REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
makalah 1
1. MAKALAH
EVALUASI KINERJA DAN KOMPENSASI
Di susun untuk memenuhi mata kuliah evaluasi kinerja dan kompensasi
Dosen pengampu : Ade fauji, SE, MM
Disusun oleh:
Fitriani Pamungkas
NIM :11150167
Fakultas Ekonomi Dan Bisnis
Jurusan Manajemen Sumberdaya Manusia
UNIVERSITAS BINA BANGSA
BANTEN
Tahun Akademik 2018-2019
2. KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa, karena
terselesainya tugas dari mata kuliah evaluasi kinerja yang dibuat dalam bntuk
makalah diambil dari materi pertemuan dua sampai pertemuan tujuh dalam bentuk
yang sederhana ini sebagai bahan sumber belajar yang di harapkan dapat
mengantar pembaca khususnya Mahasiswa dan masyarakat pada umumnya
kearah pemahaman tentang Evaluasi Kinerja
Makalah yang berjudul Evaluasi Kinerja ini ditulis sebagai salah satu
tugas individu dalam mata kuliah “Evaluasi kinerja dan kompensasi" Penulis
menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan.
Namun, inilah hasil maksimal yang dapat penulis lakukan. Kekurangan-
kekurangan, baik isi maupun redaksi, semata-mata karena keterbatasan
pengetahuan dan kemampuan penulis. Walaupun masih banyak kekurangan,
penulis tetap berharap semoga hasil makalah ini dapat bermanfaat bagi semua
pihak. Aamiin.
Serang, 22 nevember 2018
penulis
3. DAFTAR ISI
Kata Pengantar ......................................................................................... i
Daftar isi................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang.................................................................1
1.2 Rumusan masalah............................................................3
1.3 Tujuan penulisan.............................................................3
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Dan Fungsi Evaluasi Kinerja................................5
2.1.1 Pengertian evaluasi....................................................5
2.1.2 Fungsi evaluasi..........................................................6
2.1.3 Pengertian kinerja......................................................7
2.1.4 Pengertian evaluasi kinerja........................................9
2.1.5 Fungsi evaluasi kinerja..............................................11
2.1.6 Sasaran evaluasi kinerja ............................................12
2.1.7 Tujuan evaluasi kinerja .............................................14
2.2 HR Scorecard (pengukuran kinerja)........................................15
2.2.1 Pengertian human resources scorecard .....................15
2.2.2 Langkah-langkah pendekatan HRS ..........................16
2.2.3 Empat perspektif HRS..............................................18
2.3 Motivasi dan kepuasan kerja...................................................20
2.3.1 Pengertian motivasi kerja .........................................20
2.3.2 Tinjauan Teoritis tentang Kepuasan Kerja ...............22
2.3.3 Faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja .............23
2.4 Mengeloala potensi dan kecerdasan emosianal SDM.............23
2.4.1 Pengertian IESQ .......................................................23
2.4.2 Faktor yang mempengaruhi IESQ ............................27
4. 2.5 Membangun kapabilitas dan kompetensi SDM......................29
2.5.1 Pengertian kapabilitas SDM.....................................29
2.5.2 Pengertian kompetensi SDM....................................30
2.5.3 Mengembangkan kapabilitas SDM...........................31
2.6 Konsep audit kinerja dan pelaksanaan audit kinerja ...............32
2.6.1 Pengertian audit kinerja.............................................32
2.6.2 Maksud dan tujuan audit kinerja...............................33
2.6.3 Prosedur pelaksanaan audit kinerja ...........................33
2.6.4 Standar audit..............................................................39
BAB III PENUTUP
3.1 Simpulan.............................................................................41
Daftar pustaka..........................................................................................44
5. BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang masalah
Salah satu persoalan penting dalam pengelolaan sumber daya manusia
dalam organisasi asalah evaluasi kinerja SDM dan pemberian kompensasi.
Ketidak tepatan dalam melakuakan evaluasi kinerja akan berdampak pada
pemberian kompensasi yang pada akhirnya akan mempengaruhi perilaku dan
sikap karyawan, karyawan akan merasa tidak puas engan kompensasi yang
didapatehingga akan berdampak terbalikpada kineja karyawan yang menurun dan
bahkan karyawan akan mencoba mencari pekerjaan lain yang memberi
kompensasi baik. Hal ini cukup berbahaya bagi perusahaan apabilla pesaing
merekrut atau membajak karyawan yang merasa tidak puas tersebut karena dapat
membocorkan rahasia perusahaan atau organisasi.
Kompensasi dapat mempengaruhi keputusan mereka untuk melamar
sebuah pekerjaan, tetap bersama pekerjaan atau bekerja lebih produktif. Jika
dikelola secara pantas, gaji dapat menyebabkan karyawan mengurangi upaya
mereka untuk mencari pekerjaan alternatif, kompensasi mempengaruhi sikap dan
perilaku kerja karyawan ini adalah alasan yang mendorong untuk memastikan
bahwa sistem gaji dirancang dan dilaksanakan secara wajar dan adil. Evaluasi
kinerja pada dasarnya dilakukan untuk mengetahui sejauh mana kadar
profesionalisme karyawan serta seberapa tepat karyawan telah menjalankan
tugasnya.
Penilaian kinerja dimaksudkan untuk menilai dan mencari jenis
perlakuan yang tepat sehingga karyawan dapat bekembang lebih cepat sesuai
dengan harapan. Ketepatan karyawan dalam menjalankan fungsinya akan sangat
berpengaruh terhadap pencapaian kinerja organisasi secara keseluruhan.
Tidak sedikit diperusahaan-perusahaan swasta maupun negri yang
melakukan evaluasi kinerja karyawan yang kurang tepat, tidak sesuai dengan
situasi dan kondisi yang ada, pada akhirnya akan berdampak pada pemberian
kompensasi. Oleh karena itu, banyak para karyawan yang kinerjanya menurun dan
akhirnya harus mengundurkan diri karena kompensasi yang tidak sesuai. Dengan
6. adanya kasus seperti inilah bagi instansi pemerintahan, maupun perusahaan
swasta, evaluasi kinerja sangant berguna untuk menilai kuantitas, kualitas,
efisiensi perusahaan,motivasi para aparatur serta melakukan pengawasan dan
perbaikan. Kinerja aparatur yang optimal sangat diperlukan untuk meningkatkan
produktivitas dan menjaga kelangsungan hidup instansi ini. Setiap instansi tidak
akan pernah luput dari hal pemberian balas jasa atau kompensasi yang merupakan
salah satu masalah penting dalam menciptakan motivasi kerja aparatur, karena
untuk meningkatkan kinerja aparatur dibutuhkan pemenuhan kompensasi untuk
mendukung motivasi para aparatur. Dengan terbentuknya motivasi yang kuat,
maka akan membuahkan hasil atau kinerja yang baik sekaligus berkualiatas dari
pekerjaan yang dilakukannya.
Setiap perusahaan memiliki visi dan misi yang hendak dicapainya,
oleh karena itu setiap pemimpin dalam suatu perusahaan akan terus berusaha
untuk mencapai visi dan misi yang sudah direncanakan agar perusahaan yang
dipimpinnyatetap eksis dan berkembang yaitu melalui sumber daya manusia yang
dimiliki perusahaan. Untuk mencapai visi dan misi tersebut phak pimpinan
mengharapkan agar setiap karyawannya dapat meningkatkan kinerjanya.
Perusahaan dapat berkembang merupakan keinginan setiap individu
yang berada dalam perusahaan tersebut, sehingga diharapkan dengan
perkembangan tersebut perusahaan mampu bersaing dan mengikuti kemajuan
zaman. Karena itu, tujuan yang diharapkan perusahaan dapat tercapai dengan baik.
Kemajuan perusahaan dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan yang bersifat
eksternal dan internal. Sejauh mana tujuan perusahaan telah tercapai dapat dilihat
dari seberapa besar perusahaan memenuhi tuntutan lingkungannya. Memunuhi
tuntutan lingkungan berarti dapat memanfaatkan kesempatan dan atau mengatasi
tantangan atau ancaman dari lingkungan perusahaan tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang diatas dapat diambil rumusan masaah
sebagai berikut :
1. Apa pengertian evaluasi kinerja ?
2. Apa saja fungsi dari evaluasi kineja ?
7. 3. Apa yang dimaksud dengan human resources scorecard ?
4. Apa yang dimaksud dengan motivasi dan kepuasan kerja ?
5. Faktor apa saja yang dapat mempengaruhi motivasi dan kepuasan
kerja ?
6. Apa pengertian dari IESQ ?
7. Apa saja faktor yang dapat mempengaruhi IESQ ?
8. Apa pengertian dari kapabilitas dan kompetensi SDM ?
9. Apa pengertian dari audit kinerja ?
10. Bagaimana prosedur pelaksanaan audit kinerja ?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan evaluasi kinerja.
2. Untuk mengetahui fungsi evaluasi kinerja.
3. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan human resources
scorecard.
4. Untuk mengetahui apayang dimaksud dengan motivasi dan
kepuasan kerja.
5. Untuk mengetahui faktor yang dapat mempengaruhi motivasi dan
kepuasan kerja.
6. Untuk mengetahui apa yang dimaksud IESQ.
7. Untuk mengetahui faktor yang dapat mempegaruhi IESQ.
8. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan kapabilitas dan
kompetensi SDM.
9. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan audit kinerja.
10. Untuk mengetahui bagaimana prosedur pelaksanaan audit kinerja.
8. BAB II
PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN DAN FUNGSI EVALUASI KINERJA
2.1.1 Pengertian Evaluasi
Istilah Evaluasi dapat disamakan dengan penaksiran (appraisal),
pemberian angka (rating) dan penilaian (assesment). Evaluasi kinerja sangat
penting untuk menilai akuntabilitas organisasi dalam menghasilkan pelayanan
publik. Akuntabilitas bukan sekedar kemampuan menunjukkan bagaimana uang
publik dibelanjakan, akan tetapi meliputi apakah uang tersebut dibelanjakan
secara ekonomis, efektif, dan efisien.
