Sistem operasi adalah program yang bertindak sebagai perantara antara user de...
Kinerja sdm 1
1. MAKALAH
EVALUASI KINERJA DAN KOMPENSASI
Dosen Pengampu : Ade Fauji. SE, MM
Disusun Oleh :
Nama : Minawati
Nim : 11150635
Kelas : 7O-MSDM
Jurusan : Manajemen SDM
UNIVERSITAS BINA BANGSA
BANTEN 2018
2. KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia
Nya kepada kami sehingga saya berhasil menyelesaikan Makalah ini yang berjudul “Evaluasi kinerja
dan kompensasi”.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Evaluasi Kinerja & Kompensasi. Diharapkan
Makalah ini dapat memberikan informasi kepada kita semua.
Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari
semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Mohon maaf apabila ada penggunaan kata yang sekiranya salah. Akhir kata saya sampaikan terima
kasih.
Serang,19 November2018
Penulis
3. DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR. ........................................................................................................ 1
DAFTAR ISI ...................................................................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................... 2
1.1 Latar Belakang............................................................................................................ 3
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................................... 3
1.3 Tujuan Penulisan ....................................................................................................... 4
BAB II PEMBAHASAN
2.1 KINERJA SDM
A. Evaluasi Kinerja............................................................................................................ 4
B. Pengertian Kinerja........................................................................................................ 4
C. Tujuan Penilaian Kinerja .............................................................................................. 5
D. Kegunaan Penilaian Kinerja......................................................................................... 5
E. Faktor Penghambat Penilaian Kinerja ......................................................................... 6
F. Jenis-Jenis Penilaian Kinerja ....................................................................................... 6
G. Metode Penilaian kinerja.............................................................................................. 7
2.2. HR SCORE CARD (Pengukuran Kinerja SDM)
A Pengertian Pengukuran Kierja ...................................................................................... 7
B. Tujuan dan Manfaat Pengukuran Kinerja .................................................................... 8
C. Ukuran Pengukuran Kinerja......................................................................................... 8
D. Balanced Scorecard .................................................................................................... 9
E. Implementasi Balanced Scorecard.............................................................................. 9
2.3. MOTIVASI DAN KEPUASAN KERJA
A. Peran Motivasi Dalam Kinerja.................................................................................... 10
B. Teori Disposional Motivasi Kerja................................................................................ 10
4. C. Teori ERG Alderfer..................................................................................................... 12
D. Teori Dua Faktor Herzberg ........................................................................................ 12
E. Model Penguatan Motivasi......................................................................................... 13
F. Kepuasan Kerja .......................................................................................................... 13
2.4. MENGELOLA KECERDASANDAN EMOSIONAL SDM
A. Pengertian Teori Kecerdasan Emosi......................................................................... 15
B. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kecerdasan Emosi........................................... 15
C. Cara Meningkatan Kecerdasan Emosional............................................................... 16
2.5. MEMBANGUN KAPABILITAS DAN KOMPETENSI SDM
A. Cara Membangun Sistem Manajemen SDM Berbasis Kompetensi.......................... 17
B. Jenis Kompetensi....................................................................................................... 17
C. Langkah Manajemen SDM Berbasis Kompetensi..................................................... 20
2.6. KONSEP AUDIT KINERJA
A. Pengertian Audit ......................................................................................................... 23
B. Perlunya Pengendalian dan Audit.............................................................................. 24
C. Teknik Audit................................................................................................................ 27
2.7. PELAKSANAAN AUDIT KINERJA
A. Prosedur Pelaksanaan ............................................................................................... 28
B. Perencanaan Audit Kinerja ........................................................................................ 28
C. Persiapan Audit Kinerja.............................................................................................. 30
D. Kertas Kerja Audit ...................................................................................................... 31
E. Pelaporan Hasil Audit................................................................................................. 33
F. Pemantauan Tindak Lanjut Hasil Audit Kinerja.......................................................... 33
5. BAB III PENEUTUP
3.1. Kesimpulan .............................................................................................................. 34
3.2. Saran........................................................................................................................ 35
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................ 35
6. BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Salah satu persoalan penting dalam pengelolaan sumber daya manusia (dalam tulisan ini
disebut juga dengan istilah pegawai) dalam organisasi adalah evaluasi kinerja pegawai dan
pemberian kompensasi. Ketidak tepatan dalam melakukan evaluasi kinerja akan berdampak
pada pemberian kompensasi yang pada akhirnya akan mempengaruhi perilaku dan sikap
karyawan, karyawan akan merasa tidak puas dengan kompensasi yang didapat sehingga akan
berdampak terbalik pada kinerja pegawai yang menurun dan bahkan karyawan akan mencoba
mencari pekerjaan lain yang memberi kompensasi baik.
Hal ini cukup berbahaya bagi perusahaan apabila pesaing merekrut atau membajak karyawan
yang merasa tidak puas tersebut karena dapat membocorkan rahasia perusahaan atau
organisasi.
Kompensasi dapat mempengaruhi keputusan mereka untuk melamar sebuah pekerjaan, tetap
bersama perusahaan, atau bekerja lebih produktif. Jika dikelola secara pantas, gaji dapat
menyebabkan karyawan mengurangi upaya mereka untuk mencari pekerjaan alternatif.
Kompensasi mempengaruhi sikap dan perilaku kerja karyawan ini adalah alasan yang
mendorong untuk memastikan bahwa sistem gaji dirancang dan dilaksanakan secara wajar dan
adil. Evaluasi kinerja pada dasarnya dilakukan untuk mengetahui sejauh mana kadar
profesionalisme karyawan serta seberapa tepat pegawai telah menjalankan fungsinya. Penilaian
kinerja dimaksudkan untuk menilai dan mencari jenis perlakuan yang tepat sehingga karyawan
dapat berkembang lebih cepat sesuai dengan harapan. Ketepatan pegawai dalam menjalankan
fungsinya akan sangat berpengaruh terhadap pencapaian kinerja organisasi secara
keseluruhan.
Tidak sedikit di perusahaan-perusahaan swasta maupun negeri yang melakukan evaluasi
kinerja pegawai tidak tepat, tidak sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada, pada akhirnya
akan berdampak pada pemberian kompensasi.
Oleh karena itu, banyak para karyawan yang kinerjanya menurun dan pada akhirnya harus
mengundurkan diri karena kompensasi yang tidak sesuai.
Dengan adanya kasus seperti inilah bagi instansi pemerintahan, maupun perusahaan swasta,
evaluasi kinerja sangat berguna untuk menilai kuantitas, kualitas, efisiensi perubahan, motivasi
para aparatur serta melakukan pengawasan dan perbaikan. Kinerja aparatur yang optimal
sangat dibutuhkan untuk meningkatkan produktivitas dan menjaga kelangsungan hidup instansi
ini. Setiap instansi tidak akan pernah luput dari hal pemberian balas jasa atau kompensasi yang
merupakan salah satu masalah penting dalam menciptakan motivasi kerja aparatur, karena
untuk meningkatkan kinerja aparatur dibutuhkan pemenuhan kompensasi untuk mendukung
motivasi para aparatur. Dengan terbentuknya motivasi yang kuat, maka akan dapat
membuahkan hasil atau kinerja yang baik sekaligus berkualitas dari pekerjaan yang
dilaksanakannya.
7. 1.2. Rumusan Masalah
A. Berapa faktor yang ada dalam mempengaruhi kinerja?
B. Apa yang dimaksud dengan pengukuran kinerja berbasis kom petensi?
C. Apa saja jenis-jenis motivasi?
D. Apa penjelasan dari kecerdasan?
E. Sebutkan indikator kapasitas organisasi?
F. Apa saja manfaat audit kinerja ?
G. Tahap-tahap apa saja yang ada dalam pelaporan hasil audit?
1.3. Tujuan
A. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja
B. Untuk mengetahui apa itu pengukuran kinerja
C. Untuk mengetahui jenis-jenis motivasi
D. Untuk mengetahui kecerdasaan dalam emosional
E. Untuk mengetahui indikator apasaja yang ada dalam kapasita organisasi
F. Untuk mengetahui manfaat dari audit kinerja
G. Untuk mengetahui tahap-tahap dari hasil audit
8. BAB II
PEMBAHASAN
2.1. KINERJA SDM
A. Pengertian Evaluasi
Evaluasi merupakan proses penilaian, evaluasi dapat diartikan sebagai proses pengukuran akan
efektifitas yang digunakan dalam upaya mencapai tujuan perusahaan. Hasil penilaian kinerja dapat
menunjukkan apakah SDM telah memenuhi tuntutan yang dikehendaki perusaan, baik dilihat dari
segi kualitas maupun kuantitas. Informasi dalam penilaian kinerja karyawan merupakan refleksi dari
berkembang atau tidaknya perusahaan.
Pada umumnya sistem penilaian kinerja karyawan masih digunakn sebagi instrumen untuk
mengendalikan prilaku karyawan, membuat keputusan-keputusan yang berkaitan dengan kenaikan
gaji, pemberian bonus, promosi dan penempatan karyawan pada posisi yang sesuai serta
mengetahui kebutuhan pelatihan dan pengembangan karyawan yang bersangkutan.Suatu proses
kinerja, apabila telah selesai dilaksanakan, akan memberikan hasil kinerja atau prestasi kerja. Suatu
proses kinerja dapat dikatakan selesai apabila telah mencapai suatu target tertentu yang telah
ditetapkan sebelumnya. Atau dapat pula dinyatakan selesai berdasarkan pada suatu batasan waktu
tertentu, misalnya pada akhir tahun.
Evaluasi kinerja dilakukan untuk memberikan penilaian terhadap hasil kerja atau prestasi kerja
yang diperoleh organisasi, tim atau individu. Evaluasi kinerja akan memberikan umpan balik terhadap
tujuan dan sasaran kinerja, perencanaan dan proses pelaksanaan kinerja. Evaluasi kinerja dapat pula
dilakukan terhadap proses penilaian, review dan pengukuran kinerja. Atas dasar evaluasi kinerja
dapat dilakukan langkah-langkah untuk melakukan perbaikan kinerja di waktu yang akan datang.
B. Pengertian Penilaian Kinerja
Kinerja merupakan suatu fungsi dari motivasi dan kemampuan. Untuk menyelesaikan suatu tugas
atau pekerjaan seseorang sepatutnya meiliki derajat kesediaan dan tingkat kemampuan tertentu.
Kinerja merupakan prilaku nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan
oleh karyawan sesuai dengan perannya dalam perusahaan. Kinerja karyawan merupakan hal yang
sangat penting dalam upaya perusahaan untuk mencapai tujuannya.
Istilah penilaian kinerja (performance apparaisal) dan evaluasi kinerja (performance evaluation) dapat
digunakan secara bergantian atau bersamaan karena pada dasarnya mempunyai maksud yang sama
Penilaian kinerja digunakan perusahaan untuk menilai kinerja karyawannya atau mengevaluasi hasil
kinerja karyawan.
Salah satu cara yang dapat digunkan untuk melihat perkembangan perusahaaan adalah
dengan cara melihat hasil penilaian kinerja. Sasaran yang menjadi objek penilain kinerja adalah
kecakapan, kemampuan karyawan dalam melaksanakan suatu pekerjaan atau tuga syang dievaluasi
dengan menggunakan tolak ukur tertentu secara objektif dan dilakukan secara berkala.
Instrumen penilaian kinerja dapat digunakan untuk mereview kinerja, peringkat kinerja,
penilain kinerja, penilaian karyawan dan sekaligus evaluasi karyawan sehingga dapat diketahui mana
karyawan yang mampu melaksanakan pekerjaan secara baik, efisien, efektif, dan produktif sesuai
dengan tujuan perusahaan.
