Dokumen tersebut membahas tentang pengertian program tahunan (prota) dan komponen-komponennya. Prota merupakan rencana umum pembelajaran mata pelajaran untuk satu tahun yang disusun oleh guru dan berisi identitas, format isian, dan kompetensi inti, kompetensi dasar, materi pokok, serta alokasi waktu. Penyusunan prota memperhatikan sumber daya pembelajaran, skope dan sekuensi materi, serta
1. PROGRAM TAHUNAN
A. PENDAHULUAN
Sebuah program bukan hanya kegiatan tunggal yang dapat diselesaikan dalam waktu
singkat, tetapi merupakan kegiatan yang berkesinambungan karena melaksanakan suatu
kebijakan (Arikunto dan Jabar, 2004:3). Oleh karena itu penyusunan program tahuan dan
program semester tentu merupakan satu sistem yang saling terkait. Ditambahkan Uno
(2007) bahwa salah satu asumsi dasar perlunya merencanakan suatu program
pembelajaran adalah untuk memperbaiki kualitas pembelajaran yang bermuara pada
ketercapaian tujuan pembelajaran.
Maka dari itu, berikut adalah pembahasan mengenai pengertian program tahunan
(prota) dan program semesteran (prosem) beserta hal-hal yang terkait dengannya.
B. PENGERTIAN PROTA
Program Tahunan merupakan program umum setiap mata pelajaran untuk setiap
kelas yang dikembangkan oleh guru (Mulyasa, 2003:183). Dipertegas Muslich (2007:44)
program tahunan adalah rencana umum pembelajaran mata pelajaran setelah diketahui
kepastian jumlah jam pelajara efektif dalam satu tahun.
Program tahunan perlu dipersiapkan dan dikembangkan oleh guru sebelum tahun
pelajaran, karena merupakan pedoman bagi pengembangan program-program berikutnya,
yakni program semester, silabus, dan rencana pelaksanaan pembelajaran.
C. KONSEP DASAR PROTA
Sumber-sumber yang dapat dijadikan bahan pengembangan program tahunan
antara lain:
1. Daftar kompetensi inti dan kompetensi dasar sebagai konsensus nasional,
2. Skope dan sekuensi setiap kompetensi.
Untuk mencapai tujuan pembelajaran diperlukan materi pembelajaran. Materi
pembelajaran tersebut disusun dalam pokok-pokok bahasan dan sub pokok bahasan, yang
mengandung ide-ide pokok sesuai dengan kompetensi dan tujuan pembelajaran. Pokok-
pokok bahasan dan sub-sub pokok bahasan tersebut harus jelas skope dan sekeuensinya.
Skope adalah ruang lingkup dan batasan-batasan keluasan setiap pokok dan sub pokok
bahasan, sedangkan sekuensi adalah urutan logis dari setiap pokok dan sub pokok bahasan.
Pengembangan skope dan sekuensi ini bisa dilakukan oleh guru, dan bisa dikembangkan
2. dalam kelompok kerja guru (KKG). Sebagai pedoman berikut dikemukakan pendapat
Sukmadinata (1988) tentang cara menyusun sekuensi bahan ajar:
1) Sekuens kronologis. Untuk menyusun bahan ajar yang mengandung urutan waktu,
dapat digunakan kronologis. Peristiwa-peristiwa sejarah, perkembangan historis suatu
instusi, penemuan-penemuan ilmiah dan sebagainya dapat disusun berdasarkan sekuens
kronologis.
2) Sekuens kausal. Sekuens kausal berhubungan dengan kronologis. Peserta didik
dihadapkan pada peristiwa-peristiwa atau situasi yang menjadi sebab atau pendahulu
daripada sesuatu peristiwa atau situasi yang menjadi sebab atau pendahulu para peserta
didik akan menemukan akibatnya Menurut Rowntree (dalam Mulyasa, 2003: 96)
sekuens kausal cocok untuk menyusun bahan ajar ddalam bidang meteorologi dan
geomorfologi.
3) Sekuens struktural. Bagian-bagian bahan ajar sesuatu bidang studi telah mempunyai
strukturnya. Dalam fisika tidak mungkin mengajarkan alat-alat optik, tanpa terlebih
dahulu diajarkan pemantulan dan pembiasan cahaya. Masalah cahaya, pemantulan-
pembiasan, dan alat-alat optik tersusun secara struktural.