Pendapat William N. Dunn, istilah evaluasi mempunyai arti yaitu: “Secara
umum istilah evaluasi dapat disamakan dengan penaksiran (appraisal), pemberian
angka (rating) dan penilaian (assessment), katakata yang menyatakan usaha untuk
menganalisis hasil kebijakan dalam arti satuan nilainya. Dalam arti yang lebih
spesifik, evaluasi berkenaan dengan produksi informasi mengenai nilai atau
manfaat hasil kebijakan” (Dunn, 2003:608).
Pengertian di atas menjelaskan bahwa evaluasi merupakan hasil kebijakan
dimana pada kenyataannya mempunyai nilai dari hasil tujuan atau sasaran
kebijakan. Bagian akhir dari suatu proses kerja adalah evaluasi kinerja. Evaluasi
kinerja membantu pimpinan untuk mengambil keputusan dalam suatu kebijakan,
nilai yang dihasilkan dari evaluasi membuat suatu kebijan bermanfaat bagi
pelayanan publik.
Evaluasi mempunyai karakteristik yang membedakannya dari
metodemetode analisis kebijakan lainnya yaitu:
1. Fokus nilai. Evaluasi berbeda dengan pemantauan, dipusatkan pada
penilaian menyangkut keperluan atau nilai dari sesuatu kebijakan dan
program.
9. 2. Interdependensi Fakta-Nilai. Tuntutan evaluasi tergantung baik ”fakta”
maupun “nilai”.
3. Orientasi Masa Kini dan Masa Lampau. Tuntutan evaluatif, berbeda
dengan tuntutan-tuntutan advokat, diarahkan pada hasil sekarang dan masa
lalu, ketimbang hasil di masa depan.
4. Dualitas nilai. Nilai-nilai yang mendasari tuntutan evaluasi mempunyai
kualitas ganda, karena mereka dipandang sebagai tujuan dan sekaligus cara.
(Dunn, 2003:608-609)
Berdasarkan penjelasan di atas, karakteristik evaluasi terdiri dari empat
karakter. Yang pertama yaitu fokus nilai, karena evaluasi adalah penilaian dari
suatu kebijakan dalam ketepatan pencapaian tujuan dan sasaran kebijakan. Kedua
yaitu interdependensi fakta-nilai, karena untuk menentukan nilai dari suatu
kebijakan bukan hanya dilihat dari tingkat kinerja tetapi juga dilihat dari bukti
atau fakta bahwa kebijakan dapat memecahkan masalah tertentu. Ketiga yaitu
orientasi masa kini dan masa lampau, karena tuntutan evaluatif diarahkan pada
hasil sekarang dan masa lalu sehingga hasil evaluasi dapat dibandingkan nilai dari
kebijakan tersebut. Keempat yaitu dualitas nilai, karena nilai-nilai dari evaluasi
mempunyai arti ganda baik rekomendasi sejauh berkenaan dengan nilai yang ada
maupun nilai yang diperlukan dalam mempengaruhi pencapaian tujuan-tujuan lain.
2.1.2 Fungsi Evaluasi
Evaluasi mempunyai beberapa fungsi yaitu :
a. Memberi informasi yang valid mengenai kinerja kebijakan, program dan
kegiatan, yaitu mengenai seberapa jauh kebutuhan, nilai dan kesempatan
telah dicapai. Dengan evaluasi dapat diungkapkan mengenai pencapaian
suatu tujuan, sasaran dan target tertentu.
b. Memberi sumbangan pada klarifiaksi dan kritik. Evaluasi memberi
sumbangan pada klarifikasi dan kritik terhadap nilai-nilai yang mendasari
tujuan dan target. Nilai diperjelas dengan mendefinisikan dan
mengoperasikan tujuan dan target.
c. Memberi sumbangan pada aplikasi metode analisis kebijakan, termasuk
perumusan masalah dan rekomendasinya. Informasi mengenai tidak
10. memadainya suatu kinerja kebijakan, program dan kegiatan memberikan
kontribusi bagi perumusan ulang kebijakan, program dan kegiatan.
Evaluasi dapat pula menyumbangkan rekomendasi bagi pendefinisian
alternatif kebijakan, yang bermanfaat untuk mengganti kebijakan yang
berlaku dengan alternatif kebijakan yang lain. (Tim Penyusun Modul
Sistem AKIP;2007)
Menurut pendapat di atas, fungsi evaluasi untuk memberi informasi yang
baik dan benar, kepada masyarakat. Memberi kritikan pada klarifikasi suatu
nilanilai dari suatu tujuan dan target, kemudian Membuat suatu metode kebijakan
untuk mencapai kinerja sehingga program dan kegiatan yang di evaluasi
memberikan kontribusi bagi perumusan ulang kebijakan suatu kegiatan dalam
organisasi atau instansi.
2.1.3 Pengertian Kinerja
Secara etimologi, kinerja berasal dari kata prestasi kerja (performance).
Sebagaimana dikemukakan oleh Mangkunegara (2005:67) bahwa istilah kinerja
berasal dari kata job performance atau actual performance (prestasi kerja atau
prestasi sesungguhnya yang dicapai seseorang) yaitu hasil kerja secara kualitas
dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya
sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
Menurut Notoatmodjo bahwa kinerja tergantung pada kemampuan
pembawaan (ability), kemampuan yang dapat dikembangkan (capacity), bantuan
untuk terwujudnya performance (help), insentif materi maupun nonmateri
(incentive), lingkungan (environment), dan evaluasi (evaluation). Kinerja
dipengaruhi oleh kualitas fisik individu (ketrampilan dan kemampuan, pendidikan
dan keserasian), lingkungan (termasuk insentif dan noninsentif) dan teknologi.
Definisi kinerja menurut A.A. Anwar Prabu Mangkunegara dalam
bukunya manajemen sumber daya perusahaan adalah : “Kinerja Karyawan
(prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh
seorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab
yang diberikan kepadanya”(Mangkunegara, 2000:67).
11. Berdasarkan definisi di atas maka disimpulkan bahwa kinerja Sumber
Daya Manusia adalah prestasi kerja atau hasil kerja baik kaulitas maupun
kuantitas yang dicapai Sumber Daya Manusia persatuan periode waktu dalam
melaksanakan tugas kerjanya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan
kepadanya.
Selanjutnya A. A. Prabu Mangkunegara mengemukakan tujuan dari pelaksanaan
manajemen kinerja, bagi para pimpinan dan manajer adalah :
a. Mengurangi keterlibatan dalam semua hal;
b. Menghemat waktu, karena para pegawai dapat mengambil berbagai keputusan
sendiri dengan memastikan bahwa mereka memiliki pengetahuan serta pemahaman yang
diperlukan untuk mengambil keputusan yang benar
c. Adanya kesatuan pendapat dan menguarangi kesalahpahaman diantara pegawai
tentang siapa yang mengerjakan dan siapa yang bertanggungjawab;
d. Mnegurangi frekuensi situasi dimana atasan tidak memiliki informasi pada saat
dibutuhkan;
e. Pegawai mampu memperbaiki kesalahannya dan mengidentifikasikan sebab-
sebab terjadinya kesalahan atau inefesiensi.
Adapun tujuan pelaksanaan manajemen kinerja bagi para pegawai adalah :
a. Membantu para pegawai untuk mengerti apa yang seharusnya mereka kerjakan
dan mengapa hal tersebut harus dikerjakan serta memberikan kewenangan dalam
mengambil keputusan;
b. Membarikan kesempatan bagi para pegawai untuk mengembangkan keahlian
dan kemampuan baru;
c. Mengenali rintangan-rintangan peningkatan kinerja dan kebutuhan sumber
daya yang memadai;
d. Pegawai memperoleh pemahaman yang lebih baik mengenai pekerjaan dan
tanggungjawa kerja mereka. (Mangkunegara, 2005:20
12. Berdasarkan definisi dan tujuan-tujuan yang dikemukakan oleh Mangkunegara,
maka manajemen kinerja adalah suatu proses perencanaan dan pengendalian kerja para
aparatur dalam melaksanakan pekerjaannya, dalam tujuan Mangkunegara berbicara
tentang bagaimana adanya pehaman antara pimpinan dan bawahan dalam menyelesaikan,
mengambil keputusan dan mendapatkan pemahaman yang baik tentang pekerjaan dan
tanggung jawab.
2.1.4 Pengertian Evaluasi Kinerja
Evaluasi kinerja disebut juga “Performance evaluation” atau
“Performance appraisal”. Appraisal berasal dari kata Latin “appratiare” yang
berarti memberikan nilai atau harga. Evaluasi kinerja berarti memberikan nilai
atas pekerjaan yang dilakukan oleh seseorang untuk diberikan imbalan,
kompensasi atau penghargaan. Evaluasi kinerja merupakan cara yang paling adil
dalam memberikan imbalan atau penghargaan kepada pekerja. Setiap orang pada
umumnya ingin berprestasi dan mengharapkan prestasinya diketahui dan dihargai
oarang lain. Leon C. Mengginson mengemukakan evaluasi kinerja atau penilaian
prestasi adalah “penilaian prestasi kerja (Performance appraisal), suatu proses
yang digunakan pimpinan untuk menentukan apakah seseorang karyawan
melakukan pekerjaannya sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya.” (Dalam
Mangkunegara, 2005:10).
Berdasarkan pendapat di atas, maka evaluasi kinerja merupakan suatu
proses penilaian kinerja aparatur yang dilakukan untuk melihat tanggung jawab
pekerjaannya setiap hari apakah terjadi peningkatan atau penurunan sehingga
pemimpin bisa memberikan suatu motivasi penunjang untuk melihat kinerja
aparatur kedepannya. Evaluasi harus sering dilakukan agar masalah yang di
hadapi dapat diketahui dan dicari jalan keluar yang baik.
Evaluasi kinerja yang dikemukakan Payaman J. Simanjuntak adalah “suatu
metode dan proses penilaian pelaksanaan tugas (performance) seseorang atau
sekelompok orang atau unit-unit kerja dalam satu perusahaan atau organisasi
sesuai dengan standar kinerja atau tujuan yang ditetapkan lebih dahulu.”
(Simanjuntak, 2005:103).
13. Berdasarkan pengertian tersebut maka evaluasi kinerja merupakan suatu
proses yang digunakan oleh pimpinan untuk menentukan prestasi kerja seorang
karyawan dalam melakukan pekerjaannya menurut tugas dan tanggung jawabnya.
