Jelas bahwa tazkiyatun nafs termasuk misi para rasul, kepada orang-orang yang
bertaqwa dan menentukan keselamatan ataupun kecelakaan disisi Allah. Tazkiyah
hati dan jiwahanya bisa dicapai dengan ibadah dan amal perbuatan tertentu.
Tazkiyatun nafs yang membedakan antara manusia dan hewan. Karena tazkiyatun
nafs adalah kesucian jiwa seseorang dari syahwat yang merugikan dirinya sendiri.
1. TAZKIYATUN NAFS
(TAKHALLI, TAHALLI DAN TAJALLI)
Makalah Ini Diajukan dalam Rangka Tugas Kelompok 7 pada Mata Kuliah
Akhlak Tasauf
Disusun Oleh :
Endah Nurfebriyanti ( 0703172051 )
Sari Fathul Jannah Hrp ( 0703173104 )
Dosen Pengampu :
Juliarseh, S. PdI, M. PdI
PRODI MATEMATIKA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA
MEDAN
2018
2. KATA PENGANTAR
Puji dan syukur Penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena hanya atas
rahmat dan karunia-NYA, kami dapat menyelesaikan makalah kami. Makalah ini
disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Akhlak Tasawuf. Makalahinimembahas
tentangTeoriPembersihanJiwa/TazkiyatunNafs.Penulis sangat berterima kasih kepada
Dosen Pembimbing Mata Kuliah Akhlak Tasawuf yang telah membimbingkami.Dan
kepada semua yang membantu dalam penyusunanya.Tentunya dalam makalah ini
dengan segala keterbatasan tidak lepas dari kekurangan, oleh karena itu, sangat
diharapkan kritik dan saran dari Dosen Pembimbing dan semua pembaca untuk
perkembangan pengetahun penulis. Semoga bermanfaat bagi penulis khususnya
dan para pembaca pada umumnya.
Medan, 22 Oktober 2018
Penulis
i
3. DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................... i
DAFTAR ISI......................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang. ................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah. ............................................................................ 1
C. Tujuan penulisan. .............................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Tazkiyatun Nafs.............................................................. 2
B. Tujuan Tazkiyatun Nafs.................................................................... 4
1. Takhalli. ..................................................................................... 5
2. Tahalli. ....................................................................................... 7
3. Tajalli. ........................................................................................ 12
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan. ...................................................................................... 15
B. Saran.................................................................................................. 15
DAFTAR PUSTAKA........................................................................... 16
ii
4. BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada hakikatnya tazkiyatun nafs adalah pembersihan diri dari kotoran hati.
Seperti do’a Nabi Ibrahim As untuk anak cucunya dalam QS. Al-Baqarah: 129
ُمُهُمِلَعُيَو َكِتَآَي ْمِهْيَلَع وُلْتَي ْمُهْنِم اوًلُسَر ْمِهيِف ْثَعْابَو اَنَّبَر
ُيمِكَْْلا ُيزِزَعْلا َتْنَأ َكَّنِإ ۚ ْمِهيِكَزُيَو َةَمْكِْْلاَو َابَتِكْلا
Artinya: Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka sesorang Rasul dari kalangan
mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan
mengajarkan kepada mereka Al Kitab (Al Quran) dan Al-Hikmah (As-Sunnah)
serta mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Kuasa lagi Maha
Bijaksana.
Jelas bahwa tazkiyatun nafs termasuk misi para rasul, kepada orang-orang yang
bertaqwa dan menentukan keselamatan ataupun kecelakaan disisi Allah. Tazkiyah
hati dan jiwahanya bisa dicapai dengan ibadah dan amal perbuatan tertentu.
Tazkiyatun nafs yang membedakan antara manusia dan hewan. Karena tazkiyatun
nafs adalah kesucian jiwa seseorang dari syahwat yang merugikan dirinya sendiri.
Untuk lebih jelasnya, akan kami bahas pada bab selanjutnya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Tazkiyatun Nafs?
