SlideShare a Scribd company logo
1 of 98
1 
DAFTAR ISI 
LOMPATAN KUANTUM 
Rhenald Kasali 5 
QUO VADIS PERTANIAN KITA? 
Ali Khomsan 8 
ADU SANKSI EKONOMI 
Dinna Wisnu 11 
PENGANGGUR TRANSISI 
Elfindri 14 
PARETO, SHAW, DAN GEROBAKPRENEUR 
Rhenald Kasali 17 
BELAJAR DARI KEGAGALAN BAYAR ARGENTINA 
Paul Sutaryono 20 
PELAJARAN MUNDURNYA KAREN 
Handi Sapta Mukti 23
2 
BERKACA PADA DEFLASI DI ZONA EURO 
Firmanzah 26 
HARGA BBM DAN MEA 2015 
Prodjo Sunarjanto 29 
PEMIMPIN PUNCAK YANG MEREDUP 
Alberto Hanani 31 
RAPBN 2015 DAN TRANSISI KEKUASAAN 
Ahmad Erani Yustika 34 
RAHASIA BISNIS 
Rhenald Kasali 37 
MENGUPAS JANJI EKONOMI JOKOWI-JK 
Berly Martawardaya 40 
POLITIK RUANG FISKAL DAN SUBSIDI BBM 
Muhamad Ikhsan Modjo 43 
DIFERENSIASI HARGA BBM UNTUK KEADILAN 
Bambang Setiaji 46
3 
NEGARA MARITIM 
Tridoyo Kusumastanto 49 
STANDARDISASI PASAR MODAL ASEAN 
Abiprayadi Riyanto 53 
SUBSIDI MANDAT KONSTITUSI 
W Riawan Tjandra 56 
SISTEM PEMBAYARAN NONTUNAI YANG KOMPETITIF 
Achmad Deni Daruri 59 
BUDAYA AKUNTABILITAS 
Rhenald Kasali 62 
KEMBALI KE RUPIAH DAN MENYIKAPI PERGERAKANNYA 
Untoro Kayatnan 65 
PEMIMPIN YANG MELAYANI 
Handi Irawan D 68 
MANFAATKAN ENERGI TERBARUKAN 
Ivan Hadar 71
4 
REFLEKSI MP3EI 
Firmanzah 74 
INTERNET UNTUK SEMUA ORANG 
N/A 77 
BERTEMPUR MELAWAN KEMISKINAN, PERBAIKI DWELLING TIME 
Rhenald Kasali 80 
REALOKASI SUBSIDI BBM 
Fahmy Radhi 83 
PENGENTASAN KEMISKINAN 
Rahmat Hidayat 86 
PENTINGNYA LITERASI KEUANGAN 
Paul Sutaryono 89 
EKONOMI MUSEUM 
Elfindri 92 
UMKM PENDORONG EKONOMI NASIONAL 
Firmanzah 96
5 
Lompatan Kuantum 
KORAN SINDO 
14 Agustus 2014 
Kita mengenal kaizen sebagai filosofi bisnis yang dianut raksasa automotif asal Jepang, 
Toyota Motor Corp. Kaizen artinya perbaikan sedikit demi sedikit, tetapi dilakukan secara 
terus-menerus (continuous improvement). 
Filosofi bisnis ini terbukti ampuh. Sebab dengan filosofinya tersebut, Toyota Motor 
Corporation pernah menyalip General Motors (GM) sebagai produsen automotif terbesar di 
dunia. Menurut The Wall Street Journal, sepanjang 2012, Toyota mampu menjual 9,75 juta 
mobil, sementara GM sedikit di bawahnya, 9,29 juta. 
Ketika Korea Selatan ingin produk-produknya bisa mengalahkan Jepang di pasar dunia, 
mereka tentu tak bisa kalau hanya mengandalkan filosofi bisnis atau cara-cara kerja yang 
sama. Mereka harus melakukannya dengan cara yang berbeda. Kata Albert Einstein, Anda 
bisa gila kalau menginginkan hasil yang berbeda, tetapi terus-menerus melakukan hal yang 
sama. Maka, chaebol-chaebol Korea Selatan pun menggagas ide yang berbeda dengan 
keiretsu-keiretsu Jepang, yakni lompatan kuantum (quantum leap). 
Apa gagasan utama dari lompatan kuantum? Sebetulnya sederhana. Mereka mematok target 
di depan, lalu berhitung mundur dengan menetapkan tahap-tahap apa saja yang harus mereka 
lakukan untuk mencapai target tersebut. Tapi, tentu target yang dipatok di depan bukan 
sekadar target yang biasa-biasa saja. Harus ambisius. Misalnya, jika biasanya kita hanya 
tumbuh 5% per tahun, ke depan target pertumbuhannya harus berlipat dua. Bahkan lipat tiga. 
Katakanlah menjadi 10% atau bahkan 15%. Itu baru lompatan kuantum. 
Tiga Cara 
Bagaimana cara mencapainya? Kunci dari keberhasilan strategi lompatan kuantum ada tiga, 
yakni memaksa diri, saling bersinergi, dan melakukannya secara konsisten. Pertama, 
memaksa diri itu artinya begini. Kalau ada suatu proses yang pada tahap biasa dilakukan 
membutuhkan waktu sampai satu minggu, entah bagaimana caranya waktu tersebut mesti 
berhasil dipangkas. Misalnya menjadi tinggal tiga hari. 
Bagaimana caranya? Entah. Tapi, intinya adalah kita harus memaksa diri untuk mencari dan 
menemukan caranya. Memang sulit, tetapi kalau dicari caranya pasti akan ketemu. 
Hari-hari ini saya tengah kedatangan tamu-tamu penting dari Boston, para guru besar senior 
dari Babson College yang akan memberi pelatihan mendalam untuk para dosen Podomoro 
University yang saya pimpin. Pimpinan rombongan bercerita betapa business school (MBA)
Amerika mulai kehilangan market share karena kalah bersaing dengan sekolah-sekolah bisnis 
dari Eropa. Mengapa demikian? Jawabannya karena business school dari Eropa bisa 
menawarkan MBA satu tahun saja. “Saya usulkan agar membuat master program dalam 
entrepreneurial leadership dan hasil survei pasar menandaskan mereka mau ikut kalau hanya 
terdiri atas 42 SKS sudah selesai.” Ini sekadar contoh saja. Lantas berhasilkah? “Nah itu 
tugasnya dekan, saya hanya memberi informasi pasar sekaligus meminta produknya. 
Seminggu kemudian mereka datang dengan menawar. Bisakah menjadi 54 SKS? Saya 
katakan, tidak bisa, pasar maunya 42 SKS. Akhirnya mereka bekerja lagi dan jadilah MBA 
baru itu.” 
6 
Bicara soal ini, saya kerap terkagum-kagum dengan sopir saya yang piawai menemukan 
jalan-jalan tikus. Kita pasti sudah sangat jenuh menghadapi kemacetan di Jakarta. 
Menghadapi kondisi semacam itu, pilihannya hanya tinggal kita jalan terus seraya terus 
mengutuk kemacetan tersebut. Atau kita mau berubah. Caranya? Kita keluar dari jalan utama 
dan mulai mencari jalan-jalan tikus. Memang tidak mudah. Kadang Anda harus berhadapan 
dengan jalan buntu. Tapi, kalau kita tidak lelah mencari, pasti akan ketemu juga jalannya. 
Jadi, paksa diri dan temukan. Pasti ada. Mentalitas seperti ini harus ada kalau kita mau 
melakukan lompatan kuantum. 
Kedua, upaya memangkas waktu tersebut hanya bisa dilakukan kalau semua unit yang ada di 
dalam organisasi perusahaan saling bersinergi. Jadi, setiap unit saling memberikan dukungan 
kepada unit yang lain. Bahkan kalau perlu kita menanamkan sikap mental bahwa unit saya 
baru dinilai berhasil kalau unit yang lain juga berhasil. Bukan kita berhasil sendirian. 
Dengan sikap mental yang seperti itu, semua unit kemudian memberikan kontribusinya untuk 
membenahi proses-proses yang ada pada setiap tahap. Bukan unit yang satu justru menjegal 
unit yang lain atau sebaliknya. 
Ketiga, harus selalu ada pihak yang perannya mengingatkan secara terus-menerus. Kalau kita 
ingin produk kita menjadi nomor satu, harus ada bagian dalam organisasi di perusahaan yang 
selalu mengingatkan, “Hei, kita harus menjadi nomor satu ... kita harus menjadi nomor satu!” 
Begitu terus-menerus, berulang- ulang, persis seperti kaset rusak. 
