Dokumen tersebut membahas tentang mekanisme pasar syariah yang terdiri dari 8 lapisan, dimulai dari pembagian kepemilikan hingga hukum perdagangan. Perdagangan memiliki peran sentral dalam mekanisme ini namun sering mengalami distorsi pasar seperti monopoli yang dapat dicegah dengan pengaturan seperti larangan praktik seperti riba, ghaban, dan ihtikar serta pengawasan oleh qodhi muhtasib.
3. RUMAH
TANGGA
PERUSAHAAN
UANG
BARANG & JASA
PASAR BARANG
PASAR FAKTOR PRODUKSI
LAHAN TENAGA KERJA MODAL
UANG
HUKUM
PERMODALAN
HUKUM
KETENAGAKERJAAN
HUKUM LAHAN
(PERTANIAN)
HUKUM
INDUSTRI
HUKUM
PERDAGANGAN
DALAM NEGERI
HUKUM
PERDAGANGAN
LUAR NEGERI
HUKUM
PERSEROAN
MEKANISME PASAR SYARI’AH
4. 4 6 5
SELURUH HARTA KEKAYAAN
3 2 1
8
KEADILAN
PASAR
1 2 3 5 6 77 4
MEKANISME
PASAR SYARI’AH
1. Lapis 1: Pembagian
Kepemilikan
2. Lapis 2: Mengganti
Jantung Ekonomi
Pasar Bebas
3. Lapis 3: Hukum
Perseroan
4. Lapis 4: Hukum
Industri
5. Lapis 5: Hukum
Lahan
6. Lapis 6: Hukum
Ketenagakerjaan
7. Lapis 7: Hukum
Permodalan
8. Lapis 8: Hukum
Perdagangan
5. PENGANTAR
• Perdagangan merupakan inti dari mekanisme pasar syari’ah dan memiliki
peran yang paling sentral.
• Sebab, hampir semua aktivitas ekonomi akan bermuara pada proses
perdagangan atau jual-beli.
• Sektor perusahaan akan memproduksi berbagai macam barang dan jasa,
tujuannya adalah untuk diperdagangkan dalam rangka untuk
memperoleh keuntungan atau laba yang berupa uang.
• Sektor rumah tangga, dalam rangka untuk memenuhi berbagai macam
kebutuhannya, juga akan mendapatkannya melalui proses perdagangan.
• Dengan demikian, proses perdagangan memiliki peran yang sangat
penting dalam menggerakkan roda ekonomi secara keseluruhan.
6. PROBLEMA PERDAGANGAN
• Inti dari perdagangan adalah pertemuan antara penawaran
(supply) dari pihak pedagang dan permintaan (demand) dari
pihak pembeli.
• Mekanisme perdagangan dapat dikatakan tidak ada masalah jika
proses transaksi jual-beli dapat berlangsung secara adil (fair).
• Fakta yang ada di dalam mekanisme pasar bebas, proses
perdagangan selalu mengalami problem yang besar yaitu
terjadinya distorsi pasar.
• Distorsi pasar akan menyebabkan ada pihak-pihak yang terzalimi
dan ada pihak-pihak yang menzalimi.
7. DISTORSI PASAR
• Distorsi pasar itu dapat terjadi disebabkan karena adanya nafsu
keserakahan untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya
dalam perdagangannya, baik dari pihak pembeli, maupun dari pihak
penjual.
• Distorsi pasar dapat terjadi, jika ada pihak yang ingin menguasai pasar
dan menutup peluang dari pelaku-pelaku pasar yang lain untuk masuk
ke dalamnya.
• Perilaku ini biasa dikenal dengan istilah monopoli pasar (termasuk
oligopoli), yaitu jika ada pihak tertentu yang ingin menguasai dan
mengendalikan perdagangan yang ada di pasar.
8. • Jika ditelusur akar masalahnya, tentu akan bermuara pada satu
unsur yaitu penipuan atau kecurangan.
• Terlebih lagi, jika unsur penipuan dan kecurangan tersebut
didukung oleh permodalan yang besar, tentu hasilnya akan
lebih membahayakan lagi.
• Misalnya: sebuah produk yang kurang berkualitas, tetapi
didukung modal besar, lantas produknya dikemas sehingga
nampak bermutu, kemudian diiklankan secara massif di
berbagai media, hasilnya tentu akan mendominasi pasar
dangan harga yang dapat didongkrak, untuk memperoleh
keuntungan yang sebanyak-banyaknya.
