SlideShare a Scribd company logo
1 of 81
UN dan nilai kejujuran
Koran SINDO
Senin, 14 April 2014
KEMENTERIAN Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) akan melaksanakan ujian
nasional (UN) 2014 untuk jenjang SMA/SMK mulai 14–16 April 2014.
Pelaksanaan UN 2014 dilakukan dengan berbagai hasil evaluasi dan masukan dari
penyelenggaraan UN 2013 yang semrawut dalam proses percetakan dan distribusi soalnya.
Sebelas provinsi terpaksa menunda penyelenggaraan UN karena keterlambatan distribusi
soal. Kita berharap penyelenggaraan UN tahun ini lebih baik dibandingkan tahun 2013.
Salah satu masalah klasik yang dihadapi setiap pelaksanaan UN adalah kebocoran soal dan
kunci jawaban yang dilakukan berbagai oknum dengan berbagai modus. Kebocoran soal bisa
diduga dilakukan oleh dua kelompok, yaitu kelompok internal atau orang dalam serta
kelompok eksternal yang biasanya dilakukan jalur bimbingan belajar atau alumni. Akar
masalah dari fenomena ini adalah hilangnya nilai kejujuran dalam penyelenggaraan UN,
khususnya dan pendidikan secara umum.
Kita kembali mempertanyakan prinsip kejujuran yang ditanamkan dalam proses pendidikan
sejak usia dini hingga usia remaja. Terdegradasinya semangat kejujuran dalam pelaksanaan
UN membuat kita prihatin dan miris.
Apakah sebegitu rusaknya moralitas pendidikan kita dengan menggadaikan nilai luhur
kejujuran? Menegasikan kejujuran dalam pendidikan membuat kita berpikir bahwa
masyarakat kita memang sudah terbiasa melakukan jalan yang menerabas nilai dan moral
masyarakat.
Inilah yang menjadi mentalitas bangsa kita. Mentalitas menerobos dan jalan pintas, tanpa
perlu melakukan usaha dan kerja keras. Pendidikan seharusnya mendorong mereka untuk
belajar tapi jangan diajak untuk melakukan sesuatu yang tidak jujur. Bisa jadi nilai akhirnya
tidak maksimal dan bahkan siswa tersebut tak lulus. Namun, itu hasil dari sebuah proses yang
jujur. Jika ada murid yang tidak lulus, memang harus tidak diluluskan.
Tugas pendidikanlah yang membuat dia bisa lebih giat belajar untuk mencapai kelulusan di
tahun berikutnya. Kejujuran dalam konteks ini menjadi pesan moral yang ingin disampaikan
kepada pemangku kepentingan pendidikan di mana pun. Dalam konteks sosial dan wacana
transparansi publik, kita perlu memperkuat komitmen dalam penyelenggaraan UN dengan
jujur dan bersih.
Praktik-praktik curang dalam pelaksanaan UN harus kita angkat ke publik sebagai bagian dari
partisipasi publik dalam pelaksanaan pendidikan publik yang transparan. Hal ini
menggambarkan kegelisahan dan kritik kita terhadap pelaksanaan UN yang masih
bermasalah dengan prinsip-prinsip kejujuran. Kita harus sadar bahwa praktik-praktik
kecurangan dalam UN adalah realitas yang tak terbantahkan, meskipun pihak Kemendikbud
sering kali membantahnya.
Kuantitas atau kualitas?
Kita harus mengingatkan seluruh aktor penyelenggara UN dan umumnya praktik pendidikan
lebih berorientasi pada proses dan kualitas, bukan mengagungkan hasil dan kuantitas.
Penjelasan ini sebangun dengan pemikiran bahwa pendidikan jangan terjebak dalam jeratan
pragmatisme kuantitatif yang miskin makna filosofisnya.
Dalam studi pendidikan, paradigma kualitas pendidikan sudah lama dikembangkan
khususnya oleh negara-negara maju seperti Amerika Serikat atau Eropa. Kita sadar bahwa
selama ini pendidikan Indonesia sering kali berada dalam mainstream kuantitas dan abai
dengan kualitas. Fakta yang paling mudah adalah penyelenggaraan UN.
Bisa dipastikan jika sebagian besar kepala daerah menargetkan 100% kelulusan UN, maka
target ini diberikan kepada kepala Disdik sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam
penyelenggaraan UN di daerah.
Sebagian besar praktik kecurangan dilakukan dengan membocorkan soal UN untuk
dikerjakan oleh guru mata pelajaran dan kunci jawaban disebarkan secara berantai kepada
murid-murid menjelang pelaksanaan UN melalui jaringan komunikasi (jarkom).
Di lapangan, praktik ini sudah menjadi rahasia umum dan sering disebut dengan adanya ‖tim
sukses UN‖. Kepala sekolah bertanggung jawab dan terbebani dengan target kelulusan 100%
yang dicanangkan kepala Disdik dan kepala daerah. Secara otoritas, posisi kepala sekolah
tentu tidak berdaya menghadapi tekanan dan dominasi kepala Disdik karena terkait dengan
kepentingan jabatan dan alokasi anggaran pendidikan di sekolah.
Sementara itu, kepala daerah juga harus menghadapi tekanan dari DPRD setempat dalam
penyelenggaraan UN di daerahnya. Setali tiga uang, terkait dengan anggaran pendidikan
untuk daerah.
Dalam perspektif Pierre Bourdieu, relasi ini melahirkan ‖mekanisme kepatuhan‖ dari
berbagai aktor sosial dalam praktik kecurangan tersebut. Dalam konteks inilah, peran
pemimpin daerah (gubernur/ wali kota/bupati) harus menunjukkan dukungan yang kuat
terhadap penyelenggaraan UN yang bersih dan jujur.
Di berbagai daerah, kita sering menjumpai berbagai kasus kecurangan yang dilakukan secara
sistemis oleh berbagai pihak. Berbagai kecurangan tersebut ada yang dilaporkan kepada
pihak kepolisian, meskipun ada juga yang ditutup-tutupi oleh pihak sekolah. Pada
pelaksanaan UN 2012 di Sumatera Utara, terjadi berbagai kasus kecurangan. Kelompok yang
aktif mengadvokasi di Sumut adalah Komunitas Air Mata Guru (KAMG).
Kejadian paling memprihatinkan terjadi pada UN 2007, ketika belasan guru dari 27 guru
anggota KAMG menghadapi pemberhentian dan pengurangan jam mengajar. Ternyata
melaporkan dan menolak terlibat kecurangan justru mengantarkan mereka sebagai
pecundang.
Guru memang selalu berada dalam posisi yang lemah dan tak berdaya di hadapan otoritas
kekuasaan pendidikan. Kejujuran dibayar dengan tindakan pemecatan. Sesuatu yang sangat
memprihatinkan dalam pendidikan Indonesia.
Paradoks
Jangan dulu berbicara perubahan kurikulum yang canggih demi mempersiapkan generasi
masa depan yang unggul. Tidak usah kita kehabisan energi berteriak tentang pendidikan
karakter dengan ragam proyek hingga triliunan rupiah. Semuanya terasa absurd tatkala kita
abai dengan prinsip kejujuran dalam UN.
UN sendiri memang masih menjadi masalah karena penolakan dari berbagai kalangan untuk
menghapuskan pelaksanaan UN. Selagi UN selalu dilakukan dengan berbagai kecurangan,
maka kita berada dalam suasana paradoks yang sangat memprihatinkan. Bukan malah
menyelesaikan masalah, melainkan menambah masalah baru dengan praktik kecurangan
tersebut.
Kejujuran adalah prinsip moral yang menempati seluruh gerak pendidikan. Pendidikan akan
kering tanpa dibangun nilai-nilai kejujuran. Bisa dibayangkan masa depan bangsa ini tanpa
membangun kejujuran dalam pendidikan.
Menanamkan kejujuran bukan sekadar persoalan UN. Lebih dari itu, ini menyangkut
bagaimana bangsa ini membangun filosofi pendidikan sekaligus memproyeksikan pendidikan
jangka panjang untuk kepentingan generasi penerus.
Tak ada pilihan lain untuk memulai kejujuran itu pada anak-anak bangsa sekaligus upaya
merawat masa depan pendidikan bangsa ini secara permanen.
RAKHMAT HIDAYAT
Dosen Jurusan Sosiologi Universitas Negeri Jakarta (UNJ) & Kandidat PhD Sosiologi
Pendidikan Universite Lumiere Lyon 2 France
Iklan, Konsumsi, dan Mal
MUDJI SUTRISNO SJ Guru Besar STF Driyarkara, Dosen Pascasarjana UI, Budayawan
Lifestyle atau gaya hidup merupakan salah satu cara bersikap yang dipakai oleh orang tertentu
ketika ia mau tampil layak dan aktual di hadapan orang-orang lain.
Seharusnya gaya hidup merupakan rentetan pengolahan sikap menghayati hidup dengan
pertimbangan akal budi mengenai cocok tidak dengan ‖posture‖ (bentuk fisik); tingkat
pendidikan keadaan sosial (strata) di masyarakat serta pula cita-cita ke depan mengenai
makna atau arti hidup misalnya sebagai orang Indonesia yang kelas menengah sosial serta
mau tampil modern dan rapi cerdas sebagai cita-cita.
Yang seharusnya ini lalu ditampilkan sebagai gaya hidup dalam cara berpakaian; pilihan
selera makan; pilihan bacaan koran, majalah atau buku; pilihan lagu-lagu lalu kesemuanya
ditampilkan secara fisik dengan mode dan ‖gaya‖ tertentu atau ‖tren‖ tertentu. Di sini ada
tiga sikap mengolah gaya hidup seseorang. Yang pertama, sikap seleksi dalam gaya hidup.
Artinya, orang itu berpendirian terhadap arus mode yang ada dan hanya memilih yang baik,
cocok dengan kepribadiannya.
Seleksi pertimbangannya adalah pribadinya yang cerdas dan nuraninya dalam tampil
terhormat dan berharkat. Yang kedua, sikap adaptasi yang berarti menyesuaikan terus-
menerus dengan tawaran-tawaran ide dan citra modis dan pria tampan atau perempuan cantik
yang sebagian disesuaikan kondisi diri orang itu, keluarganya dalam kondisi ekonomi, sosial,
dan kultural. Adaptasi merupakan sikap tengah-tengah antara seleksi dan nanti yang ketiga
adalah imitasi.
Bandingkan pokok-pokok ini dengan perilaku sosial. Yang ketiga adalah sikap imitasi dalam
gaya hidup. Inilah gaya hidup menirukan, membuat citra diri seseorang tiap kali diimitasikan
dengan tokoh publik, bintang atau arus mode dan gaya paling mutakhir, lalu dilahap dan
ditirulah setotal-totalnya.
Pada sikap ketiga, yaitu imitasi inilah kebanyakan orang dengan meniru gaya hidup idolanya
atau kelas glamor idola dengan kesamaan makanan, gaya pakaian, gaya rambut, bahkan segi-
segi yang secara sengaja ditawarkan oleh pasar iklan sebagai pencipta citra atau ‖trend setter‖
diambil dan dipakai sebagai cara hidup dan bergaya dalam hidup.
Ketika penentu gaya hidup yang dominan adalah pasar dengan iklan dan nilai konsumsi yang
dipompa terus untuk terus membeli yang baru; terus tampil modern, berakibat konsumtifnya
gaya hidup. Karena penampilan dibayar amat mahal dengan membeli terus mode pakaian
terbaru, peralatan kecantikan terbaru, mobil dan aksesori-aksesori untuk tampil elegan,
padahal jati diri penampilan yang sebenarnya tetaplah dari jiwa yang dewasa dan kecantikan
dari dalam kepribadian seseorang.
Mengapa imitasi gaya hidup kelas selebriti dan idola yang dijual pasar menjadi identitas
populer bersama dengan cepat? Sebab, pencipta jualan gaya hidup dalam citra/idola-idola
iklan sengaja merangsang nafsu terus membeli dan keinginan tampil baru yang naluriah
dimiliki manusia?
Dengan menghujani terus lewat pelipatgandaan bertubi-tubi pada nafsu ini, tidak sempat lagi
akal menyeleksi dan terburailah (terangsanglah) nafsu konsumsi yang kemudian sebagai gaya
hidup dikatakan: saya baru bermakna dan ada artinya keberadaan saya bila saya membelinya!
‖I buy therefore I exist‖: saya hanya berarti bila aku membelinya! Gaya hidup konsumtif
hasil pasar iklan ini paling banyak menghujani generasi remaja dan anak ketika pendidikan
kepribadian dewasa untuk sikap seleksi tidak ditanam dalam proses lama sejak dini.
Sebab ketika teman-teman si anak di SD dalam gaya kelas menengah hampir semua memakai
gaya tas Tweety atau sepatu Nike, maka salah satu anak yang belum memakainya akan
merasa belum berarti di hadapan teman-temannya. Gejala seperti inilah yang menunjukkan
bahwa sikap imitasi dalam gaya hidup sudah menuju lampu merah peringatan akan
pentingnya penanaman sikap percaya diri, dalam melakukan seleksi dengan budi untuk
tampil diri dari kecantikan ‖dalam‖ atau jiwa pribadi.
Konsumsi
Menurut George Ritzer (lihat G Ritzer, McDonaldization: 2006) konsep gaya hidup itu
masuk dan merambah lewat ‗media presence‘ yaitu televisi, film, internet yang menerobos
ruang imaji lebih cepat dan lebih telak dari ‖material Reality Presence‖ atau ―Physical
Presences‖. Ada tiga mediumnya sebagai serbuan ruang publik.
Pertama, kehadiran restoran-restoran cepat saji; kedua, kartu kredit atau ATM, dan ketiga
‖katedral‖ konsumsi sebagai simbol eksistensi gaya hidup dan tampil anggun apabila sudah
memakai dan membeli gaya hidup dan mengonsumsi yang ditawarkan dalam ‖I Consume
Therefore I Exist‖. Fenomena pertama, dalam tahun-tahun terakhir kehadiran restoran-
restoran cepat saji.
Amerika langsung mendorong negara-negara lain meniru cara-cara manajemen bisnis
Amerika soal makanan cepat saji. Tidak hanya terjadi paradoks di mana pesona masak-
memasak manusiawi untuk ‖kuliner ‖ dilenyapkan, diganti pesona baru kerja cepat terhidang,
pelayan-pelayan berseragam yang terampil dan dimisteriuskannya proses ramuan saji cepat
dalam eksotisme baru yang menyedot konsumsi generasi muda untuk menyandang gaya
hidup gaul bila sudah nongkrong di sana.
Yang kedua, ATM atau kartu kredit menjadi simbol internasionalisasi bukti pembayaran yang
‖gagah‖, penuh pesona bahkan ‖irasional‖ bila di dalamnya penuh utang yang terus-menerus
boros habis, baru sadar bila ditagih oleh ‗debt collector‘. ATM adalah kartu ―utang‖ secara
riil dalam transaksi namun terselubung dalam simbol eksotis gaya hidup dan gaya membeli
sebagai yang beruang (tapi berhutang!)
Yang ketiga, ‖katedral-katedral‖ konsumsi tempat merayakan konsumsi sebagai ritual gaya
dan penghayatan mengonsumsi sebagai simbol ‖agama‖ baru, yaitu konsumerisme dalam
kapitalisme. Mal, dengan pemusatan toko hiburan, pemenuhan hasrat makan, hasrat
menonton dengan nikmat dan hasrat tampil bergaya dengan melenggang ceria, bahkan
‖show‖ apa yang sedang dipakai di ruang publik menjadikan mal sebuah panggung ‖cat
walk‖ kelas tengah ke atas dan punya penikmatan gaya hidup minum kafe, makanan ‖junk
food‖ simbol kemajuan dan pergaulan urban/kota.
Belanja atau keliling mal dengan melihat etalase-etalase berjam-jam telah menyita waktu
kreatif. Jalan-jalan di taman kebun, museum budaya atau seni yang kultural diganti ekonomi
kapital di ‖shopping centers‖. Yang keempat, pusat-pusat perbelanjaan dalam mal dan
maraknya model ‖discount‖ di mal-mal itu telah menggusur ruang publik belanja di pasar-
pasar tradisional.
Pasar tradisional kalah bersaing tidak hanya oleh kepastian standar barang yang dijual;
kualifikasi kedaluwarsa tidaknya dengan stiker jelas bisa dipakai sampai tanggal berapa,
tetapi pula rasa psikologis aman berbelanja jenis makanan dari pembeli karena jelas tidak
usah tawar-menawar harga. Ruang publik taman kota, kebun binatang, atau museum
terkurangi dikunjungi karena pusat belanja mal dilengkapi dengan pusat-pusat ‖teater
bioskop, ‖entertainment places‖; bookstore serta menjadi wahana jalan-jalan dari sarana
berbelanja menjadi tujuan.
Mengisi waktu di hari Minggu atau hari senggang seluruhnya. Jadilah jalan-jalan sambil
konsumsi dan menikmati hari libur menjadi satu proses. Gaya hidup konsumsi yang dipenuhi
semuanya (oleh pusat-pusat).
Oleh pusat-pusat, belanja ini dari ‖pemenuhan hasrat konsumsi‖; kebutuhan mata inderawi
cuci mata; sampai intelektual bacaan serta hasrat makan dan minum yang semuanya dikemas
menjadi kebutuhan rutin setiap ‖akhir pekan‖ tanpa terasa, tanpa sadar mereduksi ruang-
ruang batin sadar mereduksi ruang-ruang batin dan publik manusia hanya melulu satu
dimensi yaitu ‖konsumsi‖, (Herbert Marcuse, One Dimensional Man, 1981).
Daya Sihir Mal
Jon Goss dalam tulisannya berjudul: ‖The Magic of the Mall: an analysis of form, function
and meaning in the contemporary retail built environment‖ (2005). Diberi pengantar editor
sbb: ‖para pengiklan berusaha menyatukan komoditas dengan simbol-simbol budaya yang
umum dipahami dengan harapan tidak cuma memenuhi kebutuhan konsumen mengenai
komoditasnya tetapi agar konsumen mengidentifikasi diri dengannya.
Maka ‖you are what you buy‖: identitasmu melekat tampil pada apa yang kau beli harus
ditambah langsung dengan ‖Anda membelinya dimana‖? maka bangunan mal, letaknya,
dirancang untuk mendorong pembeli mengejarnya dan merasa bergengsi di tempat mal
‖belanjaannya‖.
Mal adalah mesin ajaib untuk belanja yang dimanipulasi hasratnya dengan arsitektur, set
lokasi, lanskap simbolik, hingga sekaligus mengalami fantasi belanja di mal yang
menggabungkan rasa belanja di ruang-ruang yang bersejarah tapi sudah dikemas eksotis
memenuhi hasrat belanja, jalan-jalan, nonton dan tampil diri sebagai identitas dengan
menaruh mal di lanskap budaya pop yang menyatukan kepuasan pemenuhan hasrat ruang
privat dan ekspresi citra ruang publik sebagai ‖gaul‖, mampu beli gaya hidup ‗modern‘.
Dari sisi politik ekonomi: tempat seperti mal merupakan ‗political fact‘, artinya, tempatnya di
tangan kontrol kelas yang sedang berkuasa secara birokratis dan pemilik modal. Untuk
membangun tempat eksotis buat pusat belanja pengembang memanipulasi nostalgia kaum
modernis maju yang mendamba akan komunitas otentik yang khas sesuai stratifikasi sosial
dan pemilikan.
Mentransformasi kenangan lalu pasar-pasar tradisional sebagai ‖centrum‖ komunitas, kini
diciptakan lanskap dengan nostalgia ekologis hijau dalam misalnya ‖Country Club Plaza‖ di
kota Kansas. Maka ‖ShoppingTowns would be not only pleasant places to shop, but also
centers of cultural enrichment, education and relaxation, a suburban alternative to the
decaying downtown‖ (Gruen and Smith, 1960, ‖Shopping Towns USA‖: New York).
Ingatlah langsung China Town di Cibubur; American Cities dan imaji-imaji Eropa yang
dibangun di sana! Sebuah ruang imaji acuan kota-kota wisata Eropa yang diwujudkan di
Cibubur serta Suburban Jakarta.
Ruang publik yang diwujudkan oleh ideologi nostalgia kenangan kunjungan-kunjungan kota-
kota anggun Eropa atau pusat-pusat dunia dipadukan dengan jalan setapak yang hilang karena
di Jakarta selalu bermobil!
Yang Lemah dan Kecil, Jangan Ditinggalkan Angka Orang
Miskin
Penyaliban adalah sebuah tragedi yang sebenarnya terus berulang. Pertama terjadi 2000 tahun
silam pada Yesus, kemudian terulang lagi pada para murid-Nya di jaman ini.
Contohnya Uskup El Salvador, Oscar Romero, yang ditembak mati pada tanggal 24 Maret
1979. Kematian itu adalah sebuah konsekuensi karena keberanian Sang Uskup yang
mengecam para penguasa dan politisi busuk yang menindas kaum lemah. Sayang, tak semua
pejabat agama adalah Romero, apalagi di negeri korup dan mengalami kebangkrutan di
semua lini seperti negeri kita.
Bahkan, cukup sering terjadi paradoks ketika pejabat agama justru turut menjadi pelaku
‖penyaliban‖ manusia lain, seperti kritik pujangga Kristen Libanon Kahlil Gibran. Apalagi di
jaman edan ini, potret orang kalah yang tersalib dalam arena hidup makin sering kita jumpai.
Pasalnya, ini jaman ‖lu lu gue gue‖. Ini zaman edan yang ditandai penuh pikiran hedonis dan
materialistis ini, nilai tertinggi hidup adalah kepemilikan.
Hak itu selalu diingat, sedangkan kewajiban dilupakan, memiliki sebanyak-banyaknya dan
mengonsumsi senikmat-nikmatnya serta sepuas-puasnya demi ego. Simak saja berbagai
laporan tentang kekayaan yang dimiliki oleh tokoh ini atau itu. Tiap tahun selalu ada
peringkat 100 atau 500 orang terkaya di dunia, atau daftar 100 orang terkaya di Asia dan
Indonesia.
Tapi, peringkat orang miskin? Jangan tanya! Paling bila ada laporan tentang orang miskin,
mereka selalu direduksi dalam angka. Misalnya, satu miliar orang di tahun ini masih
mengalami kelaparan akut. Atau, 2,5 miliar dari total 7 miliar penduduk dunia masih belum
memiliki akses ke jamban atau sanitasi. Sedangkan di negeri kita, setelah 68 tahun merdeka,
NKRI masih punya 32 juta warga miskin.
Jika memakai kriteria miskin Bank Dunia, yakni orang yang hidup kurang dari USD2 per
hari, malah separo dari 250 juta penduduk kita adalah miskin. Di mana-mana masih banyak
kasus gizi buruk atau anak putus sekolah, yang kebanyakan anak-anak petani atau para buruh.
Bicara tentang kesejahteraan para buruh, tingkat kesejahteraan setiap buruh saat ini baru
seperenam dari rata-rata pendapatan per kapita nasional yang mencapai USD3.000 per tahun.
Yang lebih buruk lagi adalah para PRT, yang jam kerjanya 24 jam nonstop. Sudah dibayar
murah, mereka masih kerap diperlakukan sangat buruk, seperti dialami para PRT di rumah
istri pensiunan jenderal polisi di Bogor atau para buruh perempuan asal NTT yang disekap di
Medan baru-baru ini. Bila mau gaji tinggi, jadi buruh migran adalah opsinya. Tentu dengan
segala risiko, seperti disiksa atau dihukum mati seperti Satinah. Jika ada yang peduli, masih
bisa selamat. Jika tidak, pulang ke kampung hanya tinggal nama atau jenazah. Puluhan
jenazah buruh migran tiap bulan terus dipulangkan ke Tanah Air!
Potret di atas adalah fakta ketika wong cilik yang lemah dan kecil yang seharusnya dibela,
justru kini makin dihinakan dan disalibkan. Tak ada yang peduli pada mereka. Memang pada
saat kampanye entah pileg atau pilpres ada yang peduli, tapi itu hanya pura-pura peduli.
Apalagi di tengah upaya membangun koalisi antarparpol demi mengelus para jago untuk
maju dalam Pilpres 9 Juli mendatang, jangan harap akan ada koalisi untuk mengangkat
derajat kaum lemah! Bahkan, ketika yang lemah mencari kerja, di lembaga-lembaga
keagamaan justru dijawab tidak ada lowongan. Ketika yang sakit dan miskin tengah sakit,
mereka bisa dipastikan segera meninggal dunia.
Rumah sakit, termasuk yang berlabel agama, pasti menolak mereka. Karena syarat untuk
dirawat di rumah sakit harus punya uang. Nasib yang lemah dan kecil sungguh kian
terpinggirkan. Tak ada yang memperhatikan, peduli atau mengasihi. Perhatian, kepedulian
dan kasih hanya bagi yang lebih banyak memberi keuntungan finansial atau politis.
Syukurlah bila politisi, pejabat pemerintah, atau tokoh agama tak ada yang peduli pada yang
lemah dan kecil, Yesus masih mau peduli.
Memang, misi Yesus di dunia ini adalah untuk mengentas mereka yang lemah, kecil dan
berdosa agar bisa terangkat dan diselamatkan. Dari kandang Betlehem sampai puncak
Kalvari, komitmen Yesus adalah 100% bagi pengentasan, penyelamatan atau penebusan
kaum lemah. Jadi yang lemah, miskin, kecil dan berdosa justru harus mendapat perhatian.
Kita yang mengklaim sebagai murid Yesus harus peduli dan berbela rasa terhadap mereka.
Uskup Oscar Romero sudah memberi contoh bagaimana dia berani mengecam politisi,
penguasa atau pengusaha yang bertindak tidak adil pada yang kecil dan lemah. Romero
berani mengambil jarak dengan kekuasaan entah dengan pejabat pemerintah atau pemilik
modal, demi pemihakan pada yang lemah.
Kita tengah memperingati peristiwa penyaliban Yesus pada hari Jumat Agung. Umat
Kristiani mengenang Yesus yang mati disalib akibat konspirasi orang-orang Farisi bersama
para pendukung Herodes. Lepas dari berbagai penafsiran atas salib, penyaliban Yesus
sesungguhnya merupakan konsekuensi dari pemihakan Yesus pada kaum lemah dan
terpinggirkan. Salib adalah ekspresi kasih, solidaritas dan pengorbanan sehabis-habisnya dan
setuntas-tuntasnya bagi kaum miskin, lemah, kecil dan terus didera penderitaan.
Membasuh Kaki yang Cacat
Selagi hidup, Yesus juga menandaskan bahwa kriteria utama apakah seseorang kelak bisa
masuk surga sangat tergantung pada kasih dan pemihakannya pada kaum lemah. Apakah kita
mau memberi minum pada yang haus, memberi makan pada yang lapar, memberi tumpangan
pada orang asing atau memberi pakaian pada yang telanjang. Jika kita cuek dengan orang
miskin, kelak kita juga akan dicueki.
Kalau kita sekarang punya kasih pada mereka, kelak kita juga bisa mendapatkan kasih-Nya.
Pada Kamis Putih, Paus Fransiskus rela membasuh kaki orang-orang cacat. Pada Kamis Putih
tahun lalu, Paus asal Argentina itu malah membasuh kaki mereka yang tengah di penjara. Ini
harus jadi inspirasi bagi kita agar di altar kehidupan kita jangan semena-mena mengabaikan
kehadiran orang cacat, para tahanan, atau siapa pun yang kecil dan menderita.
Kita jangan terburu bangga mengklaim bertemu Yesus dalam liturgi Paskah yang meriah,
namun ternyata setelah keluar dari gereja, kita justru bersikap kasar pada pembantu, cuek
pada pengemis atau penganggur, dan tidak menghargai martabat kaum miskin. Perasaan
bertemu Yesus seperti itu jelas menipu.
Karena, pertemuan dengan Yesus dan kesejatian hidup Kristen hanya bisa diukur dari
seberapa besar kasih kita pada Yang Maha Besar, yang nyata termanifestasi dalam kasih kita
pada yang lemah dan menderita. ●
Paskah dan Pembebasan
Paskah tahun ini Paus Fransiskus telah memilih tema ‖Dia menjadi miskin, sehingga dengan
kemiskinan-Nya kalian menjadi kaya‖.
Tema itu diambil dari sebuah ayat dari Surat Kedua Rasul Paulus kepada Umat di Korintus,
di mana santo itu mempromosikan sikap bela rasa dalam memberi dan keinginan untuk
‖menguji kasih yang tulus dari kalian melalui perhatian kalian kepada orang lain‖. Teks itu
berbunyi: ‖Sebab kalian mengetahui betul bahwa kita sangat dikasihi oleh Yesus Kristus
Tuhan kita. Ia kaya, tetapi Ia membuat diri-Nya menjadi miskin untuk kepentinganmu,
supaya dengan kemiskinan-Nya itu, kalian menjadi kaya‖ (2 Kor 8:9).
Sebagai warga negara sekaligus umat beragama, kita mengalami Paskah di tengah situasi
bangsa yang kurang menguntungkan dan di tengah ketidakpastian akan segala hal yang
menyelimuti negeri ini. Di tengah kecamuk ketidakpastian tersebut, negeri ini telah
kehilangan rasa untuk menganggap lainnya sebagai saudara. Persaudaraan telah memudar
karena ulah dan perilaku elite politik yang sering bekerja demi kepentingan diri sendiri dan
kepentingan uang semata-mata.
Ketika uang menjadi semacam ‖dewa‖ bagi bangsa ini, kita semakin pesimistis tak mampu
lagi mengangkat bangsa ini untuk memiliki kebesaran dan memperjuangkan peradaban.
Peradaban politik telah digantikan oleh kekuatan uang yang luar biasa. Ia menentukan segala
hal, bahkan mulai moralitas hingga harga diri. Ia begitu dominan dalam menyelesaikan setiap
persoalan. Uang juga menjadi penentu gegap gempitanya percaturan politik di negeri ini.
Lalu, orang pun bertanya, di manakah kedaulatan rakyat?
Sebagian di antara kita dengan sedih menyatakan daulat rakyat telah digantikan daulat uang.
Itulah awal mula kematian bangsa ini ketika logika akal sehat sudah tidak lagi menjadi
ukuran. Karena itu, dalam Paskah ini, kita bertanya, masih adakah harapan untuk melakukan
perubahan? Perubahan seperti apa yang dikehendaki elite-elite bangsa ini? Dalam Paskah ini
kita bersedih karena sebagian (besar) elite bangsa kita telah gelap mata.
Hal itu mengakibatkan mata hati kemanusiaan terlindas oleh naluri mencari kepuasan dan
kekuasaan semata. Kita merasakan hari demi hari negeri ini tak memiliki tuan. Sebab,
tuannya adalah uang. Anak negeri kini telah mengalami kelumpuhan mata hati karena
pendidikan yang menempatkan uang sebagai satu-satunya pemecah masalah. Realitas
penderitan yang kini dialami anak negeri ini sering kita pertanyakan, apakah memang sebagai
bagian dari nasib dan takdir yang tak terelakkan?
Penderitaan bangsa ini semata-mata bukan disebabkan kesalahan sendiri. Bangsa ini
menderita lantaran para pemimpinnya tidak menggunakan mata hatinya dalam menjalankan
amanat. Para pemimpin hanya mengejar hal yang populer yang semata-mata berorientasi
untuk kepentingan dirinya.
Dalam Paskah kali ini, kita diajak menyalakan lilin kehidupan yang mampu menerangi mata
hati kembali ke dalam rasa kemanusiaan yang otentik. Kemanusiaan itulah yang harus
dikembalikan ke dalam jati diri manusia Indonesia. Penemuan kembali jati diri kemanusiaan
hanya bisa terjadi bila kembali pada Sang Kebenaran Abadi. Dan, itulah Paskah yang sejati.
Topeng Kepalsuan
Keadilan merupakan sebuah persoalan sepanjang zaman karena dimensi-dimensinya tidak
mudah untuk dipahami secara nalar. Adil bukan sekadar sama rata dan sama kedudukan.
Sikap adil sulit dipahami karena ia menyangkut dimensi batin manusia. Jika menyangkut
batin manusia, maka yang paling memungkinkan kita memahami keadilan adalah
mengukurnya sejauh mana manusia mencintai kehidupan bersama.
Cinta akan kehidupan bersama memberi dimensi batin ke luar dari perasaan ke-aku-an.
Egoisme bukan ukuran keadilan karena sikap ini sering hanya berkaitan dengan tetek bengek
seputar harga diri dan keuntungan bendawi. Demi harga diri itulah manusia tak jarang
mengejar sesuatu yang hampa. Dan kehampaan, tanpa kita sadari, telah menjadi ciri khas
manusia modern. Manusia yang dibentuk dari perantiperanti serba-instan, dan kembali
menghasilkan manusia sebagai instrumen belaka.
Demi popularitas, penumpukan harta dan pencapaian kepuasan diri (yang oleh manusia
dimasukkan sebagai komponen terpenting harga diri), mereka memainkan jurus-jurus
manipulasi. Dan, apa yang dilakukan semuanya itu hanya mendustai diri karena
ketidakmampuan dirinya menjadi apa adanya. Manusia tidak sadar bahwa dirinya ada adalah
untuk membagikan kebahagiaan bagi sesama.
Manusia ada untuk mencipta keadilan, yakni mencintai kehidupan bersama secara seimbang
dan wajar. Tetapi realitasnya, manusia sering ‖ada‖ hanya untuk menipu dirinya sebagai
‖ada‖ yang ‖tiada‖. Dari kenyataan itu, manusia sering hanya menjadi alat dari sebuah
mekanisme pembenaran yang dibuat oleh bayang-bayang kesadaran palsu, yakni bayang-
bayang ke-aku-an diri kita.
Dari kesadaran palsu itulah manusia lalu seolah-olah menemukan jati dirinya sebagai ‖Yang
Maha Besar‖. Demi ke-aku-an itu pula, manusia mengejar kekuasaan sebagai alat untuk
mencari kedudukan dan uang. Demi ke-aku-an itu pula para anggota dewan terhormat
melakukan adu jotos untuk menunjukkan kebolehan bahwa dirinya wakil rakyat. Demi ke-
aku-an yang terpoles dalam dunia media itu manusia menciptakan sarana polling untuk
mengukur kepopulerannya.
Seseorang dipoles menjadi bintang dan perilakunya diatur dengan cermat untuk menunjukkan
bahwa dia baik, dia bijak, dia santun, dia berwibawa, atau dia pro rakyat. Kesimpulan tentang
perilaku seseorang (misalnya pejabat) sepertinya sangat mudah diatur tergantung bagaimana
sebuah ‖order dilayangkan‖. Dan demi ini semua uang menjadi raja untuk mempermainkan
dunia penampilan.
Penampilan mudah sekali dimanipulasi karena permainan teknologi yang membuat nalar kita
sulit untuk memberikan penilaian. Padahal semuanya musang berbulu domba. Ini zaman
yang katanya membawa perubahan namun nyatanya belum juga membawa kebahagiaan bagi
mereka yang miskin, papa, dan terkapar. Zaman yang tidak pernah bergerak untuk
memperbarui diri dan memberi hati kepada mereka yang selama selalu kalah dalam
pertarungan politik global.
Kegundahan di atas jangan membuat kita tidak percaya kuasa-Nya. Diamnya Allah bukanlah
suatu ketidakberdayaan menghadapi nafsu kejahatan kemanusiaan. Dengan diam, Allah tahu
betul bahwa kehidupan ini sudah dipenuhi dengan berbagai permainan penipuan dan
kecurangan.
Diamnya Allah bukan berarti Dia mengalah atau dikalahkan. Dalam diam itulah Dia yang
berkuasa atas hidup ini masih memberi kesempatan kepada mereka yang selama ini berkuasa
agar tahu diri. Kekuasaan itu hanya sementara dan pada saatnya akan berganti.
Kesejatian diri berarti tidak takut dengan pedang maut karena maut tidak membuat jiwa kita
mati. Keagungan sejati akan memancarkan kasih yang mengalir seperti sungai yang memberi
kehidupan. Dia bukan kerdil atau takut menghadapi kehidupan ini. ●
Memutus rantai kekerasan seksual pada anak
Koran SINDO
Sabtu, 19 April 2014
KASUS kekerasan seksual pada anak TK di sebuah sekolah bertaraf internasional
mengejutkan banyak orang. Betapa rentannya keamanan dan perlindungan anak kita saat ini.
Bahkan ‖kecolongan‖ bisa terjadi di tempat yang dikenal sebagai sekolah yang aman dengan
penjagaan ekstra ketat.
Pelaku kejahatan itu pun tidak lain para petugas cleaning service dari perusahaan jasa yang
bereputasi, bahkan terlaris di dunia. Karena terjadi di sebuah sekolah ternama, kasus ini
mendapat pemberitaan dan sorotan media cukup luas.
Namun, sesungguhnya masih banyak kasus serupa yang tidak terungkap. Seorang ibu
mengaku memilih tidak melapor kasus yang menimpa putrinya yang kelas 3 SD. Dia
mendapat pelecehan seksual di dalam mobil jemputan saat mengantar anak tersebut pulang ke
rumah. Jarak dari rumah terakhir anak yang diantar ke rumahnya sejauh 5 km.
Si ibu tak dapat membayangkan apa yang dilakukan si sopir pada anaknya di sepanjang jalan
itu. Mengingat untuk melapor ke polisi harus ada bukti, juga visum dokter, serta harus ada
pemeriksaan membuat sang ibu khawatir malah akan membuat anak semakin trauma.
Dia hanya ingin fokus pada pemulihan psikis anaknya. Artinya, hal seperti ini ibarat gunung
es, yang mencuat hanya seujung. Kenyataannya, di lapangan kasus serupa begitu banyak
jumlahnya. Pada 2013 Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Badriyah Fayumi
menyatakan bahwa tahun 2013 merupakan tahun darurat kekerasan seksual pada anak.
Hal itu didasarkan pada fakta kekerasan seksual pada anak yang sudah berada titik yang
sangat mengerikan dan memprihatinkan secara kuantitas maupun kualitasnya. Dalam tiga
tahun, setiap bulan rata-rata 45 anak mengalami kekerasan seksual, sedangkan kejahatan
seksual pada anak belakangan ini makin sadis dan di luar nalar sehat. Mengikuti berita-berita
semacam ini sungguh membuat hati dan kepala kita sakit. Betapa zaman saat ini banyak
manusia yang bukan manusia.
Anak-anak yang berangkat ke sekolah untuk mendapat siraman ilmu sehingga jiwa dan
pikirannya tumbuh kembang, malah dirusak sehingga masa depannya terhantui bayang-
bayang trauma masa kecil. Melihat fenomena kekerasan seksual yang juga tak kunjung surut,
maka tahun darurat kekerasan seksual akan berlaku setiap tahun. Apakah kita akan
membiarkan hal ini terus berlangsung? Sebuah fakta yang juga mengkhawatirkan menurut
para psikolog, korban kekerasan seksual sodomi cenderung menjadi pelaku sodomi di
kemudian hari.
Seperti yang dilakukan Baekuni alias Babe. Dia pernah melakukan kejahatan seksual pada 14
anak yang sebagian korbannya dibunuh. Ternyata menurut pengakuannya, saat berusia 12
tahun dia pernah disodomi di Lapangan Banteng.
Demikian juga dengan Sartono yang diketahui sudah melakukan hal serupa pada 96 korban.
Pada umur 13 tahun dia pernah menjadi korban sodomi di Stasiun Cirebon. Jika saat ini
makin banyak korban yang sebagiannya kemudian menjadi pelaku, bagaimana angka-angka
kekerasan seksual pada anak di tahun-tahun mendatang?
Kemudahan mengakses konten pornografi baik berupa gambar maupun video adalah faktor
penyebab meningkatnya perilaku seks saat ini. Adapun anak-anak adalah korban yang paling
rentan karena dari sisi fisik sangat tidak berdaya dan tidak mampu melawan. Akankah bola