Sebagai karyawan tentunya menginginkan adanya umpan balik mengenai prestasi mereka sebagai
suatu tuntutan untuk perilaku dikemudia hari. Tuntutan ini terutama diinginkan oleh para karyawan
baru yang sedang berusaha memahami tugas dan melaksanakan kewajiban dilingkungan kerja
9. mereka. Sementara itu para supervisor atau manajer memerlukan penialaian prestasi kerja untuk
menentukan apa yang harus dilakukan.
C. Tujuan Penilaian Kinerja
Suatu perusahaan memerlukan penilain kinerja atau evaluasi kinerja didasarkan pada dua alasan
pokok, yaitu:
Manajer memerlukan evaluasi yang objektif terhadap kinerja karyawan pada masa lalu yang
digunakan untuk membuat keputusan SDM dimasa yang akan datang.
Manajer memerlukan alat yang memungkinkan untuk membantu karyawannya memperbaiki
kinerja, merencanakan pekerjaan, mengembangkan kemampuan dan keterampilan untuk
perkembangan karir dan memperkuat kualitas hubungan antar manajemen yang
bersangkutan dengan kayawannya.
Selain itu penilaian kinerja dapat digunakan untuk:
1. Mengetahui Pengembangan yang meliputi, identifikasi kebutuhan pelatihan, umpan balik
kinerja, menentukan transfer dan penugasan, serta identifikasi kekuatan dan kelemahan
karyawan.
2. Pengambilan keputusan administratif yang meliputi, keputusan untuk menentukan gaji,
promosi, memepertahankan atau memberhentikan karyawan, pengakuan kinerja karyawan,
pemutusan hubungan kerja dan mengidentifikasi yang buruk.
3. Keperluan perusahaan yang meliputi, perencanaan SDM, menentukan kebutuhan pelatiahan,
evaluasi pencapaian tujuan perusahaan, informasi untuk identifikasi tujuan, evaluasi terhadap
sistem SDM, dan penguatan terhadap kebutuhan pengembangan kebutuhan perusahaan.
4. Dokumentasi yang meliputi, kriteria untuk validasi penelitian, dokumentasi keputusan tentang
SDM, dan membantu untuk memenuhi persyaratan hukum.
Tujuan penilaian kinerja atau prestasi kinerja karyawan pada dasarnya meliputi:
1. Untuk mengetahui tingkat prestasi karyawan selama ini.
2. Pemberian imbalan yan serasi, misalnya untuk pemberian kenaikan gaji berkala, gaji pokok,
keniakan gaji istimewa, insentif uang.
3. Mendorong pertanggungjawaban dari karyawan.
4. Untuk pembeda antara karyawan yang satu dengan lain.
5. Meningkatkan motivasi kerja.
6. Meningkatkan etos kerja.
7. Sebagai alat untuk memperoleh umpan balik dari karyawan untuk memperbaiki desain
pekerjaan, lingkungan kerja dan rencana karir selanjutnya.
8. Membantu menempatkan karyawan dengan pekerjaan yang sesuai untuk mencapai hasil
yang baik secara meneyeluruh.
9. Sebagai alat untuk menjaga tingkat kerja.
10. Untuk mengetahui efektivitas kebijakan SDM, seperti seleksi, rekrutmen, pelatiahan dan
analisis sebagai komponen yang saling ketergantungan diantara fungsi-fungsi SDM.
11. Mengembangkan dan menetapkan kompensasi pekerjaan.
12. Pemutusan hubungan kerja, pemberian sanksi ataupun hadiah.
10. D. Kegunaan Penilaian Kinerja
Kegunaan penilain Kinerja ditinjau dari berbagai perspektif pengembangan perusaahan,khusus
manajemen SDM,yaitu:
Dokumentasi.Untuk memperoleh data yang pasti,sistematik dan faktual dalam penentuan nilai suatu
perkerjaan.
a. Posisi tawar.Untuk memungkinkan manajemen melakukan negosiasi yang objektif dan
rasional dengan serikat buruh (kalau ada) atau langsung dengan karyawan.
b. Perbaikan kinerja.Umpan balik pelaksanaan kerja yang bermanfaat bagi
karyawan,manejer,dan spesialis personil dalam bentuk kegiatan untuk meningkatkan atau
memperbaiki kinerja karyawan.
c. Penyesuaian kompensasi.Penilain perkerjaan membantu pengambil keputusan dalam
penyesuaian ganti-rugi ,menentukan siapa yang perlu dinaikan upahnya-bonus atau
kompensasi lainnya.Banyak perusahaan mengabulakan sebagian atau semua dari bonus dan
peningkatan upah mareka atas dasar penileian kinerja.
d. Keputusan penempatan.Membantu dalam promosi,keputusan penampatan,perpindahan ,dan
penurunan pangkat pada umumnya didasarkan pada masa lampau atau mengantisipasi
kinerja.sering promsi adalah untuk kinerja yang lalu.
e. Pelatihan dan pengembangan.kinerja buruk mengindikasikan ada nya suatu kebutuhan untuk
latihan.Demikian juga,kinerja baik dapat mencerminkan adanya potensi yang belum
digunakan dan harus dikembangkan.
f. Perencanaan dan pengembangan karier.Umpan balik penilain kinerja dapat digunakan
sebagai panduan dalam perencanaan dan pengembangan karier karyawan,penyusunan
program pengembangan karier yang tepat,dapat menyelaskan antara kebutuhan karyawan
dengan kepentingan perusahaan.
g. Evaluasi proses staffing.prestasi kerja yang baik atau buruk mencerminkan kekuatan atau
kelemahan prosedur staffing dapertemen SDM.
h. Defisiensi proses penempatan karyawan.kinerja yang baik atau jelek mengesiyaratkan
kekuatan atau kelemahan prosedur penempatan karyawan di daperteman SDM.
i. Ketidakakuratan informasi.Kinerja lemah menandakan adanya kesalahan di dalam informasih
analisis perkerjaan,perencanaan SDM atau sistim informasih manajemen SDM. pemakaian
informasi yang tidak akurat dapat mengakibatkan proses rekeutmen,pelatihan,atau
pengaambilan keputusan tidak sesuai.
j. Kesalahan dalam merancang pekerjaan.kinerja yang lemah mungkin merupakan suatu gejala
dari rancangan perkerjaan yang kurang tepat.Melalui penilaian kinerja dapat membantu
mendiagnosiskesalahan ini.
Artinya, jika uraian pekerjaan tidak tepat apalagi tidak lengkap,wewenang dan tanggung jawab tidak
seimbang,jalur pertanggung jawaban kabur dan berbagai kelemahn lainnya berakibat pada prestasi
kerja yang kurang memuaskan.
E. Faktor-Faktor yang Menghambat dalam Penilaian Pekerjaan
Penilaian sering tidak berhasil meredam emosi dalm menilai prestasi kinerja karyawan, hal ini
menyebabkan penilai menjadi bias. Bias adalah distorsi pengukuran yang tidak akurat. Bias ini
mungkin terjadi sebagai akibat ukuran-ukuran yang digunakan bersifat subjektif. Berbagai bentuk bias
yang mungkin terjadi:
1. Kendala hukum/ legal
Penilaian kinerja harus bebas dari diskriminasi tidak sah atau tidek legal. Apa pun format penilain
kinerja yang digunakn oleh departemen SDM harus sah dan dapt dipercaya.
11. 2. Bias oleh penilai ( penyelia)
Setiap masalah yang didasarkan pada ukuran subjektif adalah peluang terjadinya bias. Bentuk -
bentuk bias yang umumnya terjadi adalah:
a. Hallo effect. Hallo effect terjadi ketika pendapat pribadi penilai mempengaruhi
pengukuran kinerja.
b. Kesalahan kecenderungan terpusat. Beberapa penilai tidak suka menempatkan
karyawan keposisi ekstrim dalam arti ada karyawan yang dinilai sangat positif atau
sangat negatif.
c. Bias karena terlau lunak dan terlalu keras. Bias karena terlalu lunak terjadi ketika
penilai cenderung begitu mudah dalam mengevaluasi kinerja karyawan.
d. Bias karena penyimpangan lintasbudaya. Setiap penilai mempunyai harapan tentang
tingkah laku manusia yang didasarkan pada kulturnya.
e. Prasangka pribadi. Sikap tidak suka penilai terhadap sekelompok orang tertentu
dapat mengaburkan hasil penilaian seorang karyawan.
f. Pengaruh kesan terakhir. Ketika penilai diharuskan menilai kinerja karyawan pada
masa lampau, kadang penilai mempersepsikan dengan tindakan karyawan pada saat
ini yang sebetuknya tidak berhubungan dengan kinerja masa lampau.
3. Mengurangi bias penilaian
Bias penilaian dapat dikurangi melalui standar penilaian dinyatakan secara jelas, pelatihan, umpan
balik, dan pemilihan teknik penilaian kinerja yang sesuai.
Penilaian dilaksanakan tidak hanya sekedar untuk mengetahui kinerja yang lemah,
hasil yang baik dan bisa diterima, juga harus diidentifikasi sehingga dapap dipakai untuk penilaian
yang lainnya. Untuk itu dalam penilaian kinerja perlu memiliki:
1. Standar kinerja
Sistem penilaian memerlukan standar kinerja yang mencerminkan seberapa jauh keberhasilan
sebuah pekerjaan telah dicapai. Agar efektif, standar perlu berhubungan dengan hasil yang
diinginkan dari tiap pekerjaan.
2. Ukuran kinerja
Evaluasi kinerja juga memerlukan ukuran/standar kinerja yang dapat diandalkan yang digunakan
untuk mengevaluasi kinerja. Agar terjadi penilaian yang kritis, dalam menentukan kinerja, ukuran
yang handal juga hendaknya dapat dibandingkan dengan cara lain dengan standar yang sama untuk
mencapai kesimpulan yang sama tentang kinerja sehingga dapat menambah realiabilitas sistem
penilaian.
F. Jenis-Jenis Penilaian Kinerja
1. Penilaian hanya oleh atasan
Cepat dan langsung
Dapat mengarah ke distorsi karena pertimbangan-pertimbangan pribadi
2. Penilain oleh kelompok lini: atasan dan atasannya lagi bersama-sama membahas kinerja dari
bawahannya yang dinilai.
Objektivitasnya lebih akurat dibandingkan kalau hanya oleh atasannya sendiri.
Individu yang dinilai tinggi dapat mendominasi penilaian.
12. 3. Penilaian oleh kelompok staf: atasan meminta satu atau lebih individu untuk bermusyawarah
dengannya, atasan langsung yang membuat keputusan.
Penilaian gabungan yang masuk akal.
4. Penilaian berdasarkan peninjauan lapangan: sama seperti pada kelompo staf, namun
melibatkan wakil dari pimpinan pengembangan atau deperteman SDM yang bertindak sebagai
peninjau yang independen.
Membawa satu pikiran yang tetap kedalam satu penilaian lintas sektor yang besar.
5. Penilaian oleh bawahan dan sejawat
Mungkin terlalu subjektif
Mungkin digunakan sebagai tambahan pada metode penilaian yang lain
H. Metode Penilaian Kinerja
Metode atau teknik penilaian kinerja karyawan dapat digunakan dengan pendekatan yang
berorientasi pada masa lalu dan masa depan. Hal penting adalah bagaimana cara meminimalkan
masalah-masalah yang mungkin terdapat pada setiap teknik yang digunakan.