Konsistensi yang seperti itu, meski kadang sangat menjemukan, harus dilakukan dan harus 
ada bagian yang ditunjuk untuk melakukannya. Jangan mengandalkan kesediaan bagian lain 
untuk melakukannya secara sukarela (voluntary). 
Dengan tiga cara tersebut, kini kita semua bisa menyaksikan hasil dari lompatan kuantum 
yang dilakukan Korea Selatan. Produk-produk elektronik mereka, seperti Samsung, kini 
mulai meninggalkan Sony. Bahkan smartphone Samsung terus mengimbangi iPhone dari 
Apple. Apa yang bisa kita pelajari dari pengalaman Samsung? 
Semuanya Butuh Waktu
7 
Saya selalu sebal kalau membaca atau mendengar iklan yang menawarkan iming- iming, 
“Cara cepat menjadi kaya ... cara cepat menjadi miliarder ... dan sebagainya.” Mereka 
seakan-akan ingin mengatakan bahwa keberhasilan bisa kita raih secara instan. Omong 
kosong! Keberhasilan selalu bisa kita raih kalau kita mau bekerja keras dan bekerja cerdas. 
Bukan dengan cara-cara instan. 
Orang-orang Jepang terkenal dengan kemampuan engineering-nya. Mereka mampu bekerja 
dengan sangat detail dan cermat. Tapi, tahukah Anda bagaimana caranya sehingga mereka 
bisa membentuk SDM-SDM yang seperti itu? 
Anda tahu origami, seni melipat kertas menjadi berbagai macam mainan sampai hiasan yang 
indah. Sejak kecil, di sekolah-sekolah, anak-anak Jepang itu diajari tentang bagaimana 
caranya membuat origami. Itulah pelajaran pertama yang membangkitkan kemampuan 
rancang bangun dari anak-anak Jepang. Setelah bertambahnya usia, anak-anak itu tumbuh, 
siap ditempa untuk menjadi engineer-engineer yang andal seraya sekaligus memiliki cita rasa 
akan keindahan. Jadi, mereka menempa SDM-nya sejak dini. 
Keterampilan dan pengetahuan yang mereka miliki bukan hanya tertanam di dalam otak, 
tetapi juga dalam memori yang ada di syaraf dan otot. Saya menyebut ini dengan istilah 
myelin atau muscle memory. Membangun SDM yang seperti itu tidak bisa dilakukan dengan 
cara-cara yang terburu-buru, yang maunya serbacepat. Cara-cara seperti itu hanya akan 
melahirkan mentalitas main terabas. Padahal, dalam dunia bisnis kita juga harus taat aturan. 
Analogi yang sama juga bisa kita gunakan dalam membangun brand. Dari sejumlah brand 
favorit pilihan pembaca dari hasil survei Litbang KORAN SINDO, saya tak melihat ada di 
antara mereka yang dibentuk secara instan. Semuanya merek lama yang sudah bertahun-tahun 
kita rasakan kehadirannya termasuk jatuh bangunnya. 
Dan, hampir semua brand itu sempat mengalami krisis. BCA pernah terkena isu rush. 
Beberapa produk Toyota sempat harus ditarik dari pasar. Nokia harus menghadapi gempuran 
BlackBerry dan berbagai gadget yang berbasis android. Dan sebagainya. Mereka melakukan 
kesalahan, terpukul, tetapi mampu bangkit kembali. 
Benar kata Daniel Coyle, “One you makes mistakes, it makes you smarter.” Jadi, jangan 
malah mundur kalau Anda melakukan kesalahan. Sebab, kalau mundur, berarti Anda 
membuang pengalaman yang mestinya membuat Anda bertambah pintar. Sayang bukan! ●
8 
Quo Vadis Pertanian Kita? 
Koran SINDO 
15 Agustus 2014 
Menurut prediksi pakar ekonomi target pemerintah untuk mewujudkan swasembada pangan 
dan surplus beras 10 juta ton tahun ini semakin sulit terwujud. Menurut sensus Badan Pusat 
Pertanian, jumlah rumah tangga pertanian kian menyusut drastis. Kalau pada 2003 jumlah 
rumah tangga pertanian sekitar 31 juta, pada 2013 tinggal 26 juta. 
Lahan pertanian juga kian susut akibat konversi lahan. Sektor pertanian dianggap kurang 
menjanjikan untuk meningkatkan kesejahteraan. Populasi petani kita lebih banyak didominasi 
petani gurem dengan pemilikan lahan sangat sempit. Sekitar 14,5 juta rumah tangga petani 
memiliki lahan kurang dari 0,5 ha. Persentase penduduk miskin terbesar hampir di seluruh 
kabupaten/provinsi adalah mereka yang bekerja di sektor pertanian. Presiden baru yang akan 
dilantik 20 Oktober nanti mempunyai pekerjaan rumah (PR) berat di bidang pertanian. 
Banyak produk pertanian impor yang menjejali pasar-pasar di Indonesia menunjukkan bahwa 
kita sesungguhnya telah kalah sebagai negara agraris. Sebentar lagi akan diimplementasikan 
pasar bebas ASEAN dan ini akan semakin memperbesar peluang produk pertanian negara-negara 
lain memasuki Indonesia dengan harga lebih murah dan kualitas lebih baik. Apabila 
sektor pertanian tidak segera dibenahi, petani Indonesia hanya akan melongo alias tak 
berkutik dan semakin terempas dalam kehidupan yang semakin sulit karena tidak mampu 
bersaing. 
Pangan adalah soko guru bangsa. Ketidakberdayaan sektor pertanian dalam mencukupi 
kebutuhan pangan penduduk akan menyebabkan ketergantungan pada impor yang semakin 
besar. Ketidakmampuan petani-petani Indonesia menghasilkan produk pertanian bermutu 
menyebabkan daya saing rendah dalam menghadapi produk pertanian Tiongkok, Thailand, 
dan negara-negara tetangga. Telah banyak dilakukan penelitian dan kajian faktor-faktor yang 
memengaruhi keterpurukan petani. 
Salah satu di antaranya kesulitan pembiayaan usaha tani dan kebutuhan dana tunai untuk 
keperluan hidup selama masa menunggu penjualan hasil panen. Banyak petani terjebak 
sistem ijon dan atau utang kepada para tengkulak yang mematok harga pertanian dengan 
harga rendah. Para petani kini semakin tidak memiliki bargaining position lagi. Pekerja 
pertanian dan industri memiliki nasib yang berbeda. Industri melaju jauh lebih cepat 
dibandingkan sektor pertanian. 
Serapan tenaga kerja pertanian memang bertambah. Namun, kalau pertanian kita hanya 
dijejali dengan petani gurem, sektor pertanian akan menjadi penyumbang kemiskinan yang
9 
signifikan. Kita yang selalu bangga mengklaim diri sebagai bangsa agraris atau negara 
maritim ternyata tidak pernah meraih kemakmuran dari dua bidang tersebut. Impor beras dan 
produk-produk pertanian lainnya masih saja terjadi. Potensi laut kita tidak termanfaatkan 
secara maksimal karena ketidakmampuan teknologi penangkapan ikan. Akhirnya produk 
kelautan banyak dicuri nelayan-nelayan luar. 
Salah satu teori tentang kelaparan menyebutkan bahwa hunger adalah bencana kemanusiaan 
yang dapat terjadi bilamana kebijakan pertanian dirumuskan secara tidak tepat. Kebijakan 
pertanian yang tepat adalah kebijakan yang berpihak petani. Kebijakan pertanian yang keliru 
akan menyebabkan penderitaan dan kesengsaraan yang tidak mustahil akan meningkatkan 
jumlah orang miskin di Indonesia. Kebijakan pengentasan kemiskinan akan mengabur tanpa 
hasil karena dampak positifnya tertutup oleh dampak negatif kebijakan lain yang tidak tepat. 
Kerja keras pemerintah akan tampak nihil karena orang miskin tidak berkurang, tapi justru 
bertambah. Pertanian seharusnya tidak identik dengan kemiskinan. Sektor pertanian adalah 
andalan bangsa kita. Kebijakan pertanian pada masa datang diharapkan bisa lebih fokus pada 
usaha-usaha memperbaiki kesejahteraan para pelaku pertanian dan sekaligus menggapai 
kedaulatan pangan. Kemiskinan yang mendominasi masyarakat petani harus segera diatasi. 
