4. 5
8
3
9
1
1
1
4
1
0
1
1
1
4
4
0
4
0
1
0
2
1
1
1
0
0
0 2 4 6 8 10
DKI JAKARTA
JAWA BARAT
JAWA TENGAH
JAWA TIMUR
KEPULAUAN RIAU
NANGGROE ACEH…
NTB
PAPUA
SULAWESI SELATAN
SULAWESI UTARA
SUMATERA BARAT
SUMATERA SELATAN
SUMATERA UTARA
Diagnosis dan Pengobatan TB RO Anak
PER PROVINSI 2017
Anak mendapat pengobatan TB RO
Anak dengan hasil TCM Resistan Rifampisin
Ket: Provinsi yang tidak tercantum, belum menemukan pasien TB RO anak
2016 2017
TW 1-2
2018
% Anak mendapat
pengobatan TB RO di
antara anak dengan
hasil TCM RR
60% 50% 44%
20
36
25
12
18
11
0
5
10
15
20
25
30
35
40
2016 2017 TW 1-2 2018
Diagnosis dan Pengobatan TB RO pada Anak
INDONESIA
Anak dengan hasil TCM Resistan Rifampisin
Anak mendapat pengobatan TB RO
5. REKAP PASIEN TB RO DI OBATI DI JAWA TIMUR
USIA 0-18 TAHUN ( UPDATE 12 JUNI 2019)
TAHUN 0-4 5-14 15-18
2009 0 0 0
2010 0 0 0
2011 0 0 1
2012 0 0 2
2013 0 0 3
2014 0 0 5
2015 0 0 3
2016 0 1 4
2017 0 4 11
2018 0 1 11
2019 0 1 3
TOTAL 0 7 43
6. Gejala TB pada anak
• Berat badan turun atau tidak naik dalam 2 bulan sebelumnya atau terjadi gagal tumbuh
(failure to thrive) meskipun telah diberikan upaya perbaikan gizi yang baik dalam waktu 1-
2 bulan.
• Demam lama (≥2 minggu) dan/atau berulang tanpa sebab yang jelas (bukan demam
tifoid, infeksi saluran kemih, malaria, dan lain-lain). Demam umumnya tidak tinggi.
Keringat malam saja bukan merupakan gejala spesifik TB pada anak apabila tidak disertai
dengan gejala-gejala sistemik/umum lain.
• Batuk lama ≥2 minggu, batuk bersifat non-remitting (tidak pernah reda atau intensitas
semakin lama semakin parah) dan sebab lain batuk telah dapat disingkirkan. Batuk tidak
membaik dengan pemberian antibiotika atau obat asma (sesuai indikasi).
• Lesu atau malaise, anak kurang aktif bermain
7. Terduga TB RO anak
Adalah anak bergejala TB dengan minimal salah satu kondisi berikut:
1. Kontak erat dengan pasien TB RO
2. Kontak erat dengan pasien yang meninggal akibat TB, gagal pengobatan
TB atau tidak patuh dalam pengobatan TB
3. Tidak menunjukkan perbaikan setelah pengobatan dengan OAT lini
pertama selama 2-3 bulan
4. Riwayat pengobatan TB 6-12 bulan sebelumnya
5. Anak dengan TB-HIV yang tidak respons terhadap pemberian OAT.
9. Induksi sputum
• Anak puasa 3-4 jam
• Nebulisasi dengan salbutamol
• Nebulisasi dengan NaCl hipertonik
• “Fisioterapi dada”
• Tampung sputum:
• Anak besar: batukkan sputum ke dalam pot
• Anak kecil: isap lendir dengan mucus extractor
• Segera kirim ke lab untuk pemeriksaan BTA/TCM/kultur
10. Alur diagnosis dan tata laksana TB RO pada anak
Terduga TB RO anak
Tes Cepat Molekular (TCM)
MTB Pos, Rif sensitif
MTB Pos, Rif resistan MTB negatif atau spesimen
tidak dapat diambil
OAT lini 1
Diagnosis dan tata laksana TB RO pada anak dilakukan oleh TAK TB RO.
11. MTB Pos, Rif resistan MTB negatif atau
spesimen tidak dapat
diambil
1. Kirim spesimen untuk LPA, biakan & DST OAT lini 1 & 2
2. Evaluasi kriteria berikut:
• Tidak ada bukti resistan terhadap fluorokuinolon/ obat injeksi lini 2.
• Tidak ada kontak dengan pasien TB pre/XDR.
• Tidak mendapat OAT lini kedua selama > 1 bulan
• Tidak terdapat intoleransi terhadap obat-obat paduan standar jangka pendek.
• Bukan kasus TB ekstraparu.
• Tidak hamil
• Tidak ada risiko tinggi kegagalan pengobatan (unfavorable outcome)e
Tidak memenuhi kriteria Memenuhi kriteria
Paduan individual Paduan jangka pendek
Hasil DST resistan
FQ &/ SLI
Hasil DST sensitif
FQ &/ SLI
Konsultasi TAK
untuk perubahan
paduan
pengobatan
berdasarkan
biakan dan
kondisi klinis
Hasil DST sensitif
FQ &/ SLI
Hasil DST resistan
FQ &/ SLI
Lanjutkan
paduan
individual
Lanjutkan
paduan jangka
pendek
Ganti ke paduan
individual sesuai
hasil biakan &
DST
12. MTB Pos, Rif resistan
MTB negatif atau spesimen tidak dapat diambil
Pantau klinis
Stabil Tidak stabila atau ada gejala
TB beratb
Lakukan uji
tuberkulin dan
Roentgen dada
Sesuai TB Tidak sesuai TB
Pengobatan TBf
Setelah 2 bulan,
gejala menetap
Konfirmasi ulang
TCM dan DST
Obati sesuai hasil
TCM dan
pertimbangan klinis
Pertimbangkan
penyakit lain
Obati secara empirisc,
lakukan biakan & DST
13. Keterangan alur
• DST: drug sensitivity test
• FQ : fluorokuinolon
• SLI : second line injection
• TAK : tenaga ahli klinis.
a) Suhu > 40 C, hipoksia, distress respirasi, hemoptysis, gizi buruk, kejang, penurunan kesadaran,
b) TB meningitis, TB milier
c) Pemberian terapi secara empiris harus didiskusikan dan diputuskan oleh Tim Ahli Klinis TB RO anak. Regimen terapi empiris
bisa berupa paduan OAT lini 1 atau paduan TB RO.
d) Jika anak kontak dengan pasien TB RO terkonfirmasi atau jika anak gagal terapi TB, konsultasikan dengan TAK untuk
pertimbangan pemberian OAT lini kedua
e) Risiko tinggi untuk gagal pengobatan (unfavorable outcome) adalah TB ekstraparu selain limfadenitis TB, gelombang QTcF
>500 ms; kenaikan kadar SGOT-SGPT >5x normal, klirens kreatinin <30 cc/menit
f) Jika kontak dengan pasien TB RO, rujuk ke TAK spesialis anak terlatih di RS rujukan TB RO untuk dipertimbangkan terapi TB
RO. Jika tidak ada kontak dengan TB RO, berikan OAT lini pertama
14. Prinsip pengobatan TB RO pada Anak
• Jenis dan paduan obat sama dengan yang dipakai untuk pasien
dewasa.