4) Sekuens logis dan psikologis. Bahan ajar juga dapat disusun berdasarkan urutan logis.
Menurut sekuens logis bahan ajar dimulai dari bagian kepada keseluruhan, dari yang
sederhana kepada yang kompleks, tetapi menurut sekuens psikologis sebaliknya dari
keseluruhan kepada bagian, dari yang kompleks kepada sederhana. Menurut sekuens
logis bahan ajar disusuun dari yang nyata kepada yang abstrak, dari benda-benda
kepada teori, dari fungsi kepada struktur, dari masalah bagaimana kepada masalah
mengapa.
5) Sekuens spiral. Dikembangkan oleh Bruner (1960). Bahan ajaran dipusatkan pada topik
atau pokok bahasan tertentu. Dari yopik atau pokok bahasan tersebut bahan diperluas
dan diperdalam. Topik atau pokok bahan ajaran tersebut adalah sesuatu yang populer
dan sederhana, tetapi kemudian diperluas dan diperdalam dengan bahan yang lebih
kompleks dan sophisticated.
6) Rangkaian ke belakang (backward chaining). Dikembangkan oleh Thomas Gilbert
(1962). Dalam sekuens ini mengajar dimulai dengan langkah terakhir dan mundur ke
belakang. Contoh pemecahan masalah yang bersifat ilmiah meliputi: (a) pembatasan
masalah, (b) penyusun hipotesis, (c) pengumpulan data, (d) pengetesan hipotesis, dan
(e) intreprestasi hasil tes. Dalam mengajar mulai dengan langkah (e), kemudian guru
menyajikan data tentang sesuatu masalah dari langkah (a) sampai (d), dan peserta didik
3. diminta untuk membuat intreprestasi hasilnya (e). pada kesempatan lain guru
menyajikan data tentang masalah lain dari langkah (a) sampai (c), dan peserta didik
diminta untuk mengadakan pengetesan hipotesis (d), dan seterusnya.
7) Sekuens berdasarkan hierakhi belajar. Model ini dikembangkan Gagne (1965) dengan
prosedur tujuan khusus utama dianalisis, dan dicari suatu hierakhi urutan bahan ajaran
untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut. Hierakhi tersebut menggambarkan urutan
perilaku apa yang mula-mula harus dikuasai peserta didik, berturut-turut sampai pokok-
pokok bahasan tertentu hierakhi juga dapat mengikuti hierakhi tipe-tipe belajar dari
Gagne. Gagne (1970) mengemukakan delapan tipe belajar yang tersusun secara
hierakhis mulai dari yang paling sederhana: ”signial learning, stimulus respos
learning, motor-chain leraning, verbal association, multiple discrimination, concept
learning, principle learning, dan problem solving learning ”.
Mengenai Kalender pendidikan. Penyusun kalender pendidikan selama satu tahun
pelajaran mengacu pada efisiensi, efektifitas, dan hak-hak peserta didik. Dalam kalender
pembelajaran, termasuk waktu libur, dan lain-lain. Dengan demikian, dalam menyusun
program tahunan perlu memperhatikan kalender pendidikan. Hari belajar efektif dalam
satu tahun pelajaran dilaksanakan dengan menggunakan sistem semester (satu tahun
pelajaran terdiri atas dua kelompok penyelenggara pendidikan) yang terdiri atas 34-38
minggu.
D. KOMPONEN-KOMPONEN PROTA
Berdasarkan sumber-sumber tersebut (pada sub pembahasan konsep dasar Prota),
dapat ditetapkan dan dikembangkan jumlah kompetensi, pokok bahasan dan waktu yang
tersedia untuk menyelesaikan pokok dan sub pokok bahasan, jumlah ulangan, baik
ulangan umum maupun ulangan harian, dan jumlah waktu cadangan.
Setidaknya dalam menyusun Prota, komponen yang harus ada sebagai berikut:
1. Identitas (mata pelajaran, kelas, tahun pelajaran)
2. Format isian (semester, kompetensi inti, kompetensi dasar, matei pokok, dan alokasi
waktu).