Deklarasi Copenhagen yang dirumuskan dalam UNs World Summit on Social Development 
menjelaskan fenomena kemiskinan sebagai deprivasi kebutuhan dasar manusia yang tidak 
hanya menyangkut sandang, pangan, dan papan, tetapi juga akses terhadap pendidikan, 
fasilitas kesehatan, air bersih, dan informasi. Kemiskinan di Indonesia mungkin merupakan 
kombinasi beragam kemiskinan yakni kemiskinan subsistens yang dicirikan oleh daya beli 
rendah, waktu kerja panjang, lingkungan tempat tinggal buruk, dan sulit mendapatkan air 
bersih. 
Masyarakat juga mengalami kemiskinan kultural yaitu keengganan untuk mengentaskan diri 
dari kemiskinan. Mereka yang mengalami kemiskinan kultural mungkin sudah pasrah dan 
menerima keadaan apa adanya. Membahas soal kemiskinan tidak bisa terlepas dari standar 
kebutuhan hidup minimum/layak yang merupakan garis pembatas untuk membedakan orang 
miskin dan tidak miskin. 
Garis kemiskinan yang ditetapkan Bank Dunia senilai USD1 atau USD2 per kapita per hari 
memungkinkan bagi setiap negara untuk membandingkan posisinya dengan negara-negara 
lain. Sebuah penelitian tentang garis kemiskinan telah dilakukan di salah satu kabupaten di 
Jawa Barat (Nani Sufiani dkk., 2008) dan hasil temuannya cukup menarik. Garis kemiskinan 
versi penelitian ini adalah Rp457.558 per kapita per bulan (USD1,6 per kapita per hari). 
Angka ini lebih besar dibandingkan garis kemiskinan Badan Pusat Statistik dan berada di 
antara garis kemiskinan Bank Dunia sebesar USD1 dan USD2 per kapita per hari. Apa pun 
garis kemiskinan yang dipakai, Indonesia telanjur memiliki jumlah penduduk miskin sangat 
banyak. Sebab itu, presiden yang akan datang harus mampu mengangkat nasib dan 
memberdayakan petani kita untuk segera lepas dari jerat-jerat kemiskinan.
10 
Jangan biarkan petani kita mogok sebagaimana yang dilakukan para buruh industri karena 
pemogokan petani akan mengakibatkan krisis pangan yang tiada berkesudahan. 
ALI KHOMSAN 
Guru Besar Fakultas Ekologi Manusia IPB
11 
Adu Sanksi Ekonomi 
Koran SINDO 
20 Agustus 2014 
Dalam menghadapi krisis di Ukraina, Uni Eropa telah sepakat menjatuhkan sanksi ekonomi 
terhadap Rusia. Mereka melakukan embargo atas perdagangan senjata, menetapkan 
pembatasan terhadap eksplorasi minyak dan gas, serta membatasi perdagangan dengan bank-bank 
Rusia di Eropa. 
Pilihan sanksi ini tidak sembarangan karena perekonomian Rusia sangat tergantung pada 
produk minyak dan gas. Aset bank Rusia yang dibekukan juga telah mencapai 30%, menurut 
pejabat resmi Amerika. Biasanya, pendapatan dari sektor ini bisa mencapai 60%. Secara 
keseluruhan, 45% dari produk ekspor Rusia diserap oleh pasar Eropa, sementara Eropa 
sendiri mengekspor sekitar 3% dari keseluruhan ekspornya ke Rusia. 
Rusia tidak tinggal diam. Sejak dua minggu lalu, Rusia mengumumkan larangan impor bagi 
produk-produk pertanian, buah-buahan, ikan dan sayur-mayur dari Amerika, Uni Eropa, 
Kanada, Australia, dan Norwegia. Bagi Rusia, sanksi ekonomi yang ditetapkan terhadap 
mereka adalah kabar baik untuk membangkitkan produksi barang-barang yang masuk dalam 
daftar larangan ekspor. Nilai ekspor pertanian Eropa ke Rusia mencapai 5,25 miliar euro pada 
tahun lalu. Mayoritas petani yang mengalami dampaknya adalah Jerman, Belanda, Polandia, 
Spanyol, dan Prancis. 
Kerugian tiap negara Eropa adalah relatif terhadap produk-produk yang dihasilkan. Contoh 
untuk dairy product (produk turunan susu), Belanda kehilangan 257 juta Euro, sementara 
pada produk-produk buah-buahan Polandia adalah negara yang paling dirugikan. Namun, 
secara keseluruhan, kerugian dari larangan impor produk dari Eropa ke pasar Rusia paling 
besar dirasakan dampaknya oleh Lithuania, Polandia, Jerman, dan Belanda. Larangan 
terhadap produk-produk pertanian secara politik juga adalah pukulan besar bagi Uni Eropa 
karena dibandingkan dengan produk lain, produk pertanian sangat rentan terhadap penurunan 
harga. 
Dengan adanya larangan impor, Eropa akan kebanjiran produk-produk pertanian. Mereka 
tidak hanya akan mengalami kerugian dengan tidak terjualnya hasil pertanian di dalam 
gudang, tetapi juga terhadap produksi yang sedang berjalan. Apabila mereka tidak segera 
menemukan pasar yang baru, produk-produk itu akan kehilangan nilai akibat dikejar waktu 
kedaluwarsa yang melekat dalam produk-produk organik. Untuk itu, Uni Eropa menjanjikan 
bantuan kepada perusahaan-perusahaan perkebunan dalam menghadapi krisis akibat larangan 
impor dari Rusia terhadap produk-produk dari Eropa.
Pemerintahan Uni Eropa telah menghitung kerugian-kerugian tersebut dan mereka akan 
memberikan bantuan sebesar 125 juta euro untuk membantu agar para produsen tidak 
mengalami kerugian yang besar. Selain bantuan keuangan, Uni Eropa juga tengah membujuk 
negara-negara lain mengambil kesempatan embargo Rusia ini untuk tidak memasarkan 
produk mereka ke Rusia. Misalnya, dengan membujuk Brasil dan Mesir untuk tidak 
melakukan perdagangan buah-buahan ke Rusia. 
12 
Dalam waktu dekat, sanksi ekonomi Amerika Serikat dan Uni Eropa kepada Rusia 
kemungkinan tidak akan berkurang dan malah akan meningkat. Baru-baru ini, Amerika 
Serikat dan Jerman telah mengancam akan meningkatkan sanksi ekonomi terkait dengan 
meledaknya pesawat MH17 dan sulitnya rombongan bantuan kemanusiaan masuk ke 
Ukraina. Namun, di sisi lain, Rusia juga mengancam balik bahwa apabila sanksi tambahan 
diberlakukan, mereka akan melarang impor kendaraan dari Eropa dan Amerika Serikat. 
Sanksi ekonomi adalah opsi keputusan politik ekonomi yang biasa diambil sebagai jalan 
untuk menekan negara lain agar mengubah perilakunya sesuai dengan yang diharapkan 
pemberi sanksi. Secara teoretis, dalam sistem pasar di mana pasar satu negara dengan negara 
lain saling terhubung dan bergantung, sanksi ekonomi akan menghentikan atau mengurangi 
volume dan nilai peredaran barang dan jasa sehingga akan mengurangi pendapatan suatu 
negara. Pendapat saya tentang sanksi ekonomi, yang saya sampaikan dalam kolom KORAN 
SINDO setahun lalu, menyimpulkan bahwa sanksi ekonomi sangat relatif keberhasilannya. 
Sanksi ekonomi dapat mengubah perilaku negara dalam memenuhi tuntutan pemberi sanksi, 
tetapi bisa juga memperdalam krisis kemanusiaan dan konsekuensi sosial. Isolasi ekonomi 
terhadap rezim apartheid telah mendorong rezim untuk membuka demokrasi dan mengakhiri 
politik diskriminasi terhadap kulit berwarna. Sanksi terhadap Kamboja telah mengisolasi 
rezim Khmer Merah dan mendorong negeri itu untuk mengadopsi pemilu yang demokratis. 
Demikian pula dengan Libya, Irak, Serbia, Kosovo, dan negara lain di Afrika. Namun ada 
juga negara-negara yang mendapat sanksi ekonomi, tetapi tetap bertahan dan mampu 
melewati masa-masa krisis dengan baik. 
Contoh adalah Kuba yang telah diembargo selama 50 tahun oleh Amerika. Ada pula Suriah, 
Iran atau Korea Utara. Di sisi lain, sanksi ekonomi justru merugikan masyarakat di suatu 
negeri dan bukannya menghukum sang pemimpin negara. Sanksi ekonomi justru 
memperdalam krisis kemanusiaan dan konsekuensi sosial. Embargo terhadap ekonomi Haiti 
selama setahun, misalnya, telah berdampak negatif pada kesehatan anak-anak karena sulitnya 
mendapatkan obat-obatan, demikian pula dengan pelayanan kesehatan publik di Kuba dan 
Nikaragua. 
