1. Doa merupakan kunci penting dalam proses tazkiyatun nafs atau mensucikan jiwa. Nabi bersabda bahwa tidak ada sesuatu yang lebih mulia di sisi Allah selain doa.
2. Doa memiliki pengaruh besar untuk membuka pintu-pintu kebaikan. Allah telah berjanji akan mengabulkan doa hamba-Nya.
3. Salah satu doa Nabi yang dianjurkan untuk tazkiyatun nafs adal
1. 1
10 Kunci Tazkiyatun Nafs / Penyucian Jiwa
Ta’lif
Syeikh Abdur Razzaq Bin Abdil Muhsin Al-Badr
Dosen Pengajar
Al-Ustad Djalal Abu Fahd, Lc
Akademi Guru Al-Fatih 4
2. 2
Bismillahirrahmanirrahim
Muqadimah
Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam, sholawat serta salam semoga senantiasa
tercurahkan kepada sebaik-baiknya para nabi, dan penutup para Rasul, Nabi kita, suri
tauladan kita, penyejuk pandangan kita Muhammad shallallahu alaihi wasallam bin Abdillah
sang pemimpin dan orang yang terpercaya. dan juga kepada keluarganya, para sahabatnya,
dan semua orang yang berjalan diatas petunjuknya sampai hari kiamat, amma ba’du
Ketahuilah Jiwa yang berada dalam diri manusia merupakan perkara yang agung dan
besar. Dan sungguh Allah telah bersumpah dengan beberapa makhluknya yang besar untuk
menunjukkan atas keagunganNya, dalam surat As-Syams 1 s/d 10 tentang jiwa yang
beruntung dan yang tidak beruntung, Allah berfirman yang artinya :
”Demi matahari dan sinarnya pada pagi hari, Demi bulan apabila mengiringinya,
Dmi siang apabila menampakkannya, Demi malam apabila menutupinya, Demi langit serta
pembinaannya (yang menakjubkan, Demi bumi serta penghamparannya, Demi jiwa serta
penyempurnaan (ciptaan)nya, Maka Dia mengilhamkan kepadanya(jalan) kejahatan dan
ketakwaan, Sungguh beruntung orang yang menyucikan (jiwa itu), Dan sungguh merugi
orang yang mengotorinya”
Firman Allah yang bermakna ”Sungguh beruntung orang yang menyucikan (jiwa).
Dalam ayat tersebut kata Az-zakah asalnya bermakna : ”yaitu bertambahnya kebaikan”, dan
maksud ayat ini bahwasannya barangsiapa yang berusaha untuk mensucikan, membersihkan
jiwanya. kemudian istiqomah dengan memperbanyak melakukan ketaatan dan kebaikan, dan
menjauhi segala keburukan dan kejelekan, maka dia akan mendapatkan
keberuntungan/kebahagiaan dengan sebenar-benarnya.
Firman Allah yang bermakna “Dan sungguh merugi orang yang mengotorinya“.
Dalam ayat tersebut kata At-tadsiah asalnya bermakna tersembunyi/tertutup, sungguh orang
yang bermaksiat itu telah menutupi jiwanya yang mulia dengan dosa-dosa yang telah
dilakukan, menguburnya dengan kejelekan-kejelekan dan kekejian, dan menghancurkannya
dengan melakukan perkara yang memalukan/aib. maka jadilah jiwa tersebut sebagai jiwa
yang kotor dan hina, dan benar-benar menjadi jiwa yang terpuruk dan merugi. Wal
iyadzubillah.
Ibnu Qoyyim berkata “Maka jiwa yang mulia itu tidak ridho dengan seluruh perkara,
kecuali jika perkara tersebut adalah perkara yang tinggi, mulia serta paling terpuji. Adapun
3. 3
jiwa yang rendah dia akan berputar seputar perkara yang hina dan rendah, maka ia pun
akan terjatuh kedalam perkara tersebut seperti lalat yang hanya singgah di tempat-tempat
kotor.
Dan jiwa yang mulia dan tinggi tidak ridho juga jika ia jatuh kedalam kedzaliman, ia
tidak mau terjerumus kedalam perbuatan keji, pencurian dan penghianatan. Karena jiwa
lebih besar dari itu dan lebih mulia. Sedangkan jiwa yang hina adalah sebaliknya, karena
setiap jiwa ia akan mencari/akan condong terhadap sesuatu yang cocok dengannya”.1
Di sini telah kita ketahui bahwasanya tazkiyatun nafs adalah perkara yang penting,
maka wajib bagi setiap muslim untuk benar-benar memperhatikan jiwanya, dan senantiasa
berusaha agar jiwanya bisa mencapai puncak kemuliaan, agar ia diberi kemenangan di dunia
dan akhirat, serta agar diberikan kenikmatan berupa kebahagiaan yang hakiki.
Maka sesungguhnya jiwa setiap muslim itu memiliki hak, sebagaimana sabda
Rosulullah shallahu alaihi wasallam : ”Sesungguhnya jiwa mu itu memiliki hak atasmu”
Sungguh persangkaan yang salah bahwasannya hak jiwa itu adalah dengan menekan jiwa
dan mencabut darinya hak-hak yang telah diciptakan Allah, yang mana hak hak tersebut
sebenarnya dibutuhkan oleh jiwa itu sendiri. Sebagaimana persangkaan salah lainnya
bahwasannya hak jiwa itu adalah dengan meremehkannya, melalaikannya, dan
menenggelamkannya kedalam syahwat. Dan hal lain yang semisalnya.
Maka mustahil jiwa akan menjadi suci dengan yang seperti itu, akan tetapi jiwa akan
menjadi suci dengan berpegang teguh dengan syari’at, tawasuth (tengah-tengah), dan
seimbang, tidak berlebih lebihan serta tidak pula meremehkan. Dan hendaknya dia senantiasa
berada di atas petunjuk Nabi shalallhu alaihi wasalam, dan manhajnya yang lurus
Dan saya akan menyebutkan ringkasan 10 kaidah penting, yang akan membantu
seorang muslim untuk mentazkiyah, merawat dan mensucikan jiwanya dari segala apa yang
membuatnya kotor dan rendah.
Dan saya memohon kepada Allah, semoga Allah mensucikan jiwa–jiwa kita,
memperbaiki amalan-amalan kita, menuntun ucapan-ucapan kita, memperlihatkan kita
kepada sesuatu yang benar serta menjadikan kita sebagai pengikutnya (sesuatu yang benar).
Memberikan petunjuk kepada kita untuk senantiasa memperbagus akhlaq dan amalan-
amalan, menghindarkan kita dari segala kejelekan-kejelekan, dan menjauhkan kita dari
segala fitnah yang nampak mau pun yang tersembunyi.
1 Al Fawaid hal. 178
4. 4
Sholawat seta salam semoga tercurahkan kepada nabi kita nabi Muhammad sallallahu alaihi
wasallam, keluarganya dan para sahabatnya
5. 5
Kaidah 1
Tauhid Sebagai Pondasi Utama Tazkiyatun Nafs
Tauhid merupakan tujan utama kita diciptakan Allah Azza Wajalla, sebagaimana yang
difirmankan Allah: “Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan untuk beribadah
kepadaKu” (Q.S adz-Dzariyat :56)
Dan juga tauhid merupakan dakwah yang diemban oleh para Nabi dan Rasul.