TERJADINYA MONOPOLI ATAU OLIGOPOLI
9. • Perdagangan yang adil dapat terjadi apabila proses tawar-menawar antara
penjual dan pembeli dapat berlangsung secara sempurna.
• Yaitu, tidak ada unsur penipuan, rekayasa dalam permintaan, penawaran,
pasokan barang, tekanan dan keterpaksaan, dsb dari kedua belah pihak.
• Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an, Surat An-Nissa’: 29:
•اَيُكَلا َوْمَأ ْاوُلُكْأَت َال ْاوُنَمآ َينِذَّال اَهُّيَأنَأ َّالِإ ِلِاطَبْالِب ْمُكَنْيَب ْمنَع ًةَارَجِت َونُكَت
ْمُكنِم ٍاضَرَت﴿٢٩﴾
• “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan
yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu” (QS: An-Nisa’ 29).
PERDAGANGAN YANG ADIL
10. PENATAAN PERDAGANGAN
• Agar perdagangan dapat berjalan dengan adil, maka
penataan yang perlu dilakukan adalah:
1. Peran negara:
a) Larangan tas’ir.
b) Operasi Pasar.
c) Tidak perlu ada pungutan pajak.
2. Peran Qodhi Muhtasib:
a) Mengontrol penjual.
b) Mengontrol pembeli.
c) Mengontriol penjual dan pembeli.
11. a) Larangan tas’ir
• Larangan tas’ir adalah larangan bagi pemerintah untuk mematok harga, baik harga
batas atas (ceiling price), maupun harga batas bawah (floor price).
• Adanya larangan itu didasarkan pada Hadits di bawah ini:
•ْرِعَسَف ُرْعِالس َََلغ ِ َّاَّلل َلوُسَر اَي ُاسَّنال َلاَقا ىَّلَص ِ َّاَّلل ُلوُسَر َلاَقَف َانَلَّنِإ َمَّلَس َو ِهْيَلَع ُ ََّّلل
َو ُق ِازَّالر ُطِساَبْال ُضِباَقْال ُرِعَسُمْال َوُه َ َّاَّللَل َو َ َّاَّلل ىَقْلَأ ْنَأ وُج ْرَ ََل يِنِإْمُكْنِم ٌدَحَأ َْسي
ٍلاَم َال َو ٍمَد يِف ٍةَمَلْظَمِب يِنُبِلاَطُي
•”Orang-orang berkata: “Wahai Rasulullah, harga mulai mahal. Patoklah harga untuk
kami!” Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah-lah yang mematok harga,
yang menyempitkan dan yang melapangkan rizki, dan aku sungguh berharap untuk
bertemu Allah dalam kondisi tidak seorangpun dari kalian yang menuntut kepadaku
dengan suatu kezhaliman-pun dalam darah dan harta”. (HR Abu Dawud, at-Tirmidzi,
Ibnu Majah, dan asy-Syaukani).
1. PERAN NEGARA
12. • Baitul Mal akan bertindak sebagai penjaga harga di pasar dengan operasi pasar.
• Ketika terjadi panen raya, sehingga supply melimpah, akan menyebabkan harga
mengalami penurunan (deflasi).
• Pemerintah cukup memborong barang-barang tersebut dengan harga yang
mendekati harga pasar, kemudian menyimpannya di gudang Baitul Mal.
• Kebijakan ini mengurangi supply di pasar sehingga harga barang tidak terlalu
jatuh.
• Pihak produsen tidak terlalu dirugikan dan pihak konsumen-pun juga masih akan
dapat menikmati harga barang yang relatif murah.
• Pemborongan ditujukan untuk persediaan ketika nanti memasuki musim
paceklik, yang mengakibatkan terjadinya kenaikan harga (inflasi).
• Pemerintah dapat melepaskannya agar supply bertambah, sehingga harga tidak
terlalu tinggi dan pihak produsen juga tidak terlalu dirugikan.
b) Operasi Pasar
13. c) Tidak perlu ada pungutan pajak
• Pemerintah dalam sistem ekonomi Islam tidak perlu memungut berbagai
pajak beserta turunan-turunannya.
• Pajak langsung adalah pajak yang bebannya harus ditanggung oleh wajib
pajak sendiri dan tidak boleh dilimpahkan kepada orang lain.
• Contohnya: Pajak Penghasilan (PPh), Pajak perseroan (PPs), Pajak Bumi
dan Bangunan (PBB), Pajak Kekayaan, Pajak Kendaraan Bermotor (PKB),
Bea Balik Nama (BBN), Pajak deviden, Pajak bunga deposito dsb.