1. Metode Penilaian Berorientasi Pada Masa Lalu
Dengan mengevaluasi prestasi kinerja di masa lalu, karyawan dapat memperoleh umpan balik dari
upaya-upaya mereka. Umpan balik itu selanjutnya bisa mengarah kepada perbaikan-perbaikan
prestasi. Teknik-teknik penilaian itu meliputi:
a. Skala peringkat (rating scale)
b. Daftar pertanyaan (checklist)
c. Metode dengan pilihan terarah ( forced choice methode)
d. Metode peristiwa kritis (critical incident methode)
e. Metode peninjauan lapangan ( field review methode)
f. Metode catatan prestasi
g. Tes dan observasi prestasi kerja ( performance test and observation)
h. Pendekatan evaluasi komparatif ( comparative evaluation approach
2. Metode Penilaian Berorientasi Masa Depan
Metode penilaian berorientasi pada masa depan menggunakan asumsi bahwa karyawan tidak lagi
sebagai objek penilaian yang tunduk dan tergantung pada penyelia, tetapi karyawan dilibatkan dalam
proses penilaian. Kesadaran ini adalah kekuatan besar bagi karyawan untuk selalu
mengemmbangkan diri.inilah yang membedakan perusahaan modern dengan yang lainnya dalam
memandang karyawan (SDM).
a. Penilaian Diri Sendiri ( self appraisal)
b. Manajemen Berdasarkan Sasaran ( management by objective)
c. Penilaian secara psikologis
d. Pusat penilaian (assesment center)
13. PROGRAM PENILAIAN KINERJA
Ada banyak hal yang perlu diperhatikan dalam program penilaian kinerja yang menekanakan
pelaksanaan itu sendiri baik menyangkut tujuan instrumen, waktu pelaksanaan, dan feed back.
1. Tujuan penilaian
Tujuan penilaian harus ditetapkan sebab hal ini akan menjadi acuan dan program penilaian.
2. Instrumen penilaian
Hal ini penting yang berhubungan dengan instrumen-isntrumen diantaranya:
a. Teknik yang digunakan apakah rating scale, checklist, penilaian sendiri atau MBO
harus disesuaikan dengan tujuan penilaian.
b. Kualitas instrumen yang dicirikan : validity (kesahihan), reliability (dapat dipercaya),
dan practicibility (kepraktisan)
3. Standar penilaian
4. Siapa yang menilai
5. Siapa yang dinilai
6. Kapan harus menilai
7. Pelatihan bagi penilai
8. Feed back dan implikasi
Faktor yang Mempengaruhi Kinerja
Kinerja tidak terjadi dengan sendirinya. Dengan kata lain, terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi kinerja. Adapun faktor-faktor tersebut menurut Armstrong (1998 : 16-17) adalah
sebagai berikut:
1. Faktor individu (personal factors). Faktor individu berkaitan dengan keahlian, motivasi,
komitmen, dll.
2. Faktor kepemimpinan (leadership factors). Faktor kepemimpinan berkaitan dengan kualitas
dukungan dan pengarahan yang diberikan oleh pimpinan, manajer, atau ketua kelompok
kerja.
3. Faktor kelompok/rekan kerja (team factors). Faktor kelompok/rekan kerja berkaitan dengan
kualitas dukungan yang diberikan oleh rekan kerja.
4. Faktor sistem (system factors). Faktor sistem berkaitan dengan sistem/metode kerja yang
ada dan fasilitas yang disediakan oleh organisasi.
5. Faktor situasi (contextual/situational factors). Faktor situasi berkaitan dengan tekanan dan
perubahan lingkungan, baik lingkungan internal maupun eksternal
2.2.HR SCORE CARD (Pengukuran Kinerja SDM)
A. Pengertian Pengukuran Kinerja
Pengukuran kinerja adalah proses di mana organisasi menetapkan parameter hasil untuk dicapai
oleh program, investasi, dan akusisi yang dilakukan. Proses pengukuran kinerja seringkali
membutuhkan penggunaan bukti statistik untuk menentukan tingkat kemajuan suatu organisasi dalam
meraih tujuannya. Tujuan mendasar di balik dilakukannya pengukuran adalah untuk meningkatkan
kinerja secara umum.
Pengukuran Kinerja juga merupakan hasil dari suatu penilaian yang sistematik dan didasarkan pada
kelompok indikator kinerja kegiatan yang berupa indikator-indikator masukan, keluaran, hasil,
manfaat, dan dampak pengukuran kinerja digunakan sebagai dasar untuk menilai keberhasilan dan
14. kegagalan pelaksanaan kegiatan sesuai dengan sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan dalam
rangka mewujudkan visi dan misi.
Pengukuran kinerja merupakan suatu alat manajemen yang digunakan untuk meningkatkan kualitas
pengambilan keputusan dan akuntabilitas. Pengukuran kinerja juga digunakan untuk menilai
pencapaian tujuan dan sasaran (James Whittaker, 1993)
Sedangkan menurut Junaedi (2002 : 380-381) “Pengukuran kinerja merupakan proses mencatat dan
mengukur pencapaian pelaksanaan kegiatan dalam arah pencapaian misi melalui hasil-hasil yang
ditampilkan berupa produk, jasa, ataupun proses”. Artinya, setiap kegiatan perusahaan harus dapat
diukur dan dinyatakan keterkaitannya dengan pencapaian arah perusahaan di masa yang akan
datang yang dinyatakan dalam misi dan visi perusahaan.
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa sistem pengukuran kinerja adalah suatu sistem yang
bertujuan untuk membantu manajer perusahaan menilai pencapaian suatu strategi melalui alat ukur
keuangan dan non keuangan. Hasil pengukuran tersebut kemudian digunakan sebagai umpan balik
yang akan memberikan informasi tentang prestasi pelaksanaan suatu rencana dan titik dimana
perusahaan memerlukan penyesuaian-penyesuaian atas aktivitas perencanaan dan pengendalian.
B. Tujuan dan Manfaat Pengukuran Kinerja
Batasan tentang pengukuran kinerja adalah sebagai usaha formal yang dilakukan oleh organisasi
untuk mengevaluasi hasil kegiatan yang telah dilaksanakan secara periodik berdasarkan sasaran,
standar dan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya. Tujuan pokok dari pengukuran kinerja adalah
untuk memotivasi karyawan dalam mencapai sasaran organisasi dan mematuhi standar perilaku yang
telah ditetapkan sebelumnya agar menghasilkan tindakan yang diinginkan (Mulyadi & Setyawan
1999: 227).
Secara umum tujuan dilakukan pengukuran kinerja adalah untuk (Gordon, 1993 : 36) :
1. Meningkatkan motivasi karyawan dalam memberikan kontribusi kepada organisasi.
2. Memberikan dasar untuk mengevaluasi kualitas kinerja masing-masing karyawan.
3. Mengidentifikasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan karyawan sebagai dasar
untuk menyediakan kriteria seleksi dan evaluasi program pelatihan dan
pengembangan karyawan.
4. Membantu pengambilan keputusan yang berkaitan dengan karyawan, seperti
produksi, transfer dan pemberhentian.
Pengukuran kinerja dilaksanakan dalam dua tahap, yaitu tahap persiapan dan tahap pengukuran.
Tahap persiapan atas penentuan bagian yang akan diukur, penetapan kriteria yang dipakai untuk
mengukur kinerja, dan pengukuran kinerja yang sesungguhnya. Sedangkan tahap pengukuran terdiri
atas pembanding kinerja sesungguhnya dengan sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya dan
kinerja yang diinginkan (Mulyadi, 2001: 251).
Pengukuran kinerja memerlukan alat ukur yang tepat. Dasar filosofi yang dapat dipakai dalam
merencanakan sistem pengukuran prestasi harus disesuaikan dengan strategi perusahaan, tujuan
dan struktur organisasi perusahaan. Sistem pengukuran kinerja yang efektif adalah sistem
pengukuran yang dapat memudahkan manajemen untuk melaksanakan proses pengendalian dan
memberikan motivasi kepada manajemen untuk memperbaiki dan meningkatkan kinerjanya.
15. Prinsip Pengukuran Kinerja
Dalam pengukuran kinerja terdapat beberapa prinsip-prinsip yaitu:
1. Seluruh aktivitas kerja yang signifikan harus diukur.
2. Pekerjaan yang tidak diukur atau dinilai tidak dapat dikelola karena darinya tidak ada
informasi yang bersifat obyektif untuk menentukan nilainya.
3. Kerja yang tak diukur selayaknya diminimalisir atau bahkan ditiadakan.
4. Keluaran kinerja yang diharapkan harus ditetapkan untuk seluruh kerja yang diukur.
5. Hasil keluaran menyediakan dasar untuk menetapkan akuntabilitas hasil alih-alih
sekedar mengetahui tingkat usaha.
6. Mendefinisikan kinerja dalam artian hasil kerja semacam apa yang diinginkan adalah
cara manajer dan pengawas untuk membuat penugasan kerja dari mereka menjadi
operasional.
7. Pelaporan kinerja dan analisis variansi harus dilakukan secara kerap.
8. Pelaporan yang kerap memungkinkan adanya tindakan korektif yang segera dan
tepat waktu.
9. Tindakan korektif yang tepat waktu begitu dibutuhkan untuk manajemen kendali yang
efektif.
C. Ukuran Pengukuran Kinerja
Terdapat tiga macam ukuran yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja secara kuantitatif yaitu :
1. Ukuran Kriteria Tunggal (Single Criterium).
Yaitu ukuran kinerja yang hanya menggunakan satu ukuran untuk menilai kinerja manajernya. Jika
kriteria tunggal digunakan untuk mengukur kinerjanya, orang akan cenderung memusatkan usahanya
kepada kriteria tersebut sebagai akibat diabaikannya kriteria yang lain yang kemungkinan sama
pentingnya dalam menentukan sukses atau tidaknya perusahaan atau bagiannya.
Sebagai contoh manajer produksi diukur kinerjanya dari tercapainya target kuantitas produk yang
dihasilkan dalam jangka waktu tertentu kemungkinan akan mengabaikan pertimbangan penting
lainnya mengenai mutu, biaya, pemeliharaan equipment dan sumber daya manusia.
2. Ukuran Kriteria Beragam (Multiple Criterium)
Yaitu ukuran kinerja yang menggunakan berbagai macam ukuran dalam menilai kinerja manajernya.
Kriteria ini merupakan cara untuk mengatasi kelemahan kriteria tunggal dalam pengukuran kinerja.
Berbagai aspek kinerja manajer dicari ukuran kriterianya sehingga seorang manajer diukur kinerjanya
dengan berbagai kriteria. Tujuan penggunaan kriteria ini adalah agar manajer yang diukur kinerjanya
mengerahkan usahanya kepada berbagai kinerja.
Contohnya manajer divisi suatu perusahaan diukur kinerjanya dengan berbagai kriteria antara lain
profitabilitas, pangsa pasar, produktifitas, pengembangan karyawan, tanggung jawab masyarakat,
keseimbangan antara sasaran jangka pendek dan sasaran jangka panjang. Karena dalam ukuran
kriteria beragan tidak ditentukan bobot tiap-tiap kinerja untuk menentukan kinerja keseluruhan
manajer yang diukur kinerjanya, maka manajer akan cenderung mengarahkan usahanya, perhatian,
dan sumber daya perusahaannya kepada kegiatan yang menurut persepsinya menjanjikan perbaikan
yang terbesar kinerjanya secara keseluruhan. Tanpa ada penentuan bobot resmi tiap aspek kinerja
yang dinilai didalam menilai kinerja menyeluruh manajer, akan mendorong manajer yang diukur
kinerjanya menggunakan pertimbangan dan persepsinya masing-masing didalam memberikan bobot
terhadap beragan kriteria yang digunakan untuk menilai kinerjanya.
16. D. Balanced Scorecard
Balanced Scorecard merupakan konsep manajemen yang diperkenalkan Robert Kaplan tahun 1992,
sebagai perkembangan dari konsep pengukuran kinerja (performance measurement) yang mengukur
perusahaan. Robert Kaplan mempertajam konsep pengukuran kinerja dengan menentukan suatu
pendekatan efektif yang seimbang (balanced) dalam mengukur kinerja strategi perusahaan.