salju ini akan kita biarkan bergulir hingga angkanya makin mengerikan? Tentu harus ada
langkah dan upaya konkret untuk menghentikan semua ini. Upaya seperti apa upaya yang
harus dilakukan?
Di sekolah internasional yang sedang mendapat sorotan luas itu, setelah terjadinya insiden
pihak sekolah langsung memasang closed-circuit television (CCTV) pada area toilet.
Sehingga diharapkan kejadian serupa tidak terulang. Banyak orang yang melihat fenomena
ini sebagai permasalahan sistem atau perangkat. Terbukti pasca kejadian ini, pemasang iklan
perangkat CCTV meningkat terutama di media online.
Banyak sekolah yang kemudian memasang alat ini karena khawatir kejadian serupa menimpa
sekolahnya. Jika masalahnya pada CCTV, sekolah internasional tersebut ternyata sudah
memasang 400 CCTV yang dipasang di berbagai sudut di sekolah. Begitu pula standard
operating procedure (SOP) pengamanan pun sudah dilakukan pihak sekolah dengan sangat
luar biasa. Lalu apa masalahnya? Sarana atau perangkat tentu sangat mendukung, namun
bukan satu-satunya solusi dan yang terpenting.
Bagaimanapun sarana adalah alat ciptaan manusia yang juga dapat disiasati manusia. SOP
juga adalah sebuah standar yang ditulis oleh manusia dan yang menjalankannya juga
manusia. Jadi kembali yang terpenting adalah faktor manusia yang menjalankannya.
Perlu upaya untuk membangun karakter dan mental manusia-manusia yang dekat dan ada di
sekitar anak. Seringkali dalam menyiapkan SDM sebuah lembaga lebih sibuk pada pelatihan
membangun skill. Para cleaning service dijejali teori bagaimana cara membersihkan lantai
yang mengkilat, yang efektif, dan memuaskan.
Para sopir dilatih cara berkendara yang baik, diberi tahu arti rambu-rambu lalu lintas, diajari
cara merawat kendaraan. Namun mereka lupa bagaimana mengasah hati nurani agar mereka
mendapatkan makna dari pekerjaan yang mereka lakukan.
Bahwa sesungguhnya apa pun pekerjaan mereka akan sangat bernilai bagi orang lain, dan
pekerjaannya itu akan dipertanggungjawabkan. Bahwa mereka bisa begitu mulia dengan
pekerjaan yang mereka lakukan. Hal inilah yang sudah 14 tahun kami kampanyekan melalui
ESQ 165.
Membangun manusia yang memiliki kesadaran akan tujuan hidup, dari mana asal kita dan
mau ke mana. Hal itu sangat penting untuk membangun mental dan karakter manusia. Sudah
berbagai lapisan kami memasuki dunia korporasi, sekolah, organisasi, namun masih banyak
wilayah yang belum tersentuh.
Kami berharap jika pelatihan ini juga diberikan pada pihak-pihak yang juga bersentuhan
dengan dunia anak, maka makin banyak anak yang terselamatkan, tidak lagi jadi korban
kekerasan seksual yang saat ini angkanya terus meningkat.
DR HC ARY GINANJAR AGUSTIAN
Pakar Pembangunan Karakter
Absurditas sang Nabi Palsu
Menurut doktrin Islam, nabi terakhir adalah Muhammad SAW. Muhammad adalah nabi
penutup para nabi (khatamun nabiyyin). Sejarah hidup dan rekam jejak Muhammad sangat
gamblang dan jelas. Ia lahir pada 570 M di Mekkah dari pasangan Abdullah (ayah) dan
Aminah (ibu).
Muhammad wafat pada 632 M di Madinah. Ia pertama kali menerima wahyu dari Allah yang
disampaikan oleh Malaikat Jibril pada usia 40 di Gua Hira. Semua wahyu yang ia terima
telah dihimpun dalam sebuah kitab suci yang disebut Alquran. Muhammad melaksanakan
misi kenabiannya selama 23 tahun (13 tahun di Mekkah dan 10 tahun di Madinah). Nabi
Muhammad dimakamkan di Masjid Nabawi di Madinah dan makam itu sampai sekarang
(sudah lebih dari 14 abad lamanya) masih tetap utuh serta menjadi saksi dan bukti rekam
jejak historis kenabiannya.
Umat Islam tidak seujung rambut pun meragukan kenabian dan kerasulan Muhammad
sebagai nabi terakhir yang diutus oleh Allah. Bahkan Allah menyatakan dengan tegas bahwa
Muhammad diutus sebagai rahmatan lil ‘alamin (rahmat bagi seluruh alam). Setelah Nabi
Muhammad wafat, muncullah beberapa orang Arab yang mengklaim sebagai nabi. Tidak
dapat diragukan lagi, mereka adalah orang-orang yang berpikiran absurd sekaligus
merupakan nabi palsu atau nabi gadungan yang bergentayangan pada masa itu.
Mereka adalah Musailamah al-Kadzdzab, Sajah, al-Aswad al-Ansi, dan Thulaihah bin
Khuwailid. Mereka melancarkan kampanye dan propaganda yang intensif, ekstensif, dan
masif di kalangan orang-orang Arab pada masa itu untuk mendapatkan legitimasi dan
pengakuan sebagai nabi. Mereka sangat ambisius ingin menyandang popularitas, pujian, dan
sanjungan dari kalangan orangorang Arab yang bersedia menjadi pengikut mereka. Seraya
mengaku sebagai nabi, mereka menyampaikan kepada para pengikutnya bahwa mereka telah
menerima ‖wahyu‖ dari Allah.
Misalnya, ‖wahyu‖ yang diklaim diterima oleh Musailamah berisi cerita tentang katak atau
gajah. Diceritakan oleh Musailamah bahwa gajah itu adalah binatang yang belalainya
panjang. Cerita Musailamah itu sama sekali tidak pantas diklaim sebagai ‖wahyu‖ dari Allah.
Sangat absurd. Nonsens. Masa peralihan kepemimpinan dari Nabi Muhammd ke Abu Bakar
ash-Shiddiq (Khalifah pertama, 632-634 M) memang merupakan masa yang sangat kritikal
dalam sejarah Islam.
Selain muncul beberapa nabi gadungan, muncul pula orang-orang murtad (keluar dari agama
Islam) dan orang-orang yang tidak mau membayar zakat. Tiga tantangan krusial (nabi-nabi
palsu, orang-orang murtad, dan orang-orang pembangkang yang tidak mau bayar zakat)
inilah yang menghadang pemerintahan Abu Bakar pada masa awal kepemimpinannya. Islam
pada saat itu dalam kondisi kritikal dan dalam situasi ‖hidup‖ atau ‖mati‖.
Jika ketiga golongan pembangkang dan pengacau tadi dibiarkan, Islam akan berada dalam
bahaya dan terancam eksistensinya. Itulah sebabnya Khalifah Abu Bakar memerangi dan
menumpas ketiga golongan pengacau tadi demi tegaknya agama Islam yang pada saat itu
baru saja mulai bersemi. Khalifah Abu Bakar berhasil menumpas ketiga golongan pengacau
itu sehingga stabilitas politik dan dinamika pemerintahannya dapat berjalan sesuai harapan
dan cita-citanya.
***
Dari paparan sejarah di atas, klaim seseorang bahwa dirinya nabi tidak hanya terjadi pada
masa sekarang. Setelah wafatnya Nabi Muhammad sudah ada orang-orang yang
mendakwahkan diri mereka sebagai nabi. Mereka adalah nabi palsu atau nabi gadungan.
Bahwa Muhammad adalah nabi terakhir adalah doktrin Islam yang baku dan final. Hal ini
merupakan doktrin yang sangat elementer (dasar) yang seharusnya setiap orang Islam
mengetahui dan memahaminya.
Sebenarnya, tidak ada alasan bagi seorang muslim untuk tidak mengetahui dan tidak
memahami ajaran yang sangat dasar ini. Tapi mengapa masih ada saja orang yang mengklaim
sebagai nabi atau rasul pada masa sekarang ini? Keawaman atau perburuan gebyar
popularitas (maaf) yang semu? Kalau seseorang merasa memang tidak tahu atau masih awam
tentang ajaran dasar ini, seharusnya tidak usah mendakwahkan dirinya sebagai nabi atau
rasul. Ini masalah peka bagi akidah umat Islam. Tak usah mencari masalah.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan umat Islam sudah pasti mengecapnya sebagai (aliran)
sesat dan menyesatkan. Ini bukan persoalan kebebasan berkeyakinan, tapi merupakan praktik
penyebaran kesesatan yang harus dicegah. Contoh yang masih segar dalam ingatan kita
adalah kasus Ahmad Mushaddeq alias Abdul Salam (63 tahun). Ia dikenal sebagai pendiri
aliran Al-Qiyadah al-Islamiyah dan dengan mantap mengklaim sebagai rasul dari Betawi.
Dengan memakai pakaian kebesaran sebagaimana layaknya pemimpin sebuah aliran
keagamaan, tanpa ragu-ragu Mushaddeq mengaku sebagai Almasih dan Almaw‘ud.
Mushaddeq mengajarkan kepada para pengikutnya lafaz syahadat baru yang sama sekali
berbeda dari lafaz syahadat dalam ajaran Islam. Lafaz syahadat ajaran Mushaddeq berbunyi
‖Asyhadu an la ilaha illallah wa asyhadu anna Alamasih Alamaw‘ud Rasulullah.‖ Dalam
syahadat versi Mushaddeq ini, kata ‖Muhammad‖ diganti ‖Almasih Almaw‘ud‖ (maksudnya:
Mushaddeq). Setelah dinyatakan sesat oleh MUI, rasul dari Betawi itu menyatakan tobat dan
kembali ke ajaran Islam yang benar. Kasus lain adalah kasus Cecep Solihin di Bandung baru-
baru ini.
Ia mengklaim sebagai nabi. MUI menyatakan bahwa aliran Cecep Solihin adalah aliran sesat
dan menyesatkan. Polisi disertai MUI menggerebek Cecep Solihin di rumahnya untuk
kemudian memeriksa dan meminta keterangan Cecep tentang ajaran yang ia kembangkan
selama ini. Menurut laporan di media massa, Cecep Solihin dilepas (tidak ditahan) dan
beserta para pengikutnya dia terus dibina untuk kembali ke jalan ajaran Islam yang benar.
Doktrin Islam bahwa tidak ada nabi setelah Muhammad adalah ajaran yang sangat dasar dan
semua orang Islam sudah mafhum. Klaim seseorang bahwa dirinya adalah nabi adalah
perbuatan yang absurd. ●
FAISAL ISMAIL
Guru Besar Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta
Menciptakan Kartini yang mandiri dan punya harga diri
Senin, 21 April 2014
MELALUI peringatan Hari Kartini yang jatuh pada hari ini kita diingatkan kembali akan
perjuangan kaum perempuan di negeri ini. Raden Ajeng (RA) Kartini menjadi simbol
perjuangan perempuan itu. Perjuangan Kartini dapat dilihat dalam bukunya yang berjudul
Habis Gelap Terbitlah Terang.
Di situ tertuang ide-ide Kartini bagaimana mengangkat derajat kaum perempuan di masanya.
Pengakuan terhadap Kartini adalah pengakuan terhadap esensi perjuangan kaum perempuan
dalam mengangkat harkat dan martabatnya. Melalui kesempatan peringatan ini pula kita
layaknya sejenak merenungkan nilai-nilai perjuangan para ‖Kartini-Kartini‖ Indonesia yang
ikut memajukan kaum perempuan sekaligus ikut berjuang merebut kemerdekaan Indonesia.
Di antara para tokoh pejuang tersebut kita kenal Cut Nyak Dhien dan Cut Meutia, Siti
Manggopoh, HR Rasuna Said, Rohana Kudus, Martha Christina Tiahahu, Maria Walanda
Maramis, Dewi Sartika, Nyai Ahmad Dahlan, Hj Syamsiah Abbas. Masih banyak pejuang-
pejuang perempuan lain yang tak mungkin disebutkan namanya satu per satu dalam tulisan
singkat ini. Mereka berjuang tanpa kenal lelah demi kemajuan kaumnya dan negerinya tanpa
pamrih. Dalam keadaan terpinggirkan perjuangan kaum perempuan memang sungguh nyata.
Misalnya di Aceh, Cut Nyak Dhien ikut berperang melawan Belanda bersama suaminya,
Teuku Umar. Demikian pula Siti Manggopoh bersama suaminya, Rasyid, mendirikan
kelompok silat dan latihan bela diri untuk menghadang Belanda sehingga Siti diberi julukan
(Harimau Batino Rimbo Panti) ikut menyerang Belanda di markasnya di Maninjau bersama
suaminya. Di Kota Bukittinggi, Sumatera Barat, juga muncul seorang perempuan bernama
Rohana Kudus yang mendidik kaum wanita secara nyata dengan memberikan berbagai
kemampuan dasar seperti menjahit, memasak, membaca, menulis, serta berbagai
keterampilan lain.
Kaum perempuan di sana lalu membentuk suatu perkumpulan (organisasi perempuan) yang
diberi nama ‖Amai Setia‖ Rohana. Sebagai wadah untuk menyalurkan partisipasi wanita, dia
menerbitkan surat kabar Suntiang Melayu. Melalui perjuangan panjang dan pengorbanan
kaum perempuan di masa lalu kini telah terbuka jalan selebar-lebarnya bagi kaum perempuan
untuk mengisi kemerdekaan dan berjuang untuk memajukan Bangsa Indonesia.
Indonesia sudah mencatat dengan tinta emas bahwa seorang perempuan sudah pernah
mencapai tampuk kepemimpinan tertinggi di negeri ini, yaitu Presiden Megawati
Soekarnoputri. Sudah banyak pula perempuan yang menduduki posisi tinggi seperti menteri,
direktur utama BUMN, gubernur, wali kota, camat, dan lurah. Bahkan sudah ada ‖Kartini‖
Indonesia yang maju ke pentas dunia seperti Sri Mulyani Indrawati yang berkarya di Bank
Dunia yang bermarkas di Amerika Serikat. Selain itu, di lembaga legislatif telah banyak
kaum perempuan menjadi anggota DPR.
Tak terhitung juga kaum perempuan yang menjadi pengusaha ulet dan sukses seperti
misalnya kita kenal Ibu Martha Tilaar dan pengusaha-pengusaha perempuan lain. Di era
globalisasi, masalah kesetaraan gender bukan masalah lagi, yang menjadi persoalan adalah
apa dan bagaimana kiprah mereka mengisi kemerdekaan ini, bagaimana kiprah Kartini
dewasa ini mengubah tantangan menjadi peluang sehingga tidak ketinggalan dari kaum laki-
laki. Kenyataan di lapangan menunjukkan kesetaraan perempuan dengan kaum laki-laki
semakin nyata, hampir di semua bidang, sudah tiada kendala.
Kesempatan yang terbuka lebar bagi perempuan itu sebagian tercuplik dan menghiasi
halaman pertama KORAN SINDO Minggu (20/4). Perempuan-perempuan perkasa dengan
pangkat berbintang di bahunya itu tetap lembut dengan wajah keibuan: Brigjen TNI
Nurhajizah, Brigjen Pol Soepartiwi, Laksamana TNI Lita Agustina, serta Marsma TNI
Srizubaidah R. Kini tinggal pada kemampuan dan kemauan kaum perempuan mau bercita-
cita apa dan mau jadi apa. Kesempatan semakin terbuka lebar untuk perempuan berkiprah
dalam segala bidang.
Perempuan Indonesia tidak boleh ketinggalan dari perkembangan dunia dan perkembangan
ilmu pengetahuan, kalau tidak akan tertinggal di landasan. Kaum perempuan harus mampu
mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), dan bisa memanfaatkan
teknologi untuk kesejahteraan keluarga, minimal sebagai pengguna yang baik. Kaum ibu
harus juga mampu mengantisipasi efek negatif teknologi, seperti banyaknya penipuan-
penipuan dan kejahatan melalui media internet.
Seorang ibu harus menjadi ibu yang baik dan kuat agamanya dan menjadi perempuan yang
kuat iman dan takwa (imtak), sehingga ia mampu menjaga anak-anaknya dari gangguan dan
ancaman di mana pun mereka berada. Tak jarang seorang ibu yang hidup sendirian, tanpa
didampingi suami, bisa hidup dengan layak dan berhasil mendidik dan mengantarkan anak-
anak mereka pada tingkat pendidikan yang tinggi bahkan sampai memperoleh kesarjanaan
yang layak.
Harus diakui, masih banyak Kartini-Kartini yang kurang beruntung. Bermacam faktor bisa
menjadi penyebabnya, seperti rendahnya pendidikan, ekonomi yang lemah, dan latar
belakang sosial yang berat membuat mereka tak berdaya. Masih banyak Kartini-Kartini yang
menjadi TKI di luar negeri seperti di Arab Saudi yang kini berurusan dengan pengadilan,
tengah menunggu hukuman mati. Kita menjadi miris mendengar nasib Kartini-Kartini
Indonesia di luar negeri yang mengadu nasib menjadi TKI.
Mereka nekat mengadu nasib di luar negeri, meskipun melalui prosedur ilegal karena di
negeri sendiri tak tersedia lapangan kerja yang bisa menghasilkan uang sesuai harapan
mereka. Mereka rela meninggalkan anak dan suami. Bahkan kadang mereka juga harus
menghadapi kenyataan pahit, suami menikah lagi atau berselingkuh, bahkan sampai ada yang
memerkosa anaknya sendiri. Nauzubillah. Karena itu, kaum perempuan harus maju dan
berpendidikan memadai. Kaum perempuan harus terus diberdayakan dan ditingkatkan ilmu
pengetahunnya dalam segala segi kehidupan sehingga tidak tergantung semata kepada suami
atau orang lain.
Kemandirian kaum perempuan perlu dipupuk dan dikembangkan sebaik mungkin, mungkin
pembinaannya melalui organisasi sosial dalam bentuk pelatihan-pelatihan di bidang
kesehatan, perekonomian. Kartini-Kartini muda tak boleh lemah. Siapkan diri untuk mengisi
kemerdekaan yang sudah diraih susah payah. Pupuk semangat juang dan kompetensi
sehingga ke depan bangsa ini menjadi bangsa yang kuat dan sejahtera.
NUR’AINI AHMAD
Dosen Fakultas Tarbiyah UIN Jakarta,
Ketua DPP Persatuan Wanita Tarbiyah Islamiyah (Perwati)
Pembelajaran bersama dari penutupan TK JIS
Koran SINDO
Selasa, 22 April 2014
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) akhirnya menutup Taman Kanak-
kanak Jakarta International School (TK JIS). Kepala Pusat Informasi dan Humas (PIH)
Kemendikbud Ibnu Hamad mengatakan, keputusan final pembekuan operasional TK JIS ini
diambil dalam rapat pimpinan (rapim) Kemendikbud pada Kamis (17/4) malam lalu.
Rapat yang dipimpin langsung Mendikbud Mohammad Nuh tersebut utamanya
mengagendakan pembahasan hasil investigasi TK JIS yang dilakukan pada pagi harinya.
Legalitas operasional TK JIS
Taman Kanak-kanak JIS yang berdiri sejak 1992 selama ini beroperasi hanya berlandaskan
izin dari Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah (Ditjen Dikdasmen). Izin ini
secara otentik bisa dilihat pada plakat peresmian TK JIS 12 April 1993 yang ditandatangani
Dirjen Dikdasmen saat itu, Bapak Hasan Walinono (hasil investigasi awal Tim Ditjen
PAUDNI, 17 April 2014).
Sesuai izin ini JIS beroperasi berdasarkan izin pendirian sekolah dasar dan menengah. Pada
tahun tersebut taman kanak-kanak secara nomenklatur berada di bawah Ditjen Dikdasmen.
Ketika ada regulasi yang mengatur secara khusus mengenai penyelenggaraan pendidikan
anak usia dini (termasuk TK), JIS tidak memperbaharui izin operasional mereka. Terkait ini,
keputusan Kemendikbud untuk menutup TK JIS sampai dimiliki izin tersebut merupakan
langkah tegas yang tepat.
Perlu juga diketahui bahwa sebelum kasus pelecehan seksual yang menimpa salah satu
peserta didik TK JIS, Ditjen PAUDNI sudah meminta TK JIS untuk mengurus perizinan.
Namun, TK JIS tidak mematuhi prosedur tersebut.
Label internasional
Kasus JIS ini menjadi momentum bersama untuk berbenah. Utamanya bagi Kemendikbud
sebagaimana disampaikan Dirjen PAUDNI (KORAN SINDO, 19 April 2014) status sekolah
internasional juga akan diganti dengan sekolah kerja sama pihak lembaga asing dengan
Indonesia.
Perubahan ini diharuskan sebagai pemenuhan atas amanat Undang-Undang Sistem
Pendidikan Nasional (UU Nomor 20 Tahun 2003), Pasal 65, yang menyatakan bahwa
penyelenggaraan pendidikan asing wajib bekerja sama dengan lembaga pendidikan di
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Ini dilakukan dengan mengikutsertakan tenaga pendidik dan pengelola berkebangsaan
Indonesia. Inilah yang akan menjadi agenda lanjutan Kemendikbud untuk melihat apakah
bentuk kerja sama satuan pendidikan asing telah betul-betul sesuai aturan yang berlaku. Jika
tidak, keputusan pembekuan sementara untuk TK JIS juga akan diberlakukan bagi TK asing
yang lain. Lebih lanjut terkait perubahan label internasional diatur dalam Peraturan
Pemerintah (PP) Nomor 17 Tahun 2010.
Dalam bab mengenai ketentuan peralihan disebutkan bahwa satuan pendidikan yang
dinyatakan oleh pendirinya sebagai sekolah internasional sebelum berlaku PP ini, paling
lambat tiga tahun sejak PP ini berlaku wajib menyesuaikan menjadi sekolah berkategori
standar atau mandiri, sekolah berbasis keunggulan lokal, sekolah bertaraf internasional, atau
sekolah kerja sama antara satuan pendidikan asing dan satuan pendidikan negara Indonesia.
Namun, sejak Mahkamah Konstitusi membatalkan Pasal 50 ayat 3 Undang-UndangNomor
20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (yang menjadi dasar pembentukan sekolah
bertaraf internasional) keberadaan sekolah internasional dihapuskan dalam penyelenggaraan
pendidikan di Indonesia.
Hingga saat ini baru 25 sekolah dari 111 sekolah internasional yang memperbarui atau
memperpanjang izin. Banyak yang hanya mengantongi Surat Keputusan Bersama (SKB)
Tiga Menteri Tahun 1975 antara Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Departemen Luar
Negeri, serta Departemen Keuangan.
Pembelajaran bersama
Kasus TK JIS menjadi momentum koreksi diri dan pembelajaran bersama. Karena
pendidikan adalah urusan semua pihak, semua pihak harus terlibat dalam benah diri ini. Bagi
satuan pendidikan, selama beroperasi di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia,
kepatuhan pada regulasi yang berlaku menjadi syarat mutlak.
Tidak bisa ditawar. Tidak ada izin? Tutup. Bagi pemerintah, proses pengawasan juga menjadi
mutlak dilakukan. Jika perlu, sanksi tegas bagi satuan pendidikan yang mbalelo alias tidak
taat aturan.
Proses audit, apakah sudah memenuhi delapan standar pendidikan mulai dari standar isi,
proses pembelajaran, kompetensi lulusan, hingga pengelolaan, pun wajib ditegakkan.
Bagaimanapun kasus pelecehan seksual TK JIS tidak akan menjadi perbincangan ramai jika
orang tua korban tidak melapor pada pihak yang berwajib.
Berkaca dari sini, orang tua menjadi bagian penting dalam urusan pendidikan. Menanyakan
perkembangan anak pada guru bisa dilakukan melalui media-media komunikasi, termasuk
pada proses evaluasi perkembangan anak di sekolah.
Demikian juga dengan guru. Jika perkembangan anak terus menerus dipantau, rasanya
perubahan perilaku sedikit saja pada anak didik yang masih polos bisa terdeteksi. Guru wajib
kooperatif dengan pihak orang tua ketika melihat perkembangan anak didiknya terhambat
atau bermasalah.
Jika upaya-upaya ini dilakukan secara jujur, berkesinambungan, dan tentu saja taat asas,
mudah-mudahan tidak ada lagi kasus TK JIS ini terjadi pada TK yang lain, baik kasus
legalitas operasional maupun kasus yang tidak diinginkan lainnya.
SRI LESTARI YUNIARTI
Staf di Subdit Kelembagaan dan Kemitraan, Direktorat Pembinaan PAUD, Ditjen PAUDNI,
Kemendikbud
Hari Bumi adalah hari tentang Indonesia
Koran SINDO
Selasa, 22 April 2014
PEMILU legislatif yang baru-baru ini digelar di Indonesia menunjukkan bagaimana rakyat
menghargai partisipasi individu dan menghormati keharmonisan masyarakat. Dengan
berpartisipasi dalam pemilu, mereka telah mengambil pilihan untuk masa depan.
Untuk itu, sepertinya sangat cocok bahwa hari pemilihan umum dilaksanakan berdekatan
dengan Hari Bumi atau dikenal dengan ‖Earth Day‖. Ada banyak persamaan antara keduanya
seperti pilihan untuk ikut berpartisipasi dan pilihan untuk menjadi bagian dari sesuatu yang
lebih besar dari diri kita sendiri.
Apa pun pilihan yang diambil, apakah untuk ikut atau tidak ikut berpartisipasi, kita semua
akan merasakan hasilnya. Jadi bagaimanakah caranya agar kita bisa mendapatkan masa depan
yang lebih baik? Apa saja yang telah kita lakukan untuk mencapainya? Hari Bumi adalah hari
tentang kita semua dan dunia yang kita tempati.
Dunia adalah rumah kita, tempat kita mendapatkan perlindungan dan makanan, udara untuk
bernafas dan air untuk diminum. Dunia juga memberikan keindahan di alam sekitar kita.
Walau memang sulit untuk merasakannya jika kita tinggal di kota-kota besar, keindahan itu
tetap ada.
Di dunia ini kita semua terancam oleh dampak perubahan iklim. Pada 31 Maret 2014
Intergovernmental Panel on Climate Change mengeluarkan laporan kajian kelimanya yang
menunjukkan kerugian-kerugian potensial yang harus ditanggung Indonesia dari dampak
perubahan iklim.
Analisis ini memperkirakan kemungkinan penurunan produk domestik bruto (PDB)
Indonesia sebesar 2,2% per tahun hingga akhir abad ini yang berarti juga dampak negatif
yang sangat besar bagi para buruh tani dan rakyat miskin perkotaan.
Ketahanan pangan Indonesia juga terancam, di mana perubahan iklim telah menyebabkan
penurunan tajam pada potensi-potensi perikanan di Indonesia. Suhu rata-rata juga terus
meningkat hingga angka kritis pada akhir musim tanam padi. Kebakaran-kebakaran juga
mengancam pertanian, hutan-hutan, serta permukiman-permukiman.
Ancaman ini akan terus meningkat jika kita tidak membuat perubahan. Indonesia telah
berkomitmen untuk mengurangi 26% emisi gas rumah kaca yang menyebabkan perubahan
iklim dari tingkatan biasanya sebelum 2020. Namun, kita sadari bahwa solusi dari perubahan
iklim tidak bisa berasal dari satu negara saja. Presiden AS Barack Obama juga berkomitmen
menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 17% dari tingkatannya pada 2005 sebelum 2020.
Menteri Luar Negeri AS John Kerry pada Februari lalu berkunjung ke Jakarta untuk
membagi pengalaman tentang apa yang sudah dilakukan Amerika Serikat serta mengajak
seluruh dunia untuk ikut menjadi bagian aksi global terkait masalah ini.
Apa yang dilakukan Amerika Serikat untuk memenuhi janji dan tanggung jawabnya kepada
dunia dalam mengurangi emisi gas rumah kaca? Di bawah kepemimpinan Presiden Obama,
kami telah melipatgandakan jumlah pembangkit listrik tenaga angin dan surya. Kami juga
menerapkan standar tertinggi dalam sejarah AS dalam penghematan bahan bakar minyak
untuk kendaraan pribadi.
Kami juga mengutamakan standar lingkungan hidup dengan mempercepat transisi ke arah
penggunaan bahan bakar yang lebih bersih dan lebih hemat untuk pembangkit listrik; Kami
juga meningkatkan penghematan energi dalam rumah tangga, industri, dan bisnis.
Semua tindakan ini sudah menampakkan hasilnya. Selama satu dekade terakhir ini Amerika
Serikat berhasil mengurangi jumlah total polusi karbon lebih besar dibandingkan negara-
negara lain di dunia. Secara khusus sejak 2005 hingga 2011 jumlah emisi kami turun
sebanyak 6,9%.
Berkat teknologi yang lebih baik dalam mengekstraksi gas alam, kami banyak mencapai
kemajuan dalam pengurangan emisi CO2 di sektor energi yang menjadi penyumbang tunggal
emisi terbesar di AS. Pada 2013 jumlah emisi dari sektor energi turun sebanyak 10% sejak
2005.
Amerika sedang menjalankan tugasnya dan telah membuat banyak kemajuan yang nyata
dalam memenuhi komitmennya. Kami sadar bahwa kami harus berbuat lebih banyak,
termasuk bekerja sama secara erat dengan mitra utama kami seperti Indonesia.
Salah satu fokus kerja sama adalah mengenai lahan gambut karena menyimpan karbon dalam
jumlah yang signifikan dan menjadi sumber utama emisi gas rumah kaca dan terbesar di
Indonesia. Kerjasama ini terus diperluas meliputi upaya-upaya memperbaiki pengelolaan
hutan, mengembangkan energi terbarukan, dan membantu masyarakat pesisir beradaptasi
dengan kenyataan yang terjadi akibat perubahan iklim. Amerika Serikat telah menunjukkan
komitmen bantuan sekitar USD500 juta untuk mengatasi masalah perubahan iklim di
Indonesia.
Untuk meraih masa depan yang kita inginkan, kita harus melakukan apa yang menjadi
bagiankita. Termasuk juga pihak swasta. Perusahaan kelapa sawit, perusahaan kertas dan
bubur kertas, pengusaha kayu sudah seharusnya mencegah kebakaran ladang, menghindari
pembabatan hutan, dan mengampanyekan kepatuhan Indonesia terhadap legalitas standar
Indonesian Sustainable Palm Oil System (ISPO) dan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu
(SVLK).
Sejumlah perusahaan Amerika Serikat telah menunjukkan komitmen untuk masa depan
dengan memperkenalkan praktik-praktik manajemen terbaik di sektor pertanian dan
pengembangan energi panas bumi, hidro, biomassa, dan tenaga surya dengan menggunakan
teknologi terkini.
Indonesia menghadapi pilihan yang sulit terkait subsidi bahan bakar, penggunaan lahan, serta
dalam menarik investor luar. Investasi teknologi baru sangat diperlukan untuk
mengembangkan energi terbarukan di seluruh Indonesia – investasi yang akan lebih murah
jika dibandingkan dengan bahan bakar karbon yang dapat berdampak pada perubahan iklim.
Indonesia dan Amerika Serikat bekerja sama dalam menghadapi perubahan iklim. Seperti
yang pernah diutarakan Menteri Luar Negeri John Kerry, ‖Dengan Indonesia dan bagian
dunia lainnya yang mempunyai tujuan sama, kita bisa menghadapi tantangan ini.‖ Hari Bumi
ini saya mengajak semua pihak untuk berpikir mengenai masa depan yang kita inginkan.
Membuat setiap hari menjadi Hari Bumi.
ROBERT O BLAKE
Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia
Pendidikan dan daya saing
Rabu, 23 April 2014
DALAM sebulan ini kita telah mendengar diskusi, kampanye, dan slogan-slogan yang
dilakukan partai politik (parpol) dan para calon presiden (capres) tentang pentingnya
kemandirian ekonomi Indonesia di dalam sistem kapitalisme yang kompetitif.
Hampir semua menyatakan kita harus lepas dari utang, menolak investasi asing, dan bila
perlu menasionalisasi seluruh perusahaan mineral dan minyak yang telah dikuasai asing. Saya
sambut baik janji-janji parpol dan para capres itu walaupun dengan tanda tanya besar perihal
jalan apa yang akan mereka lalui untuk mewujudkan ide-ide besar itu. Dalam 10 tahun
terakhir ini, perekonomian kita lebih didominasi perdagangan mineral, produk perkebunan,
dan minyak bumi yang sedikit memberikan nilai tambah.
Apabila menggunakan teori pembangunan klasik seperti teori ketergantungan dan
keterbelakangan, tingkat perkembangan ekonomi negara kita masuk dalam kategori negara
pinggiran (periphery), yaitu negara-negara yang suka mengekspor barang-barang
nonproduksi seperti minyak bumi, mineral, hasil kebun, dan produk-produk lain yang hanya
dikeruk dan tidak perlu pengolahan untuk meningkatkan nilai tambah.
Sementara dengan kondisi demografi kelas menengah yang gemuk, kita banyak mengimpor
barang-barang konsumsi yang nilai tambahnya lebih tinggi dan menguntungkan negara-
negara yang memiliki perusahaan-perusahaan dengan nama brand yang sudah terkenal
seperti Apple, Samsung, DELL, Adidas, NIKE, Sony.
Negara-negara tersebut umumnya sudah berada di lapisan inti atau semi-periphery yang lebih
mengandalkan keterampilan dan kecerdasan sumber daya manusianya dalam perdagangan.
Salah satu hal yang dapat membawa negara-negara seperti Korea Selatan, Taiwan atau China
dapat naik kelas menjadi negara industri yang maju dan bersaing dengan negara-negara
utama seperti Amerika Serikat tidak lain karena kualitas sumber daya manusia yang tinggi.
Michael Porter mengatakan sejak tahun 1980-an negara-negara dunia saat ini saling berlomba
untuk meningkatkan keunggulan kompetitifnya.
Negara-negara berkembang yang penuh dengan sumber daya manusia yang tidak terampil
menjadi sasaran investasi atau lebih parahnya sekadar ‖pasar‖ bagi perusahaan-perusahaan
dari negara maju.
Perusahaan- perusahaan tersebut mencari upah pekerja yang murah di negara berkembang
akibat upah pekerja di negeri asal mereka sudah sangat tinggi. Upah murah karena pekerja
yang tidak terampil menurut Porter adalah ‖lower-order”competitive advantage yang
sifatnya tidak stabil dan sulit dijadikan dasar untuk pertumbuhan ekonomi yang berkualitas.
Tidak stabil karena akan ada negara lain yang bisa memberikan upah jauh lebih murah dan di
sisi lain tekanan biaya hidup yang semakin besar akan mendorong pekerja untuk menuntut
kesejahteraan tanpa disertai dengan produktivitas yang sepadan.
Faktor yang lebih stabil untuk dijadikan dasar pertumbuhan ekonomi yang berkualitas adalah
kemampuan dalam penguasaan teknologi, diferensiasi produk, atau peningkatan nilai tambah
dalam rantai produksi komoditi. Keunggulan ini disebut dengan ‖high-order” competitive
advantage karena ia lebih stabil dan kokoh.
Contohnya hubungan antara Apple dengan perusahaan pemasoknya asal Taiwan, Foxconn.
Di tahun 2011, Apple memperoleh pendapatan USD108 miliar dan keuntungan bersihnya
sebesar USD43 miliar.
Sementara Foxconn yang memproduksi iPhone dan perangkat elektronik lain untuk Apple
hanya memperoleh pendapatan USD111 miliar dan keuntungan sebesar USD2,2 miliar. Dari
sisi tenaga kerja, Apple hanya mempekerjakan 60.400 orang sementara Foxconn 920.000
orang. Kita dapat lihat bahwa nilai yang dihasilkan per orang adalah USD711 ribu untuk
Apple berbanding USD239 untuk Foxconn.
Setiap tahun Apple semakin kaya karena perangkat handphone yang dibuat baik dari materi
dan teknologinya semakin rumit dan canggih, sementara perusahaan seperti Foxconn hanya
mengandalkan kelebihan volume dan skala bila ingin mendapatkan keuntungan. Strategi itu
pun tampaknya tidak lagi berhasil karena upah rendah yang dulu menjadi keunggulan di
China sekarang tidak lagi unggul sehingga mereka memikirkan untuk mencari lokasi baru di
Jakarta.
Contoh di atas menjadi pelajaran buat kita bahwa salah satu cara untuk meningkatkan
kemandirian ekonomi dan menjadi pemenang dalam kompetisi di dunia adalah dengan
meningkatkan kualitas sumber daya manusia kita yang tidak lain dengan jalan memperbaiki
pendidikan kita. Saat ini, harus diakui sistem dan kurikulum pendidikan di Indonesia belum
terbukti menghasilkan sumber daya manusia yang kompetitif di pasar tenaga kerja. Alasan
pertama karena hanya sedikit orang Indonesia yang bisa berpartisipasi dalam pendidikan
formal.
Dari data BPS tahun 2012, angka buta huruf pun belum sepenuhnya hilang dari bumi
Indonesia karena hanya 97,95% anak usia 7–12 tahun yang punya kesempatan bersekolah
dasar. Dari populasi Indonesia berusia 15 tahun ke atas, masih ada 5,88% penduduk yang
belum pernah mengenyam bangku sekolah sama sekali dan 13,90% tidak tamat SD.
Mereka yang sempat merasakan bangku SMA/sederajat hanya 15,84%, itu pun hanya sekitar
31% yang menamatkan studinya di bangku SMA/ sederajat. Artinya rata-rata pendidikan di
Indonesia hanya setaraf SD dan SMP.
Kita punya problem besar perihal kemampuan menamatkan studi. Alasan kedua karena
mereka yang sanggup bersekolah sampai SMA/sederajat pun punya problem besar untuk
menuntaskan studi, apalagi melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi.
Tak hanya karena ada keterbatasan sebaran SMA/sederajat, jumlah SMA/sederajat yang
bermutu pun sangat terbatas dan harganya mahal, sementara bahan-bahan pelajaran yang
termaktub dalam kurikulumnya terbukti belum cukup membuat siswa siap bersaing di
perguruan tinggi.
Para pengajar di perguruan tinggi selalu harus repot dengan perbaikan minat membaca,
kemampuan menulis, dan kemampuan berargumen secara ilmiah. Itu pun tidak semua
perguruan tinggi punya kesiapan untuk melakukan perbaikan itu karena rata-rata dosennya
juga dididik dengan suasana yang sama, yakni sekadar pasif dan tidak diajak membangun
keterampilan menghadapi dunia kerja 20 tahun mendatang. Sementara itu, apa yang
diwacanakan di tingkat pemerintah dan parpol? Tak jauh dari perubahan kurikulum atau
materi buku ajar demi perbaikan akhlak.
Jarang sekali diangkat topik pembicaraan tentang perbaikan proses pembelajaran yang
membuat siswa kritis, punya minat mendalam pada pendalaman ilmu, atau perbaikan mutu
para pengajar.
Program sokongan pemerintah baru sebatas membagikan beasiswa yang jumlah dan jenisnya
pun sangat terbatas dibandingkan kebutuhan. Lagi-lagi perlu diingat problem mendasar di
negeri ini adalah kemampuan menamatkan sekolah dan tidak sepenuhnya karena masalah
uang sekolah saja.
Di tingkat internasional, isu pendidikan menjadi wacana hangat karena sejumlah negara maju
ternyata termasuk ‖tertinggal‖ dalam kemampuan meningkatkan mutu pendidikannya
dibandingkan negara-negara lain yang relatif merupakan pemain baru dalam tataran
internasional.
Sebut saja Amerika Serikat yang dalam World Education Ranking ala OECD ‖hanya‖