Berdasarkan pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa evaluasi
kinerja adalah penilaian yang dilakukan secara sistematis untuk mengetahui hasil
pekerjaan karyawan dan kinerja organisasi. Selain itu, juga untuk menentukan
kebutuhan pelatihan kerja secara tepat, memberikan tanggung jawab yang sesuai
kepada karyawan sehingga dapat melaksanakan pekerjaan yang lebih baik di masa
mendatang dan sebagai dasar untuk menentukan kebijakan dalam hal promosi
jabatan atau penentuan imbalan.
2.1.5 Fungsi evaluasi kinerja
Fungsi evaluasi kinerja yang dikemukakan Wirawan (2009) sebagai
berikut :
1. Memberikan balikan kepada aparatur ternilai mengenai kinerjanya. Ketika
merekrut pegawai (ternilai), aparatur harus melaksanakan pekerjaan yang
ditugaskan kepadanya sesuai dengan uraian tugas, prosedur operasi, dan
memenuhi standar kinerja.
2. Alat promosi dan demosi. Hampir disemua sistem evaluasi kinerja, hasil
evaluasi digunakan untuk mengambil keputusan memberikan promosi
kepada aparatur ternilai yang kinerjanya memenuhi ketentuan pembarian
promosi. Promosi dapat berupa kenaikan gaji, pemberian bonus atau
komisi, kenaikan pangkat atau menduduki jabatan tertentu. Sebaliknya,
jika kinerja aparatur ternilai tidak memenuhi standar atau buruk, instansi
menggunakan hasilnya sebagai dasar untuk memberikan demosi berupa
penurunan gaji, pangkat atau jabatan aparatur ternilai.
14. 3. Alat memotivasi ternilai. Kinerja ternilai yang memenuhi standar, sangat
baik, atau superior, evaluasi kinerja merupakan alat untuk memotivasi
kinerja aparatur. Hasil evaluasi dapat digunakan instansi untuk memotivasi
aparatur agar mempertahankan kinerja yang superior dan meningkatkan
kinerja baik atau sedang.
4. Penentuan dan pengukuaran tujuan kinerja. Sistem evaluasi kinerja yang
menggunakan prinsip manajemen by objectives, evaluasi kinerja dimulai
dengan menentukan tujuan atau sasaran kerja aparatur ternilai pada awal
tahun.
5. Konseling kinerja buruk. Evaluasi kinerja, tidak semua aparatur mampu
memenuhi standar kinerjanya atau kinerjanya buruk. Hal itu mungkin
karena ia menghadapi masalah pribadi atau ia tidak berupaya
menyelesaikan pekerjaannya secara masksimal. Bagi aparatur seperti ini
penilai akan memberikan konseling mengenai penyebab rendahnya kinerja
ternilai dan mengupayakan peningkatan kinerja ditahun mendatang.
Konseliang dapat dilakukan sebelum evaluasi kinerja jika atasan dapat
mengetahui kelambanan aparatur.
6. Pemberdayaan aparatur. Evaluasi kinerja merupakan alat untuk
memberdayakan aparatur agar mampu menaiki tangga atau jenjang karier.
Evaluasi kinerja menentukan apakah kinerja aparatur dapat dipergunakan
sebagai ukuran untuk meningkatkan kariernya. (Wirawan, 2009:24)
Berdasarkan fungsi di atas, evaluasi kinerja merupakan alat yang di
gunakan oleh instansi pemerintahan atau organisasi tertentu untuk menilai kinerja
para aparatur yang lamban. Evaluasi kinerja untuk memotivasi para aparatur untuk
meningkatkan kinerjanya, pemberian konseling membantu para aparatur untuk
mencegah kinerja yang terlalu lamban sehingga sebelum di adakan evaluasi
kinerja para pemipin sudah lebih dulu menjalankan konseling untuk mengadakan
perbaikan pada waktu mendatang. Evaluasi kinerja merupakan alat motivasi bagi
para aparatur untuk menaikan standar kerja mereka, selain sebagai alat untuk
memotivasi, evaluasi kinerja juga untuk mengukur tujuan kerja serta
memberdayakan para aparatur.
15. 2.1.6 Sasaran Evaluasi Kinerja
Sasaran-sasaran evaluasi kinerja Aparatur yang dikemukakan Agus
Sunyoto (1999) dalam bukunya Kualitas Kinerja Aparatur (edisi kelima) sebagai
berikut :
1. Membuat analisis kinerja dari waktu yang lalu secara berkesinambungan
dan periodik, baik kinerja aparatur maupun kinerja organisasi.
2. Membuat evaluasi kebutuhan pelatihan dari para aparatur melalui audit
keterampilan dan pengetahuan sehingga dapat mengembangkan
kemampuan dirinya. Atas dasar evaluasi kebutuhan pelatihan itu dapat
menyelenggarakan program pelatihan dengan tepat.
3. Menentukan sasaran dari kinerja yang akan datang dan memberikan
tanggung jawab perorangan dan kelompok sehingga untuk periode yang
selanjutnya jelas apa yang harus diperbuat oleh karyawan, mutu dan baku
yang harus dicapai, sarana dan prasaranan yang diperlukan untuk
meningkatkan kinerja karyawan.
4. Menemukan potensi karyawan yang berhak memperoleh promosi, dan
kalau mendasarkan hasil diskusi antara karyawan dan pimpinannya itu
untuk menyusun suatu proposal mengenai sistem bijak (merit system) dan
sistem promosi lainnya, seperti imbalan (reward system recommendation).
(Sunyoto, 1999:1)
Berdasarkan sasaran di atas, evaluasi kinerja merupakan sarana untuk
memperbaikai mereka yang tidak melakukan tugasnya dengan baik di dalam
organisasi. Banyak organisasi berusaha mencapai sasaran suatu kedudukan yang
terbaik dan terpercaya dalam bidangnya. Kinerja sangat tergantung dari para
pelaksananya, yaitu para karyawannya agar mereka mencapai sasaran yang telah
ditetapkan oleh organisasi dalam corporate planningnya. Perhatian hendaknya
ditujukan kepada kinerja, suatu konsepsi atau wawasan bagaimana kita bekerja
agar mencapai yang terbaik.
Hal ini berarti bahwa kita harus dapat memimpin orang-orang dalam
melaksanakan kegiatan dan membina mereka sama pentingnya dan sama
berharganya dengan kegiatan organisasi. Jadi, fokusnya adalah kepada kegiatan
16. bagaimana usaha untuk selalu memperbaiki dan meningkatkan kinerja dalam
melaksanakan kegiatan sehari-hari. Untuk mencapai itu perlu diubah cara bekerja
sama dan bagaimana melihat atau meninjau kinerja itu sendiri. Dengan demikian
pimpinan dan karyawan yang bertanggung jawab langsung dalam pelaksanaan
evaluasi kinerja harus pula dievaluasi secara periodik.
2.1.7 Tujuan Evaluasi Kinerja
Evaluasi kinerja merupakan sistem formal yang digunakan untuk
mengavaluasi kinerja pegawai secara periodik yang ditentukan oleh organisasi,
adapun tujuan dari evaluasi kinerja menurut (Ivancevich, 1992) antara lain :
1. Pengembangan Dapat digunakan untuk menentukan pegawai yang perlu
dtraining dan membantu evaluasi hasil training. Dan juga dapat membantu
pelaksanaan Conseling antara atasan dan bawahan sehingga dapat dicapai
usaha-usaha pemecahan masalah yang dihadapi pegawai.
2. Pemberian Reward Dapat digunnakan untuk proses penentuan kenaikan
gaji, insentif dan promosi. Berbagai organisasi juga menggunakan untuk
membarhentikan pegawai.
3. Motivasi Dapat digunakan untuk memotivasi pegawai, mengembangkan
inisiatif, rasa tanggungjawab sehingga mereka terdorong untuk
meningkatkan kinerjanya.
4. Perencanaan SDM Dapat bermanfaat bagi pengembangan keahlian dan
keterampilan serta perencanaan SDM.
5. Kompensasi Dapat memberikan informasi yang digunakan untuk
menentukan apa yang harus diberikan kepada pegawai yang berkinerja
tinggi atau rendah dan bagaimana prinsip pemberian kompensasi yang adil.
6. Komunikasi Evaluasi merupakan dasar untuk komunikasi yang
berkelanjutan antara atasan dan bawahan menyangkut kinerja pegawai.
17. Berdasarkan pendapat di atas, sistem evaluasi kinerja sebagaimana yang
dikembangkan di atas sangat membantu sebuah manajemen kerja baik instansi
pemerintah maupun swasta untuk memperbaiki kinerja pegawai yang kuarang
maksimal, tujuan evaluasi kinerja ini untuk membangun semangat kerja para
pegawai dan mempertahankan kinerja yang baik dan memperbaiki komuniasi
kerja.
2.2 HUMAN RESOURCES SCORECARD
2.2.1 Pengertian Human Resources Scorecard
Human Resource Scorecard, sebuah bentuk pengukuran Human
Resources yang mencoba memperjelas peran sumber daya manusia sebagai
sesuatu yang selama ini dianggap intangible untuk diukur perannya terhadap
pencapaian misi, visi dan strategi perusahaan.“What Gets Measured, Get
Managed, Gets Done”, itulah dasar pemikiran dari konsep HR Scorecard.
Becker, Huselid dan Ulrich (2001) telah mengembangkan suatu sistem
pengukuran yang dinamakan Human Resource (HR) Scorecard. Pengukuran ini
merupakan pengembangan dari konsep Balanced Scorecard, dimana
pengukuran Human Resource Scorecard lebih menfokuskan pada kegiatan SDM
atau menilai kontribusi strategic yang terdiri dari 3 (tiga) dimensi rantai nilai yang
diwakili oleh Fungsi SDM, Sistem SDM, dan perilaku karyawan yang strategik.
Human Resource Scorecard, merupakan salah satu mekanisme yang secara
komprehensif mampu mengambarkan dan mengukur bagaimana sistem
pengelolaan SDM dapat menciptakan value atau kontribusi bagi organisasi.
Becker et.al (2001) mengungkapkan beberapa manfaat HR Scorecard bagi
perusahaan sebagai berikut :
1. Memperjelas perbedaan antara HR Doables (kinerja) SDM yang tidak
mempengaruhi implementasi strategi perusahaan dengan HRD
Deliverable (kinerja SDM yang mempunyai pengaruh terhadap
implementasi strategi perusahaan).