• Dosis sesuai berat badan anak
• Perlu mendapatkan pendampingan dan dukungan psikososial yang
cukup
• Pasien yang mendapatkan paduan jangka pendek dan tanpa penyulit
sangat dianjurkan untuk melanjutkan pengobatan di fasyankes
terdekat dengan tempat tinggal pasien.
15. Paduan obat TB RO
Prinsip pengobatan TB RO adalah menggunakan obat yang masih
sensitif untuk membunuh kuman TB
Pengobatan TB RO di Indonesia mengikuti rekomendasi WHO yang
terkini yang dikeluarkan pada tahun 2016 dan disesuaikan dengan
indikasi pengunaannya. Paduan pengobatan TB RO meliputi:
1.Pengobatan Jangka Pendek
2.Pengobatan Individual
16. Paduan obat TB RO
Dasar paduan obat TB RO pada anak :
a.Anak dengan TB RO terkonfirmasi: berdasarkan hasil uji kepekaan obat
anak tersebut
b.Terapi empiris TB RO :
•Jika kontak erat kasus TB RO : sesuai dengan hasil uji kepekaan obat
kasus indeks (sumber penularan)
•Jika kontak dengan kasus TB RO tidak jelas dan/atau anak gagal terapi
OAT lini 1 : diasumsikan resistan terhadap rifampicin dan INH
17. GRUP GOLONGAN OBAT DOSIS KETERANGAN
A Fluorokuinolon Levofloksasin
(Lfx)
15 – 20 mg/kgBB
Maks. 750mg
Moksifloksasin
(Mfx)
10 – 15 mg/kg Maks. 400mg
Gatifloksasin
(Gfx)*
B Obat Injeksi
Lini Kedua
Kanamisin (Km) 15– 30 mg/kg Maks 1000 mg
Amikasin (Am)* 18–20 mg/kg Maks 20mg/kg
Kapreomisin
(Cm)
15-30 mg/kg Maks.1000 mg
Streptomisin**
C Obat bakteriostatik
lini kedua
Etionamide
(Eto)
15–20 mg/kg Maks. 1000 mg
Protionamid(Pto)* 15–20 mg/kg Maks. 1000 mg
Sikloserin (Cs) 10 – 20 mg/kg Maks.1000 mg
Sikloserin dapat
dilarutkan dengan
aqua10 ml
Terizidon (Trd)* 10–20 mg/kg
Clofazimin(Cfz) 5 to <10 kg: 1 cap 50 mg per 2 hari atau1 cap
100 mg per 3 hari sekali
10 to <20 kg: 1 cap 50 mg setiap hari atau 100
mg per dua hari
>20 kg: 2 cap 50 mg atau 1 cap 100mg per hari
Maks. 200 mg
Linezolid(Lzd) ▪ Anak usia > 30 kg : 600 mg/ dosis diberikan
sekali sehari
▪Anak usia <30 kg: 10 mg/kg/dosis
diberikan 2 kali sehari
Maks.600 mg
Golongan
dan dosis
obat TB
RO pada
anak
18. D1 Obat Lini
Pertama
Isoniazid (H)
dosis tinggi
15-20 mg/kg Dosis maksimal 600
mg/
hari
Ethambutol (E) 15 – 25 mg/kg Dosis maksimal 1200
mg/hari
Pirazinamid (Z) 30 – 40 mg/kg Dosis maksimal 2
g/hari
D2 OAT baru Delamanid
(Dlm)*
> 35 kg: 100 mg 2 kali
sehari
20–34 kg: 50 mg 2 kali
sehari
< 20 kg: konsul
TAK
Untuk anak berusia >
6 tahun dan berat
badan >
20 kg
Bedaquiline
(Bdq)
400 mg selama 14
hari dilanjutkan
200 mg 3 kali
seminggu selama
22 minggu
Untuk anak berusia >
12 tahun dan berat
badan >
33 kg
19. Paduan Pengobatan Standar Jangka Pendek
pada Anak
Studi sequential cohorts
di Bangladesh
gatifloxacin, ethambutol,
pyrazinamide, dan
clofazimin untuk 5 bulan.
• cohort terakhir
diberikan rejimen 9
bulan
kanamisin, clofazimin,
gatifloxacin, ethambutol,
isoniazid dosis tinggi,
pyrazinamide, dan
prothionamide untuk 4
bulan
Tingkat
keberhasilan
88%
Seddon JA, Schaaf HS. Drug-resistant Tuberculosis and Advances in
The Treatment of Childhood Tuberculosis. Seddon and Schaaf Pneumonia (2016) 8:20
DOI 10.1186/s41479-016-0019-5
WHO treatment guidelines for drug resistant tuberculosis, 2016
20. Paduan Pengobatan Standar Jangka
Pendek pada Dewasa/Anak
4-6 Km – Mfx – Eto (Pto) – HDT – Cfz – E – Z/ 5 Mfx – Cfz – E - Z
Tahap awal (diberikan setiap hari selama 4-6
bulan)
Tahap lanjutan (diberikan setiap hari
selama 5 bulan)
1. Kanamisin (Km) 1. Moxifloxacin (Mfx)
2. Moxifloxacin (Mfx) 2. Clofazimin (Cfz)
3. Etionamid (Eto)/ Protionamid (Pto) 3. Etambutol (E)
4. Isoniazid (H) dosis tinggi (DT) 4. Pirazinamid (Z)
5. Clofazimin (Cfz)
6. Etambutol (E)
7. Pirazinamid (Z)
Petunjuk Teknis Pengobatan Pasien TB Resistan Obat Dengan Paduan Standar
Jangka Pendek di Fasyankes TB Resistan Obat, 2017
22. Penggunaan obat baru/repurpose pada anak
FLUOROQUINOLONE
• Data pada hewan usia muda: arthropati
• Data pada anak tanpa infeksi TB: tidak ada bukti arthropati pada penggunaan jangka pendek
• Data pada anak dengan TB/TB RO: tidak ada bukti arthropati pada penggunaan jangka panjang
DELAMANID
• Delamanid lebih direkomendasikan diberikan dibandingkan Bedaquilin karena lebih banyak data
mengenai dosis dan keamanannya pada anak.