2. Apa tujuan Tazkiyatun Nafs?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian Tazkiyatun Nafs
2. Untuk mengetahui tujuan Tazkiyatun Nafs
1
5. BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Tazkiyatun Nafs
Tazkiyatun nafs berasal dari bahasa arab yang terdiri dari dua kata tazkiyah dan
nafs. Secara bahasa (etimologi) tazkiyah berasal dari kata zaka yang artinya suci
atau bersih sedangkan nafs artinya diri atau jiwa. Dengan demikian makna
tazkiyatun nafs adalah membersihkan jiwa dari noda-noda dosa kepada Allah SWT
dan dosa terhadap manusia.
Tazkiyatun nafs sangat diperlukan bagi setiap mukmin yang menginginkan
jiwa, hati dan perbuatannya tetap bersih karena kebersihan jiwa dapat
menguntungkan bagi pelakunya, sebagaimana firman Allah SWT dalam Surat Al-
A’la ayat 14 yang berbunyi :
ىَّكَزَت نَم َحَلَْفأ ْدَق
Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan
beriman). (QS Al’Alaa : 14)
Dengan demikian, Allah SWT memerintahkan kepada manusia untuk
mensucikan jiwanya dan menjaganya dari hal-hal yang membuat jiwa kotor.
Mengutip pendapat imam qatadah tentang pengertian mensucikan jiwa adalah taat
kepada Allah melalui amal sholeh dan ketaqwaan dengan sifat seperti ini maka akan
menyebabkan hati menjadi lapang dan lega, sebaliknya dengan melakukan dosa-
dosadan maksiyat maka hati akan semakin sempit dan tertutup dari ilmu Allah.1
Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa tasawuf akhlaqi adalah
tasawuf yang berkontradisi pada perbaikan akhlak. Dengan metode-metode tertentu
yang telah dirumuskan, tasawuf bentuk ini berkontrasi pada upaya-upaya
menghindarkan diri dari akhlak yang tercela (mazmumah) sekaligus mewujudkan
akhlak yang terpuji (mahmudah) didalam diri para sufi.2
1
Rosihon Anwar, Akhlak Tasawuf, (Bandung : Pustaka Setia, 2010), hlm. 210.
2
H.M. Jamil, Akhlak Tasawuf, (Ciputat : Referensi, 2013), hlm. 62.
2
6. Didalam diri pada manusia ada potensi-potensi atau kekuatan. Ada yang
disebut dengan fithrah yang tercenderung kepada kebaikan. Ada yang disebut
dengan nafsu yang cendering kepada keburukan.
Artinya:
"Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan pada
jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya".
Artinya:
"Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu
itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberikan rahmat oleh
Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun Lagi Maha Penyayang".
Menurut para sufi, manusia cenderung mengikuti hawa nafsunya bukan
mengendalikannya. Jika manusia sudah dikendalikan oleh nafsunya maka dia telah
mempertuhankan nafsunya tersebut. Dengan penguaaaan nafsu tersebut didalam
diri seseorang maka berbagai penyakit pun timbul didalam dirinya, seperti:
sombong, membanggakan diri, riya, buruk sangka, kikir dan sebagainya. Penyakit-
penyakut yang ada didalam diri ini disebut oleh kaum sufi sebagai maksiat batin.
Sejalan dengan itu berbagai maksiat lahir (maksiat yang dilakukan oleh anggota
lahir, seperti mulut, mata, tangan dan kaki) akan bermunculan pada diri seseorang,
sehingga dia memiliki akhlak yang tercela (mazmumah). Kehidupannya lebih
beriorentasi kepada kehidupan duniawi, kemegahan, kepopuleran, kekayaan dan
kekuasaan. Berleluasanya hawa nafsu didalam diri seseorang, timbulnya berbagai
maksiat batin dan lahir, kecintaan kepada kehidupan dunia, dalam pandangan kaum
sufi merupakan penghalang bagi seseorang untuk dekat dengan Tuhannya.