Matheew Krain dalam penelitiannya mengenai hubungan antara sanksi ekonomi dan 
pembunuhan massal sejak 1978 hingga 2008 menyimpulkan sanksi ekonomi tidak membawa 
perubahan berarti untuk mengurangi atau menghentikan pembunuhan massal. Sanksi justru 
berdampak negatif kepada kelompok yang bukan menjadi target seperti masyarakat sipil, 
kelompok minoritas, dan kelompok-kelompok lain. Terlepas dari efektif atau tidak sebuah
13 
sanksi ekonomi, pertanyaannya adalah sejauh mana kita memanfaatkan fakta politik 
tersebut? 
Apakah kita perlu memanfaatkan kesempatan yang terbuka dari sanksi tersebut, misalnya 
dengan menggantikan produk-produk yang masuk di dalam daftar yang dilarang? Dari sisi 
praktis, Indonesia sulit mengambil alih peran sebagai pemasok barang-barang kebutuhan 
Rusia. Selain karena jarak geografis yang terlalu jauh dan persoalan logistik, Indonesia 
bukanlah produsen andal untuk produk-produk pertanian yang ditolak Rusia dari Eropa dan 
Amerika. 
Paling mungkin, Indonesia mengambil manfaat dengan cara mengembangkan kerja sama 
alternatif dengan negara-negara yang produknya ditolak Rusia, misalnya dengan sistem swap 
(tukar) agar produk Indonesia pun bisa dibeli oleh para negara yang sedang kebanjiran 
produk pertanian itu. Sistem tukar penjualan ini perlu supaya APBN kita tidak terbebani 
peningkatan impor. Namun ada juga pertanyaan lain, yakni apakah Indonesia mau ikut 
menekan Rusia dan solider menjatuhkan sanksi ekonomi? 
Apakah secara etis pergaulan internasional, tindakan tersebut akan memperkuat atau 
memperlemah kedudukan kita? Di sinilah kita harus jelas keberpihakannya. Tidak mungkin 
kita sekadar abstain demi politik bebas aktif. Dalam sejarah, sanksi ekonomi sifatnya 
diskriminatif. Pada saat rezim otoriter propasar bebas berkuasa di Amerika Latin dan Asia 
Tenggara pada 1970-an hingga akhir 1990-an, tidak ada sanksi ekonomi yang dikeluarkan 
negara-negara Barat, tetapi sebaliknya pada negara yang memiliki perbedaan garis ideologi 
dengan Barat seperti Rusia, Kuba, Iran, dan Korea Utara. Mereka dengan mudah dijatuhi 
sanksi. 
Keberpihakan Indonesia selayaknya pada sisi kemanusiaan, demokrasi, dan penghidupan 
masyarakat madani. Di sinilah Indonesia perlu memisahkan diri dari ”kerumunan pemberi 
sanksi ekonomi” dan menunjukkan dasar sikap yang berbeda.
14 
Penganggur Transisi 
Koran SINDO 
20 Agustus 2014 
Data pengangguran yang diterbitkan selama lima tahun terakhir memang 
menggembirakan. Pasalnya angka pengangguran terbuka turun dari 9,1% tahun 2007 atau 
10,0 juta orang menjadi 6,1% tahun 2012 atau sebanyak 7,2 juta orang. Memang kita sama-sama 
maklum bahwa penurunan angka pengangguran terutama karena manfaat dari 
pertumbuhan ekonomi. Pengangguran yang tertinggi adalah mereka yang berusia muda 15-24 
tahun dan berpendidikan menengah (tamat SMA/sederajat). Untuk mereka yang 
berpendidikan menengah tamat SMA, angka pengangguran terakhir telah mencapai rentang 
9,6% sampai 9,9%. 
Tidak ada tanda-tanda bahwa angka pengangguran tamat sekolah menengah atas vokasi lebih 
rendah dibandingkan dengan tamatan SMA pendidikan umum. Secara implisit memang 
pendidikan menengah pun belum memiliki daya saing. Banyak yang menyangsikan kualitas 
dari penyelenggaraan pendidikan menengah mengingat orientasi pendidikan kita belum 
menyiapkan mereka untuk siap pakai, atau siap kerja. Pertanyaannya adalah dimensi apa 
yang tidak terbaca selama ini dalam data pengangguran? Kenapa hal ini penting dan apa 
implikasinya? 
Penganggur Transisi? 
Pemuda dapat diasumsikan pada analisis ini mereka yang berusia 15-24 tahun. Sekiranya kita 
lihat angka pengangguran terbuka pemuda, secara nasional tahun 2012 adalah sebesar 4,0 juta 
orang. Jumlah ini lebih separo dari pencari kerja keseluruhannya. Namun ketika patokan kita 
dalam melihat keadaan adalah pada mereka yang mencari pekerjaan, jelas itu ada pada usia 
muda. 
Selain jumlahnya besar, mereka terdidik dan pengangguran tentunya merupakan beban sosial 
(social costs) yang serius. Tampaknya ketika kita hanya mengakui mereka yang masuk ke 
dalam kelompok usia angkatan kerja, jumlah pengangguran anak muda tidak seberat 
persoalan pengangguran terbuka anak muda di negara-negara maju. Sebab angka 
pengangguran anak muda telah mencapai di atas dua digit. Berbagai kajian menemukan, 
ketika angka pengangguran anak muda tinggi, angka partisipasi kerja penduduk usia tua 
mengalami peningkatan. 
Akan tetapi tunggu dulu, survei angkatan kerja memang memperlakukan mereka yang masuk 
ke dalam usia kerja. Ketika kegiatan utama mereka adalah bekerja atau mencari pekerjaan 
selama seminggu yang lalu masuk ke dalam angkatan kerja. Bagaimana ketika anak muda
15 
berusia 15-24 tahun, mereka tidak bekerja, tidak pula mencari pekerjaan? Mereka ketika 
ditanya juga tidak sedang sekolah atau tidak mengurus rumah tangga. Maka opsi yang ada 
dalam jawaban adalah kelompok ini adalah kelompok “lainnya”. 
Masalahnya adalah siapa mereka yang menjawab kelompok “lainnya” itu? Sebuah 
pertanyaan penting mengingat dari segi jumlah, angkanya relatif cukup serius. Ketika jumlah 
pengangguran pada kelompok usia 15-24 tahun adalah pada kisaran 10,1 juta orang, data 
mereka yang masuk usia yang sama yang berstatus “lainnya” adalah sebanyak lebih 2 juta 
orang. Secara logika saja sebenarnya mereka yang mengaku secara terang-terangan 
menganggur ditambah dengan mereka yang sebenarnya masih tetap menganggur menjadi 6,1 
juta orang. 
Ini menghasilkan proporsi mereka yang mesti mendapatkan penanganan yang bermakna 
menjadi lebih luas dan semakin kompleks. Kelompok yang menganggur memang tidak lagi 
sekolah, mereka sedang mencari pekerjaan. Sementara mereka yang menjawab lainnya pada 
kelompok usia muda, diperkirakan mereka yang sehari-harinya tidak sekolah lagi, mungkin 
sedang mempersiapkan diri untuk melanjutkan pendidikan atau beraktivitas yang mereka akui 
tidak bekerja, padahal mereka memerlukan pekerjaan. Kelompok inilah yang kita istilahkan 
sebagai kelompok pengangguran “transisi”. 
Dari sisi penawaran supply side, mereka yang masa transisi, selain berusia muda, tidak 
memiliki keterampilan yang memadai untuk bekerja atau dengan kondisi tertentu mereka 
tetap bertahan dengan kondisi seadanya, tidak berinisiatif untuk menambah keterampilan, 
atau pasrah dengan keadaan yang ada. Apalagi aktivitas ekonomi sepi gara-gara rendahnya 
investasi pada daerah tempat mereka tinggal. Begitu juga kelompok transisi ini menjadi target 
tersendiri agar mereka semakin terbekali. Mereka ini sekiranya tidak termasuk ke dalam 
target untuk mendapatkan kebijakan, beban pasar kerja dalam waktu yang tidak terlalu lama 
akan semakin berat. 
Tanggung Jawab Siapa? 
Pertanyaan kita tentu ditujukan apakah mereka yang menganggur dibiarkan saja? Untuk 
kelompok penganggur, jelas mereka tidak lagi terikat dalam sistem pendidikan. Maka 
penganggur ini tentunya sebagian di antaranya adalah merupakan pekerjaan rumah bagi 
pemerintah, terutama meningkatkan keterampilan mereka serta menyalurkan mereka untuk 
dapat bekerja. Namun pada kelompok pemuda “lainnya”, mereka tidak lagi sedang sekolah 
dan bukan merupakan tanggung jawab departemen pendidikan, mengingat mereka bukan lagi 
pada rentang usia wajib belajar. 