18. 2. Menyeimbangkan proses penciptaan nilai (HR Value proposition)
dengan pengendalian biaya disatu sisi dan investasi yang diperlukan
disisi lainnya.
3. Menggunakan leading indikator (indikator yang menilai status faktor
kunci kesuksesan yang mendorong implementasi strategi perusahaan).
Model SDM strategik memberi kontribusi yang menghubungkan
keputusan SDM dan sistim dengan HR Deliverable, dimana
mempengaruhi key performance driver dalam implementasi strtaegi
perusahaan (misalnya: kepuasan pelanggan atau fokus peningkatan
kompetensi karyawan).
4. Menilai kontribusi SDM terhadap implementasi strategi.
5. Mengarahkan profesional SDM secara aktif mengelola tanggung jawab
terhadap implementasi strategi perusahaan.
6. Mendukung perubahan dan fleksibilitas.
2.2.2 Langkah-Langkah Pendekatan Human Resources Scorecard
Model 7 (tujuh) langkah dalam merancang suatu system
pengukuran Human Resource Scorecard, yaitu :
1) Mendefinisikan strategi bisnis perusahaan dengan jelas.
Sebelum membangun strategi pengembangan SDM yang perlu
dilaksanakan adalah mengklarifikasi kembali kebijakan dan strategi
pengembangan perusahaan secara keseluruhan. Pertanyaan-pertanyaan
yang berkaitan dengan bagaimana perusahaan perusahaan menciptakan
nilai, strategi-strategi apa yang dapat membuat perusahaan sukses, ukuran-
ukuran apa yang bias menunjukkan kesuksesan perusahaan harus sudah
terformulasi dengan jelas dan sudah terkomunikasikan dengan baik
keseluruh lapisan karyawan atau Organisasi. Departemen SDM sebagai
bagian dari perusahaan, mutlak dalam mengembangkan strateginya harus
mengacu pada arah dan strategi yang telah ditetapkan perusahaan. Jadi
strategi bisnis harus diklarifikasi dengan terminology yang detail dan dapat
dilaksanakan oleh pelakunya.
19. Kuncinya adalah membuat sasaran perusahaan dimana karyawan
memahami peran mereka dan organisasi mengetahui bagaimana mengukur
kesuksesan meraka (kinerja karyawan) dalam mencapai sasaran tersebut
2) Membangun kasus bisnis untuk SDM sebagai sebuah modal strategis.
Professional SDM perlu membangun kasus bisnis untuk mengetahui
mengapa dan bagaimana SDM dapat mendukung pencapaian strategi
tersebut. Departemen SDM dapat menjadi model strategi, apalagi bila
manager lini dan manager SDM mau berbagi tanggung jawab dalam poses
implementasi strategi tersebut. Dalam proses perumusan kasus bisnis,
perlu dilakukan suatu observasi pendahuluan untuk menyusun
rekomendasi yang akan diberikan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
kesuksesan perusahaan pada akhirnya bagaimana oraganisasi
mengeksekusi strateginya secara efektif, bukan sekedar isi dari strategi itu
sendiri.
3) Menciptakan Peta Strategi.
Setiap organisasi dalam memenuhi kebutuhan pelaksanaan selalu
melakukan serangkaian aktivitas spesifik yang bila digambarkan akan
membentuk suatu proses rantai penciptaan nilai. Proses penciptaan nilai
bagi pelanggan inilah yang disebut dengan model rantai nilai, meski belum
terartikulasi sepenuhnya. Peta strategi membagi proses penciptaan nilai
menjadi empat pespektip, yaitu pertumbuhan dan pembelajaran, proses
internal, pelanggan dan financial.
4) Mengindentifikasikan HR Deliverable dalam Peta Strategi.
Peran strategis departemen SDM terjadi ketika terjadi titik temu antara
strategi bisnis perusahaan dengan programprogram yang dijalankan oleh
department SDM. Semakin sering titik temu diantara keduanya terjadi,
maka semakin strtaegis pula peran SDM dalam perusahaan tersebut..Untuk
merealisasikan hal ini, para professional di departemen SDM harus mampu
memahami aspek bisnis perusahaan secara keseluruhan. Bila hal ini tidak
terpenuhi, para manajer dari fungsi lain tidak akan menghargai kebijakan
yang diambil oleh departemen SDM. Berdasarkan strategi perusahaan,
department SDM kemudian membuatHR Deliverables yang dirancang
20. untuk mendukung realisasi dari strategi dan kinerja perusahaan seperti apa
yang memerlukan kompetensi, reward dan tugas organisasi yang tepat.
5) Menyelaraskan Arsitektur SDM dengan HR Deliverables.
Setelah HR Deliverables ditentukan, maka tahap selanjutnya adalah
menyesuaikan HR Deliverables tersebut dengan arsitektur SDM yang
dimilki oleh departemen SDM yakni Fungsi, Sistem, dan Perilaku
karyawan.
6) Merancang Sistim Pengukuran Strategik.
Setelah tercipta keselarasan antara HR Deliverables dengan arsitektur
SDM, maka langkah selanjutnya adalah menetapkan ukuran-ukuran
strategis (key performance indicator) untuk tiap HR Deliverables. Dalam
proses penyusunan HR Scorecard, HR deliverabalesmerupakan sasaran
strategis yang harus dicapai oleh departemen SDM.
7) Mengelola Implementasi melalui pengukuran
Setelah HR Scorecard dikembangkan berdasarkan prinsip yang
digambarkan dalam model diatas, hasilnya menjadi alat yang sangat
berguna untuk menjaga skor pengaruh SDM terhadap kinerja organisasi.
2.2.3 Empat Perspektif Human Resources Scorecard
1. Perspektifkeuangan (Financial).
Perusahaan menggariskan kebijakan untuk mulai mendapatkan laba
bersih positiftahun berikutnya. Untuk itu perusahaan menetapkan target positif
atas ROE (Return on Equity). Target atas ROE ini menjadi muara perhatian dari
perspektif-perspektif yang lain.
Untuk mencapai ROE yang ditargetkan maka perusahaan harus
meningkatkan pendapatan dan melakukan manajemen biaya serta kas yang
efektif. Peningkatan pendapatan dilakukan melalui perluasan sumber-sumber
pendapatan dari pelanggan saat ini dan pengenalan produk-produk baru.
Sementara itu, manajemen biaya serta kas sangat terkait dengan proses internal
perusahaan. Untuk itu ada 7 ukuran dalam perspektif finansial yaitu: Collection
Period, Operating Cost, Profitability, Investment, dan ROE.
21. 2. Perspektifpelanggan (Customer).
Untuk mempertahankan pelanggan saat ini, maka diperlukan
penjualan yang efektif, pelayanan yang memuaskan, dan retensi pelanggan.
Dalam rangka pengenalan produk baru dibutuhkan investasi yang memadai
untuk proses penciptaan produk tersebut. Karenanya dalam perspektif
pelanggan perusahaan menggunakan ukuran-ukuran sebagai berikut: Number of
Sales Calls, Number of Quotation, Number of Quotation Value, Hit Rate, Loss
Sales, Number of Promotion Event, Promotion Budget, Customer Satisfaction
Index, Number of Complaint, Number of Customer, Number of New
Customer, dan Number of Repeated Order.
3. Perspektifprosesbisnis internal (Internal Business Process).
Terwujudnya pelayanan yang memuaskan (first class service) untuk
bisnisperusahaan, yang bergerak dalam bidang manifacturing product, sangat
ditentukan oleh: ketersediaan bahan baku, mutu produk, dan dukungan dari
teknologi untuk produksi. Penciptaan produk baru tidak hanya membutuhkan
investasi yang memadai saja, tetapi yang paling penting adalah bagaimana
perkembangan teknologi dapat diikuti dan diadopsi oleh perusahaan. Untuk
mendukung program efektifitas maka perusahaan dituntut untuk menjalankan
operasi secara efektif. Garis kebijakan ini harus melandasi proses operasi
perusahaan. Dalam rangka hal-hal tersebut di muka maka ukuran yang dipilih
untuk perspektif internal adalah: On Time Service Delivery Percentage, Solved
Complaint danNumber of New Product.
4. Perspektifpembelajaran dan pertumbuhan (Learning And Growth).
Perspektif terakhir dalam scorecard perusahaan adalah perspektif
pembelajaran dan pertumbuhan yang menyediakan dasar-dasar yang
memungkinkan bagi ukuran-ukuran di ketiga perspektif sebelumnya dapat
tercapai. Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan (yang terdiri tiga kategori
utama, yaitu: kapabilitas pekerja, kapabilitas sistem informasi, dan motivasi,
pemberdayaan, dan keselarasan) menciptakan infrastruktur bagi pencapaian
sasaran pada ketiga perspektif sebelumnya, yakni perspektif keuangan,
22. pelanggan, dan proses bisnis internal. Ketiadaan kategori kapabilitas sistem
informasi dalam perspektif karyawan pada perusahaan ini dapat menyebabkan
para pekerja bekerja tidak efektif. Hal ini karena untuk dapat bersaing dalam
lingkungan kompetitif dunia bisnis dewasa ini, perlu didapat banyak informasi
mengenai pelanggan, proses internal bisnis, dan konsekuensi finansial
keputusan perusahaan. Syarat penting untuk mencapai target dari seluruh
ukuran tersebut adalah peningkatan produktivitas para pekerja. Tanpa adanya
hal ini, maka adalah sangat sulit mencapai target-target perusahaan. Untuk
mengukur produktivitas iniperusahaan menggunakan ukuran-ukuran sebagai
berikut: Number of Skilled Employee, Number of Training Days, Number of
Trained People, Training Investment, Number of idea, Number of Warning
Letter, Employee Satisfaction Index, Employee Turn Over,dan Revenue per
Employee.
2.3 MOTIVASI DAN KEPUASAN KERJA
2.3.1 Pengertian Motivasi Kerja
Motivasi menurut Luthans (1992) berasal dari kata latin movere, artinya
“bergerak”. Motivasi merupakan suatu proses yang dimulai dengan adanya
kekurang psikologis atau kebutuhan yang menimbulkan suatu dorongan dengan
maksud mencapai suatu tujuan atau insentif. Pengertian proses motivasi ini dapat
difahami melalui hubungan antara kebutuhan, dorongan dan insentif (tujuan).
