Penelitian ini meneliti pergerakan Slow City di berbagai negara dengan menggunakan pendekatan fenomenologi dan sensori. Walaupun media digital tidak langsung terlibat, namun memiliki pengaruh tidak langsung dalam membantu mentransfer ide pergerakan secara global dan menciptakan lokalitas baru di kota-kota yang bergabung.
2. Study Case 1
Researching localities in Malaysia through
diachronic ethnography (Pink et al, 2005)
3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini tentang bagaimana Postill sebagai salah satu bagian dari tim
etnografi digital, melakukan penelitian lapangan ethnografi di Malaysia, dengan
salah satunya menggunakan internet sebagai medianya, dengan membuat
sebuah Web forum, dari situ terlihat bagaimana interaksi, pengaruh internet
terhadap penduduk lokal terhadap hal tersebut.
4. Prinsip Digital Etnografi
● Multiplicity: Peneliti melihat bagaimana internet bisa mempengaruhi masyarakat Subang Jaya dari
berbagai lapisan masyarakat, mulai dari pemerintah hingga masyarakatnya. Peneliti juga
menggunakan beberapa cara berbeda untuk mendapatkan hasil (wawancara, masuk web forum).
● Non-digital-centric-ness: Penelitian tidak hanya difokuskan di ranah online seperti web forum &
mailing list, namun peneliti juga melihat bagaimana fenomena tersebut bisa membawa dampak ke
lokalitas para masyarakat Subang Jaya
● Reflexivity: Penelitian yang dilakukan terhadap masyarakat Subang Jaya dikomparasikan dengan
penelitian yang Postill lakukan di 5 negara lainnya
● Openness: Keterbukaan Postill terhadap gagasan baru karena analisis yang ia gunakan
sebelumnya tidak membawa hasil serta implikasi-implikasi baru
● Unorthodox: Terciptanya gagasan ‘field of residential affairs’ untuk meneliti fenomena ini
5. Pendekatan
Pendekatan yang dilakukan yakni dengan pendekatan Phenomenology, karena
peneliti mengamati fenomena di wilayah subang Jaya ini dengan melihat interaksi
antar penduduk lokal secara online, dengan web forum, video-sharing.
6. Practice
Masyarakat Subang Jaya menggunakan media digital (internet) seperti lewat
Yahoo mailing list dan web forum untuk menciptakan pergerakan-pergerakan
yang muncul karena ketidakpuasan mereka akan pemerintah di sana.
Tidak hanya masyarakat, namun pemerintah juga menggunakan media digital
yang sama untuk menyatukan sektor-sektor berbeda yanga da di masyarakat
lewat proyek ‘smart township’.
7. Things
● Appropriation: Internet; lebih tepatnya web forum dan mailing list masih dipandang
sebagai objek yang dapat menyatukan para penggunanya untuk membicarakan dan
menyebarkan informasi mengenai hal tertentu.
● Objectification: Masyarakat Subang Jaya mulai memasukkan nilai pribadi dan
menggunakan media digital tersebut sebagai wadah untuk menyalurkan aspirasi
mereka.
● Incorporation: Masyarakat Subang Jaya mulai mengadaptasi penggunaan media
digital tersebut dalam kehidupan sehari-harinya; seperti menciptakan pergerakan untuk
“melawan” kebijakan pemerintah.
● Conversion: Adanya pertemuan antara ranah online dan offline para masyarakat
Subang Jaya; pergerakan yang disusun secara online bisa merubah
kebiasaan/peraturan yang berlaku dalam kehidupan sehari-hari mereka (offline).
8. Things
● Adanya co-presence: Saat Postill harus kembali ke Inggris, ia masih tetap
tergabung & aktif dalam web forum yang ia teliti saat di Malaysia. Masuknya ia ke
forum tersebut membuatnya merasa lebih dekat dengan masyarakat lokal, ia
merasa masih tetap berada di Subang Jaya walaupun secara geografis mereka
terpisah sejauh 10.000 km.