• Pajak tidak langsung adalah pajak yang pemungutannya dapat dialihkan
kepada orang lain.
• Contohnya: Pajak Penjualan (PPn), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Cukai,
Pajak Impor, Pajak Ekspor, Bea Meterai, Pita Rokok, Pajak Tontonan dsb.
14. 1. Mengontrol Penjual
a) Larangan Riba
b) Larangan Ghabn Fahisy
c) Larangan Ihtikar
d) Larangan Tadlis
e) Larangan Ba'i Najasy
2. Mengontrol Pembeli
a) Larangan Kanzul Mal
b) Larangan Tallaqi Rukban
c) Larangan Taqtir
d) Larangn Tabdzir
e) Larangan Tarif
2. PERAN QODHI MUHTASIB
3. Mengontrol Penjual dan Pembeli
a)Larangan Maysir
b)Larangan Taghrir
15. 1. MENGONTROL PENJUAL
1. Larangan Riba
• Adanya beban riba atau bunga dalam transaksi perdagangan, akan
menyebabkan harga jual dari barang akan mengalami kenaikan.
• Jika seorang pedagang atau produsen mendapatkan modal dari
utang, kemudian dia berkewajiban untuk mengembalikan hutang
pokoknya dan ditambah dengan bunga, maka hal itu akan
menyebabkan harga jual barang atau biaya produksi menjadi naik.
• Adanya larangan riba dalam sistem ekonomi Islam, diharapkan
keseimbangan pasar tetap normal, yang merupakan titik
pertemuan antara permintaan dan penawaran.
16. 2. Larangan Ghaban Fahisy
• Ghaban fahisy adalah menjual atau membeli sesuatu dengan harga
yang jauh lebih tinggi atau lebih rendah dari harga pasar.
• Di sisi penjual, ghaban fahisy adalah adanya unsur penipuan dalam
menaikkan harga barang secara keji dan tinggi dari harga pasar,
sementara pihak pembeli tidak mengetahui informasi harga pasar.
• Adanya larangan ghaban fahisy dalam sistem ekonomi Islam,
diharapkan keseimbangan pasar tetap normal, yang merupakan titik
pertemuan antara permintaan dan penawaran.
17. 3. Larangan ihtikar
• Ihtikar atau penimbunan adalah orang yang mengumpulkan barang
dengan menunggu waktu naiknya harga barang tersebut, sehingga bisa
menjual dengan harga yang tinggi, sementara masyarakat sulit
menjangkau harganya.
• Praktik ihtikar ini akan menyebabkan jumlah barang yang ditawarkan di
pasar akan mengalami penurunan, sehingga harga akan mengalami
kenaikan (inflasi).
• Adanya larangan ihtikar ini, diharapkan keseimbangan pasar tetap normal,
yang merupakan titik pertemuan antara permintaan dan penawaran.
18. • Tadlis yaitu penipuan dalam jual-beli.
• Tadlis dapat dilakukan oleh penjual maupun pembeli.
• Penipuan pihak penjual adalah apabila penjual menyembunyikan cacat
barang dagangannya.
• Penipuan pihak pembeli adalah dengan memanipulasi alat
pembayarannya.
• Untuk praktik tadlis dari penjual, dapat terjadi dalam kualitas maupun
kuantitas barang.
• Tadlis dalam kualitas barang adalah dengan menyembunyikan cacat
barang.
• Tadlis dalam kuantitas adalah menjual barang dengan jumlah yang
sedikit dengan, namun dengan harga barang dengan jumlah banyak.
4. Larangan Tadlis
19. 5. Larangan Bai’ Najasy
• Bay’ najasy adalah menjual barang dengan cara melakukan penipuan
atau pengelabuan terhadap pembeli.
• Bay’ najasy dilakukan ketika ada pembeli yang menawar barang
dagangannya, maka akan datang temannya yang sudah bekerjasama
dengan penjual untuk menawar barang tersebut dengan harga yang
lebih tinggi, dengan tujuan agar barang dapat dijual dengan harga
yang lebih tinggi, sampai diatas harga yang wajar dari pasar.
• Akibat dari adanya praktik bay’ najasy ini, akan menyebabkan harga-
harga akan mengalami kenaikan dari harga yang normal di pasar.
• Praktik ini tentu akan menyebabkan terjadinya kerugian dari
kalangan pembeli.