• Usia ≥6 tahun dan BB ≥20 kg.
• Bakteriologis TB RO sulit dibuktikan pada anak Dlm dapat diberikan bila kasus indeks
diketahui atau dicurigai resistan terhadap obat lini 2.
• Pemberian obat dapat menggunakan tablet dewasa yang digerus
23. BEDAQUILINE
Usia ≥12 tahun dan berat badan >33 kg
CLOFAZIMINE
Tersedia dalam bentuk kapsul gel 100 mg sehingga tidak dapat dibagi. Pemberian 1
kap per hari atau setiap 2-3 hari sekali, sesuai kelompok berat badan anak
LINEZOLID
Diindikasikan pada meningitis TB RO karena memiliki penetrasi yang sangat baik ke
cairan serebrospinal
24. Pemeriksaan awal dan pemantauan pengobatan
• Sama seperti pada dewasa
• Pemeriksaan foto Rontgen dada dapat diulang jika terjadi perburukan klinis. Jika
klinis membaik, foto Rontgen dada boleh tidak dilakukan.
27. Pemantauan Kemajuan Pengobatan
• Menilai kemajuan terhadap pengobatan yang diberikan
• Mengidentifikasi efek samping sejak dini
• Memastikan ketaatan berobat
9/15/2022 27
28. 9/15/2022 RETNO ASIH SETYONINGRUM, 2018 28
DRUGS USED FOR TREATMENT OF MDR TB IN CHILDREN
(World Health Organization, 2014)
29. 9/15/2022 RETNO ASIH SETYONINGRUM, 2018 29
(World Health Organization, 2016)
DRUGS USED FOR TREATMENT OF MDR TB IN CHILDREN
30. (Mukherjee, Lodha, and Kabra, 2017)
DRUGS USED FOR TREATMENT OF MDR TB IN CHILDREN
9/15/2022 30
31. Awal Terapi
• Anamnesis ulang
• Riwayat alergi obat tertentu
• Riwayat penyakit terdahulu
• Pemeriksaan fisik
• Berat badan
• Fungsi penglihatan
• Fungsi pendengaran
Jika ada keluhan atau kelainan rujukan ke Tim terapeutik yang ada di
Fasyankes rujukan TB RO sambil memulai pengobatan.
9/15/2022 31
32. Awal Terapi
• Pemeriksaan darah
• Darah lengkap
• Faal ginjal: ureum, kreatinin
• Faal Hati : SGOT, SGPT
• Fungsi thyroid
• Serum elektrolit
• Asam Urat
• Gula Darah (Sewaktu dan 2 jam sesudah makan)
• Tes kehamilan untuk perempuan usia subur
9/15/2022 32
33. Awal Terapi
• Foto toraks.
• Pemeriksaan EKG
• Tes HIV (bila status HIV belum diketahui)
• Pemeriksaan kondisi kejiwaan
9/15/2022 33
34. Kemajuan Pengobatan
• Klinis : Gejala TB (batuk, berdahak, demam dan BB menurun)
• Pemeriksaan apusan dan biakan dahak: wajib dilakukan.
• Tahap awal : setiap bulan
• Tahap lanjutan : setiap 2 bulan sekali
• Konversi apusan dahak BTA dan biakan: indikator utama menilai
kemajuan pengobatan.
• Konversi : pemeriksaan 2 (dua) kali berurutan dengan jarak pemeriksaan
30 hari menunjukkan hasil negatif.
9/15/2022 34
35. • Foto toraks dilakukan setiap 6 bulan atau bila terjadi komplikasi (batuk
darah masif, kecurigaan pneumotoraks, dll)
• Kreatinin serum dan kalium serum dilakukan setiap bulan selama
mendapat obat suntikan.
• Thyroid Stimulating Hormon : bulan ke 6 pengobatan dan diulangi setiap
6 bulan atau bila muncul gejala hipotiroidisme.
• Enzim hati dilakukan setiap 3 bulan atau bila timbul gejala drug induced
hepatitis (DIH).
9/15/2022 35
37. *) Pemeriksaan BTA : setiap bulan dengan mengumpulkan 1 (satu) dahak pagi.
Pada bulan ke-4, ke-5, ke-6 dan akhir pengobatan dilakukan pemeriksaan BTA
dari dua (2) dahak pagi berurutan.
Pada tahap lanjutan, pemeriksaan BTA dan biakan dilakukan setiap 2 bulan
(pada bulan ke 5, 7, dan 9 atau bulan ke-7, 9, dan 11)
**) Uji kepekaan untuk OAT lini kedua akan diulang bila hasil BTA positif pada
bulan ke-6 atau terjadi reversi BTA atau kultur pada fase lanjutan.
***) Pemeriksaan diulang sesuai indikasi (bila diperlukan)
+) Pemeriksaan EKG dilakukan pada baseline, hari ke-2, hari ke-7, dan bulan ke-1
pengobatan dan sesuai indikasi; dilakukan di rumah sakit layanan TBRO
++) Tes penglihatan yang dilakukan ialah tes buta warna dan lapang pandang
sederhana
9/15/2022 37
38. Pemantauan
Bulan pengobatan
0 1 2 3 4 5 6 8 10 12 14 16 18 20 22
Evaluasi Utama
Pemeriksaan apusan dahak dan biakan
dahak
√ Setiap bulan pada tahap awal, setiap 2 bulan pada tahap lanjutan
Evaluasi Penunjang
Evaluasi klinis (termasuk BB)
Setiap bulan sampai pengobatan selesai atau lengkap
Uji kepekaan obat √ Berdasarkan indikasi
Foto toraks √ √ √ √
Ureum, Kreatinin √ 1-3 minggu sekali selama
suntikan
Elektrolit (Na, Kalium, Cl) √ √ √ √ √ √ √
EKG √ Setiap 3 bulan sekali
Thyroid stimulatin3ndg hormon (TSH) √ √ √ √
Enzim hepar (SGOT, SGPT) √ Evaluasi secara periodik
Tes kehamilan √ Berdasarkan indikasi
Darah Lengkap √ Berdasarkan indikasi
Audiometri √ Berdasarkan indikasi
Kadar gula darah √ Berdasarkan indikasi
Asam Urat √ Berdasarkan indikasi
Test HIV √ dengan atau tanpa faktor risiko
9/15/2022 38
Tabel . Pemantauan pengobatan TB RO dengan pengobatan Individual
39. Tatalaksana Pasien Berobat Tidak Teratur
Jika pasien TB RO putus berobat, tindak lanjut yang dilakukan harus
mempertimbangkan:
• Jenis paduan OAT yang digunakan
• Lama pengobatan yang telah dijalani.