Pendekatan tersebut berdasarkan empat perspektif yaitu keuangan, pelanggan, proses bisnis internal
dan pembelajaran dan pertumbuhan. Keempat perspektif ini menawarkan suatu keseimbangan
antara tujuan jangka pendek dan jangka panjang, hasil yang diinginkan (Outcome) dan pemicu
kinerja (performance drivers) dari hasil tersebut, dan tolok ukur yang keras dan lunak serta subjektif.
Untuk mengetahui lebih jauh mengenai Balanced Scorecard, berikut ini dikemukakan pengertian
Balanced Scorecard menurut beberapa ahli, di antaranya: Amin Widjaja Tunggal, (2002:1) “Balanced
Scorecard juga menunjukkan bagaimana perusahaan menyempurnakan prestasi keuangannya.”
Sedangkan Teuku Mirza, (1997: 14) “Tujuan dan pengukuran dalam Balanced Scorecard bukan
hanya penggabungan dari ukuran-ukuran keuangan dan non-keuangan yang ada, melainkan
merupakan hasil dari suatu proses atas bawah (top-down) berdasarkan misi dan strategi dari suatu
unit usaha, misi dan strategi tersebut harus diterjemahkan dalam tujuan dan pengukuran yang lebih
nyata”.
Balanced Scorecard merupakan suatu sistem manajemen strategik atau lebih tepat dinamakan
“Strategic based responsibility accounting system” yang menjabarkan misi dan strategi suatu
organisasi ke dalam tujuan operasional dan tolok ukur kinerja perusahaan tersebut. Konsep balanced
scorecard berkembang sejalan dengan perkembangan implementasinya. Balanced scorecard terdiri
dari dua kata yaitu balanced dan scorecard. Scorecard artinya kartu skor, maksudnya adalah kartu
skor yang akan digunakan untuk merencanakan skor yang diwujudkan di masa yang akan datang.
Sedangkan balanced artinya berimbang, maksudnya adalah untuk mengukur kinerja seseorang atau
organisasi diukur secara berimbang dari dua perspektif yaitu keuangan dan non keuangan, jangka
pendek dan jangka panjang, intern dan ekstern (Mulyadi, 2005).
Pada awalnya, balanced scorecard ditujukan untuk memperbaiki sistem pengukuran kinerja eksekutif.
Sebelum tahun 1990-an eksekutif hanya diukur kinerjanya dari aspek keuangan, akibatnya fokus
perhatian dan usaha eksekutif lebih dicurahkan untuk mewujudkan kinerja keuangan dan
kecendrungan mengabaikan kinerja non keuangan. Pada tahun 1990, Nolan Norton Institute, bagian
riset kantor akuntan publik KPMG, mensponsori studi tentang “Mengukur Kinerja Organisasi Masa
Depan”. Studi ini didorong oleh kesadaran bahwa pada waktu itu ukuran kinerja keuangan yang
digunakan oleh semua perusahaan untuk mengukur kinerja eksekutif tidak lagi memadai.
Balanced scorecard digunakan untuk menyeimbangkan usaha dan perhatian eksekutif ke kinerja
keuangan dan nonkeuangan, serta kinerja jangka pendek dan kinerja jangka panjang. Hasil studi
tersebut menyimpulkan bahwa untuk mengukur kinerja eksekutif masa depan, diperlukan ukuran
yang komprehensif yang mencakup empat perspektif yaitu keuangan, pelanggan, proses bisnis
internal, dan pembelajaran dan pertumbuhan. Ukuran ini disebut dengan balanced scorecard.
Balanced scorecard yang baik harus memenuhi beberapa kriteria antara lain sebagai berikut :
1. Dapat mendefinisikan tujuan strategi jangka panjang dari masing – masing perspektif
(outcomes) dan mekanisme untuk mencapai tujuan tersebut (performance driver).
2. Setiap ukuran kinerja harus merupakan elemen dalam suatu hubungan sebab akibat (cause
and effect relationship).
3. Terkait dengan keuangan, artinya strategi perbaikan seperti peningkatan kualitas,
pemenuhan kepuasan pelanggan, atau inovasi yang dilakukan harus berdampak pada
peningkatan pendapatan perusahaan.
17. Langkah-langkah balanced scorecard meliputi empat proses manajemen baru. Pendekatan ini
mengkombinasikan antara tujuan strategi jangka panjang dengan peristiwa jangka pendek. Keempat
proses tersebut menurut (Kaplan dan Norton, 1996) antara lain.
1. Menterjemahkan visi, misi dan strategi perusaan.
Untuk menentukan ukuran kinerja, visi organisasi perlu dijabarkan dalam tujuan dan sasaran. Visi
adalah gambaran kondisi yang akan diwujudkan oleh perusahaan di masa mendatangkan untuk
mewujudkan kondisi yang digambarkan dalam visi, perusahaan perlu merumuskan strategi.tujuan ini
menjadi salah satu landasan bagi perumusan strategi untuk mewujudkannya. Dalam proses
perencanaan strategik, tujuan ini kemudian dijabarkan ke dalam sasaran strategik dengan ukuran
pencapaiannya.
2. Mengkomunisasikan dan mengaitkan berbagai tujuan dan ukuran strategis balanced
scorecard.
Dapat dilakukan dengan cara memperlihatkan kepada tiap karyawan apa yang dilakukan perusahaan
untuk mencapai apa yang menjadi keinginan para pemegang saham dan konsumen. Hal ini bertujuan
untuk mencapai kinerja karyawan yang baik.
3. Merencanakan, menetapkan sasaran, menyelaraskan berbagai inisiatif rencana
bisnis.
Memungkinkan organisasi mengintergrasikan antara rencana bisnis dan rencana keuangan mereka.
Balanced scorecard sebagai dasar untuk mengalokasikan sumber daya dan mengatur mana yang
lebih penting untuk diprioritaskan, akan menggerakan kearah tujuan jangka panjang perusahaan
secara menyeluruh.
4. Meningkatkan Umpan Balik dan pembelajaran strategis
Proses keempat ini akan memberikan strategis learning kepada perusahaan. Dengan balanced
scorecard sebagai pusat sistem perusahaan, maka perusahaan melakukan monitoring terhadap apa
yang telah dihasilkan perusahaan dalam jangka pendek.
Empat Perspektif Balanced Scorecard
Balanced scorecard adalah konsep yang mengukur kinerja suatu organisasi dari empat perspektif,
yaitu perspektif finansial, perspektif customer, perspektif proses bisnis internal, perspektif
pertumbuhan dan pembelajaran. Konsep balanced scorecard ini pada dasarnya merupakan
penerjemahaan strategi dan tujuan yang ingin dicapai oleh suatu perusahaan dalam jangka panjang,
yang kemudian diukur dan dimonitoring secara berkelanjutan
Menurut Kaplan dan Norton (1996), balanced scorecrad memiliki empat perspektif, antara lain
1 Perspektif Keuangan (Financial Perspective)
2perspektif Pelanggan (Customer Perspective)
3.perspektif Proses Bisnis Internal (Internal Business Process Perspective)
4.perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan (Learn and Growth / Infrastucture Perspective)
18. E. Implementasi Balanced Scorecard
Organisasi sangat membutuhkan untuk menerapkan balanced scorecard sebagai satu set ukuran
kinerja yang multi dimensi. Hal ini mencerminkan kebutuhan untuk mengukur semua bidang kinerja
yang penting bagi keberhasilan organisasi. Pendekatan yang paling luas dikenal sebagai pengukuran
kinerja. Balanced scorecard sekarang banyak digunakan sebagai pengembangan strategi dan
sebagai alat eksekusi yang dikembangkan dalam lingkungan operasional.
Balanced scorecard menerjemahkan visi dan misi serta strategi perusahaan ke dalam seperangkat
ukuran kinerja yang dimengerti (indikator), sehingga strategi dapat dipahami, dikomunikasikan dan
diukur, dengan demikian berfungsi untuk semua kegiatan. Selai itu, indikator memungkinkan
pemantauan tingkat akurasi pelaksanaan strategi (Kaplan dan Norton, 1996). Balancd scorecard
telah banyak diterapkan sebagai alat ukur kinerja baik dalam bisnis manufaktur dan jasa.
Penerapannya adalah dengan berfokus pada keempat perspektif Balanced scorecard.
Pembahasan mengenai pengukuran kinerja dengan menggunakan balanced scorecard lebih sering
dilakukan dalam konteks penerapannya pada perusahaan atau organisasi yang bertujuan mencari
laba (Profit-seeking Organisations). Jarang sekali ada pembahasan mengenai penerapan balanced
scorecard pada organisasi nirlaba (not-for profit organisations) atau organisasi dengan karakteristik
khusus seperti koperasi yang ditandai relational contracting, yakni saat owner dan consumer adalah
orang yang sama, serta dimana mutual benefit anggota menjadi prioritasnya yang utama (Merchant,
1998). Pada organisasi-organisasi semacam ini keberhasilan haruslah lebih didasarkan pada
kesuksesan pencapaian misi secara luas daripada sekedar perolehan keuntungan.
Pengukuran aspek keuangan ternyata tidak mampu menangkap aktivitas-aktivitas yang menciptakan
nilai (value-creating activities) dari aktiva-aktiva tidak berwujud seperti :
· Keterampilan, kompetensi, dan motivasi para pegawai
· Database dan teknologi informasi
· Proses operasi yang efisien dan responsif
· Inovasi dalam produk dan jasa
· Hubungan dan kesetiaan pelanggan, serta
· Adanya dukungan politis, peraturan perundang-undangan, dan dari masyarakat (Kaplan dan
Norton, 2000).
Dengan Balanced scorecard para manajer perusahaan akan mampu mengukur bagaimana unit bisnis
mereka melakukan penciptaan nilai saat ini dengan tetap mempertimbangkan kepentingan-
kepentingan masa yang akan datang. Balanced scorecard memungkinkan untuk mengukur apa yang
telah diinvestasikan dalam pengembangan sumber daya manusia, sistem dan prosedur, demi
kebaikan kinerja di masa depan. Melalui metode yang sama dapat di nilai pula apa yang telah dibina
dalam intangible assets seperti merk dan loyalitas pelanggan.
19. 2.3. Motivasi dan Kepuasan Kerja
A. Peran Motivasi dalam Kinerja
Berbagai konsep ringkasan untuk menjelaskan pola perilaku yang menghasilkan, mengarahkan dan
memelihara usaha tertentu sering dikatakan sebagai Motivasi.Dimana, hasil dari berbagai konsep
tersebut akan terlihat dari bagaimana seorang individu bersikap dalam kehidupannya sehari-hari.
Besarnya motivasi dari seseorang akan berdampak pada sikapnya dalam melaksanakan
pekerjaannya. Ketika seseorang melaksanakan pekerjaannya dengan baik dan benar, ia dapat
dikatakan memiliki semangat dan motivasi yang tinggi terhadap pekerjaan tersebut. Dan sebaliknya,
ketika seseorang tidak melaksanakan pekerjaannya dengan baik dan benar serta terlihat tidak serius
dalam pekerjaan itu, ia dapat dikatakan tidak memiliki motivasi terhadap pekerjaan itu.
Terkadang motivasi tidak dapat menjadi patokan seseorang itu melakukan suatu pekerjaan dengan
baik. Hal tersebut disebabkan adanya individu yang memiliki kemampuan dasar dalam bidang
tersebut sehingga ia tidak memerlukan motivasi yang besar untuk dapat melakukan pekerjaan
tersebut. Motivasi dapat mempengaruhi cara kerja individu yang memiliki kemampuan yang terbatas
terhadap suatu pekerjaan, namun tidak semua individu tersebut dapat menerima dan menerapkan
motivasi tersebut.
