3. Tujuan Penelitian
1. Awalnya bertujuan melihat apakah internet
memiliki peran signifikan terhadap pengambilan
keputusan pemerintah di Subang Jaya
1. Dalam pelaksanaannya, turut meneliti
bagaimana lokalitas terbentuk secara virtual
4. Pendekatan Digital Etnografi
Multiplicity:
Metode yang digunakan penelitian ini beragam, yakni:
● Wawancara langsung dengan penduduk Subang Jaya ketika peneliti
berada disana
● Penelitian online melalui mailing list dan forum.
● Etnografi diakronik yang bersifat kronologis. Peneliti menggabungkan
data dari penelitiannya di tahun 1999, 2003, dan 2009.
Non-digital-centric-ness:
Virtualitas atau medium digital hanya berperan sebagai penjembatan dalam
memahami lokalitas. Titik berat penelitian tetap ada pada konsep lokalitas itu
sendiri dan tidak terpaku pada hal digitalnya.
5. Pendekatan Digital Etnografi
Opennes:
Peneliti bersifat terbuka untuk bisa memahami lokalitas di Subang Jaya.
Pertama ia langsung datang kesana untuk bertanya kepada orang sekitar.
Namun selain itu, ia juga meneliti Subang Jaya ketika berada di UK melalui
forum online.
6. Pendekatan Sensory
Experience
Phenomenology
Konsep fenomenologi di studi kasus ini merupakan penelitian
fenomena pembentukan lokalitas virtual di Subang Jaya. Dimulai
dari mailing list di Yahoo (USJ.com.my) hingga hampir terbentuk
smart township dan apa yang disebut Postill ‘field of residential
affairs’ (lokalitas yang terbentuk karena adanya isu pemerintah
yang ingin dilawan dan seringnya berlingkup di internet)
Neurological
Menggunakan sensoris sight ketika meneliti lokalitas virtual Subang
Jaya. Sensor touch juga digunakan untuk melakukan navigasi di
forum online / mailing list Subang Jaya.
7. Practice
Terdapat macam-macam cara yang dilakukan peneliti untuk
meneliti lokalitas di Subang Jaya, salah satunya dengan
langsung datang ke lapangan untuk bertanya pada masyarakat
sekitar.
8. Things
Mailing list atau forum online yang dimiliki Subang Jaya sudah
memasuki tahap conversion dalam konsep things. Mengingat
conversion adalah tahap dimana suatu objek memiliki makna baru diluar
kegunaan aslinya, forum online Subang Jaya juga sudah bisa menjadi
tempat mencari teman, bertukar informasi, bahkan menjadi medium
perlawanan terhadap pemerintah ketika ada kebijakan yang tidak
disenangi masyarakat lokal.
9. Relationship
Connection terbentuk antar masyarakat Subang Jaya yang walaupun tidak
memiliki etnisitas yang sama, tapi memiliki rasa kesamaan satu sama lain
berkat keinginan untuk mengkritik pemerintah
Co-presence dirasakan oleh baik subjek maupun peneliti. Oleh subjek,
mereka merasakannya ketika menjadi aktif di forum online dan berinteraksi
satu sama lain. Sementara peneliti juga merasa seolah benar-benar sedang
langsung meneliti masyarakat Subang Jaya walau hanya melalui dunia maya.
10. Social World
Community dalam penelitian ini adalah masyarakat di Subang Jaya
Sociality, atau kualitas dari suatu hubungan sosial terlihat dari tingkat
keguyuban member forum online Subang Jaya yang saling memberikan
bantuan / dukungan dalam mengkritik pemerintah dan menuntut
demokrasi di Subang Jaya.
11. Localities
Di studi kasus ini, peneliti mengungkapkan konsep field of residential
affairs. Konsep ini tidak berbeda dari konsep local community atau network
individualism. Konsep ini memaparkan lokalitas yang baru atau hanya
terbentuk ketika ada permasalahan di area lokal masyarakat yang terkait,
biasanya bersifat melawan kebijakan pemerintah dan bertempat di dunia
maya.
12. Pendapat Individu dan
Kelompok
Penelitian ini menurut kami menarik karena berkonsep diakronik. Tidak
hanya berdurasi beberapa bulan, satu, atau dua tahun, tapi 10 tahun
dengan metode yang juga variatif.
Peneliti juga bisa menunjukkan keterbukaan dalam memahami lokalitas.
Bahwa lokalitas bisa terbentuk secara virtual dan tidak selalu dibangun
dari etnisitas.