Sebagaimana Allah berfirman, “dan sungguh Kami telah mengutus seorang Rosul untuk
setiap ummat (untuk menyerukan) “sembahlah Allah dan jauhilah taghut” (Q.S An-Nah l:36)
Tauhid adalah perkara utama untuk seseorang yang ingin masuk islam, begitu juga
tauhid menjadi sebuah kewajiban utama yang harus dilakukan seorang da’i yakni
mengajarkan perkara Tauhid kepada manusia, sebagaimana sabda Nabi Shallahu Alaihi
Wasallam kepada Muadz Bin Jabal saat beliau mengutusnya ke Yaman, “Sesungguhnya
engkau akan dihadapkan kepada suatu kaum dari kalangan ahlul kitab, maka jadilah orang
yang pertama menyeru mereka untuk mentauhidkan Allah Ta’ala.”2
Dan Allah telah mengancam bagi siapa saja yang tidak mensucikan jiwanya -dengan
tauhid dan iman- dengan adzab yang pedih di hari kiamat,
Allah berfirman: “Dan celakalah bagi orang-orang yang mempersekutukan-Nya,
yaitu orang-orang yang tidak menunaikan zakat (mensucikan jiwa) dan mereka ingkar
terhadap kehidupan akhirat” (Q.S Fushilat : 6-7)
Berkata Ibnu Taimiyah, didalam tafsir ayat yang telah disebutkan tadi: “yang
dimaksud dengan tauhid adalah keimanan yang dengannya bisa mensucikan jiwa, karena
sesungguhnya keimanan itu mengandung penafian ilah-ilah selain yang haq dari hati. Dan
kemudian penetapan ilah yang haq didalam hati, dan ini adalah hakikat dari” la ilaha
illallah”, serta merupakan pondasi utama dalam mentazkiyah hati.” 3
Dan berkata Ibnu Qoyyim rahimahullah, berkata sebagian mufassirin dari kalangan
salaf dan generasi setelahnya: ”yakni tauhid, adalah bersaksi bahwasanya tidak ada Ilah
yang berhak disembah melainkan Allah dan iman yang dengannya bisa mentazkiyah hati,
dan itu merupakan pondasi utama untuk setiap pensucian (jiwa) dan penumbuhan
(bertambah kebaikan)”4
2 H.R Bukhori dalam Shahihnya No.7372
3 Majmu’ al-Fatawa 97/10
4
Ighatsatul Lahfan 79/1
6. 6
Sebagaimana kita ketahui bahwa tauhid yang merupakan pondasi utama dalam
mentazkiyah jiwa dan membersihkannya, maka bisa kita katakan bahwa kesyirikan adalah
paling besarnya kotoran yang mampu merusak jiwa dan menghapus segala amalan,
sebagaimana firman Allah: “Dan sungguh telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-
nabi) yang sebelummu, “Sungguh, jika engkau mempersekutukan Allah, niscaya akan
hapuslah amalmu dan tentulah engkau termasuk orang yang merugi”(Q.S Az-Zumar : 65)
Dan syirik merupakan dosa yang tidak akan diampuni Allah selamanya bagi orang
yang wafat diatasnya (keadaan musyrik). Sebagaimana firman Allah : “Sesungguhnya Allah
tidak akan mengampuni (dosa) karena mempersekutukan-Nya, dan Dia mengampuni
apa(dosa) yang selain (syirik) itu bagi siapa yang Dia kehendaki.”(Q.S An-Nisa : 48)
Dan Allah mengharamkan baginya surga yaitu bagi orang yang menyekutukan Allah.
Sebagaimana firman Allah Ta’ala: “Sesungguhnya barangsiapa yang mempersekutukan
(sesuatu dengan) Allah, maka sungguh Allah mengharamkan surga baginya, dan tempatnya
ialah neraka, dan tidak ada seorang penolongpun bagi orang-orang dzolim itu.”
(Q.S Al-Maidah : 72).
Dan jika seorang hamba benar- benar bertauhid, maka ia akan mendapatkan kesucian
yang sempurna, dan ia akan mendapatkan petunjuk, rasa aman di dunia dan akhirat,
sebagaimana firman Allah Ta’ala: “Orang-orang yang beriman dan tidak mencapuradukkan
iman mereka dengan syirik, mereka itulah orang-orang yang mendapat rasa aman dan
mereka akan mendapat petunjuk”(Q.S Al-An’am : 82).
Maka tidak ada kesucian jiwa tanpa kesungguhan dalam bertauhid, dan
menyendirikan Allah dalam beribadah, dan ikhlas beramal karenaNya. Dan tidak ada
kesucian jiwa kecuali dengan kita membebaskan diri dari segala kesyirikan, dan dari apa-apa
yang membatalkan tauhid.
7. 7
Kaidah 2
Doa, Kunci Dari Tazkiyatun Nafs
Nabi bersabda : “Tidak ada sesuatu yang paling mulia disisiNya melainkan sebuah
doa”5
Dan doa merupakan ibadah yang paling afdhol, karena disaat kita berdoa akan
nampak jelas kita merendahkan diri kepada Allah, mengetahui akan kekuatan Allah dan
kuasaNya, kekayaan dan keagunganNya, kita Memohon kepada Dzat yang Maha tinggi.
Doa memiliki pengaruh besar untuk membuka pintu-pintu kebaikan, sebagaimana
yang dikatakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam wasiatnya untuk Abil Qosim Al
Mughrobi : “Doa adalah kunci segala kebaikan 6
Maka jika engkau menginginkan kebaikan untuk dirimu baik di dunia ataupun di
akhirat maka berdoalah kepada Allah, karena sungguh Allah telah berjanji bahwa barangsiapa
yang berdoa kepadaNya maka Allah akan mengabulkan7
, sebagaimana firman Allah Ta’la:
“Berdo’alah kepada Ku, niscaya aku akan memperkenankannya bagimu”(Q.S Ghafir : 60).
Amirul Mukminin Umar bin Khattab radhiyallahu’anhu berkata: “Sesungguhnya aku
tak mementingkan do’a ku apakah terkabul/tidak, akan tetapi aku akan terus berdoa, apabila
azamku kuat, maka Allah akan mengabulkan.” 8
Dan dianjurkan bagi kita untuk berdoa dengan doa yang diajarkan Nabi Muhammad
shalallahu alaihi wasallam, sebagaimana beliau bersabda : “Ya Allah Anugerahkanlah
kepada jiwaku (dengan ketaqwaan) dan sucikanlah jiwaku dengan ketaqwaan itu.
Engkaulah sebaik-sebaik yang mensucikan dan Engkaulah yang menjaga serta
melindunginya.”9
Dalam doa ini terkandung sebuah isyarat dan peringatan bahwasanya tazkiyatun nafs
itu berada ditangan Allah. serta terkandung didalamnya juga bahwa doa dan berserah diri
kepada Allah merupakan kunci yang paling agung.
5
HR. Tirmidzi dalam Al-Jami’ no.3370 dan Ibnu Majah dalam Sunannya no.3829, telah dihasankan oleh Al-Albani dalam
Shohih al-Jami’ no. 5392
6
Majmu’ al-Fatawa 661/10
7
suatu riwayat menyebutkan “Berdoalah, karena Allah pasti mengijabahi.”
8
HR.At-Tirmidzi di dalam “Jami’nya” no 3370, dan Ibnu Majah dalam ‘Sunannya” no.3829, dan dihasankan oleh Al-Albani
dalam”A-Targhib” 270/2)
9
HR Muslim dalam Shahihnya no.2722
8. 8
Dan salah satu doa Nabi Muhammad shalallahu alaihi wasallam yang dapat kita
panjatkan adalah adalah : “ Wahai Dzat yang membolak balikkan hati, teguhkanlah
hatiku diatas agamaMu.”
Dan saat semuanya telah terhimpun didalam hati seorang hamba yakni percaya bahwa
Allah mengabulkan, kuat permintaannya, dan tidak terburu-buru agar do’anya segera
terkabulkan, memilih waktu yang mustajab/ waktu waktu yang utama, maka doanya tidak
mungkin tertolak.
Dan diantara wasilah yang paling agung atas terkabulnya doa adalah dia mengetahui
bahwasanya tazkiyatun nafs itu berada ditangan Allah, Dialah yang mensucikan orang yang
Ia kehendaki, karena sesungguhnya segala perkara hanya untukNya, dan dibawah kehendak-
Nya, sebagaimana firman Allah: “Akan tetapi Allah lah yang mensucikan siapa yang ia
kehendaki”(Q.S A-Nisa:49)
Dan juga Allah berfirman : “Kalau bukan karena karunia Allah dan rahmatNya
kepadamu, niscaya tidak ada seorang pun diantara kamu bersih(dari perbuatan keji dan
mungkar itu) selama-lamanya, tetapi Allah membersihkan siapa yang Dia kehendaki.”