Motivasi di dalam dunia kerja adalah sesuatu yang dapat menimbulkan
semangat atau dorongan kerja. Menurut As’ad (2004) motivasi kerja dalam
psikologi karya biasa disebut pendorong semangat kerja. Kuat dan lemahnya
motivasi seseorang tenaga kerja ikut menentukan besar kecilnya prestasinya.
Motivasi kerja seseorang dapat bersifat proaktif atau reaktif. Pada motivasi
kerja yang proaktif seseorang akan berusaha meningkatkan kemampuan-
kemampuannya sesuai dengan yang dituntut oleh pekerjaannya atau akan
berusaha untuk mencari, menemukan atau menciptakan peluang di mana ia akan
menggunakan kemampuan-kemampuannya untuk dapat berprestasi yang tinggi.
23. Sebaliknya, motivasi kerja yang bersifat reaktif, cenderung menunggu upaya atau
tawaran dari lingkungannya.
Motivasi kerja merupakan pemberian dorongan. Pemberian dorongan ini
dimaksudkan untuk mengingatkan orang-orang atau karyawan agar mereka
bersemangat dan dapat mencapai hasil sesuai dengan tuntutan perusahaan. Oleh
karena itu seorang manajer dituntut pengenalan atau pemahaman akan sifat dan
karateristik karyawannya, suatu kebutuhan yang dilandasi oleh motif dengan
penguasaan manajer terhadap perilaku dan tindakan yang dibatasi oleh motif,
maka manajer dapat mempengaruhi bawahannya untuk bertindak sesuai dengan
keinginan organisasi.
Menurut Martoyo (2000) motivasi kinerja adalah sesuatu yang
menimbulkan dorongan atau semangat kerja. Menurut Gitosudarmo dan Mulyono
(1999) motivasi adalah suatu faktor yang mendorong seseorang untuk melakukan
suatu perbuatan atau kegiatan tertentu, oleh karena itu motivasi sering kali
diartikan pula sebagai faktor pendorong perilaku seseorang. Setiap tindakan yang
dilakukan oleh seorang manusia pasti memiliki sesuatu faktor yang mendorong
perbuatan tersebut. Motivasi atau dorongan untuk bekerja ini sangat penting bagi
tinggi rendahnya produktivitas perusahaan.
Tanpa adanya motivasi dari para karyawan atau pekerja untuk bekerja
sama bagi kepentingan perusahaan maka tujuan yang telah ditetapkan tidak akan
tercapai. Sebaliknya apabila terdapat motivasi yang besar dari para karyawan
maka hal tersebut merupakan suatu jaminan atas keberhasilan perusahaan dalam
mencapai tujuannya.
Motivasi atau dorongan kepada karyawan untuk bersedia bekerja bersama
demi tercapainya tujuan bersama ini terdapat dua macam, yaitu:
1. Motivasi finansial, yaitu dorongan yang dilakukan dengan memberikan
imbalan finansial kepada karyawan. Imbalan tersebut sering disebut
insentif.
2. Motivasi nonfinansial, yaitu dorongan yang diwujudkan tidak dalam
bentuk finansial/ uang, akan tetapi berupa hal-hal seperti pujian,
penghargaan, pendekatan manusia dan lain sebagainya.
24. 2.3.2 Tinjauan Teoritis tentang Kepuasan Kerja
Pada kesempatan ini dikemukan beberapa pendapat para ahli mengenai
pengertian kepuasan kerja diantaranya apa yang dikemukakan Robbins (2001)
bahwa kepuasan kerja adalah sikap suatu umum terhadap suau pekerjaan
seseorang, selisih antara banyaknya ganjaran yang diterima seorang pekerja dan
banyaknya yang mereka yakini seharusnya mereka terima. Pendapat lain bahwa
kepuasaan kerja merupakan suatu sikap yang dimiliki oleh para individu
sehubungan dengan jabatan atau pekerjaan mereka (Winardi.1992). juga
pendapatSiagian (1999) bahwa kepuasan kerja merupakan suatu cara pandang
seorang yang bersifat positif maupun negatif tentang pekerjaannya. Pendapat lain
bahwa kepuasan kerja yaitu keadaan emosional yang meyenangkan dan yang
tidak menyenangkan dengan mana para pegawai memandang pekerjaan mereka.
Kepuasan kerja ini mencerminkan perasaan seseorang terhadap pekerjaannya
(Handoko.2000). selain itu pendapat Indrawidjaja (2000) bahwa kepuasan kerja
secara umum menyangkut sika seseorang mengenai pekerjaannya. Karena
menyangkut sikap, maka pengertian kepuasan kerja menyangkut berbagai hal
seperti kognisi, emosi dan kecendrungan perilaku seseorang.
2.3.3 Faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja
1) Gaji dan upah yang diterima ( Jumlah gaji atau upah yang diterima dan
kelayakan imbalan tersebut)
2) Pekerjaan (Tugas Pekerjaan dianggap menarik dan memberikan peluang
untuk belajar dan menerima tanggung jawab).
3) Peluang promosi.( Terjadinya peluang untuk mencapai kemajauan dalam
jabatan).
4) Supervisor (Kemampuan untuk menunjukkan perhatian terhadap para
pegawai/karyawan)
25. 5) Para rekan sekerja. (dimana rekan sekerja bersikap bersahabat, kompeten,
saling Bantu membantu, dan berkomitmen untuk mencapai misi dan visi
organisasi.
2.4 MENGELOLA POTENSI DAN KECERDASAN EMOSIONAL SDM
2.4.1 Pengertian IESQ
1. IQ (Intelligence Quotients)
Ialah istilah kecerdasan manusia dalam kemampuan untuk menalar, perencanaan
sesuatu, kemampuan memecahkan masalah, belajar, memahaman gagasan,
berfikir, penggunaan bahasa dan lainnya. Anggapan awal bahwa IQ adalah
kemampuan bawaan lahir yang mutlak dan tak dapat berubah adalah salah, karena
penelitian modern membuktikan bahwa kemampuan IQ dapat meningkat dari
proses belajar.
Kecerdasan ini pun tidaklah baku untuk satu hal saja, tetapi untuk banyak hal,
contohnya ; seseorang dengan kemampuan mahir dalam bermusik, dan yang
lainnya dalam hal olahraga. Jadi kecerdasan ini dari tiap - tiap orang tidaklah
sama, tetapi berbeda satu sama lainnya.
Menurut Laurel Schmidt dalam bukunya Jalan pintas menjadi 7 kali lebih
cerdas ( Dalam Habsari 2004 : 3) membagi kecerdasan dalam tujuh macam, antara
laian adalah sebagai berikut:
1. Kecerdasan fisual / spesial ( kecerdasan gambar) : profesi yang cocok
untuk tipe keceerdasan ini antra lain arsitak, seniman, designer mobil,
insinyaur,designer graffis, komp[uterr, kartunis,perancang intrior dan
ahli fotografi.
2. Kecerdasan veerbal / linguistik ( kecerdasan Berbicara): Profesi yang
cocok baagi mereka yang memiliki kecerdasan ini antara lain:
pengarang atu menulis,guru.penyiar radio,peeemandu acara ,presenter,
pengacara, penterjemah,pelawak.
3. Kecerdasan musik: Profesi yang cocok bagi yang memiliki ini adalah
peenggubah lagu, pemusik, penyaanyi, disc jokey, guru seni suara,
26. kritikus musik, ahli terapi musik, audio mixier( pemandu suara dan
bunyi).
4. Kecerdasan logis / matematis ( Kecerdasan angka); Profesi yang cocol
bagi mereka yang memiliki kecerdasan ini adalah ahli metematika ,ahli
astronomi,ahli pikir, ahli forensik, ahli tata kota , penaksir kerugian
asuransi,pialang saham, analis sistem komputer,ahli gempa.
5. Kecerdasan interpersonal ( cerdas diri ).Profesi yang cocok bagi mereka
yang memiliki kecerdasan ini adalah ulama,pendeta,guru,pedagang ,
resepsionis ,pekerja sosial,pekerja panti asuhan, perantara
dagang,pengacara, manajer konvensi, ahli melobi, manajer sumber daya
manusia.
6. Kecerdasan intrapersonal ( ceeerdas bergaul ): profesi yang cocok bagi
mereka yang memiliki kecerdasan ini adalah peeliti, ahli kearsipan, ahli
agama, ahli budaya, ahli purbakala, ahli etika kedokteran.
2. EQ (Emotional Quotients)
Kecerdasan emosional adalah kemampuan pengendalian diri
sendiri,semangat, dan ketekunan, serta kemampuan untuk memotivasi diri
sendiri dan bertahan menghadapi frustrasi, kesanggupan untuk
mengendalikan dorongan hati dan emosi, tidak melebih-lebihkan
kesenangan, mengatur suasana hati dan menjaga agar beban stress tidak
melumpuhkan kemampuan berpikir, untuk membaca perasaan terdalam
orang lain (empati) dan berdoa, untuk memelihara hubungan dengan sebaik-
baiknya, kemampuan untuk menyelesaikan konflik, serta untuk memimpin
diri dan lingkungan sekitarnya.
Daniel Goleman didalam buku kecerdasan emosi memberi tujuh kerangka
keja kecakapan ini, yaitu:
1. Kecakapan pribadi yaitu kecakapan dalam mengelola diri sendiri.
27. 2. Kesadaran diri yaitu bentuk kecakapan utuk mengetahui kondisi diri
sendiri dan rasa percaya diri yang tinggi.
3. Pengaturan diri : yaitu bentuk kecakapan dalam mengendalikaan diri
dan mengembangkan sifat dspst dipercaya , kewaspadaan , adaptabilitas,
dan inovasi.
4. Motivasi : yaitu bentuk kecakapan untuk meraih prestasi , berkomitmen,
berinisiatif, dan optimis.
5. Kecakapan sosial yaitu bentuk kecakapan dalam menentukan seseorang
harus menangani suatu hubungan.
6. Empati : yaitu bentuk kecakapan untuk memahami orang lain,
berorientasi pelayanan dengan mengambangakan orang lain. Mengatasi
keragmana orang lain dan kesadaran politis.
7. Ketrampilan sosial: Yaitu betuk kecakapan dalam menggugah
tenggapan yangdikrhendaki pada orang lain . kecakapan ni meliputi
pengaruh , komunikasi, kepemimpinan, katalisatorperubahan,
manajemen konflik, pengikat jaringan, kolaboradi dan kooperasi serta
kemampuan tim.