Masalah praktis motivasi ini menarik minat psikolog I/O dengan sangat baik, tetapi mereka mencari
solusi dengan cara yang berbeda. Mereka percaya bahwa memahami bagaimana menguasai
masalah motivasi dimulai dengan memahami kekuatan untuk menghasilkan, mengarahkan, dan
memelihara usaha/upaya, yaitu dengan mengembangkan teori motivasi yang layak. Ada banyak teori
yang ada. Ada banyak cara untuk mengelompokkan, atau mengklasifikasikan teori-teori itu.
Pengelompokan yang digunakan di sini adalah sederhana dan sesuai dengan tujuan lebih baik
daripada alternatif, tetapi sampai sekarang tidak ada satu metode klasifikasi yang telah memperoleh
penerimaan umum.
Salah satu pendekatan yang paling tua dan paling abadi untuk mempelajari motivasi didasarkan atas
dasar pikiran bahwa perilaku dimotivasi oleh kebutuhan dasar manusia.Hipotesis yang terkait adalah
bahwa ciri-ciri kepribadian tertentu adalah penentu penting usaha atau upaya kerja.Kedua kebutuhan
dan karakteristik kepribadian adalah variabel perbedaan individu yang tidak dapat diamati secara
langsung; mereka disimpulkan dari perilaku yang diamati.
B. Teori Disposional Motivasi Kerja
Teori Disposisional motivasi mengidentifikasi karakteristik individu sebagai sumber dari kekuatan
yang menghasilkan, mengarahkan, dan mengatur usaha yang dikeluarkan oleh perilaku tertentu.
Need Theories, didasarkan pada premis bahwa orang-orang mengerahkan upaya dalam perilaku
yang memungkinkan mereka untuk mengisi kekurangan dalam kehidupan mereka, hal ini membuat
jumlah terbesar dari teori ini. Sejauh ini, pernyataan teoritis yang paling terkenal untuk kategori ini
adalah teori Abraham Maslow (Maslow Needs Hierarchy).
1. Teori Hirarki Kebutuhan Maslow
Maslow adalah seorang psikolog klinis. Berdasarkan pengalamannya sebagai seorang dokter, ia
mempostulatkan bahwa seseorang memiliki suatu set umum lima kebutuhan yang dapat diatur dalam
sebuah hierarki penting. Kebutuhan yang paling dasar, salah satu yang harus dipenuhi pertama kali,
adalah kebutuhan psikologis; ini diikuti oleh pentingnya kebutuhan keamanan, sosial, dan harga
diri.Di bagian atas hirarki adalah kebutuhan yang dipostulatkan pemenuhan diri (self-fulfillment).
Menurut teori Maslow, setiap kebutuhan harus dipenuhi sebelum memotivasi perilaku berikutnya;
dalam situasi kerja, ini berarti bahwa orang-orang mengerahkan usaha untuk mengisi kepuasan
kebutuhan yang terendah.Seseorang baru memulai mungkin bekerja untuk membayar uang
20. pendidikan dan menyediakan makanan dan tempat tinggal (memenuhi kebutuhan fisiologis dan
keamanan).Ia akan diharapkan untuk bekerja keras untuk kenaikan gaji karena ini akan membantu
memenuhi kebutuhan tersebut secara lebih lengkap. Orang lain mungkin akan bekerja terutama
untuk persahabatan dan rasa memiliki (kebutuhan sosial), dan kenaikan gaji bukanlah suatu motivasi.
Teori Maslow memungkinkan untuk variasi dimana orang-orang berdiri di atas hirarki, tapi untuk
menerapkan teori dalam suasana kerja telah berfokus hampir secara eksklusif pada tingkat atas
pemenuhan kebutuhan (self-actualization). Keyakinannya adalah bahwa seseorang akan
mengerahkan usaha lebih banyak dalam pekerjaan akan terasa menarik dan menantang dan
memungkinkan mereka secara pribadi telah mengontrol.
C. Teori ERG Alderfer
Sebuah teori motivasi kerja didasarkan pada hirarki kebutuhan Maslow, tetapi menggabungkan
perubahan penting, diusulkan oleh Alderfer. Teori ERG mengadakan hipotesis tiga set kebutuhan
mulai dari yang paling tinggi ke paling konkret (dasar). Kebutuhan ini—Existence (E), Relatedness
(R), dan Growth (G)—pada dasarnya adalah pengaturan kembali hierarki Maslow, tetapi rigid
ordering hirarkinya itu bukan bagian dari ERG Theory.
Menurut ERG Theory, jika upaya untuk memenuhi kebutuhan pada satu level itu secara terus
menerus mengalami frustasi, individu mungkin mengalami kemunduran (jatuh lagi) kepada perilaku
kebutuhan yang lebih konkret. Karyawan tidak dapat memenuhi kebutuhan pertumbuhan dirinya pada
pekerjannya mungkin menyudahi untuk melakukan itu lebih baik jika tetap bekerja dan memenuhi
kebutuhan sosial yang lebih rendah.
D. Teori Dua Faktor Herzberg
Teori motivasi dua-faktor Herzberg didasarkan pada pembagian hirarki Maslow menjadi kebutuhan
atas dan bawah. Menurut Herzberg, hanya kondisi yang memungkinkan orang untuk mengisi
kebutuhan tingkat atas untuk penghargaan dan aktualisasi diri yang dapat meningkatkan motivasi
kerja. Sebuah organisasi harus memungkinkan karyawan untuk memenuhi kebutuhan tingkat bawah
melalui kerja sehingga dapat mencegah mereka meninggalkan organisasi, tapi mampu memenuhi
kebutuhan tersebut tidak mempengaruhi motivasi kerja mereka.
Didalam teori dua faktor, kondisi kerja yang memungkinkan orang untuk memenuhi kebutuhan tingkat
atas disebut motivator. Di antara faktor-faktor motivator yang diidentifikasi oleh Herzberg adalah
pencapaian, pengakuan, tanggung jawab, kesempatan untuk maju, dan ketertarikan bekerja.Faktor-
faktor ini, menurut teori, mempengaruhi kepuasan kerja dan mengarah kepada motivasi kerja yang
lebih besar.Kondisi yang relevan dengan kebutuhan tingkat rendah meliputi jenis pengawasan,
kebijakan perusahaan, hubungan dengan rekan kerja, kondisi kerja fisik, dan pembayaran.
D. Model Penguatan Motivasi Kerja
Pendekatan penguatan motivasi tidak dikembangkan sebagai teori motivasi. Pada kenyataannya, itu
bukan teori sama sekali, tapi satu set prinsip-prinsip yang berkaitan dengan perilaku hasil. Prisip-
prinsip ini telah ditarik dari data akumulasi awalnya dalam perilaku belajar dari pengaturan
laboratorium.Sebagai pendekatan motivasi untuk bekerja, model terdiri dari ekstrapolasi penguatan
belajar prinsip dengan perilaku orang di tempat kerja.Tiga dari prinsip-prinsip ini merupakan
kepentingan utama.
1. Orang-orang terus melakukan hal-hal yang memiliki hasil yang memuaskan. Hadiah memperkuat
kemungkinan bahwa mereka akan mengulangi perilaku mereka.
2. Orang menghindari melakukan hal-hal yang mengakibatkan hukuman. Hukuman mengurangi
kemungkinan bahwa perilaku berikut akan terjadi lagi.
21. 3. Orang-orang akhirnya berhenti melakukan hal-hal yang tidak menguntungkan atau menghasilkan
hukuman. Perilaku yang memiliki hasil yang netral akan hilang cepat atau lambat.
Diterapkan untuk motivasi kerja, penguatan prinsip di tempat kerja adalah fungsi usaha langsung
sejauh mana hubungan antara pekerjaan dan perilaku reward telah dibangun dan diperkuat. Jika
Anda bekerja keras dan melakukan apa yang diharapkan telah dihargai lebih dari mereka telah
dihukum atau diabaikan, seorang individu akan terus melanjutkan perilaku tersebut. Jika, di sisi lain,
hasil dari upaya kerja telah dihukum dalam beberapa cara bagi perorangan, perusahaan akan
berkurang. Usaha kerja juga berkurang, tapi lebih secara bertahap, ketika ternyata tidak dihargai atau
dihukum.
Sebuah pendekatan penguatan murni motivasi yang didasarkan pada efek bahwa penguatan dari
lingkungan memiliki usaha kerja—yaitu, extrinsic reinforcement. Penguatan ini disediakan
oleh informal reward, misalnya pujian atau pengakuan, sama baiknya oleh reward organisasi formal,
misalnya, bonus, tugas kerja menarik, kantor yang lebih besar, atau promosi. Kebanyakan psikolog
I/O yakin bahwa intrinsic reinforcement (reward yang ”diberi” untuk dirinya sendiri, misalnya rasa
bangga dan perasaan prestasi) yang juga penting untuk motivasi kerja; beberapa orang yakin itu
relatif lebih penting.
F. Kepuasan Kerja
Kepuasan kerja adalah sebuah sikap, yang secara hipotetis membangun – sama halnya seperti
motivasi dan kebutuhan – hal yang tidak dapat diamati, tapi yang ada tidaknya diyakini berhubungan
dengan pola perilaku tertentu. Singkatnya, seseorang yang merasa puas dalam bekerja akan lebih
menyukai pekerjaannya. Darimanakah kepuasan kerja itu muncul dan bagaimana cara
mengukurnya? Apakah ada hubungan antara kepuasan kerja dan variabel pribadi tertentu, seperti
jenis kelamin, umur, dan pendidikan?Apa kepuasan kerja mempengaruhi perilaku kerja individu dan
aspek lain dari hidupnya?
1. Arti dan Pengukuran Kepuasan Kerja
Psikolog organisasi industri telah meneliti tentang kepuasan kerja dalam 60 tahun terakhir, yang
merupakan salah satu topik tunggal yang paling ekstensif diteliti di lapangan. Meskipun penelitian
mengenai teori kepuasan kerja - apa penyebabnya dan bagaimana prosesnya - belum
dikembangkan, namun hal ini sudah pernah ada yang meneliti sebelumnya.
Dengan tidak adanya landasan teoritis yang memadai untuk penelitian kepuasan pekerjaan, Psikolog
Industri dan Organisasi lebih mengandalkan definisi operasional dari konsep ini. Secara praktis,
kepuasan kerja didefinisikan dengan cara bagaimana kepuasan kerja itu sendiri diukur. Ada
perbedaan pendapat tentang pengukuran ini, namun terdapat instrumen yang paling cocok dalam
beberapa kategori dasar.Tiga di antaranya - kepuasan kerja sebagai (1) sebuah konsep global, (2)
sebuah aspek, dan (3) fungsi dari kebutuhan yang terpenuhi. Dalam semua kasus, kepuasan kerja
diukur dengan cara kuesioner self-report.
Dalam penelitian Psikologi Industri dan Organisasi, tingkat kepuasan kerja seseorang diukur dari self-
report mereka, namun sayangnya hal ini sangat sulit karena tidak ada cara untuk mengukurnya
begitu pula dengan tingkat akurasinya, karena self-report ini mungkin tidak menggambarkan
bagaimana perasaan responden yang sebenarnya. Kita akan berpikir bahwa kurangnya kehadiran
karyawan di tempat kerja menunjukkan kurangnnya tingkat kepuasan kerjanya, kesimpulan ini tentu
tidak bisa dijadikan dasar. Setiap kesimpulan tentang penelitian yang bertuliskan "Kepuasan kerja
berkorelasi dengan ..." selalu berarti "skor pada ukuran kepuasan kerja yang digunakan dalam
penelitian ini berkorelasi dengan ..."
