5. RUMAH
TANGGA
PERUSAHAAN
UANG
BARANG & JASA
PASAR BARANG
PASAR FAKTOR PRODUKSI
LAHAN TENAGA KERJA MODAL
UANG
HUKUM
PERMODALAN
HUKUM
KETENAGAKERJAAN
HUKUM LAHAN
(PERTANIAN)
HUKUM
INDUSTRI
HUKUM
PERDAGANGAN
DALAM NEGERI
HUKUM
PERDAGANGAN
LUAR NEGERI
HUKUM
PERSEROAN
MEKANISME PASAR SYARI’AH
6. PENGANTAR
• Tenaga kerja adalah faktor produksi kedua yang perlu diatur dalam
sebuah perekonomian pasar.
• Tenaga kerja bersama dengan faktor produksi yang lain, yaitu lahan dan
permodalan akan berperan penting dalam peningkatan produksi.
• Oleh karena itu, jika sebuah perekonomian menginginkan agar dapat
terus tumbuh dan berkembang, maka faktor tenaga kerja ini harus
mendapat perhatian yang serius.
• Dalam ekonomi pasar bebas, permasalahan ketenagakerjaan senantiasa
menimbulkan banyak problem yang seakan tak berujung pangkal.
• Posisi tenaga kerja atau kaum buruh dalam ekonomi kapitalisme akan
senantiasa tertindas.
7. PROBLEMA KETENAGAKERJAAN
• Untuk menyelesaikan problem ketenagakerjaan, maka kita harus mampu
melihat apa yang menjadi akar dari masalah ketenagakerjaan.
• Permasalahan yang paling krusial dalam ketenagakerjaan adalah
menyangkut pemberian kompensasi atau upah yang harus diberikan oleh
pihak yang mempekerjakan kepada pihak yang dipekerjakan.
• Masalah inilah yang dapat menimbulkan konflik yang berkepanjangan
antara pekerja dan pemberi kerja, sehingga membutuhkan pengaturan
dan penataan lebih lanjut dengan hukum-hukum tertentu.
• Sedangkan masalah yang lain, seperti keselamatan kerja, cuti kerja, etos
kerja, ketrampilan kerja, layanan kerja dll., dapat dianggap sebagai
masalah turunan dari persoalan dunia ketenagakerjaan.
8. PANDANGAN KAPITALISME
• Posisi kaum buruh dalam ekonomi kapitalisme hanya akan
ditempatkan sebagai salah satu komponen faktor produksi.
• Konsekuensinya, dalam rangka untuk mendapatkan keuntungan yang
setinggi-tingginya, maka upah buruh sebagai salah satu faktor
produksi harus ditekan serendah rendahnya.
• Dari sinilah kemudian muncul istilah hukum upah besi atau the iron
wage’s law, yaitu: upah buruh tidak dapat dinaikkan dan tidak dapat
diturunkan.
• Upah buruh akan tetap bertengger pada posisi untuk sekedar
pemenuhan kebutuhan fisik minimum (KFM)-nya saja.
9. • Menurut sosialisme, kaidah ketenagakerjaan yang adil adalah:
• “(Pekerjaan) bagi masing-masing itu sesuai dengan kemampuan atau
kesanggupannya, sedangkan perolehan bagian (upah) bagi masing-
masing itu sesuai dengan kerjanya”.
• Sosialisme memandang bahwa kerja dari seorang pekerja merupakan
asas yang paling utama dalam produksi barang.
• Upah untuk seorang pekerja akan ditentukan berdasarkan barang yang
diproduksinya.
• Seluruh biaya produksi akan dikembalikan kepada satu unsur saja, yaitu
kerja.
PANDANGAN SOSIALISME
10. • Aktivitas jual-beli dengan sewa tenaga itu adalah aktivitas yang berbeda.
• Pandangan dari kapitalisme dan sosialisme yang mengaitkan upah dengan
barang yang dihasilkan secara langsung, tidak sesuai dengan fakta.
• Seharusnya penentuan upah itu berdiri sendiri.
• Penilainnya hanya terkait dengan tenaga yang telah diberikan kepada
pengguna tenaga tersebut.