3. SQ (Spiritual Quotients)
Perlu dipahami bahwa SQ tidak mesti berhubungan dengan agama,
Kecerdasan spiritual (SQ) adalah kecerdasan jiwa yang dapat membantu
seseorang membangun dirinya secara utuh. SQ tidak bergantung pada budaya atau
nilai. Tidak mengikuti nilai-nilai yang ada, tetapi menciptakan kemungkinan
untuk memiliki nilai-nilai itu sendiri. kecerdasan spiritual adalah kecerdasan yang
berasal dari dalam hati, menjadikan kita kreatif ketika kita dihadapkan pada
masalah pribadi, dan mencoba melihat makna yang terkandung di dalamnya, serta
menyelesaikannya dengan baik agar memperoleh ketenangan dan kedamaian hati.
Kecerdasan spiritual membuat individu mampu memaknai setiap kegiatannya
sebagai ibadah, demi kepentingan umat manusia dan Tuhan yang sangat
dicintainya.
28. Menurut DamitriMhayana dalam Habsari ,2004. Ciri-ciri seseorang yang
memiliki SQ tinggi adalah sebagai berikut:
1. Memiliki prinsip dan visi yang kuat.
2. Mampu melihat kesatuan dalam keaneka ragaman.
3. Mampu memaknai setiap sisi kehidupan.
4. Mampu mengelola dan bertahan dalam kessulitan dan penderitaan.
2.4.2 Faktor yang mempengaruhi IESQ
1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecerdasan Intelektual (IQ)
a. Pengaruh faktor bawaan
Banyaknya penelitian yang menunjukkan bahwa individu-individu yang
berasal dari satu keluarga atau bersanak saudara, nilai dalam tes IQ mereka
berkorelasi tinggi (+ 0,50), orang yang lembar (+ 0,90), yang tidak
bersanak saudara (+ 0,20), anak yang di adopsi korelasi dengan orang tua
angkatnya (+ 0,10 – + 0,20).
b. Pengaruh faktor lingkungan
Perkembangan anak sangat dipengaruhi oleh gizi yang di konsumsi oleh
karena itu ada hubungan antara pemberian makanan bergizi IQ seseorang.
Pemberian makanan bergizi ini merupakan salah satu pengaruh lingkungan
yang amat penting selain guru, rangsangan-rangsangan yang bersifat
kognitif emosional dari lingkungan juga memegang peranan yang amat
penting, seperti pendidikan, latihan berbagai keterampilan, dan lain-lain
(khususnya pada masa-masa peka).
c. Stabilitasi kecerdasan Intelektual (IQ)
Stabilitasi IQ tergantung perkembangan organik otak.
d. Pengaruh faktor kematangan.
29. Tiap organ dalam tubuh manusia mengalami pertumbuhan dan
perkembangan. Tiap organ (fisik maupun psikis) dapat dikatakan telah
matang jika ia telah mencapai kesanggupan menjalankan fungsinya.
e. Pengaruh faktor pembentukan
Pembentukan ialah segala keadaan di luar diri seseorang yang
mempengaruhi perkembangan IQ.
f. Minat dan pembawaan yang khas
Minat mengarahkan perbuatan kepada suatu tujuan dan merupakan
dorongan bagi perbuatan itu. Dalam diri manusia terdapat dorongan-
dorongan (motif-motif) yang mendorong manusia untuk berinteraksi
dengan dunia luar.
g. Kebebasan
Kebebasan berarti bahwa manusia itu dapat memilih metode-metode yang
tertentu dalam memecahkan masalah-masalah. Manusia mempunyai
kebebasan memilih metode, juga bebas dalam memilih masalah sesuai
dengan kebutuhannya.
2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecerdasan Emosional (EQ)
1. Orang tua yang mengabaikan, yang tidak menghiraukan mengganggap sepi
ataupun meremehkan emosi-emosi negatif anak.
2. Orang tua yang tidak menyetujui, yang bersifat kritis terhadap ungkapan
perasaan-perasaan negatif anak dan barangkali memarahi atau menghukum
mereka karena mengungkapkan emosinya.
3. Orang tua Laisez – Faire, yang menerima emosi anak dan berempati dengan
mereka tetapi tidak memberikan bimbingan atau menentukan batas-batas pada
tingkah laku anak tersebut.
3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kecerdasan Spiritual (SQ)
Kecerdasan spiritual (SQ) secara umum dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu
keyakinan dalam diri, potensi diri, dan kemauan dari diri tersebut. Selain faktor-
30. faktor tersebut peran keluarga dalam membentuk dan meningkatkan serta
membina kecerdasan spiritual ini sangat dibutuhkan. Apa yang keluarga tunjukan
setiap harinya akan membentuk pribadi anak tersebut. Kondisi yang mendukung
seorang anak dalam keluarga akan membuat kecerdasan spiritualnya terbentuk
dan terbina dengan baik.
2.5 Membangun kapabilitas dan kompetensi SDM
2.5.1 Pengertian kapabilitas SDM
Kapabilitas dapat diartikan sebagai kemampuan yang dimiliki oleh
seseorang. Kemampuan merupakan kapasitas seorang individu untuk melakukan
beragam tugas dalam suatu pekerjaan. Pemaknaan kapabilitas tidak sebatas
memiliki keterampilan (skill) saja namun lebih dari itu, yaitu lebih paham secara
mendetail sehingga benar-benar menguasai kemampuannya dari titik kelemahan
hingga cara mengatasinya.
Menurut Hagell III dan Brown, kapabilitas merupakan kemampuan untuk
memobilisasi sumber daya untuk menghasilkan nilai yang melebihi ongkos.
Sumber daya yang dimaksud mencakup sumber daya yang memiliki wujud fisik
(tangible resources) dan yang memiliki sifat nirwujud (intangible resources).
Sumber daya yang memiliki sifat wujud yang kongkrit antara lain adalah sumber
daya financial, sumber daya manusia, dan sumber daya fisik. Sedangkan yang
biasanya dianggap merupakan sumber daya yang nirwujud antara lain adalah
talenta, hak milik intelektual, jejaring kerja sama, dan merk (Brands), ada juga
seperti potensi atau kekuatan karakternya, kompetensi yang dimilikinya, dan
kapabilitasnya untuk mengambil keputusan dan tindakan yang diperlukan untuk
menciptakan nilai.
Pekerja sebagai anggota perusahaan berpartisipasi dalam proses
penciptaan nilai. Sifat partisipasi pekerja berbeda-beda, ada yang terpaksa, karena
tidak ada pilihan lain, ada yang merasa berkewajiban untuk bekerja sesuai
ketentuan yang berlaku, dan ada yang dengan rela ingin memberikan kontribusi
dan kerjanya yang terbaik pada proses penciptaan nilai. Tentu saja, hasil terbaik
hanya bisa diharapkan dari orang yang bekerja dengan rela dan semangat tinggi.
31. Oleh karena itu, untuk mengusahakan agar sebanyak mungkin anggota perusahaan
mau bekerja dengan rela dan semangat tinggi didalam proses penciptaan nilai
yang berkelanjutan, manajemen berkewajiban mengusahakan agar di lingkungan
perusahaan terdapat iklim yang kondusif bagi kerja seperti itu.
Tujuan lembaga ataupun perusahaan mengembangkan kapabilitas
karyawan secara berkelanjutan, supaya karyawan dapat berprestasi secara optimal
dan memberikan kontribusi yang maksimal bagi perusahaan. Dengan
meningkatkan kapabilitas, baik lembaga ataupun perusahaan berusaha agar
karyawan mempunyai KSA (Knowledge, Skill, and Attitude) yang dapat
menjamin individu agar dapat mencapai kerja yang baik. Jika individu
mempunyai kompetensi dan kinerja yang baik, dia juga akan kompetitif dalam
pasar tenaga kerja. Jika suatu saat perusahaan terpaksa melakukan perubahan dan
harus melepaskan Sumber Daya Manusianya, SDM tersebut akan menjadi
kompetitif dalam pasar tenaga kerja.
2.5.2 Pengertian kompetensi SDM
Kompetensi merupakan kumpulan sumberdaya manusia yang secara
dinamis menunjukkan kapasitas intelektual, kualitas sikap mental dan kapabilitas
seseorang. Kompetensi modal awal yang harus dimiliki seorang pegawai untuk
dapat melaksanakan pekerjaan sesuai dengan tugas dan tanggung
jawabnya.Membahas kompetensi sumber daya manusia berarti membahas karakteristik
sumber daya manusia dalam hal ini pegawai yang berkualitasyang dapat
menyokong operasional kerja dan pertumbuhan organisasi.
Menurut Scale dalam Sutrisno (2011:202),secara harfiah kompetensi
berasal dari kata Competenc yang artinya kecakapan, kemampuandan
wewenang.Secara etimologi, kompetensi diartikan sebagai dimensi perilaku
keahlian atau keunggulan seorang pemimpin atau staf yang mempunyai
keterampilan, pengetahuan dan perilaku yang baik
.Menurut Lyle Spencer dan Signe Spencerdalam Moeheriono (2012:5),
kompetensi adalah karakteristik yang mendasari seseorang berkaitan dengan
efektivitas kinerja individu dalam pekerjaannya atau karakteristik individu yang
memiliki hubungan kausal atau sebagai sebab akibat dengan kriteria yang
32. dijadikan acuan, efektif atau berkinerja prima superior ditempat kerja pada situasi
tertentu.
Menurut Mclelland dalam Sedarmayanti (2012:283), kompetensi adalah
karakteristik yang mendasar yang dimiliki seseorang yang berpengaruh langsung
terhadap atau dapat memprediksikan kinerja yang sangat baik.
Menurut Wibowo (2010:324), kompetensi adalah suatu kemampuan untuk
melaksanakan atau melakukan suatu pekerjaan atau tugas yang dilandasi atas
keterampilan dan pengetahuan serta didukung oleh sikap kerja yang dituntut oleh
pekerjaan tersebut.
