Dokumen tersebut membahas delapan penyimpangan hukum syirkah, yaitu: (1) tidak adanya syarik badan pada akad pembentukan syirkah, (2) tidak adanya ijab dan kabul pada akad pembentukan syirkah, (3) tidak adanya ketentuan nisbah bagi hasil, (4) tidak adanya ketentuan nisbah bagi rugi, (5) bagi hasil dengan prinsip revenue sharing, (6) bagi hasil dalam jumlah nominal
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
10.3 PENYIMPANGAN HUKUM SYIRKAH
1. Oleh :
KH. M. SHIDDIQ AL JAWI, S.Si, MSI
DOSEN STEI HAMFARA JOGJA
SEPTEMBER 2017
PENYIMPANGAN - PENYIMPANGAN
HUKUM SYIRKAH
2. POKOK BAHASAN
(1) Penyimpangan Hukum Syirkah
(2) Penyimpangan 1 : Tidak adanya syarik
badan pada akad pembentukan syirkah
(3) Penyimpangan 2 : Tidak adanya ijab dan
kabul pada akad pembentukan syirkah
(4) Penyimpangan 3 : Tidak adanya
ketentuan nisbah bagi hasil (profit sharing)
(5) Penyimpangan 4 : Tidak adanya
ketentuan nisbah bagi rugi (loss sharing)
3. POKOK BAHASAN
(6) Penyimpangan 5 : Bagi hasil dengan
prinsip revenue sharing (yang benar : profit
sharing).
(7) Penyimpangan 6 : Bagi hasil dalam
jumlah nominal tertentu
(8) Penyimpangan 7 : bagi hasil berupa
persentase dari modal.
(9) Penyimpangan 8 : barang dijadikan
modal syirkah.
5. Penyimpangan Hukum Syirkah
Penyimpangan hukum Syirkah adalah
ketidaksesuaian dengan akad dan
hukum syirkah.
Syariah Islam telah menjelaskan
hukum-hukum tentang syirkah, misal
tentang akad syirkah, bagi hasil
syirkah, bagi rugi syirkah, dll
Maka setiap penyimpangan terhadap
hukum-hukum tersebut adalah hal
yang tertolak (mardud), yang dapat
terkategori batal atau fasad.
6. Penyimpangan Hukum Syirkah
Sabda Rasulullah SAW :
منعملعمالليسعليهأمرنافهورد
“Barangsiapa yang melakukan suatu
perbuatan yang tidak sesuai dengan
perintah kami (syariah) maka perbuatan
itu tertolak.” (HR Muslim).
Sabda Rasulullah SAW :
كلشرطليسفيكتابهللافهوباطل
“Setiap syarat yang bertentangan
dengan Kitabullah, maka dia adalah
batil.” (HR Bukhari).
7. Penyimpangan Hukum Syirkah
Penyimpangan hukum Syirkah
terkategori batal : jika melanggar
rukun-rukun syirkah, yaitu
menyangkut : (1) ‘aaqidaani (dua
pihak yag berakad), (2) objek akad,
dan (3) shighat ijab dan kabul.
Penyimpangan hukum Syirkah
terkategori fasad : jika tidak
melanggar rukun-rukun syirkah,
misalnya melanggar ketentuan bagi
hasil syirkah.
8. 2. Penyimpangan 1 :
Tidak adanya syarik
badan pada akad
pembentukan syirkah
9. Penyimpangan Hukum Syirkah
Kasusnya : akad pembentukan koperasi
syariah yang mengikuti metode pembentukan
koperasi konvensional.
Yang terjadi hanyalah pengumpulan modal dari
satu pihak saja (pemilik modal / shahibul
maal), yang kemudian bersepakat untuk
mendirikan koperasi syariah.
Setelah koperasi berdiri, barulah dibentuk
pengurus koperasi yang mengelola koperasi.
Titik kritis : pada saat mereka bersepakat
membentuk koperasi syariah, tidak ada pihak
yang berkedudukan sebagai pengelola modal
(syariik badan / mudharib / aamil).
10. 3. Penyimpangan 2 :
Tidak adanya ijab dan
kabul pada akad
pembentukan syirkah
11. Penyimpangan Hukum Syirkah
Kasusnya : akad pembentukan syirkah
musahamah (PT).
Yang terjadi hanyalah pengumpulan modal dari
satu pihak saja (pemilik modal / shahibul
maal), yang kemudian bersepakat untuk
mendirikan sebuah PT (perseroan terbatas).
Setelah PT berdiri, barulah dibentuk Dewan
Direksi yang mengelola PT.