20. 2. MENGONTROL PEMBELI
1. Larangan Ihtinaz (Kanzul Mal)
• Ihtinaz (kanzul mal) adalah menyimpan atau menimbun uang
tanpa ada tujuan untuk dibelanjakan dimasa yang akan datang.
• Jika pihak konsumen, yaitu mereka yang memiliki kelebihan uang
hanya disimpan saja, tidak mau membelanjakannya, maka akan
menyebabkan perekonomian menjadi lesu, sehingga para penjual
akan kesulitan memasarkan dagangannya.
• Jika hal itu tidak dicegah oleh qodhi muhtasib, maka secara
agregatif akan berpengaruh pada ketimpangan pasar.
21. 2. Larangan Tallaqi Rukban
• Tallaqi rukban adalah praktik yang dilakukan dari pihak pembeli
dengan jalan mencegah masuknya barang ke pasar .
• Tujuan dari praktik ini bagi pembeli adalah memanfaatkan
ketidaktahuan informasi harga pasar dari penjual yang umumnya
berasal dari pedesaan, sehingga dapat menipu atau mengelabui
penjual dengan cara membeli barang dengan harga yang jauh lebih
murah dibanding dengan harga pasar.
• Jika praktik tallaqi rukban ini tidak dicegah oleh qodhi muhtasib,
maka secara agregatif juga akan menyebakan pihak penjual atau
produsen akan mengalami kerugian.
22. 3. Larangan Taqtir (Kikir)
• Taqtir dan bakhil adalah perbuatan kikir.
• Ada kikir yang hukumnya makruh, yaitu tidak mau membelanjakan
hartanya untuk menunjukkan kenikmatan Allah SWT.
• Taqtir yang haram adalah kikir karena tidak mau menafkahkan
uangnya atau hartanya untuk keperluan yang haq.
• Praktik kikir yang makruh dan haram, jika tidak dikontrol oleh qodhi
muhtasib, dapat berdampak pada permintaan pasar mengalami
penurunan, sehingga ekonomi akan mengalami kelesuan.
23. • Makna bahasa dari tabdzir adalah farraqahu israfan yang artinya
menghambur-hamburkannya atau perbuatan boros.
• Boros yang makruh, yaitu membelanjakan hartanya untuk keperluan yang
lebih dari kepentingan wajar dalam hidupnya.
• Boros yang haram adalah membelanjakan hartanya untuk perkara yang
diharamkan oleh Allah.
• Penggunaan harta untuk keperluan yang haram, jika dibiarkan akan
menyedot perputaran uang dari sektor yang halal, sebab barang-barang
yang haram (seperti minuman keras, daging babi, daging anjing, dsb) itu
akan menimbulkan efek ketagihan atau kecanduan.
• Qodhi muhtashib wajib mencegah munculnya praktik ini, agar perputaran
barang yang halal tetap terjaga, sehingga pasar dapat berjalan secara sehat.
4. Larangan Tabdzir
24. 5. Larangan Israf
• Makna bahasa dari israf adalah melampaui batas atau berlebih-
lebihan.
• Israf yang makruh, yaitu berlebih-lebihan untuk belanja barang dan
jasa yang halal.
• Sedangkan untuk israf yang haram, yaitu berlebih-lebihan untuk
belanja barang dan jasa yang diharamkan.
• Dengan demikian, dampak yang diakibatkan jika praktik ini tidak
dikendalikan dan dicegah oleh qadhi muhtashib, juga tidak jauh
berbeda dengan pembahasan larangan tabdzir sebagaimana telah
diuraikan sebelumnya.
25. 6. Larangan Tarif
• Makna bahasa dari tarif adalah bermewah-mewah atau berfoya-foya.
• Bermewah-mewah yang makruh, adalah bermewah-mewah yang
sudah melebihi dari keperluan hidupnya yang wajar.
• Maknatarif yang haram adalah berfoya-foya atau bermewah-mewah
dengan membelanjakan hartanya untuk perbuatan penyalahgunaan
nikmat, berbuat maksiyat, sombong dan membangkang kepada
Allah, karena banyaknya nikmat yang diterimanya.
• Jika praktik ini tidak dikendalikan oleh qadhi muhtashib, dampaknya
juga sama dengan pembahasan larangan tabdzir dan tarif
sebagaimana telah diuraikan sebelumnya.
26. 3. MENGONTROL PENJUAL DAN PEMBELI
1. Larangan Maysir
• Maysir atau judi adalah permainan (gambling), dimana satu pihak akan
memperoleh keuntungan dan pihak lainnya akan menderita kerugian.