E. FORMAT PENYUSUNAN PROTA
Dalam perkembangan dan pengkajian penyusunan Prota, terdapat beragam
alternatif format program tahunan. Dengan demikian guru memiliki kebebasan dalam
4. menentukan format Prota. Format berikut ini, diadopsi dari berbagai contoh format yang
pernah ada:
Satuan Pendidikan : ……………..
Mata Pelajaran : ……………..
Kelas : ……………..
Tahun Pelajaran : ……………..
Semester
Kompetensi
Inti
Kompetensi
Dasar
Materi
Pokok
Alokasi
waktu
Mengetahui Serang , ……………
Kepala Sekolah Guru Kelas …
_________________ ______________________
NIP. NIP.
Secara sederhana teknik pengisian format di atas dapat dilakukan dengan melihat
kurikulum utuh yang terdapat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2006 tentang
Standar Isi yang di dalamnya terdapat Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar tiap
mata pelajaran.
Yang tidak kalah pentingnya adalah mencermati alokasi waktu tiap mata pelajaran
yang sudah diatur dalam Standar Isi khususnya dalam bab II tentang struktur kurikulum.
Dari alokasi waktu tersebut bisa dilihat bahwa dalam satu tahun pelajaran jumlah minggu
efektif berkisar 34-38 minggu.
Setelah mengetahui jumlah minggu efektif, langkah berikutnya adalah memetakan
kompetensi dasar. Ada berapa kompetensi dasar dalam satu semester kemudian kita kaji
kompetensi dasar mana yang memiliki substansi materi yang lebih berat. Hal tersebut kita
lakukan untuk menentukan alokasi waktu.
5. Yang memerlukan pemikiran serius dalam penyusunan program tahunan adalah
menentukan materi pokok. Hal ini lantaran dalam KTSP tidak terdapat materi pokok
(layaknya KBK). Guru diberi kesempatan yang luas untuk mengapresiasi materi pokok
dengan mengacu pada kompetensi dasar. Seperti dikatakan Trimo (2001) bahwa guru
bukan tukang mengajar, guru juga bukan pawang. Tetapi, guru adalah ’koki’ dalam
pembelajaran sehingga mutlak untuk meramu dan mendesain pembelajaran bermakna.
Yang terjadi di lapangan, proses penentuan materi pokok dilakukan menggunakan
alur balik. Seperti mencari materi pokok dalam buku atau melihat materi pokok di KBK,
baru menuliskannya dalam program tahunan. Langkah ini sebenarnya kurang efektif
manakala guru akan belajar menjadi ’koki’ dalam pembelajaran.
Diskusi dengan teman sejawat dan pembahasan dalam kegiatan KKG akan
membantu guru-guru dalam merumuskan materi pokok sehingga program tahunan yang
dirumuskan tiap sekolah merupakan refleksi dari kebutuhan siswa. Selebihnya, program
tahunan yang didesain akan memberi nuansa dan aura positif bagi pengembangan visi dan
misi sekolah.
1. Strategi Implementasi
Menjadi guru SD memang harus ”survive”. Jika tidak maka segala bentuk
informasi terkini hanya menjadi konsumen saja. Padahal, paradigma pembelajaran
terkini sudah berubah dari proses pembelajaran yang menjadikan siswa sebagai
konsumen ke arah pembelajaran yang menjadikan siswa sebagai produsen. Mana
mungkin kita (baca:guru) dapat menjadikan siswa sebagai produsen kalau tidak
memberi teladan bagaimana menjadi seorang produsen.
Secara garis besar implementai kurikulum mencakupi tiga kekuatan pokok
yaitu pengembangan program, pelaksanaan pembelajaran, dan evaluasi (Susilo,
2007:176). Pengembangan program kurikulum mencakupi program tahunan, program
semester, program harian, program pengayaan dan remedial, serta program bimbingan
dan konseling. Pelaksanaan pembelajaran merupakan proses interaksi multiarah yang
didesain guru sehingga tercipta enjoyable learning. Sedangkan evaluasi terfokus pada
penilaian kelas, tes kemampuan dasar, penilaian akhir satuan pendidikan dan sertifikasi,
bench marking, dan penilaian program.