● Kampanye yang dilakukan masyarakat Subang Jaya bisa berhasil membawa
perubahan pada peraturan yang ada disebabkan karena adanya interaksi antar
orang-orang yang memiliki pemikiran yang sama secara online; yang kemudian
direalisasikan.
9. Social World
Masyarakat yang memiliki kepentingan yang sama; yaitu untuk
“melawan” pemerintah bersatu dengan bergabung ke dalam sebuah
komunitas di internet lewat web forum. Dengan adanya internet,
orang-orang di Subang Jaya; baik pemerintah, badan privat, dan
masyarakat juga saling terhubung dan dapat membicarakan topik
yang sama yaitu politik.
10. Localities
Peneliti bisa mengetahui bagaimana internet bisa membawa
perubahan terhadap peraturan pemerintah dan bagaimana
pengaplikasiannya terhadap kebiasaan di kehidupan sehari-hari
masyarakat di Subang Jaya. Ternyata, tidak sedikit masyarakat yang
merasa tidak puas. Terbukti dari adanya kampanye yang dilakukan.
Lokalitas juga bisa dilihat dari adanya komunitas yang terbentuk
secara online. Muncul dari ketidakpuasan masyarakat terhadap
pemerintah, mereka semua bisa saling terhubung dan kemudian
menciptakan suatu kebiasaan.
11. Pendapat Individu dan Kelompok
Menurut pendapat pribadi saya dari segi penggunaan internet disini, Postill
bisa lebih mudah untuk ‘mengawasi’, ‘memantau’, target penelitian mereka,
yang dimana dengan adanya penyebaran digital media, membuat peneliti
bisa berinteraksi dengan partisipan secara co-presently, bisa juga secara
remotly dengan skype, bisa juga dengan berada di lokasi secara virtuallly,
dengan menggunakan mailing list, web forum, 3d real-time, juga secara
imaginatively dengan menggunakan digital stories atau images di media
sosial, situs video-sharing, dan lain lain. Pada intinya mempermudah
penelitian walaupun dari jarak yang sangat jauh.
13. Tujuan Penelitian
● Untuk mengetahui faktor apa saja yang menjadi pendukung perkembangan
wilayah Silicon Valley, AS dari sudut pandang teknologi dan kaitannya
dengan budaya lokalitas wilayah tersebut.
● Untuk mengetahui budaya lokalitas apa saja yang dikultivasi oleh penghuni
Silicon Valley sehingga mampu menstimulasi produktivitas dan
perkembangan teknologi, serta etos kerja professional yang berbasis digital
14. Prinsip Digital Etnografi
● Multiplicity: Banyaknya keluarga dan medium digital yang diteliti
● Non-digital-centric-ness: Penelitian difokuskan kepada hubungan keluarga dan masyarakat
dengan alat-alat digital yang merupakan hadiah
● Reflexivity: Fenomena ‘Dotcom Crash’ tahun 2000 yang menyebabkan banyaknya pekerja
Silicon Valley dipaksa untuk bekerja di rumah, juga serupa terjadi di Subang Jaya saat Asian
Financial Crisis tahun 1997
● Openness: Keterbukaan Horst untuk melihat fenomena lain yang mempengaruhi
produktivitas Silicon Valley, seperti lokasi strategis yang terhubung dengan Stanford
University dan University of California, serta dukungan dari US Defense Industry
● Unorthodox: Menggunakan metode penelitian Interview dan Diary Studies
15. Pendekatan Etnografi
● Pendekatan yang digunakan adalah Phenomenology dikarenakan
perkembangan teknologi di wilayah Silicon Valley telah menjadi fenomena
yang hingga saat ini telah dicoba untuk direplikasi di berbagai negara seperti
India, China, bahkan Indonesia.
● Untuk mengetahui faktor apa saja yang mendorong perkembangan wilayah
Silicon Valley, peneliti menelaah secara ontologis, kebudayaan masyarakat
lokal Silicon Valley
16. Practice
● Kebudayaan masyarakat lokal Silicon Valley yang tidak terpisahkan dari
teknologi dan digital engagement dalam praktek kehidupan sehari-harinya
menjadi landasan utama interaksi sosial yang terjadi antar penghuninya.