menempati posisi ke-17 dalam kemampuan siswanya melakukan tugas membaca,
matematika, dan ilmu pasti; jauh di bawah China (tapi yang disurvei hanya di Shanghai),
Korea Selatan, Finlandia, Hong Kong, bahkan Singapura.
Indonesia di situ berada di peringkat ke-57, jauh di bawah Thailand, Meksiko, bahkan Turki
dan Brasil. Peringkat tersebut konsisten dengan peringkat Best Countries for Education yang
dilakukan Economist Intelligence Unit. Yang menarik di sini adalah studi-studi tersebut
menunjukkan bahwa kesuksesan pendidikan tidak sekadar ditentukan besarnya anggaran
pemerintah di bidang pendidikan, gaji guru atau usia masuk sekolah.
Simpulan yang konsisten adalah bahwa sekadar menggelontorkan dana, meskipun sangat
terencana, ternyata tidak bisa banyak mengubah hasil akhir pada siswa karena pendidikan
membutuhkan sistem yang sangat terfokus, berjangka panjang, koheren, dan konsisten.
Guru yang bermutu sangatlah penting khususnya karena mereka perlu dihargai sebagai
profesional dan bukan sekadar ‖mesin penghasil lulusan‖ sehingga mereka harus diajak untuk
mengevaluasi kebutuhan dunia kerja setidaknya 20 tahun mendatang.
Hal ini sulit karena biasanya guru terjebak pada pengulangan cara dan substansi bahan ajar
yang pernah ia alami saja. Selain itu, keikutsertaan orang tua dan model evaluasi dan diskusi
di kelas sudah dibincangkan sebagai faktor penting untuk memotivasi siswa meningkatkan
mobilitasnya sebagai individu yang kompetitif.
Artinya, wacana dan upaya perbaikan kebijakan publik di bidang pendidikan di Indonesia
masih jauh panggang dari api. Kalau pola pikir pemangku kebijakan tidak berubah, entah
sampai kapan negara kita masih akan sekadar menjadi penonton dan pemain pinggiran dalam
persaingan ekonomi global.
DINNA WISNU, PhD
Co-Founder & Direktur Pascasarjana Bidang Diplomasi, Universitas Paramadina
@dinnawisnu
Kegaduhan Ruang Publik
Ruang publik semakin tidak nyaman dihuni, dilihat, dan didengarkan. Ada dua macam ruang
publik yang ingin saya bahas di sini. Pertama yang bersifat fisik, yang kedua realitas simbol
berupa wacana publik. Yang pertama kondisinya semakin parah, misalnya saja fasilitas jalan
umum yang rusak dan macet.
Belum lagi bicara saluran air dan kondisi taman kota serta waduk penampungan hujan yang
semakin tidak terurus dengan baik. Sungai kian dangkal dengan air yang kotor bercampur
sampah. Ruang publik yang kian rusak ini sudah pasti berdampak negatif terhadap siapa pun
dan sangat merugikan pertumbuhan generasi baru yang tengah lahir dan berkembang. Lantas,
mari kita amati dan simak wacana dan pertunjukan yang terjadi di ruang publik baik yang
disajikan televisi, surat kabar, majalah maupun media sosial seperti Twitter. Hampir
mayoritas berita yang dominan bersifat negatif, tidak berkualitas. Bahkan cenderung
merusak.
Di Twitter hujat-menghujat dan saling serang antarpendukung parpol dan tokoh politik tak
pernah surut. Sampai-sampai muncul dugaan, semua itu dilakukan oleh sebuah tim yang
terorganisasi dengan modal uang dan jaringan informasi. Siapa orangnya, kita tidak tahu
karena tampil dengan nama samaran. Di era keterbukaan tentu saja semua itu hal yang biasa-
biasa saja. Yang jelas disayangkan adalah jika berbagai informasi yang dilempar ke ruang
publik itu berupa fitnah. Fitnah akan mudah termakan ketika disertai bumbu-bumbu sentimen
keagamaan.
Seputar pileg dan menghadapi pilpres, berbagai berita, opini dan rekayasa serta fitnah
kesemuanya berbaur sulit dibedakan mana yang benar dan mana yang salah. Sekian banyak
peristiwa hukum dan pidana juga dikait-kaitkan dengan opini politik. Politik dan pertarungan
perebutan kekuasaan memenuhi ruang pemberitaan media massa. Bahwa bernegara,
berbangsa, dan berdemokrasi itu artinya berebut kekuasaan. Bukan pemilu untuk memajukan
pembangunan, tetapi kemenangan pemilu yang jadi agenda pokok setiap lima tahunan. Di
antara pemilu ke pemilu adalah selingan dan konsolidasi.
Ketika seorang pejabat tinggi negara bekerja dengan baik, lalu hal itu ditafsirkan sebagai
investasi agar pada pileg atau pemilu yang akan datang terpilih kembali. Atau bisa jadi
memang obsesinya begitu. Di samping gosip politik seputar koalisi dalam pemilu nanti,
sempat muncul juga kekhawatiran jangan-jangan pilpres yang jauh-jauh sudah direncanakan
akan gagal terlaksana karena berbagai alasan. Mimpi buruk itu bisa datang karena KPU
dianggap gagal melaksanakan pemilu sesuai dengan undang-undang atau karena koalisi untuk
mendapatkan tiket ke panggung pertarungan tidak memenuhi ketentuan.
Kegaduhan seputar politik diramaikan lagi dengan terjeratnya pejabat tinggi negara oleh
KPK. Setelah tokoh-tokoh Partai Demokrat dan beberapa politikus parpol lain masuk tahanan
KPK, menyusul Akil Mochtar dan Hadi Poernomo yang keduanya merupakan ikon dari
sebuah lembaga tinggi negara, yaitu MK dan BPK. Pasokan wacana dan tontonan ruang
publik yang sudah rutin adalah sinetron, berita korupsi, politik, dan gosip selebritas serta
mimbar agama. Tapi jika diamati, sangat sedikit informasi dan wacana yang memberikan
kebanggaan dan inspirasi bagi anak-anak bangsa untuk terpanggil dan bangkit ikut serta
membuat bangsa ini maju.
Ini bisa dibandingkan misalnya dengan Eropa yang dibuat gegap gempita oleh tontonan dan
berita olahraga. Atau Korea Selatan dengan iklan inovasi teknologi serta musiknya. Atau
beberapa negara lain yang selalu menyampaikan berita peresmian berbagai gedung dan
fasilitas umum yang baru. Yang mengemuka di sini adalah kekecewaan pada kinerja wakil
rakyat, kecewa pada kinerja birokrasi yang korup dan tidak produktif, ujian nasional yang
menelan biaya mahal tetapi kualitas yang dihasilkan tidak naik-naik. Subsidi harga BBM
yang mendekati Rp300 triliun sehingga menambah macet karena jalan raya tidak bertambah.
Desentralisasi kekuasaan politik dan keuangan yang telah menyuburkan raja-raja kecil yang
korup di daerah. Tenaga kerja Indonesia yang diperas baik di luar negeri maupun di Tanah
Air dan sekian berita yang menenggelamkan informasi tentang berbagai capaian dan
kemajuan bangsa ini. Sesungguhnya kegaduhan yang dimunculkan dari ranah politik itu
wajar dan logis. Itu terjadi di negara mana pun. Namun kalau itu yang dominan dan membuat
rakyat letih karena miskin inspirasi, motivasi, dan keteladanan, situasi ini amat merugikan
dan membahayakan bagi masa depan bangsa karena kita akan kehilangan generasi tangguh
dan cerdas.
Setiap anak yang lahir dan mau tumbuh berkembang langsung terhadang oleh suasana batin
yang menghalangi loncatan perkembangan mereka. Yang menutupi dan membuat surut
mimpi-mimpi besar dan langkah ke depan mereka. Lambat-laun dan ini sudah terjadi, yang
akan menguasai jaringan dan pusat-pusat transaksi keuangan serta kekayaan alam adalah
(beralih ke) orang asing. Anak-anak bangsa cukup belajar, lalu dengan ijazah di tangan
melamar kerja kepada mereka untuk bertahan hidup. Syukur-syukur bisa membeli gaya hidup
untuk memenuhi mimpi dan dahaga hedonismenya.
Gaya hidup dengan ditopang aksesori yang mahal menjadi sangat penting untuk menitipkan
atau menggantungkan dirinya agar kelihatan sebagai orang sukses, hebat, bahagia, dan
berharga. Ketika dirinya merasa tidak berharga atau dilanda krisis harga diri, jalan yang
mudah adalah membeli gantungan yang bisa menaikkan citra dirinya. Gantungan itu bisa saja
mobil mewah, rumah megah, dan ornamen lain.
PROF DR KOMARUDDIN HIDAYAT
Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, @komar_hidayat
Sesama
Koran SINDO
Senin, 28 April 2014
KINI terbukti, di hari-hari pemilihan umum mulai sebelum 9 April 2014 untuk calon
legislator hingga nanti Pilpres 9 Juli 2014, adagium politik itu ‖memecah‖ bila tanpa fatsun
atau etika (baca: pemahaman, kesadaran batin, dan budi mengenai yang pantas dan tidak
pantas dalam relasi sosial manusia-manusia berharkat). Mengapa?
Lihatlah begitu politik digerakkan atau berjalan kencang yang disumberkan pada hasrat
berkuasa dan ambisi, dua medan perang pun dicipta antara kubu kami dan kubu mereka.
Sejarah peradaban (baca: sebagai proses perkembangan menata hidup bersama untuk saling
menghormati martabat antar manusia dalam merajut masyarakat menjadi ‖negara‖)
memaklumkan adanya ‖perang abadi‖ yang tak habis-habisnya antara hasrat kuasa, yang
mewujud dalam kepentingan naluriah, kepentingan ingin menguasai dalam ekspresi ambisi,
dan ‖nilai‖, yaitu apa yang dipandang, dihargai, dan berusaha dihayati sebagai kebenaran,
kebaikan, keindahan, dan yang suci dalam kehidupan ini.
Justru pengalaman sejarah mencatat korban-korban berdarah dan dihancurkannya
kemanusiaan untuk ambisi kekuasaan dan atas namanya itulah umat manusia belajar untuk
mengontrol hasratnya yang tega membawa kebiadaban daripada keadaban dengan dua cara.
Cara pertama, mendidikkan proses kesadaran tiap manusia untuk semakin rasional jernih
menimbang perihal yang baik dan buruk dan itu bernama rasionalitas etos atau teleologis:
demi tujuan pemuliaan kehidupan dan tujuan yang suci serta yang bermakna dari hidup itu
sendiri.
Adapun lawan rasionalitas ini adalah rasionalitas ‖instrumentalis‖ (seperti diurai Jurgen
Habermas dalam komunikasi yang emansipatoris di mana rasionalitas teleologis bertujuan
pada semakin emasipatorisnya proses keadaban menjadi peradaban), sedangkan pada yang
‖instrumentalis‖, akal budi rasional digunakan untuk menimbang mana yang sarana demi
mencapai tujuan.
Disebut instrumentalis karena pada penggunaan ekstremnya akal budi ini akan ‖tega‖
menggunakan segala macam cara (termasuk yang dehumanistis) untuk mencapai tujuan
(telos-nya yang ambisi dan hasrat subjek pelaku).
Herankah kita bila politik sebagai seni memperjuangkan kepentingan dan kemungkinan-
kemungkinan dalam kompetisi hasrat-hasrat kekuasaan yang ingin diwujudkan, kalau tidak
dinakhodai atau diberi acuan arah etika, akan menjadi ladang pertempuran kuasa versus
kuasa, mana yang kuat dialah yang menang.
Situasi ini dirumuskan dalam paparan (deskripsi) situasi naluriah saling mengerkah dan
berkelahinya orang-orang seperti serigala berebut mangsa atau wilayah kekuasaan (homo
homini lupus dari Thomas Hobbes dalam Leviathan).
Oleh karena itu kita menempatkan politik sebagai cara dan medium untuk menata hidup
bersama agar lebih baik, lebih sejahtera. Rasionalitas tujuan politik adalah mewujudkan yang
baik dalam hidup bersama sebagai etos sosial yang suci dalam hidup, yaitu hormat pada
martabat makhluk-makhluk manusia dan alam ciptaan Tuhan dan yang indah serta benar
dalam mengikhtiarkan dunia yang lebih ekologis, dunia yang lebih dicipta, dirawat (memayu
hayuning bawana) agar layak didiami bersama.
Di titik konfrontasi itulah Driyarkara menaruh kondisi masyarakat bernegara sebagai homo
homini socius: manusia adalah sahabat atau rekan seperjalanan hidup bagi sesamanya. Di sini
etika akan mengontrol apakah kita tega memperlakukan sesama hanya sebagai alat atau
sarana untuk mencapai tujuanku?
Pemahaman (baca: sebagai understanding) di atas digugat secara kritis dalam pertanyaan:
apakah merupakan produk atau hasil hubungan sosial-ekonomis masyarakatnya atau si pelaku
sebagai pusat kesadaran (baca: a conscious subject) mampu menentukan isi pemahaman
sendiri?
Kaum strukturalis dan sejarah materialis berpendapat bahwa sejarah ditentukan oleh faktor-
faktor material seperti hubungan upah, hubungan pemilik modal dan pekerja, di mana
pemahaman dan kesadaran subjek tidak merdeka. Kesadarannya mengalami pemalsuan
pemahaman karena ia tidak bisa mandiri memahami.
Pasalnya isi pemahaman sudah dipenuhi tayangan-tayangan pemodal dunia televisi, dunia
pengatur makna. Sementara kaum idealis dan pendukung kemerdekaan otonomi subjek
mampu mengolah pemahaman sendiri karena budi cerahnya yang bisa menimbang untuk
memilih rasionalitas tujuan emansipasi dan memilah yang instrumentalis demi peradaban.
Praktik politik kekuasaan yang memecah-retakkan antarkita sebenarnya oleh para pendiri
bangsa sudah diberi wujud dasar awal peradabannya, yaitu konstitusi dengan arah homo
homini socius dalam konsensus nilai-nilai dasar yang merekatkan ciri pluralitas kebinekaan
Nusantara ini menjadi ika dalam bernegara. Apa itu?
Konsensus dasar bahwa dasarnya dasar, kita sadar bahwa kemerdekaan bangsa adalah
anugerah syukur kepada Sang Pencipta yang dalam rajutan religiositasnya kita disatukan oleh
penghayatan ketuhanan yang berkebudayaan dan berbudi pekerti (Soekarno, periode eksil
1934– 1938 di Ende), lalu diolah dalam mengalami beda ragam suku, agama, penyusun
anggota-anggota berbangsa bernegara ini bila bernegara disepakatilah kemanusiaan yang adil
dan beradab.
Keadaban itulah proses politik dengan etik kebudayaan menjadi jalan kebudayaan, artinya
menapaki sistem edukasi dan pendidikan kesadaran agar semakin dicapainya martabat
manusia Indonesia. Inilah humanisasi yang dalam jalan budaya menjadi kulturalisasi menuju
persatuan.
Konkretnya, sebagai sistem bernegara yang paling memayungi dan menjadi rumah bersama
untuk Indonesia yang majemuk adalah sistem demokrasi dengan lima konsensus dasar
kulturalisasi humanis dan sebuah sistem penyelesaian konflik beda kepentingan dan adu
ambisi hasrat politik yang kerap tega mengorbankan sesama dalam sistem kepastian hukum
atau rule of law.
Karena itu, ketika politisasi mudah meretakkan dan memecah kita kalau tanpa etika dan
ekonomisasi ekstremnya hanya memenangkan kalkulasi untung dan rugi atau rasionalitas
instrumentalis yang menguntungkan dipakai, sedangkan yang merugikan dibuang apalagi
kalau hasilnya adalah direduksikannya sesama manusia.
Ekstremnya lagi ekonomi makro yang lupa bahwa Nusantara berbasis ekonomi mikro dan
ukuran hidup bukan hanya uang dan uang tetapi kepedulian kerja sama, kemauan berbagi
yang kesemuanya ini dalam nilai tukar uang telah membuat harga manusia cuma diuangkan,
dimaterialisasi.
Apa jadinya bila nilai intrinsik manusia sebagai subjek berharkat hanya disamakan dengan
uang dan uang? Herankah kita pada praktik politik uang di pemilu ini?
Maka menyadari fenomena-fenomena di atas dalam pilihan jalan politisasi, jalan ekonomisasi
kini, mari kembali ke jalan awal para pendiri bangsa, yaitu jalan budaya, yaitu peradaban
yang bersumber pada olahan yang baik, yang benar, yang suci, dan yang indah dalam hidup
ini. Demi semakin sejahteranya tiap kita. Menjelang pilpres, pokok ini menjadi tantangan
jalan peradaban kita!
MUDJI SUTRISNO, SJ
Guru Besar STF Driyarkara, Dosen Pascasarjana UI, Budayawan
Tiga tantangan pendidikan nasional
Koran SINDO
Senin, 28 April 2014
PENDIDIKAN nasional pasca pemilu presiden dihadapkan pada tiga tantangan sekaligus.
Pertama, tantangan dalam menghadapi bonus demografi.
Jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2035 diproyeksikan mencapai 305,6 juta jiwa.
Meningkatnya jumlah penduduk Indonesia tentu saja akan disertai dengan meningkatnya
penduduk berusia produktif (usia 15 tahun sampai 65 tahun).
Inilah yang akan kita hadapi dalam periode bonus demografi, yaitu rasio ketergantungan
terhadap penduduk tak produktif. Alhasil, penduduk Indonesia yang produktif diperkirakan
akan lebih banyak daripada penduduk yang tak produktif. Fenomena ini harus didukung
kebijakan ekonomi, pendidikan, sosial, dan kesehatan dalam merespons bonus demografis
tersebut.
Kebijakan pendidikan adalah kunci utama dalam pembangunan nasional yang memiliki efek
jangka panjang berkelanjutan. Kedua, tantangan merespons perubahan di tingkat regional atas
rencana pemberlakuan Masyarakat ASEAN 2015.
Sebagai kebijakan politik internasional, Komunitas ASEAN 2015 menjadi isu penting dalam
menghadapi persaingan di tingkat regional. Kita akan menghadapi kompetisi era regional
yang menunjukkan performa kompetisi, kualifikasi, dan keterampilan. Inilah pembuktian
bahwa Indonesia bisa bersaing dengan negara-negara serumpun dari Asia Tenggara.
Masyarakat ASEAN 2015 juga memberikan gambaran bagaimana persaingan pendidikan
berlangsung secara dinamis. Mulai dari pendidikan usia dini, pendidikan dasar, pendidikan
menengah hingga pendidikan tinggi.
Menjadi keniscayaan ketika kualitas pendidikan Indonesia akan dihadapkan dengan
kompetisi regional yang sangat ketat. Tantangan ketiga adalah kualitas guru yang menjadi
kunci sekaligus elan vital pendidikan nasional. Pendidikan di mana pun berada kuncinya
terletak pada kualitas guru.
Kurikulum canggih tanpa didukung guru-guru yang canggih sama dengan mimpi di siang
bolong. Masa depan pendidikan Indonesia berada pada kualitas guru yang mumpuni. Guru
adalah penerang masa depan pendidikan. Presiden dan kabinetnya yang dihasilkan dari pesta
demokrasi 2014 akan menghadapi tiga tantangan besar tersebut.
Dua periode kepemimpinan Presiden SBY memang sudah melakukan berbagai kebijakan
dalam pendidikan seperti penyediaan beasiswa Bidik Misi, beasiswa dalam negeri, beasiswa
luar negeri, sertifikasi guru, sertifikasi dosen, ujian kompetensi guru (UKG), Kurikulum 2013
maupun kebijakankebijakan lain. Memang mesti juga diakui bahwa urusan pendidikan tak
selamanya maksimal di tangan pemerintah.
Pemerintah memang memiliki tangan dan kaki yang terbatas dalam memperkuat kualitas
maupun kuantitas pendidikan nasional. Misalnya, kita masih melihat persebaran kualitas yang
masih sangat timpang antara daerah-daerah di Jawa dengan luar Jawa. Ketimpangan kualitas
berupa sarana prasarana maupun output pendidikan yang masih terlokalisir di Pulau Jawa.
Kualitas guru
Berdasarkan data statistik, pada saat ini jumlah guru di Indonesia sekitar 2.600.000 orang.
Sebanyak 78% di antara mereka belum lulus sertifikasi. Sertifikasi Guru dilaksanakan
Kemendikbud untuk mengakselerasi kompetensi guru.
Data tersebut juga menunjukkan 1,5 juta guru belum berkualifikasi sarjana/diploma 4.
Adanya program sertifikasi guru ini dengan berbagai kekurangan mesti dihargai sebagai
iktikad baik pemerintah dalam mendongkrak kualitas guru yang tujuan akhirnya dapat
meningkatkan kualitas pendidikan nasional.
Apalagi program sertifikasi ini mengeluarkan dana yang sangat besar. Dari APBN Rp1.842
triliun, anggaran pendidikan mencapai Rp371 triliun. Sekitar Rp 110 triliunnya untuk
program sertifikasi guru. Ekspektasi rakyat Indonesia tentu saja beralasan karena dana
tersebut adalah uang rakyat.
Sejatinya, hasil sertifikasi guru tersebut juga dapat dikembalikan untuk rakyat dengan
meningkatnya kualitas pendidikan di Indonesia. Ironisnya, kita memang masih tersandera
dengan berbagai problem yang berada dalam dunia pendidikan kita.
Di satu sisi, anggaran maupun program peningkatan kualitas guru terus dilakukan, tetapi kita
juga belum melihat perubahan signifikan. Sebagian mengatakan bahwa perubahan tersebut
tidak seperti membalikkan telapak tangan.
Tapi kita juga membutuhkan berbagai terobosan yang seharusnya dilakukan para guru setelah
mereka mendapatkan sertifikat mengajar. Terobosan itu antara lain dengan lahirnya berbagai
terobosan berupa metode, teknologi, media pembelajaran yang kreatif dan inovatif di
kalangan guru.
Memang kita juga tak bisa menampik bahwa banyak guru di beberapa daerah kreatif dan
inovatif dalam pembelajarannya. Tapi, secara umum kita belum melihat perubahan secara
masif di seluruh Tanah Air.
Kualitas guru mengacu pada dua kemampuan, yaitu kemampuan akademik dan kemampuan
non akademik. Kita harus mendorong agar guru-guru memiliki kemampuan akademik yang
lebih tinggi. Kemampuan tersebut dalam hal metodologi pembelajaran, penggunaan
teknologi/media pembelajaran, serta pengayaan berbagai sumber pembelajaran yang menarik
dan inspiratif.
Termasuk juga di dalamnya penggunaan teknologi informasi yang mendukung pembelajaran.
Tak kalah penting adalah tantangan nonakademik. Guru pasca sertifikasi tidak hanya dituntut
cakap dan mahir dalam pembelajaran di kelas, tetapi juga harus cakap dan mahir dalam
pergaulan dengan lingkungan profesinya.
Arah politik pendidikan
Presiden dan kabinet baru memiliki tugas sangat berat dalam mengantarkan Indonesia
menghadapi tiga tantangan tersebut. Sejatinya memang berbagai warisan dan masalah
pendidikan akan diterima oleh otoritas pendidikan terbaru.
Beberapa warisan dan masalah tersebut sudah dijelaskan di bagian sebelumnya. Kabinet baru
rasanya akan lebih berat menghadapi berbagai tantangan tersebut karena perubahan di tingkat
global dan regional berlangsung sangat cepat.
Secara politik juga, fase pasca Pemilu 2014 adalah fondasi penting bagi peta jalan politik
Indonesia 10 tahun ke depan. Artinya, siapa pun presiden terpilih nanti memiliki peluang dan
kesempatan untuk meneruskan kekuasaan periode keduanya pasca Pemilu 2019.
Tidak berlebihan jika kita menantikan cetak biru politik pendidikan nasional dari para capres
yang akan berlaga dalam pilpres nanti. Publik perlu membaca, memahami dan
memperdebatkannya dalam ruang-ruang publik cetak biru politik pendidikan tersebut untuk
membawa pendidikan Indonesia bersaing di dunia internasional.
Memang harus diakui bahwa perdebatan cetak biru pendidikan ini kalah ingarbingar dari
perdebatan koalisi dan bagi-bagi kekuasaan. Membincangkan visi pendidikan nasional adalah
bagian dari keterlibatan publik dalam pembangunan pendidikan. Di tengah tahun politik,
pengambil kebijakan di bidang pendidikan harus fokus pada visi besar bangsa Indonesia
dalam membangun kualitas manusia Indonesia yang dicitacitakan secara kolektif.
Kita akan menghadapi transisi kepemimpinan yang akan membawa sejauh mana pendidikan
Indonesia dikelola untuk kepentingan mencerdaskan kehidupan bangsa.
RAKHMAT HIDAYAT
Dosen Jurusan Sosiologi Universitas Negeri Jakarta (UNJ)
Elite politik, pemilu, dan ketahanan lansia
Koran SINDO
Selasa, 29 April 2014
ERA pesta politik tahun ini diwarnai dengan semua elite politik berlomba-lomba mencari
peminat untuk menjadi pendukungnya.
Dari calon anggota legislatif sampai calon presiden. Berbagai iming-iming program
ditawarkan mulai pendidikan sampai kesehatan untuk kesejahteraan rakyat. Semua demi
memenangkan pemilu. Namun, tak satu pun yang bicara mengenai penduduk lansia (lanjut
usia), untuk mendulang suara dari penduduk lansia. Padahal, kelompok usia ini dapat
menjanjikan dukungan politik yang menggiurkan.
Di tahun 2015 ini penduduk lansia telah berjumlah 21,7 juta, yang merupakan 11,7% dari
seluruh penduduk usia 15 tahun ke atas. Suatu persentase yang besar, dan menggiurkan untuk
ditangkap.
Apalagi, bersama para lansia tadi adalah generasi muda yang mempunyai perhatian pada para
lansia. Generasi muda ini pasti akan berminat dengan program lansia. Lebih lanjut, jumlah
dan persentase penduduk lansia akan terus meningkat menjadi 27,1 juta tahun 2020 dan 41
juta tahun 2030. Ini adalah pangsa ‖suara‖ yang besar sekali.
Namun, ketidakpedulian elite politik memang dapat dimaklumi. Pemahaman yang ada masih
sebatas pemahaman negatif, menganggap bahwa penduduk lansia merupakan beban bagi
penduduk usia lainnya.
Bahwa tidak ada lagi yang dapat dilakukan para lansia, selain menunggu saat-saat dipanggil
Tuhan. Kenyataannya tidak demikian. Masih banyak di antaranya yang masih aktif bekerja,
berkarya, bahkan masih menghidupi keperluan hidup keluarga anak-anaknya. Banyak elite
politik, bahkan yang masuk bursa capres dan cawapres, juga lansia.
Program apa yang dapat dijual para elite politik? Mumpung belum banyak yang bicara
mengenai program lansia, elite politik dapat menyiapkan program yang mengubah pandangan
negatif terhadap lansia tadi. Menawarkan program yang membuat penduduk lansia menjadi
aset bangsa.
Sebenarnya persoalannya tidak berhenti pada kelompok usia tua, melainkan sangat kompleks
dan mencakup semua kelompok umur. Justru hal penting yang perlu dilakukan adalah
bagaimana supaya seseorang dipersiapkan sejak dalam kandungan untuk menjadi lansia yang
sehat, aktif, dan produktif di masa depan.
Menjadi lansia yang demikian memerlukan ketahanan yang tinggi terhadap berbagai
ancaman, tantangan, gangguan, dan risiko kehidupan, dan tumbuh menjadi lansia yang
tangguh. Tentunya hal ini memerlukan upaya yang komprehensif dari berbagai aspek
kehidupan, sehingga menjadikan penduduknya tahan.
Para elite politik dapat menawarkan program ketahanan lansia, membentuk penduduk lansia
yang tetap sehat, aktif, dan produktif. Penduduk lansia yang dapat menjadi keuntungan
komparatif suatu perekonomian, karena jumlahnya yang besar.
Selanjutnya, ketahanan lansia yang tinggi akan sangat menunjang ketahanan nasional suatu
bangsa. Sebagai contoh, jika penduduk lansia mempunyai ketahanan yang tinggi maka
dampaknya sangat baik bagi perekonomian, karena pengeluaran untuk biaya pengobatan
menjadi berkurang. Seandainya ketahanan penduduk lansia rendah, mereka sakit-sakitan, dan
terserang berbagai penyakit degeneratif, sudah dapat dibayangkan besarnya biaya yang harus
dikeluarkan.
Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) pun tidak akan dapat membiayai ledakan
jumlah orang yang sakit-sakitan ini. Para elite politik dapat menawarkan program
mengalihkan pandangan negatif mengenai penduduk lansia.
Ciptakan program yang meningkatkan kerja sama, saling membantu, antara penduduk lansia
dan yang lebih muda. Ciptakan program sehingga makin aktifnya penduduk lansia di pasar
kerja akan menguntungkan generasi muda, terkurangi beban dan dapat bekerja lebih baik.
Pemikiran mengenai ketahanan lansia ini seharusnya sudah dikembangkan dari sekarang,
mulai dari mereka yang masihmuda. Kaum muda diberikan motivasi dan wawasan bahwa
mereka menjadi generasi muda yang produktif, bukan saja untuk kehidupan saat muda,
melainkan pada saat lansia.
Jika demikian, mereka tidak perlu takut tersaingi dalam hal meraih kesempatan kerja yang
ada, tapi bisa bahu membahu antar generasi dalam mewujudkan pembangunan bangsa.
Untuk yang sudah lansia, elite politik perlu mempersiapkan penduduk lansia supaya masih
mampu bekerja, menyumbangkan pikiran dan tenaga untuk pembangunan. Berbagai program
untuk mempersiapkan kualitas sumber daya manusia perlu dilakukan secara komprehensif,
dan berwawasan kelanjutusiaan.
Bayi yang berat badan lahir rendah (BBLR), jika tidak ditangani dengan baik, akan tumbuh
menjadi balita yang kurang gizi atau gizi buruk, dan kondisi ini akan berpengaruh pada saat
masuk usia sekolah, remaja, bahkan sampai usia produktif.
Seharusnya usia produktif ini dilalui setiap orang dengan menghasilkan produktivitas yang
optimal, sehingga dapat menabung untuk persiapan hari tua. Namun, kondisi kesehatan yang
buruk justru dapat menjadikan mereka beban dalam perekonomian.
Ketika mereka menjadi lansia, kondisi mereka akan makin parah, dan menjadi beban yang
lebih besar untuk perekonomian. Itu sebabnya, hal yang tidak menguntungkan ini harus
diubah, melalui program seawal mungkin, bahkan sejak dalam kandungan.
Para elite politik sudah selayaknya mempunyai wawasan bahwa masa tua merupakan hasil
dari investasi masa muda. Investasi perlu dilakukan tidak hanya dari kesehatan dan gizi,
tetapi juga persiapan tabungan masa tua. Agar tabungan berguna untuk masa depan,
pemerintah perlu menekan agar inflasi menjadi lebih rendah daripada 3 persen, dan bunga
tabungan lebih tinggi dari angka inflasi. Inflasi yang tinggi dan bunga tabungan yang rendah,
justru menyebabkan tabungan menjadi sia-sia.
Dengan kata lain, para elite perlu segara memberi perhatian pada ketahanan penduduk lansia.
Dengan penangan yang tepat, para elite dapat menciptakan ketahanan lansia, yang
selanjutnya meningkatkan ketahanan nasional Indonesia.
Kalau gagal memberi perhatian pada penduduk lansia, peledakan jumlah dan persentasenya
akan berubah menjadi bencana bagi ketahanan nasional. Ancaman tersebut menjadi lebih
terasa, karena jumlah dan persentase penduduk lansia Indonesia akan terus meningkat dengan
lebih cepat.
Para elite politik juga perlu sadar bahwa sesungguhnya sekarang ini isu mengenai ketahanan
lansia ini sudah mulai dibicarakan. Kalau mereka tidak ikut, mereka akan tertinggal. Isu ini
berawal dari kajian penulis mengenai ketahanan penduduk lansia dari perspektif penuaan
sehat, aktif, dan produktif. Akhirnya, siapa capres dan cawapres yang berani paling awal
mendulang suara dengan menawarkan program ketahanan lansia? Bravo lansia.
LILIS HERI MIS CICIH
Kandidat Doktor pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia
Kapten Rivai, Tragedi Sewol, dan Sekolah Pelayaran Kita
Beberapa pekan belakangan hati kita terharu oleh berbagai tragedi transportasi. Di Malaysia,
pejabat saling lepas tangan dan menyembunyikan informasi atas tragedi menghilangnya
pesawat MH370.
Tapi di Korea Selatan, ada nuansa lain di balik tragedi tenggelamnya kapal feri Sewol. Kapal
yang hendak berlayar dari Pelabuhan Incheon ke Pulau Jeju itu mengangkut 476 penumpang.
Sebagian besar siswa sekolah yang hendak berwisata dan didampingi sejumlah guru. Belum
sampai tujuan, terdengar dentuman keras sampai akhirnya tenggelam. Belum jelas apa
penyebab dentuman. Sampai Senin (21/4), korban tewas 64 orang, 238 hilang, dan yang
selamat 174 orang.
Masyarakat Korea Selatan menilai kasus ini sebagai insiden transportasi laut terburuk yang
pernah terjadi di negaranya. Mengapa korban bisa begitu banyak? Dugaan sementara karena
nakhoda terlambat memberikan perintah evakuasi. Kapten kapal, Lee Joon-seok, 69, baru
memerintahkan evakuasi 30 menit setelah Pusat Pemantau Lalu Lintas Kapal Korea Selatan
menginstruksikan agar penumpang dan awak kapal dievakuasi.
Menurut korban yang selamat, para penumpang diminta tetap di tempat dan baru sekitar 30
menit kemudian kru kapal memulai proses evakuasi. Bukan membantu penumpang, Lee
tertangkap kamera lari meninggalkan kapal terlebih dahulu. Ia dan beberapa krunya selamat,
tapi kini ditahan dan diperiksa dengan tuduhan kelalaian yang mengakibatkan korban jiwa.
Beruntung di kapal feri tersebut masih ada Park Jee-young. Park, perempuan 22 tahun,
membantu para penumpang dengan membagi-bagikan pelampung sampai dia sendiri tidak
kebagian. Ketika Park ditanya mengapa tidak mengenakan jaket pelampung, dia menjawab
bahwa awak kapal harus mengutamakan untuk membantu para penumpang terlebih dahulu
dan menjadi orang terakhir yang menyelamatkan diri.
Park akhirnya tewas. Aksi heroik Park mendatangkan banyak pujian. Sebaliknya aksi Lee
menuai kecaman. Bahkan kecaman itu datang dari Presiden Korea Selatan Park Geun-hye
yang menilai perilaku Kapten Lee tidak bisa diterima dan setara dengan upaya pembunuhan.
Insiden memalukan Kapten Lee mengingatkan kita akan aksi serupa yang dilakukan
Francesco Schettino, kapten kapal Costa Concordia yang tenggelam pada 13 Januari 2012
silam karena menabrak karang di Pantai Isola, dekat Pulau Giglio, Italia. Kapal pesiar itu
mengangkut sekitar 4.200 penumpang dan awak kapal. Akibat kecelakaan itu, 5 penumpang
tewas. Kapten Schettino diketahui meninggalkan kapal sebelum semua penumpang
dievakuasi.
Ajaran Konfusius
Kini, kasus tenggelamnya kapal feri Sewol bergulir ke ranah politik. PM Korea Selatan
Chung Hong-won mengundurkan diri dari jabatannya dan disetujui Presiden Park. Namun,
pengunduran diri PM Chung baru berlaku efektif saat krisis berhasil dikendalikan. Bagi saya,
mundurnya PM Chung gambaran dari masih dijunjung tingginya etika Konfusius di kalangan
masyarakat Korea Selatan.
Etika Konfusius terdiri atas nilai-nilai kerja keras, kesetiaan pada organisasi, dedikasi,
menjunjung tinggi harmoni sosial, cinta pendidikan dan kebijaksanaan, serta peduli pada
kesopanan sosial. Selain itu mereka juga menjunjung tinggi nilai-nilai kehormatan dan harga
diri yang terus dipraktikkan para pemimpinnya. Beda benar dengan di sini yang juga punya
nilai serupa, tetapi tak lagi dipraktikkan para pemimpin yang selalu sembunyi tangan, cari
aman, dan saling menyalahkan.
Unsur-unsur etika ini memiliki semua aspek positif bagi pembangunan ekonomi dan sosial.
Konfusius mengakui, untuk membangun sebuah bangsa, pengorbanan tertentu harus dibuat
oleh individu. Pengorbanan pribadi dalam rangka memajukan kepentingan bangsa ada pada
semua masyarakat Asia Timur dan Tenggara seperti di Korea Selatan, Jepang atau China.
Menurut etika ini, seseorang pemimpin harus bersifat arif dan bijaksana terhadap orang yang
dipimpinnya.
Seorang bawahan harus menghormati atasan dan sebaliknya. Seorang pemimpin juga
diharapkan menampilkan Ren yang berarti kebajikan atau humanisme dan memiliki
pemikiran Yi atau diharapkan menegakkan standar tertinggi perilaku moral. Kepentingan
individu harus dikorbankan demi kebaikan organisasi dan bangsa.
Dalam kasus tenggelamnya kapal feri Sewol, apa yang dilakukan kapten Lee dan awak kapal
lainnya—terkecuali Park–– jelas sangat bertentangan dengan etika tersebut dan
mencerminkan sejumlah kegagalan sekaligus. Mereka gagal menjaga standar keamanan
transportasi lautnya. Mereka gagal membangun sistem yang mampu melakukan respons cepat
dalam melaksanakan penyelamatan.
Mereka pun gagal mempertahankan kinerja sumber daya manusianya—sesuatu yang jadi
faktor kunci keberhasilan Korea Selatan selama ini. Kapten kapal lambat memberikan
perintah evakuasi. Kegagalan ini bukan hanya cermin kegagalan di industri transportasi laut,
tapi juga cermin kegagalan pemerintahannya. Inilah yang memicu pengunduran diri PM
Chung.
Kapten Rivai
UN dan Nilai Kejujuran
UN dan Nilai Kejujuran
UN dan Nilai Kejujuran
UN dan Nilai Kejujuran
UN dan Nilai Kejujuran
UN dan Nilai Kejujuran
UN dan Nilai Kejujuran
UN dan Nilai Kejujuran
UN dan Nilai Kejujuran
UN dan Nilai Kejujuran
UN dan Nilai Kejujuran
UN dan Nilai Kejujuran
UN dan Nilai Kejujuran
UN dan Nilai Kejujuran
UN dan Nilai Kejujuran
UN dan Nilai Kejujuran
UN dan Nilai Kejujuran
UN dan Nilai Kejujuran
UN dan Nilai Kejujuran
UN dan Nilai Kejujuran
UN dan Nilai Kejujuran
UN dan Nilai Kejujuran
UN dan Nilai Kejujuran
UN dan Nilai Kejujuran
UN dan Nilai Kejujuran
UN dan Nilai Kejujuran
UN dan Nilai Kejujuran
UN dan Nilai Kejujuran
UN dan Nilai Kejujuran
UN dan Nilai Kejujuran
UN dan Nilai Kejujuran
UN dan Nilai Kejujuran
UN dan Nilai Kejujuran