• Lama putus berobat.
• Hasil pemeriksaan apusan dahak untuk BTA.
• Hasil pemeriksaan biakan dan uji kepekaan.
9/15/2022 39
40. Tatalaksana Pasien Berobat Tidak Teratur
1. Lama pasien mangkir < 4 minggu pada lama pengobatan berapapun lamanya
2. Lama pasien mangkir 4-8 minggu
1. Lama pengobatan ≤ 4 minggu
2. Lama pengobatan > 4 minggu
3. Lama mangkir > 8 minggu
1. Lama pengobatan ≤ 4 minggu
2. Lama pengobatan > 4minggu
Keputusan pengobatan kembali pasien TB RO yang berobat tidak teratur
diambil oleh TAK di Fasyankes Rujukan TB RO atau Dokter Terlatih di
Fasyankes TB RO.
9/15/2022 40
41. Lama pasien mangkir < 4 minggu pada lama pengobatan berapapun lamanya
• Melakukan konseling intensif kepada pasien dan keluarga.
• Melanjutkan pengobatan sesuai paduan sebelumnya.
Lama pasien mangkir 4-8 minggu
• Lama pengobatan ≤ 4 minggu
• Melakukan konseling intensif kepada pasien dan keluarga.
• Pengobatan diulangi dari permulaan dengan paduan OAT yang sama.
9/15/2022 41
Tatalaksana pasien TB RO yang berobat tidak teratur
42. • Lama pengobatan > 4 minggu
• Konseling intensif kepada pasien dan keluarga.
• Pemeriksaan biakan sebelum memulai pengobatan, disarankan menggunakan metode
cair (MGIT) yang lebih cepat.
• Sambil menunggu hasil biakan, pengobatan TB RO dilanjutkan dengan paduan OAT
yang sama dengan yang didapatkan pasien sebelum pasien mangkir.
• Evaluasi Hasil Biakan :
• Pasien pengobatan tahap awal :
• Hasil biakan negatif, lanjutkan pengobatan sesuai tahapan pengobatan
• Hasil biakan positif dan pasien sudah mengalami konversi sebelumnya, maka
perhitungan tahap awal menunggu konversi biakan
• Pasien pengobatan tahap lanjutan
• Hasil biakan negatif teruskan pengobatan
• Hasil biakan positif pertimbangkan risiko kegagalan pengobatan
9/15/2022 42
43. Lama mangkir > 8 minggu
• Lama pengobatan ≤ 4 minggu
• Kartu pengobatan TB 01 MDR ditutup (lost to follow up /lalai berobat).
• KIE ulang yang menekankan kepatuhan pengobatan.
• Tatalaksana sebagai terduga TB RO dari awal.
• Lakukan pemeriksaan tes cepat.
• Jika hasil pemeriksaan Resistan Rifampisin (RR) dilanjutkan pemeriksaan biakan dan
uji kepekaan untuk OAT lini kedua.
• Pengobatan bisa dimulai dari awal dengan paduan OAT yang sama tanpa menunggu
hasil uji kepekaan.
• Penyesuaian paduan dimungkinkan bila hasil uji kepekaan lini kedua sudah keluar
dengan hasil resistensi OAT bertambah.
• Pasien dengan Paduan OAT standar jangka pendek harus berganti ke paduan OAT
standar konvensional
9/15/2022 43
44. • Lama pengobatan > 4minggu
• Kartu pengobatan TB 01 MDR ditutup (lost to follow up/lalai berobat).
• KIE ulang menekankan kepatuhan pengobatan.
• Tatalaksana sebagai terduga TB RO dari awal.
• Lakukan pemeriksaan konfirmasi dengan tes cepat.
• Bila hasil tes cepat Resistan Rifampisin, lakukan pemeriksaan biakan dan uji kepekaan
untuk OAT lini kedua.
• Pengobatan dimulai setelah ada hasil uji kepekaan.
• Tipe pasien adalah pasien yang kembali berobat setelah putus berobat (lost to follow up)
dari pengobatan dengan OAT lini kedua.
• Penyesuaian paduan dimungkinkan bila hasil uji kepekaan lini ke-2 keluar.
• Jika kondisi pasien memburuk, diobati dengan pengobatan standar TB RO tanpa
menunggu hasil uji kepekaan, paduan OAT menggunakan obat golongan injeksi,
fluorokuinolon dan OAT lini kedua lain yang belum dipakai.
9/15/2022 44
45. Evaluasi Hasil Akhir Pengobatan
1. Sembuh
• Pasien menyelesaikan pengobatan sesuai durasi pengobatan yang ditetapkan dan
memenuhi kriteria untuk dinyatakan sembuh
• Pemeriksaan biakan 3 kali berturut-turut dengan jarak minimal 30 hari hasilnya
negatif pada tahap lanjutan
• Pemeriksaan BTA pada akhir pengobatan (bulan ke-9 atau 11) hasilnya negatif
(paduan jangka pendek)
2. Pengobatan lengkap
• Pasien menyelesaikan pengobatan sesuai durasi pengobatan yang ditetapkan
• Tidak ada bukti untuk dinyatakan sembuh atau gagal
9/15/2022 45
46. 3. Gagal
Paduan jangka pendek
• Pemeriksaan BTA pada akhir bulan ke-6 hasilnya positif
• Pemeriksaan BTA pada akhir pengobatan (AP) hasilnya positif
• Terjadi reversi (BTA atau biakan kembali menjadi positif) pada tahap
lanjutan. Jika terjadi reversi, maka pemeriksaan BTA dan biakan diulang
pada bulan selanjutnya
• Terjadi efek samping berat yang mengakibatkan pengobatan standar
jangka pendek harus dihentikan
• Terjadi resistansi tambahan terhadap OAT lini kedua golongan kuinolon
dan atau injeksi lini kedua
9/15/2022 46
47. Paduan Individual
• Pengobatan TB RO dihentikan atau membutuhkan perubahan paduan
pengobatan TB RO secara permanen terhadap 2 (dua) atau lebih OAT RO,
yang disebabkan oleh salah satu dari beberapa kondisi di bawah ini yaitu:
• Tidak terjadi konversi sampai dengan akhir bulan ke-8 pengobatan tahap awal
• Terjadi reversi pada tahap lanjutan, yaitu biakan dahak kembali menjadi positif
pada 2 (dua) kali pemeriksaan berturut-turut setelah sebelumnya tercapai
konversi biakan
• Terbukti terjadi resistansi tambahan terhadap obat TB RO golongan florokuinolon
atau obat injeksi lini kedua
• Terjadi efek samping obat yang berat yang mengharuskan pengobatan dihentikan
secara permanen
9/15/2022 47
48. 4. Meninggal
• Pasien meninggal dalam masa pengobatan oleh sebab apapun
5. Putus berobat (loss to follow up)
• Pasien berhenti berobat selama 2 bulan berturut-turut atau lebih
6. Tidak dievaluasi
• Pasien pindah berobat tapi hasil akhir pengobatan tidak diketahui atau
tidak dilaporkan kembali
• Pasien tidak ada hasil pengobatan sampai periode pelaporan
9/15/2022 48
50. • Pemantauan terjadinya efek samping obat penting dilakukan selama
pengobatan TB RO.