Sementara kelompok ini tidak juga merupakan definisi pencari kerja. Pemerintah bisa lepas 
tangan karena tidak terdefinisi sebagai pencari kerja. Lantas siapa? Sebenarnya telaah lebih 
mendalam diperlukan mengenai siapa dan kenapa mereka masuk ke dalam kategori 
“lainnya”. Dalam kaitan ini setidaknya kita dapat menetapkan lebih baik mereka masuk ke 
dalam kategori transisi selepas menjalani pendidikan, kemudian sebaiknya mereka diarahkan
16 
pada penyediaan keterampilan kerja. 
Pastikanlah, upaya untuk membekali keterampilan kerja dan membekali mereka untuk 
merasa terpanggil bekerja adalah salah satu program penting pada masa yang akan datang. 
Bukankah kita dapat melihat bahwa semakin besar partisipasi angkatan kerja, semakin besar 
nilai tambah yang dihasilkan? Oleh karenanya, kita perlu menyarankan, agenda peningkatan 
keterampilan dan kewirausahaan mesti dapat meringankan beban tekanan pasar tenaga kerja 
pada masa yang akan datang. ● 
ELFINDRI 
Profesor Ekonomi SDM dan Koordinator Program S-3 Ilmu Ekonomi Universitas Andalas, 
Padang
17 
Pareto, Shaw, dan Gerobakpreneur 
Kita semua pemakai gadget. Dari telepon seluler (ponsel) biasa hingga ponsel cerdas. 
Bentuknya bisa telepon sentuh, iPhone, tablet, atau peranti jinjing lainnya. 
Semuanya produk berbasis teknologi. Ada yang langsung sentuh dan pakai, tetapi tak sedikit 
yang masih hidup dalam peradaban membaca manual. Namun berapa banyak dari kita yang 
membaca manualnya sepenuh hati sebelum menggunakannya? Dugaan saya, sedikit sekali. 
Bahkan button theory mengatakan, kaum muda langsung mengoprek-oprek layar sentuhnya 
atau knopnya meski berisiko salah, lalu bingung tak tahu apa yang meski dilakukan, keliru 
berulang kali, dan sebagainya. 
Jika tidak atau kurang mengerti, ketimbang repot mencari tahu dari manualnya, kita lebih 
suka bertanya ke orang lain. Faktanya, anak-anak kita, entah bagaimana, ternyata bisa jauh 
lebih cepat paham ketimbang kita. Perilaku semacam ini tentu ada risikonya. Vilfredo Pareto, 
ekonom dan sosiolog berkebangsaan Italia, mengatakan, ”Sebanyak 80% hasil ternyata 
diperoleh hanya dari 20% usaha.” Itu sebabnya Hukum Pareto kemudian kita sederhanakan 
dengan prinsip 80/20. Maksud saya begini. 
Dari seluruh pemakai gadget, ternyata hanya 20% di antara kita yang mampu memanfaatkan 
80% dari fungsi- fungsi yang tersedia pada gadget-nya. Sebaliknya, sebanyak 80% pemakai 
gadget ternyata hanya bisa memakai 20% dari seluruh fungsi yang tersedia dalam peranti 
tersebut. Maka, tak mengherankan, meski ada begitu banyak pemakai smartphone, sebagian 
besar ternyata hanya menggunakannya untuk menelepon, mengirim SMS, atau sesekali 
membuka email. Sebagian besar lainnya menggunakannya untuk ber-selfie dengan bantuan 
tongsis (tongkat narsis) atau paling-paling untuk bermain game. Aplikasi-aplikasi lainnya? 
Nyaris tidak digunakan. 
Prinsip Pareto ini berlaku di mana-mana. Dalam setiap perubahan, ternyata hanya 20% 
pegawai dan staf yang mendukung proses transformasi. Selebihnya menolak, diam saja, tidak 
mengerti atau ikut arus. Soal distribusi kekayaan juga sama, ternyata sebanyak 80% dikuasai 
hanya oleh 20% warga dunia. Sebaliknya, 80% masyarakat dunia memperebutkan 20% 
kekayaan yang tersisa dan masih banyak lagi contoh lain. 
Prinsip 2 - 3 - 95 
Vilfredo Pareto mungkin seorang ekonom yang sangat optimistis. Ia jauh lebih optimistis 
ketimbang George Bernard Shaw, seorang sastrawan. Cobalah simak pernyataan Bernard 
Shaw tentang manusia berpikir: ”Only 2% people think, three percent think they think, the 
remaining 95% would rather die than think .” Betulkah hanya 2% di antara kita yang 
berpikir? Kalau melihat fenomena yang terjadi di dunia pendidikan kita, saya merasa Bernard 
Shaw ada benarnya. Hanya 2% dari seluruh tenaga pendidik yang betul-betul menjalankan
18 
perannya sebagai pendidik. 
Mereka ini adalah orang-orang yang tidak sekadar memindahkan isi buku ke kepala murid-muridnya, 
tetapi juga memperbaiki cara berpikirnya dan menerapkan ilmunya dalam 
kehidupan sehari-hari. Makanya hanya sedikit akademisi yang punya karya besar, bukan? 
Lalu, sebanyak 3% adalah mereka yang merasa dirinya pendidik. Padahal bukan. Lalu, 
mayoritas sisanya adalah mereka yang menyebut dirinya pengajar. Di antara mereka yang 
menjadi pengajar pun hanya 2% yang betul-betul bisa memindahkan isi buku ke dalam benak 
dan tindakan murid-muridnya. 
Lalu, sebanyak 3% merasa dirinya berhasil memindahkan isi buku ke dalam pikiran murid-muridnya. 
Selebihnya tidak berhasil memindahkan isi buku tersebut. Fenomena yang sama 
terjadi di kalangan para pemimpin. Hanya 2% di antara para pemimpin yang benar-benar 
melakukan perubahan. Sebanyak 3% merasa dirinya sudah melakukan perubahan, padahal 
belum. Lalu, mayoritas lainnya adalah pemimpin yang selalu ikut arus. Mereka memimpin 
bawahannya dengan cara-cara yang sama, seperti yang dilakukan para pendahulunya. 
Mereka dengan bangga menyebut dirinya sebagai generasi penerus. Padahal, zaman sudah 
berubah. Problematika sudah menjadi semakin kompleks sehingga tidak bisa lagi dipimpin 
dengan cara-cara lama. Di mana kita bisa melihat fenomena tersebut? Di mana-mana. Kita 
mempunyai banyak seniman lukis, tetapi hanya ada beberapa yang layak disebut maestro 
sekelas Affandi, Jeihan atau Sudjojono. Begitu pula di tingkat dunia, hanya ada beberapa 
gelintir yang layak disebut seperti Van Gogh, Rembrandt, Picasso atau Leonardo da Vinci. 
Bukan Gerobakpreneur 
Angka 2% seakan-akan menjadi magic number. Ia menjadi indeks penting dalam dunia 
kewirausahaan di berbagai negara. Anda tentu mengenal rule of thumb yang mengatakan 
suatu negara akan menjadi negara maju jika 2% dari jumlah penduduknya menjadi pengusaha 
atau entrepreneur. Kita belum menjadi negara maju karena jumlah penduduknya yang 
menjadi pengusaha tak sampai 1%. 
Sumber-sumber yang lain menyebut bahwa jumlah pengusaha kita hanya 0,24% dari seluruh 
penduduk Indonesia. Bahkan ada yang menyebut jumlah pengusaha kita baru 0,18% dari 
seluruh penduduk. Banyak kalangan menilai Malaysia lebih maju dari kita. Di sana jumlah 
penduduknya yang menjadi pengusaha sudah lebih dari 6%. Amerika Serikat yang jauh lebih 
maju ketimbang kita sebanyak 12% dari jumlah penduduknya menjadi pengusaha. 
Saya percaya kuantitas memang penting. Tapi, kualitas juga tak kalah penting. Itu sebabnya 
saya risau kalau kita hanya berpegang pada angka 2% dan mengabaikan kualitas. Maksudnya 
begini. Untuk mengejar angka yang 2%, beberapa perguruan tinggi membuka program studi 
atau jurusan kewirausahaan atau minimal mengaktifkan mata kuliah-mata kuliah untuk 
menjadikan lulusannya wirausaha. Lalu, sejumlah lembaga juga menggelar lomba 
kewirausahaan. Mulai dari wirausaha muda hingga wirausaha paling inovatif dan
19 
sebagainya. 