More Related Content

What's hot

Isu globalisasi pendidikan
Isu globalisasi pendidikanIsu globalisasi pendidikan
Isu globalisasi pendidikanMuhammad Syahir
 
Konsep Pendidikan Holistik
Konsep Pendidikan HolistikKonsep Pendidikan Holistik
Konsep Pendidikan HolistikLSP3I
 
Belajar demokrasi sejak dini
Belajar demokrasi sejak diniBelajar demokrasi sejak dini
Belajar demokrasi sejak diniViki Iswanto
 
Revisi pendidikan-dan-masyarakat-penting
Revisi pendidikan-dan-masyarakat-pentingRevisi pendidikan-dan-masyarakat-penting
Revisi pendidikan-dan-masyarakat-pentingNailal Annisa
 
Mslh sosial klngn remaja dan cara mengatasinya
Mslh sosial klngn remaja dan cara mengatasinyaMslh sosial klngn remaja dan cara mengatasinya
Mslh sosial klngn remaja dan cara mengatasinyaAL Imtiyaz
 
Peranan, Tanggungjawab Dan Strategi Institusi Sosialisasi Di Malaysia Dalam ...
Peranan, Tanggungjawab Dan Strategi Institusi Sosialisasi Di Malaysia  Dalam ...Peranan, Tanggungjawab Dan Strategi Institusi Sosialisasi Di Malaysia  Dalam ...
Peranan, Tanggungjawab Dan Strategi Institusi Sosialisasi Di Malaysia Dalam ...csdp123
 
Revitalisasi pendidikan demokrasi_dan_demokratisasi_pendidikan
Revitalisasi pendidikan demokrasi_dan_demokratisasi_pendidikanRevitalisasi pendidikan demokrasi_dan_demokratisasi_pendidikan
Revitalisasi pendidikan demokrasi_dan_demokratisasi_pendidikanToto Dwiarso
 
Education for all
Education for allEducation for all
Education for alliwan Alit
 
Pendidikan untuk semua
Pendidikan untuk semuaPendidikan untuk semua
Pendidikan untuk semuaCeLin ZaQuisha
 
PERANAN IBU BAPA, RAKAN SEBAYA DAN SEKOLAH SEBAGAI AGEN MORAL
PERANAN IBU BAPA, RAKAN SEBAYA DAN SEKOLAH SEBAGAI AGEN MORAL PERANAN IBU BAPA, RAKAN SEBAYA DAN SEKOLAH SEBAGAI AGEN MORAL
PERANAN IBU BAPA, RAKAN SEBAYA DAN SEKOLAH SEBAGAI AGEN MORAL Santa Barbara
 
Penyelesaiaan Masalah Gejala Sosial
Penyelesaiaan Masalah Gejala SosialPenyelesaiaan Masalah Gejala Sosial
Penyelesaiaan Masalah Gejala SosialProfil Modal Uniti
 
Artikel korupsi
Artikel korupsiArtikel korupsi
Artikel korupsiUNIMUS
 
Pendidikan Global dan Globalisasi
Pendidikan Global dan GlobalisasiPendidikan Global dan Globalisasi
Pendidikan Global dan GlobalisasiMuhamad Yogi
 

What's hot (20)

ISU MORAL
ISU MORALISU MORAL
ISU MORAL
 
Isu globalisasi pendidikan
Isu globalisasi pendidikanIsu globalisasi pendidikan
Isu globalisasi pendidikan
 
Globalisasi
GlobalisasiGlobalisasi
Globalisasi
 
Konsep Pendidikan Holistik
Konsep Pendidikan HolistikKonsep Pendidikan Holistik
Konsep Pendidikan Holistik
 
Belajar demokrasi sejak dini
Belajar demokrasi sejak diniBelajar demokrasi sejak dini
Belajar demokrasi sejak dini
 
Tugasan moral (sabrina)
Tugasan moral (sabrina)Tugasan moral (sabrina)
Tugasan moral (sabrina)
 
Revisi pendidikan-dan-masyarakat-penting
Revisi pendidikan-dan-masyarakat-pentingRevisi pendidikan-dan-masyarakat-penting
Revisi pendidikan-dan-masyarakat-penting
 
Mslh sosial klngn remaja dan cara mengatasinya
Mslh sosial klngn remaja dan cara mengatasinyaMslh sosial klngn remaja dan cara mengatasinya
Mslh sosial klngn remaja dan cara mengatasinya
 
4 b peranan-pendidikan
4 b peranan-pendidikan4 b peranan-pendidikan
4 b peranan-pendidikan
 
Peranan, Tanggungjawab Dan Strategi Institusi Sosialisasi Di Malaysia Dalam ...
Peranan, Tanggungjawab Dan Strategi Institusi Sosialisasi Di Malaysia  Dalam ...Peranan, Tanggungjawab Dan Strategi Institusi Sosialisasi Di Malaysia  Dalam ...
Peranan, Tanggungjawab Dan Strategi Institusi Sosialisasi Di Malaysia Dalam ...
 
Revitalisasi pendidikan demokrasi_dan_demokratisasi_pendidikan
Revitalisasi pendidikan demokrasi_dan_demokratisasi_pendidikanRevitalisasi pendidikan demokrasi_dan_demokratisasi_pendidikan
Revitalisasi pendidikan demokrasi_dan_demokratisasi_pendidikan
 
Tugasan Afif
Tugasan AfifTugasan Afif
Tugasan Afif
 
Asg2
Asg2Asg2
Asg2
 
Education for all
Education for allEducation for all
Education for all
 
Pendidikan untuk semua
Pendidikan untuk semuaPendidikan untuk semua
Pendidikan untuk semua
 
PERANAN IBU BAPA, RAKAN SEBAYA DAN SEKOLAH SEBAGAI AGEN MORAL
PERANAN IBU BAPA, RAKAN SEBAYA DAN SEKOLAH SEBAGAI AGEN MORAL PERANAN IBU BAPA, RAKAN SEBAYA DAN SEKOLAH SEBAGAI AGEN MORAL
PERANAN IBU BAPA, RAKAN SEBAYA DAN SEKOLAH SEBAGAI AGEN MORAL
 
Penyelesaiaan Masalah Gejala Sosial
Penyelesaiaan Masalah Gejala SosialPenyelesaiaan Masalah Gejala Sosial
Penyelesaiaan Masalah Gejala Sosial
 
Artikel korupsi
Artikel korupsiArtikel korupsi
Artikel korupsi
 
Pendidikan Global dan Globalisasi
Pendidikan Global dan GlobalisasiPendidikan Global dan Globalisasi
Pendidikan Global dan Globalisasi
 
Karangan esai
Karangan esaiKarangan esai
Karangan esai
 

Viewers also liked

Istilah dan pengertian kssr tahun 3
Istilah dan pengertian kssr tahun 3Istilah dan pengertian kssr tahun 3
Istilah dan pengertian kssr tahun 3Zuraiedah Ad
 
(Sindonews.com) Opini hukum & politik Koran SINDO 7 Juli 2014-23 Agustus 2014
(Sindonews.com) Opini hukum & politik Koran SINDO 7 Juli 2014-23 Agustus 2014(Sindonews.com) Opini hukum & politik Koran SINDO 7 Juli 2014-23 Agustus 2014
(Sindonews.com) Opini hukum & politik Koran SINDO 7 Juli 2014-23 Agustus 2014ekho109
 
(Sindonews.com) Opini ekonomi 12 Mei 2014-2 Juni 2014
(Sindonews.com) Opini ekonomi 12 Mei 2014-2 Juni 2014(Sindonews.com) Opini ekonomi 12 Mei 2014-2 Juni 2014
(Sindonews.com) Opini ekonomi 12 Mei 2014-2 Juni 2014ekho109
 
Militer dan konspirasi pilpres (oleh: Derek Manangka @inilah.com)
Militer dan konspirasi pilpres (oleh: Derek Manangka @inilah.com)Militer dan konspirasi pilpres (oleh: Derek Manangka @inilah.com)
Militer dan konspirasi pilpres (oleh: Derek Manangka @inilah.com)ekho109
 
Partai Politik Peserta Pemilu 2014 (sumber: KPU)
Partai Politik Peserta Pemilu 2014 (sumber: KPU)Partai Politik Peserta Pemilu 2014 (sumber: KPU)
Partai Politik Peserta Pemilu 2014 (sumber: KPU)ekho109
 
(SINDONEWS.COM) Opini hukum politik 23 agustus 2014-29 September 2014
(SINDONEWS.COM) Opini hukum politik 23 agustus 2014-29 September 2014(SINDONEWS.COM) Opini hukum politik 23 agustus 2014-29 September 2014
(SINDONEWS.COM) Opini hukum politik 23 agustus 2014-29 September 2014ekho109
 
(Sindonews.com) Opini sosial budaya Koran SINDO 24 agustus 2014-26 September ...
(Sindonews.com) Opini sosial budaya Koran SINDO 24 agustus 2014-26 September ...(Sindonews.com) Opini sosial budaya Koran SINDO 24 agustus 2014-26 September ...
(Sindonews.com) Opini sosial budaya Koran SINDO 24 agustus 2014-26 September ...ekho109
 
Opini sindo 24 feb-1 mar 2014
Opini sindo 24 feb-1 mar 2014Opini sindo 24 feb-1 mar 2014
Opini sindo 24 feb-1 mar 2014ekho109
 
(Sindonews.com) Opini hukum-politik KORAN SINDO 30 september 2014-8 november ...
(Sindonews.com) Opini hukum-politik KORAN SINDO 30 september 2014-8 november ...(Sindonews.com) Opini hukum-politik KORAN SINDO 30 september 2014-8 november ...
(Sindonews.com) Opini hukum-politik KORAN SINDO 30 september 2014-8 november ...ekho109
 
(Sindonews.com) Opini ekonomi Koran Sindo 3 Juni 2014-30 Juni 2014
(Sindonews.com) Opini ekonomi Koran Sindo 3 Juni 2014-30 Juni 2014(Sindonews.com) Opini ekonomi Koran Sindo 3 Juni 2014-30 Juni 2014
(Sindonews.com) Opini ekonomi Koran Sindo 3 Juni 2014-30 Juni 2014ekho109
 
(Sindonews.com) Opini hukum-politik 27 oktober 2015-21 desember 2015
(Sindonews.com) Opini hukum-politik 27 oktober 2015-21 desember 2015(Sindonews.com) Opini hukum-politik 27 oktober 2015-21 desember 2015
(Sindonews.com) Opini hukum-politik 27 oktober 2015-21 desember 2015ekho109
 
[Sindonews.com] Opini ekonomi Koran SINDO 14 agustus 2014-15 September 2014
[Sindonews.com] Opini ekonomi Koran SINDO 14 agustus 2014-15 September 2014[Sindonews.com] Opini ekonomi Koran SINDO 14 agustus 2014-15 September 2014
[Sindonews.com] Opini ekonomi Koran SINDO 14 agustus 2014-15 September 2014ekho109
 
(Sindonews.com) Opini sosial budaya Koran SINDO 8 November 2014-21 Desember 2014
(Sindonews.com) Opini sosial budaya Koran SINDO 8 November 2014-21 Desember 2014(Sindonews.com) Opini sosial budaya Koran SINDO 8 November 2014-21 Desember 2014
(Sindonews.com) Opini sosial budaya Koran SINDO 8 November 2014-21 Desember 2014ekho109
 
(Sindonews.com) opini hukum-politik 21 desember 2015-10 februari 2015
(Sindonews.com) opini hukum-politik 21 desember 2015-10 februari 2015(Sindonews.com) opini hukum-politik 21 desember 2015-10 februari 2015
(Sindonews.com) opini hukum-politik 21 desember 2015-10 februari 2015ekho109
 
(Sindonews.com) Opini sosial-budaya 15 januari 2016-15 februari 2016
(Sindonews.com) Opini sosial-budaya 15 januari 2016-15 februari 2016(Sindonews.com) Opini sosial-budaya 15 januari 2016-15 februari 2016
(Sindonews.com) Opini sosial-budaya 15 januari 2016-15 februari 2016ekho109
 
(Sindonews.com) Opini sosial-budaya 10 desember 2015-15 januari 2016
(Sindonews.com) Opini sosial-budaya 10 desember 2015-15 januari 2016(Sindonews.com) Opini sosial-budaya 10 desember 2015-15 januari 2016
(Sindonews.com) Opini sosial-budaya 10 desember 2015-15 januari 2016ekho109
 
(Sindonews.com) Opini hukum-politik 10 februari 2016-26 maret 2016
(Sindonews.com) Opini hukum-politik 10 februari 2016-26 maret 2016(Sindonews.com) Opini hukum-politik 10 februari 2016-26 maret 2016
(Sindonews.com) Opini hukum-politik 10 februari 2016-26 maret 2016ekho109
 
(Sindonews.com) Opini sosial budaya 15 februari 2016 25 maret 2016
(Sindonews.com) Opini sosial budaya 15 februari 2016 25 maret 2016(Sindonews.com) Opini sosial budaya 15 februari 2016 25 maret 2016
(Sindonews.com) Opini sosial budaya 15 februari 2016 25 maret 2016ekho109
 

Viewers also liked (19)

Funsibudaya
FunsibudayaFunsibudaya
Funsibudaya
 
Istilah dan pengertian kssr tahun 3
Istilah dan pengertian kssr tahun 3Istilah dan pengertian kssr tahun 3
Istilah dan pengertian kssr tahun 3
 
(Sindonews.com) Opini hukum & politik Koran SINDO 7 Juli 2014-23 Agustus 2014
(Sindonews.com) Opini hukum & politik Koran SINDO 7 Juli 2014-23 Agustus 2014(Sindonews.com) Opini hukum & politik Koran SINDO 7 Juli 2014-23 Agustus 2014
(Sindonews.com) Opini hukum & politik Koran SINDO 7 Juli 2014-23 Agustus 2014
 
(Sindonews.com) Opini ekonomi 12 Mei 2014-2 Juni 2014
(Sindonews.com) Opini ekonomi 12 Mei 2014-2 Juni 2014(Sindonews.com) Opini ekonomi 12 Mei 2014-2 Juni 2014
(Sindonews.com) Opini ekonomi 12 Mei 2014-2 Juni 2014
 
Militer dan konspirasi pilpres (oleh: Derek Manangka @inilah.com)
Militer dan konspirasi pilpres (oleh: Derek Manangka @inilah.com)Militer dan konspirasi pilpres (oleh: Derek Manangka @inilah.com)
Militer dan konspirasi pilpres (oleh: Derek Manangka @inilah.com)
 
Partai Politik Peserta Pemilu 2014 (sumber: KPU)
Partai Politik Peserta Pemilu 2014 (sumber: KPU)Partai Politik Peserta Pemilu 2014 (sumber: KPU)
Partai Politik Peserta Pemilu 2014 (sumber: KPU)
 
(SINDONEWS.COM) Opini hukum politik 23 agustus 2014-29 September 2014
(SINDONEWS.COM) Opini hukum politik 23 agustus 2014-29 September 2014(SINDONEWS.COM) Opini hukum politik 23 agustus 2014-29 September 2014
(SINDONEWS.COM) Opini hukum politik 23 agustus 2014-29 September 2014
 
(Sindonews.com) Opini sosial budaya Koran SINDO 24 agustus 2014-26 September ...
(Sindonews.com) Opini sosial budaya Koran SINDO 24 agustus 2014-26 September ...(Sindonews.com) Opini sosial budaya Koran SINDO 24 agustus 2014-26 September ...
(Sindonews.com) Opini sosial budaya Koran SINDO 24 agustus 2014-26 September ...
 