3
7. B. Tujuan Tazkiyatun Nafs
Berdasarkan makna diatas bahwa tazkiyatun nafs mempunyai tujuan untuk
membawa kualitas jiwa seseorang menjadi hamba Allah yang selalu taat beribadah
kepada Allah sesuai dengan tuntunan Allah dan Rasulnya. Dengan nilai takwa maka
seseorang telah melakukan pembersihan jiwa, karena kebersihan jiwa tidak dapat
terlaksana tanpa ada rasa taqwa kepada Allah SWT. Hal ini telah Allah SWT
sampaikan melalui firmannya yang berbunyi :
َابَخ ْدَقَو . اَاهَّكَز نَم َحَلَْفأ ْدَق . اَاهَوْقَتَو اَهَورُجُف اَهَمَْْلَأَف . اَاهَّوَاسَمَو ٍسْفَنَو
اَاهَّسَد نَم
Demi jiwa serta penyempurnaan (ciptaan)nya, maka Allah mengilhamkan kepada
jiwa itu (perilaku) kejahatan dan ketakwaannya. Sungguh beruntung orang yang
menyucikannya, dan sungguh merugi orang yang mengotorinya (QS. Asy-Syams
91 : 7-10)
Ayat ini menerangkan bahwa untuk membersihkan jiwa seseorang harus
bertaqwa kepada Allah SWT. Dalam ayat lain Allah berfirman :
ىَّكَزَتَي ُهَلاَم ِِتْؤُي يِذَّلا . ىَقَْتألْا اَهَُّبنَجُيَسَو
Dan orang yang paling bertakwa akan dijauhkan dari api neraka, yaitu orang
yang menginfakkan hartanya serta menyucikan dirinya. (QS. Al-Lail 92: 17-18).
Untuk tujuan menghilangkan penghalang yang membayasi manusia dengan
Tuhannya inilah, ahli-ahli tasawuf menyusun sebuah sistem atau cara yang tersusun
atas dasar didikan tiga tingkat yang diberi nama: takhallil, tahalili dan tajalli.
4
8. 1. TAKHALLI
Takhalli adalah langkah pertama yang harus dilakukan oleh seorang sufi.
Takhalli adalah usaha membersihkan diri dari perilaku yang tercela, baik maksiat
batin maupun maksiat lahir yang telah disebutkan diatas. Maksiat-maksiat ini mesti
dibersihkan, karena menurut para sufi semua itu adalah najis maknawiyah yang
menghalang seseorang untuk dapat dekat dengan Tuhannya, sebagaimana najis zati
yang menghalangi seseorang dari pada melakukan ibadah kepada-Nya.3
Artinya:
"Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu dan sesungguhnya
merugilah orang yang mengotorinya".
Didalam sifat-sifat buruk yang mesti dibersihkan dari hati tersebut adalah:
hasad (dengki), su'u al-dzan (buruk sangka), kibr (sombong), 'ujib (merasa besar
diri), riya (pamer), suma'(cari nama),bukhul (kikir), hubb al-mal (cinta harta),
tafahur (membanggakan diri), ghadab (pemarah), ghibah (pengupat), namimah
(bicara dibelakang orang), kizb (dusta), khianat (munafik).
Semua sufi sependapat bahwa tujuan terpenting dari tasawuf adalah
memperoleh hubungan langsung dengan Tuhan, sehingga merasa dan sadar berada
di hadirat Tuhan. Keberadaan di hadirat Tuhan itu dirasakan sebagai kenikmatan
dan kebahagiaan yang paling hakiki. Menurut sufi, rohani manusia memang dapat
mencapai berada di hadirat Tuhan, karena roh manusia merupakan refleksi dari
hakikat ketuhanan dan jiwa manusia adalah pancaran dari Nurul Anwar (Tuhan).4
Menurut sufi, jalan agar rohani manusia dapat berhubungan langsung
dengan Tuhan adalah dengan kesucian jiwa karena Tuhan adalah zat yang suci. Dan
mencapai kesucian jiwa ini, menurut kaum sufi caranya adalah pengaturan sikap
mental dan pendisiplinan tingkah laku yang ketat, yang dengan cara ini manusia
3
H.M. Jamil, Akhlak Tasawuf, (Ciputat : Referensi, 2013), hlm. 64.
4
H.Miswar dkk, Akhlak Tasawuf Membangun Karakter Islami, (Medan : Perdana Publishing,
2015), hlm. 163.
5
9. dapat mengidentifikasikan dirinya dengan ciri-ciri ketuhanan. Untuk mencapai ini
diperlukan pendidikan dan latihan mental.