• Dalam maysir paling tidak ada empat unsur yang harus ada:
1. Ada pihak-pihak pelaku perjudian.
2. Adan uang atau harta yang disetorkan untuk perjudian.
3. Adan suatu permainan yang bersifat gambling atau spekulasi.
4. Adan pihak yang menang dan ada pihak yang kalah.
• Praktik maysir ini akan membuat mekanisme pasar yang sehat akan
tergusur oleh praktik bisnis spekulasi.
• Praktik ini telah melahirkan ekonomi non riil, yang akan terus
menggelembung dan sewaktu-waktu dapat menimbulkan ledakan
krisis.
27. 2. Larangan Taghrir (gharar)
• Taghrir adalah melibatkan diri dalam sesuatu yang bersifat gharar
atau pertaruhan.
• Jual-beli gharar adalah jual beli yang mengandung ketidakjelasan
atau pertaruhan.
• Gharar terjadi karena ketiadaan informasi pada kedua belah
pihak yang bertransaksi jual-beli.
• Contohnya adalah ijon, yaitu pembelian hasil panen ketika
tanaman masih belum berbuah.
• Dampak yang ditimbulkan seperti maysir, maka harus dicegah oleh
qodhi muhtashib, karena dapat merusak pasar.
28. RUKUN JUAL BELI
1. Al-'aaqidaani , yaitu: dua pihak
yang berakad (penjual dan
pembeli).
2. Ash-shighat , yaitu: ijab dan kabul.
3. Al-ma'quud alaihi atau mahallul
aqdi, yaitu: barang dagangan atau
al-mabii’.
29. SYARAT JUAL BELI YANG PERTAMA
1. Syarat untuk Al-'Aaqidaani ada
tiga, yaitu:
1. Aqil (berakal),
2. Mumayyiz (=7 tahun),
3. Mukhtar (dapat memilih, tidak
dipaksa).
30. SYARAT JUAL BELI YANG KEDUA
1. Syarat untuk Al-Ma'quud alaihi ada enam ,
yaitu:
1. Barangnya suci (thohir), yaitu bukan najis.
2. Dapat dimanfaatkan (intifa' bihi)
3. Milik orang yang berakad (milkiyatul aqid)
4. Dapat diserahterimakan (tasliim)
5. Barangnya diketahui (ma'lum)
6. Barangnya maqbudh (sudah dipegang
penjual)
31. DALIL-DALILNYA:
• Dalil 1: Barangnya suci (thohir), bukan najis:
• Firman Allah SWT (QS Al-Maidah: 90):
•تفلحون لعلكم فاجتنبوه
• "Maka jauhilah dia (rijsun/najis) mudah-mudahan
kamu mendapat keberuntungan”
•رسوهللا نهى(ص)الخمروالخنزيروال بيع عنميتة
واالصنام
• "Rasulullah SAW telah melarang jual beli khamr,
babi, bangkai dan berhala."
32. Dalil 2: Dapat dimanfaatkan (intifa' bihi)
• Yang dimaksud adalah bermanfaat secara syar‘i
(Intifa'an Syar'iyan).
• Barang tersebut harus barang yang sah dijualbelikan,
misal: sapi, kambing, baju, mobil dsb.
• Kaidah fikih :
•حرام فبيعه العباد على حرم ما كل
• “Setiap apa-apa yang diharamkan kepada hamba-hamba-
Nya, maka menjualbelikannya haram”.
• Patung, anjing, khamr dan kotoran => disebut
barang yang tidak bermanfaat secara syar'i, karena
ada larangan syara' (haram) untuk
menjualbelikannya.
33. Dalil 3: Milik orang yang berakad (milkiyatul aqid)
• Sabda Nabi SAW :
•عندك ليس ما تبع ال
• “Janganlah kamu menjual apa-apa yang
tidak ada di sisimu” (HR Abu Dawud,
Tirmidzi, Ibn Majah).
• Arti Maa laisa indaka:
1. Barang itu bukan milikmu.
2. Barang itu tidak ada di sisimu.
34. • Dalilnya: seperti no 3:
•عندك ليس ما تبع ال
• “Janganlah kamu menjual apa-apa yang tidak
ada di sisimu”
• Pemahaman hadis : apa-apa yg tidak di
sisimu, dapat diartikan "apa-apa yang kamu
tidak berkuasa atasnya".
• Misal: menjual budak yang melarikan diri,
menjual burung peliharaan yang terbang, dsb.