Opini sindo 24 feb-1 mar 2014
Opini sindo 24 feb-1 mar 2014Opini sindo 24 feb-1 mar 2014
Opini sindo 24 feb-1 mar 2014
 
(Sindonews.com) Opini hukum-politik KORAN SINDO 30 september 2014-8 november ...
(Sindonews.com) Opini hukum-politik KORAN SINDO 30 september 2014-8 november ...(Sindonews.com) Opini hukum-politik KORAN SINDO 30 september 2014-8 november ...
(Sindonews.com) Opini hukum-politik KORAN SINDO 30 september 2014-8 november ...
 
(Sindonews.com) Opini ekonomi Koran Sindo 3 Juni 2014-30 Juni 2014
(Sindonews.com) Opini ekonomi Koran Sindo 3 Juni 2014-30 Juni 2014(Sindonews.com) Opini ekonomi Koran Sindo 3 Juni 2014-30 Juni 2014
(Sindonews.com) Opini ekonomi Koran Sindo 3 Juni 2014-30 Juni 2014
 
(Sindonews.com) Opini hukum-politik 27 oktober 2015-21 desember 2015
(Sindonews.com) Opini hukum-politik 27 oktober 2015-21 desember 2015(Sindonews.com) Opini hukum-politik 27 oktober 2015-21 desember 2015
(Sindonews.com) Opini hukum-politik 27 oktober 2015-21 desember 2015
 
[Sindonews.com] Opini ekonomi Koran SINDO 14 agustus 2014-15 September 2014
[Sindonews.com] Opini ekonomi Koran SINDO 14 agustus 2014-15 September 2014[Sindonews.com] Opini ekonomi Koran SINDO 14 agustus 2014-15 September 2014
[Sindonews.com] Opini ekonomi Koran SINDO 14 agustus 2014-15 September 2014
 
(Sindonews.com) Opini sosial budaya Koran SINDO 8 November 2014-21 Desember 2014
(Sindonews.com) Opini sosial budaya Koran SINDO 8 November 2014-21 Desember 2014(Sindonews.com) Opini sosial budaya Koran SINDO 8 November 2014-21 Desember 2014
(Sindonews.com) Opini sosial budaya Koran SINDO 8 November 2014-21 Desember 2014
 
(Sindonews.com) opini hukum-politik 21 desember 2015-10 februari 2015
(Sindonews.com) opini hukum-politik 21 desember 2015-10 februari 2015(Sindonews.com) opini hukum-politik 21 desember 2015-10 februari 2015
(Sindonews.com) opini hukum-politik 21 desember 2015-10 februari 2015
 
(Sindonews.com) Opini sosial-budaya 15 januari 2016-15 februari 2016
(Sindonews.com) Opini sosial-budaya 15 januari 2016-15 februari 2016(Sindonews.com) Opini sosial-budaya 15 januari 2016-15 februari 2016
(Sindonews.com) Opini sosial-budaya 15 januari 2016-15 februari 2016
 
(Sindonews.com) Opini sosial-budaya 10 desember 2015-15 januari 2016
(Sindonews.com) Opini sosial-budaya 10 desember 2015-15 januari 2016(Sindonews.com) Opini sosial-budaya 10 desember 2015-15 januari 2016
(Sindonews.com) Opini sosial-budaya 10 desember 2015-15 januari 2016
 
(Sindonews.com) Opini hukum-politik 10 februari 2016-26 maret 2016
(Sindonews.com) Opini hukum-politik 10 februari 2016-26 maret 2016(Sindonews.com) Opini hukum-politik 10 februari 2016-26 maret 2016
(Sindonews.com) Opini hukum-politik 10 februari 2016-26 maret 2016
 
(Sindonews.com) Opini sosial budaya 15 februari 2016 25 maret 2016
(Sindonews.com) Opini sosial budaya 15 februari 2016 25 maret 2016(Sindonews.com) Opini sosial budaya 15 februari 2016 25 maret 2016
(Sindonews.com) Opini sosial budaya 15 februari 2016 25 maret 2016
 

Similar to UN dan Nilai Kejujuran

Modul Projek Bangunlah Jiwa dan Raganya, Stop Bullying.pdf
Modul Projek Bangunlah Jiwa dan Raganya, Stop Bullying.pdfModul Projek Bangunlah Jiwa dan Raganya, Stop Bullying.pdf
Modul Projek Bangunlah Jiwa dan Raganya, Stop Bullying.pdfImanSetiawan26
 
Makalah tawuran pelajar
Makalah   tawuran pelajarMakalah   tawuran pelajar
Makalah tawuran pelajarzulvamunayati
 
Tugas Besar Pancasila Mini Project Citizen
Tugas Besar Pancasila Mini Project CitizenTugas Besar Pancasila Mini Project Citizen
Tugas Besar Pancasila Mini Project CitizenMuhammadHafizh375853
 
Guru berkarakter
Guru berkarakterGuru berkarakter
Guru berkaraktertotok aris
 
PAPER KWN, UAS, VERONIKA YUNI S. 152863.pdf
PAPER KWN, UAS, VERONIKA YUNI S. 152863.pdfPAPER KWN, UAS, VERONIKA YUNI S. 152863.pdf
PAPER KWN, UAS, VERONIKA YUNI S. 152863.pdfLiraAgustriani
 
Budaya Mencontek di Kalangan Pelajar
Budaya Mencontek di Kalangan PelajarBudaya Mencontek di Kalangan Pelajar
Budaya Mencontek di Kalangan PelajarWayan Permadi
 
Makalah penanganan tawuran di kalangan Siswa
Makalah penanganan tawuran di kalangan Siswa Makalah penanganan tawuran di kalangan Siswa
Makalah penanganan tawuran di kalangan Siswa SMPN 1 Cikidang
 
Pendidikan modal utama membangun karakter bangsa
Pendidikan modal utama membangun karakter bangsaPendidikan modal utama membangun karakter bangsa
Pendidikan modal utama membangun karakter bangsaHilman Latief
 
Bab 4 Pemuda dan Sosialisasi
Bab 4 Pemuda dan SosialisasiBab 4 Pemuda dan Sosialisasi
Bab 4 Pemuda dan SosialisasiMondo Icon
 
Quo vadis pendidikan indonesia
Quo vadis pendidikan indonesiaQuo vadis pendidikan indonesia
Quo vadis pendidikan indonesiaDenny Kodrat
 
Quo vadis pendidikan indonesia
Quo vadis pendidikan indonesiaQuo vadis pendidikan indonesia
Quo vadis pendidikan indonesiaDenny Kodrat
 
Landasan Sosial Budaya Pendidikan
Landasan Sosial Budaya PendidikanLandasan Sosial Budaya Pendidikan
Landasan Sosial Budaya Pendidikanalvinnoor
 
Renstra mi sukajaya 2010 2015
Renstra mi sukajaya  2010   2015Renstra mi sukajaya  2010   2015
Renstra mi sukajaya 2010 2015Ajat Sudrajat
 
KESIMPULAN (GEJALA SOSIAL)
KESIMPULAN (GEJALA SOSIAL)KESIMPULAN (GEJALA SOSIAL)
KESIMPULAN (GEJALA SOSIAL)Teacher Nasrah
 

Similar to UN dan Nilai Kejujuran (20)

Modul Projek Bangunlah Jiwa dan Raganya, Stop Bullying.pdf
Modul Projek Bangunlah Jiwa dan Raganya, Stop Bullying.pdfModul Projek Bangunlah Jiwa dan Raganya, Stop Bullying.pdf
Modul Projek Bangunlah Jiwa dan Raganya, Stop Bullying.pdf
 
Makalah tawuran pelajar
Makalah   tawuran pelajarMakalah   tawuran pelajar
Makalah tawuran pelajar
 
Kedudukan sosiologi dalam bimbingan dan konseling
Kedudukan sosiologi dalam bimbingan dan konselingKedudukan sosiologi dalam bimbingan dan konseling
Kedudukan sosiologi dalam bimbingan dan konseling
 
Tugas Besar Pancasila Mini Project Citizen
Tugas Besar Pancasila Mini Project CitizenTugas Besar Pancasila Mini Project Citizen
Tugas Besar Pancasila Mini Project Citizen
 
Guru berkarakter
Guru berkarakterGuru berkarakter
Guru berkarakter
 
PAPER KWN, UAS, VERONIKA YUNI S. 152863.pdf
PAPER KWN, UAS, VERONIKA YUNI S. 152863.pdfPAPER KWN, UAS, VERONIKA YUNI S. 152863.pdf
PAPER KWN, UAS, VERONIKA YUNI S. 152863.pdf
 
Budaya Mencontek di Kalangan Pelajar
Budaya Mencontek di Kalangan PelajarBudaya Mencontek di Kalangan Pelajar
Budaya Mencontek di Kalangan Pelajar
 
Pengabdian Masyarakat.docx
Pengabdian Masyarakat.docxPengabdian Masyarakat.docx
Pengabdian Masyarakat.docx
 
Makalah penanganan tawuran di kalangan Siswa
Makalah penanganan tawuran di kalangan Siswa Makalah penanganan tawuran di kalangan Siswa
Makalah penanganan tawuran di kalangan Siswa
 
Hbef 1103 topik 1
Hbef 1103 topik 1Hbef 1103 topik 1
Hbef 1103 topik 1
 
Pendidikan modal utama membangun karakter bangsa
Pendidikan modal utama membangun karakter bangsaPendidikan modal utama membangun karakter bangsa
Pendidikan modal utama membangun karakter bangsa
 
Bab 4 Pemuda dan Sosialisasi
Bab 4 Pemuda dan SosialisasiBab 4 Pemuda dan Sosialisasi
Bab 4 Pemuda dan Sosialisasi
 
Hhhh
HhhhHhhh
Hhhh
 
Lala
LalaLala
Lala
 
Quo vadis pendidikan indonesia
Quo vadis pendidikan indonesiaQuo vadis pendidikan indonesia
Quo vadis pendidikan indonesia
 
Quo vadis pendidikan indonesia
Quo vadis pendidikan indonesiaQuo vadis pendidikan indonesia
Quo vadis pendidikan indonesia
 
Robby ldks
Robby ldksRobby ldks
Robby ldks
 
Landasan Sosial Budaya Pendidikan
Landasan Sosial Budaya PendidikanLandasan Sosial Budaya Pendidikan
Landasan Sosial Budaya Pendidikan
 
Renstra mi sukajaya 2010 2015
Renstra mi sukajaya  2010   2015Renstra mi sukajaya  2010   2015
Renstra mi sukajaya 2010 2015
 
KESIMPULAN (GEJALA SOSIAL)
KESIMPULAN (GEJALA SOSIAL)KESIMPULAN (GEJALA SOSIAL)
KESIMPULAN (GEJALA SOSIAL)
 

Recently uploaded

aksi nyata penyebaran pemahaman merdeka belajar
aksi nyata penyebaran pemahaman merdeka belajaraksi nyata penyebaran pemahaman merdeka belajar
aksi nyata penyebaran pemahaman merdeka belajarHafidRanggasi
 
MATEMATIKA EKONOMI MATERI ANUITAS DAN NILAI ANUITAS
MATEMATIKA EKONOMI MATERI ANUITAS DAN NILAI ANUITASMATEMATIKA EKONOMI MATERI ANUITAS DAN NILAI ANUITAS
MATEMATIKA EKONOMI MATERI ANUITAS DAN NILAI ANUITASbilqisizzati
 
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfREFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfirwanabidin08
 
Modul Projek - Batik Ecoprint - Fase B.pdf
Modul Projek  - Batik Ecoprint - Fase B.pdfModul Projek  - Batik Ecoprint - Fase B.pdf
Modul Projek - Batik Ecoprint - Fase B.pdfanitanurhidayah51
 
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptxPERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptxRizkyPratiwi19
 
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptx
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptxPendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptx
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptxdeskaputriani1
 
presentasi lembaga negara yang ada di indonesia
presentasi lembaga negara yang ada di indonesiapresentasi lembaga negara yang ada di indonesia
presentasi lembaga negara yang ada di indonesiaNILAMSARI269850
 
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAMODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAAndiCoc
 
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptxPPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptxdpp11tya
 
Integrasi nasional dalam bingkai bhinneka tunggal ika
Integrasi nasional dalam bingkai bhinneka tunggal ikaIntegrasi nasional dalam bingkai bhinneka tunggal ika
Integrasi nasional dalam bingkai bhinneka tunggal ikaAtiAnggiSupriyati
 
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UT
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UTKeterampilan menyimak kelas bawah tugas UT
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UTIndraAdm
 
AKSI NYATA BERBAGI PRAKTIK BAIK MELALUI PMM
AKSI NYATA BERBAGI PRAKTIK BAIK MELALUI PMMAKSI NYATA BERBAGI PRAKTIK BAIK MELALUI PMM
AKSI NYATA BERBAGI PRAKTIK BAIK MELALUI PMMIGustiBagusGending
 
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7IwanSumantri7
 
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptxPerumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptxadimulianta1
 
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatan
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi SelatanSosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatan
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatanssuser963292
 
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptxKontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptxssuser50800a
 
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsxvIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsxsyahrulutama16
 
MAKALAH KELOMPOK 7 ADMINISTRASI LAYANAN KHUSUS.pdf
MAKALAH KELOMPOK 7 ADMINISTRASI LAYANAN KHUSUS.pdfMAKALAH KELOMPOK 7 ADMINISTRASI LAYANAN KHUSUS.pdf
MAKALAH KELOMPOK 7 ADMINISTRASI LAYANAN KHUSUS.pdfChananMfd
 
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptxPEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptxsukmakarim1998
 
PELAKSANAAN + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY & WAREHOUSING...
PELAKSANAAN  + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY &  WAREHOUSING...PELAKSANAAN  + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY &  WAREHOUSING...
PELAKSANAAN + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY & WAREHOUSING...Kanaidi ken
 

Recently uploaded (20)

aksi nyata penyebaran pemahaman merdeka belajar
aksi nyata penyebaran pemahaman merdeka belajaraksi nyata penyebaran pemahaman merdeka belajar
aksi nyata penyebaran pemahaman merdeka belajar
 
MATEMATIKA EKONOMI MATERI ANUITAS DAN NILAI ANUITAS
MATEMATIKA EKONOMI MATERI ANUITAS DAN NILAI ANUITASMATEMATIKA EKONOMI MATERI ANUITAS DAN NILAI ANUITAS
MATEMATIKA EKONOMI MATERI ANUITAS DAN NILAI ANUITAS
 
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfREFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
 
Modul Projek - Batik Ecoprint - Fase B.pdf
Modul Projek  - Batik Ecoprint - Fase B.pdfModul Projek  - Batik Ecoprint - Fase B.pdf
Modul Projek - Batik Ecoprint - Fase B.pdf
 
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptxPERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
 
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptx
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptxPendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptx
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptx
 
presentasi lembaga negara yang ada di indonesia
presentasi lembaga negara yang ada di indonesiapresentasi lembaga negara yang ada di indonesia
presentasi lembaga negara yang ada di indonesia
 
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAMODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
 
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptxPPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
PPT PERUBAHAN LINGKUNGAN MATA PELAJARAN BIOLOGI KELAS X.pptx
 
Integrasi nasional dalam bingkai bhinneka tunggal ika
Integrasi nasional dalam bingkai bhinneka tunggal ikaIntegrasi nasional dalam bingkai bhinneka tunggal ika
Integrasi nasional dalam bingkai bhinneka tunggal ika
 
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UT
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UTKeterampilan menyimak kelas bawah tugas UT
Keterampilan menyimak kelas bawah tugas UT
 
AKSI NYATA BERBAGI PRAKTIK BAIK MELALUI PMM
AKSI NYATA BERBAGI PRAKTIK BAIK MELALUI PMMAKSI NYATA BERBAGI PRAKTIK BAIK MELALUI PMM
AKSI NYATA BERBAGI PRAKTIK BAIK MELALUI PMM
 
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
 
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptxPerumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
 
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatan
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi SelatanSosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatan
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatan
 
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptxKontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
 
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsxvIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
 
MAKALAH KELOMPOK 7 ADMINISTRASI LAYANAN KHUSUS.pdf
MAKALAH KELOMPOK 7 ADMINISTRASI LAYANAN KHUSUS.pdfMAKALAH KELOMPOK 7 ADMINISTRASI LAYANAN KHUSUS.pdf
MAKALAH KELOMPOK 7 ADMINISTRASI LAYANAN KHUSUS.pdf
 
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptxPEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
PEMANASAN GLOBAL - MATERI KELAS X MA.pptx
 
PELAKSANAAN + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY & WAREHOUSING...
PELAKSANAAN  + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY &  WAREHOUSING...PELAKSANAAN  + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY &  WAREHOUSING...
PELAKSANAAN + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY & WAREHOUSING...
 