2.5.3 Mengembangkan kapabilitas SDM
Modal manusia dalam organisasi sangat berharga karena kemampuan yang
dimiliki dari manusia Sebagai bagian dari peran strategis, manajer SDM sering
dipandang bertanggung jawab untuk memperluas kemampuan sumber daya
manusia dalam sebuah organisasi. Penekanan tersebut difokuskan pada
kompetensi karyawan dalam organisasi demi kebutuhan organisasi untuk
tumbuhdima sadepan. Manajemen SDM harus memimpin dalam
mengembangkan kompetensi yang dimiliki karyawan dalam beberapa cara.
Pertama, kemampuan yang diperlukan harus diidentifikasi dan dikaitkan dengan
kerja dalam organisasi. identifikasi ini sering memerlukan kerjasama aktif antara
profesional HR dan manajer operasional. Selanjutnya, penilaian terhadap
kemampuan setiap karyawan. Pendekatan ini mensyaratkan bahwa perlunya
identifikasi pemahaman kompetensi secara mendalam. Misalnya, dalam
perusahaan dengan 100 karyawan, direktur HR mengembangkan rencana karir
dan grafik suksesi untuk menentukan apakah perusahaan memiliki sumber daya
manusia yang cukup untuk mengoperasikan dan mengelola pertumbuhan serta
mengharapkan peningkatan sebesar 70% selama empat tahun mendatang. Setelah
perbandingan kesenjangan "antara kemampuan yang diperlukan dalam organisasi
dan kompentensi karyawan diidentifikasi, kemudian langkah selanjutnya adalah
membangun dan merancang pelatihan dan kegiatan . Fokus dalam memberikan
bimbingan kepada seluruh karyawan dan menciptakan kesadaran tentang
33. kemungkinan pertumbuhan karir dalam organisasi. Kepada seluruh pegawai
diharapkan, terus meningkatkan kemampuan mereka dan mengetahui bahwa ada
peluang pertumbuhan dalam organisasi yang dapat mengakibatkan kepuasan kerja
yang lebih besar dan lebih lama kerja dengan organisasi tersebut.
2.6 Konsep audit kinerja dan pelaksanaan audit kinerja
2.6.1 Pengertian audit kinerja
Audit Kinerja (Performace Audit) adalah suatu audit yang objektif dan
sistematis terhadap bukti-bukti untuk dapat melaksanakan penilaian secara
independen atas kinerja suatu organisasi/perusahaan. Audit Kinerja
menitikberatkan pada proses penilaian atas keberhasilan kinerja suatu auditan
secara ekonomis, efisien, dan efektif (Deputi Bidang akuntan Negara, 2001: 2).
Sedangkan menurut Setyawan (1988: 19-20). Definisi Audit Kinerja
adalah perencanaan, pengumpulan, dan mengevaluasi buktibukti yang cukup,
relevan, material, dan kompeten, oleh pemeriksa yang bebas, dengan sasaran
untuk: - Menentukan apakah manajemen atau para karyawan suatu entitas/unit
usaha telah atau belum menerima dan melaksanakan. - Prinsip- prinsip akuntansi,
kebijaksanaan-kebijaksanaan manajemen atau norma-norma operasional dengan
tepat. - Untuk mencapai penggunaan sumber-sumber secara ekonomis, efisien,
efektif. Untuk kemudian dari bukti-bukti atas sasaran pemeriksaan tersebut,
pemeriksa menarik kesimpulan, merumuskan saran-saran perbaikan serta
melaporkan hasilnya kepada pihak ketiga.
Berdasarkan beberapa pengertian yang dikemukakan oleh para ahli tentang
Audit Kinerja, maka dapat disimpulkan bahwa pengertian Audit Kinerja yang
dimaksud dalam Tugas Akhir ini adalah pelaksanaan audit yang mencakup
seluruh aspek kegiatan BUMN/BUMD yang dilaksanakan secara sistematis
terhadap bukti-bukti untuk dapat digunakan dalam menilai kinerja BUMN/BUMD
oleh auditor yang independen.
2.6.2 Maksud dan tujuan audit kinerja
34. Tujuan Audit Kinerja untuk membantu manajemen auditan dalam
mendorong pencapaian tujuan secara efektif, efisien, dan ekonomis; memperbaiki
dan meningkatkan kinerja; serta memberikan bahan pertimbangan untuk
pengambilan keputusan oleh pihak yang bertanggung jawab. Audit Kinerja
mencakup penilaian atas penerapan prinsip-prinsip Good Cooperate Governance
(GCG) oleh manajemen dan penetapan Key Performace Indicator (KPI). (Deputi
Bidang akuntan Negara, 2001: 3)
2.6.3 Prosedur pelaksanaan audit kinerja
Pengertian Prosedur menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1993: 703)
adalah tahap-tahap kegiatan untuk menyelesaikan suatu aktivitas. Menurut
Setyawan (1988: 35), prosedur adalah langkahlangkah yang harus dilaksanakan
guna mencapai tujuan pemeriksaan. Pelaksanaan Audit Kinerja oleh kantor BPKP
akan berdasarkan prosedur yang terdiri dari tahapan Audit Kinerja yang
menguraikan tentang bagaimana langkah kerja Audit Kinerja itu dilakukan.
A. Persiapan Audit Kinerja
Dalam tahap ini dilakukan kegiatan-kegiatan yang merupakan tahap awal
dari rangkaian Audit Kinerja sebagai dasar penyusunan Program Kerja Audit
Tahap berikutnya. Tahap ini meliputi:
a. Pembicaraan pendahuluan dengan auditan
b. Pengumpulan informasi umum dalam pengenalan terhadap kegiatan yang
diaudit
c. Pengidentifikasian aspek manajemen atau bidang masalah yang
menunjukkan kelemahan dan perlu dilakukan pengujian lebih lanjut.
d. Pembuatan ikhtisar hasil persiapan Audit Kinerja. Dalam pengumpulan
informasi kegiatan persiapan Audit Kinerja mencakup:
1. Organisasi
2. Peraturan perundangan yang berlaku
3. Tujuan, Visi, Misi, sasaran, strategi dan kegiatan usaha
4. Sistem dan prosedur
5. Data keuangan
6. Informasi lainnya yang relevan
35. Simpulan Hasil Persiapan Audit Kinerja yang disusun setelah kegiatan
persiapan Audit Kinerja selesai. Simpulan hasil Audit Kinerja ini antara lain
meliputi mengenai kelemahan-kelemahan yang harus dikembangkan lebih lanjut
dalam tahap audit berikutnya. Dari simpulan tersebut dibuat program audit tahap
pengujian pengendalian manajemen. (Deputi Bidang Akuntan Negara, 2001: 8-
15).
B. Pengujian Pengendalian Manajemen
Pada tahap ini harus dilakukan pengujian atas:
1. Sistem pengendalian manajemen
2. Penerapan good cooperate governance (GCG) oleh manajemen auditan
dan jajarannya Pengendalian manajemen adalah suatu proses yang dijalankan oleh
dewan komisaris, manajemen dan personil lain dalam perusahaan yang dirancang
untuk memberikan keyakinan memadai tentang pencapaian tiga kelompok tujuan
utama yaitu:
a) Efektivitas dan efisiensi operasi
b) Keandalan pelaporan keuangan
c) Kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku
Dalam Pengujian penerapan Good Cooperate Governance (GCG) oleh
manajemen, Auditor wajib melakukan pengujian penerapan prinsip-prinsip GCG
oleh manajemen dengan memperhatikan hal-hal berikut:
a. Prinsip dasar GCG yang harus diterapkan oleh manajemen auditan
sesuai dengan Surat Keputusan Menteri BUMN Nomor: KEP-117/M-MBU/2002
tanggal 1 Agustus 2002 adalah sebagai berikut:
1. Transparansi dalam mengemukakan informasi material dan relevan
mengenai perusahaan
2. Kemandirian
36. 3. Akuntabilitas
4. Pertanggungjawaban
5. Kewajaran
b. Dalam melakukan pengujian penerapan GCG oleh manajemen, auditor
minimal perlu memanfaatkan dan mengembangkan indikator/parameter yang
relevan. Dan dari hasil pengujian tersebut kemudian dibuat simpulan mengenai
penerapan GCG.
c. Jika ditemukan kelemahan yang signifikan segera dibuat manajemen
letter (ML).
C. Pengukuran dan Pengujian Indikator Kinerja Kunci
Dalam tahap ini dilakukan penilaian atas proses penetapan indikator
kinerja, juga membandingan antara pencapaiaan indikator kinerja dengan target.
Kesenjangan yang ada harus dianalisis sehingga diperoleh penyebab sebenarnya.
Indikator Kinerja adalah diskripsi kuantitatif dan kualitatif dari kinerja
yang dapat digunakan oleh manajemen sebagai salah satu alat untuk menilai dan
melihat perkembangan yang dicapai selama ini atau dalam jangka waktu tertentu.
Tujuan pengujian atas pengukuran capaian indikator kinerja kunci yaitu
untuk menilai efisiensi dan efektifitas beberapa aktivitas utama, guna
menyarankan dan mendorong pengembangan rencana aksi untuk peningkatan
kinerja. Rencana aksi dikembangkan oleh manajemen auditan (Focus Group), dan
kemajuan yang dibuat dalam implementasi rencana akan direview secara periodik.
Diharapkan manajemen auditan mampu meningkatkan kinerja perusahaan. Tujuan
akhir tersebut akan dicapai melalui berbagai tujuan setiap kegiatan review yaitu:
1. Menentukan kekuatan dan kelemahan utama yang dimiliki perusahaan
2. Menentukan implikasi operasional dan strategis dari kekuatan dan
kelemahan tersebut diatas
3. Mengidentifikasi area-area yang perlu perbaikan
37. 4. Mengembangkan rencana aksi perbaikan atas area-area tersebut diatas.
(Deputi Bidang Akuntan Negara: 20-23)
D. ReviewOperasional
Pada tahap ini dilakukan review yang sistematis atas prosedur metode,
organisasi, program atau kegiatan-kegiatan dengan tujuan untuk mengevaluasi
sejauh mana pencapaiaan suatu tujuan/sasaran secara ekonomis, efisien, dan
efektif.
Informasi mengenai praktek terbaik (best practice) pada perusahaan
sejenis perlu diperoleh sebagai pembanding (benchmark). Selain itu perlu perlu
dilakukannya pula penilaian tingkat kesehatan dengan mengacu pada ketentuan
yang berlaku dan evaluasi perkembangan usaha perusahaan.