Menyusun prota, promes, silabus, RPP, dan sejenisnya secara mandiri dan atau
berdiskusi dengan teman sejawat merupakan langkah awal untuk ”memaksa” diri kita
(baca: guru) menjadi produsen. Oleh karena itu, ada baiknya kita simak penuturan
Ramli (2004) perilaku terbaik dalam pengajaran guru adalah sangunis dan melakonis,
6. pada penggunaan masing-masing. Sedangkan perilaku lain, koleris dan plegmatis
merupakan perilaku pendukung yang saling bersinergi.
Perilaku sangunis merupakan perilaku pengajaran yang memiliki sikap ramah,
suka berbincang dengan siswa/murid, cerita setiap bertemu murid/siswanya, percaya
diri, bersih fikirannya, cepat berpikir dan dapat diajak berdialog dengan kesetaraan,
cepat berpikir dan dapat diajak berdialog dengan kesetaraan. Perilaku sangunis sangat
baik digunakan guru dalam interaksi dan cara menghadapi kelas dan peserta didik.
Sedangkan perilaku melankolis adalah perilaku pengajaran yang memiliki
sikap teliti, selalu mengajar dengan data dan fakta, detil dan melakukan pengajaran
secara tuntas. Perilaku melankolis sangat baik digunakan guru pada saat
mempersiapkan mata ajaran, modul kurikulum, menjelaskan dan menerangkan materi
pelajaran kepada peserta didik.
2. Epilog:
Menjadi guru yang mampu berperan sebagai produsen bukan merupakan hal
yang mudah lantaran seluruh cipta, rasa, dan karsa perlu bersimbiosis mutualisme,
membentuk sebuah ”rantai pembelajaran” yang kokoh. Tugas-tugas merencanakan
administrasi pembelajaran, di antaranya menyusun program tahunan dan program
semester perlu dilakukan dalam rangka mendesain bingkai pembelajaran efektif.
Paradigma “copy paste“ administrasi pembelajaran dan menjadikan
administrasi pembelajaran hanya sebagai “pelengkap penderita“ secara evolusif perlu
ditinggalkan. Berlatih, belajar meramu, berdiskusi, menganalisis, dan menindakkritisi
berbagai informasi dalam dunia pendidikan merupakan langkah awal untuk membekali
diri menjadi guru yang memiliki kompetensi secara holistik, yakni kompetensi
kepribadian, pedagogik, profesional, dan sosial.
7. pada penggunaan masing-masing. Sedangkan perilaku lain, koleris dan plegmatis
merupakan perilaku pendukung yang saling bersinergi.
Perilaku sangunis merupakan perilaku pengajaran yang memiliki sikap ramah,
suka berbincang dengan siswa/murid, cerita setiap bertemu murid/siswanya, percaya
diri, bersih fikirannya, cepat berpikir dan dapat diajak berdialog dengan kesetaraan,
cepat berpikir dan dapat diajak berdialog dengan kesetaraan. Perilaku sangunis sangat
baik digunakan guru dalam interaksi dan cara menghadapi kelas dan peserta didik.
Sedangkan perilaku melankolis adalah perilaku pengajaran yang memiliki
sikap teliti, selalu mengajar dengan data dan fakta, detil dan melakukan pengajaran
secara tuntas. Perilaku melankolis sangat baik digunakan guru pada saat
mempersiapkan mata ajaran, modul kurikulum, menjelaskan dan menerangkan materi
pelajaran kepada peserta didik.
2. Epilog:
Menjadi guru yang mampu berperan sebagai produsen bukan merupakan hal
yang mudah lantaran seluruh cipta, rasa, dan karsa perlu bersimbiosis mutualisme,
membentuk sebuah ”rantai pembelajaran” yang kokoh. Tugas-tugas merencanakan
administrasi pembelajaran, di antaranya menyusun program tahunan dan program
semester perlu dilakukan dalam rangka mendesain bingkai pembelajaran efektif.
Paradigma “copy paste“ administrasi pembelajaran dan menjadikan
administrasi pembelajaran hanya sebagai “pelengkap penderita“ secara evolusif perlu
ditinggalkan. Berlatih, belajar meramu, berdiskusi, menganalisis, dan menindakkritisi
berbagai informasi dalam dunia pendidikan merupakan langkah awal untuk membekali
diri menjadi guru yang memiliki kompetensi secara holistik, yakni kompetensi
kepribadian, pedagogik, profesional, dan sosial.