UN dan Nilai Kejujuran

  • 1. UN dan nilai kejujuran Koran SINDO Senin, 14 April 2014 KEMENTERIAN Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) akan melaksanakan ujian nasional (UN) 2014 untuk jenjang SMA/SMK mulai 14–16 April 2014. Pelaksanaan UN 2014 dilakukan dengan berbagai hasil evaluasi dan masukan dari penyelenggaraan UN 2013 yang semrawut dalam proses percetakan dan distribusi soalnya. Sebelas provinsi terpaksa menunda penyelenggaraan UN karena keterlambatan distribusi soal. Kita berharap penyelenggaraan UN tahun ini lebih baik dibandingkan tahun 2013. Salah satu masalah klasik yang dihadapi setiap pelaksanaan UN adalah kebocoran soal dan kunci jawaban yang dilakukan berbagai oknum dengan berbagai modus. Kebocoran soal bisa diduga dilakukan oleh dua kelompok, yaitu kelompok internal atau orang dalam serta kelompok eksternal yang biasanya dilakukan jalur bimbingan belajar atau alumni. Akar masalah dari fenomena ini adalah hilangnya nilai kejujuran dalam penyelenggaraan UN, khususnya dan pendidikan secara umum. Kita kembali mempertanyakan prinsip kejujuran yang ditanamkan dalam proses pendidikan sejak usia dini hingga usia remaja. Terdegradasinya semangat kejujuran dalam pelaksanaan UN membuat kita prihatin dan miris. Apakah sebegitu rusaknya moralitas pendidikan kita dengan menggadaikan nilai luhur kejujuran? Menegasikan kejujuran dalam pendidikan membuat kita berpikir bahwa masyarakat kita memang sudah terbiasa melakukan jalan yang menerabas nilai dan moral masyarakat. Inilah yang menjadi mentalitas bangsa kita. Mentalitas menerobos dan jalan pintas, tanpa perlu melakukan usaha dan kerja keras. Pendidikan seharusnya mendorong mereka untuk belajar tapi jangan diajak untuk melakukan sesuatu yang tidak jujur. Bisa jadi nilai akhirnya tidak maksimal dan bahkan siswa tersebut tak lulus. Namun, itu hasil dari sebuah proses yang jujur. Jika ada murid yang tidak lulus, memang harus tidak diluluskan. Tugas pendidikanlah yang membuat dia bisa lebih giat belajar untuk mencapai kelulusan di tahun berikutnya. Kejujuran dalam konteks ini menjadi pesan moral yang ingin disampaikan kepada pemangku kepentingan pendidikan di mana pun. Dalam konteks sosial dan wacana transparansi publik, kita perlu memperkuat komitmen dalam penyelenggaraan UN dengan jujur dan bersih.
  • 2. Praktik-praktik curang dalam pelaksanaan UN harus kita angkat ke publik sebagai bagian dari partisipasi publik dalam pelaksanaan pendidikan publik yang transparan. Hal ini menggambarkan kegelisahan dan kritik kita terhadap pelaksanaan UN yang masih bermasalah dengan prinsip-prinsip kejujuran. Kita harus sadar bahwa praktik-praktik kecurangan dalam UN adalah realitas yang tak terbantahkan, meskipun pihak Kemendikbud sering kali membantahnya. Kuantitas atau kualitas? Kita harus mengingatkan seluruh aktor penyelenggara UN dan umumnya praktik pendidikan lebih berorientasi pada proses dan kualitas, bukan mengagungkan hasil dan kuantitas. Penjelasan ini sebangun dengan pemikiran bahwa pendidikan jangan terjebak dalam jeratan pragmatisme kuantitatif yang miskin makna filosofisnya. Dalam studi pendidikan, paradigma kualitas pendidikan sudah lama dikembangkan khususnya oleh negara-negara maju seperti Amerika Serikat atau Eropa. Kita sadar bahwa selama ini pendidikan Indonesia sering kali berada dalam mainstream kuantitas dan abai dengan kualitas. Fakta yang paling mudah adalah penyelenggaraan UN. Bisa dipastikan jika sebagian besar kepala daerah menargetkan 100% kelulusan UN, maka target ini diberikan kepada kepala Disdik sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam penyelenggaraan UN di daerah. Sebagian besar praktik kecurangan dilakukan dengan membocorkan soal UN untuk dikerjakan oleh guru mata pelajaran dan kunci jawaban disebarkan secara berantai kepada murid-murid menjelang pelaksanaan UN melalui jaringan komunikasi (jarkom). Di lapangan, praktik ini sudah menjadi rahasia umum dan sering disebut dengan adanya ‖tim sukses UN‖. Kepala sekolah bertanggung jawab dan terbebani dengan target kelulusan 100% yang dicanangkan kepala Disdik dan kepala daerah. Secara otoritas, posisi kepala sekolah tentu tidak berdaya menghadapi tekanan dan dominasi kepala Disdik karena terkait dengan kepentingan jabatan dan alokasi anggaran pendidikan di sekolah. Sementara itu, kepala daerah juga harus menghadapi tekanan dari DPRD setempat dalam penyelenggaraan UN di daerahnya. Setali tiga uang, terkait dengan anggaran pendidikan untuk daerah. Dalam perspektif Pierre Bourdieu, relasi ini melahirkan ‖mekanisme kepatuhan‖ dari berbagai aktor sosial dalam praktik kecurangan tersebut. Dalam konteks inilah, peran pemimpin daerah (gubernur/ wali kota/bupati) harus menunjukkan dukungan yang kuat terhadap penyelenggaraan UN yang bersih dan jujur. Di berbagai daerah, kita sering menjumpai berbagai kasus kecurangan yang dilakukan secara sistemis oleh berbagai pihak. Berbagai kecurangan tersebut ada yang dilaporkan kepada
  • 3. pihak kepolisian, meskipun ada juga yang ditutup-tutupi oleh pihak sekolah. Pada pelaksanaan UN 2012 di Sumatera Utara, terjadi berbagai kasus kecurangan. Kelompok yang aktif mengadvokasi di Sumut adalah Komunitas Air Mata Guru (KAMG). Kejadian paling memprihatinkan terjadi pada UN 2007, ketika belasan guru dari 27 guru anggota KAMG menghadapi pemberhentian dan pengurangan jam mengajar. Ternyata melaporkan dan menolak terlibat kecurangan justru mengantarkan mereka sebagai pecundang. Guru memang selalu berada dalam posisi yang lemah dan tak berdaya di hadapan otoritas kekuasaan pendidikan. Kejujuran dibayar dengan tindakan pemecatan. Sesuatu yang sangat memprihatinkan dalam pendidikan Indonesia. Paradoks Jangan dulu berbicara perubahan kurikulum yang canggih demi mempersiapkan generasi masa depan yang unggul. Tidak usah kita kehabisan energi berteriak tentang pendidikan karakter dengan ragam proyek hingga triliunan rupiah. Semuanya terasa absurd tatkala kita abai dengan prinsip kejujuran dalam UN. UN sendiri memang masih menjadi masalah karena penolakan dari berbagai kalangan untuk menghapuskan pelaksanaan UN. Selagi UN selalu dilakukan dengan berbagai kecurangan, maka kita berada dalam suasana paradoks yang sangat memprihatinkan. Bukan malah menyelesaikan masalah, melainkan menambah masalah baru dengan praktik kecurangan tersebut. Kejujuran adalah prinsip moral yang menempati seluruh gerak pendidikan. Pendidikan akan kering tanpa dibangun nilai-nilai kejujuran. Bisa dibayangkan masa depan bangsa ini tanpa membangun kejujuran dalam pendidikan. Menanamkan kejujuran bukan sekadar persoalan UN. Lebih dari itu, ini menyangkut bagaimana bangsa ini membangun filosofi pendidikan sekaligus memproyeksikan pendidikan jangka panjang untuk kepentingan generasi penerus. Tak ada pilihan lain untuk memulai kejujuran itu pada anak-anak bangsa sekaligus upaya merawat masa depan pendidikan bangsa ini secara permanen. RAKHMAT HIDAYAT Dosen Jurusan Sosiologi Universitas Negeri Jakarta (UNJ) & Kandidat PhD Sosiologi Pendidikan Universite Lumiere Lyon 2 France
  • 4. Iklan, Konsumsi, dan Mal MUDJI SUTRISNO SJ Guru Besar STF Driyarkara, Dosen Pascasarjana UI, Budayawan Lifestyle atau gaya hidup merupakan salah satu cara bersikap yang dipakai oleh orang tertentu ketika ia mau tampil layak dan aktual di hadapan orang-orang lain. Seharusnya gaya hidup merupakan rentetan pengolahan sikap menghayati hidup dengan pertimbangan akal budi mengenai cocok tidak dengan ‖posture‖ (bentuk fisik); tingkat pendidikan keadaan sosial (strata) di masyarakat serta pula cita-cita ke depan mengenai makna atau arti hidup misalnya sebagai orang Indonesia yang kelas menengah sosial serta mau tampil modern dan rapi cerdas sebagai cita-cita. Yang seharusnya ini lalu ditampilkan sebagai gaya hidup dalam cara berpakaian; pilihan selera makan; pilihan bacaan koran, majalah atau buku; pilihan lagu-lagu lalu kesemuanya ditampilkan secara fisik dengan mode dan ‖gaya‖ tertentu atau ‖tren‖ tertentu. Di sini ada tiga sikap mengolah gaya hidup seseorang. Yang pertama, sikap seleksi dalam gaya hidup. Artinya, orang itu berpendirian terhadap arus mode yang ada dan hanya memilih yang baik, cocok dengan kepribadiannya. Seleksi pertimbangannya adalah pribadinya yang cerdas dan nuraninya dalam tampil terhormat dan berharkat. Yang kedua, sikap adaptasi yang berarti menyesuaikan terus- menerus dengan tawaran-tawaran ide dan citra modis dan pria tampan atau perempuan cantik yang sebagian disesuaikan kondisi diri orang itu, keluarganya dalam kondisi ekonomi, sosial, dan kultural. Adaptasi merupakan sikap tengah-tengah antara seleksi dan nanti yang ketiga adalah imitasi. Bandingkan pokok-pokok ini dengan perilaku sosial. Yang ketiga adalah sikap imitasi dalam gaya hidup. Inilah gaya hidup menirukan, membuat citra diri seseorang tiap kali diimitasikan dengan tokoh publik, bintang atau arus mode dan gaya paling mutakhir, lalu dilahap dan ditirulah setotal-totalnya. Pada sikap ketiga, yaitu imitasi inilah kebanyakan orang dengan meniru gaya hidup idolanya atau kelas glamor idola dengan kesamaan makanan, gaya pakaian, gaya rambut, bahkan segi- segi yang secara sengaja ditawarkan oleh pasar iklan sebagai pencipta citra atau ‖trend setter‖ diambil dan dipakai sebagai cara hidup dan bergaya dalam hidup. Ketika penentu gaya hidup yang dominan adalah pasar dengan iklan dan nilai konsumsi yang dipompa terus untuk terus membeli yang baru; terus tampil modern, berakibat konsumtifnya gaya hidup. Karena penampilan dibayar amat mahal dengan membeli terus mode pakaian terbaru, peralatan kecantikan terbaru, mobil dan aksesori-aksesori untuk tampil elegan,
  • 5. padahal jati diri penampilan yang sebenarnya tetaplah dari jiwa yang dewasa dan kecantikan dari dalam kepribadian seseorang. Mengapa imitasi gaya hidup kelas selebriti dan idola yang dijual pasar menjadi identitas populer bersama dengan cepat? Sebab, pencipta jualan gaya hidup dalam citra/idola-idola iklan sengaja merangsang nafsu terus membeli dan keinginan tampil baru yang naluriah dimiliki manusia? Dengan menghujani terus lewat pelipatgandaan bertubi-tubi pada nafsu ini, tidak sempat lagi akal menyeleksi dan terburailah (terangsanglah) nafsu konsumsi yang kemudian sebagai gaya hidup dikatakan: saya baru bermakna dan ada artinya keberadaan saya bila saya membelinya! ‖I buy therefore I exist‖: saya hanya berarti bila aku membelinya! Gaya hidup konsumtif hasil pasar iklan ini paling banyak menghujani generasi remaja dan anak ketika pendidikan kepribadian dewasa untuk sikap seleksi tidak ditanam dalam proses lama sejak dini. Sebab ketika teman-teman si anak di SD dalam gaya kelas menengah hampir semua memakai gaya tas Tweety atau sepatu Nike, maka salah satu anak yang belum memakainya akan merasa belum berarti di hadapan teman-temannya. Gejala seperti inilah yang menunjukkan bahwa sikap imitasi dalam gaya hidup sudah menuju lampu merah peringatan akan pentingnya penanaman sikap percaya diri, dalam melakukan seleksi dengan budi untuk tampil diri dari kecantikan ‖dalam‖ atau jiwa pribadi. Konsumsi Menurut George Ritzer (lihat G Ritzer, McDonaldization: 2006) konsep gaya hidup itu masuk dan merambah lewat ‗media presence‘ yaitu televisi, film, internet yang menerobos ruang imaji lebih cepat dan lebih telak dari ‖material Reality Presence‖ atau ―Physical Presences‖. Ada tiga mediumnya sebagai serbuan ruang publik. Pertama, kehadiran restoran-restoran cepat saji; kedua, kartu kredit atau ATM, dan ketiga ‖katedral‖ konsumsi sebagai simbol eksistensi gaya hidup dan tampil anggun apabila sudah memakai dan membeli gaya hidup dan mengonsumsi yang ditawarkan dalam ‖I Consume Therefore I Exist‖. Fenomena pertama, dalam tahun-tahun terakhir kehadiran restoran- restoran cepat saji. Amerika langsung mendorong negara-negara lain meniru cara-cara manajemen bisnis Amerika soal makanan cepat saji. Tidak hanya terjadi paradoks di mana pesona masak- memasak manusiawi untuk ‖kuliner ‖ dilenyapkan, diganti pesona baru kerja cepat terhidang, pelayan-pelayan berseragam yang terampil dan dimisteriuskannya proses ramuan saji cepat dalam eksotisme baru yang menyedot konsumsi generasi muda untuk menyandang gaya hidup gaul bila sudah nongkrong di sana. Yang kedua, ATM atau kartu kredit menjadi simbol internasionalisasi bukti pembayaran yang ‖gagah‖, penuh pesona bahkan ‖irasional‖ bila di dalamnya penuh utang yang terus-menerus
  • 6. boros habis, baru sadar bila ditagih oleh ‗debt collector‘. ATM adalah kartu ―utang‖ secara riil dalam transaksi namun terselubung dalam simbol eksotis gaya hidup dan gaya membeli sebagai yang beruang (tapi berhutang!) Yang ketiga, ‖katedral-katedral‖ konsumsi tempat merayakan konsumsi sebagai ritual gaya dan penghayatan mengonsumsi sebagai simbol ‖agama‖ baru, yaitu konsumerisme dalam kapitalisme. Mal, dengan pemusatan toko hiburan, pemenuhan hasrat makan, hasrat menonton dengan nikmat dan hasrat tampil bergaya dengan melenggang ceria, bahkan ‖show‖ apa yang sedang dipakai di ruang publik menjadikan mal sebuah panggung ‖cat walk‖ kelas tengah ke atas dan punya penikmatan gaya hidup minum kafe, makanan ‖junk food‖ simbol kemajuan dan pergaulan urban/kota. Belanja atau keliling mal dengan melihat etalase-etalase berjam-jam telah menyita waktu kreatif. Jalan-jalan di taman kebun, museum budaya atau seni yang kultural diganti ekonomi kapital di ‖shopping centers‖. Yang keempat, pusat-pusat perbelanjaan dalam mal dan maraknya model ‖discount‖ di mal-mal itu telah menggusur ruang publik belanja di pasar- pasar tradisional. Pasar tradisional kalah bersaing tidak hanya oleh kepastian standar barang yang dijual; kualifikasi kedaluwarsa tidaknya dengan stiker jelas bisa dipakai sampai tanggal berapa, tetapi pula rasa psikologis aman berbelanja jenis makanan dari pembeli karena jelas tidak usah tawar-menawar harga. Ruang publik taman kota, kebun binatang, atau museum terkurangi dikunjungi karena pusat belanja mal dilengkapi dengan pusat-pusat ‖teater bioskop, ‖entertainment places‖; bookstore serta menjadi wahana jalan-jalan dari sarana berbelanja menjadi tujuan. Mengisi waktu di hari Minggu atau hari senggang seluruhnya. Jadilah jalan-jalan sambil konsumsi dan menikmati hari libur menjadi satu proses. Gaya hidup konsumsi yang dipenuhi semuanya (oleh pusat-pusat). Oleh pusat-pusat, belanja ini dari ‖pemenuhan hasrat konsumsi‖; kebutuhan mata inderawi cuci mata; sampai intelektual bacaan serta hasrat makan dan minum yang semuanya dikemas menjadi kebutuhan rutin setiap ‖akhir pekan‖ tanpa terasa, tanpa sadar mereduksi ruang- ruang batin sadar mereduksi ruang-ruang batin dan publik manusia hanya melulu satu dimensi yaitu ‖konsumsi‖, (Herbert Marcuse, One Dimensional Man, 1981). Daya Sihir Mal Jon Goss dalam tulisannya berjudul: ‖The Magic of the Mall: an analysis of form, function and meaning in the contemporary retail built environment‖ (2005). Diberi pengantar editor sbb: ‖para pengiklan berusaha menyatukan komoditas dengan simbol-simbol budaya yang umum dipahami dengan harapan tidak cuma memenuhi kebutuhan konsumen mengenai komoditasnya tetapi agar konsumen mengidentifikasi diri dengannya.
  • 7. Maka ‖you are what you buy‖: identitasmu melekat tampil pada apa yang kau beli harus ditambah langsung dengan ‖Anda membelinya dimana‖? maka bangunan mal, letaknya, dirancang untuk mendorong pembeli mengejarnya dan merasa bergengsi di tempat mal ‖belanjaannya‖. Mal adalah mesin ajaib untuk belanja yang dimanipulasi hasratnya dengan arsitektur, set lokasi, lanskap simbolik, hingga sekaligus mengalami fantasi belanja di mal yang menggabungkan rasa belanja di ruang-ruang yang bersejarah tapi sudah dikemas eksotis memenuhi hasrat belanja, jalan-jalan, nonton dan tampil diri sebagai identitas dengan menaruh mal di lanskap budaya pop yang menyatukan kepuasan pemenuhan hasrat ruang privat dan ekspresi citra ruang publik sebagai ‖gaul‖, mampu beli gaya hidup ‗modern‘. Dari sisi politik ekonomi: tempat seperti mal merupakan ‗political fact‘, artinya, tempatnya di tangan kontrol kelas yang sedang berkuasa secara birokratis dan pemilik modal. Untuk membangun tempat eksotis buat pusat belanja pengembang memanipulasi nostalgia kaum modernis maju yang mendamba akan komunitas otentik yang khas sesuai stratifikasi sosial dan pemilikan. Mentransformasi kenangan lalu pasar-pasar tradisional sebagai ‖centrum‖ komunitas, kini diciptakan lanskap dengan nostalgia ekologis hijau dalam misalnya ‖Country Club Plaza‖ di kota Kansas. Maka ‖ShoppingTowns would be not only pleasant places to shop, but also centers of cultural enrichment, education and relaxation, a suburban alternative to the decaying downtown‖ (Gruen and Smith, 1960, ‖Shopping Towns USA‖: New York). Ingatlah langsung China Town di Cibubur; American Cities dan imaji-imaji Eropa yang dibangun di sana! Sebuah ruang imaji acuan kota-kota wisata Eropa yang diwujudkan di Cibubur serta Suburban Jakarta. Ruang publik yang diwujudkan oleh ideologi nostalgia kenangan kunjungan-kunjungan kota- kota anggun Eropa atau pusat-pusat dunia dipadukan dengan jalan setapak yang hilang karena di Jakarta selalu bermobil!
  • 8. Yang Lemah dan Kecil, Jangan Ditinggalkan Angka Orang Miskin Penyaliban adalah sebuah tragedi yang sebenarnya terus berulang. Pertama terjadi 2000 tahun silam pada Yesus, kemudian terulang lagi pada para murid-Nya di jaman ini. Contohnya Uskup El Salvador, Oscar Romero, yang ditembak mati pada tanggal 24 Maret 1979. Kematian itu adalah sebuah konsekuensi karena keberanian Sang Uskup yang mengecam para penguasa dan politisi busuk yang menindas kaum lemah. Sayang, tak semua pejabat agama adalah Romero, apalagi di negeri korup dan mengalami kebangkrutan di semua lini seperti negeri kita. Bahkan, cukup sering terjadi paradoks ketika pejabat agama justru turut menjadi pelaku ‖penyaliban‖ manusia lain, seperti kritik pujangga Kristen Libanon Kahlil Gibran. Apalagi di jaman edan ini, potret orang kalah yang tersalib dalam arena hidup makin sering kita jumpai. Pasalnya, ini jaman ‖lu lu gue gue‖. Ini zaman edan yang ditandai penuh pikiran hedonis dan materialistis ini, nilai tertinggi hidup adalah kepemilikan. Hak itu selalu diingat, sedangkan kewajiban dilupakan, memiliki sebanyak-banyaknya dan mengonsumsi senikmat-nikmatnya serta sepuas-puasnya demi ego. Simak saja berbagai laporan tentang kekayaan yang dimiliki oleh tokoh ini atau itu. Tiap tahun selalu ada peringkat 100 atau 500 orang terkaya di dunia, atau daftar 100 orang terkaya di Asia dan Indonesia. Tapi, peringkat orang miskin? Jangan tanya! Paling bila ada laporan tentang orang miskin, mereka selalu direduksi dalam angka. Misalnya, satu miliar orang di tahun ini masih mengalami kelaparan akut. Atau, 2,5 miliar dari total 7 miliar penduduk dunia masih belum memiliki akses ke jamban atau sanitasi. Sedangkan di negeri kita, setelah 68 tahun merdeka, NKRI masih punya 32 juta warga miskin. Jika memakai kriteria miskin Bank Dunia, yakni orang yang hidup kurang dari USD2 per hari, malah separo dari 250 juta penduduk kita adalah miskin. Di mana-mana masih banyak kasus gizi buruk atau anak putus sekolah, yang kebanyakan anak-anak petani atau para buruh. Bicara tentang kesejahteraan para buruh, tingkat kesejahteraan setiap buruh saat ini baru seperenam dari rata-rata pendapatan per kapita nasional yang mencapai USD3.000 per tahun. Yang lebih buruk lagi adalah para PRT, yang jam kerjanya 24 jam nonstop. Sudah dibayar murah, mereka masih kerap diperlakukan sangat buruk, seperti dialami para PRT di rumah istri pensiunan jenderal polisi di Bogor atau para buruh perempuan asal NTT yang disekap di Medan baru-baru ini. Bila mau gaji tinggi, jadi buruh migran adalah opsinya. Tentu dengan segala risiko, seperti disiksa atau dihukum mati seperti Satinah. Jika ada yang peduli, masih
  • 9. bisa selamat. Jika tidak, pulang ke kampung hanya tinggal nama atau jenazah. Puluhan jenazah buruh migran tiap bulan terus dipulangkan ke Tanah Air! Potret di atas adalah fakta ketika wong cilik yang lemah dan kecil yang seharusnya dibela, justru kini makin dihinakan dan disalibkan. Tak ada yang peduli pada mereka. Memang pada saat kampanye entah pileg atau pilpres ada yang peduli, tapi itu hanya pura-pura peduli. Apalagi di tengah upaya membangun koalisi antarparpol demi mengelus para jago untuk maju dalam Pilpres 9 Juli mendatang, jangan harap akan ada koalisi untuk mengangkat derajat kaum lemah! Bahkan, ketika yang lemah mencari kerja, di lembaga-lembaga keagamaan justru dijawab tidak ada lowongan. Ketika yang sakit dan miskin tengah sakit, mereka bisa dipastikan segera meninggal dunia. Rumah sakit, termasuk yang berlabel agama, pasti menolak mereka. Karena syarat untuk dirawat di rumah sakit harus punya uang. Nasib yang lemah dan kecil sungguh kian terpinggirkan. Tak ada yang memperhatikan, peduli atau mengasihi. Perhatian, kepedulian dan kasih hanya bagi yang lebih banyak memberi keuntungan finansial atau politis. Syukurlah bila politisi, pejabat pemerintah, atau tokoh agama tak ada yang peduli pada yang lemah dan kecil, Yesus masih mau peduli. Memang, misi Yesus di dunia ini adalah untuk mengentas mereka yang lemah, kecil dan berdosa agar bisa terangkat dan diselamatkan. Dari kandang Betlehem sampai puncak Kalvari, komitmen Yesus adalah 100% bagi pengentasan, penyelamatan atau penebusan kaum lemah. Jadi yang lemah, miskin, kecil dan berdosa justru harus mendapat perhatian. Kita yang mengklaim sebagai murid Yesus harus peduli dan berbela rasa terhadap mereka. Uskup Oscar Romero sudah memberi contoh bagaimana dia berani mengecam politisi, penguasa atau pengusaha yang bertindak tidak adil pada yang kecil dan lemah. Romero berani mengambil jarak dengan kekuasaan entah dengan pejabat pemerintah atau pemilik modal, demi pemihakan pada yang lemah. Kita tengah memperingati peristiwa penyaliban Yesus pada hari Jumat Agung. Umat Kristiani mengenang Yesus yang mati disalib akibat konspirasi orang-orang Farisi bersama para pendukung Herodes. Lepas dari berbagai penafsiran atas salib, penyaliban Yesus sesungguhnya merupakan konsekuensi dari pemihakan Yesus pada kaum lemah dan terpinggirkan. Salib adalah ekspresi kasih, solidaritas dan pengorbanan sehabis-habisnya dan setuntas-tuntasnya bagi kaum miskin, lemah, kecil dan terus didera penderitaan. Membasuh Kaki yang Cacat Selagi hidup, Yesus juga menandaskan bahwa kriteria utama apakah seseorang kelak bisa masuk surga sangat tergantung pada kasih dan pemihakannya pada kaum lemah. Apakah kita mau memberi minum pada yang haus, memberi makan pada yang lapar, memberi tumpangan pada orang asing atau memberi pakaian pada yang telanjang. Jika kita cuek dengan orang
  • 10. miskin, kelak kita juga akan dicueki. Kalau kita sekarang punya kasih pada mereka, kelak kita juga bisa mendapatkan kasih-Nya. Pada Kamis Putih, Paus Fransiskus rela membasuh kaki orang-orang cacat. Pada Kamis Putih tahun lalu, Paus asal Argentina itu malah membasuh kaki mereka yang tengah di penjara. Ini harus jadi inspirasi bagi kita agar di altar kehidupan kita jangan semena-mena mengabaikan kehadiran orang cacat, para tahanan, atau siapa pun yang kecil dan menderita. Kita jangan terburu bangga mengklaim bertemu Yesus dalam liturgi Paskah yang meriah, namun ternyata setelah keluar dari gereja, kita justru bersikap kasar pada pembantu, cuek pada pengemis atau penganggur, dan tidak menghargai martabat kaum miskin. Perasaan bertemu Yesus seperti itu jelas menipu. Karena, pertemuan dengan Yesus dan kesejatian hidup Kristen hanya bisa diukur dari seberapa besar kasih kita pada Yang Maha Besar, yang nyata termanifestasi dalam kasih kita pada yang lemah dan menderita. ●
  • 11.
  • 12. Paskah dan Pembebasan Paskah tahun ini Paus Fransiskus telah memilih tema ‖Dia menjadi miskin, sehingga dengan kemiskinan-Nya kalian menjadi kaya‖. Tema itu diambil dari sebuah ayat dari Surat Kedua Rasul Paulus kepada Umat di Korintus, di mana santo itu mempromosikan sikap bela rasa dalam memberi dan keinginan untuk ‖menguji kasih yang tulus dari kalian melalui perhatian kalian kepada orang lain‖. Teks itu berbunyi: ‖Sebab kalian mengetahui betul bahwa kita sangat dikasihi oleh Yesus Kristus Tuhan kita. Ia kaya, tetapi Ia membuat diri-Nya menjadi miskin untuk kepentinganmu, supaya dengan kemiskinan-Nya itu, kalian menjadi kaya‖ (2 Kor 8:9). Sebagai warga negara sekaligus umat beragama, kita mengalami Paskah di tengah situasi bangsa yang kurang menguntungkan dan di tengah ketidakpastian akan segala hal yang menyelimuti negeri ini. Di tengah kecamuk ketidakpastian tersebut, negeri ini telah kehilangan rasa untuk menganggap lainnya sebagai saudara. Persaudaraan telah memudar karena ulah dan perilaku elite politik yang sering bekerja demi kepentingan diri sendiri dan kepentingan uang semata-mata. Ketika uang menjadi semacam ‖dewa‖ bagi bangsa ini, kita semakin pesimistis tak mampu lagi mengangkat bangsa ini untuk memiliki kebesaran dan memperjuangkan peradaban. Peradaban politik telah digantikan oleh kekuatan uang yang luar biasa. Ia menentukan segala hal, bahkan mulai moralitas hingga harga diri. Ia begitu dominan dalam menyelesaikan setiap persoalan. Uang juga menjadi penentu gegap gempitanya percaturan politik di negeri ini. Lalu, orang pun bertanya, di manakah kedaulatan rakyat? Sebagian di antara kita dengan sedih menyatakan daulat rakyat telah digantikan daulat uang. Itulah awal mula kematian bangsa ini ketika logika akal sehat sudah tidak lagi menjadi ukuran. Karena itu, dalam Paskah ini, kita bertanya, masih adakah harapan untuk melakukan perubahan? Perubahan seperti apa yang dikehendaki elite-elite bangsa ini? Dalam Paskah ini kita bersedih karena sebagian (besar) elite bangsa kita telah gelap mata. Hal itu mengakibatkan mata hati kemanusiaan terlindas oleh naluri mencari kepuasan dan kekuasaan semata. Kita merasakan hari demi hari negeri ini tak memiliki tuan. Sebab, tuannya adalah uang. Anak negeri kini telah mengalami kelumpuhan mata hati karena pendidikan yang menempatkan uang sebagai satu-satunya pemecah masalah. Realitas penderitan yang kini dialami anak negeri ini sering kita pertanyakan, apakah memang sebagai bagian dari nasib dan takdir yang tak terelakkan? Penderitaan bangsa ini semata-mata bukan disebabkan kesalahan sendiri. Bangsa ini menderita lantaran para pemimpinnya tidak menggunakan mata hatinya dalam menjalankan amanat. Para pemimpin hanya mengejar hal yang populer yang semata-mata berorientasi
  • 13. untuk kepentingan dirinya. Dalam Paskah kali ini, kita diajak menyalakan lilin kehidupan yang mampu menerangi mata hati kembali ke dalam rasa kemanusiaan yang otentik. Kemanusiaan itulah yang harus dikembalikan ke dalam jati diri manusia Indonesia. Penemuan kembali jati diri kemanusiaan hanya bisa terjadi bila kembali pada Sang Kebenaran Abadi. Dan, itulah Paskah yang sejati. Topeng Kepalsuan Keadilan merupakan sebuah persoalan sepanjang zaman karena dimensi-dimensinya tidak mudah untuk dipahami secara nalar. Adil bukan sekadar sama rata dan sama kedudukan. Sikap adil sulit dipahami karena ia menyangkut dimensi batin manusia. Jika menyangkut batin manusia, maka yang paling memungkinkan kita memahami keadilan adalah mengukurnya sejauh mana manusia mencintai kehidupan bersama. Cinta akan kehidupan bersama memberi dimensi batin ke luar dari perasaan ke-aku-an. Egoisme bukan ukuran keadilan karena sikap ini sering hanya berkaitan dengan tetek bengek seputar harga diri dan keuntungan bendawi. Demi harga diri itulah manusia tak jarang mengejar sesuatu yang hampa. Dan kehampaan, tanpa kita sadari, telah menjadi ciri khas manusia modern. Manusia yang dibentuk dari perantiperanti serba-instan, dan kembali menghasilkan manusia sebagai instrumen belaka. Demi popularitas, penumpukan harta dan pencapaian kepuasan diri (yang oleh manusia dimasukkan sebagai komponen terpenting harga diri), mereka memainkan jurus-jurus manipulasi. Dan, apa yang dilakukan semuanya itu hanya mendustai diri karena ketidakmampuan dirinya menjadi apa adanya. Manusia tidak sadar bahwa dirinya ada adalah untuk membagikan kebahagiaan bagi sesama. Manusia ada untuk mencipta keadilan, yakni mencintai kehidupan bersama secara seimbang dan wajar. Tetapi realitasnya, manusia sering ‖ada‖ hanya untuk menipu dirinya sebagai ‖ada‖ yang ‖tiada‖. Dari kenyataan itu, manusia sering hanya menjadi alat dari sebuah mekanisme pembenaran yang dibuat oleh bayang-bayang kesadaran palsu, yakni bayang- bayang ke-aku-an diri kita. Dari kesadaran palsu itulah manusia lalu seolah-olah menemukan jati dirinya sebagai ‖Yang Maha Besar‖. Demi ke-aku-an itu pula, manusia mengejar kekuasaan sebagai alat untuk mencari kedudukan dan uang. Demi ke-aku-an itu pula para anggota dewan terhormat melakukan adu jotos untuk menunjukkan kebolehan bahwa dirinya wakil rakyat. Demi ke- aku-an yang terpoles dalam dunia media itu manusia menciptakan sarana polling untuk mengukur kepopulerannya. Seseorang dipoles menjadi bintang dan perilakunya diatur dengan cermat untuk menunjukkan bahwa dia baik, dia bijak, dia santun, dia berwibawa, atau dia pro rakyat. Kesimpulan tentang perilaku seseorang (misalnya pejabat) sepertinya sangat mudah diatur tergantung bagaimana
  • 14. sebuah ‖order dilayangkan‖. Dan demi ini semua uang menjadi raja untuk mempermainkan dunia penampilan. Penampilan mudah sekali dimanipulasi karena permainan teknologi yang membuat nalar kita sulit untuk memberikan penilaian. Padahal semuanya musang berbulu domba. Ini zaman yang katanya membawa perubahan namun nyatanya belum juga membawa kebahagiaan bagi mereka yang miskin, papa, dan terkapar. Zaman yang tidak pernah bergerak untuk memperbarui diri dan memberi hati kepada mereka yang selama selalu kalah dalam pertarungan politik global. Kegundahan di atas jangan membuat kita tidak percaya kuasa-Nya. Diamnya Allah bukanlah suatu ketidakberdayaan menghadapi nafsu kejahatan kemanusiaan. Dengan diam, Allah tahu betul bahwa kehidupan ini sudah dipenuhi dengan berbagai permainan penipuan dan kecurangan. Diamnya Allah bukan berarti Dia mengalah atau dikalahkan. Dalam diam itulah Dia yang berkuasa atas hidup ini masih memberi kesempatan kepada mereka yang selama ini berkuasa agar tahu diri. Kekuasaan itu hanya sementara dan pada saatnya akan berganti. Kesejatian diri berarti tidak takut dengan pedang maut karena maut tidak membuat jiwa kita mati. Keagungan sejati akan memancarkan kasih yang mengalir seperti sungai yang memberi kehidupan. Dia bukan kerdil atau takut menghadapi kehidupan ini. ●
  • 15. Memutus rantai kekerasan seksual pada anak Koran SINDO Sabtu, 19 April 2014 KASUS kekerasan seksual pada anak TK di sebuah sekolah bertaraf internasional mengejutkan banyak orang. Betapa rentannya keamanan dan perlindungan anak kita saat ini. Bahkan ‖kecolongan‖ bisa terjadi di tempat yang dikenal sebagai sekolah yang aman dengan penjagaan ekstra ketat. Pelaku kejahatan itu pun tidak lain para petugas cleaning service dari perusahaan jasa yang bereputasi, bahkan terlaris di dunia. Karena terjadi di sebuah sekolah ternama, kasus ini mendapat pemberitaan dan sorotan media cukup luas. Namun, sesungguhnya masih banyak kasus serupa yang tidak terungkap. Seorang ibu mengaku memilih tidak melapor kasus yang menimpa putrinya yang kelas 3 SD. Dia mendapat pelecehan seksual di dalam mobil jemputan saat mengantar anak tersebut pulang ke rumah. Jarak dari rumah terakhir anak yang diantar ke rumahnya sejauh 5 km. Si ibu tak dapat membayangkan apa yang dilakukan si sopir pada anaknya di sepanjang jalan itu. Mengingat untuk melapor ke polisi harus ada bukti, juga visum dokter, serta harus ada pemeriksaan membuat sang ibu khawatir malah akan membuat anak semakin trauma. Dia hanya ingin fokus pada pemulihan psikis anaknya. Artinya, hal seperti ini ibarat gunung es, yang mencuat hanya seujung. Kenyataannya, di lapangan kasus serupa begitu banyak jumlahnya. Pada 2013 Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Badriyah Fayumi menyatakan bahwa tahun 2013 merupakan tahun darurat kekerasan seksual pada anak. Hal itu didasarkan pada fakta kekerasan seksual pada anak yang sudah berada titik yang sangat mengerikan dan memprihatinkan secara kuantitas maupun kualitasnya. Dalam tiga tahun, setiap bulan rata-rata 45 anak mengalami kekerasan seksual, sedangkan kejahatan seksual pada anak belakangan ini makin sadis dan di luar nalar sehat. Mengikuti berita-berita semacam ini sungguh membuat hati dan kepala kita sakit. Betapa zaman saat ini banyak manusia yang bukan manusia. Anak-anak yang berangkat ke sekolah untuk mendapat siraman ilmu sehingga jiwa dan pikirannya tumbuh kembang, malah dirusak sehingga masa depannya terhantui bayang- bayang trauma masa kecil. Melihat fenomena kekerasan seksual yang juga tak kunjung surut,