Menurut kaum sufi, kenikmatan dan kebahagiaan dunia hanyalah semu,
karena itu dia bukanlah tujuan hidup manusia. Tetapi kenyataannya adalah bahwa
manusia telah menjadikan dunia sebagai tujuan dan hal ini terjadi adalah
disebabkan pengaruh godaan hawa nafsu.5
Takhalli juga berarti melepaskan diri dari ketergantungan kepada kelezatan
hidup dunia dengan melenyapkan dorongan hawa nafsu yang cenderung kepada
keburukan. Manusia dikendalikan oleh hawa nafsu, bukan manusia yang
mengendalikan hawa nafsunya, sehingga manusia itu berprinsip ingin menguasai
dunia atau berusaha agar berkuasa di dunia. Prinsip hidup seperti ini akan membawa
manusia kejurang kehancuran moral dan pemujaan terhadap dunia.
Maka untuk bisa mencapai kehadirat Tuhan menurut sufi adalah hawa nafsu
harus dikuasai, dikontrol dan ditekan sampai ketitik terendah atau bila mungkin
mematikan hawa nafsu itu sama sekali. Untuk dapat mengontrol dan menguasai
hawa nafsu ini, kaum sufi menyusun langkah-langkah pembinaan akhlak berupa
amalan dan latihan kerohanian yang cukup berat. Langkah-langkah tersebut adalah
sebagai berikut:
Langkah pertama yang harus ditempuh oleh orang sufi adalah takhalli,
artinya adalah mengosongkan diri dari sikap ketergantungan terhadap kelezatan
duniawi dengan jalan menjauhkan diri dari kemaksiatan dalam segala bentuknya
dan berusaha melenyapkan dorongan hawa nafsu, karena hawa nafsu itu lah yang
menjadi penyebab utama dari segala sifat yang tidak baik.
Dalam hal menanamkan rasa benci terhadap kelezatan duniawi
melenyapkan dorongan hawa nafsu itu, sufi berbeda pendapat, ada pendapat yang
moderat dan ada pendapat yang ekstrem.
Pendapat sufi yang modern adalah rasa benci terhadap kehidupan duniawi
cukuplah sekedar jangan sampai lupa kepada tujuan hidup yang sebenarnya yaitu
5
Ibid., hlm. 164.
6
10. berhubungan dengan Tuhan atau berada di hadirat Tuhan, tidak perlu meninggalkan
dunia sama sekali, nafsu tidak harus dimatikan, cukup dengan sekedar
menguasainya melalui pengaturan disiplin kehidupan. Jelasnya tidak memburu
dunia dan tidak pula alergi atau anti terhadap dunia.
Bagaimana pun, kaum sufi dalam hal ini terbagi menjadi dua kelompok.
Yang pertama, berpandangan bahwa dunia adalah racun pembunuh yang
menghalangi seseorang untuk dapat memperoleh kedekatan dengan Tuhan, karena
itu nafsu duniawi harus benar-benar dimatikan. Kelompok kedua berpendapat
bahwa kebencian kepada dunia yaitu sekedar tidak melupakan tujuan hidup,
karenanya tidak berarti meninggalkan dunia sama sekali.
Bagi sufi ekstrem ini, untu memperoleh keridhaan Tuhan tidak sama dengan
kenikmatan spiritual. Pengingkaran pada ego dengan meresapkan diri pada
kemauan Tuhan adalah perbuatan utama. Ego dipandang sebagai munber
kesombonga, pada hal kesombongan itu adalah sama dengan penyembahan kepada
diri, satu macam polyteisme atau kemusyrikan.6
Demikian juga dengan masalah nafsu. Diantara para sufi ada yang
berpandangan bahwa nafsu mesti dibunuh karena puncak angkara murkah,
penghalang untuk dapat dejat dengan Tuhan. Sementara kelompok lain, seperti
halnya Al-Ghazaliberpendapat bahwa nafsu juga dipeelukan didalam kehidupan ini,
untuk memotivasi mempeetahankan kehidupan, harga diri, membela keluarga dan
sebagainya, karena itu nafsu mesti tetap ada didalan diri.
Setelah langkah pembersihan ini (takhalli), maka seseorang yang memasuki
kehidupan tasawuf selanjutnya memasuki tahap tahalli.
2. TAHALLI
Tahalli, adalah langkah berikutnya yang mesti diikuti seorang sufi. Tahapan
ini adalah tahapan pengisian jiwa setelah dikosongkan dari akhlak-akhlak yang
tercela.