22. Kepuasan kerja sebagai Konsep Globalkepuasan kerja digambarkan sebagai evaluasi positif dari
situasi pekerjaan tertentu.Ini menyiratkan semacam ringkasan psikologi dari semua hal yang disukai
dan tidak disukai dari aspek pekerjaan, dan ini pada kenyataannya telah lama menjadi pendekatan
umum untuk mengukur kepuasan kerja. Pertanyaannya adalah "secara keseluruhan, seberapa
puaskah Anda dengan pekerjaan yang Anda lakukan - akankah Anda mengatakan bahwa Anda
sangat puas, cukup puas, agak puas, atau sangat puas?" (Vecchio, 1980, hal 481. )
Kuisioner mengenai kepuasaan dalam pekerjaan memiliki kelebihan dan kekurangan.Selain karena
biaya yang murah, skor yang didapat dapat diolah dengan mudah dan cepat. Hal ini tentu juga akan
memudahkan para subjek penelitian, karena memungkinkan mereka untuk berperilaku secara alami –
dengan menggabungkan aspek situasi pekerjaan mereka sebagaimana biasanya mereka memikirkan
pekerjaannya (Ironson, Smith, Brannick & Gibson, 1989). Namun, kuisioner mengenai kepuasan kerja
ini tentu memiliki kekurangan, salah satunya adalah responden mungkin bisa memiliki jawaban yang
berbeda berdasakan interpretasi mereka terhadap pekerjaan, misalnya beberapa responden bisa
menjawab berdasarkan gaji, beberapa dasar dari sifat pekerjaan, sebagian atas dasar iklim sosial
organisasi, dan sebagainya.
Salah satu cara untuk meyakinkan bahwa subyek menjawab pertanyaan tentang kepuasan kerja dari
kerangka acuan yang sama adalah dengan memberi mereka sedikit pengarahan. Sebuah kepuasan
kerja kuesioner yang dikembangkan oleh Andrew dan Withey (1976) menggabungkan nilai dari (a)
satu respon secara global untuk suatu pekerjaan dan (b) empat pertanyaan tentang aspek tertentu
(rekan kerja, pekerjaan itu sendiri, kondisi kerja fisik, dan alat-alat kerja) ke (c) satu skor kepuasan
pekerjaan. Skor pada kuesioner ini memiliki korelasi yang signifikan dengan sejumlah perilaku kerja
serta nilai dari ukuran kepuasan kerja.
2.4.Mengelola Kecerdasan dan Emosional SDM
kecerdasan Emosional – EQ
manusia diciptakan dengan dianugerahi kelebihan dibanding makhluk lainnya, yaitu adanya cipta,
rasa dan karsa. Dari ketiga kelebihan tadi masing-masing bisa dikembangkan ke dalam potensi-
potensi. Potensi yang bersumber dari cipta, yaitu potensi intelektual atau intelectual quotient (IQ).
Potensi dari rasa, yakni potensi emosional atau emosional quotinet (EQ) dan potensi spiritual (SQ).
Sedangkan potensi yang bersumber dari karsa, adalah potensi ketahanmalangan atau adversity
quotient (AQ) dan potensi vokasional quotient (VQ).
A.Pengertian Teori Kecerdasan Emosi
Kecerdasan emosional atau yang biasa dikenal dengan EQ (bahasa Inggris: emotional
quotient) adalah kemampuan seseorang untuk menerima, menilai, mengelola, serta mengontrol
emosi dirinya dan oranglain di sekitarnya. Dalam hal ini, emosi mengacu pada perasaan terhadap
informasi akan suatu hubungan. Sedangkan, kecerdasan (intelijen) mengacu pada kapasitas untuk
memberikan alasan yang valid akan suatu hubungan. Kecerdasan emosional adalah kemampuan
mengenali diri sendiri dan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri dan mengelola emosi
dengan baik pada diri sendiri dan hubungannya dengan orang lain (Goleman,2001:512). Seseorang
dengan kecerdasan emosional yang berkembang dengan baik, kemungkinan besar akan berhasil
dalam kehidupannya karena mampu menguasai kebiasaan berfikir yang mendorong produktivitas
(Widagdo, 2001). Goleman (2001) membagi kecerdasan emosional yang dapat memperngaruhi
keberhasilan seseorang dalam bekerja ke dalam lima bagian utama yaitu kesadaran diri, pengaturan
diri, motivasi, empati dan ketrampilan sosial.
23. Menurut Salovey dan Mayer, 1999 (handbook Emotional Intelligence training, prime consulting, p.11)
kecerdasan emosi adalah kemampuan untuk merasakan emosi, menerima dan membangun emosi
dengan baik, memahami emosi dan pengetahuan emosional sehingga dapat meningkatkan
perkembangan emosi dan intelektual. Salovey juga memberikan definisi dasar tentang kecerdasan
emosi dalam lima wilayah utama yaitu, kemampuan mengenali emosi diri, mengelola emosi diri,
memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang kain, dan kemampuan membina hubungan dengan
orang lain. Seorang ahli kecerdasan emosi, Goleman (2000, p.8) mengatakan bahwa yang dimaksud
dengan kecerdasan emosi di dalamnya termasuk kemampuan mengontrol diri, memacu, tetap tekun,
serta dapat memotivasi diri sendiri. Kecakapan tersebut mencakup pengelolaan bentuk emosi baik
yang positif maupun negatif. Purba (1999, p.64) berpendapat bahwa kecerdasan emosi adalah
kemampuan di bidang emosi yaitu kesanggupan menghadapi frustasi, kemampuan mengendalikan
emosi, semamgat optimisme, dan kemampuan menjalin hubungan dengan orang lain atau empati.
Berikut ini adalah beberapa pendapat tentang kecerdasan emosional menurut para ahli (Mu’tadin,
2002), yaitu:
1. Salovey dan Mayer (1990)
Salovey dan Mayer (1990) mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai kemampuan untuk
mengenali perasaan, meraih dan membangkitkan perasaan untuk membantu pikiran, memahami
perasaan dan maknanya, dan mengendalikan perasaan secara mendalam sehingga dapat membantu
perkembangan emosi dan intelektual.
2. Cooper dan Sawaf (1998)
Cooper dan Sawaf (1998) mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai kemampuan merasakan,
memahami, dan secara efektif menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi,
informasi, koneksi dan pengaruh yang manusiawi. Lebih lanjut dijelaskan, bahwa kecerdasan emosi
menuntut seseorang untuk belajar mengakui, menghargai perasaan diri sendiri dan orang lain serta
menanggapinya dengan tepat dan menerapkan secara efektif energi emosi dalam kehidupan sehari-
hari.
3. Howes dan Herald (1999)
Howes dan Herald (1999) mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai komponen yang membuat
seseorang menjadi pintar menggunakan emosinya. Lebih lanjut dijelaskan, bahwa emosi manusia
berada di wilayah dari perasaan lubuk hati, naluri yang tersembunyi dan sensasi emosi yang apabila
diakui dan dihormati, kecerdasan emosional akan menyediakan pemahaman yang lebih mendalam
dan lebih utuh tentang diri sendiri dan orang lain.
4. Goleman (2003)
Goleman (2003) mendefiniskan kecerdasan emosional sebagai kemampuan lebih yang dimiliki
seseorang dalam memotivasi diri, ketahanan dalam menghadapi kegagalan, mengendalikan emosi,
dan menunda kepuasan serta mengatur keadaan jiwa. Dengan kecerdasan emosional tersebut
seseorang dapat menempatkan emosinya pada porsi yang tepat, memilah kepuasan, dan mengatur
suasana hati.
Goleman (2003) menjelaskan bahwa kecerdasan emosional terbagi ke dalam lima wilayah utama,
yaitu kemampuan mengenali emosi diri, mengelola emosi diri, memotivasi diri sendiri, mengenali
emosi orang lain, dan kemampuan membina hubungan dengan orang lain. Secara jelas hal tersebut
dapat dijelaskan sebagai berikut:
a) Kesadaran Diri (Self Awareness)
24. Self Awareness adalah kemampuan untuk mengetahui apa yang dirasakan dalam dirinya dan
menggunakannya untuk memandu pengambilan keputusan diri sendiri, memiliki tolok ukur yang
realistis atas kemampuan diri sendiri dan kepercayaan diri yang kuat.
b) Pengaturan Diri (Self Management)
Self Management adalah kemampuan seseorang dalam mengendalikan dan menangani emosinya
sendiri sedemikian rupa sehingga berdampak positif pada pelaksanaan tugas, memiliki kepekaan
pada kata hati, serta sanggup menunda kenikmatan sebelum tercapainya suatu sasaran dan mampu
pulih kembali dari tekanan emosi.
c) Motivasi (Self Motivation)
Self Motivation merupakan hasrat yang paling dalam untuk menggerakkan dan menuntun diri menuju
sasaran, membantu pengambilan inisiatif serta bertindak sangat efektif, dan mampu untuk bertahan
dan bangkit dari kegagalan dan frustasi.
d) Empati (Empathy/Social awareness)
Empathy merupakan kemampuan merasakan apa yang dirasakakan orang lain, mampu memahami
perspektif orang lain dan menumbuhkan hubungan saling percaya, serta mampu menyelaraskan diri
dengan berbagai tipe hubungan.
e) Ketrampilan Sosial (Relationship Management)
Relationship Management adalah kemampuan untuk menangani emosi dengan baik ketika
berhubungan sosial dengan orang lain, mampu membaca situasi dan jaringan sosial secara cermat,
berinteraksi dengan lancar, menggunakan ketrampilan ini untuk mempengaruhi, memimpin,
bermusyawarah, menyelesaikan perselisihan, serta bekerja sama dalam tim.
5). Menurut Prati, et al. (2003) kecerdasan emosi adalah kemampuan untuk membaca dan
memahami orang lain, dan kemampuan untuk menggunakan pengetahuan untuk mempengaruhi
orang lain melalui pengaturan dan penggunaan emosi. Jadi kecerdasan emosi dapat diartikan tingkat
kecemerlangan seseorang dalam menggunakan perasaannya untuk merespon keadaan perasaan
dari diri sendiri maupun dalam menghadapi lingkungannya. Sementara itu menurut Bitsch (2008)
indikator yang termasuk dalam variabel kecerdasan emosional ada 7. Tujuh indikator tersebut diukur
dengan ”The Yong emotional intelligence Inventory (EQI)”, yakni kuesioner self-report yang mengukur
7 indikator tersebut adalah:
a) Intrapersonal skills,
b) Interpesonal skills,
c) Assertive,
d) Contentment in life,
e) Reselience,
f) Self-esteem,
g) Self-actualization.
25. B. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kecerdasan Emosi
a. Faktor Internal.Faktor internal adalah apa yang ada dalam diri individu yang mempengaruhi
kecerdasan emosinya. Faktor internal ini memiliki dua sumber yaitu segi jasmani dan segi psikologis.
Segi jasmani adalah faktor fisik dan kesehatan individu, apabila fisik dan kesehatan seseorang dapat
terganggu dapat dimungkinkan mempengaruhi proses kecerdasan emosinya. Segi psikologis
mencakup didalamnya pengalaman, perasaan, kemampuan berfikir dan motivasi.
b. Faktor Eksternal.
Faktor ekstemal adalah stimulus dan lingkungan dimana kecerdasan emosi berlangsung. Faktor
ekstemal meliputi:
1) Stimulus itu sendiri, kejenuhan stimulus merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
keberhasilan seseorang dalam memperlakukan kecerdasan emosi tanpa distorsi dan
2) Lingkungan atau situasi khususnya yang melatarbelakangi proses kecerdasan emosi. Objek
lingkungan yang melatarbelakangi merupakan kebulatan yang sangat sulit dipisahkan.
C. Cara Meningkatkan Kecerdasan Emosional
1. Membaca situasi
Dengan memperhatikan situasi sekitar, kita akan mengetahui apa yang harus dilakukan.