Semua baik-baik saja. Tapi, kalau Anda cermati, banyak lulusan perguruan tinggi yang 
kemudian menjadi pengusaha sebetulnya bisnis-bisnis mereka hanya menjadi pesaing dari 
pedagang kaki lima. Mereka bukan melahirkan merek-merek franchise baru, tetapi 
mengembangkan apa yang disebut dengan istilah gerobakchise. Bisnis franchise ala gerobak. 
Bagi saya, mereka tidak menjadi berkah bagi ekonomi rakyat. Malah mereka menjadi pesaing 
bagi para pedagang kali lima. 
Mereka pasti menang karena memiliki bekal pengetahuan dan penguasaan teknologi 
informasi. Padahal, 20-30 tahun yang lalu, Soeharto saja sudah mencetak konglomerat atau 
Bung Karno 60 tahun yang silam sudah mencetak pengusaha Benteng yang skala usahanya 
besar. Kita juga sudah saksikan lahirnya pengusaha pribumi lulusan S-1 sekelas Medco dan 
Bukaka. 
Kita memang masih membutuhkan banyak entrepreneur. Tapi, entrepreneur yang kelak 
bakal menjadi pengusaha-pengusaha besar sekelas Arifin Panigoro, Ciputra, Trihatma 
Kusuma Haliman, atau Chairul Tanjung. Maksud saya, bukan sekadar gerobakpreneur. 
Maksud saya pula, kalau sudah besar, bantulah yang kecil-kecil, bukan mematikan mereka 
yang tak berdaya. Caranya, jadikan mereka besar juga. Itulah mimpi saya sekarang ini, yang 
ingin saya wujudkan melalui dunia pendidikan.
20 
Belajar dari Kegagalan Bayar Argentina 
Argentina dinyatakan berstatus gagal bayar (default) oleh lembaga pemeringkat terkemuka 
Standard & Poors (S&P). Status itu mencuat di permukaan ketika Argentina menolak untuk 
membayar bunga utang lebih dari nilai yang seharusnya kepada kreditor internasional. 
Pelajaran apa yang patut dipetik dari peristiwa yang menggegerkan pasar keuangan global 
itu? Keadaan tersebut berawal dari status default Argentina pada 2001, saat negara itu 
menyatakan tidak mau membayar bunga dan cicilan utang. Alasan Argentina saat itu, kreditor 
mengenakan bunga terlalu tinggi secara sepihak saat Argentina amat tidak berdaya. Argentina 
saat itu menolak utang-utang lama yang tidak masuk akal oleh pemerintah lama. Namun, 
Argentina kemudian menawarkan perundingan ulang atas utang-utangnya dengan para 
kreditor pada 2005. Total utang Argentina kini sekitar USD200 miliar. 
Dari jumlah itu, USD30 miliar direstrukturisasi kembali. Dengan kata lain, ada bagian utang 
yang dirundingkan kembali dengan pembayaran yang lebih ringan, yakni untuk utang USD30 
miliar. Dari USD30 miliar utang yang direstrukturisasi, persoalan terjadi pada total utang 
USD13 miliar. Akan tetapi, persoalan ini hanya terjadi pada sebuah perusahaan yang 
memberikan pinjaman kepada Argentina, Elliot Management Corp yang dipimpin Paul 
Singer dan beberapa rekan kreditor. 
Pelajaran Berharga 
Lantas, pelajaran berharga (lesson learned) apa yang layak dipetik? Pertama, meningkatkan 
kewaspadaan terhadap posisi utang luar negeri Indonesia. Mari kita cermati dulu 
pertumbuhan ekonomi nasional. Kita patut bersyukur lantaran ekonomi Indonesia tumbuh 
cukup tinggi, 5,12% per kuartal II 2014, meskipun menipis dari 5,21% per kuartal I 2014. 
Meskipun angka itu di bawah Nigeria 7,72%, Tiongkok 7,70%, Filipina 6,50% dan Singapura 
5,50%, Indonesia jauh meninggalkan negara jiran di kawasan ASEAN: Malaysia 5,10% dan 
Thailand 0,60%. 
Pertumbuhan ekonomi Indonesia bahkan jauh di atas sebagian besar negara-negara BRICS, 
yakni Brasil 1,90%, Rusia 2,00%, India 4,70%, dan Afrika Selatan 2,00%. Bukan hanya itu. 
Rasio utang Indonesia terhadap produk domestik bruto (PDB) pun menggembirakan 23,10% 
di tengah rasio ideal 60%. Coba bandingkan dengan negara ASEAN Filipina 40,10%, 
Thailand 44,30%, Malaysia 53,10% dan Singapura 97,90%. Tengok pula rasio utang Brasil 
yang baru saja menyelenggarakan Piala Dunia 2014 65,10%, juga Rusia 8,40%, India 
67,57%, China 26,00% ,dan Afrika Selatan 39,90%. Sejatinya, Argentina memiliki rasio yang 
baik 43,20%. 
Bagaimana kondisi utang Indonesia saat ini? Utang luar negeri Indonesia mencapai
USD283,7 miliar (setara dengan Rp3.319 triliun dengan kurs Rp11.700 per USD1) per Mei 
2014. Jumlah itu naik 9,7% dibandingkan Mei 2013. Perhatikan, utang swasta sudah 
mencapai USD151,5 miliar (Rp1.772 triliun) atau 53,4% dari utang luar negeri Indonesia. 
Inilah yang wajib diwaspadai pemerintah dan Bank Indonesia (BI). Karena itu, utang swasta 
wajib dibatasi dengan menerapkan rasio utang terhadap modal inti (debt to equity) misalnya 
25%. Rasio itu bertujuan final untuk memitigasi risiko gagal bayar seperti krisis 1998. 
Kedua, mengendalikan utang bank nasional. Jangan alpa bahwa ternyata yang memiliki utang 
itu bukan hanya bank nasional kelas bawah, tetapi juga kelas kakap. Saat ini, BI menerima 
permohonan utang luar negeri USD6 miliar (Rp70,2 triliun) pada 2014 yang diajukan bank 
nasional. Utang itu untuk apa? Bukankah bank nasional telah menghimpun dana triliunan dari 
masyarakat (dana pihak ketiga/DPK)? Data Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) 
menunjukkan, DPK perbankan nasional mencapai Rp2.090 triliun per Mei 2014. Angka itu 
meningkat Rp7,2 triliun dari April 2014. 
21 
Utang bank nasional itu antara lain untuk mengembangkan bisnis di dalam dan luar negeri 
bagi yang memiliki kantor di luar negeri seperti BNI, Bank Mandiri, BCA, dan BRI. Selain 
itu, utang dapat dimanfaatkan untuk pembangunan infrastruktur berupa jaringan teknologi 
informasi, gedung baru, renovasi atau relokasi (pindah lokasi yang lebih menjanjikan 
dipandang dari sudut bisnis). Namun ingat, utang pun dapat digunakan untuk berjaga-jaga 
atau disebut pinjaman siaga (standby loan). 
Pemerintah pun mempunyai pinjaman jenis yang satu ini. Untuk itu, lagi-lagi BI sudah 
semestinya mengetatkan persyaratan utang luar negeri yang diajukan bank nasional. Karena 
ancaman krisis global masih belum hilang hingga kini meskipun ekonomi Amerika Serikat 
sebagai pusat ekonomi global mulai bangkit. 
Ketiga, menerapkan lindung nilai (hedging). Adalah benar bahwa rasio utang nasional 
terhadap PDB rendah 23,10%. Tetapi jangan lupa, jumlah utang luar negeri Indonesia terus 
mendaki setiap tahun. Karena itu, pemerintah dan BI wajib menetapkan peraturan lindung 
nilai sebagai salah satu kiat untuk memitigasi risiko utang. Aturan lindung nilai wajib 
diberlakukan baik untuk utang oleh badan usaha milik negara (BUMN), pemerintah daerah 
dan pihak swasta. Sebagai catatan, pada umumnya, bank nasional telah melakukan lindung 
nilai terhadap utang mereka. 
Keempat, melirik Undang-Undang (UU) Desa. Kini Indonesia telah memiliki UU Nomor 
6/2014 tentang Desa. Berkahnya, setiap desa akan menerima dana sekitar Rp1,4 miliar setiap 
tahun dari pemerintah pusat sebagai kampanye yang manis ketika berlangsung pemilihan 
umum presiden. Aturan ini bertujuan untuk melindungi dan memberdayakan desa agar 
menjadi kuat, maju, mandiri, dan demokratis. Dengan demikian, pemerintahan dan 
pembangunan desa benar-benar menuju masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera. 