6
H.Miswar dkk, Akhlak Tasawuf Membangun Karakter Islami, (Medan : Perdana Publishing,
2015), hlm. 165.
7
11. Harus dipahami bahwa tahapan ini tidaklah berarti bahwa jiwa mesti
dikosongkan terlebih dahulu baru kemudian diisi. Akan tetapi begitu satu sifat
tercelah dibuang bersamaan dengan itu sifat terpuji diisikan. Begitu rasa benci
dikikis langsung rasa cinta ditanamkan. Begitu sifat riya dibuang pada saat yang
sama seikhlasan disemai. Begitu keserakaan dicampakkan, kezuhudan dipatrikkan.
Begitu buruk sangka dihancurkan, baik sangka dikembangkan. Begitulah
seterusnya.7
Diantara sikap mental dan perbuatan baik yang sangat penting untuk
diisikan kedalam jiwa manusia adalah: al-taubah, al-khauf wa al-raja', al-zuhd, al-
fagr, al-ikhlash, al-shabr, al-ridha, al-muraqabahdan lain-lain.
Apabila sifat-sifat buruk telah dibuang, kemudian sifat-sifat baik telah
ditanamkan, maka akan lahirlah kebiasaan-kebiasaan baik, akhlak yang mulia.
Berbuat, bertingkah laku, bertindak tanduk dalam rangka bimbingan sifat-sifat
mulia yang telah ditanamkan didalam diri. Sejalan dengan itu, jiwa pun akan
menjadi bersih yang dengannya seseorang akan dapat dekat dengan Tuhannya.
Menurut sufi, pengisian diri dengan perbuatan baik setelah dikosongkan,
harus segera dilaksanakan karena jika suatu kebiasaan sudah ditinggalkan tetapi
tidak segera diisi dengan kebiasaan baru, maka kekosongan itu akan bisa
menimbulkan frustasi.
Dapat dipahami bahwa menurut tasawuf akhlak, jiwa manusia dapat
diibaratkan dengan sebidang tanah yang akan ditanami oleh petani. Sebelum petani
menanam tanaman di tanah tersebut, dia harus terlebih dahulu membersihkan tanah
tersebut dari segala jenis rumput yang tumbuh diatasnya. Proses inilah yang disebut
dengan takhalli. Setelah tanah bersih dari rumput-rumput, selanjutnya ditanami
dengan tanaman yang bermanfaat. Proses inilah yang disebut dengan tahalli.
Sikap mental dan perbuatan luhur yang harus diisikan ke dalam kalbu agar
menjadi manusia yang dapat berrhubungan dengan Tuhan adalah:
a. Tubat
7
H.M. Jamil, Akhlak Tasawuf, (Ciputat : Referensi, 2013), hlm. 65.
8
12. Taubat adalah rasa penyesalan yang sungguh-sungguh dalam hati dan
disertai dengan permohonan ampun serta meninggalakan segala perbuatan yang
dapat menimbulkan dosa. Sehingga hanya Allah yang ada dalam ingatan dan
jiwanya. Atau dengan kata lain, taubat adalah kembali ke jalan yang benar yang
diridhoi Allah setelah seseorang melakukan penyimpangan-penyimpangan (Haidar
Putra Daulay, 2003 : 70).
Dalam kitab Riyadhus Shalihin, syarat taubat itu adalah sebagai berikut:
1) Harus menghentikan maksiat
2) Harus menyesal atas perbuatan yang dilakukannya
3) Niat bersungguh-sungguh tidak mengulangi perbuatan itu kembali.
Dan apabila dosa itu ada hubungannya dengan hak manusia, maka syarat
taubatnya ditambah dengan keempat, yaitu:
4) Menyelesaikan urusannya dengan orang yang berhak dengan minta
maaf atau halalnya atau mengembalikan apa yang harus dikembalikannya
(Salim Bahreisy, 29).
b. Cemas dan Harap
Cemas dan harap maksudnya ialah suatu perasaan takut, yang timbul karena
banyak berbuat salah dan sering lalai kepada Allah atau karena menyadari
kekurangan sempurnaan dalam mengabdi kepada Allah maka timbullah rasa takut
dan khawatir bila Allah akan murka kepadanya, dan seiring dengan itu dia
tetapmengharapkan ampunan dan keridhoan dari Allah.
c. Al-Zuhd
Al-Zuhd maksudnya ialah sikap melepaskan diri dari rasa ketergantungan
terhadap kehidupan duniawi dengan mengutamakan kehidupan akhirat, karena itu
harus pasrah dan rela menerima dan memadakan saja akan rezeki yang ia terima
dari Tuhan. Caranya adalah dengan mengendalikan hawa nafsu, karena hawa nafsu
inilah yang mendorong manusia untuk tergantung padda kelezatan duniawi.