2. Mendengarkan dan menyimak lawan bicara
Dengarkan dan simak pembicaraan dan maksud dari lawan bicara, agar tidak terjadi salah paham
serta dapat menjaga hubungan baik.
3. Siap berkomunikasi
Jika terjadi suatu masalah, bicarakanlah agar tidak terjadi salah paham.
4. Tak usah takut ditolak
Setiap usaha terdapat dua kemungkinan, diterima atau ditolak, jadi siapkan diri dan jangan takut
ditolak.
5. Mencoba berempati
EQ tinggi biasanya didapati pada orang-orang yang mampu berempati atau bisa mengerti
situasi yang dihadapi orang lain.
6. Pandai memilih prioritas
Ini perlu agar bisa memilih pekerjaan apa yang mendesak, dan apa yang bisa
26. ditunda.
7. Siap mental
Situasi apa pun yang akan dihadapi, kita harus menyiapkan mental sebelumnya.
8. Ungkapkan lewat kata-kata
Katakan maksud dan keinginan dengan jelas dan baik, agar dapat salaing mengerti.
9. Bersikap rasional
Kecerdasan emosi berhubungan dengan perasaan, namun tetap berpikir rasional.
10. Fokus
Kosentrasi diri pada suatu masalah yang perlu mendapat perhatian. Jangan
memaksa diri melakukannya dalam 4-5 masalah secara bersamaan.
2.5. MEMBANGUN KAPABILITAS DAN KOMPETENSI SDM
Pengukuran Kompetensi Emosional
EI Kemampuan biasanya diukur menggunakan tes kinerja maksimum dan memiliki hubungan yang
kuat dengan kecerdasan tradisional, sedangkan EI sifat biasanya diukur dengan menggunakan
kuesioner laporan diri dan memiliki hubungan yang kuat dengan kepribadian. Dua alat pengukuran
didasarkan pada model Goleman:
Inventory Emotional Kompetensi (ECI), yang diciptakan pada tahun 1999, dan Inventarisasi
Kompetensi Emosional dan Sosial (ESCI), yang diciptakan pada tahun 2007.
The Appraisal Kecerdasan Emosional, yang diciptakan pada tahun 2001 dan yang dapat diambil
sebagai laporan diri atau 360 derajat penilaian.
A.Cara Membangun Sistem Manajemen SDM Berbasis Kompetensi
Untuk meningkatkan sumber daya manusia sebuah perusahaan sudah selayaknya jika perusahaan
memperhatikan kualitas sumber dayanya dalam hal ini adalah kualias pegawainya, sehingga dapat
diperoleh kualitas pegawai yang berdaya saing tinggi.
Secara umum hal ini dikatakan sebagai Manajemen Sumber Daya Manusia Berbasis Kompetensi.
Kompetensi dalam arti sebuah konsep yang mengandung arti untuk menggabungkan SPKJ yaitu
penggabungan antara Skill (Ketrampilan), Personal`s Atribut (Atribut Perseorangan), Knowledge (
ilmu pengetahuan) dan tercermin dari Job Behaviour (Perilaku Kinerja) yang terukur, dapat diamati
sehingga dapat dievaluasi.
27. Boleh dibilang kompetensi sendiri adalah sebuah faktor yang dapat menentukan keberhasilan kinerja
seseorang. Jika titik perhatian yang utama dari sebuah kompetensi adalah sebuah perbuatan yang
merupakan perpaduan dari ketrampilan, atribut perseorangan dan ilmu pengetahuan.
Pemicu Utama – Pemicu utama timbulnya manajemen berbasis kompetensi adalah karena adanya
sebuah keinginan untuk menempatkan posisi seorang karyawan pada tempat atau jabatan yang
sesuai dengan kualitas kemampuan karyawan tersebut istilah kerennya The Right Man on The Right
Place.
Jadi penjabaran secara lebih detail dari sebuah Manajemen Sumber Daya Berbasis Kompetensi
adalah sebuah proses untuk merencanakan, mengorganisasi, melaksanakan serta mengendalikan
semua aktifitas seorang tenaga kerja yang dimulai sejak proses rekruitmen, pengembangan diri,
perencanaan karier, evaluasi kerja, rencana suksesi, maupun sistem renumerasi hingga memasuki
masa pensiun tenaga kerja tersebut, dimana semua proses untuk mengambil sebuah keputusan
didasari pada sebuah informasi akan kebutuhan dari kompetensi sebuah jabatan, serta kompetensi
setiap individu guna menggapai tujuan perusahaan atau sebuah organisasi.
Tujuan – Sebuah Manajemen Sumber Daya Berbasis Kompetensi bertujuan untuk menghasilkan
hasil akhir yang diselaraskan dengan tujuan serta sasaran perusahaan/ organisasi dengan
menerapkan standar kinerja yang sesuai denagn ketentuan yang telah ditetapkan.
B. Jenis Kompetensi
Ada dua macam kompetensi, yaitu :
1. Soft Competency atau Kompetensi Manajerial, yakni sebuah kompetensi yang berhubungan
dengan kemampuan mengelola pegaewai, serta membangun hubungan dengan orang lain., seperti
kemampuan untuk memecahkan masalah, kemampuan memimpin, dan kemampuan untuk
membangun komunikasi.
2. Hard Competency atau Kompetensi Teknis, yakni sebuah kompetensi yang berhubungan dengan
kapasitas fungsional sebuah pekerjaan yang berkaitan dengan keteknisan yang berhubungan dengan
pekerjaan yang dilakoni., seperti kemampuan pemasaran/ marketing, akuntansi, dll.
Karakteristik Manajemen Sumber Daya Manusia Berbasis Kompetensi adalah selalu fokus pada
tujuan perusahaan/ organisasi, sehingga seluruh karyawan sebuah perusahaan/ organisasi dapat
mencapai hasil seperti yang sudah direncanakan dan diharapkan di awal waktu, dengan
mereferensikan karyawan yang memiliki etos kerja yang berkualitas kepada karyawan yang lain
sehingga tercipta persaingan yang sehat.
Jika ada karyawan yang belum bisa mencapai seperti yang diharapkan , maka karyawan tersebut
harus mengikuti trainning peningkatan kemampuan, yang telah direncanakan sehingga diharapkan
melalui pelatihan ini akan membuat semua karyawan dapat memiliki standar kerja dan kemampuan
yang sepadan.
Area lingkup MSDMBK – Area lingkup sebuah pengelolaan kompetensi meliputi :
1. Organisasi/ perusahaan itu sendiri berikut semua orang yang menduduki jabatan dalam
perusahaan / organisasi itu.
2. Pengelolaan kompetensi dengan melibatkan kompetensi teknis yang dikombinasikan dengan
kompetensi manajerial.
3. Mengelola data semua jabatan, sehingga kebutuhan dari kompetensi setiap jabatan, hingga
menentukan tingkat kebutuhan kompetensi jabatan.
4. Mengelola data semua karyawan/ anggota maupun kompetensi perseorangan.
28. 5. Mengeterapkan prinsip mengisi celah yang kosong dengan sebuah persaingan kompoetensi yang
sehat.
6. Mengaplikasikan sistem dalam merencanakan karier yang meliputi tata cara pencapaian sebuah
karir, rotasi jabatan, pengajuan promosi jabatan dan suksesi kepemimpinan.
7. Menghaplikasikan sistem dari manajemen sebuah kinerja.
C. Langkah Manajemen SDM BerbasisKompetensi
Langkah yang diperlukan – Untuk mencapai Manajemen Sumber Daya Manusia Berbasis
Kompetensi diperlukan beberapa hal seperti :
1. Pengidentifikasian posisi
2. Analisa kegiatan dan pekerjaan.
3. Pengenalan dan penelusuran secara terperinci sebagai sebuah kebutuhan pertama
4. Pengenalan dan penelusuran kompetensi yang diperlukan untuk sebuah posisi.
5. Prioritas kompetensi dengan memakai sistem peringkat dan kualitas yang paling baik.
6. Membuat sebuah standar kinerja yang paling minim sehingga dapat dijadikan sebagai acuan
sebuah kompetensi.
7. Mengidentifikasikan kandidat yang berpotensi
8. Perbandingan antar kandidat, dengan prinsip penerapan standar kinerja minimum yang telah
ditetapkan.
2.6. KONSEP AUDIT KINERJA
A. Pengertian audit
Audit berasal dari bahasa Latin ‘Audire’ (B.N.Tandon, 2000, p.l) yang berarti ‘mendengar’, yaitu pada
jaman dahulu apabila seorang pemilik usaha merasa ada suatu kesalahan / penyalahgunaan, maka
ia akan mendengarkan kesaksian orang tertentu. Dengan menunjuk orang tertentu sebagai auditor
yang akan memeriksa akun perusahaan dan menyatakan pendapat mengenai akun perusahaan
tersebut serta menerbitkan laporan.
Audit sesungguhnya dilakukan untuk mengevaluasi apakah kegiatan kerja atau kinerja suatu
organisasi sudah sesuai dengan yang direncanakan, sudah efektif, efisien, sesuai dengan pedoman
standar produktivitas yang direncanakan.
Pada dasarnya Audit merupakan proses sistematis dan objektif dalam memperoleh dan
mengevaluasi bukti-bukti tindakan ekonomi, guna memberikan asersi dan menilai seberapa jauh
tindakan ekonomi sudah sesuai dengan kriteria berlaku, dan mengkomunikasikan hasilnya kepada
pihak terkait.
Pada umumnya terdapat tiga jenis Audit yaitu :
- Audit Keuangan
- Audit Operasional / Manajemen
- Audit Sistem Informasi
29. B. Perlunya Pengendalian dan Audit
Semenjak komputer menjadi alat utama dalam pemrosesan data dan penyediaan informasi untuk
berbagai keputusan, maka sangat perlu bagi pengguna sistem informasi berbasis komputer untuk
mengendalikan pemakaian sistem pengolah data berbasis komputer tersebut secara lebih baik.
Beberapa alasan untuk manajemen memerlukan sebuah Audit Sistem Informasi, yaitu antara lain
adalah sebagai berikut:
a. Kerugian akibat kehilangan data.
Data yang diolah menjadi sebuah informasi, merupakan aset penting dalam organisasi bisnis saat
ini. Banyak aktivitas operasi mengandalkan beberapa informasi yang penting. Informasi sebuah
organisasi bisnis akan menjadi sebuah potret atau gambaran dari kondisi organisasi tersebut di masa
lalu, kini dan masa mendatang. Jika informasi ini hilang akan berakibat cukup fatal bagi organisasi
dalam menjalankan aktivitasnya.
Sebagai contoh adalah jika data nasabah sebuah bank hilang akibat rusak, maka informasi yang
terkait akan hilang, misalkan siapa saja nasabah yang mempunyai tagihan pembayaran kredit yang
telah jatuh tempo. Atau juga misalkan kapan bank harus mempersiapkan pembayaran simpanan
deposito nasabah yang akan jatuh tempo beserta jumlahnya. Sehingga organisasi bisnis seperti bank
akan benar-benar memperhatikan bagaimana menjaga keamanan datanya.
Kehilangan data juga dapat terjadi karena tiadanya pengendalian yang memadai, seperti tidak
adanya prosedur back-up file. Kehilangan data dapat disebabkan karena gangguan sistem operasi
pemrosesan data, sabotase, atau gangguan karena alam seperti gempa bumi, kebakaran atau banjir.