• Semua OAT untuk pasien TB RO mempunyai kemungkinan timbul efek
samping ringan, sedang, maupun berat.
• Harus selalu memantau munculnya efek samping dan memberikan tata
laksana sesegera mungkin.
• Penanganan efek samping yang baik dan adekuat adalah kunci
keberhasilan pengobatan
9/15/2022 50
51. Prinsip pemantauan efek samping selama pengobatan
1. Deteksi dini efek samping selama pengobatan sangat penting karena
semakin cepat ditemukan dan ditangani, maka prognosis akan lebih baik.
2. Pemantauan efek samping pengobatan harus dilakukan setiap hari.
3. Efek samping OAT berhubungan dengan dosis yang diberikan.
4. Gejala efek samping pengobatan harus diketahui petugas kesehatan yang
menangani pasien dan juga oleh pasien serta keluarganya.
5. Semua efek samping pengobatan harus tercatat dalam formulir efek
samping pengobatan.
9/15/2022 51
52. Efek teratogenik
• Oat Penyebab : Eto/Pto, Km
• Tatalaksana
• Eto/Pto dan Km tidak boleh digunakan selama kehamilan sehingga paduan jangka
pendek tidak diberikan untuk wanita hamil paduan individual.
• Bila obat injeksi tidak dapat dihindari selama kehamilan trimester pertama,
gunakan Cm untuk menggantikan Km.
• Perlu pertimbangan dari dokter ahli kebidanan dan penyakit kandungan dalam
penanganan kasus TB RO dengan kehamilan
9/15/2022 52
53. Gangguan jantung
• OAT penyebab: Lfx/Mfx, Cfz, Bdq, Dlm
• Tatalaksana
• Lakukan monitoring EKG secara rutin atau lebih ketat bila ada indikasi
• Bila interval QTc ≥440 ms disebut mengalami pemanjangan. QTc ≥480 ms (atau
terjadi pemanjangan QTc ≥60 ms dari nilai dasar) sebaiknya langsung dilakukan
pemeriksaan EKG lebih sering, dan pemeriksaan elektrolit untuk mencari
penyebab lain.
• Bila interval QTc ≥500 ms obat yang diperkirakan menjadi penyebab (Mfx, Cfz,
Bdq) harus dihentikan.
• Merujuk ke TAK di fasyankes rujukan TB RO (perlu melibatkan dokter yang
kompeten dalam penilaian gangguan jantung)
9/15/2022 53
54. Neuropati perifer
• OAT penyebab : H, Km, Eto/Pto, Lzd
• Tatalaksana
• Pengobatan standar jangka pendek tetap dilanjutkan.
• Berikan vitamin B6 sampai dengan 200 mg per hari (dosis vitamin B6 di atas
200mg/hari akan mengganggu penyerapan INH)
• Kurangi dosis INH sebesar ¼ sampai 1/3 dari dosis semula.
• Konsultasikan ke ahli neurologi bila terjadi gejala neuropati berat (nyeri, sulit
berjalan)
• Keputusan keberlanjutan pemberian INH berdasarkan pada hasil konsultasi TAK
dan dokter ahli terkait.
9/15/2022 54
55. Gangguan pendengaran
• OAT penyebab : Km
• Tatalaksana
• Periksa data baseline untuk memastikan bahwa gangguan pendengaran disebabkan
oleh OAT atau sebagai pemburukan gangguan pendengaran yang sudah ada
sebelumnya.
• Rujuk kembali pasien segera ke fasyankes TB RO/rujukan TB RO untuk diperiksa
penyebabnya dan konsultasikan dengan TAK.
• Penanganannya terlambat maka gangguan pendengaran sampai dengan tuli menetap.
• Evaluasi gangguan pendengaran dan singkirkan sebab lain
• Pertimbangkan untuk mengganti obat atau paduan pengobatan pasien berdasarkan
keputusan TAK
• Kapreomisin bisa dipertimbangkan untuk menggantikan Kanamisin karena efeknya yang
lebih moderat dibanding Kanamisin
9/15/2022 55
56. Depresi
• OAT penyebab: H, Lfx/Mfx, Pto/Eto, Cs
• Tatalaksana:
• Konseling kelompok atau perorangan (Penyakit kronik : faktor risiko depresi)
• Rujuk kembali ke fasyankes Rujukan TB RO, jika gejala menjadi berat dan tidak dapat
diatasi di fasyankes TB RO atau satelit.
• TAK bersama dokter ahli jiwa akan menganalisa lebih lanjut dan bila diperlukan akan
mulai pengobatan anti depresi.
• Pilihan anti depresan yang dianjurkan adalah amitriptilin atau golongan SSRI (Serotonin
Selective Re-Uptake Inhibitor) misalnya Sentraline/Fluoxetine
• Riwayat depresi sebelumnya bukan merupakan kontra indikasi bagi penggunaan obat
tetapi berisiko terjadinya depresi selama pengobatan.
• Bila memungkinkan turunkan dosis obat penyebab.
• Hentikan obat terkait selama 1-2 minggu sampai masalah psikologis teratasi
9/15/2022 56
57. Hipotiroid
• OAT penyebab: Pto/Eto, PAS
• Tatalaksana :
• Penatalaksanaan dilakukan di fasyankes rujukan TB RO oleh TAK bersama seorang ahli
endokrinologi atau ahli penyakit dalam.
• Gejala dan tandanya adalah kulit kering, kelelahan, kelemahan dan tidak tahan
terhadap dingin
• Diagnosis hipotiroid ditegakkan berdasar peningkatan kadar TSH (kadar normal < 10
mU/l).