Titik kritis : Pada saat mereka bersepakat
membentuk PT, tidak ada ijab dan kabul antara
para pemodal dan dengan pihak yang
berkedudukan sebagai pengelola modal
(syariik badan / mudharib / aamil).
12. 4. Penyimpangan 3 :
Tidak adanya
ketentuan nisbah bagi
hasil (profit sharing)
13. Penyimpangan Hukum Syirkah
Kasusnya : koperasi 212 Mart.
Yang terjadi hanyalah penggabungan modal
milik para peserta kepada Koperasi 212 Mart
yang sudah berdiri.
Dalam berbagai ketentuan atau peraturan ttg
koperasi 212 Mart yang disebarkan kpd publik,
TIDAK DITEMUKAN ketentuan bagi hasil,
misalnya 50% dari laba untuk pemilik modal
dan 50% dari laba untuk pengelola modal.
Tidak adanya ketentuan nisbah bagi hasil ini
menjadikan koperasi 212 Mart bertatus fasad.
14. 5. Penyimpangan 4 :
Tidak adanya
ketentuan nisbah bagi
rugi (loss sharing)
15. Penyimpangan Hukum Syirkah
Kasusnya : koperasi 212 Mart.
Yang terjadi hanyalah penggabungan modal
milik para peserta kepada Koperasi 212 Mart
yang sudah berdiri.
Dalam berbagai ketentuan atau peraturan ttg
koperasi 212 Mart yang disebarkan kpd
publik, TIDAK DITEMUKAN ketentuan bagi
rugi (loss sharing), misalnya 50% dari
kerugian ditanggung pemilik modal dan 50%
dari kerugian ditanggung pengelola modal.
Tidak adanya ketentuan nisbah bagi rugi ini
menjadikan koperasi 212 Mart bertatus fasad.
16. 6. Penyimpangan 5 :
Bagi hasil dengan
prinsip revenue
sharing (yang benar :
profit sharing).
17. Penyimpangan Hukum Syirkah
Kasusnya : musyarakah pengelola kios di Mall
dengan para pedagang.
Cara bagi hasilnya : nilai transaksi belanja
langsung dibagi dalam jangka waktu tertentu
(misal 3 hari) tanpa dikurangi beaya produksi
antara dua pihak, yaitu pengelola kios di Mall
dan para pedagang.
Bagi hasil dengan cara REVENUE SHARING
tidak sesuai syariah, karena 2 alasan :
(1) bertentangan dengan cara bagi hasil syirkah
bhw yang dibagi adalah profit (Arab = al ribhu).
(2) revenue sharing mengandung unsur gharar
(belum pasti untung, bisa rugi bisa untung).
19. Penyimpangan Hukum Syirkah
Kasusnya : misal pengelola modal
menjanjikan kepada pemodal bagi hasil
sebesar Rp 1 juta rupiah per bulan.
Cara bagi hasil seperti ini tidak sesuai
syariah, karena 2 alasan :
(1) bertentangan dengan cara bagi hasil
syirkah, yaitu ketentuan bagi hasil
seharusnya berupa nisbah (persentase) dari
laba.
(2) bagi hasil dengan menyebut jumlah
nominal mengandung unsur gharar (bisa rugi
bisa untung, sehingga jumlah laba tidak
dapat dipastikan).
21. Penyimpangan Hukum Syirkah
Kasusnya : misal pengelola modal menjanjikan
kepada pemodal bagi hasil sebesar 5% dari
modal.
Cara bagi hasil seperti ini tidak sesuai syariah,
karena 2 alasan :
(1) bertentangan dengan cara bagi hasil syirkah,
yaitu ketentuan bagi hasil seharusnya berupa
nisbah (persentase) dari laba, bukan dari modal.
(2) bagi hasil dengan persentase dari modal
adalah mirip dengan riba, maka hukumnya
dihukumi sama dengan riba. Kaidah fiqih ; maa
qaaraba al sya’i u’thiya hukmuhu (apa yang
mendekati sesuatu, dihukumi sama dengan
sesuatu itu).
23. Penyimpangan Hukum Syirkah
Kasusnya : misal pengelola modal
berkontribusi tenaga, sedang pihak pemodal
berkontribusi tempat (kios dll) dan peralatan
(kursi, meja, alat masak dll).
Cara seperti ini tidak sesuai syariah, karena
bertentangan dengan ketentuan modal dalam
syirkah, yaitu seharusnya modal itu berupa
uang tunai, bukan berupa barang.
Solusinya, barang sebagai modal syrkah itu
dihitung nilainya dalam rupiah, misal kios
dan peralatan dihitung senilai 10 juta.
Nilai 10 juta ini dianggap sebagai modal yang
disetor pihak pemodal.