(Q.S An-Nur: 21)
Ibnu Abbas radhiyallahu’anhu berkata dalam menafsirkan ayat ini (tidak ada ada
seorang pun diantara kamu yang bersih), “Tidak ada satupun dari makhlukNya mendapat
petunjuk berupa sesuatu yang baik dan bermanfaat bagi dirinya, dan juga tidaklah ia
mampu untuk menolak/mencegah atas sesuatu yang membahayakan dirinya.” Maksudnya
segala sesuatu itu sesungguhnya hanya dengan karunia Allah.
Maka hidayah iman dan kebaikan seluruhnya adalah milik Allah semata, dan sungguh
Rosulullah telah menanamkan perkara ini pada diri para sahabat, dan menekankan pada
mereka untuk senantiasa kontinu dalam menjalankannya, Rosulullah seringkali mengucapkan
kalimat ini dalam khutbahnya: “Barangsiapa yang dia diberi petunjuk oleh Allah maka tidak
ada kesesatan baginya, dan barangsiapa yang ia Allah sesatkan, maka tidaklah ada
petunjuk baginya.”10
Maka dari itu, do’a merupakan pondasi penting untuk mensucikan jiwa, dan
barangsiapa yang ia mengetahui bahwa kesucian jiwanya, keistiqomahannya berada dijalan
Allah itu berada ditangan Allah, memohon kepadaNya, meminta kepadaNya dengan
10
HR.Imam Muslim dalam Shahihnya no 868, dari hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas, HR Abu Daud dalam
Sunannya no 1097, at-Tirmidzi dalam al-Jami’ no. 1105, an-Nasa’I dalam Sunan al-Kubro no.3277, dan Ibnu Majah dalam
Sunan nya no.1892, semuanya dari hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Mas’ud
9. 9
merengek, sangat berharap, maka sungguh dia akan mendapatkan kesucian jiwa, kemenangan
serta kebahagiaan baik di dunia maupun di akhirat.
10. 10
Kaidah 3
Al-Qur’an Adalah Sumber Pensucian Jiwa Dan Penolongnya
Allah berfirman : “Sungguh Allah telah memberi anugerah kepada orang-orang
mukmin ketika Allah mengutus seorang Rosul ditengah-tengah mereka dari kalangan mereka
sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayatNya, menyucikan (jiwa) mereka, dan
mengajarkan mereka al-Qur’an dan Hikmah (as-Sunnah).” (Q.S Ali Imran : 164)
Dan faktor utama yang mampu mensucikan jiwa adalah Al-Qur’an, yang mana Al-
Qur’an merupakan kitab yang mampu mensucikan jiwa, sumbernya, juga penyokongnya.
Maka barangsiapa yang ingin mensucikan jiwanya maka carilah didalam Al-Qur’an.
Ibnu Abbas radhiyallahu’anhu berkata: ”Allah menjamin bagi siapa saja yang mengikuti
Al-Qur’an ia tidak akan pernah tersesat di dunia dan tidak sengsara saat di akhirat,
kemudian beliau membaca firmanNya: “Maka barangsiapa yang mengikuti petunjukKu, dia
tidak akan tersesat dan tidak akan sengsara/celaka ” (Q.S Thaha :123)11
Dan Allah berfirman: ”Katakan (Muhammad): “Wahai manusia, telah datang kepadamu
kebenaran(Al-Qur’an) dari Tuhanmu, sebab itu barangsiapa mendapat pentunjuk, maka
sebenarnya (petunjuk itu) untuk (kebaikan) dirinya sendiri.”(Q.S Yunus :108)
Ibnu Qayyim rahimahullah berkata: “Al-Quran adalah obat penyembuh yang sempurna
untuk semua penyakit hati dan badan, serta penyakit-penyakit dunia dan akhirat.”12
Allah berfirman: “Orang-orang yang telah kami beri Kitab, mereka membacanya
sebagaimana mestinya, mereka itulah yang beriman kepadanya.”(Q.S Al-Baqarah :121)
Akan dikatakan seseorang itu benar-benar tilawah, jika ia telah mengikuti 3 perkara ini ;
1. Membaca dan menghafalkannya
2. Memahami dan mentadabburinya
3. Mengamalkannya13
Karena makna tilawah adalah bukan hanya sekedar membaca namun haruslah ia
mengamalkan 3 perkara yang telah disebutkan diatas. Maka barulah ia bisa disebut orang
yang benar benar tilawah. Dan yang demikian sebagaimana yang telah di tafsirkan oleh para
sahabat dan tabi’in.
11
Dikeluarkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam “Al-Mushnaf” no.35926
12
Zaadul Ma’ad 119/4
13
H.R Imam Ahmad dalam Musnadnya no 23482
11. 11
Dan membaca Al-Qur’an tanpa memahami maknanya, ataupun beramal dengan apa-
apa yang tidak datang dari Rosul maka tidak dianggap bacaan yang sebenarnya. Oleh karena
itu, berkata Fudhail Bin Iyadh: ”Sesungguhnya tujuan diturunkannya Al-Quran adalah untuk
diamalkan, maka ambillah, pelajarilah kepada seorang manusia yang ia mengamalkan Al-
Qur’an. “14
Jika Allah memuliakan hambaNya sebab tilawatil Qur’annya, mentadaburinya dan
bersungguh sungguh untuk mengamalkannya maka dia akan mendapatkan tazkiyah nafs atau
kebahagiaan yang lebih banyak.
14
Al-Ajury dalam kitab”Akhlaq Hamalatul Qur’an” hal. 41
12. 12
Kaidah 4
Mengambil Teladan Dan Panutan
Allah Ta’ala berfirman: ”Sungguh telah ada pada diri Rosulullah itu suri tauladan
yang baik bagimu yaitu bagi orang yang mengharap (rahmat)Allah dan (kedatangan) hari
kiamat dan yang banyak mengingat Allah “ (Q.S Al- Ahzab : 21)
Ibnu Katsir berkata: “Ini adalah pokok utama (dalam berdalil) mengambil teladan
Rosulullah, baik dalam perkataan, perbuatan dan keadaannya” 15
Hasan al-Bashri berkata : “Berkata suatu kaum pada zaman Nabi Shalallahu ‘Alaihi
Wasallam, “Sesungguhnya kami mencintai tuhan kami” maka Allah pun menurunkan ayat
ini,“ katakanlah (Muhammad): jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah
mencintaimu dan mengampuni dosa-dosa mu “ (Q.S Ali-Imran : 21)16
Maka dari itu, mengikuti rosul dan meneladaninya merupakan tanda atas tulusnya
cinta kepada Allah Ta’la, karena mengikuti Nabi dan meneladaninya, berjalan diatas
manhajnya adalah sebagai bentuk nyata dari tazkiyah, maka tidak mungkin ia akan suci
jiwanya tanpa dengan apa-apa yang datang dari Rosulullah.
Dan telah terjadi dikalangan para imam yang sesat disetiap zamannya, mereka
menyeru dengan cara-cara yang mungkar yang mana mereka menganggap bahwa cara yang
demikian adalah mampu untuk mensucikan jiwa, dan mampu mendidik hati, memperkuat
hubungannya dengan Allah dan lain sebagainya. Dan mereka pun memberi nasihat agar kita
menjauh dari keramaian kemudian menyuruh kita untuk menyendiri di tempat yang gelap dan
menyuruh untuk terus menerus mengulang dzikir-dzikir khusus dengan lafadz-lafadz tertentu,
yang diyakini bahwa hal itu mampu menyucikan dan mendidik jiwa mereka. dan seruan-
seruan bathil lainnya.
Berkata Al-‘Allamah Ibnu Qoyyim rahimahullah, “Tazkiyatun nafs itu lebih sulit
daripada mengobati badan, maka barangsiapa yang ia mensucikan jiwanya dengan gerakan-
gerakan yang tidak jelas, bersemedi, berkholwat yang tidak sesuai dengan ajaran Nabi,
maka ia seperti orang yang sakit, yang dia mengobati badannya dengan pandangannya/
idenya. Yang demikian bagaimana akan sama dengan pandangan dokter ?!