● Sebagai contoh; apabila seseorang tidak memiliki alat digital (HP, Komputer,
Tablet, dsb) ia tidak akan mampu untuk berinteraksi secara penuh dengan
masyarakat sekitarnya.
● Interkoneksi digital ini telah bagian dari praktek kehidupan sehari-hari
masyarakat Silicon Valley
17. Things
● Appropriation: Anak-anak muda Silicon Valley telah memberikan nilai pribadi
terhadap hadiah yang mereka terima berupa alat-alat digital, yang sebelumnya
bersifat komersil.
● Objectification: Alat-alat digital tersebut menjadi gerbang untuk anak-anak
Silicon Valley untuk mempelajari budaya digital yang dianut oleh masyarakat lokal
● Incorporation: Anak-anak Silicon Valley mulai mengintegrasikan nilai-nilai
budaya digital yang diperoleh dalam kehidupan sehari-hari
● Conversion: Interaksi yang dilakukan terjadi dalam dua ranah yaitu online dan
offline, melalui perangkat digital yang digunakan
18. Relationship
● Perangkat digital yang diberikan, selain merupakan hadiah dari orangtua
kepada anaknya, juga menjadi penanda kedewasaan anak-anak Silicon
Valley untuk menghadapi budaya dan realita masyarakat lokal yang
terintegrasi penuh dengan ranah digital.
● Pemberian hadiah ini merupakan ritual yang sakral dalam keluarga
masyarakat Silicon Valley, yang menjadi simbol keeratan hubungan antara
anak dengan orangtuanya.
19. Social World
Budaya menghadiahi anak dengan perangkat digital telah membantu
membentuk nilai yang disepakati bersama oleh masyarakat Silicon Valley,
terutama anak-anak. Dengan adanya persamaan nilai ini, mereka dapat
membentuk hubungan interkoneksi, sehingga terciptanya masyarakat lokal
yang terhubung satu sama lain yang berbasis digital maupun analog.
20. Localities
● Konsep localities yang terbentuk dari fenomena ini adalah Internet
Localization yang merujuk kepada Community Informatics
● Dengan adanya budaya digital yang melekat pada masyarakat lokal, nilai-nilai
yang dimiliki semakin memberikan nuansa kekerabatan dan penanaman etos
kerja berbasis digital kepada anak-anak Silicon Valley sejak dini
● Konsep lokalitas inilah yang coba untuk direplikasi oleh negara-negara lain,
dengan memfokuskan suatu wilayah dengan masyarakat tertentu sebagai
pusat perkembangan teknologi.
21. Pendapat Pribadi & Kelompok
Konsep lokalitas yang terjadi di lingkungan masyarakat Silicon Valley telah
menciptakan suatu lingkungan berbasis teknologi dengan tingkat produktivitas
yang tinggi, karena nilai-nilai yang telah tertanam sedari kecil.
Menurut kelompok kami, hal yang kerap kali dilupakan oleh wilayah-wilayah
replika Silicon Valley adalah, bukan hanya perusahaan berbasis digital atau
dukungan dari pemerintah saja yang mendukung majunya perkembangan
teknologi, namun juga adanya nilai fundamental yang terkultivasi sejak dini.
23. Tujuan
● Untuk mengetahui efektivitas pergerakan Slow City, sebuah pergerakan
berbasis kota yang bertujuan untuk pelestarian lingkungan dan peningkatan
kesejahteraan hidup
● Penelitian ini juga melihat perkembangan pergerakan Slow City yang
disebabkan oleh keterlibatan mereka di ranah digital.
24. Prinsip Digital Ethnography
● Multiplicity: Banyaknya medium digital yang diteliti
● Non-digital-centric-ness: Penelitian difokuskan kepada pergerakan Slow City dan
pengaruhnya terhadap kota partisipannya, serta keterlibatan mereka secara digital.