C. Teknik Audit
Ada beberapa teknik audit untuk mengetes automated control. Auditor dapat menggunakan tiga
kategori berikut dalam menguji pengendalian biasa juga disebut sebagai teknik audit berbantuan
computer / TABK (Computer Assisted Audit Techniques/CAAT) yang terdiri atas:
Auditing Around the Computer
Dengan teknik ini auditor menguji reliability dari computer generated informationdengan terlebih
dahulu menghitung hasil yang diinginkan dari transaksi yang dimasukkan dalam sistem, dan
kemudian membandingkan hasil perhitungan dengan hasil proses atau output. Jika terbukti akurat
dan valid, maka diasumsikan bahwa sistem pengendalian berfungsi seperti yang seharusnya. Kondisi
ini cocok jika sistem aplikasi otomasi sederhana dan ringkas. Pendekatan ini masih relevan dipakai di
perusahaan yang menggunakan software akuntansi yang bervariasi dan melakukan proses secara
periodic.
Auditing With the Computer
Adalah auditing dengan pendekatan komputer, menggunakan teknik yang bervariasi yang biasa juga
disebut Computer Assisted Audit Technique (CAAT). Penggunaan CAAT telah meningkatkan secara
dramatis kapabilitas dan efektifitas auditor, dalam melakukan susbstantif test. Salah satu CAAT yang
lazim dipakai adalahgeneral audit software (GAS). GAS sering dipakai untuk melakukan substantive
test dan digunakan test of control yang terbatas. Sebagai contoh GAS sering dipakai untuk mengetes
fungsi algoritma yang komplek dalam program computer. Tetapi ini memerlukan pengalaman yang
luas dalam penggunaan software ini.
Audit Through the Computer
30. Teknik ini fokus pada testing tahapan pemrosesan computerised, logic program, edit routines dan
program controls. Pendekatan ini mengasumsikan bahwa jika program pemrosesan dikembangkan
dengan baik, dan memenuhi edit routines danprogramme check yang memadai, maka error dan
kecurangan tidak akan mudah terjadi tanpa terdeteksi.
Auditor
Auditor merupakan seseorang yang memiliki kualifikasi tertentu dalam melakukan audit atas laporan
keuangan dan kegiatan suatu perusahaan atau organisasi. Seiring dengan perkembangan teknologi
informasi maka berkembang pulalah suatu keahlian dalam profesi auditor, yaitu auditor sistem
informasi. Hal ini didasari bahwa semakin banyak transaksi keuangan yang berjalan dalam sebuah
sistem komputer. Maka dari itu perlu dibangun sebuah kontrol yang mengatur agar proses komputasi
berjalan menjadi baik. Saat ini auditor sistem informasi umumnya digunakan pada perusahaan-
perusahaan besar yang sebagian besar transaksi berjalan secara otomatis. Auditor sistem informasi
dapat berlatar belakang IT atau akuntansi tentunya dengan kelebihan dan kekurangan masing-
masing.
2.7. PELAKSANAAN AUDIT KINERJA
A. Prosedur Pelaksanaan
Secara umum, prosedur pelaksanaan audit adalah sebagai berikut:
1. Persiapan Audit Kinerja
2. Pengujian Pengendalian Manajemen
3. Pengukuran dan Pengujian Key Performance Indicator (KPI) atau yang disebut Indikator Kinerja
Kunci (IKK).
4. Review Operasional
5. Pembuatan Kertas Kerja Audit (KKA)
6. Pelaporan
7. Pemantauan Tindak Lanjut
B. Perencanaan Audit Kinerja
Dalam Pedoman Pelaksanaan Audit Kinerja, Perencanaan audit merupakan langkah penting yang
dilakukan untuk memenuhi standar audit. Dalam perencanaan audit perlu memperhatikan perkiraan
waktu dan petugas audit, selain itu juga mempertimbangkan perencanaan lainnya yang meliputi:
1. Sumber dan cara memperoleh informasi yang cukup mengenai auditan
2. Hasil audit yang diperoleh pada tahap sebelumnya.
C. Persiapan Audit Kinerja
Dalam tahap ini dilakukan kegiatan-kegiatan yang merupakan tahap awal dari rangkaian Audit Kinerja
sebagai dasar penyusunan Program Kerja Audit Tahap berikutnya. Tahap ini meliputi:
a. Pembicaraan pendahuluan dengan auditan
b. Pengumpulan informasi umum dalam pengenalan terhadap kegiatan yang diaudit
c. Pengidentifikasian aspek manajemen atau bidang masalah yang menunjukkan kelemahan dan
perlu dilakukan pengujian lebih lanjut.
d. Pembuatan ikhtisar hasil persiapan Audit Kinerja.
31. Dalam pengumpulan informasi kegiatan persiapan Audit Kinerja mencakup:
1. Organisasi
2. Peraturan perundangan yang berlaku
3. Tujuan, Visi, Misi, sasaran, strategi dan kegiatan usaha
4. Sistem dan prosedur
5. Data keuangan
6. Informasi lainnya yang relevan
Simpulan Hasil Persiapan Audit Kinerja yang disusun setelah kegiatan persiapan Audit Kinerja
selesai. Simpulan hasil Audit Kinerja ini antara lain meliputi mengenai kelemahan-kelemahan yang
harus dikembangkan lebih lanjut dalam tahap audit berikutnya. Dari simpulan tersebut dibuat program
audit tahap pengujian pengendalian manajemen. (Deputi Bidang Akuntan Negara, 2001: 8-15).
D. Kertas Kerja Audit
Kertas Kerja Audit adalah catatan yang dibuat dan data yang dikumpulkan pemeriksa secara
sistematis pada saat melaksanakan tugas pemeriksaan. Kertas kerja audit memuat informasi yang
memadai dan bukti yang mendukung kesimpulan dan pertimbangan auditor.
Manfaat Kertas kerja audit adalah:
1. Memberikan dukungan utama terhadap Laporan Audit Kinerja.
2. Merupakan alat bagi atasan untuk mereview dan mengawasi pekerjaan para pelaksana audit.
3. Merupakan alat pembuktian yang mendukung kesimpulan dan rekomendasi signifikan dari auditor.
4. Menyajikan data untuk keperluan referensi.
Syarat pembuatan Kertas kerja audit:
a. Lengkap
b.Bebas dari kesalahan, baik kesalahan hitung/kalimat maupun kesalahan penyajian informasi.
c. Didasarkan pada fakta dan argumentasi yang rasional.
d. Sistematis, bersih, mudah diikuti, dan rapi.
e. Memuat hal-hal penting yang relevan dengan audit.
f. Dalam kertas kerja audit harus mencantumkan kesimpulan hasil audit dan komentar atau catatan
dari reviewer.
(Deputi Bidang Akuntan Negara: 41-43)
E. Pelaporan Hasil Audit
Laporan hasil Audit Kinerja merupakan laporan hasil analisis dan interprestasi atas keberhasilan atau
kegagalan perusahaan dalam menjalankan kegiatan usahanya yang dilaporkan oleh auditor.
Pelaporan Audit Kinerja meliputi:
1. Hasil penilaian atas kewajaran IKK
2. Hasil Review Operasional beserta kelemahan yang ditemukan
3. Rekomendasi yang telah disepakati
4. Hasil pengujian atas laporan (hasil) pengujian tingkat kesehatan perusahaan
5. Analisis perkembangan usaha
Tujuan pelaporan Audit Kinerja:
a. Memberikan informasi yang relevan dan objektif mengenai kinerja auditan kepada pihak terkait
b. Menyajikan analisis dan interprestasi atas kondisi kinerja auditan serta memberikan
c. Menyediakan informasi untuk penetapan kebijakan dalam rangka penugasan berikutnya.
(Deputi Bidang Akuntan Negara: 52-55)
F. Pemantauan Tindak Lanjut hasil Audit Kinerja
32. Tindak lanjut adalah pelaksanaan atas rekomendasi hasil Audit Kinerja yang telah disampaikan dan
disetujui oleh manajemen auditan. Suatu hasil Audit Kinerja baru dikatakan berhasil apabila
rekomendasi praktis yang dikembangkan bersama dilaksanakan oleh manajemen. Pelaksanaan
tindak lanjut itu sendiri merupakan tanggung jawab manajemen, akan tetapi auditor berkewajiban
memantau pelaksanaan rekomendasi yang telah dikembangkan bersama tersebut, guna mendorong
percepatan pelaksanaan tindak lanjut sesuai dengan yang telah rekomendasikan
BAB II
PENUTUP
33. 3.1.Kesimpulan
Penilaian kinerja memang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan pemberian
imbalan/kompensasi. Penilaian kinerja dapat merupakan umpan balik atau masukan bagi organisasi
untuk menentukan langkah selanjutnya, misalnya memberitahukan kepada karyawan tentang
pandangan organisasi atas kinerja mereka. Penilaian kinerja dapat digunakan untuk mendeteksi
kebutuhan pelatihan karyawan, yakni pelatihan apakah yang sebenarnya dibutuhkan oleh karyawan
agar kenerja organisasi dapat optimal. Penilaian kinerja juga dapat digunakan untyuk menilai apakah
pelatihan yang pernah diadakan efektiv atau tidak. Hasil dari penilaian kinerja dapat membantu
manajer untuk mengambil keputusan siapa yang layak dipromosikan, dipertahankan, atau bahkan
harus dikeluarkan dari organisasi. Penilaian kinerja dapat digunakan untuk membuat sebuah
perencanaan (pengembangan) SDM, untuk mengidentifikasi siapa layak duduk dimana, dengan
tingkat gaji berapa. Diluar daripada itu, perusahaan melaksanakan evaluasi/penilaian kinerja kadang
juga bertujuan untuk melaksanakan riset saja. Kompensasi adalah seluruh imbalan yang diterima
karyawan atas hasil kerja karyawan tersebut pada organisasi. Pemberian kompensasi merupakan
salah satu pelaksanaan fungsi MSDM yang berhubungan dengan semua jenis pemberian
penghargaan individual sebagai pertukaran dalam melakukan tugas keorganisasian. Kompensasi
merupakan biaya utama atas keahlian atau pekerjaan dan kesetiaan dalam bisnis perusahaan pada
abad ke-21 ini. Secara umum tujuan kompensasi adalah untuk membantu perusahaan mencapai
tujuan keberhasilan strategi perusahaan dan menjamin terciptanya keadilan internal dan ekternal.
Keadilan eksternal menjamin bahwa pekerjaan-pekerjaan akan dikompensasi secara adil dengan
membandingkan pekerjaan yang sama di pasar kerja. Kadang-kadang tujuan ini bisa menimbulkan
konflik satu sama lainnya, dan trade-offs harus terjadi. Misalnya, untuk mempertahankan karyawan
dan menjamin keadilan, hasil analisis upah dan gaji merekomendasikan pembayaran jumlah yang
sama untuk pekerjaan-pekerjaan yang sama.
3.2. SARAN
Didalam suatu perusahaan atau organisasi perlu di adakan evaluasi kinerja yang optimal agar tidak
terjadi kesalahan dalam pemberian kompensasi kepada pegawai atau karyawan. Karena apabila
34. terjadi kesalahan dalam penilaian kinerja yang secara langsung berdampak pada pemberian
kompensasi akan membuat karyawan merasa tidak betah yang berujung pada penurunan kinerja
pegawai, pada akhirnya perusahaan atau organisasi akan menjadi dirugikan. MSDM sangat
diperlukan di dalam suatu perusahan atau organisasi, termasuk di dalamnya adalah evaluasi kinerja
dan pemberian kompensasi.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar Prabu Mangkunegara. 2005. Evaluasi Kinerja.Refika Aditama. Bandung
35. Simanjuntak, Payaman J. 2005. Manajemen dan Evaluasi Kerja. Lembaga Penerbit FEUI, Jakarta.
Rivai, Veithzal. 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Perusahaan. PT Raja Grafindo
Persada, Jakarta.
Jewell, L.N. 1998. ContemporaryIndustrial / Organizational Psychology. Brooks/Cole Publishing
Company.
http://entrepreneurshiplearningcenter.blogspot.com/
http://teori-psikologi.blogspot.com/2008/05/kecerdasan-emosi.html
http://id.wikipedia.org/