15
Tafsir Ibnu Katsir 133/11
16
Tafsir Ath-Thabari 322/6
13. 13
Maka dari itu, para Rasul merupakan dokter-dokter hati, maka tidak ada jalan yang
bisa manghantarkan kita menuju penyucian jiwa, melainkan melalui jalan-jalan mereka
(tuntunannya), melalui tangan-tangan mereka, tunduk dan berserah diri kepada aturan Rosul,
-dan Allahlah tempat kita memohon pertolongan17
Dan juga, semua amalan yang tidak di perintahkan Nabi maka amalan tersebut akan
tertolak, sebagaimana yang di sabdakan Nabi: “Barangsiapa yang mengerjakan suatu amalan
yang tidak ada perintahnya pada kami, maka amalan tersebut tertolak18
, maksudnya tertolak
bagi yang melakukan amalan tersebut.
Sufyan bin Uyainah berkata: “Bahwasanya Rosulullah adalah patokan yang pas,
maka kembalikanlah segala sesuatu itu kepada Beliau, baik dari segi akhlaqnya, perjalanan
hidupnya dan petunjuknya, maka apa-apa yang telah ditetapkannya merupakan sesuatu yang
haq, dan apa-apa yang diselisihinya maka itulah perkara yang bathil.19
Oleh karena itu, wajib bagi orang yang mentazkiyah dirinya untuk bersungguh-
sungguh dalam mengikuti Rosulullah serta meneladaninya, dan berhati-hatilah dari perkara
yang mengada-mengada, dan dari jalan-jalan yang baru (bid’ah) yang dianggap oleh
penemunya itu adalah perkara yang baik serta mampu untuk menyucikan jiwa.
17
Madarijus Salihin 300/2
18
H.R Muslim dalam Shahihnya no.1718
19
Al-Khathib dalam muqodimah kitabnya”Al’Jami Li-Akhlaqi Rowy Wa Adabis Saami’ 79/1
14. 14
Kaidah 5
Tazkiyah Yaitu Pengosongan Dan Penghiasan
Sesungguhnya hakikat tazkiyah adalah mengosongkan jiwa terlebih dahulu, dengan
membersihkannya dari kotoran-kotoran, maksiat serta dosa-dosa. Baru kemudian setelah itu
mengisi/menghiasinya dengan ketaatan-ketaatan dan ibadah yang mendekatkan dirinya
kepada Allah. sebagaimana firman Allah : “Ambillah zakat dari harta mereka guna
membersihkannya, dan menyucikan mereka, dan berdoalah untuk mereka sesungguhnya
doamu itu ( menumbuhkan ) ketentraman jiwa bagi mereka.” (Q.S At-Taubah : 103 )
Pada kata “thuthohiruhum/membersihkan mereka”, didalamnya menunjukan bahwa
thuthohir menduduki kedudukan takhliyah, yaitu pengosongan dari segala kejelekan dengan
membersihkannya dari dosa-dosa. Sedangkan kata “tuzakkihim/mensucikan mereka”,
didalamnya menunjukan bahwa tuzakkihim menduduki kedudukan tahliyah yaitu penghiasan
dengan amalan-amalan yang baik dan utama. Dan didahulukan tathhir atas tazkiyah adalah
untuk menjelaskan makna takhliyah dan tahliyah.
Maka diharuskan bagi seseorang yang ingin menyucikan jiwanya untuk
bertaubat/membuang terlebih dahulu dosa-dosa yang mampu merusak hati, dan yang mampu
menghalangi masuknya cahaya hidayah dan keimanan.
Sebagaimana yang disabdakan Nabi: “Sesungguhnya seorang hamba jika melakukan
dosa, maka akan ditulis/diletakan didalam hatinya satu titik hitam, maka apabila ia
meninggalkannya, beristighfar serta bertaubat, akan dicabutlah titik hitam itu. Dan apabila ia
kembali maka akan bertambahlah titik hitamnya hingga titik hitam itu mampu
memenuhi/menutupi hatinya . Dan itulah yang dimaksud dengan “Raan” yang telah
disebutkan oleh Allah dalam firmanNya : “Sekali kali tidak! Bahkan yang mereka kerjakan
itu telah menutupi hatinya”(Q.S Al Muthafifin : 14)20
Kemudian berusahalah untuk memperbanyak amal sholeh yang dapat menyucikan
jiwa, sebagaimana firman Allah Ta’ala : “Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari
keridhoan) Kami, Kami akan tunjukkan kepada mereka jalan jalan Kami, dan sungguh Allah
bersama orang-orang yang berbuat baik”(Q.S Al-Ankabut : 69)
20
HR.at-Tirmidzi dalam ‘al-Jami’ no 3334 dan dihasankan oleh al-Albani dalam kitab”ash-Shohih Targhib wa Tarhib”278/2
15. 15
Berkata Ibnu Taimiyah :”Tazkiyah pada dasarnya bermakna tumbuh, berkah dan
bertambahnya kebaikan, maka hal tersebut akan dapat diraih dengan menghilangkan
perkara-perkara yang buruk. Dengan demikian terkumpulah didalam tazkiyah ini perkara
takhliyah dan tahliyah”21
Dan berkata As-Sa’di, saat menafsirkan firman Allah: ”Sebenarnya Allah menyucikan
siapa yang Dia kehendaki dan mereka tidak terdzalimi sedikitpun”(Q.S An-Nisa : 49) ,
maksud ayat tersebut adalah dengan iman, dan amal sholeh, dengan pengosongan dari
akhlaq-akhlaq yang jelek, dan penghiasan dengan sifat-sifat yang baik.”22
21
Majmu’ al-Fatawa 97/10
22
Tafsir As-Sa’di Hal.182
16. 16
Kaidah 6
Menghilangkan/Menutup Celah yang Mampu Mengeluarkan Manusia dari Tazkiyah,
Menjauhkannya dari Keutamaan-Keutamaan Serta Menjatuhkannya Ke Dalam Perkara yang
Buruk
Sesungguhnya seorang hamba itu benar-benar perlu untuk menutup celah yang dapat
mempengaruhi jiwa serta mengotorinya. dan As-Sunnah, didalamnya menggambarkan untuk
kita sebuah permisalan yang menjelaskan cara bagaimana menutup celah-celah yang mampu
mempengaruhi agama seorang hamba.
Di dalam hadits disebutkan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Allah
telah menggambarkan kepada kita dengan sebuah permisalan tentang shirathal mustaqim23
,
yang mana shirat tersebut disisi-sisinya terdapat dinding-dinding, yang memiliki pintu-pintu
yang terbuka, terdapat dipintu-pintu tersebut tirai yang halus serta menjuntai kebawah. Dan
diatas pintu ada seorang penyeru, ia berkata : ”wahai manusia, teruslah kalian berjalan
meniti shirath ini, dan janganlah menoleh”. Kemudian terdapat seseorang yang menyeru
kembali, kali ini dia berada diatas shirath, ia berkata saat ada seseorang yang ingin
membuka pintu itu : “celakah kamu, janganlah kamu membuka pintu itu, jika kamu
membukanya maka kamu akan masuk kedalamnya
Dan ketahuilah yang dimaksud dengan shirat adalah Islam, dinding-dinding itu
adalah batasan/aturan-aturan Allah, pintu-pintu yang terbuka itu adalah apa-apa yang
diharamkan Allah. dan adapun penyeru yang berada didepan tadi adalah kitabullah,
sedangkan penyeru yang berada diatas shirat adalah orang yang selalu memberi nasihat-
nasihat Allah kepada hati-hati manusia”24
Berkata Al-hafidz Ibnu Rajab Al-Hambali: “Dan barangsiapa yang ketika didunia
telah keluar dari keistiqomahannya diatas shirat (islam), maka berarti dia telah membuka
tirai pintu-pintu keharaman yang berada disisi kanan dan kiri shirath tersebut, dan ia telah
23
Shirathal mustaqim ada 2 makna
1. Qomthoroh/ Al-Jisr yaitu meniti jembatan yang berada diatas neraka
2. Islam/As-Sunnah
Abu Al-Aliyah berkata: pelajarilah islam, jika engkau telah mempelajarinya, janganlah engkau membencinya,
hendaklah kalian senantiasa meniti jalan yaitu islam, dan janganlah kalian belokkan islam ke kanan dan
kekiri, dan hendaklah kalian mengikuti sunnah Nabi kalian, dan jauhilah atas kalian hawa nafsu karena
dariniya dapat menimbulkan saling membunuh, memunculakna kebencian dan permusuhan.