• Ahli endokrin atau ahli penyakit dalam/ spesialis anak memberikan rekomendasi
kepada TAK untuk pengobatan dengan levotiroksin/natiroksin serta evaluasinya
9/15/2022 57
58. Gangguan Tidur
• OAT Penyebab : Lfx/Mfx
• Tatalaksana :
• Berikan OAT golongan kuinolon pada pagi hari atau jauh dari waktu tidur
pasien
• Lakukan konseling mengenai pola tidur yang baik
• Bila perlu konsultasikan pasien ke ahli jiwa untuk tatalaksana
9/15/2022 58
59. Gangguan gastrointestinal
(mual muntah, dispepsia, akut abdomen)
• OAT penyebab : Eto, Pto, Cfz, H, E, Z, Lfx/Mfx, Lzd, Bdq, Dlm, PAS
• Tatalaksana :
• Pengobatan tetap dilanjutkan, sambil dilakukan evaluasi.
• Pantau pasien untuk mengetahui berat ringannya keluhan.
• Singkirkan penyebab lain seperti gangguan hati, diare karena infeksi, atau obat-obatan
lainnya.
• Bila perlu berikan anti emetik, PPI, H2 antagonis (Ranitidin), antasida golongan Mg(OH)2
atau sukralfat ( jarak waktu pemberian antasida, sukralfat dengan OAT minimal 2 jam).
• Bila tidak respons dengan pengobatan: pertimbangkan rawat inap untuk penilaian
lanjutan dan rehidrasi cairan IV, dan evaluasi elektrolit dan ureum dan serum kreatinin.
• Tanda abdomen akut: konsultasi ke ahli bedah.
9/15/2022 59
60. Kelainan Fungsi Hati
• OAT Penyebab: Z, H, Eto/Pto, E, Lfx/Mfx, Lzd, Bdq, PAS
• Tatalaksana :
• Hentikan semua OAT (Z, H, Eto) , pasien segera dirujuk kembali ke fasyankes
rujukan TB RO
• Periksa SGOT, SGPT, bilirubin total
• Bila hasil SGOT-SGPT lebih dari 3 kali normal atau kadar bilirubin total lebih dari 2
mg/dl, pasien dirawat inap
• Singkirkan kemungkinan penyebab lain
• TAK akan mempertimbangkan kelanjutan pengobatan
• Pemberian : evaluasi 2-3 hari (Eto H Z)
9/15/2022 60
61. Kelainan Fungsi Ginjal
• OAT penyebab : Km, Cm
• Tatalaksana :
• Bila terjadi gangguan fungsi ginjal (gangguan diuresis, peningkatan kadar
serum kreatinin), pasien dirujuk ke fasyankes rujukan TB RO.
• TAK bersama ahli nefrologi/ ahli penyakit dalam/spesialis anak akan
mempertimbangkan kelanjutan pengobatan pasien
9/15/2022 61
62. Neuritis Optik
• OAT penyebab : E, Lnz
• Tatalaksana :
• Setiap gejala gangguan penglihatan perlu dievaluasi dan dikonsultasikan ke
ahli mata.
• TAK akan mempertimbangkan kelanjutan pemberian Etambutol berdasarkan
hasil evaluasi ahli mata
9/15/2022 62
63. Artralgia, artritis
• OAT penyebab : Z, Lfx/Mfx, Eto, INH, Bdq
• Tatalaksana :
• Lakukan pemeriksaan asam urat.
• Bila terdapat gejala atralgia disertai peningkatan kadar asam urat, dapat diberikan
OAINS dan fisioterapi tanpa harus menghentikan pemberian Pirazinamid.
• Bila gejala tidak hilang dan mengganggu maka pasien dirujuk ke fasyankes rujukan TB
RO untuk mendapatkan rekomendasi penanganan oleh TAK
• Bila terjadi artritis Gout akut, pemberian Pirazinamid akan dihentikan
9/15/2022 63
64. Perubahan warna kulit
• OAT penyebab : Cfz
• Tatalaksana:
• Pasien diberikan KIE mengenai penyebab terjadinya perubahan warna kulit
dan sifatnya yang tidak menetap
9/15/2022 64
65. Tendinopati, ruptur tendon
• OAT penyebab : Lfx/Mfx
• Tatalaksana :
• Gejala tendinopati ditandai dengan pembengkakan, nyeri tekan, hangat, dan kemerahan
• Ruptur tendo achilles didiagnosis dengan Thompson’s test (hilangnya plantar flexi ketika
betis ditekan)
• Pemeriksaan penunjang dengan USG dan MRI. USG terdapat area hipokinetik dengan
degenerasi jaringan dan penebalan tendo. MRI dapat mendeteksi tendinopati dan risiko
ruptur.
• Pasien diberikan obat analgetika / antiinflamasi
• Fisioterapi dapat dilakukan termasuk diatermi ultrasound, elektroterapi.
• Bila terjadi ruptur tendo pertimbangkan tindakan operatif.
• Sekali diagnosis tendinopati ditegakkan, pasien tidak boleh lagi diberikan fluorokuinolon
9/15/2022 65
66. Kelainan Hematologi
• OAT penyebab: Lzd
• Tatalaksana:
• Hentikan Lzd bila terjadi mielosupresi: anemia, leukopenia, trombositopenia.
Evaluasi pasien dengan ketat.
• Cari penyebab lain selain Lzd, misalnya perdarahan atau penyakit komorbid
lain.
• Lzd diberikan kembali meningkat bertahap bila terjadi perbaikan dan dan bila
Lzd merupakan salah satu obat efektif
• Bila terjadi anemia berat (Hb <8 mg/dL), pasien dirawat dan diberikan
transfusi darah
9/15/2022 66
67. Asidosis laktat
• OAT penyebab : Lzd
• Tatalaksana :
• Gejala asidosis laktat: mual, muntah, sesak napas, lelah, lemah, nyeri otot,
dan dapat disertai dengan penurunan kesadaran (bila berat).
• Hentikan pemberian Lzd.
• Cari kemungkinan penyebab lain.
• Pasien dirawat inap bila kondisi berat
9/15/2022 67
68. Kejang
• OAT Penyebab : Cs, Lfx/Mfx
• Tatalaksana :
• Hentikan sementara pemberian OAT yang dicurigai sebagai penyebab kejang.
• Berikan obat anti kejang serta bila perlu naikkan dosis vitamin B6 s/d 200 mg/hari.
• Upayakan untuk mencari tahu kemungkinan penyebab kejang lainnya
• Bila kejang terjadi pertama kali maka lanjutkan pengobatan TB RO tanpa pemberian
sikloserin selama 1‐2 minggu. Setelah itu sikloserin dapat dberikan kembali dengan dosis
uji.