  • 16. maka tahun darurat kekerasan seksual akan berlaku setiap tahun. Apakah kita akan membiarkan hal ini terus berlangsung? Sebuah fakta yang juga mengkhawatirkan menurut para psikolog, korban kekerasan seksual sodomi cenderung menjadi pelaku sodomi di kemudian hari. Seperti yang dilakukan Baekuni alias Babe. Dia pernah melakukan kejahatan seksual pada 14 anak yang sebagian korbannya dibunuh. Ternyata menurut pengakuannya, saat berusia 12 tahun dia pernah disodomi di Lapangan Banteng. Demikian juga dengan Sartono yang diketahui sudah melakukan hal serupa pada 96 korban. Pada umur 13 tahun dia pernah menjadi korban sodomi di Stasiun Cirebon. Jika saat ini makin banyak korban yang sebagiannya kemudian menjadi pelaku, bagaimana angka-angka kekerasan seksual pada anak di tahun-tahun mendatang? Kemudahan mengakses konten pornografi baik berupa gambar maupun video adalah faktor penyebab meningkatnya perilaku seks saat ini. Adapun anak-anak adalah korban yang paling rentan karena dari sisi fisik sangat tidak berdaya dan tidak mampu melawan. Akankah bola salju ini akan kita biarkan bergulir hingga angkanya makin mengerikan? Tentu harus ada langkah dan upaya konkret untuk menghentikan semua ini. Upaya seperti apa upaya yang harus dilakukan? Di sekolah internasional yang sedang mendapat sorotan luas itu, setelah terjadinya insiden pihak sekolah langsung memasang closed-circuit television (CCTV) pada area toilet. Sehingga diharapkan kejadian serupa tidak terulang. Banyak orang yang melihat fenomena ini sebagai permasalahan sistem atau perangkat. Terbukti pasca kejadian ini, pemasang iklan perangkat CCTV meningkat terutama di media online. Banyak sekolah yang kemudian memasang alat ini karena khawatir kejadian serupa menimpa sekolahnya. Jika masalahnya pada CCTV, sekolah internasional tersebut ternyata sudah memasang 400 CCTV yang dipasang di berbagai sudut di sekolah. Begitu pula standard operating procedure (SOP) pengamanan pun sudah dilakukan pihak sekolah dengan sangat luar biasa. Lalu apa masalahnya? Sarana atau perangkat tentu sangat mendukung, namun bukan satu-satunya solusi dan yang terpenting. Bagaimanapun sarana adalah alat ciptaan manusia yang juga dapat disiasati manusia. SOP juga adalah sebuah standar yang ditulis oleh manusia dan yang menjalankannya juga manusia. Jadi kembali yang terpenting adalah faktor manusia yang menjalankannya. Perlu upaya untuk membangun karakter dan mental manusia-manusia yang dekat dan ada di sekitar anak. Seringkali dalam menyiapkan SDM sebuah lembaga lebih sibuk pada pelatihan membangun skill. Para cleaning service dijejali teori bagaimana cara membersihkan lantai yang mengkilat, yang efektif, dan memuaskan. Para sopir dilatih cara berkendara yang baik, diberi tahu arti rambu-rambu lalu lintas, diajari
  • 17. cara merawat kendaraan. Namun mereka lupa bagaimana mengasah hati nurani agar mereka mendapatkan makna dari pekerjaan yang mereka lakukan. Bahwa sesungguhnya apa pun pekerjaan mereka akan sangat bernilai bagi orang lain, dan pekerjaannya itu akan dipertanggungjawabkan. Bahwa mereka bisa begitu mulia dengan pekerjaan yang mereka lakukan. Hal inilah yang sudah 14 tahun kami kampanyekan melalui ESQ 165. Membangun manusia yang memiliki kesadaran akan tujuan hidup, dari mana asal kita dan mau ke mana. Hal itu sangat penting untuk membangun mental dan karakter manusia. Sudah berbagai lapisan kami memasuki dunia korporasi, sekolah, organisasi, namun masih banyak wilayah yang belum tersentuh. Kami berharap jika pelatihan ini juga diberikan pada pihak-pihak yang juga bersentuhan dengan dunia anak, maka makin banyak anak yang terselamatkan, tidak lagi jadi korban kekerasan seksual yang saat ini angkanya terus meningkat. DR HC ARY GINANJAR AGUSTIAN Pakar Pembangunan Karakter
  • 18.
  • 19. Absurditas sang Nabi Palsu Menurut doktrin Islam, nabi terakhir adalah Muhammad SAW. Muhammad adalah nabi penutup para nabi (khatamun nabiyyin). Sejarah hidup dan rekam jejak Muhammad sangat gamblang dan jelas. Ia lahir pada 570 M di Mekkah dari pasangan Abdullah (ayah) dan Aminah (ibu). Muhammad wafat pada 632 M di Madinah. Ia pertama kali menerima wahyu dari Allah yang disampaikan oleh Malaikat Jibril pada usia 40 di Gua Hira. Semua wahyu yang ia terima telah dihimpun dalam sebuah kitab suci yang disebut Alquran. Muhammad melaksanakan misi kenabiannya selama 23 tahun (13 tahun di Mekkah dan 10 tahun di Madinah). Nabi Muhammad dimakamkan di Masjid Nabawi di Madinah dan makam itu sampai sekarang (sudah lebih dari 14 abad lamanya) masih tetap utuh serta menjadi saksi dan bukti rekam jejak historis kenabiannya. Umat Islam tidak seujung rambut pun meragukan kenabian dan kerasulan Muhammad sebagai nabi terakhir yang diutus oleh Allah. Bahkan Allah menyatakan dengan tegas bahwa Muhammad diutus sebagai rahmatan lil ‘alamin (rahmat bagi seluruh alam). Setelah Nabi Muhammad wafat, muncullah beberapa orang Arab yang mengklaim sebagai nabi. Tidak dapat diragukan lagi, mereka adalah orang-orang yang berpikiran absurd sekaligus merupakan nabi palsu atau nabi gadungan yang bergentayangan pada masa itu. Mereka adalah Musailamah al-Kadzdzab, Sajah, al-Aswad al-Ansi, dan Thulaihah bin Khuwailid. Mereka melancarkan kampanye dan propaganda yang intensif, ekstensif, dan masif di kalangan orang-orang Arab pada masa itu untuk mendapatkan legitimasi dan pengakuan sebagai nabi. Mereka sangat ambisius ingin menyandang popularitas, pujian, dan sanjungan dari kalangan orangorang Arab yang bersedia menjadi pengikut mereka. Seraya mengaku sebagai nabi, mereka menyampaikan kepada para pengikutnya bahwa mereka telah menerima ‖wahyu‖ dari Allah. Misalnya, ‖wahyu‖ yang diklaim diterima oleh Musailamah berisi cerita tentang katak atau gajah. Diceritakan oleh Musailamah bahwa gajah itu adalah binatang yang belalainya panjang. Cerita Musailamah itu sama sekali tidak pantas diklaim sebagai ‖wahyu‖ dari Allah. Sangat absurd. Nonsens. Masa peralihan kepemimpinan dari Nabi Muhammd ke Abu Bakar ash-Shiddiq (Khalifah pertama, 632-634 M) memang merupakan masa yang sangat kritikal dalam sejarah Islam. Selain muncul beberapa nabi gadungan, muncul pula orang-orang murtad (keluar dari agama Islam) dan orang-orang yang tidak mau membayar zakat. Tiga tantangan krusial (nabi-nabi palsu, orang-orang murtad, dan orang-orang pembangkang yang tidak mau bayar zakat) inilah yang menghadang pemerintahan Abu Bakar pada masa awal kepemimpinannya. Islam pada saat itu dalam kondisi kritikal dan dalam situasi ‖hidup‖ atau ‖mati‖.
  • 20. Jika ketiga golongan pembangkang dan pengacau tadi dibiarkan, Islam akan berada dalam bahaya dan terancam eksistensinya. Itulah sebabnya Khalifah Abu Bakar memerangi dan menumpas ketiga golongan pengacau tadi demi tegaknya agama Islam yang pada saat itu baru saja mulai bersemi. Khalifah Abu Bakar berhasil menumpas ketiga golongan pengacau itu sehingga stabilitas politik dan dinamika pemerintahannya dapat berjalan sesuai harapan dan cita-citanya. *** Dari paparan sejarah di atas, klaim seseorang bahwa dirinya nabi tidak hanya terjadi pada masa sekarang. Setelah wafatnya Nabi Muhammad sudah ada orang-orang yang mendakwahkan diri mereka sebagai nabi. Mereka adalah nabi palsu atau nabi gadungan. Bahwa Muhammad adalah nabi terakhir adalah doktrin Islam yang baku dan final. Hal ini merupakan doktrin yang sangat elementer (dasar) yang seharusnya setiap orang Islam mengetahui dan memahaminya. Sebenarnya, tidak ada alasan bagi seorang muslim untuk tidak mengetahui dan tidak memahami ajaran yang sangat dasar ini. Tapi mengapa masih ada saja orang yang mengklaim sebagai nabi atau rasul pada masa sekarang ini? Keawaman atau perburuan gebyar popularitas (maaf) yang semu? Kalau seseorang merasa memang tidak tahu atau masih awam tentang ajaran dasar ini, seharusnya tidak usah mendakwahkan dirinya sebagai nabi atau rasul. Ini masalah peka bagi akidah umat Islam. Tak usah mencari masalah. Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan umat Islam sudah pasti mengecapnya sebagai (aliran) sesat dan menyesatkan. Ini bukan persoalan kebebasan berkeyakinan, tapi merupakan praktik penyebaran kesesatan yang harus dicegah. Contoh yang masih segar dalam ingatan kita adalah kasus Ahmad Mushaddeq alias Abdul Salam (63 tahun). Ia dikenal sebagai pendiri aliran Al-Qiyadah al-Islamiyah dan dengan mantap mengklaim sebagai rasul dari Betawi. Dengan memakai pakaian kebesaran sebagaimana layaknya pemimpin sebuah aliran keagamaan, tanpa ragu-ragu Mushaddeq mengaku sebagai Almasih dan Almaw‘ud. Mushaddeq mengajarkan kepada para pengikutnya lafaz syahadat baru yang sama sekali berbeda dari lafaz syahadat dalam ajaran Islam. Lafaz syahadat ajaran Mushaddeq berbunyi ‖Asyhadu an la ilaha illallah wa asyhadu anna Alamasih Alamaw‘ud Rasulullah.‖ Dalam syahadat versi Mushaddeq ini, kata ‖Muhammad‖ diganti ‖Almasih Almaw‘ud‖ (maksudnya: Mushaddeq). Setelah dinyatakan sesat oleh MUI, rasul dari Betawi itu menyatakan tobat dan kembali ke ajaran Islam yang benar. Kasus lain adalah kasus Cecep Solihin di Bandung baru- baru ini. Ia mengklaim sebagai nabi. MUI menyatakan bahwa aliran Cecep Solihin adalah aliran sesat dan menyesatkan. Polisi disertai MUI menggerebek Cecep Solihin di rumahnya untuk kemudian memeriksa dan meminta keterangan Cecep tentang ajaran yang ia kembangkan selama ini. Menurut laporan di media massa, Cecep Solihin dilepas (tidak ditahan) dan
  • 21. beserta para pengikutnya dia terus dibina untuk kembali ke jalan ajaran Islam yang benar. Doktrin Islam bahwa tidak ada nabi setelah Muhammad adalah ajaran yang sangat dasar dan semua orang Islam sudah mafhum. Klaim seseorang bahwa dirinya adalah nabi adalah perbuatan yang absurd. ● FAISAL ISMAIL Guru Besar Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta
  • 22. Menciptakan Kartini yang mandiri dan punya harga diri Senin, 21 April 2014 MELALUI peringatan Hari Kartini yang jatuh pada hari ini kita diingatkan kembali akan perjuangan kaum perempuan di negeri ini. Raden Ajeng (RA) Kartini menjadi simbol perjuangan perempuan itu. Perjuangan Kartini dapat dilihat dalam bukunya yang berjudul Habis Gelap Terbitlah Terang. Di situ tertuang ide-ide Kartini bagaimana mengangkat derajat kaum perempuan di masanya. Pengakuan terhadap Kartini adalah pengakuan terhadap esensi perjuangan kaum perempuan dalam mengangkat harkat dan martabatnya. Melalui kesempatan peringatan ini pula kita layaknya sejenak merenungkan nilai-nilai perjuangan para ‖Kartini-Kartini‖ Indonesia yang ikut memajukan kaum perempuan sekaligus ikut berjuang merebut kemerdekaan Indonesia. Di antara para tokoh pejuang tersebut kita kenal Cut Nyak Dhien dan Cut Meutia, Siti Manggopoh, HR Rasuna Said, Rohana Kudus, Martha Christina Tiahahu, Maria Walanda Maramis, Dewi Sartika, Nyai Ahmad Dahlan, Hj Syamsiah Abbas. Masih banyak pejuang- pejuang perempuan lain yang tak mungkin disebutkan namanya satu per satu dalam tulisan singkat ini. Mereka berjuang tanpa kenal lelah demi kemajuan kaumnya dan negerinya tanpa pamrih. Dalam keadaan terpinggirkan perjuangan kaum perempuan memang sungguh nyata. Misalnya di Aceh, Cut Nyak Dhien ikut berperang melawan Belanda bersama suaminya, Teuku Umar. Demikian pula Siti Manggopoh bersama suaminya, Rasyid, mendirikan kelompok silat dan latihan bela diri untuk menghadang Belanda sehingga Siti diberi julukan (Harimau Batino Rimbo Panti) ikut menyerang Belanda di markasnya di Maninjau bersama suaminya. Di Kota Bukittinggi, Sumatera Barat, juga muncul seorang perempuan bernama Rohana Kudus yang mendidik kaum wanita secara nyata dengan memberikan berbagai kemampuan dasar seperti menjahit, memasak, membaca, menulis, serta berbagai keterampilan lain. Kaum perempuan di sana lalu membentuk suatu perkumpulan (organisasi perempuan) yang diberi nama ‖Amai Setia‖ Rohana. Sebagai wadah untuk menyalurkan partisipasi wanita, dia menerbitkan surat kabar Suntiang Melayu. Melalui perjuangan panjang dan pengorbanan kaum perempuan di masa lalu kini telah terbuka jalan selebar-lebarnya bagi kaum perempuan untuk mengisi kemerdekaan dan berjuang untuk memajukan Bangsa Indonesia. Indonesia sudah mencatat dengan tinta emas bahwa seorang perempuan sudah pernah mencapai tampuk kepemimpinan tertinggi di negeri ini, yaitu Presiden Megawati Soekarnoputri. Sudah banyak pula perempuan yang menduduki posisi tinggi seperti menteri, direktur utama BUMN, gubernur, wali kota, camat, dan lurah. Bahkan sudah ada ‖Kartini‖
  • 23. Indonesia yang maju ke pentas dunia seperti Sri Mulyani Indrawati yang berkarya di Bank Dunia yang bermarkas di Amerika Serikat. Selain itu, di lembaga legislatif telah banyak kaum perempuan menjadi anggota DPR. Tak terhitung juga kaum perempuan yang menjadi pengusaha ulet dan sukses seperti misalnya kita kenal Ibu Martha Tilaar dan pengusaha-pengusaha perempuan lain. Di era globalisasi, masalah kesetaraan gender bukan masalah lagi, yang menjadi persoalan adalah apa dan bagaimana kiprah mereka mengisi kemerdekaan ini, bagaimana kiprah Kartini dewasa ini mengubah tantangan menjadi peluang sehingga tidak ketinggalan dari kaum laki- laki. Kenyataan di lapangan menunjukkan kesetaraan perempuan dengan kaum laki-laki semakin nyata, hampir di semua bidang, sudah tiada kendala. Kesempatan yang terbuka lebar bagi perempuan itu sebagian tercuplik dan menghiasi halaman pertama KORAN SINDO Minggu (20/4). Perempuan-perempuan perkasa dengan pangkat berbintang di bahunya itu tetap lembut dengan wajah keibuan: Brigjen TNI Nurhajizah, Brigjen Pol Soepartiwi, Laksamana TNI Lita Agustina, serta Marsma TNI Srizubaidah R. Kini tinggal pada kemampuan dan kemauan kaum perempuan mau bercita- cita apa dan mau jadi apa. Kesempatan semakin terbuka lebar untuk perempuan berkiprah dalam segala bidang. Perempuan Indonesia tidak boleh ketinggalan dari perkembangan dunia dan perkembangan ilmu pengetahuan, kalau tidak akan tertinggal di landasan. Kaum perempuan harus mampu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), dan bisa memanfaatkan teknologi untuk kesejahteraan keluarga, minimal sebagai pengguna yang baik. Kaum ibu harus juga mampu mengantisipasi efek negatif teknologi, seperti banyaknya penipuan- penipuan dan kejahatan melalui media internet. Seorang ibu harus menjadi ibu yang baik dan kuat agamanya dan menjadi perempuan yang kuat iman dan takwa (imtak), sehingga ia mampu menjaga anak-anaknya dari gangguan dan ancaman di mana pun mereka berada. Tak jarang seorang ibu yang hidup sendirian, tanpa didampingi suami, bisa hidup dengan layak dan berhasil mendidik dan mengantarkan anak- anak mereka pada tingkat pendidikan yang tinggi bahkan sampai memperoleh kesarjanaan yang layak. Harus diakui, masih banyak Kartini-Kartini yang kurang beruntung. Bermacam faktor bisa menjadi penyebabnya, seperti rendahnya pendidikan, ekonomi yang lemah, dan latar belakang sosial yang berat membuat mereka tak berdaya. Masih banyak Kartini-Kartini yang menjadi TKI di luar negeri seperti di Arab Saudi yang kini berurusan dengan pengadilan, tengah menunggu hukuman mati. Kita menjadi miris mendengar nasib Kartini-Kartini Indonesia di luar negeri yang mengadu nasib menjadi TKI. Mereka nekat mengadu nasib di luar negeri, meskipun melalui prosedur ilegal karena di negeri sendiri tak tersedia lapangan kerja yang bisa menghasilkan uang sesuai harapan mereka. Mereka rela meninggalkan anak dan suami. Bahkan kadang mereka juga harus
  • 24. menghadapi kenyataan pahit, suami menikah lagi atau berselingkuh, bahkan sampai ada yang memerkosa anaknya sendiri. Nauzubillah. Karena itu, kaum perempuan harus maju dan berpendidikan memadai. Kaum perempuan harus terus diberdayakan dan ditingkatkan ilmu pengetahunnya dalam segala segi kehidupan sehingga tidak tergantung semata kepada suami atau orang lain. Kemandirian kaum perempuan perlu dipupuk dan dikembangkan sebaik mungkin, mungkin pembinaannya melalui organisasi sosial dalam bentuk pelatihan-pelatihan di bidang kesehatan, perekonomian. Kartini-Kartini muda tak boleh lemah. Siapkan diri untuk mengisi kemerdekaan yang sudah diraih susah payah. Pupuk semangat juang dan kompetensi sehingga ke depan bangsa ini menjadi bangsa yang kuat dan sejahtera. NUR’AINI AHMAD Dosen Fakultas Tarbiyah UIN Jakarta, Ketua DPP Persatuan Wanita Tarbiyah Islamiyah (Perwati)
  • 25. Pembelajaran bersama dari penutupan TK JIS Koran SINDO Selasa, 22 April 2014 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) akhirnya menutup Taman Kanak- kanak Jakarta International School (TK JIS). Kepala Pusat Informasi dan Humas (PIH) Kemendikbud Ibnu Hamad mengatakan, keputusan final pembekuan operasional TK JIS ini diambil dalam rapat pimpinan (rapim) Kemendikbud pada Kamis (17/4) malam lalu. Rapat yang dipimpin langsung Mendikbud Mohammad Nuh tersebut utamanya mengagendakan pembahasan hasil investigasi TK JIS yang dilakukan pada pagi harinya. Legalitas operasional TK JIS Taman Kanak-kanak JIS yang berdiri sejak 1992 selama ini beroperasi hanya berlandaskan izin dari Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah (Ditjen Dikdasmen). Izin ini secara otentik bisa dilihat pada plakat peresmian TK JIS 12 April 1993 yang ditandatangani Dirjen Dikdasmen saat itu, Bapak Hasan Walinono (hasil investigasi awal Tim Ditjen PAUDNI, 17 April 2014). Sesuai izin ini JIS beroperasi berdasarkan izin pendirian sekolah dasar dan menengah. Pada tahun tersebut taman kanak-kanak secara nomenklatur berada di bawah Ditjen Dikdasmen. Ketika ada regulasi yang mengatur secara khusus mengenai penyelenggaraan pendidikan anak usia dini (termasuk TK), JIS tidak memperbaharui izin operasional mereka. Terkait ini, keputusan Kemendikbud untuk menutup TK JIS sampai dimiliki izin tersebut merupakan langkah tegas yang tepat. Perlu juga diketahui bahwa sebelum kasus pelecehan seksual yang menimpa salah satu peserta didik TK JIS, Ditjen PAUDNI sudah meminta TK JIS untuk mengurus perizinan. Namun, TK JIS tidak mematuhi prosedur tersebut. Label internasional Kasus JIS ini menjadi momentum bersama untuk berbenah. Utamanya bagi Kemendikbud sebagaimana disampaikan Dirjen PAUDNI (KORAN SINDO, 19 April 2014) status sekolah internasional juga akan diganti dengan sekolah kerja sama pihak lembaga asing dengan Indonesia. Perubahan ini diharuskan sebagai pemenuhan atas amanat Undang-Undang Sistem
  • 26. Pendidikan Nasional (UU Nomor 20 Tahun 2003), Pasal 65, yang menyatakan bahwa penyelenggaraan pendidikan asing wajib bekerja sama dengan lembaga pendidikan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ini dilakukan dengan mengikutsertakan tenaga pendidik dan pengelola berkebangsaan Indonesia. Inilah yang akan menjadi agenda lanjutan Kemendikbud untuk melihat apakah bentuk kerja sama satuan pendidikan asing telah betul-betul sesuai aturan yang berlaku. Jika tidak, keputusan pembekuan sementara untuk TK JIS juga akan diberlakukan bagi TK asing yang lain. Lebih lanjut terkait perubahan label internasional diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 Tahun 2010. Dalam bab mengenai ketentuan peralihan disebutkan bahwa satuan pendidikan yang dinyatakan oleh pendirinya sebagai sekolah internasional sebelum berlaku PP ini, paling lambat tiga tahun sejak PP ini berlaku wajib menyesuaikan menjadi sekolah berkategori standar atau mandiri, sekolah berbasis keunggulan lokal, sekolah bertaraf internasional, atau sekolah kerja sama antara satuan pendidikan asing dan satuan pendidikan negara Indonesia. Namun, sejak Mahkamah Konstitusi membatalkan Pasal 50 ayat 3 Undang-UndangNomor 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (yang menjadi dasar pembentukan sekolah bertaraf internasional) keberadaan sekolah internasional dihapuskan dalam penyelenggaraan pendidikan di Indonesia. Hingga saat ini baru 25 sekolah dari 111 sekolah internasional yang memperbarui atau memperpanjang izin. Banyak yang hanya mengantongi Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri Tahun 1975 antara Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Departemen Luar Negeri, serta Departemen Keuangan. Pembelajaran bersama Kasus TK JIS menjadi momentum koreksi diri dan pembelajaran bersama. Karena pendidikan adalah urusan semua pihak, semua pihak harus terlibat dalam benah diri ini. Bagi satuan pendidikan, selama beroperasi di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, kepatuhan pada regulasi yang berlaku menjadi syarat mutlak. Tidak bisa ditawar. Tidak ada izin? Tutup. Bagi pemerintah, proses pengawasan juga menjadi mutlak dilakukan. Jika perlu, sanksi tegas bagi satuan pendidikan yang mbalelo alias tidak taat aturan. Proses audit, apakah sudah memenuhi delapan standar pendidikan mulai dari standar isi, proses pembelajaran, kompetensi lulusan, hingga pengelolaan, pun wajib ditegakkan. Bagaimanapun kasus pelecehan seksual TK JIS tidak akan menjadi perbincangan ramai jika orang tua korban tidak melapor pada pihak yang berwajib. Berkaca dari sini, orang tua menjadi bagian penting dalam urusan pendidikan. Menanyakan perkembangan anak pada guru bisa dilakukan melalui media-media komunikasi, termasuk
  • 27. pada proses evaluasi perkembangan anak di sekolah. Demikian juga dengan guru. Jika perkembangan anak terus menerus dipantau, rasanya perubahan perilaku sedikit saja pada anak didik yang masih polos bisa terdeteksi. Guru wajib kooperatif dengan pihak orang tua ketika melihat perkembangan anak didiknya terhambat atau bermasalah. Jika upaya-upaya ini dilakukan secara jujur, berkesinambungan, dan tentu saja taat asas, mudah-mudahan tidak ada lagi kasus TK JIS ini terjadi pada TK yang lain, baik kasus legalitas operasional maupun kasus yang tidak diinginkan lainnya. SRI LESTARI YUNIARTI Staf di Subdit Kelembagaan dan Kemitraan, Direktorat Pembinaan PAUD, Ditjen PAUDNI, Kemendikbud
  • 28. Hari Bumi adalah hari tentang Indonesia Koran SINDO Selasa, 22 April 2014 PEMILU legislatif yang baru-baru ini digelar di Indonesia menunjukkan bagaimana rakyat menghargai partisipasi individu dan menghormati keharmonisan masyarakat. Dengan berpartisipasi dalam pemilu, mereka telah mengambil pilihan untuk masa depan. Untuk itu, sepertinya sangat cocok bahwa hari pemilihan umum dilaksanakan berdekatan dengan Hari Bumi atau dikenal dengan ‖Earth Day‖. Ada banyak persamaan antara keduanya seperti pilihan untuk ikut berpartisipasi dan pilihan untuk menjadi bagian dari sesuatu yang lebih besar dari diri kita sendiri. Apa pun pilihan yang diambil, apakah untuk ikut atau tidak ikut berpartisipasi, kita semua akan merasakan hasilnya. Jadi bagaimanakah caranya agar kita bisa mendapatkan masa depan yang lebih baik? Apa saja yang telah kita lakukan untuk mencapainya? Hari Bumi adalah hari tentang kita semua dan dunia yang kita tempati. Dunia adalah rumah kita, tempat kita mendapatkan perlindungan dan makanan, udara untuk bernafas dan air untuk diminum. Dunia juga memberikan keindahan di alam sekitar kita. Walau memang sulit untuk merasakannya jika kita tinggal di kota-kota besar, keindahan itu tetap ada. Di dunia ini kita semua terancam oleh dampak perubahan iklim. Pada 31 Maret 2014 Intergovernmental Panel on Climate Change mengeluarkan laporan kajian kelimanya yang menunjukkan kerugian-kerugian potensial yang harus ditanggung Indonesia dari dampak perubahan iklim. Analisis ini memperkirakan kemungkinan penurunan produk domestik bruto (PDB) Indonesia sebesar 2,2% per tahun hingga akhir abad ini yang berarti juga dampak negatif yang sangat besar bagi para buruh tani dan rakyat miskin perkotaan. Ketahanan pangan Indonesia juga terancam, di mana perubahan iklim telah menyebabkan penurunan tajam pada potensi-potensi perikanan di Indonesia. Suhu rata-rata juga terus meningkat hingga angka kritis pada akhir musim tanam padi. Kebakaran-kebakaran juga mengancam pertanian, hutan-hutan, serta permukiman-permukiman. Ancaman ini akan terus meningkat jika kita tidak membuat perubahan. Indonesia telah berkomitmen untuk mengurangi 26% emisi gas rumah kaca yang menyebabkan perubahan
  • 29. iklim dari tingkatan biasanya sebelum 2020. Namun, kita sadari bahwa solusi dari perubahan iklim tidak bisa berasal dari satu negara saja. Presiden AS Barack Obama juga berkomitmen menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 17% dari tingkatannya pada 2005 sebelum 2020. Menteri Luar Negeri AS John Kerry pada Februari lalu berkunjung ke Jakarta untuk membagi pengalaman tentang apa yang sudah dilakukan Amerika Serikat serta mengajak seluruh dunia untuk ikut menjadi bagian aksi global terkait masalah ini. Apa yang dilakukan Amerika Serikat untuk memenuhi janji dan tanggung jawabnya kepada dunia dalam mengurangi emisi gas rumah kaca? Di bawah kepemimpinan Presiden Obama, kami telah melipatgandakan jumlah pembangkit listrik tenaga angin dan surya. Kami juga menerapkan standar tertinggi dalam sejarah AS dalam penghematan bahan bakar minyak untuk kendaraan pribadi. Kami juga mengutamakan standar lingkungan hidup dengan mempercepat transisi ke arah penggunaan bahan bakar yang lebih bersih dan lebih hemat untuk pembangkit listrik; Kami juga meningkatkan penghematan energi dalam rumah tangga, industri, dan bisnis. Semua tindakan ini sudah menampakkan hasilnya. Selama satu dekade terakhir ini Amerika Serikat berhasil mengurangi jumlah total polusi karbon lebih besar dibandingkan negara- negara lain di dunia. Secara khusus sejak 2005 hingga 2011 jumlah emisi kami turun sebanyak 6,9%. Berkat teknologi yang lebih baik dalam mengekstraksi gas alam, kami banyak mencapai kemajuan dalam pengurangan emisi CO2 di sektor energi yang menjadi penyumbang tunggal emisi terbesar di AS. Pada 2013 jumlah emisi dari sektor energi turun sebanyak 10% sejak 2005. Amerika sedang menjalankan tugasnya dan telah membuat banyak kemajuan yang nyata dalam memenuhi komitmennya. Kami sadar bahwa kami harus berbuat lebih banyak, termasuk bekerja sama secara erat dengan mitra utama kami seperti Indonesia. Salah satu fokus kerja sama adalah mengenai lahan gambut karena menyimpan karbon dalam jumlah yang signifikan dan menjadi sumber utama emisi gas rumah kaca dan terbesar di Indonesia. Kerjasama ini terus diperluas meliputi upaya-upaya memperbaiki pengelolaan hutan, mengembangkan energi terbarukan, dan membantu masyarakat pesisir beradaptasi dengan kenyataan yang terjadi akibat perubahan iklim. Amerika Serikat telah menunjukkan komitmen bantuan sekitar USD500 juta untuk mengatasi masalah perubahan iklim di Indonesia. Untuk meraih masa depan yang kita inginkan, kita harus melakukan apa yang menjadi bagiankita. Termasuk juga pihak swasta. Perusahaan kelapa sawit, perusahaan kertas dan bubur kertas, pengusaha kayu sudah seharusnya mencegah kebakaran ladang, menghindari pembabatan hutan, dan mengampanyekan kepatuhan Indonesia terhadap legalitas standar
  • 30. Indonesian Sustainable Palm Oil System (ISPO) dan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK). Sejumlah perusahaan Amerika Serikat telah menunjukkan komitmen untuk masa depan dengan memperkenalkan praktik-praktik manajemen terbaik di sektor pertanian dan pengembangan energi panas bumi, hidro, biomassa, dan tenaga surya dengan menggunakan teknologi terkini. Indonesia menghadapi pilihan yang sulit terkait subsidi bahan bakar, penggunaan lahan, serta dalam menarik investor luar. Investasi teknologi baru sangat diperlukan untuk mengembangkan energi terbarukan di seluruh Indonesia – investasi yang akan lebih murah jika dibandingkan dengan bahan bakar karbon yang dapat berdampak pada perubahan iklim. Indonesia dan Amerika Serikat bekerja sama dalam menghadapi perubahan iklim. Seperti yang pernah diutarakan Menteri Luar Negeri John Kerry, ‖Dengan Indonesia dan bagian dunia lainnya yang mempunyai tujuan sama, kita bisa menghadapi tantangan ini.‖ Hari Bumi ini saya mengajak semua pihak untuk berpikir mengenai masa depan yang kita inginkan. Membuat setiap hari menjadi Hari Bumi. ROBERT O BLAKE Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia
  • 31. Pendidikan dan daya saing Rabu, 23 April 2014 DALAM sebulan ini kita telah mendengar diskusi, kampanye, dan slogan-slogan yang dilakukan partai politik (parpol) dan para calon presiden (capres) tentang pentingnya kemandirian ekonomi Indonesia di dalam sistem kapitalisme yang kompetitif. Hampir semua menyatakan kita harus lepas dari utang, menolak investasi asing, dan bila perlu menasionalisasi seluruh perusahaan mineral dan minyak yang telah dikuasai asing. Saya sambut baik janji-janji parpol dan para capres itu walaupun dengan tanda tanya besar perihal jalan apa yang akan mereka lalui untuk mewujudkan ide-ide besar itu. Dalam 10 tahun terakhir ini, perekonomian kita lebih didominasi perdagangan mineral, produk perkebunan, dan minyak bumi yang sedikit memberikan nilai tambah. Apabila menggunakan teori pembangunan klasik seperti teori ketergantungan dan keterbelakangan, tingkat perkembangan ekonomi negara kita masuk dalam kategori negara pinggiran (periphery), yaitu negara-negara yang suka mengekspor barang-barang nonproduksi seperti minyak bumi, mineral, hasil kebun, dan produk-produk lain yang hanya dikeruk dan tidak perlu pengolahan untuk meningkatkan nilai tambah. Sementara dengan kondisi demografi kelas menengah yang gemuk, kita banyak mengimpor barang-barang konsumsi yang nilai tambahnya lebih tinggi dan menguntungkan negara- negara yang memiliki perusahaan-perusahaan dengan nama brand yang sudah terkenal seperti Apple, Samsung, DELL, Adidas, NIKE, Sony. Negara-negara tersebut umumnya sudah berada di lapisan inti atau semi-periphery yang lebih mengandalkan keterampilan dan kecerdasan sumber daya manusianya dalam perdagangan. Salah satu hal yang dapat membawa negara-negara seperti Korea Selatan, Taiwan atau China dapat naik kelas menjadi negara industri yang maju dan bersaing dengan negara-negara utama seperti Amerika Serikat tidak lain karena kualitas sumber daya manusia yang tinggi. Michael Porter mengatakan sejak tahun 1980-an negara-negara dunia saat ini saling berlomba untuk meningkatkan keunggulan kompetitifnya. Negara-negara berkembang yang penuh dengan sumber daya manusia yang tidak terampil menjadi sasaran investasi atau lebih parahnya sekadar ‖pasar‖ bagi perusahaan-perusahaan dari negara maju. Perusahaan- perusahaan tersebut mencari upah pekerja yang murah di negara berkembang akibat upah pekerja di negeri asal mereka sudah sangat tinggi. Upah murah karena pekerja
  • 32. yang tidak terampil menurut Porter adalah ‖lower-order”competitive advantage yang sifatnya tidak stabil dan sulit dijadikan dasar untuk pertumbuhan ekonomi yang berkualitas. Tidak stabil karena akan ada negara lain yang bisa memberikan upah jauh lebih murah dan di sisi lain tekanan biaya hidup yang semakin besar akan mendorong pekerja untuk menuntut kesejahteraan tanpa disertai dengan produktivitas yang sepadan. Faktor yang lebih stabil untuk dijadikan dasar pertumbuhan ekonomi yang berkualitas adalah kemampuan dalam penguasaan teknologi, diferensiasi produk, atau peningkatan nilai tambah dalam rantai produksi komoditi. Keunggulan ini disebut dengan ‖high-order” competitive advantage karena ia lebih stabil dan kokoh. Contohnya hubungan antara Apple dengan perusahaan pemasoknya asal Taiwan, Foxconn. Di tahun 2011, Apple memperoleh pendapatan USD108 miliar dan keuntungan bersihnya sebesar USD43 miliar. Sementara Foxconn yang memproduksi iPhone dan perangkat elektronik lain untuk Apple hanya memperoleh pendapatan USD111 miliar dan keuntungan sebesar USD2,2 miliar. Dari sisi tenaga kerja, Apple hanya mempekerjakan 60.400 orang sementara Foxconn 920.000 orang. Kita dapat lihat bahwa nilai yang dihasilkan per orang adalah USD711 ribu untuk Apple berbanding USD239 untuk Foxconn. Setiap tahun Apple semakin kaya karena perangkat handphone yang dibuat baik dari materi dan teknologinya semakin rumit dan canggih, sementara perusahaan seperti Foxconn hanya mengandalkan kelebihan volume dan skala bila ingin mendapatkan keuntungan. Strategi itu pun tampaknya tidak lagi berhasil karena upah rendah yang dulu menjadi keunggulan di China sekarang tidak lagi unggul sehingga mereka memikirkan untuk mencari lokasi baru di Jakarta. Contoh di atas menjadi pelajaran buat kita bahwa salah satu cara untuk meningkatkan kemandirian ekonomi dan menjadi pemenang dalam kompetisi di dunia adalah dengan meningkatkan kualitas sumber daya manusia kita yang tidak lain dengan jalan memperbaiki pendidikan kita. Saat ini, harus diakui sistem dan kurikulum pendidikan di Indonesia belum terbukti menghasilkan sumber daya manusia yang kompetitif di pasar tenaga kerja. Alasan pertama karena hanya sedikit orang Indonesia yang bisa berpartisipasi dalam pendidikan formal. Dari data BPS tahun 2012, angka buta huruf pun belum sepenuhnya hilang dari bumi Indonesia karena hanya 97,95% anak usia 7–12 tahun yang punya kesempatan bersekolah dasar. Dari populasi Indonesia berusia 15 tahun ke atas, masih ada 5,88% penduduk yang belum pernah mengenyam bangku sekolah sama sekali dan 13,90% tidak tamat SD. Mereka yang sempat merasakan bangku SMA/sederajat hanya 15,84%, itu pun hanya sekitar 31% yang menamatkan studinya di bangku SMA/ sederajat. Artinya rata-rata pendidikan di
  • 33. Indonesia hanya setaraf SD dan SMP. Kita punya problem besar perihal kemampuan menamatkan studi. Alasan kedua karena mereka yang sanggup bersekolah sampai SMA/sederajat pun punya problem besar untuk menuntaskan studi, apalagi melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Tak hanya karena ada keterbatasan sebaran SMA/sederajat, jumlah SMA/sederajat yang bermutu pun sangat terbatas dan harganya mahal, sementara bahan-bahan pelajaran yang termaktub dalam kurikulumnya terbukti belum cukup membuat siswa siap bersaing di perguruan tinggi. Para pengajar di perguruan tinggi selalu harus repot dengan perbaikan minat membaca, kemampuan menulis, dan kemampuan berargumen secara ilmiah. Itu pun tidak semua perguruan tinggi punya kesiapan untuk melakukan perbaikan itu karena rata-rata dosennya juga dididik dengan suasana yang sama, yakni sekadar pasif dan tidak diajak membangun keterampilan menghadapi dunia kerja 20 tahun mendatang. Sementara itu, apa yang diwacanakan di tingkat pemerintah dan parpol? Tak jauh dari perubahan kurikulum atau materi buku ajar demi perbaikan akhlak. Jarang sekali diangkat topik pembicaraan tentang perbaikan proses pembelajaran yang membuat siswa kritis, punya minat mendalam pada pendalaman ilmu, atau perbaikan mutu para pengajar. Program sokongan pemerintah baru sebatas membagikan beasiswa yang jumlah dan jenisnya pun sangat terbatas dibandingkan kebutuhan. Lagi-lagi perlu diingat problem mendasar di negeri ini adalah kemampuan menamatkan sekolah dan tidak sepenuhnya karena masalah uang sekolah saja. Di tingkat internasional, isu pendidikan menjadi wacana hangat karena sejumlah negara maju ternyata termasuk ‖tertinggal‖ dalam kemampuan meningkatkan mutu pendidikannya dibandingkan negara-negara lain yang relatif merupakan pemain baru dalam tataran internasional. Sebut saja Amerika Serikat yang dalam World Education Ranking ala OECD ‖hanya‖ menempati posisi ke-17 dalam kemampuan siswanya melakukan tugas membaca, matematika, dan ilmu pasti; jauh di bawah China (tapi yang disurvei hanya di Shanghai), Korea Selatan, Finlandia, Hong Kong, bahkan Singapura. Indonesia di situ berada di peringkat ke-57, jauh di bawah Thailand, Meksiko, bahkan Turki dan Brasil. Peringkat tersebut konsisten dengan peringkat Best Countries for Education yang dilakukan Economist Intelligence Unit. Yang menarik di sini adalah studi-studi tersebut menunjukkan bahwa kesuksesan pendidikan tidak sekadar ditentukan besarnya anggaran pemerintah di bidang pendidikan, gaji guru atau usia masuk sekolah.