24
HR.Imam Ahmad dalam Musnadnya no. 17909
17. 17
masuk kedalamnya. -Sama hal nya apakah keharaman tersebut berupa syahwat-syahwat
ataupun berupa syubhat-syubhat- ibaratnya ia telah mengambil besi yang ada diatas pintu-
pintu shirath tersebut baik kanannya maupun kirinya, karena telah membuka pintu-pintu
keharaman di dunia dan masuk didalamnya” 25
Dan Allah berfirman : “Katakanlah kepada laki-laki yang beriman, agar mereka
menjaga pandangannya dan memelihara kemaluannya, yang demikian itu lebih suci bagi
mereka. sungguh Allah maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.”26
(Q.S An-Nur 30)
Berkata Abu Hayyan Al-Andalusi: “Didahulukan perkara menundukan pandangan
atas menjaga kemaluan, karena pandangan merupakan prantara zina, pembuka kejahatan ,
serta musibah yang diakibatkannya keras dan banyak.”27
Berkata Imam As-Sa’di : “Maka sesungguhnya seseorang yang menjaga kemaluan
dan pandangannya, berarti ia telah suci dari apa-apa yang menjadikannya kotor, telah suci
perbuatannya karena ia telah meninggalkan keharaman-keharaman yang mana jiwa itu pada
dasarnya condong terhadap hal-hal yang buruk. Maka barangsiapa yang meninggalkan
sesuatu karena Allah, Allah akan menggantinya dengan yang lebih baik.”28
Berkata Ibnu Qoyyim rahimahullah : “Dan paling banyaknya kemaksiatan itu
terlahir, berawal dari suka berbicara dan memandang, keduanya merupakan pintu yang
paling luas untuk dimasuki syaithan. Keduanya mengalir/berjalan begitu saja dan tidak
membosankan”29
Oleh karena itu, seyogyanya bagi seorang hamba untuk menjadi seseorang yang
berakal dan cerdas, maka mintalah kepada Allah berupa kesabaran dan kesuksesan, dan juga
meminta agar diputuskan semua jalan-jalan yang akan menjerumuskan kepada perkara yang
berdosa,
Karena agama itu adalah harta seorang hamba, dan merugilah ia didunia dan akhirat
jika meremehkannya, apalagi di zaman kita, yang mana fitnah terjadi dikalangan manusia itu
bagaikan hujan yang turun, disana terbuka pintu-pintu syubhat dan syahwat bersamaan
dengan perkembangan yang maju, banyak pula tempat-tempat yang penuh dengan syubhat,
25
Majmu’ Rasail Ibnu Rojab 206/1
26
suatu riwayat menyebutkan “Barangsiapa yang menjamin ia mampu untuk menjaga apa yang ada diantara 2 jenggotnya
(lisan), dan diantara 2 pahanya, maka Allah akan menjamin dengan SurgaNya”
27
Albahrulmuhith Li Abi Hayyan Al Andalusi 33/8
28
Tafsir As-Sa’di Hal.660
29
Badai’ul Fawaid 820/2
18. 18
serta acara-acara yang aneh, hingga banyak sekali manusia yang terjatuh kedalamnya, dan
akhirnya menyelewengkan mereka dari hidayah.-kita memohon kepada Allah keselamatan.
19. 19
Kaidah 7
Mengingat Kematian Dan Rindu Berjumpa Dengan Allah Ta’ala
Allah berfirman: ”Wahai orang-orang yang beriman! Bertaqwalah kepada Allah dan
hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok
(akhirat).” (Q.S Al-Hasyr :18)
Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Perbanyaklah mengingat
sang penghancur kenikmatan, yakni kematian”30
“Sahabat Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu pernah ditanya tentang alasan kenapa
beliau menangis manakala berdiri disamping kuburan, Beliau menjawab: ”Sesungguhnya
kuburan adalah langkah awal persinggahan di akhirat, jika selamat darinya maka yang
setelahnya akan lebih mudah darinya, dan jika tidak selamat maka yang setelahnya lebih
berat darinya.”31
Kematian adalah pemisah antara dunia dan akhirat, pemisah antara waktu beramal dan
pembalasan. Dan apabila telah datang sakrotul maut, maka tidak ada lagi kesempatan untuk
bertaubat, memohon ampun kepadaNya dari kesalahan-kesalahan, tidak ada kesempatan lagi
baginya setelah itu untuk memperbanyak melakukan kebaikan, sebagaimana firman Allah
“Dan taubat itu (tidaklah diterima Allah) dari mereka yang melakukan kejahatan hingga
apabila datang ajal kepada seseorang diantara mereka, (barulah) dia mengatakan.”saya
benar-benar bertaubat sekarang”.” (Q.S An-Nisa : 18)
Dan kematian itu pasti datang kepada setiap manusia dimanapun ia berada, dan
pertemuan mereka dengan kematian tidak diragukan lagi ,sebagaimana firman Allah:
”Katakanlah sesungguhnya kematian yang kamu lari padanya, ia pasti akan menemui
kamu.” (Q.S Al-Jumu’ah ; 8)
Dan juga firman Allah: ”Di manapun kalian berada, kematian pasti akan
mendapatkan kamu , kendatipun kamu berada didalam benteng yang tinggi dan kukuh.”
(Q.S An-Nisa :78)
Dan kematian akan datang kepada manusia secara tiba-tiba “Apabila ajalnya tiba,
mereka tidak dapat meminta penundaan atau percepatan sesaatpun (Q.S Al-A’raf :34).
30
H.R Ibnu Majah no.4257 dan dihasankan oleh Al-Albani dalam kitab”al-Irwa’ 145/3
31
HR. Ibnu Majah no.4267, At-Tirmidzi no.2308
20. 20
Maka berapa banyak manusia yang ia keluar mengendarai mobil, dan kembali dalam keadaan
dia telah diselimuti oleh kain kafan, dan berapa banyak manusia yang ia berkata kepada
keluarganya “ambilkan aku makan”, belum sampai ia memakan makanannya ia sudah
meninggal, dan berapa banyak manusia yang ia sedang memakai bajunya, mengancing
bajunya, namun belum sampai ia mengancing bajunya ia sudah meninggal , justru yang
mengancingkan bajunya adalah orang yang memandikannya.
Dan dalam perkara mengingat kematian terdapat manfaat yang besar, diantaranya :
1. Mampu membangunkan hati-hati yang lalai
2. Menghidupkan hati yang mati
3. Memperindah pertemuan seorang hamba dengan Allah
4. Menghilangkan kelalaian dan memalingkannya kepada ketaatan kepada Allah
Berkata Sa’id Bin Jubair (seorang tabiin): “Andaikan hilang perkara mengingat kematian
ini dari hatiku, aku khawatir, aku akan merusak hatiku”32
Dan senantiasa seorang hamba itu dalam keadaan baik jika ia selalu bermuhasabah,
melihat kedudukannya diantara Allah dihari kiamat nanti setelah dia meninggal, dan kemana
tempat kembalinya.33
Berkata Sufyan bin Uyainah (tabiut tabiin): “Berkata Ibrohim At-Taimi, aku
menggambarkan diriku jika berada didalam surga, aku memakan buahnya, meminum dari
air yang berada disungai-sungainya, bersenda gurau dengan para bidadarinya. Kemudian
aku menggambarkan diriku jika berada didalam neraka, aku memakan buah zaqqum, aku
meminum nanah, aku diikat dengan rantai dan dibelenggu, dan aku berkata kepada diriku
sendiri, “wahai jiwaku! Sebenarnya apa yang kamu inginkan?!” jiwa itu berkata: (aku ingin
kembali ke dunia, agar aku dapat beramal soleh), dia berkata(Sufyan), Ibrohim kemudian
berkata pada dirinya: “Bukankah kamu sekarang berada didunia?maka beramallah!”34
Dan dikatakan kepada dirinya juga: ”Wahai jiwa, jika saya mati, maka siapakah yang
akan menyolatiku, mengayomiku, siapakah yang akan berpuasa untukku, dan siapa kah yang
akan meminta ampun/ bertaubat atas segala dosa-dosaku dan kelalaianku?”