Tujuan dari fase ini adalah untuk mendapatkan informasi detail/rinci untuk
menguji kinerja dari aktivitas yang direview dibandingkan dengan kriteria yang
telah ditetapkan. Review operasional dapat mengarah pada beberapa atau seluruh
sasaran berikut:
1. kehematan, efisiensi dan/atau efektivitas
2. keandalan dan integritas sistem dan prosedur
3. Pengendalian manajemen dan akuntabilitas
4. Perlindungan terhadap aktiva
5. Kepatuhan pada peraturan, kebijakan dan prosedur, dan/atau
6. Aspek-aspek lingkungan
E. Kertas Kerja Audit
Kertas Kerja Audit adalah catatan yang dibuat dan data yang dikumpulkan
pemeriksa secara sistematis pada saat melaksanakan tugas pemeriksaan. Kertas
kerja audit memuat informasi yang memadai dan bukti yang mendukung
kesimpulan dan pertimbangan auditor. Manfaat Kertas kerja audit adalah:
38. 1. Memberikan dukungan utama terhadap Laporan Audit Kinerja.
2. Merupakan alat bagi atasan untuk mereview dan mengawasi pekerjaan
para pelaksana audit
3. Merupakan alat pembuktian yang mendukung kesimpulan dan
rekomendasi signifikan dari auditor.
4. Menyajikan data untuk keperluan referensi.
F. Pelaporan Hasil Audit
Laporan hasil Audit Kinerja merupakan laporan hasil analisis dan
interprestasi atas keberhasilan atau kegagalan perusahaan dalam menjalankan
kegiatan usahanya yang dilaporkan oleh auditor. Pelaporan Audit Kinerja meliputi:
1. Hasil penilaian atas kewajaran IKK
2. Hasil Review Operasional beserta kelemahan yang ditemukan
3. Rekomendasi yang telah disepakati
4. Hasil pengujian atas laporan (hasil) pengujian tingkat kesehatan
perusahaan
5. Analisis perkembangan usaha Tujuan pelaporan Audit Kinerja:
a. Memberikan informasi yang relevan dan objektif mengenai
kinerja auditan kepada pihak terkait
b. Menyajikan analisis dan interprestasi atas kondisi kinerja
auditan serta memberikan saran perbaikan
c. Menyediakan informasi untuk penetapan kebijakan dalam
rangka penugasan berikutnya.
G. Pemantauan Tindak Lanjut hasil Audit Kinerja
Tindak lanjut adalah pelaksanaan atas rekomendasi hasil Audit
Kinerja yang telah disampaikan dan disetujui oleh manajemen auditan. Suatu hasil
39. Audit Kinerja baru dikatakan berhasil apabila rekomendasi praktis yang
dikembangkan bersama dilaksanakan oleh manajemen. Pelaksanaan tindak lanjut
itu sendiri merupakan tanggung jawab manajemen, akan tetapi auditor
berkewajiban memantau pelaksanaan rekomendasi yang telah dikembangkan
bersama tersebut, guna mendorong percepatan pelaksanaan tindak lanjut sesuai
dengan yang telah rekomendasikan. (Deputi Bidang Akuntan Negara: 63)
2.6.4 STANDAR AUDIT
Menurut Indra Bastian (2006) standar auditing yang dapat digunakan
secara nasional sudah merupakan kebutuhan yang mendesak dalam era globalisasi
ini. Standar audit ini merupakan patokan untuk melakukan audit atas semua
kegiatan pemerintah. Standar audit ini memuat persyaratan profesional auditor,
mutu pelaksanaan audit, dan persyaratan laporan audit yang profesional dan
bermutu. Standar Audit Pemerintahan (SAP) yaitu:
a. Standar Umum
- Staf yang ditugasi untuk melaksanakan audit harus secara kolektif memiliki
kecakapan profesional yang memadai untuk tugas yang diisyaratkan.
- Dalam semua hal yang berkaitan dengan pekerjaan audit, organisasi atau
lembaga audit dan auditor, baik pemerintah maupun akuntan publik harus
independen (secara organisasi maupun pribadi), bebas dari gangguan
independensi baik yang bersifat pribadi atau yang berasal dari luar pribadinya
(eksternal) serta harus dapat mempertahankan sikap dan penampilan yang
independen.
- Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib
menggunakan kemahiran profesionalnya secara cermat dan seksama.
- Setiap organisasi atau lembaga audit yang melaksanakan audit berdasarkan
SAP harus memiliki sistem pengendalian internal yang memadai.
b. Standar Pekerjaan Lapangan Audit Kinerja
- Pekerjaan harus direncanakan secara memadai.
- Staf harus diawasi dengan baik.
40. - Apabila hukum, peraturan perundang-undangan dan persyaratan kepatuhan
lainnya merupakan hal yang signifikan bagi tujuan auditor, maka auditor
harus merancang audit untuk memberikan keyakinan yang memadai.
- Auditor harus benar-benar memahami pengendalian manajemen yang
relevan dengan audit.
c. Standar Pelaporan Audit Kinerja
- Auditor harus membuat laporan audit secara tertulis untuk dapat
mengomunikasikan hasil dari setiap audit.
- Auditor harus dengan semestinya menerbitkan laporan untuk menyediakan
informasi secara tepat waktu yang digunakan oleh manajemen dan pihak lain
yang berkepentingan.
- Laporan audit harus mencakup tujuan, lingkup, metodologi, hasil audit,
temuan, kesimpulan, dan rekomendasi.
- Laporan harus lengkap, akurat, objektif, meyakinkan, jelas, dan ringkas
sepanjang hal ini dimungkinkan.
- Laporan audit tertulis diserahkan oleh organisasi atau lembaga audit kepada
(1) pejabat yang berwenang dalam organisasi pihak yang diaudit, (2) pejabat
yang berwenang dalam organisasi pihak yang meminta atau mengatur audit,
termasuk organisasi luar yang memberikan data, kecuali jika dilarang oleh
peraturan perundang-undangan, (3) pejabat lain yang mempunyai tanggung
jawab atas pengawasan secara hukum atau pihak yang bertanggung jawab
untuk melakukan tindak lanjut atas temuan dan rekomendasi audit, (4) pihak
lain yang diberi wewenang oleh entitas yang diaudit untuk menerima laporan
tersebut.
41. BAB III
KESIMPULAN
Evaluasi kinerja merupakan suatu proses penilaian kinerja aparatur yang
dilakukan untuk melihat tanggung jawab pekerjaannya setiap hari apakah
terjadi peningkatan atau penurunan sehingga pemimpin bisa memberikan
suatu motivasi penunjang untuk melihat kinerja aparatur kedepannya.
Fungsi evaluasi kinerja :
Memberikan balikan kepada aparatur ternilai mengenai kinerjanya
Alat promosi dan demosi
Alat motivasi ternilai
Penentuan dan pengukuran tujuan kinerja
Konseling kerja buruk
Pemberdayaan aparatur atau karyawan
Human Resource Scorecard, sebuah bentuk pengukuran Human Resources
yang mencoba memperjelas peran sumber daya manusia sebagai sesuatu yang
selama ini dianggapintangible untuk diukur perannya terhadap pencapaian
misi, visi dan strategi perusahaan.
Motivasi kerja merupakan pemberian dorongan. Pemberian dorongan ini
dimaksudkan untuk mengingatkan orang-orang atau karyawan agar mereka
bersemangat dan dapat mencapai hasil sesuai dengan tuntutan perusahaan.
kepuasan kerja adalah sikap suatu umum terhadap suau pekerjaan seseorang,
selisih antara banyaknya ganjaran yang diterima seorang pekerja dan
banyaknya yang mereka yakini seharusnya mereka terima.
Faktor yang mempengaruhi motivasi dan kepuasan kerja
Gaji dan upah yang diterima
Pekerjaan
Peluang promosi.
Supervisor
Para rekan sekerja.
42. Pengertian IESQ
IQ (Intelligence Quotients) Ialah istilah kecerdasan manusia dalam
kemampuan untuk menalar, perencanaan sesuatu, kemampuan
memecahkan masalah, belajar, memahaman gagasan, berfikir, penggunaan
bahasa dan lainnya.
EQ (Emotional Quotients) Kecerdasan emosional adalah kemampuan
pengendalian diri sendiri,semangat, dan ketekunan, serta kemampuan
untuk memotivasi diri sendiri dan bertahan menghadapi frustrasi,
kesanggupan untuk mengendalikan dorongan hati dan emosi
SQ (Spiritual Quotients) Kecerdasan spiritual (SQ) adalah kecerdasan jiwa
yang dapat membantu seseorang membangun dirinya secara utuh.
Faktor yang mempengaruhi IESQ
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecerdasan Intelektual (IQ)
Pengaruh faktor bawaan
Pengaruh faktor lingkungan
Stabilitasi kecerdasan intelektual
Pengaruh faktor kematangan
Pengaruh faktor pembentukan
Kebebasan
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecerdasan Emosional (EQ)
Orang tua yang mengabaikan
Orang tua yang tidak menyetujui
Orang tua Laisez – Faire, yang menerima emosi anak dan berempati
dengan mereka tetapi tidak memberikan bimbingan atau menentukan
batas-batas pada tingkah laku anak tersebut.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecerdasan Spiritual (SQ)
Kecerdasan spiritual (SQ) secara umum dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu
keyakinan dalam diri, potensi diri, dan kemauan dari diri tersebut.
43. Kapabilitas dapat diartikan sebagai kemampuan yang dimiliki oleh
seseorang. Kemampuan merupakan kapasitas seorang individu untuk
melakukan beragam tugas dalam suatu pekerjaan.
Kompetensi merupakan kumpulan sumberdaya manusia yang secara dinamis
menunjukkan kapasitas intelektual, kualitas sikap mental dan kapabilitas
seseorang.
Pengertian Audit Kinerja yang dimaksud dalam Tugas Akhir ini adalah
pelaksanaan audit yang mencakup seluruh aspek kegiatan BUMN/BUMD
yang dilaksanakan secara sistematis terhadap bukti-bukti untuk dapat
digunakan dalam menilai kinerja BUMN/BUMD oleh auditor yang
independen.
Prosedur pelaksanaan audit kinerja
Persiapan Audit Kinerja
Pengujian Pengendalian Manajemen
Pengukuran dan Pengujian Indikator Kinerja Kunci
Review Operasional
Kertas Kerja Audit
DAFTAR PUSTAKA