14. Tujuan Penelitian
1. Penelitian ini berfokus terhadap bagaimana perilaku
ekonomi dari inovasi teknologi, dan kapitalisme korporat
yang menopang produksinya, mendominasi kehidupan
sehari-hari di Silicon Valley.
2. Bagaimana suatu tempat seperti Silicon Valley dapat
berdampak bagi kehidupan keluarga serta aktivitas sosial
sehari-hari.
3. Untuk melihat bagaimana diberbagai wilayah konsep “
Silicon Valley” dianalisis sebagai serangkaian penstrukturan
prinsip-prinsip ekonomi dan institusional yang dapat
dilokalkan ke dalam konteks tertentu sebagai bagian dari
imajinasi mereka tentang masa depan.
15. Pendekatan Digital Etnografi
a. Multiplicity:
Interview:
● Peneliti melakukan interview kepada pelajar yaitu Mellisa yang
mendeskripsikan kejadian antara teknologi dengan kehidupan masa
kecilnya.
● Peneliti mewawancarai Iraina, siswa sekolah menengah pertama
teringat ketika ia menerima komputer pertamanya.
Diary : Peneliti melihat catatan Evalyn seorang pelajar SMP untuk
menceritakan kegiatan di dalam keluarga menggunakan teknologi.
16. Pendekatan Digital Etnografi
b. Non digital-centricness
Walaupun penelitian ini menggambarkan bentuk penggunaan teknologi, peneliti
masih menggunakan penelitian yang tidak menggunakan alat digital, seperti
teknik wawancara.
c. Unorthodox
Peneliti melihat catatan atau diary dari seorang pelajar Evelyn yang bertuliskan
bagaimana teknologi digunakan dalam keluarga.
d. Openness
Peneliti membuka kemungkinan temuan yang terjadi selama penelitian hall -hal
yang dikelilingi teknologi seperti Apple, Yahoo! dan Google, tidak hanya
membentuk lanskap politik dan ekonomi dari daerah tetapi juga cara-cara di mana
orang muda (dan orang dewasa) berhubungan dengan dan memahami
kemungkinan teknologi dalam kehidupan sehari-hari mereka
17. Pendekatan Digital Etnografi
e. Reflektifitas
peneliti merefleksikan terhadap hidupnya bahwa mendapatkan dan menggunakan
teknologi menjadi jalan masuk untuk hidup di wilayah tersebut , karena
berdasarkan hasil temuan orang -orang yang tinggal di wilayah tersebut sudah
terbuka terhadap dunia digital dan teknologi sehingga tanpa media digital dan
partisipasi penuh teknologi sepertinya tidak mungkin.
18. Pendekatan Sensory Experience
Phenomenology
Dalam penelitian ini melihat adanya suatu fenomen dimana terdapat tempat
bernama “ Silicon Valley” di San Fransisco AS yaitu suatu tempat dimana industri
teknologi bermukim seperti facebook, twitter, Apple, disini peneliti ingin melihat
bagaimana perilaku ekonomi, sosial dari inovasi dan teknologi di wilayah tersebut.
Sense
Dalam penelitian peneliti bisa merasakan melihat serta mendengarkan partisipan
dalam memberikan keterangan. dan merasakan bahwa tidak hanya hal yang
berhubungan dengan ekonomi antara pekerja. namun, terdapat perilaku dalam
bersosialisasi (masyarakat muda ataupun dewasa) yang juga berkembang dengan
cepat dengan adanya teknologi.
19. Practice
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan etnografi
dimana peneliti melihat fenomena yang terjadi di suatu wilayah
kemudian ia melakukan penelitian secara langsung ke tempat tersebut
dan mewawancarai partisipan. Horst melakukan penelitian di wilayah
california yang disebut “Silicon Valley” dimana teknologi berkembang
pesat dan melihat perubahan sosial masyarakat yang ada di sana.
20. Konsep Things
Silverstone dan Hirsch menguraikan empat fase untuk menggambarkan konsep
domestikasi yaitu Appropriation, Objectification, Incorporation, Conversion Things dalam
penelitian ini adalah teknologi dimana salah satu teknologi tersebut adalah komputer.
Komputer ini sudah di tahap domestikasi dimana Iraina mendapatkan komputernya
sendiri setelah umur 12 tahun (karena sebelumnya ia menggunakan komputer yang
dipakai bersama-sama).