Haidar Putra Daulay (2003 : 73) mengemukakan bahwa sikap Zuhd itu
adalah :
9
13. 1) Menempatkan dunia sebagai sarana menuju akhirat.
2) Tidak mencintai dunia berlebihan sehingga melupakan akhiratnya.
3) Hidup sederhana dalam makanan, pakaian, perumahan, kendaraan, dan lain
sebagainya.
4) Harta bukanlah sesuatu yang dibangga-banggakan tetapi jalan untuk
beribadah kepada Allah, karenanya kewajiban-kewajibannya terhadap harta
dilaksanakannya dengan baik.
d. Al-Faqr
Al-Faqr maksudnya ialah tidak menuntut lebih banyak dari apa yang telah
dipunyainya, merasa puas dengan apa yang sudah dimiliki, sehingga tidak meminta
sesuatu yang lain walaupun dia masih miskin. Dengan demikian, sebenarnya Al-
Faqr ini adalah rangkaian sebelum al-zuhd.8
Untuk mencapai sikap al-Faqr dan al-Zuhd ini manusia harus wara’,
maksudnya adalah bersikap hati-hati dalam menghadapi segala sesuatu yang
kurang jelas masalahnya, hukumnya dan usul-usulnya. Lebih baik dihindari atau
ditinggalkan.
e. Ash-Shabru
Sabar oleh sufi diartikan sebagai suatu keadaan jiwa yang kokoh, stabil dan
konsekuen dalam pendirian. Jiwanya tidak tergoyahkan, pendiriannya tidak letih
walau bagaimanapun beratnya tantangan yang dihadapi, pantang mundur dan tidak
kenal menyerah, karena segala sesuatu itu terjadi adalah merupakan iradah Tuhan
yang mengandung ujian.
Karena itu, menurut sufi sabar adalah suatu sikap mental yang sangat
fundamental dalam usaha mencapai tujuan hidupnya yang sangat banyak
menghadapi ganggguan dan cobaan.
Mengingat banyaknya gangguan yang dapat mempengaruhi kestabilan jiwa,
al-Ghazali membedakan sabar itu kepada beberapa nama yaitu: apabila ketahanan
8
H.Miswar dkk, Akhlak Tasawuf Membangun Karakter Islami, (Medan : Perdana Publishing,
2015), hlm. 169.
10
14. mental itu dihadapkan kepada penanggulangan hawa nafsu perut dan seksual, maka
kemampuan mengatasinya disebut iffah, sedangkan kesanggupan menguasai diri
agar tidak marah, dinamakan hilm. Ketabahan hati untuk menerima nasib
sebagaimana adanya disebut qana’ah, sedangkan orang yang bersifat pantang
menyerah dalam menegakkan kebenaran disebut saja’ah.
f. Ridho
Sikap mental ridho merupakan kelanjutan dari rasa cinta atau perpaduan dari
sikap mahabbah dan sabar. Term Ridho mengandung arti: Menerima dengan lapang
dada dan hati terbuka apa saja yang datang dari Allah, baik dalam menerima serta
mengamalkan ketentuan-ketentuan agama maupun yang berkenaan dengan
masalah nasib dirinya. Harun Nasution dalam bukunya : Filsafat dan Mistisme
dalam Islam (1985 : 69) mengemukakan bahwa ridho ialah menerima qada dan
qadar dengan hati tenang. Mengeluarkan perasaan benci dari hati sehingga yang
tinggal didalamnya hanya perasaan senang dan gembira. Merasa senang menerima
malapetaka sebagaimana senangnya menerima nikmat. Tidak meminta syurga dari
Allah dan tidak meminta supaya dijauhkan dari neraka.