• Piridoksin (vit B6) dapat diberikan sampai dengan 200 mg per hari.
• Berikan profilaksis kejang yaitu fenitoin. Jika menggunakan fenitoin dan pirazinamid
bersama-sama, pantau fungsi hati, hentikan pirazinamid jika hasil faal hati abnormal.
• Pengobatan profilaksis kejang dapat dilanjutkan sampai pengobatan TB RO selesai atau
lengkap
9/15/2022 68
69. • Duration treatment : 6 - 34 months,
• Duration follow-up : 12 -37 months.
• The pooled estimate for treatment success was
81,67% (95% CI 72, 54–90,80).
• Died : 5,9% (95% CI 1,3–10,5)
• Default : 6,2% (2,3–10,2)
• Adverse event : 39,1% (28,7–49,4)
• The most common adverse events : nausea ,
vomiting.
• Serious adverse events : hearing loss, psychiatric
eff ects, and hypothyroidism.
69
www.thelancet.com/infection
Published online February 27, 2012 DOI:10.1016/S1473-3099(12)70033-
71. Treatment and outcomes in children with multidrug-resistant tuberculosis:
A systematic review and individual patient data metaanalysis
• Overall, 764 of 975 (78%) had a successful treatment outcome at the conclusion of
therapy: 548/731 (75%) of confirmed and 216/244 (89%) of clinically diagnosed
children.
• Treatment was successful in only 56% of children with bacteriologically confirmed TB
who were infected with HIV who did not receive any antiretroviral treatment (ART)
during MDR-TB therapy, compared to 82% in children infected with HIV who received
ART during MDR-TB therapy.
9/15/2022 71
PLoS Med. 2018 Jul 11;15(7):e1002591. doi: 10.1371/journal.pmed.1002591. eCollection 2018 Jul.
Elizabeth P. Harausz1,2*, Anthony J. Garcia-Prats1, Stephanie Law3, H. Simon Schaaf1,
72. • In children with confirmed MDR-TB, the use of second-line injectable agents and
high-dose isoniazid (15-20 mg/kg/day) were associated with treatment success.
• These findings for high-dose isoniazid may have been affected by site effect, as the
majority of patients came from Cape Town.
• Limitations of this study include the difficulty of estimating the treatment effects of
individual drugs within multidrug regimens, only observational cohort studies were
available for inclusion, and treatment decisions were based on the clinician's
perception of illness, with resulting potential for bias.
CONCLUSIONS:
• This study suggests that children respond favorably to MDR-TB treatment.
• The low success rate in children infected with HIV who did not receive ART during
their MDR-TB treatment highlights the need for ART in these children.
• Our findings of individual drug effects on treatment outcome should be further
evaluated.
9/15/2022 72
74. Investigasi Kontak TB
Sekitar 7,8% anak yang kontak erat dengan
pasien TB RO akan mengalami sakit TB dan
47,2% akan mengalami infeksi TB laten.
Jika sakit TB, anak berisiko lebih tinggi
untuk menderita TB berat seperti
meningitis TB dan TB milier dengan risiko
kematian yang tinggi.
Setiap kali pasien TB RO ditemukan, harus dilakukan
identifikasi dan pemeriksaan terhadap anak yang
kontak serumah dan kontak erat
Tujuan:
• Mengidentifikasi kontak
• Pemeriksaan untuk menentukan
ada tidaknya infeksi atau sakit TB
• Memberikan terapi yang sesuai,
termasuk pengobatan pencegahan
1. Meningkatkan temuan kasus
2. Mencegah terjadinya sakit
TB
75. Mengapa IK pada TB RO penting ?
1. Pada sebagian besar kasus, diagnosis TB RO memerlukan waktu yang lama
sebelum dimulai pemberian terapi
keluarga/kontak terpapar lebih lama
2. Dengan IK, bila didapatkan ada kontak yang ternyata sakit TB RO, bisa
segera terdiagnosis dan segera diobati
pengobatan dini lebih murah dan efektif
memutus rantai penularan
76. WHO 2018
Latent tuberculosis infection: Updated and
consolidated guidelines for programmatic
management
In selected high-risk household contacts of patients
with multidrug-resistant tuberculosis, preventive
treatment may be considered based on
individualized risk assessment and a sound clinical
justification.
(Conditional recommendation, very low-quality evidence.
New recommendation)
77. Mengapa pengobatan pencegahan
• Shah NS, dkk (2014). Meta-analisis terhadap 25 studi, 7.8% kontak serumah pasien TB RO sakit TB,
umumnya dalam kurun waktu 3 tahun. 47,2% kontak mengalami TB laten.
• Schaaf, dkk (2002). Follow up selama 30 bulan terhadap anak yang berkontak dengan pasien TB RO
dewasa di Afrika Selatan. 119 anak diikuti, 78% terinfeksi atau menjadi sakit. Dua (5%) dari 41 anak
yang mendapat kemoprofilaksis dan 13 (20%) dari 64 anak yang tidak mendapat kemoprofilaksis
menjadi sakit TB.
• S. Bamrah, dkk (2014). Pengobatan TB laten bagi kontak pasien TB RO pasca epidemi di Micronesia,
2009–2012. Di antara 104 kontak terinfeksi yang diberi pencegahan, tidak ada yang sakit TB RO. 93
(89%) menyelesaikan pengobatan, 4 dihentikan karena efek samping. Di antara 15 kontak yang
menolak pengobatan pencegahan, 3 sakit TB RO.
• Pertemuan pakar di Dubai (2015) menyepakati diperlukan lebih banyak bukti. Namun pada saat ini,
tindakan sesuai dapat dilakukan. Manajemen pasca pajanan pada kontak TB RO efektif, layak dan
cost-efficient, serta dapat diterapkan sesegera mungkin.
Manfaat lebih besar dari risiko
78. WHO 2018
Latent tuberculosis infection: Updated and consolidated
guidelines for programmatic management
Selection of drug regimen
The regimen of preventive treatment of MDR-TB contacts should be based on reliable information
on the drug resistance profile of the source case. Later-generation fluoroquinolones (e.g.
levofloxacin and moxifloxacin) are considered to be important components of a preventive
treatment regimen unless the strain of the source case is resistant to them.
Although there has been concern about the use of fluoroquinolones in children because
retardation of cartilage development was shown in animals, similar effects have not been
demonstrated in humans.
There is limited evidence for the duration of treatment, and this should be based on clinical
judgement. The regimens used in the studies conducted so far were given for 6, 9 and 12 months.