21. Relationship
Kehadiran teknologi secara terus menerus membuat hubungan yang dilihat
dalam penelitian ini adalah hubungan antara subjek peneliti dengan
teknologi misalnya akses ke teknologi komputasi, seperti komputer lama
untuk memainkan permainan anak-anak, menerima komputer, laptop, iPod,
kamera digital dan perekam video. Merupakan langkah pertama dalam
hubungan dengan teknologi seperti sebuah ritual di keluarga Iraina
memberikan hadiah komputer disaat usia anak sudah beranjak 12 tahun.
selain itu partisipan lain bernama Melissa menggambarkan hubungan
langsung antara teknologi dan masa kecilnya (co-presence,).
22. Social World
Pada era digital ini penelitian mengenai social world telah melibatkan
peran internet, platform digital dan teknologi untuk dapat
mengembangkan jaringan komunikasi antara keluarga, teman dan
rekan kerja. Pada “ Silicon Valley” teknologi sangat dibutuhkan untuk
menjalin komunikasi antar individu karena tempat ini memiliki ciri
pertumbuhan teknologi yang tinggi bahkan tanpa memandang umur
dan latar belakang pekerjaan.
23. Localities
'Silicon Places' yang tadinya hanya ada di California AS (lokal)
kini telah ada di berbagai negara (global) seperti :Silicon Fen di
Cambridge, Inggris, Silicon Hills di Austin, Texas, dan Silicon
Wadi di Haifa dan Tel aviv, Israel, Silicon Valley of India (kadang-
kadang disebut sebagai Silicon Plateau) di Bangalore, India, dan
Silicon Cape di Cape Town, Afrika Selatan, Silicon Places telah
banyak dianalisis sebagai serangkaian menstrukturkan prinsip-
prinsip ekonomi dan institusional yang dapat dilokalisasi ke konteks
tertentu yang digencarkan oleh masyarakat dan pemerintah
sebagai bagian tempat yang penuh dengan teknologi dan inovasi.
24. Pendapat Individu dan
Kelompok
Kehadiran yang terus-menerus dari berbagai teknologi yang
berbeda memungkinkan orang di wilayah tersebut untuk melihat
teknologi sebagai normal dan normatif, sering menjadi bagian dari
latar belakang kehidupan sehari-hari. Bahkan, komputer pribadi
menjadi simbol di mana orang tua mengakui bahwa anak-anak
mereka tumbuh dewasa. Dan konsep “ SV “ yang awalnya hanya
ada di California kini sudah diterapkan ke negara-negara lainnya.
26. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk melihat perkembangan Slow City, secara
khusus dalam kaitannya dengan kualitas material dan sensori dan
penawaran lokalitas fisik. Slow City adalah kumpulan kota yang bergerak
dengan memegang prinsip environmental sustainability, dan gerakan ini
berkembang melalui online movements.
Peneliti juga ingin melihat khususnya produksi sosialitas sehari-hari dan
aktivisnya (Pink, 2008; dan lihat juga Bab 6), unsur-unsur sensoris dan
pengalamannya dan cara-cara di mana ini membantu pengalihan
framework secara global (Pink dan Servon, 2013), dan bagaimana Slow
City berpartisipasi dalam menghasilkan bentuk-bentuk baru
ketahanan berbasis lokalitas (Pink and Lewis, 2014).
Dengan hanya menggunakan website, peneliti ingin melihat penggunaan
Slow City terhadap media digital yang tidak se-advanced kasus-kasus
gerakan sebelumnya (Indignados, atau Free Culture Movement) tetapi
tetap berhubungan dengan praktik teknologi digital. Peneliti ingin melihat
hubungan digital-analog yang ada dalam proses perkembangan Slow City.
27. Pendekatan Digital Etnografi
1. Multiplicity
a. Interviews: bersama pemimpin kota
b. Berpartisipasi di acara-acara Slow City, seperti pawai atau
Aylsham Carnival dan menjadi panitia persiapan acara.
c. Menggunakan arsip dan dokumentasi acara-acara Slow City
sebelumnya yang dipamerkan di exhibition.
d. Merekam exhibition dan wawancara pendatang mengenai
pengalaman mereka di masing-masing acara; orang-orang yang
terlibat, kegiatannya, perasaan, dan lain sebagainya
2. Reflexivity
Mendapatkan data berdasarkan pengalaman sehari-hari, tidak bias:
peneliti berputar-putar di exhibition dan mewawancarai sendiri penduduk Slow
City, berpartisipasi dalam kegiatan yang diselenggarakan oleh Norfolk (salah
satu kota yang termasuk dalam Slow City)
28. Pendekatan Digital Etnografi
3. Non digital-centricness
Meneliti perkembangan Slow City, khususnya dalam kaitannya dengan kualitas material
dan indra, serta harga dari lokalitas fisik. Dengan melihat lebih dari penggunaan teknologi
digital, etnografi digital memungkinkan kita untuk memperhatikan lapisan-lapisan kehidupan
lain yang melibatkan teknologi, pengalaman, dan lingkungan digital serta untuk mengenali
pentingnya keterlibatan ini. Selain itu peneliti juga melihat kegiatan analog yang dilakukan
penduduk, tidak hanya kegiatan yang melibatkan teknologi digital saja
4. Unorthodox
Menggunakan metafor komposisi untuk meneliti etnografi. Peneliti menggunakan video
dan gambar yang menggugah, laut digital untuk meningkatkan perasaan partisipan, serta detil
kapal. Gabungan dari berbagai medium yang berbeda saling berhubungan untuk memberikan
sensasi bagi partisipan.