• Baik pemberian tenaga itu menghasilkan barang atau tidak, termasuk
barang yang dihasilkan itu bernilai tinggi atau tidak.
• Jika seseorang telah memberikan tenaganya, maka kewajiban dari
pengguna tenaga adalah memberikan kompensasinya, yaitu memberikan
upah kepada pekerjanya.
FAKTA KETENAGAKERJAAN
11. DALIL-DALIL KETENAGAKERJAAN
•َسَق ُنَْحن َكِبَر َةَمْحَر َونُمِسْقَي ْمُهَأِف ْمُهَتَشيِعَّم مُهَنْيَب َانْماَيْنُّدال ِةاَيَحْال ي
ٍتاَجَرَد ٍضْعَب َق ْوَف ْمُهَضْعَب َانْعَفَر َوضْعَب مُهُضْعَب َذ ِخَّتَيِلًاي ِرْخُس ًا
﴿ َونُعَمْجَي اَّمِم ٌْريَخ َكِبَر ُتَمْحَر َو٣٢﴾
• “Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan
antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah
meninggikan sebahagian mereka atas sebahagian yang lain beberapa derajat,
agar sebahagian mereka dapat mempergunakan (memanfa’atkan) sebahagian
yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan”
(QS. Az-Zukhruf: 32).
12. •َّنال َرَجْأَتْسا َو اَهْنَع ُ َّاَّلل َي ِضَر َةَشِئاَع ْنَعَو ِهْيَلَع ُ َّاَّلل ىَّلَص ُّيِبٍرْكَب وُبَأ َو َمَّلَس
ْب ِدْبَع يِنَب ْنِم َّمُث ِليِالد يِنَب ْنِم ًًلُجَرالخريت اًتي ِر ِخ اًيِداَه ٍيِدَع ِن:الماهر
بالهداية-الهجرة في لهما أذن عندما وذلك الطريق على ليدلهما
• "Diriwayatkan dari Aisyah RA, Rasulullah SAW dan Abu Bakar pernah
mempekerjakan seorang laki-laki dari Bani Ad-Dil, kemudian dari Bani Abdi bin
Adi, sebagai penunjuk jalan, yaitu saat keduanya hijrah." (HR Bukhari).
•﴿ َّنُهَورُجُأ َّنُهوُتآَف ْمُكَل َنْعَض ْرَأ ْنِإَف٦﴾
• “Kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak) mu untukmu, maka berikanlah
kepada mereka upahnya” (QS. Ath-Thalaq: 6).
DALIL KETENAGAKERJAAN
13. •ِةَماَيِقْال َم ْوَي ْمُهُمْصَخ َانَأ ٌةَثَالَث:ٌلُجَرٌلُجَر ،َرَدَغ َّمُث ْيِب ىَطْعَااَّرُح َعاَب
ْري ِجَأ َرَجْأَتْسِإ ٌلُجَر َو ،ُهُنَمَث َلَكَأَفِهِف ْوُي ْمَل َو ُهْنِم ىَف ْوَتْساَف اَرْجَأ
• “Tiga orang yang Aku musuhi pada hari kiamat nanti, adalah orang
yang telah memberikan (baiat kepada Khalifah) karena Aku, lalu
berkhianat; orang yang menjual (sebagai budak) orang yang merdeka,
lalu dia memakan harga (hasil) penjualannya; serta orang yang
mengontrak pekerja kemudian pekerja tersebut menunaikan
pekerjaannya, sedang orang itu tidak memberikan upahnya” (HR
Ahmad, Bukhari, Ibnu Majah dari Abu Hurairah).
DALIL KETENAGAKERJAAN
14. DEFINISI KETENAGAKERJAAN DALAM ISLAM
•اللغة في اإلجارة:العوض وهو األجر من مشتقة.
• Ijarah arti bahasa: berasal dari akar kata al-ajru, yaitu: upah atau kompensasi.
•ٍض َوِعِب ِةَعَفْنَمال َلىَع ٌدْقَع هي فاإلجارة الشرع في أما
• Menurut istilah syar'i, Ijarah adalah akad atas manfaat dengan pengganti
kompensasi (iwadh).