  • 34. Simpulan yang konsisten adalah bahwa sekadar menggelontorkan dana, meskipun sangat terencana, ternyata tidak bisa banyak mengubah hasil akhir pada siswa karena pendidikan membutuhkan sistem yang sangat terfokus, berjangka panjang, koheren, dan konsisten. Guru yang bermutu sangatlah penting khususnya karena mereka perlu dihargai sebagai profesional dan bukan sekadar ‖mesin penghasil lulusan‖ sehingga mereka harus diajak untuk mengevaluasi kebutuhan dunia kerja setidaknya 20 tahun mendatang. Hal ini sulit karena biasanya guru terjebak pada pengulangan cara dan substansi bahan ajar yang pernah ia alami saja. Selain itu, keikutsertaan orang tua dan model evaluasi dan diskusi di kelas sudah dibincangkan sebagai faktor penting untuk memotivasi siswa meningkatkan mobilitasnya sebagai individu yang kompetitif. Artinya, wacana dan upaya perbaikan kebijakan publik di bidang pendidikan di Indonesia masih jauh panggang dari api. Kalau pola pikir pemangku kebijakan tidak berubah, entah sampai kapan negara kita masih akan sekadar menjadi penonton dan pemain pinggiran dalam persaingan ekonomi global. DINNA WISNU, PhD Co-Founder & Direktur Pascasarjana Bidang Diplomasi, Universitas Paramadina @dinnawisnu
  • 35.
  • 36. Kegaduhan Ruang Publik Ruang publik semakin tidak nyaman dihuni, dilihat, dan didengarkan. Ada dua macam ruang publik yang ingin saya bahas di sini. Pertama yang bersifat fisik, yang kedua realitas simbol berupa wacana publik. Yang pertama kondisinya semakin parah, misalnya saja fasilitas jalan umum yang rusak dan macet. Belum lagi bicara saluran air dan kondisi taman kota serta waduk penampungan hujan yang semakin tidak terurus dengan baik. Sungai kian dangkal dengan air yang kotor bercampur sampah. Ruang publik yang kian rusak ini sudah pasti berdampak negatif terhadap siapa pun dan sangat merugikan pertumbuhan generasi baru yang tengah lahir dan berkembang. Lantas, mari kita amati dan simak wacana dan pertunjukan yang terjadi di ruang publik baik yang disajikan televisi, surat kabar, majalah maupun media sosial seperti Twitter. Hampir mayoritas berita yang dominan bersifat negatif, tidak berkualitas. Bahkan cenderung merusak. Di Twitter hujat-menghujat dan saling serang antarpendukung parpol dan tokoh politik tak pernah surut. Sampai-sampai muncul dugaan, semua itu dilakukan oleh sebuah tim yang terorganisasi dengan modal uang dan jaringan informasi. Siapa orangnya, kita tidak tahu karena tampil dengan nama samaran. Di era keterbukaan tentu saja semua itu hal yang biasa- biasa saja. Yang jelas disayangkan adalah jika berbagai informasi yang dilempar ke ruang publik itu berupa fitnah. Fitnah akan mudah termakan ketika disertai bumbu-bumbu sentimen keagamaan. Seputar pileg dan menghadapi pilpres, berbagai berita, opini dan rekayasa serta fitnah kesemuanya berbaur sulit dibedakan mana yang benar dan mana yang salah. Sekian banyak peristiwa hukum dan pidana juga dikait-kaitkan dengan opini politik. Politik dan pertarungan perebutan kekuasaan memenuhi ruang pemberitaan media massa. Bahwa bernegara, berbangsa, dan berdemokrasi itu artinya berebut kekuasaan. Bukan pemilu untuk memajukan pembangunan, tetapi kemenangan pemilu yang jadi agenda pokok setiap lima tahunan. Di antara pemilu ke pemilu adalah selingan dan konsolidasi. Ketika seorang pejabat tinggi negara bekerja dengan baik, lalu hal itu ditafsirkan sebagai investasi agar pada pileg atau pemilu yang akan datang terpilih kembali. Atau bisa jadi memang obsesinya begitu. Di samping gosip politik seputar koalisi dalam pemilu nanti, sempat muncul juga kekhawatiran jangan-jangan pilpres yang jauh-jauh sudah direncanakan akan gagal terlaksana karena berbagai alasan. Mimpi buruk itu bisa datang karena KPU dianggap gagal melaksanakan pemilu sesuai dengan undang-undang atau karena koalisi untuk mendapatkan tiket ke panggung pertarungan tidak memenuhi ketentuan.
  • 37. Kegaduhan seputar politik diramaikan lagi dengan terjeratnya pejabat tinggi negara oleh KPK. Setelah tokoh-tokoh Partai Demokrat dan beberapa politikus parpol lain masuk tahanan KPK, menyusul Akil Mochtar dan Hadi Poernomo yang keduanya merupakan ikon dari sebuah lembaga tinggi negara, yaitu MK dan BPK. Pasokan wacana dan tontonan ruang publik yang sudah rutin adalah sinetron, berita korupsi, politik, dan gosip selebritas serta mimbar agama. Tapi jika diamati, sangat sedikit informasi dan wacana yang memberikan kebanggaan dan inspirasi bagi anak-anak bangsa untuk terpanggil dan bangkit ikut serta membuat bangsa ini maju. Ini bisa dibandingkan misalnya dengan Eropa yang dibuat gegap gempita oleh tontonan dan berita olahraga. Atau Korea Selatan dengan iklan inovasi teknologi serta musiknya. Atau beberapa negara lain yang selalu menyampaikan berita peresmian berbagai gedung dan fasilitas umum yang baru. Yang mengemuka di sini adalah kekecewaan pada kinerja wakil rakyat, kecewa pada kinerja birokrasi yang korup dan tidak produktif, ujian nasional yang menelan biaya mahal tetapi kualitas yang dihasilkan tidak naik-naik. Subsidi harga BBM yang mendekati Rp300 triliun sehingga menambah macet karena jalan raya tidak bertambah. Desentralisasi kekuasaan politik dan keuangan yang telah menyuburkan raja-raja kecil yang korup di daerah. Tenaga kerja Indonesia yang diperas baik di luar negeri maupun di Tanah Air dan sekian berita yang menenggelamkan informasi tentang berbagai capaian dan kemajuan bangsa ini. Sesungguhnya kegaduhan yang dimunculkan dari ranah politik itu wajar dan logis. Itu terjadi di negara mana pun. Namun kalau itu yang dominan dan membuat rakyat letih karena miskin inspirasi, motivasi, dan keteladanan, situasi ini amat merugikan dan membahayakan bagi masa depan bangsa karena kita akan kehilangan generasi tangguh dan cerdas. Setiap anak yang lahir dan mau tumbuh berkembang langsung terhadang oleh suasana batin yang menghalangi loncatan perkembangan mereka. Yang menutupi dan membuat surut mimpi-mimpi besar dan langkah ke depan mereka. Lambat-laun dan ini sudah terjadi, yang akan menguasai jaringan dan pusat-pusat transaksi keuangan serta kekayaan alam adalah (beralih ke) orang asing. Anak-anak bangsa cukup belajar, lalu dengan ijazah di tangan melamar kerja kepada mereka untuk bertahan hidup. Syukur-syukur bisa membeli gaya hidup untuk memenuhi mimpi dan dahaga hedonismenya. Gaya hidup dengan ditopang aksesori yang mahal menjadi sangat penting untuk menitipkan atau menggantungkan dirinya agar kelihatan sebagai orang sukses, hebat, bahagia, dan berharga. Ketika dirinya merasa tidak berharga atau dilanda krisis harga diri, jalan yang mudah adalah membeli gantungan yang bisa menaikkan citra dirinya. Gantungan itu bisa saja mobil mewah, rumah megah, dan ornamen lain. PROF DR KOMARUDDIN HIDAYAT Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, @komar_hidayat
  • 38. Sesama Koran SINDO Senin, 28 April 2014 KINI terbukti, di hari-hari pemilihan umum mulai sebelum 9 April 2014 untuk calon legislator hingga nanti Pilpres 9 Juli 2014, adagium politik itu ‖memecah‖ bila tanpa fatsun atau etika (baca: pemahaman, kesadaran batin, dan budi mengenai yang pantas dan tidak pantas dalam relasi sosial manusia-manusia berharkat). Mengapa? Lihatlah begitu politik digerakkan atau berjalan kencang yang disumberkan pada hasrat berkuasa dan ambisi, dua medan perang pun dicipta antara kubu kami dan kubu mereka. Sejarah peradaban (baca: sebagai proses perkembangan menata hidup bersama untuk saling menghormati martabat antar manusia dalam merajut masyarakat menjadi ‖negara‖) memaklumkan adanya ‖perang abadi‖ yang tak habis-habisnya antara hasrat kuasa, yang mewujud dalam kepentingan naluriah, kepentingan ingin menguasai dalam ekspresi ambisi, dan ‖nilai‖, yaitu apa yang dipandang, dihargai, dan berusaha dihayati sebagai kebenaran, kebaikan, keindahan, dan yang suci dalam kehidupan ini. Justru pengalaman sejarah mencatat korban-korban berdarah dan dihancurkannya kemanusiaan untuk ambisi kekuasaan dan atas namanya itulah umat manusia belajar untuk mengontrol hasratnya yang tega membawa kebiadaban daripada keadaban dengan dua cara. Cara pertama, mendidikkan proses kesadaran tiap manusia untuk semakin rasional jernih menimbang perihal yang baik dan buruk dan itu bernama rasionalitas etos atau teleologis: demi tujuan pemuliaan kehidupan dan tujuan yang suci serta yang bermakna dari hidup itu sendiri. Adapun lawan rasionalitas ini adalah rasionalitas ‖instrumentalis‖ (seperti diurai Jurgen Habermas dalam komunikasi yang emansipatoris di mana rasionalitas teleologis bertujuan pada semakin emasipatorisnya proses keadaban menjadi peradaban), sedangkan pada yang ‖instrumentalis‖, akal budi rasional digunakan untuk menimbang mana yang sarana demi mencapai tujuan. Disebut instrumentalis karena pada penggunaan ekstremnya akal budi ini akan ‖tega‖ menggunakan segala macam cara (termasuk yang dehumanistis) untuk mencapai tujuan (telos-nya yang ambisi dan hasrat subjek pelaku). Herankah kita bila politik sebagai seni memperjuangkan kepentingan dan kemungkinan- kemungkinan dalam kompetisi hasrat-hasrat kekuasaan yang ingin diwujudkan, kalau tidak
  • 39. dinakhodai atau diberi acuan arah etika, akan menjadi ladang pertempuran kuasa versus kuasa, mana yang kuat dialah yang menang. Situasi ini dirumuskan dalam paparan (deskripsi) situasi naluriah saling mengerkah dan berkelahinya orang-orang seperti serigala berebut mangsa atau wilayah kekuasaan (homo homini lupus dari Thomas Hobbes dalam Leviathan). Oleh karena itu kita menempatkan politik sebagai cara dan medium untuk menata hidup bersama agar lebih baik, lebih sejahtera. Rasionalitas tujuan politik adalah mewujudkan yang baik dalam hidup bersama sebagai etos sosial yang suci dalam hidup, yaitu hormat pada martabat makhluk-makhluk manusia dan alam ciptaan Tuhan dan yang indah serta benar dalam mengikhtiarkan dunia yang lebih ekologis, dunia yang lebih dicipta, dirawat (memayu hayuning bawana) agar layak didiami bersama. Di titik konfrontasi itulah Driyarkara menaruh kondisi masyarakat bernegara sebagai homo homini socius: manusia adalah sahabat atau rekan seperjalanan hidup bagi sesamanya. Di sini etika akan mengontrol apakah kita tega memperlakukan sesama hanya sebagai alat atau sarana untuk mencapai tujuanku? Pemahaman (baca: sebagai understanding) di atas digugat secara kritis dalam pertanyaan: apakah merupakan produk atau hasil hubungan sosial-ekonomis masyarakatnya atau si pelaku sebagai pusat kesadaran (baca: a conscious subject) mampu menentukan isi pemahaman sendiri? Kaum strukturalis dan sejarah materialis berpendapat bahwa sejarah ditentukan oleh faktor- faktor material seperti hubungan upah, hubungan pemilik modal dan pekerja, di mana pemahaman dan kesadaran subjek tidak merdeka. Kesadarannya mengalami pemalsuan pemahaman karena ia tidak bisa mandiri memahami. Pasalnya isi pemahaman sudah dipenuhi tayangan-tayangan pemodal dunia televisi, dunia pengatur makna. Sementara kaum idealis dan pendukung kemerdekaan otonomi subjek mampu mengolah pemahaman sendiri karena budi cerahnya yang bisa menimbang untuk memilih rasionalitas tujuan emansipasi dan memilah yang instrumentalis demi peradaban. Praktik politik kekuasaan yang memecah-retakkan antarkita sebenarnya oleh para pendiri bangsa sudah diberi wujud dasar awal peradabannya, yaitu konstitusi dengan arah homo homini socius dalam konsensus nilai-nilai dasar yang merekatkan ciri pluralitas kebinekaan Nusantara ini menjadi ika dalam bernegara. Apa itu? Konsensus dasar bahwa dasarnya dasar, kita sadar bahwa kemerdekaan bangsa adalah anugerah syukur kepada Sang Pencipta yang dalam rajutan religiositasnya kita disatukan oleh penghayatan ketuhanan yang berkebudayaan dan berbudi pekerti (Soekarno, periode eksil 1934– 1938 di Ende), lalu diolah dalam mengalami beda ragam suku, agama, penyusun anggota-anggota berbangsa bernegara ini bila bernegara disepakatilah kemanusiaan yang adil
  • 40. dan beradab. Keadaban itulah proses politik dengan etik kebudayaan menjadi jalan kebudayaan, artinya menapaki sistem edukasi dan pendidikan kesadaran agar semakin dicapainya martabat manusia Indonesia. Inilah humanisasi yang dalam jalan budaya menjadi kulturalisasi menuju persatuan. Konkretnya, sebagai sistem bernegara yang paling memayungi dan menjadi rumah bersama untuk Indonesia yang majemuk adalah sistem demokrasi dengan lima konsensus dasar kulturalisasi humanis dan sebuah sistem penyelesaian konflik beda kepentingan dan adu ambisi hasrat politik yang kerap tega mengorbankan sesama dalam sistem kepastian hukum atau rule of law. Karena itu, ketika politisasi mudah meretakkan dan memecah kita kalau tanpa etika dan ekonomisasi ekstremnya hanya memenangkan kalkulasi untung dan rugi atau rasionalitas instrumentalis yang menguntungkan dipakai, sedangkan yang merugikan dibuang apalagi kalau hasilnya adalah direduksikannya sesama manusia. Ekstremnya lagi ekonomi makro yang lupa bahwa Nusantara berbasis ekonomi mikro dan ukuran hidup bukan hanya uang dan uang tetapi kepedulian kerja sama, kemauan berbagi yang kesemuanya ini dalam nilai tukar uang telah membuat harga manusia cuma diuangkan, dimaterialisasi. Apa jadinya bila nilai intrinsik manusia sebagai subjek berharkat hanya disamakan dengan uang dan uang? Herankah kita pada praktik politik uang di pemilu ini? Maka menyadari fenomena-fenomena di atas dalam pilihan jalan politisasi, jalan ekonomisasi kini, mari kembali ke jalan awal para pendiri bangsa, yaitu jalan budaya, yaitu peradaban yang bersumber pada olahan yang baik, yang benar, yang suci, dan yang indah dalam hidup ini. Demi semakin sejahteranya tiap kita. Menjelang pilpres, pokok ini menjadi tantangan jalan peradaban kita! MUDJI SUTRISNO, SJ Guru Besar STF Driyarkara, Dosen Pascasarjana UI, Budayawan
  • 41. Tiga tantangan pendidikan nasional Koran SINDO Senin, 28 April 2014 PENDIDIKAN nasional pasca pemilu presiden dihadapkan pada tiga tantangan sekaligus. Pertama, tantangan dalam menghadapi bonus demografi. Jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2035 diproyeksikan mencapai 305,6 juta jiwa. Meningkatnya jumlah penduduk Indonesia tentu saja akan disertai dengan meningkatnya penduduk berusia produktif (usia 15 tahun sampai 65 tahun). Inilah yang akan kita hadapi dalam periode bonus demografi, yaitu rasio ketergantungan terhadap penduduk tak produktif. Alhasil, penduduk Indonesia yang produktif diperkirakan akan lebih banyak daripada penduduk yang tak produktif. Fenomena ini harus didukung kebijakan ekonomi, pendidikan, sosial, dan kesehatan dalam merespons bonus demografis tersebut. Kebijakan pendidikan adalah kunci utama dalam pembangunan nasional yang memiliki efek jangka panjang berkelanjutan. Kedua, tantangan merespons perubahan di tingkat regional atas rencana pemberlakuan Masyarakat ASEAN 2015. Sebagai kebijakan politik internasional, Komunitas ASEAN 2015 menjadi isu penting dalam menghadapi persaingan di tingkat regional. Kita akan menghadapi kompetisi era regional yang menunjukkan performa kompetisi, kualifikasi, dan keterampilan. Inilah pembuktian bahwa Indonesia bisa bersaing dengan negara-negara serumpun dari Asia Tenggara. Masyarakat ASEAN 2015 juga memberikan gambaran bagaimana persaingan pendidikan berlangsung secara dinamis. Mulai dari pendidikan usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah hingga pendidikan tinggi. Menjadi keniscayaan ketika kualitas pendidikan Indonesia akan dihadapkan dengan kompetisi regional yang sangat ketat. Tantangan ketiga adalah kualitas guru yang menjadi kunci sekaligus elan vital pendidikan nasional. Pendidikan di mana pun berada kuncinya terletak pada kualitas guru. Kurikulum canggih tanpa didukung guru-guru yang canggih sama dengan mimpi di siang bolong. Masa depan pendidikan Indonesia berada pada kualitas guru yang mumpuni. Guru
  • 42. adalah penerang masa depan pendidikan. Presiden dan kabinetnya yang dihasilkan dari pesta demokrasi 2014 akan menghadapi tiga tantangan besar tersebut. Dua periode kepemimpinan Presiden SBY memang sudah melakukan berbagai kebijakan dalam pendidikan seperti penyediaan beasiswa Bidik Misi, beasiswa dalam negeri, beasiswa luar negeri, sertifikasi guru, sertifikasi dosen, ujian kompetensi guru (UKG), Kurikulum 2013 maupun kebijakankebijakan lain. Memang mesti juga diakui bahwa urusan pendidikan tak selamanya maksimal di tangan pemerintah. Pemerintah memang memiliki tangan dan kaki yang terbatas dalam memperkuat kualitas maupun kuantitas pendidikan nasional. Misalnya, kita masih melihat persebaran kualitas yang masih sangat timpang antara daerah-daerah di Jawa dengan luar Jawa. Ketimpangan kualitas berupa sarana prasarana maupun output pendidikan yang masih terlokalisir di Pulau Jawa. Kualitas guru Berdasarkan data statistik, pada saat ini jumlah guru di Indonesia sekitar 2.600.000 orang. Sebanyak 78% di antara mereka belum lulus sertifikasi. Sertifikasi Guru dilaksanakan Kemendikbud untuk mengakselerasi kompetensi guru. Data tersebut juga menunjukkan 1,5 juta guru belum berkualifikasi sarjana/diploma 4. Adanya program sertifikasi guru ini dengan berbagai kekurangan mesti dihargai sebagai iktikad baik pemerintah dalam mendongkrak kualitas guru yang tujuan akhirnya dapat meningkatkan kualitas pendidikan nasional. Apalagi program sertifikasi ini mengeluarkan dana yang sangat besar. Dari APBN Rp1.842 triliun, anggaran pendidikan mencapai Rp371 triliun. Sekitar Rp 110 triliunnya untuk program sertifikasi guru. Ekspektasi rakyat Indonesia tentu saja beralasan karena dana tersebut adalah uang rakyat. Sejatinya, hasil sertifikasi guru tersebut juga dapat dikembalikan untuk rakyat dengan meningkatnya kualitas pendidikan di Indonesia. Ironisnya, kita memang masih tersandera dengan berbagai problem yang berada dalam dunia pendidikan kita. Di satu sisi, anggaran maupun program peningkatan kualitas guru terus dilakukan, tetapi kita juga belum melihat perubahan signifikan. Sebagian mengatakan bahwa perubahan tersebut tidak seperti membalikkan telapak tangan. Tapi kita juga membutuhkan berbagai terobosan yang seharusnya dilakukan para guru setelah mereka mendapatkan sertifikat mengajar. Terobosan itu antara lain dengan lahirnya berbagai terobosan berupa metode, teknologi, media pembelajaran yang kreatif dan inovatif di kalangan guru. Memang kita juga tak bisa menampik bahwa banyak guru di beberapa daerah kreatif dan inovatif dalam pembelajarannya. Tapi, secara umum kita belum melihat perubahan secara
  • 43. masif di seluruh Tanah Air. Kualitas guru mengacu pada dua kemampuan, yaitu kemampuan akademik dan kemampuan non akademik. Kita harus mendorong agar guru-guru memiliki kemampuan akademik yang lebih tinggi. Kemampuan tersebut dalam hal metodologi pembelajaran, penggunaan teknologi/media pembelajaran, serta pengayaan berbagai sumber pembelajaran yang menarik dan inspiratif. Termasuk juga di dalamnya penggunaan teknologi informasi yang mendukung pembelajaran. Tak kalah penting adalah tantangan nonakademik. Guru pasca sertifikasi tidak hanya dituntut cakap dan mahir dalam pembelajaran di kelas, tetapi juga harus cakap dan mahir dalam pergaulan dengan lingkungan profesinya. Arah politik pendidikan Presiden dan kabinet baru memiliki tugas sangat berat dalam mengantarkan Indonesia menghadapi tiga tantangan tersebut. Sejatinya memang berbagai warisan dan masalah pendidikan akan diterima oleh otoritas pendidikan terbaru. Beberapa warisan dan masalah tersebut sudah dijelaskan di bagian sebelumnya. Kabinet baru rasanya akan lebih berat menghadapi berbagai tantangan tersebut karena perubahan di tingkat global dan regional berlangsung sangat cepat. Secara politik juga, fase pasca Pemilu 2014 adalah fondasi penting bagi peta jalan politik Indonesia 10 tahun ke depan. Artinya, siapa pun presiden terpilih nanti memiliki peluang dan kesempatan untuk meneruskan kekuasaan periode keduanya pasca Pemilu 2019. Tidak berlebihan jika kita menantikan cetak biru politik pendidikan nasional dari para capres yang akan berlaga dalam pilpres nanti. Publik perlu membaca, memahami dan memperdebatkannya dalam ruang-ruang publik cetak biru politik pendidikan tersebut untuk membawa pendidikan Indonesia bersaing di dunia internasional. Memang harus diakui bahwa perdebatan cetak biru pendidikan ini kalah ingarbingar dari perdebatan koalisi dan bagi-bagi kekuasaan. Membincangkan visi pendidikan nasional adalah bagian dari keterlibatan publik dalam pembangunan pendidikan. Di tengah tahun politik, pengambil kebijakan di bidang pendidikan harus fokus pada visi besar bangsa Indonesia dalam membangun kualitas manusia Indonesia yang dicitacitakan secara kolektif. Kita akan menghadapi transisi kepemimpinan yang akan membawa sejauh mana pendidikan Indonesia dikelola untuk kepentingan mencerdaskan kehidupan bangsa. RAKHMAT HIDAYAT Dosen Jurusan Sosiologi Universitas Negeri Jakarta (UNJ)
  • 44. Elite politik, pemilu, dan ketahanan lansia Koran SINDO Selasa, 29 April 2014 ERA pesta politik tahun ini diwarnai dengan semua elite politik berlomba-lomba mencari peminat untuk menjadi pendukungnya. Dari calon anggota legislatif sampai calon presiden. Berbagai iming-iming program ditawarkan mulai pendidikan sampai kesehatan untuk kesejahteraan rakyat. Semua demi memenangkan pemilu. Namun, tak satu pun yang bicara mengenai penduduk lansia (lanjut usia), untuk mendulang suara dari penduduk lansia. Padahal, kelompok usia ini dapat menjanjikan dukungan politik yang menggiurkan. Di tahun 2015 ini penduduk lansia telah berjumlah 21,7 juta, yang merupakan 11,7% dari seluruh penduduk usia 15 tahun ke atas. Suatu persentase yang besar, dan menggiurkan untuk ditangkap. Apalagi, bersama para lansia tadi adalah generasi muda yang mempunyai perhatian pada para lansia. Generasi muda ini pasti akan berminat dengan program lansia. Lebih lanjut, jumlah dan persentase penduduk lansia akan terus meningkat menjadi 27,1 juta tahun 2020 dan 41 juta tahun 2030. Ini adalah pangsa ‖suara‖ yang besar sekali. Namun, ketidakpedulian elite politik memang dapat dimaklumi. Pemahaman yang ada masih sebatas pemahaman negatif, menganggap bahwa penduduk lansia merupakan beban bagi penduduk usia lainnya. Bahwa tidak ada lagi yang dapat dilakukan para lansia, selain menunggu saat-saat dipanggil Tuhan. Kenyataannya tidak demikian. Masih banyak di antaranya yang masih aktif bekerja, berkarya, bahkan masih menghidupi keperluan hidup keluarga anak-anaknya. Banyak elite politik, bahkan yang masuk bursa capres dan cawapres, juga lansia. Program apa yang dapat dijual para elite politik? Mumpung belum banyak yang bicara mengenai program lansia, elite politik dapat menyiapkan program yang mengubah pandangan negatif terhadap lansia tadi. Menawarkan program yang membuat penduduk lansia menjadi aset bangsa. Sebenarnya persoalannya tidak berhenti pada kelompok usia tua, melainkan sangat kompleks dan mencakup semua kelompok umur. Justru hal penting yang perlu dilakukan adalah bagaimana supaya seseorang dipersiapkan sejak dalam kandungan untuk menjadi lansia yang sehat, aktif, dan produktif di masa depan.
  • 45. Menjadi lansia yang demikian memerlukan ketahanan yang tinggi terhadap berbagai ancaman, tantangan, gangguan, dan risiko kehidupan, dan tumbuh menjadi lansia yang tangguh. Tentunya hal ini memerlukan upaya yang komprehensif dari berbagai aspek kehidupan, sehingga menjadikan penduduknya tahan. Para elite politik dapat menawarkan program ketahanan lansia, membentuk penduduk lansia yang tetap sehat, aktif, dan produktif. Penduduk lansia yang dapat menjadi keuntungan komparatif suatu perekonomian, karena jumlahnya yang besar. Selanjutnya, ketahanan lansia yang tinggi akan sangat menunjang ketahanan nasional suatu bangsa. Sebagai contoh, jika penduduk lansia mempunyai ketahanan yang tinggi maka dampaknya sangat baik bagi perekonomian, karena pengeluaran untuk biaya pengobatan menjadi berkurang. Seandainya ketahanan penduduk lansia rendah, mereka sakit-sakitan, dan terserang berbagai penyakit degeneratif, sudah dapat dibayangkan besarnya biaya yang harus dikeluarkan. Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) pun tidak akan dapat membiayai ledakan jumlah orang yang sakit-sakitan ini. Para elite politik dapat menawarkan program mengalihkan pandangan negatif mengenai penduduk lansia. Ciptakan program yang meningkatkan kerja sama, saling membantu, antara penduduk lansia dan yang lebih muda. Ciptakan program sehingga makin aktifnya penduduk lansia di pasar kerja akan menguntungkan generasi muda, terkurangi beban dan dapat bekerja lebih baik. Pemikiran mengenai ketahanan lansia ini seharusnya sudah dikembangkan dari sekarang, mulai dari mereka yang masihmuda. Kaum muda diberikan motivasi dan wawasan bahwa mereka menjadi generasi muda yang produktif, bukan saja untuk kehidupan saat muda, melainkan pada saat lansia. Jika demikian, mereka tidak perlu takut tersaingi dalam hal meraih kesempatan kerja yang ada, tapi bisa bahu membahu antar generasi dalam mewujudkan pembangunan bangsa. Untuk yang sudah lansia, elite politik perlu mempersiapkan penduduk lansia supaya masih mampu bekerja, menyumbangkan pikiran dan tenaga untuk pembangunan. Berbagai program untuk mempersiapkan kualitas sumber daya manusia perlu dilakukan secara komprehensif, dan berwawasan kelanjutusiaan. Bayi yang berat badan lahir rendah (BBLR), jika tidak ditangani dengan baik, akan tumbuh menjadi balita yang kurang gizi atau gizi buruk, dan kondisi ini akan berpengaruh pada saat masuk usia sekolah, remaja, bahkan sampai usia produktif. Seharusnya usia produktif ini dilalui setiap orang dengan menghasilkan produktivitas yang optimal, sehingga dapat menabung untuk persiapan hari tua. Namun, kondisi kesehatan yang buruk justru dapat menjadikan mereka beban dalam perekonomian.
  • 46. Ketika mereka menjadi lansia, kondisi mereka akan makin parah, dan menjadi beban yang lebih besar untuk perekonomian. Itu sebabnya, hal yang tidak menguntungkan ini harus diubah, melalui program seawal mungkin, bahkan sejak dalam kandungan. Para elite politik sudah selayaknya mempunyai wawasan bahwa masa tua merupakan hasil dari investasi masa muda. Investasi perlu dilakukan tidak hanya dari kesehatan dan gizi, tetapi juga persiapan tabungan masa tua. Agar tabungan berguna untuk masa depan, pemerintah perlu menekan agar inflasi menjadi lebih rendah daripada 3 persen, dan bunga tabungan lebih tinggi dari angka inflasi. Inflasi yang tinggi dan bunga tabungan yang rendah, justru menyebabkan tabungan menjadi sia-sia. Dengan kata lain, para elite perlu segara memberi perhatian pada ketahanan penduduk lansia. Dengan penangan yang tepat, para elite dapat menciptakan ketahanan lansia, yang selanjutnya meningkatkan ketahanan nasional Indonesia. Kalau gagal memberi perhatian pada penduduk lansia, peledakan jumlah dan persentasenya akan berubah menjadi bencana bagi ketahanan nasional. Ancaman tersebut menjadi lebih terasa, karena jumlah dan persentase penduduk lansia Indonesia akan terus meningkat dengan lebih cepat. Para elite politik juga perlu sadar bahwa sesungguhnya sekarang ini isu mengenai ketahanan lansia ini sudah mulai dibicarakan. Kalau mereka tidak ikut, mereka akan tertinggal. Isu ini berawal dari kajian penulis mengenai ketahanan penduduk lansia dari perspektif penuaan sehat, aktif, dan produktif. Akhirnya, siapa capres dan cawapres yang berani paling awal mendulang suara dengan menawarkan program ketahanan lansia? Bravo lansia. LILIS HERI MIS CICIH Kandidat Doktor pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia
  • 47. Kapten Rivai, Tragedi Sewol, dan Sekolah Pelayaran Kita Beberapa pekan belakangan hati kita terharu oleh berbagai tragedi transportasi. Di Malaysia, pejabat saling lepas tangan dan menyembunyikan informasi atas tragedi menghilangnya pesawat MH370. Tapi di Korea Selatan, ada nuansa lain di balik tragedi tenggelamnya kapal feri Sewol. Kapal yang hendak berlayar dari Pelabuhan Incheon ke Pulau Jeju itu mengangkut 476 penumpang. Sebagian besar siswa sekolah yang hendak berwisata dan didampingi sejumlah guru. Belum sampai tujuan, terdengar dentuman keras sampai akhirnya tenggelam. Belum jelas apa penyebab dentuman. Sampai Senin (21/4), korban tewas 64 orang, 238 hilang, dan yang selamat 174 orang. Masyarakat Korea Selatan menilai kasus ini sebagai insiden transportasi laut terburuk yang pernah terjadi di negaranya. Mengapa korban bisa begitu banyak? Dugaan sementara karena nakhoda terlambat memberikan perintah evakuasi. Kapten kapal, Lee Joon-seok, 69, baru memerintahkan evakuasi 30 menit setelah Pusat Pemantau Lalu Lintas Kapal Korea Selatan menginstruksikan agar penumpang dan awak kapal dievakuasi. Menurut korban yang selamat, para penumpang diminta tetap di tempat dan baru sekitar 30 menit kemudian kru kapal memulai proses evakuasi. Bukan membantu penumpang, Lee tertangkap kamera lari meninggalkan kapal terlebih dahulu. Ia dan beberapa krunya selamat, tapi kini ditahan dan diperiksa dengan tuduhan kelalaian yang mengakibatkan korban jiwa. Beruntung di kapal feri tersebut masih ada Park Jee-young. Park, perempuan 22 tahun, membantu para penumpang dengan membagi-bagikan pelampung sampai dia sendiri tidak kebagian. Ketika Park ditanya mengapa tidak mengenakan jaket pelampung, dia menjawab bahwa awak kapal harus mengutamakan untuk membantu para penumpang terlebih dahulu dan menjadi orang terakhir yang menyelamatkan diri. Park akhirnya tewas. Aksi heroik Park mendatangkan banyak pujian. Sebaliknya aksi Lee menuai kecaman. Bahkan kecaman itu datang dari Presiden Korea Selatan Park Geun-hye yang menilai perilaku Kapten Lee tidak bisa diterima dan setara dengan upaya pembunuhan. Insiden memalukan Kapten Lee mengingatkan kita akan aksi serupa yang dilakukan Francesco Schettino, kapten kapal Costa Concordia yang tenggelam pada 13 Januari 2012 silam karena menabrak karang di Pantai Isola, dekat Pulau Giglio, Italia. Kapal pesiar itu
  • 48. mengangkut sekitar 4.200 penumpang dan awak kapal. Akibat kecelakaan itu, 5 penumpang tewas. Kapten Schettino diketahui meninggalkan kapal sebelum semua penumpang dievakuasi. Ajaran Konfusius Kini, kasus tenggelamnya kapal feri Sewol bergulir ke ranah politik. PM Korea Selatan Chung Hong-won mengundurkan diri dari jabatannya dan disetujui Presiden Park. Namun, pengunduran diri PM Chung baru berlaku efektif saat krisis berhasil dikendalikan. Bagi saya, mundurnya PM Chung gambaran dari masih dijunjung tingginya etika Konfusius di kalangan masyarakat Korea Selatan. Etika Konfusius terdiri atas nilai-nilai kerja keras, kesetiaan pada organisasi, dedikasi, menjunjung tinggi harmoni sosial, cinta pendidikan dan kebijaksanaan, serta peduli pada kesopanan sosial. Selain itu mereka juga menjunjung tinggi nilai-nilai kehormatan dan harga diri yang terus dipraktikkan para pemimpinnya. Beda benar dengan di sini yang juga punya nilai serupa, tetapi tak lagi dipraktikkan para pemimpin yang selalu sembunyi tangan, cari aman, dan saling menyalahkan. Unsur-unsur etika ini memiliki semua aspek positif bagi pembangunan ekonomi dan sosial. Konfusius mengakui, untuk membangun sebuah bangsa, pengorbanan tertentu harus dibuat oleh individu. Pengorbanan pribadi dalam rangka memajukan kepentingan bangsa ada pada semua masyarakat Asia Timur dan Tenggara seperti di Korea Selatan, Jepang atau China. Menurut etika ini, seseorang pemimpin harus bersifat arif dan bijaksana terhadap orang yang dipimpinnya. Seorang bawahan harus menghormati atasan dan sebaliknya. Seorang pemimpin juga diharapkan menampilkan Ren yang berarti kebajikan atau humanisme dan memiliki pemikiran Yi atau diharapkan menegakkan standar tertinggi perilaku moral. Kepentingan individu harus dikorbankan demi kebaikan organisasi dan bangsa. Dalam kasus tenggelamnya kapal feri Sewol, apa yang dilakukan kapten Lee dan awak kapal lainnya—terkecuali Park–– jelas sangat bertentangan dengan etika tersebut dan mencerminkan sejumlah kegagalan sekaligus. Mereka gagal menjaga standar keamanan transportasi lautnya. Mereka gagal membangun sistem yang mampu melakukan respons cepat dalam melaksanakan penyelamatan. Mereka pun gagal mempertahankan kinerja sumber daya manusianya—sesuatu yang jadi faktor kunci keberhasilan Korea Selatan selama ini. Kapten kapal lambat memberikan perintah evakuasi. Kegagalan ini bukan hanya cermin kegagalan di industri transportasi laut, tapi juga cermin kegagalan pemerintahannya. Inilah yang memicu pengunduran diri PM Chung. Kapten Rivai