32
HR Imam Ahmad dalam kitab “Az-Zuhdi” No 2210
34
Ibnu Abi Dunya dalam kitab Muhasabah An-Nafs Hal.26
21. 21
Kaidah 8
Memilih Teman Duduk Yang Baik
Allah berfirman: “Dan bersabarlah engkau (Muhammad) bersama orang yang
menyeru tuhannya pada pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaanya dan janganlah
kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengarapkan perhiasan kehidupan dunia,
dan jangan lah engkau mengikuti orang yang hatinya telah kami lalaikan dari mengingat
Kami, serta menuruti keinginannya dan keadaannya sudah melewati batas.”
(Q.S Al-Kahfi : 28)
Berkata Imam As-Sa’di dalam tafsir ayat diatas, “Di dalamnya mengandung perintah
untuk memilih teman yang baik, dan bersungguh-sungguh dalam berteman serta berinteraksi
dengannya meskipun dia seorang yang faqir, karena dalam bersahabat terdapat begitu
banyaknya faidah yang tidak terhitung.”35
Nabi bersabda “Seseorang itu tergantung agama temannya, maka lihatlah kepada
siapa dia berteman”36
Berkata Abu Sulaiman Al Khattabi dalam menjelaskan perkataan “Seseorang itu
tergantung dengan agama temannya” maksudnya adalah janganlah berteman kecuali dengan
orang yang engkau ridho dengan agama dan amanahnya, maka jika kamu berteman
dengannya, kamu akan diajak kepada agama dan madzhabnya yang baik, dan begitupun
sebaliknya, jangan engkau tertipu, sehingga kamu akan khawatir jika kamu berteman dengan
orang tidak engkau ridhoi agama dan madzhabnya. 37
Oleh karena itu, berkatalah Ibnu Mas’ud radhiyallahu’anhu, “Nilailah manusia
dengan melihat dengan siapa mereka berteman, karena sesungguhnya seseorang itu tidaklah
berteman melainkan dengan orang yang mereka anggap menakjubkan.” 38
Nabi bersabda, “Permisalan teman yang baik dan teman yang buruk ibarat seorang
penjual minyak wangi dan seorang pandai besi. Penjual minyak wangi mungkin akan
memberimu minyak wangi atau engkau bisa membeli minyak wangi darinya, dan kalaupun
tidak engkau tetap mendapatkan bau harum darinya. Sedangkan pandai besi, bisa jadi
35
Tafsir As-Sa’di Hal.549
36 HR Ibnu Daud dalam kitab “As-Sunan” no.4833, dan dihasankan oleh Al-Albani dalam “Silsilah as-Shahihah”634/2
37
Al-Ghazlah Hal. 56
38
Ibnu Bathah dalamkKitab ”Ibanatul Kubra” No.376
22. 22
(percikan apinya) mengenai pakaianmu dan kalaupun tidak, engkau tetap mendapatkan bau
asapnya yang tak sedap.”39
Berkata Al-Qadhi ‘Iyadh dalam syarhnya untuk hadits ini.:”Di dalamnya mengandung
larangan untuk berteman dan berkumpul dengan teman-teman yang buruk dengan ahlul
bid’ah dan orang-orang yang sering menipu manusia. Karena mereka semua akan
mempengaruhi orang yang ikut duduk bersama mereka. dan juga didalamnya mengandung
anjuran untuk berteman dengan orang-orang yang selalu berbuat kebaikan, karena jika kita
berteman deangan mereka kita akan menemukan/ mendapatkan ilmu, adab, keindahan
petunjuk/ nasihatnya serta akhlaq-akhlaq yang terpuji.”
Maka dari itu bagi seorang hamba hendaknya memilih teman duduk yang mampu
menolongnya kepada jalan kebaikan karena mereka adalah sebab yang paling agung dalam
perkara pensucian jiwa. Dan bagi seorang hamba hendaknya berhati-hati terhadap teman
yang buruk dan rusak. Karena sungguh mereka itu lebih membahayakan dari pada penyakit
kudis.
39
H.R Bukhori dalam Shahihnya No.5534, dan Muslim dalam Shahihnya No.2628)
23. 23
Kaidah 9
Berhati-hati Terhadap Sifat Ujub dan Tertipunya Jiwa
Sebagaimana yang di firmankan Allah “Maka janganlah kamu menganggap dirimu
suci. Dia mengetahui orang orang yang bertaqwa.” (Q.S An-Najm : 32)
Allah melarang seorang hamba untuk memuji dirinya sendiri karena menganggap
bahwa jiwanya itu telah suci. Sebab ketaqwaan itu tempatnya di hati40
. Dan Allah yang
paling tahu siapakah orang yang berhak mendapatkan ketakwaan itu. Karena jika ia suka
memuji dirinya sendiri, suka pamer, ini semua akan manjadi sebab masuknya sifat ujub
pada dirinya, dan juga sebab masuknya sifat ria, yang mana sifat ini mampu menghapus
segala amalan.
Dan seorang mukmin meskipun dia selalu bersungguh sungguh dalam melakukan
kebaikan, beramal sholeh, menjauhi segala keharaman-keharaman maka sesungguhnya ia
tetap dalam keadaan yang kekurangan dan masih dzalim terhadap dirinya.
Dan adapun Abu Bakar As-Shiddiq- orang yang paling jujur, sebaik baik manusia
setelah para nabi- dia meminta kepada Rasulullah untuk mengajarkan kepadanya sebuah doa
yang mana doa tersebut bisa ia baca dalam sholat/ dalam riwayat di rumahnya. Maka
Rasulullah pun mengajarkan doa kepadanya yakni dengan doa “Ya Allah sesungguhnya aku
mendzalimi diriku sendiri dengan kedzaliman yang banyak, tidak ada yang
mengampuni diriku melainkan Engkau maka ampunilah aku dengan ampunan dari
sisiMu, dan kasihanilah aku karena sesungguhnya Engkau adalah maha pengampun
lagi maha penyayang”41
. Lihatlah, Abu Bakar saja meminta untuk diajarkan sebuah doa,
maka bagaimana dengan orang yang selainnya?
40
Sebagaimana yang disabdakan oleh Nabi :”janganlah kamu saling mendengki, melakukan najasy, janganlah kamu saling
membenci, jangan pula saling membelakangi, dan jangan lah kamu menjual atas jualan saudaranya dan jadilah kamu sebagai
hamba hamba Allah yang bersaudara. Seorng muslim itu bersaudara dan saudar bagi muslim yang lainnya, sehingga tidak
kboleh dia mendzolimi saudaranya, menghinanya, mendustakannya dan meremehkan nya. Taqwa itu disini-sambil menunjuk
ke dadanya tiga kali- cukuplah seseorang itu dikatakakn jahat kalol dia meremehkan saudaranya sesam muslim. Setiap
muslim atas muslim lainnya, haram(terjaga) darah, harta dan kehormatannya”(HR.Muslim)
• Dan ketahuilah dari sifat ujub ini akan muncul sifat sifat yang lain seperti sum’ah dan takabbur
Sum’ah yaitu ia yang selalu ingin namanya itu di sebut-sebut , misal ‘abid (orang yang ahli ibadah), ‘alim (orang yang
berilmu) dsb. Sedangkan takabbur itu bermakna sombong. Dan definisi dari sombong itu sendiri adalah menolak
kebenaran dan meremehkan manusia. Dalam hadits disebutkan bahwasannya “tidak akan masuk surga apabila terdapat
didalam hati nya sebesar biji dzarroh dari kesombongan.”