79. PP INH pada Anak
Kontak Pasien TB Resistan Obat
Perbedaan:
Prinsipnya sama dengan kontak pasien TB sensitif OAT
Obat yang
digunakan adalah
Ethambutol dan
levofloxacin
Pemantauan efek
samping obat lebih
ketat. Bila perlu
dilakukan pemeriksaan
fungsi hati.
Pada anak kontak pasien
TB RO yang mendapatkan
profilaksis, harus
dilakukan evaluasi klinis
setiap bulan selama dua
tahun setelah terpajan.
Jika berkembang menjadi
TB aktif, maka segera
dilakukan pemeriksaan TB
RO.
80. Investigasi Kontak pada Anak Kontak dengan Pasien TB RO
1. Kasus indeks adalah pasien TB RO
2. Anak yang berkontak dengan pasien TB RO dirujuk untuk pemeriksaan lebih lanjut,
sbb :
a. Jika kontak bergejala, periksa sputum atau spesimen lain dengan Tes Cepat
Molekuler (TCM).
b. Pengobatan TB sesuai hasil pemeriksaan uji kepekaan obat anak atau hasil uji
kepekaan obat kasus indeks.
c. Jika anak terbukti tidak sakit TB, tentukan observasi atau pengobatan
pencegahan.
81. d. Pengobatan pencegahan untuk anak idealnya berdasarkan resistensi OAT kasus
indeks. Paduan yang dapat diberikan adalah Levofloxacin dan Etambutol selama
6 bulan
Levofloxacin 15-20 mg / kgBB/ hari
Ethambutol 15-25 mg / kgBB / hari
Obat yang disediakan program LFX tablet 250 mg dan E tablet 400mg
e. Anak yang tidak bergejala baik yang mendapatkan maupun yang tidak
mendapatkan pengobatan pencegahan harus diobservasi setiap bulan selama 2
tahun.
Investigasi Kontak pada Anak Kontak dengan Pasien TB RO
82. Alur Investigasi Kontak dan Pengobatan Pencegahan pada Anak
yang Berkontak dengan Pasien TB RO
Pemberian pengobatan pencegahan:
• Pada usia <5 tahun atau
imunokompromais
• Dosis Levofloksasin 15-20
mg/kgBB/hari dan Etambutol 15-25
mg/kgBB/hari
• Sediaan tab Levo 250 mg, Etambutol
400 mg
• Selama 6 bulan
• Obat diminum 1-2 jam sebelum
makan.
83. Pemantauan anak kontak
- Pada setiap kunjungan, evaluasi hal-hal berikut:
• Gejala TB
• Efek samping obat: mual, muntah, hiperaktif
• Kepatuhan pengobatan
- PENCATATAN DAN PELAPORAN
- Pemantauan pasca pengobatan:
• dipantau minimal setiap 6 bulan sekali selama 2 tahun.
• Jika ada gejala TB, maka anak harus segera mendapat pemeriksaan lebih lanjut.
85. SIDE EFFECTS OF DRUGS USED
FOR TREATMENT OF MDR-TB IN CHILDREN
(Mukherjee, Lodha, and Kabra, 2017)
9/15/2022 86
86. Type of adverse event Likely culprit drugs Identification Management
Hepatotoxicity INH, PZA, RIF, THA,
Bedaquiline (BDQ), PAS,
Clofazimine (CFZ),
Delamanid (DLM)
Tender liver, visible jaundice Stop all drugs;
Wait for liver function to return tonormal;
Re-introduce drugs one
Visual problems EMB, LZD Regular testing with Ishihara
Chart
Stop EMB or substitute for alternative drug.
Hearing problems AMK, KM, CM Identified through audiometry
or problems in communication
Consider stopping the injectable drug, substituting for an
alternative drug such as delamanid, reducing dose or increasing
dose interval.
Thyroid dysfunction THA, PAS Regular blood testing, clinical
hypothyroidism or goitre
Consider thyroxine supplementation (0.05mg daily) if (a) clinical
hypothyroidism, or (b) raised TSH and decreased fT4;
If raised TSH and normal fT4 repeat test in 1 month.
Renal impairment AMK, KM, CM Regular blood testing, symptoms
of high potassium
If creatinine rises or potassium is elevated, stop injectable,
substitute for alternative drug, dose three times a week or
reduce dose.
Sevre rash (SJS) Any drug Severe rash, peeling mucus
membranes, child unwell
Stop all drugs;
Wait until clinical condition has improved;
Re-introduce drugs one-by-one sequentially, every 2 days ,
monitoring clinically
Nausea and vomiting THA, EMB, PAS Clinically Consider separating the dosing of THA from the other drugs by
giving it in the evening;
Consider reducing the dose of THA and building the dose up to
full dose over 2 weeks
Peripheral neuropathy INH, LZD Clinically Give or increase pyridoxine;
If persistent or severse, stop INH
(Furin et al., 2016)
87. Type of adverse event Likely culprit drugs Identification Management
Diarrhea PAS Clinically Split dose of granules to give small doses throughout day;
Reduce dose;
Consider loperamide.
Neuropsychiatric
problems
INH, OFX, LVX, MFX,
TZD, CS
Seizures, headache, behaviour
changes, sleep disturbances
Verify correct doseing;
Stop likely culprit drug;
If smptoms persist, reintroduce and stop next most likely drug;
If symptoms severe or persistent, stop all likely drugs or reduce dose.
Joint problems PZA, OFX, LVX, MFX Clinically Verify correct dosing;
Consider reducing dose/stopping possible culprit drug;
Consider trial of allopurinol
Painful injection sites AMk, KM, CM Clinically Add local anesthetic to drug in equal volumes;
Vary sile of injection on a daily basis;
Consider stopping injection and adding DLM;
If severe, consider splitting dose and giving half into two different sites.
QTc prolongation BDQ, MFX, CFZ, DLM Monthly assessment by ECG
Fainting, racing heart, and
severe chest pain
A QTc interval is considered
prolonged if it is > 500msec or
if it is > 50msec and the
patient has symptoms
Repeat the ECG;
Check electrolytes, repeat as needed;
Review ancillary drugs to see if any prolong the QTc interval; if so, stop
likely culprit drug;
Check thyroid;
Discontinue MFX and reassess; if still prolonged, discontinue CFZ or BDQ.
Skin pigmentation/
discoloration
CFZ Skin turns a darker brown or
orange color while on the
medication, and may also
become very dry
Reassure patient that this will improve 2-3 months after treatment stops
and skin will return to normal color
(Furin et al., 2016)
Editor's Notes
Slide ini mempersingkat informasi dari 4 slide setelahnya (rincian tentang obat baru). Fokus pada kekhususan pada anak, tidak mengulang penjelasan di sesi sebelumnya