Dalil 4: Dapat diserahterimakan (tasliim)
35. • Sabda Nabi SAW :
•(غرر فإنه الماء في السمك تشتروا ال)احمد رواه
• "Janganlah kamu membeli ikan yang masih ada di
air, karena itu adalah gharar (tidak pasti /
uncertainty)"
• Contoh lain: jual beli buah-buahan dari pohon
tertentu yang belum berbuah.
•ب ْنَع ىَهَن وسلم عليه هللا صلى النبي انحتى الثمر يع
ُهُحَلَص يبدو
• ”Sesungguhnya Nabi SAW melarang jual beli buah
(yang ada di pohonnya) hingga nampak
kematangannya” (HR Bukhari, Muslim, Ahmad)
Dalil 5: Barangnya diketahui (ma'lum)
36. •ِانَبْكُّالر ْنِم َامَعَّالط ي ِرَتْشَن اَّنُك َوِ َّاَّلل ُلوُسَر َاناَهَنَف اًفاَز ِجُ َّاَّلل ىَّلَص
ْنَن ىَّتَح ُهَعيِبَن ْنَأ َمَّلَس َو ِهْيَلَعِهِناَكَم ْنِم ُهَلُق
• "Dahulu kami membeli makanan dari para pengendara secara borongan,
maka Rasulullah SAW melarang kami untuk menjualnya (kembali) hingga kami
memindahkannya dari tempatnya (penjual pertama)." (HR Muslim).
• Barang dagangan ada dua macam :
1. Dapat ditimbang, ditakar, dihitung (contoh bahan2 pangan,
misal: beras, jagung, buah, gula, kopi,dll) => tidak sah dijual
sebelum dipegang (maqbudh) oleh penjual.
2. Yang tidak ditimbang, ditakar, dihitung (misal : tanah, mobil,
bangunan, dll) => sah dijual, walaupun belum dipegang
(maqbudh) oleh penjual.
Dalil 6: Barangnya maqbudh (sudah dipegang penjual)
37. Syarat untuk Shighat (Ijab Kabul) adalah:
1. Muwafiq, artinya adanya kesesuaian antara ijab dan kabul.
• Misal, penjual berkata : "Saya jual barang ini dg harga 1000 dinar."
Lalu pembeli berkata,"Saya beli barang ini dengan harga 500
dinar." tidak sah.
2. Satu Majelis Akad, artinya penjual dan pembeli berada pada
waktu dan atau tempat yang sama.
• Misal, penjual berkata ,"Saya jual barang ini dengan harga 1000
dinar. "Lalu sebelum ada ucapan kabul dari pembeli, penjual dan
pembeli berpisah, maka jual belinya tidak sah.
2. Tidak ada pemisah (fashil) antara ijab dan kabul.
3. Masing-masing penjual dan pembeli dapat mendengar (sama')
ucapan masing-masing.
SYARAT JUAL BELI KETIGA
38. Syarat untuk Shighat (Ijab Kabul) adalah:
1. Muwafiq, artinya adanya kesesuaian antara ijab dan kabul.
• Misal, penjual berkata : "Saya jual barang ini dg harga 1000
dinar." Lalu pembeli berkata,"Saya beli barang ini dengan
harga 500 dinar." tidak sah.
2. Satu Majelis Akad, artinya penjual dan pembeli berada pada
waktu dan atau tempat yang sama.
• Misal, penjual berkata ,"Saya jual barang ini dengan harga
1000 dinar. "Lalu sebelum ada ucapan kabul dari pembeli,
penjual dan pembeli berpisah, maka jual belinya tidak sah.
2. Tidak ada pemisah (fashil) antara ijab dan kabul.
3. Masing-masing penjual dan pembeli dapat mendengar
(sama') ucapan masing-masing.
SYARAT JUAL BELI KETIGA
39. 1. Jual beli harga kontan (bai'u munjiz ats-tsaman),
yaitu: jual beli yang mensyaratkan pembayaran
harga di depan (kontan).
2. Jual beli harga bertempo (bai'u mu`ajjal ats-
tsaman) (الثمن مؤجل ,)بيع yaitu: jual beli yang
mensyaratkan pembayaran harga kemudian.
3. Jual beli dengan penyerahan barang kemudian
(bai'u mu`ajjal al-matsman) (المثمن مؤجل بيع ), yaitu:
jual beli dengan penyerahan barang kemudian.
Contohnya: jual beli salam dan istishna’.
MACAM-MACAM JUAL BELI