Ulama menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan dzarroh adalah debu yang sangat tipis
• Ujub adalah sebab dikeluarkannya iblis dari surga, dalam firmanNya:”aku lebih baik darinya, aku diciptakan dari api
sedangkan dia diciptakan dari tanah.”
41
HR Bukhori 834 dan Muslim 2705
24. 24
Allah berfirman : “Dan mereka memberikan apa yang mereka berikan (sedekah)
dengan hati yang penuh rasa takut(karena mereka tahu)bahwa sesungguhnya mereka akan
kembali kepada Tuhannya”(Q.S Al-Mukminun: 60).
Maka tatkala turun ayat ini, Aisyah radhiyallahu’anha bertanya kepada Nabi
Muhammad shalallahu’alaihiwasallam, beliau berkata “Apakah mereka ini orang-orang
ynag meminum khomr dan mencuri?”, kemudian Rasulullah menjawab :” bukan wahai putri
Abu Bakar, akan tetapi mereka adalah orang yang senantiasa berpuasa, mengerjakan sholat
dan bersedekah. Dan mereka itu merasa khawatir jika amalannya itu tidak di terima.”42
Berkata Abdullah bin Abi Mulaikah :”Aku telah berjumpa dengan hampir 30 orang
lebih sahabat yang mana mereka semua itu takut jika dalam dirinya terdapat sifat
munafiq.”43
Berkata Hasan al Bashri : ”Seorang mukmin itu terkumpul dalam dirinya rasa ihsan
dan cemas, sedangkan orang munafiq terkumpul dalam dirinya keburukan dan rasa aman,
kemudian beliau membacakan ayat :”Sungguh orang-orang yang takut adzab tuhannya,
mereka sangat berhati-hati.” (Qs. Al-Mukminun : 57)44
42
HR Tirmidzi dalam “al Jami’” no. 3175 dan telah dishohihkan oleh al Albani dalam “as-Shohihah” no. 162
43
HR Bukhori dalam ”as-Shohih”
• Munafiq adalah memperlihatkan sesuatu yang bertentangan dengan hatinya,
44
ath-Thobari dalam Tafsirnya (68/17)
25. 25
Kaidah 10
Mengetahui Kondisi Jiwa
Ketahuilah kenapa bab ini diakhirkan, karena penulis menginginkan agar kita
memperhatikan perkara yang penting. Karena sebelum kita mensucikan jiwa hendaknya
mengetahui tentang hakikat jiwa yang sebenarnya, mengetahui tentang sifat-sifat jiwa
tersebut. Sehingga nanti kita akan mudah untuk berintraksi dengan jiwa tersebut.
Dan Allah telah menyebutkan dalam Al-Qur’an, bahwa ada 3 keadaan jiwa manusia,
di antaranya adalah sebagai berikut :
1. Nafsu Muthmainnah/ Jiwa yang Tenang
Merupakan jiwa yang selalu tenang sebab dalam jiwanya selalu diliputi dengan keimanan
serta berdzkir kepada Allah
Sebagaimana Allah berfirman :”(yaitu) Orang-orang yang beriman dan hati
mereka menjadi tentram dengan mengingat Allah. ingatlah, hanya dengan mengingat
Allah hati akan menjadi tentram.”(Q.S Ar-Ra’d :28) , dan juga yang lain ;”Wahai jiwa
yang tenang!, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang ridha dan di ridhai NYa,
Maka masuklah kedalam golongan hamba-hambaKu, dan masuklah kedalam surga”
( Q.S al-Fajr : 27-30)
Dan ayat ini sejatinya kembali kepada kaidah yang ke 3 yakni Al-Qur’an sebagai
penopang, dan sumbernya. Maka sungguh orang yang senantiasa membaca Al-Qur’an,
menghafalnya, mentadabburinya ia akan mendapatkan perasaan yang tenang.
2. Nafsu lawwamah/ Jiwa yang Selalu Mencela
Merupakan jiwa yang selalu mencela apabila telah melakukan kesalahan, meremehkan
kewajiban, dan selalu menyia-nyiakan ketaatan, sebagaimana yang di firmankan Allah :
“Dan aku bersumpah demi jiwa yang selalu menyesali (dirinya sendiri).” (Q.S Al-
Qiyamah : 2)
26. 26
3. Nafsu Ammaroh Bis-Su/ Jiwa yang Mengarahkan Kepada Kemaksiatan
Merupakan jiwa yang selalu menganjurkan kepada jiwanya untuk melakukan perbuatan
yang haram, untuk selalu berbuat kejahatan, dan untuk selalu mendatangi tempat-tempat
yang munkar, keji, hina dan penuh dosa
Allah berfirman :”Dan aku tidak (menyatakan) diriku bebas (dari kesalahan), karena
sesungguhnya nafsu itu selalu mendorong kepada kejahatan, kecuali (nafsu) yang diberi
rahmat oleh Tuhanku, sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.”(Q.S Yusuf : 53)
Dan ketahuilah 3 sifat yang telah disebutkan tadi pada hakikatnya adalah keadaan
yang berkaitan tentang kondisi jiwa manusia, maka dari itu keadaan ini dilihat dari cepatnya
terbolak balik, misal; malamnya beriman paginya dia sudah kafir.45
Maka sungguh sifat-sifat ini bisa terkumpul dalam jiwa seseorang dalam 1 hari sesuai
dengan keadaan dirinya. Dan para ahlul ilmi telah membuat permisalan yang menjelaskan
tentang keadaan-keadaan manusia, untuk memudahkan kaum muslimin dalam
menggambarkannya, yang kemudian dengan permisalan tersebut ia akan bersungguh-
sungguh untuk mensucikan dan membersihkan jiwa.
Dan permisalan yang akan disebutkan disini, diantaranya adalah perkataan Imam Ibnu
Qayyim bahwasannya beliau berkata :
”Jiwa itu ibarat gunung yang besar, yang sulit untuk ditempuh oleh orang yang
ingin menuju kepada Allah Ta’ala dan tidak ada jalan lain yang mampu
menghantarkannya kepada Alah melainkan ia harus mencapai puncak gunung tersebut.
Akan tetapi diantara mereka ada yang merasa berat untuk mencapai puncaknya dan
ada pula yang mudah untuk mencapai puncak gunung tersebut. Sesungguhnya perkara
yang mudah itu tidak lain karena telah dimudahkan oleh Allah ta’ala46
45
Maka dalam sebuah hadits disebutkan “ bersegeralah kalian dalam melakukan amalan”, dalam hadits ini mengatakan
bahwa kita dianjurkan untuk senantiasa bersegera melakukan kebaikan sebelum malam datang.
Dan dalam firman Allah ada saari’uu, dan saabiquu, saari’uu artinya bersegeralah, sedangkan saabiqu artinya berlombalah.
Karena orang yang berlomba-lomba pasti akan ber-isro’, maka orang yang bertaubat minimal harus memiliki 2 sifat tadi
yaitu al-isro dan as-sibaqq
46
Dalam hadits di sebutkan :” beramalah, karena semua akan dimudahkan Allah, sesuai dengan apa yang Allah ciptakan
untuknya”
Dan firman Allah :” mereka (orang-orang munafik yang tidak ikut berperang) akan mengemukakan alasan kepadamu ketika
kamu telah kembali kepada mereka. katakanlah (Muhammad) janganlah kamu mengemukakan alasan, kami tidak lagi
percaya kepadamu, sungguh Allah telah memberi tahukan kepada kami tentang beritamu, dan Allah akan melihat
pekerjaanmu, (demikian pula)RosulNya, kemudian kamu dikembalikan kepada Allah yang maha mengetahui segala gaib dan
nyata, lalu dia memberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan:”(Q.S AT-Taubah: 94)
27. 27
Dan ketahuilah di gunung tersebut terdapat jalan yang berkelak kelok, halangan-
halangan, lubang-lubang, duri-duri, dan tanah yang licin, serta disana ada pencuri-
pencuri, perampok-perampok yang suka merampok orang-orang yang melewati jalan
tersebut, terutama orang yang berjalan diwaktu malam.