• Atau, dengan definisi yang hampir sama:
•ٍض َوِعِب ٍةَعَفْنَم ُْكيِلْمَت هي اإلجارة
• Ijarah adalah akad untuk memiliki suatu manfaat dengan pengganti atau
kompensasi (‘iwadh).
15. • Berdasarkan jenis manfaat, ada 3 (tiga) macam ijaroh:
1. Ijarah untuk manfaat benda atau barang (العين ,)منفعة
disebut penyewaan benda (األعيان .)استأجار
Misalnya: penyewaan (rental) mobil, penyewaan komputer,
penyewaan AC, penyewaan rumah dll.
2. Ijarah untuk manfaat perbuatan (العمل .)منفعة
Misalnya: jasa dokter, jasa arsitek, jasa bimbingan belajar, jasa
kursus, dll.
3. Ijarah untuk manfaat orang (الشخص .)منفعة
Misalnya: jasa pembantu rumah tangga, jasa buruh, dll.
MACAM-MACAM IJAROH
16. RUKUN IJAROTUL-AJIR
1. Ajir, yaitu harus ada pihak yang menjadi tenaga kerja, buruh atau pegawai.
2. Musta’jir, yaitu harus ada pihak yang menjadi pengguna tenaga kerja atau
majikan.
3. Akad, yaitu harus ada pelafadzan ijab qobul atau yang dapat
menggantikannya dalam bentuk tulisan atau surat kontrak kerja yang
ditandatangani.
4. Ujroh atau iwadh, yaitu harus ada penentuan besaran upah, gaji, honor,
imbalan pengganti atau kompensasi yang akan diberikan.
5. Manfa’at, yaitu harus ada suatu bentuk kemampuan atau kelayakan sesuatu
untuk memenuhi kebutuhan manusia.
17. SYARAT IN’IQAD IJAROTUL-AJIR
•Syarat In’iqad, yaitu dua pihak yang berakad
(aqidain) haruslah memenuhi syarat:
1. Baligh (mumayyiz = 7 tahun).
2. Berakal (gila, mabuk: tidak sah).
3. Bukan budak (orang yang merdeka).
4. Tidak ada paksaan.
18. SYARAT SAH IJAROTUL-AJIR
• Syarat Sah ijarotul-ajir:
1. Ridha aqidain, yaitu dua belah pihak yang berakad harus
saling ridha.
2. Jasa yang ditransaksikan adalah jasa yang halal dan
bukan jasa yang haram.
3. Ma’qud ‘alaih (objek akad) harus ma’lum (jelas
diketahui).
19. • Dalam pembuatan akad kontrak kerja itu diharuskan berisi
klausul-klausul yang benar-benar jelas (ma’lum), yang
dapat difahami oleh kedua belah pihak.
• Dalam membuat akad kontrak kerja tidak boleh
mengandung klausul-klausul yang belum jelas (majhul).
• Untuk penentuan akad kontrak kerja yang ma’lum atau
jelas, paling tidak ada 4 unsur yang harus diketahui dan
disepakati oleh kedua belah pihak, yaitu oleh pekerja dan
pemberi kerja.
PEMBUATAN KONTRAK TENAGA KERJA
20. 1.Bentuk dan jenis pekerjaan (nau’ul-’amal)
2.Masa kerja (Muddatul-‘amal)
3.Upah kerja (ujratul-’amal)
4.Tenaga yang dicurahkan saat bekerja (juhdul-
’amal)
EMPAT UNSUR KONTRAK TENAGA KERJA
21. • Jenis pekerjaan harus tertuang dengan jelas spesifikasinya dalam akad kontrak
kerja.
• Jenis kerja yang tertulis tidak boleh terlalu umum, sehingga dapat meimbulkan
bias antara kedua belah pihak.
• Jika dalam akad kontrak kerja itu jenis pekerjaannya masih kabur, maka hukumnya
adalah rusak (fasad).
• Seorang pekerja diharapkan akan dapat mengukur kemampuannya dan
kesanggupannya melaksanakan tugasnya.
• Jika majikan akan memberi pekerjaan diluar tugasnya, maka pekerja bisa
menolaknya atau meminta tambahan kompensasi.