● Reflexivity: Peneliti menyadari bahwa dalam meneliti etnografi digital, aspek digital,
sensory dan material tidak dapat dipisahkan satu sama lain
● Openness: Keterbukaan Pink dan kawan kawan untuk melihat fenomena lain yang
mempengaruhi pergerakan Slow City
● Unorthodox: Meneliti hingga aspek geografis dan maritim untuk memahami
pergerakan yang dilakukan oleh Slow City, meneliti menggunakan fotografi.
25. Pendekatan
Untuk meneliti Slow City movement di berbagai negara, para peneliti
menggunakan pendekatan Phenomenology dan Sensory.
- Phenomenology: Peneliti melihat bagaimana fenomena Slow City movement
bisa mentransfer frameworknya secara global dan bagaimana fenomena
tersebut bisa menciptakan suatu lokalitas.
- Sensory: Penggunaan indera-indera seperti pengelihatan (fotografi),
penciuman (bau pohon karet), dan pendengaran (narasi) untuk melihat
fenomena ini.
26. Practice
● Walaupun movement ini tidak melibatkan media digital secara langsung
dalam pergerakannya, namun tetap masih ada hubungan dengan teknologi
digital dan praktiknya seperti bagaimana para penduduk menggunakan foto
dan audio dalam karnaval di Aylsham dan Heritage Centre di Spanyol Utara
untuk menyampaikan sesuatu.
● Platform dan media digital juga bisa digunakan untuk menciptakan lokalitas
yang berhubungan dengan lingkungan masing-masing
27. Things
● Appropriation: Media digital dilihat sebagai objek yang dapat mentransfer
informasi, framework, dan ide secara global.
● Objectification: Media digital digunakan oleh masyarakat Italia untuk
menyebarluaskan pergerakan Slow City ke negara-negara lain yang memiliki ide
dan tujuan yang sama
● Incorporation: Media digital mulai digunakan negara-negara lain yang ikut serta
dalam pergerakan Slow City untuk melakukan suatu pergerakan; baik dalam
bentuk kampanye hingga karnaval.
● Conversion: Adanya percampuran ranah online dan offline masyarakat yang ikut
serta dalam pergerakan Slow City (penggunaan media digital dalam event offline).
28. Relationship
● Masyarakat dari berbagai daerah yang berbeda bisa merasa saling terhubung
lewat kampanye, karnival, dan acara-acara lain yang muncul karena
pergerakan Slow City
● Walaupun pergerakan ini berbasis di Italia, namun pergerakan ini memiliki
situs yang bisa diakses secara global; membuat orang dari berbagai negara
bisa mengetahui apa yang terjadi walaupun secara fisik mereka tidak ada di
lokasi tersebut (co-presence).
29. Social World
Kota-kota yang ikut dalam pergerakan Slow City saling
bergabung karena masyarakatnya memiliki identitas, prinsip,
dan komitmen yang sama; yaitu terhadap keberlanjutan
lingkungan.
30. Localities
● Adanya event-event Slow City di Aylsham menciptakan suatu budaya yang
melekat pada masyarakat lokal. Ditampilkannya fotografi dan elemen-elemen
yang menyusunnya membuat mereka saling terhubung, yang kemudian
menciptakan sebuah lokalitas.
● Begitu juga pada daerah Spanyol Utara, peneliti melihat bagaimana tiap
faktor penyusun suatu gambar seperti medium, teknologi, dan material yang
berbeda saling terlibat untuk menciptakan sebuah komposisi lokalitas.
31. Pendapat Pribadi dan Kelompok
Walaupun media digital tidak diikutsertakan secara langsung dalam pergerakan
Slow City, namun secara tidak sadar media digital dan faktor-faktornya saling
terhubunga dan memiliki andil dalam membawa pengaruh di pergerakan tersebut.
Menurut kelompok kami, layaknya dalam kehidupan sehari-hari seringkali kita
tidak sadar bahwa media digital sebenarnya memiliki pengaruh baik secara
langsung atau tidak langsung pada lokalitas.