Dan apabila seseorang yang berjalan tersebut tidak menyiapkan dirinya dengan
persiapan iman, tidak menerangi jalannya dengan lampu keyakinan yang disertai
dengan minyak yang mampu menyalakan lampu tersebut yakni dengan minyak
kerendahan di hadapan Allah, maka dia akan terjebak, mundur, kemudian dia akan
tertangkap oleh perampok itu.”
Sesungguhnya kebanyakan dari orang yang berjalan itu pada akhirnya mereka akan
pulang kembali tatakala mereka tidak mampu untuk melewati halangan-halangan tersebut.
Dan ketahuilah syaithon itu berada diatas puncak gunung itu, yang mana dia selalu menakut-
nakuti manusia yang ingin mencapai puncak gunung itu. Maka berkumpullah pada diri
mereka perkara-perkara yang sulit, diantaranya
• Syaithan yang senantiasa menakut-nakuti
• Sulitnya mencapai tujuan
• Lemahnya orang yang menuju puncak itu
Sehingga saat kesulitan itu datang, munculah keterhambatan, yang menjadikan orang-
orang akhirnya memilih untuk mundur dari perjalanan tersebut. Dan ketahuilah semakin
orang yang mendekat puncak gunung, maka teriakan-teriakan akan semakin keras, godaan-
godaan setan semakin kuat agar ia semakin mundur. Namun jika ia mampu melewati itu
semua dan mampu mencapai puncak gunung, ia akan melihat jalan yang luas dan
bertambahlah keimanan dalam dirinya, serta semua ketakutannya hilang dan berubah menjadi
sebuah ketentraman, dan ia akan melihat keindahan yang sudah Allah siapkan saat ia sudah
berada di puncak gunung.
Maka antara seorang hamba dan antara kebahagiaannya serta kemenangannya adalah
adanya sebuah kekuatan, tekad yang kuat, sabar dan keberaniannya untuk mencapai puncak
serta kemantapan hatinya. Dan ketahuilah karunia itu ada di tangan Allah , Ia memberikannya
kepada orang yang Ia kehendaki, karena Allah lah pemilik karunia yang Agung.47
47
Madarijus Salihin, Ibnul Qoyyim (10/2)
28. 28
Dan permisalan ini semuanya menjelaskan untuk kita tentang keadaan jiwa, karena
sesungguhnya jiwa itu menginginkan pemiliknya itu untuk senantiasa memperbaiki,
mengoreksi dan merawatnya.
Maka apabila ia tidak memperjuangkannya dengan cara yang syar’i dan bersabar
diatasnya maka akan menjadi sebuah kesia-siaan.
29. 29
Penutup
Dan ketahuilah, setelah apa yang telah dihadirkan dari penjelasan ini, yaitu kaidah
yang membantu hamba agar mampu mensucikan dan membersihkan jiwanya, itu
menunjukkan betapa jelas bahwa jiwa itu benar-benar butuh dengan muhasabah selama kita
masih hidup di dunia sebelum kita berdiri dihadapan Allah pada hari kiamat, dan apabila kita
meremehkan untuk memperbaiki hati kita, boleh jadi itu menjadi sebab kebinasaannya.
Sungguh para salafus sholih telah mengingatkan manusia, menasihati akan pentingnya
muhasabah, dan memperbaikinya sebelum kebinasaan datang dan hilang cita-cita kita. Maka
alangkah indahnya pada penutupan risalah ini sedikit kita menyampaikan beberapa wasiat-
wasiat para kholifah, diantaranya
1. Khalifah Pertama – Abu Bakar Ash-Shiddiq radiyallahuanhu
“Ketahuilah, wahai hamba Allah, Sesungguhnya kalian datang dan pergi di waktu yang
terkadang hilang ilmunya (hidup dengan ilmu yang jauh dari sumbernya), Dan apabila
kalian bisa mengetahui kapan ajal itu tiba dan kalian dalam keadaan bisa beramal,
maka lakukanlah, Dan kalian tidak akan bisa melakukannya kecuali dengan
pertolongan Allah, maka berlomba-lombalah dalam beramal sebelum datang ajalmu,
sehingga engkau tidak akan dikembalikan dalam keadaan yang buruk, Karena
sesungguhnya suatu kaum itu ada yang menjadikan ajalnya itiu karena orang lain dan ia
malah lupa dengan dirinya sendiri. Maka aku larang kalian untuk menjadi sepertinya,
maka bersegeralah kemudian sukseslah, karena sesungguhnya maut itu meliputi kita.”48
2. Khalifah Kedua – Umar bin Khattab radiyallahuanhu
“Hisablah diri kalian sebelum kalian dihisab oleh Allah, dan timbanglah diri kalian
sebelum kalian ditimbang oleh Allah, hiasilah dengan amalan-amalan yang besar.49
Di
hari yang mana tidak ada lagi yang disembunyikan ketika sudah dibangkitkan.”50
3 Ulama Kibar tabi’in – Abdullah bin Mubarrak rahimahullah
Beliau termasuk ulama kibar di masa tabi’in, beliau berkata saat di zamannya yaitu
“Sesungguhnya orang-orang sholih terdahulu, mereka itu bersegera dalam berbuat
kebaikan dan suka meminta maaf, dan adapaun kita (di zaman beliau) hampir-hampir
48
.dikeluarkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam “Mushannaf” No. 35572
49
Firman Allah “dan diletakkanlah kitab (catatan amal) lalu engkau akan melihat orang yang berdosa ketakutan terhadap apa
yang tertulis) didalamnya, dan mereka berkata, “betapa celaka kami, kitab apakah ini, tidak ada yang tertinggal, yang kecil
dan yang besar melainkan tercatat semuanya, dan mereka dapati (semua) apa yang telah mereka kerjakan(tertulis). Dan
tuhanmu tidak mendzolimi seorang jua pun”(Q.S Al-Kahfi :49)
50
dikeluarkan Ibnu Abi Syaibah dalam “Mushannaf” No. 35600
30. 30
tidak bersegera meminta maaf padahal kita telah berbuat salah kecuali jika terpaksa,
maka hendaknya kita membenci hal tersebut.
maka bagaimanakah keadaan di zaman kita?!”51
4. Ulama Tabi’in - Imam Maimun bin Mihran rahimahullah
“Seorang hamba tidak akan mencapai takwa sehingga dia melakukan muhasabatunnafs
(intropeksi diri terhadap keinginan jiwa untuk mencapai kesucian jiwa) yang lebih ketat
dari pada seorang pedagang yang selalu mengawasi sekutu dagangnya (dalam masalah
keuntungan dagang). 52
Oleh karena itu, ada yang mengatakan, “jiwa manusia itu ibarat sekutu dagang yang
suka berkhianat. Kalau anda tidak mengawasinya, dia akan pergi membawa hartamu
(sebagaimana jiwa akan pergi membawa agamamu).”53
Kita memohon kepada Allah dengan asmaul husnaNya, dan sifatNya yang tinggi untuk
memperbaiki urusan agama kita yang merupakan penjaga keselamatan urusan kita, dan
untuk memperbaiki urusan dunia kita yang didalamnya terdapat mata pencaharian kita, dan
untuk memperbaiki urusan akhirat kita yang akan menjadi tempat kembali kita. Dan agar
menjadikan hidup ini sebagai tambahan bagi kita dalam setiap kebaikan, dan menjadikan
kematian sebagai pemutus dari setiap keburukan
Ya Allah anugerahkanlah kepada jiwa kami (dengan ketaqwaan) dan sucikanlah jiwa kami
dengan ketaqwaan itu. Engkaulah sebaik-sebaik yang mensucikan dan Engkaulah yang
menjaga serta melindunginya
Dan sholawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepda Nabi kita Muhammad
shallallahu’alaihi wasallam, kepada keluarga dan para sahabatnya.
Asiyah Haq
Depok, 25 September 2018
51
Dikeluarkan oleh Ibnu al Jauziyah dalam “Dzamu al-Hawa” hal. 47
52
dikeluarkan oleh Waki’ dalam “az-Zuhdi” no.239
53
lihat ighatsayul lahfan milik Ibnu Qoyyim 1/133