Namun, liriklah Pasal 91 undang-undang tersebut, bahwa desa dapat mengadakan kerja sama 
dengan desa lain dan/atau kerja sama dengan pihak ketiga. Terkait dengan utang tersebut,
pasal itu suka tidak suka akan mendorong utang luar negeri semakin membengkak suatu saat, 
padahal kini kita memiliki 73.000 desa di seluruh pelosok Tanah Air. 
Ringkas tutur, sungguh pemerintah dan BI tidak boleh lalai untuk terus-menerus berupaya 
mengamankan kondisi utang luar negeri Indonesia. Berbekal aneka langkah demikian, gagal 
bayar yang dialami Argentina tidak akan menimpa Indonesia ke depan. ● 
22 
PAUL SUTARYONO 
Pengamat Perbankan, Mantan Assistant Vice President BNI & Anggota Pengawas Yayasan 
Bina Swadaya
23 
Pelajaran Mundurnya Karen 
Pada 19 Agustus 2014 kita semua dikejutkan oleh berita pengunduran diri Karen Agustiawan 
dari jabatannya sebagai direktur utama Pertamina, satu posisi yang banyak diincar orang. 
Dalam beberapa periode kepemimpinan sebelumnya jabatan ini dipegang tidak lebih dari 3 
tahun, Karen sudah lebih dari 6 tahun menjabat. Berita ini tentu sangat mengejutkan karena 
masa jabatan Karen baru saja diperpanjang untuk periode kedua sampai 2018 melalui 
keputusan RUPS Perseroan. Kedua, selama periode kepemimpinan Karen, Pertamina 
menunjukkan kinerja yang sangat bagus dan menorehkan banyak prestasi yang belum pernah 
dicapai pada periode-periode sebelumnya, seperti diberitakan oleh KORAN SINDO 
(19/8/2014). 
Salah satu langkah yang paling strategis yang dilakukan Karen adalah mengonversi visi dan 
misi perusahaan dari perusahaan minyak dan gas bumi menjadi perusahaan energi, termasuk 
energi terbarukan. Energizing Asia adalah salah satu program yang dicanangkannya. Dengan 
perubahan visi dan misi ini Pertamina akan lebih mengonsentrasikan dirinya menjadi 
perusahaan yang melakukan penelitian dan pengembangan serta eksplorasi sumber-sumber 
energi baru dan terbarukan seperti biodiesel, gasifikasi sampah, bioetanol, dan sebagainya. 
Ini merupakan langkah yang dinantikan dan menjadi tantangan untuk mengantisipasi semakin 
menipisnya cadangan energi fosil di Indonesia, bahkan dunia. 
*** 
Banyak spekulasi yang berkembang di luar, selain masalah personal tentunya, terkait 
mundurnya Karen, misalnya perseteruan antara Pertamina dan pemerintah soal penentuan 
harga gas elpiji 12 kg yang tak kunjung selesai. Masalah antara Pertamina dan PLN soal 
penggunaan bahan bakar solar, yang terakhir telah disepakati untuk menggunakan bioetanol. 
Belum lagi persoalan subsidi BBM yang terus melambung. 
Isu miring pun tidak lepas dari beliau yang sempat berurusan dengan KPK untuk kasus yang 
melibatkan Kementerian ESDM beberapa waktu lalu. Tidak mudah memang memimpin 
perusahaan sebesar dan sestrategis Pertamina. Begitu banyak kepentingan yang terlibat, 
begitu besar dan luas dampak yang timbul dari setiap kebijakan yang dibuat dan begitu 
banyak pihak yang ingin ikut memengaruhi setiap kebijakan yang akan dibuat oleh seorang 
Karen. Berbagai dilema sudah pasti sangat sering dihadapi. 
Enam tahun memang bukan waktu yang singkat untuk dapat mengelola, menahan tekanan, 
dan tetap berdiri pada koridor yang benar dan profesional. Kepemimpinan yang kuat 
sekalipun dapat saja tergelincir dan terjerumus dengan bertubi-tubinya tekanan dan godaan 
yang datang. Dan batasan kekuatan itu mungkin saja sudah terlampaui pada tahun ini, pada 
saat dia memutuskan mundur. Joel C. Peterson, seorang ahli manajemen bisnis dan
24 
kepemimpinan, menyebut tiga alasan atau pertanyaan yang akan dipertimbangkan oleh 
seorang profesional sebelum memutuskan untuk keluar dari posisinya. 
Pertama, apakah saya mendapatkan respek dalam posisi saya? Kedua, apakah saya berada 
dalam tim pemenang? Terakhir, apakah saya melakukan sesuatu yang berarti bagi pemangku 
kepentingan? Jika melihat dari ketiga pertanyaan tersebut, semua jawaban seharusnya positif 
untuk Karen. Namun, apa jawaban sesungguhnya hanya dia yang tahu, karena bisa saja kita 
salah dalam menilai dan banyak hal yang mungkin tidak kita ketahui. Mungkin kita tidak 
perlu memperpanjang apa alasan mengapa dia mundur, karena itu sudah menjadi hak yang 
diatur anggaran dasar perusahaan. 
Hal yang perlu dipikirkan adalah apa yang harus dilakukan dengan dia keluar? Selain 
mencari pengganti yang sepadan, jawaban yang paling klise adalah melanjutkan program-program 
yang baik dan memperbaiki program kerja yang masih belum sempurna. Itu menjadi 
klise jika hanya sebatas perkataan di bibir, tetapi akan menjadi sesuatu yang berarti apabila 
betul-betul dilaksanakan. Menurut hemat saya, salah satu program yang harus dilanjutkan 
adalah menggarap dan mengembangkan sumber-sumber energi baru dan terbarukan 
(renewable energy). 
Ini harus menjadi konsentrasi Pertamina dalam program-programnya ke depan yang telah 
dirintis pada masa kepemimpinan Karen. Inilah yang harus dilanjutkan. Ini juga tentu didasari 
dengan kenyataan bahwa sumber energi fosil yang selama ini menjadi sumber energi utama 
dunia sudah semakin menipis cadangannya, baik cadangan domestik maupun dunia. 
Pengembangan biodiesel, bioetanol dan gasifikasi sampah adalah salah satu contoh program 
yang telah dirintis Karen. 
Hal kedua, kita harus melihat mundurnya seorang profesional dari sisi yang positif, dalam arti 
tidak ada yang salah bagi seseorang untuk memutuskan keluar dari pekerjaannya karena itu 
adalah hak mendasar yang dimiliki oleh seorang profesional. Dalam ilmu mikromanajemen 
perusahaan, keluarnya seorang profesional yang diandalkan dari perusahaan bisa dipandang 
sebagai aset atau liabilitas. 
Dia akan menjadi aset jika kita memandangnya dari aspek positif yang melihat keluarnya 
seseorang yang andal akan dapat mengembangkan jaringan perusahaan kepada saluran-saluran 
baru yang tidak tersentuh selama ini dan memberikan referensi positif tentang 
perusahaan. Sebaliknya, itu akan menjadi liabilitas jika keluarnya seseorang dianggap sebagai 
suatu pembangkangan, ketidakdisiplinan dan perbuatan tidak bertanggung jawab yang patut 
dihakimi dan dihukum, sehingga yang muncul adalah liabilitas, berupa permusuhan, referensi 
buruk terhadap perusahaan, dan tertutupnya peluang-peluang baru bagi perusahaan yang 
seharusnya dapat dibawa oleh profesional tersebut. 
Ibarat pepatah mengatakan kondisi perusahaan yang menganggap negatif keluarnya sang 
profesional dari sisi negatif seperti orang yang sudah jatuh tertimpa tangga pula, tidak ada 
keuntungan apapun yang diperoleh perusahaan melainkan hal-hal negatif dan destruktif,
25 
sudah kehilangan orang, kehilangan peluang pula. 
Dalam kasus Karen, kita semua harus memandang dia mundur dari perspektif yang positif 
agar prestasi yang dicapai dan langkah strategis yang telah dimulai dapat dilanjutkan oleh 
penerusnya, sehingga langkah Pertamina untuk menjadi perusahaan Energizing Asia pada 
2025 dapat terwujud. ● 
HANDI SAPTA MUKTI, SSI MM 
Praktisi Manajemen Resensibuku
26 
Berkaca pada Deflasi di Zona Euro 
Koran SINDO 
25 Agustus 2014 
Pemulihan ekonomi Zona Euro kembali menghadapi ancaman serius ketika tiga kekuatan 
ekonomi terbesar kawasan itu pada Juli lalu mencatatkan kinerja di luar perkiraan Bank 
Sentral Eropa (ECB). Pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) kawasan Euro diperkirakan 
hanya mencapai 0,1% pada kuartal kedua dan lebih rendah dari kuartal pertama sebesar 
0,2%. 
