand up for ourselves”
29