Ridho berbeda dengan sikap fatalis. Perbedaannya ialah kalau ridho adalah
rela menerima setiap kondisi yang dialami, timbul sesudah kejadian itu terjadi, dia
tetap berusaha dengan giat dan sungguh-sungguh dan kemudian rela menerima
hasilnya walau bagaimanapun wujud dan nilainya. Sedangkan fatalis adalah sikap
menyerah sebelum dan sesudah berbuat. Belum berbuat apa-apa sudah menyerah
pasrah.
g. Al-Muqarabah
Seorang kadndidat sufi, sejak awal sudah diajarkan bahwa dirinya tidak pernah
lepas dari pengawasan Allah, karena itu seluruh aktifitas hidupnya harus ditujukan
untuk dapat berada sedekat mungkin dengan Allah. Ia tahu sadar bahwa Allah selalu
memandang kepadanya, sehingga dia harus selalu mawas diri atau intropeksi diri.
11
15. 3. TAJALLI
Tajalli, berarti tersingkapnya nur ghaib. Agar apa yang telah di upayakan pada
langkah-langkah diatas langgeng, berkelanjutan dan terus meningkat, maka mesti
rasa ketuhanan harus terus di pupuk dalam diri. Kesadaran ketuhanan didalam
semua aktifitas agar melahirkan kecintaan bahkan kerinduan kepada Nya. Tingkat
kesempurnaan dan kesucian dalam pandangan para sufi hanya dapat diraih melalui
raa cinta kepada Allah. Keberadaan dengan denagan Allah hanya akan dapat
diperoleh melalui kebersihan hati.9
Jalan menuju kepada kedekatan kepada Allah ini menurut para sufi dapat
dilakukan dengan dua usaha: (1) Mulamazah yaitu terus menerus berada dalam zikir
kepada Allah. (2) Mukhalafah yakni secara berkelanjutan dan konsisten
menghindari segala sesuatu yang dapat melupalan Allah SWT. Keadaan ini, oleh
para sufi disebut safar kepada Allah.
Apabila jiwa telah bersih, terhindar dari berbagai penyakit dan dipenuhi
dengan kebaikan-kebaiakan, maka Allah akan memasukkan nur (cahaya)
kedalamnya. Pada saat ini, seorang sufi akan merasa dekat dengan Tuhannya,
berbagai kegaiban dan pengetahuan pun tersingkap baginya.
Artinya:
"Barang siapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk,
niscaya dia melapangkan dadanya untuk islam".
Dalam rangka pemantapan dan pendalaman materi yang telah dilalui pada
fase tahalli, maka rangkaian pendidikan itu disempurnakan pada fase tajalli. Kata
ini berarti terungkapnya nur ghaib bagi hati.
Apabila jiwa telah terisidengan butir-butir mutiara akhlak dan organ-organ
tubuh sudah terbiasa melakukan perbuatan-perbuatan yang luhur, maka agar hasil
9
H.M. Jamil, Akhlak Tasawuf, (Ciputat : Referensi, 2013), hlm. 66.
12
16. yang telah diperoleh itu tidak berkurang, perlu penghayatan rasa ketuhanan. Satu
kebiasaan yang dilakukan dengan kesadaran yang optimum dan rasa kecintaan yang
mendalam, akan menumbuhkan rasa rindj kepada-Nya, para sufi sependapat bahwa
untuk mencapai tingkat kesempatan kesucian jiwa itu hanya dengan satu jalan, yaitu
cinta kepada Allah dan memperdalam rasa kecintaan itu. Dengan kesucian jiwa ini,
barulah akan terbuka jalan untuk mencapai Tuhan. Tanpa jalan ini tidak ada
kemungkinan tercapainya tujuan itu dan perbuatan yang dilakukan tidak dianggap
perbuatan yang baik.
Untuk memperdalam rasa ketuhanan, ada beberapa teori yang diajarkam
sufi, antara lain :
a. Munajat
Secara sederhana kata ini mengandung arti melaparkan diri kehadirat Allah
atas segala aktifitas yang dilakukan.
Dalam munajat itu, disampaikan segala keluhan, mengadukan nasib dengan
untaian kalimat yang indah seraya memuji keagungan Allah denga. Deraian air
mata. Munajat biasanya dilakukan dalam suasana keheningan malam seusai sholat
tahajjud. Pemusatan jiwa dengan sebulat hati yang diiringi deraian air mata,
membuat suasana munajat itu seakan sedang behadapan langsung dengan Tuhan.