5. Openness
Awalnya, peneliti mengambil lingkungan alami sebagai titik awal namun akhirnya terbuka
bahwa dunia digital dan dunia fisik tidak dapat dipisahkan ketika kita berusaha untuk
memahami makna dari lokalitas.
29. Pendekatan Sensory Experience
Phenomenology
Penelitian ini melihat adanya perbedaan dari gerakan yang didorong oleh teknologi
digital: sama-sama menggunakan teknologi, tetapi masih banyak terdapat faktor
analog dalam prosesnya
Sensory
Peneliti bisa melihat video, foto, serta menyaksikan pawai maupun kegiatan
penduduk Slow Cities. Selain itu, peneliti mendengarkan cerita mengenai
pengalaman penduduk Slow Cities dalam kegiatan yang sudah berlalu
Neurological
Peneliti merasakan emosi dan sensasi yang dialami oleh partisipan melalui
eksperimen The Heritage Center
30. Practice
Practice melihat bahwa penggunaan teknologi digital sudah terikat
dengan rutinitas sehari-hari penduduk. Practice dalam penelitian ini
adalah ketika gerakan Slow City bisa berkembang karena adanya
praktik penggunaan teknologi digital serta analog oleh penduduknya.
31. Konsep Things
Dalam penelitian ini, benda yang digunakan untuk meneliti partisipan adalah fotografi
dan material pameran yang digunakan. Benda-benda tersebut sudah dipersonalisasi
oleh masing-masing partisipan, yaitu dengan penduduk yang memiliki beragam cerita
yang berbeda-beda mengenai masing-masing material yang dipamerkan. Material
pameran tersebut, selain untuk dipamerkan, juga berperan beyond that, karena bisa
menjadi arsip digital untuk masa depan.
32. Relationship
Connection dalam hubungan ini adalah peneliti menjalin koneksi dengan penduduk Slow
Cities.
Co-presence yang dibahas dalam penelitian Norfolk ini adalah munculnya co-presence
kepada partisipan penelitian setelah mereka melihat material pameran/memperhatikan
berbagai medium yang diberikan kepada mereka. Mereka merasakan sensasi mengalami
pengalaman tersebut, sampai bisa mengidentifikasi orang-orang yang terlibat dalam
pengalaman yang sudah lampau tersebut.
Untuk Slow City Dandenong Ranges, co-presence dalam suatu hubungan bisa terlihat dari
munculnya pawai yang awalnya dimulai dari video yang viral di internet. Dari video yang viral,
orang-orang berkumpul untuk melakukan pawai di dunia asli.
33. Social World
Community: Komunitas dalam penelitian ini adalah penduduk dari Slow Cities,
baik itu di Norfolk, Northern Spain, maupun Dandegos Range di Australia.
Netnography: Dalam penelitian ini, terdapat elemen online dan offline dari
anggota komunitasnya. Penduduk Slow City dari negara yang berbeda bisa
saling mengetahui kegiatan penduduk negara Slow City lainnya melalui website
Slow City, namun penduduk yang berada di satu negara yang sama bisa
melakukan gerakan dan kegiatan yang ada di kehidupan offline seperti
mengunjungi pameran maupun pawai.
34. Localities
Komunitas Slow City berada di berbagai negara, dengan prinsip
yang sama yaitu melakukan kegiatan yang environmentally
sustainable. Namun, detail gerakannya berbeda di negara-negara
yang berbeda, karena disesuaikan dengan keadaan yang ada di
lingkungannya. Tidak semua gerakan di semua negara sama
persis.
35. Pendapat Individu dan
Kelompok
Menurut kami, penelitian ini sangat menarik karena bisa melihat
bagaimana satu gerakan yang dasarnya sama, bisa berbentuk
berbeda ketika berada di lingkungan atau budaya lokalitasnya
berbeda pula.
36. Referensi
Sara Pink et al. 2016. Digital Ethnography: Principle
and Practice. London: SAGE