• Kecuali, jika mereka sepakat bahwa tambahan pekerjaan itu hanya bersifat tolong-
menolong, maka tidak perlu ada kompensasi tambahan.
1. BENTUK DAN JENIS PEKERJAAN (NAU’UL-’AMAL)
22. 1. Kontrak kerja yang hanya perlu menyebutkan takaran pekerjaannya
saja, tanpa harus menyebutkan masa kerjanya (waktu kerjanya).
Misalnya saja membuat baju model tertentu.
2. Kontrak kerja yang hanya menyebutkan masa kerjanya, tetapi tidak
menentukan takaran kerjanya. Misalnya: menjadi sopir selama 1
hari.
3. Kontrak kerja yang menyebutkan masa kerjanya, sekaligus
menyebutkan takaran kerjanya. Misalnya: membangun rumah tipe
45 selama 3 bulan.
1. MASA KERJA (MUDDATUL-‘AMAL)
23. •Untuk kontrak kerja kelompok 2 dan 3, yaitu kelompok
kontrak kerja yang harus menyebutkan waktunya
(masa kerjanya), maka dalam akad kontrak kerja ini
wajib mencantumkan masa kerjanya.
•Sebab, jika masa kerja tidak disebutkan dalam akad
kontrak tersebut, maka akan menimbulkan
ketidakjelasan (majhul) dalam akad kontraknya.
KETENTUAN UNTUK MASA KERJA
24. • Dalam akad kontrak kerja harus jelasnya besaran upah (gaji) yang akan
diberikan.
• Hadits Rasul SAW. Sabda beliau:
•َأ ُهْمِلْعُيْلَف اًْري ِأج ْمُكُدَحَأ َرَجْأَتْسا اَذإَُُرْج
• “Apabila salah seorang di antara kalian mengontrak (tenaga) seorang
pekerja, maka hendaklah ia beritahukan kepadanya upahnya (gajinya)”
(HR. Ad-Daruqudni).
• Jika upahnya tidak jelas, maka akad kontrak kerjanya tidak sah.
• Contoh upah tidak jelas: upah 10 % dari hasil penjualannya.
• Bentuk penentuan upah seperti itu tidak sah, sebab masih belum jelas
(majhul).
3. UPAH KERJA (UJRATUL-’AMAL)
25. • Allah SWT melarang seorang majikan membebani pekerjaan kepada seorang
pekerja yang diluar batas kemampuannya.
• Allah SWT berfirman:
•﴿ اَهَعْس ُو َّالِإ ًاسْفَن ُاَّلل ُفِلَكُي َال٢٨٦﴾
• “Allah SWT tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan
kemampuannya” (QS. Al-Baqarah: 286).
• Untuk memudahkan yang mendekati batasan tersebut, dapat digunakan
pendekatan hitungan jam kerja dalam sehari.
• Sehingga, pembatasan jam kerja ini dapat dijadikan sebagai ukuran yang jelas
untuk menentukan besarnya tenaga yang harus dikeluarkan oleh seorang
pekerja.
4. TENAGA YANG DICURAHKAN (JUHDUL-’AMAL)
26. • Kaum buruh tidak akan ditindas lagi oleh majikannya, sebab mereka
akan bisa memperoleh upah sesuai dengan manfa’at yang telah
diberikan kepada majikannya. Jika manfa’at yang diberikan tinggi, maka
dia berhak mendapat upah yang tinggi dan sebaliknya. Upah tidak
disamaratakan, yang hanya didasarkan kepada kebutuhan fisik
minimum (KFM) dari pekerjanya untuk hidup dalam sebulan saja.
• Pihak majikan juga tidak akan dirugikan, khususnya jika serikat buruh
mampu memaksakan agar standar upah minimumnya dinaikkan
dengan kenaikan yang tinggi untuk semua pekerjanya. Padahal
faktanya, manfa’at yang diberikan pekerja itu berbeda-beda. Majikan
dapat memberikan upah sesuai manfa’at dari masing-masing
pekerjanya, sehingga tidak akan membebaninya lagi.
MANFAAT YANG DIHARAPKAN