Rasa berhadapan langsung dengan Allah, ia melihat Allah melalui hatinya, yang
tentunya saat berjumpa dengan yang dicinta meledaklah segala isi hati,
berhamburan pujian syukur dan sanjungan kebesaran Ilahi, berderai air mata
bahagia. Doa dan air mata itulah munajat sebagai perwujudan dari rasa cinta kepada
Allah dan rasa rindu kepada-Nya seakan ingin selalu bersama tidak ingin berpisah
dengan-Nya.
13
17. b. Zikrul Maut
Salah satu yang selalu diulang dan diingatkan oleh Alquran adalah kematian
yanb pasti akan menemui manusia. Diantara ayat Alquran yang menjelaskan
kematian ini adalah terdapat dalam surah al-Jumu’ah ayat 8 :
Artinya : Katakanlah : “ Sesungguhnya kematian yang kamu lari dari
padanya, Maka Sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu
akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata,
lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan “.
Sadar akan kenyataan bahwa semua makhluk pasti akan mati, maka kaum
sufi mengajarkan bahwa ingat akan mati secara berkelanjutan termasuk rangkaian
aktifitas rohani yang harus dibina. Sebab dengan mengingat kematian secara
terkelanjutan akan menimbulkan rangsangan untuk mempersiapkan bekal
semaksimal mungkin untuk menghadapi kematian itu. Dengan zikrul maut, akan
menjadi pendorong bagi manusia untuk bekerja keras sekuat tenaga melakukan hal-
hal yang menguntungkan dan menghindari hal-hal yang merugikannya di alam
baqa.
Dengan ingat akan mati, nafsu serakah akan terkikis serta akan
menumbuhkan rasa ketuhanan yang semakin mendalam. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa zikrul maut merupakan kendali bagi diri manusia agar tidak
melakukan perbuatan tercela atau dengan kata lain zikrul maut akan berfungsi
sebagai alat kontrol terhadap jiwa untuk selalu ingat kepada Allah secara terus
menerus.
Dengan langkah-langkah yang harus ditempuh oleh sufi mulai dari takhalli,
tahalli dan tajalli beserta unsur-unsurnya seperti yang telah diuraikan diatas, maka
dapat disimpulkan bahwa menurut sufi , budi pekerti akan menghantarkan manusia
kepada kesempurnaan rohani dan menjadi jembatan emas menuju kedekatan
kepada Tuhan.
14
18. BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa :
Tazkiyatun nafs berasal dari bahasa arab yang terdiri dari dua kata tazkiyah dan
nafs. Secara bahasa (etimologi) tazkiyah berasal dari kata zaka yang artinya suci
atau bersih sedangkan nafs artinya diri atau jiwa. Dengan demikian makna
tazkiyatun nafs adalah membersihkan jiwa dari noda-noda dosa kepada Allah SWT
dan dosa terhadap manusia.
Berdasarkan makna diatas bahwa tazkiyatun nafs mempunyai tujuan untuk
membawa kualitas jiwa seseorang menjadi hamba Allah yang selalu taat beribadah
kepada Allah sesuai dengan tuntunan Allah dan Rasulnya.
Untuk tujuan menghilangkan penghalang yang membayasi manusia dengan
Tuhannya inilah, ahli-ahli tasawuf menyusun sebuah sistem atau cara yang tersusun
atas dasar didikan tiga tingkat yang diberi nama: takhallil, tahalili dan tajalli.
B. Saran
Dalam penyusunan makalah ini ataupun penyajiannya, kami sebagai manusia
bisa menyadari adanya ketidaksempurnaan terhadap apa yang kami susun dan
sajikan. Oleh sebab itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
para pembaca agar kami bisa menyenpurnakan penyusunan dan penyajian makalah
kami di masa mendatang.
15
19. DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Rosihon. 2010. Akhlak Tasawuf. Bandung : PT Pustaka Setia
Jamil, H.M. 2013. Akhlak Tasawuf. Ciputat : Referensi
H. Miswar dkk. 2005. Akhlak Tasawuf. Medan : Perdana Publishing
16