Ekonomi Jerman terkontraksi 0,2%, Prancis melaporkan mengalami stagnasi pertumbuhan 
dengan ancaman defisit di atas 4%, sementara Italia kembali meneruskan tren kontraksi 
mengarah ke resesi yang telah dialami dalam beberapa kuartal terakhir. Di Eropa Timur, 
khususnya Polandia, Republik Ceko, dan Rumania juga menunjukkan perlambatan, bahkan 
ekonomi Rumania dilaporkan berkontraksi 1% pada kuartal II 2014. Kondisi di atas 
diperburuk situasi politik Zona Euro dengan perseteruan antara Rusia dan Ukraina yang 
menyebabkan potensi terhentinya bantuan internasional ke kawasan ini. 
Indeks kepercayaan konsumen di 18 negara yang tergabung dalam Zona Euro juga melemah. 
ECB Juli lalu mengumumkan kawasan Zona Euro kembali dibayang-bayangi risiko deflasi 
yang berpotensi menjerumuskan ekonomi kawasan tersebut. Bank Sentral Eropa itu 
melaporkan inflasi yang sangat rendah Juli lalu di level 0,4% dan merupakan inflasi terendah 
sejak 2009. Inflasi yang di bawah 1% ini dipandang banyak kalangan akan semakin 
menyulitkan otoritas kawasan tersebut untuk mendorong pemulihan di kawasan Eropa. 
Dengan profil inflasi terebut, ECB mengisyaratkan akan menurunkan suku bunga ke level 
0,15% atau lebih rendah dari saat ini 0,25% dan rencana peningkatan stimulus moneter di 
kawasan tersebut. Ekspektasi inflasi kawasan Euro yang didesain 2% oleh ECB untuk 
mendorong pertumbuhan ekonomi sepertinya sulit diwujudkan dari perkembangan yang 
dijelaskan di atas. Deflasi memiliki efek yang sama dengan inflasi yang terlalu tinggi 
sehingga inflasi perlu dijaga dalam rentang yang aman dan memungkinkan ekonomi terus 
tumbuh, tetapi tidak membahayakan fundamental ekonomi. 
Negara-negara kawasan Euro yang menghadapi risiko inflasi rendah (deflasi) seperti 
Portugal, Spanyol, dan Italia diperkirakan semakin membebani pemulihan kawasan Euro 
dengan target inflasi yang disampaikan ECB. Tingkat inflasi di Portugal mencapai minus 
0,7% pada kuartal II 2014, inflasi di Spanyol diperkirakan turun ke level 0,3%, sementara 
Italia juga semakin buruk. Kinerja inflasi di Portugal, Spanyol, dan Italia ini juga 
menyebabkan ekonomi di ketiga negara tersebut semakin sulit keluar dari persoalan utang
27 
dengan tren yang terus meningkat. 
Italia kini menghadapi persoalan utang yang sangat serius di mana rasio utang terhadap PDB 
telah mencapai 135,6%, sementara rasio utang Portugal juga meningkat ke level 132,9%. 
Belajar dari realitas di kawasan Euro, pengelolaan risiko inflasi menjadi sangat relevan bagi 
perekonomian nasional. Desain kebijakan ekonomi nasional, khususnya pengelolaan risiko 
inflasi, menjadi fokus perhatian dalam beberapa tahun terakhir. Hal ini dilakukan tidak hanya 
dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi tetapi juga menggairahkan aktivitas-aktivitas 
ekonomi produktif. 
Badan Pusat Statistik (BPS) melansir indeks harga konsumen Juli 2014 sebesar 0,93%, inflasi 
tahun kalender sebesar 2,94%, inflasi tahun ke tahun (yoy) 4,53%, inflasi komponen inti 
0,52%, dan inflasi komponen inti yoy 4,64%. Inflasi Juli 2014 dipengaruhi utamanya oleh 
kelompok bahan makanan sebesar 1,94%. Kinerja neraca perdagangan semester I 2014 juga 
menunjukkan perbaikan signifikan. Pada periode semester I 2014, nilai ekspor Indonesia 
kumulatif mencapai USD88,83 miliar atau menurun 2,46% jika dibandingkan periode tahun 
lalu. Dan nilai impor mencapai USD89,98 miliar atau menurun 4,7% dibandingkan periode 
tahun lalu. 
Dengan demikian secara keseluruhan defisit semester I 2014 berkisar USD1 miliar akibat 
besarnya defisit migas. Namun kinerja perdagangan nonmigas semester I 2014 mencatatkan 
surplus USD5 miliar (di luar migas yang defisit USD6,1 miliar). Kebijakan masuk ke pasar-pasar 
nontradisional seperti Nigeria, Mesir, Peru, Meksiko, Brasil, Afrika Selatan, Laos, 
Kamboja, Myanmar, Taiwan, dan Hong Kong telah berhasil mendorong kinerja perdagangan 
nasional di tengah melambatnya permintaan dunia. Perbaikan kinerja neraca dagang dan 
inflasi menunjukkan berjalannya bauran kebijakan (policy mix) yang ditempuh selama ini. 
Bauran kebijakan antara otoritas fiskal dan moneter dilakukan untuk terus menjaga stabilitas 
perekonomian nasional di tengah risiko global yang semakin kompleks. Pengendalian inflasi 
di rentang tertentu yang dipandang tidak hanya sebagai instrumen pertumbuhan, melainkan 
juga mendorong penguatan fundamental ekonomi nasional sehingga sejumlah proses 
pembangunan dapat terus berjalan. Tahun 2014, pemerintah dalam APBN Perubahan 2014 
menargetkan pertumbuhan ekonomi nasional di level 5,5%, sedangkan inflasi ditargetkan 
berada di level 5,3%. 
Dengan target ini, perekonomian nasional diharapkan dapat tumbuh positif sehingga 
sejumlah agenda pembangunan dapat semakin ditingkatkan. Pengendalian risiko inflasi juga 
ditunjukkan pemerintah pada tahun 2013 lalu ketika menempuh kebijakan penyesuaian harga 
BBM subsidi. Artinya desain kebijakan inflasi perlu dirumuskan dengan sangat hati-hati. 
Inflasi yang terlalu tinggi dan terlalu rendah (deflasi) adalah kondisi yang dihindari 
pemerintah dalam beberapa tahun terakhir. 
Hal ini menyebabkan kehati-hatian dalam sejumlah kebijakan yang akan ditempuh. 
Pengendalian inflasi juga diwujudkan dengan membentuk tim pengendalian inflasi baik di
tingkat pusat maupun daerah sehingga gejolak harga di tingkat masyarakat dapat terus 
terjaga. Kita optimistis pemerintahan berikutnya periode 2014- 2019 akan terus 
meningkatkan pengelolaan inflasi sebagai salah satu kebijakan utama perekonomian nasional. 
Pemerintahan ke depan juga perlu mewaspadai dan mengantisipasi normalisasi moneter 
dengan dinaikkannya suku bunga di Amerika Serikat yang direncanakan tahun 2015 dan 
tentunya akan memiliki dampak bagi perekonomian nasional. 
Koordinasi dan bauran kebijakan baik di sektor fiskal, moneter maupun riil perlu untuk terus 
ditingkatkan sebagai manifestasi kedisiplinan serta kehati-hatian dalam pengelolaan 
kebijakan perekonomian nasional. Dengan upaya ini, kita berharap perekonomian nasional 
akan terus tumbuh kuat, berkualitas, dan semakin bertenaga dalam mewujudkan 
pembangunan yang sedang berjalan. 
28 
PROF FIRMANZAH PhD 
Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi dan Pembangunan
29 
Harga BBM dan MEA 2015 
Koran SINDO 
26 Agustus 2014 
Beberapa pekan terakhir, media massa ramai memberitakan wacana kenaikan harga bahan 
bakar minyak (BBM) bersubsidi. Namun hingga kini belum ada kejelasan kapan dan berapa 
besaran kenaikan harga BBM. Padahal kepastian itu sangat dibutuhkan pelaku usaha, 
terutama untuk menghitung rencana bisnis di masa mendatang. 
Sebagian besar pelaku usaha sebenarnya tidak mempersoalkan jika pemerintah benar-benar 
menaikkan harga atau membatasi konsumsi BBM asalkan berlaku di semua daerah. Tapi 
kalau hanya berlaku pada satu daerah tertentu dikhawatirkan bisa menimbulkan kelangkaan. 
Para pelaku usaha ketika hendak membuat keputusan bisnis harus terlebih dahulu berhitung. 
Bagaimana ongkosnya, berapa tarif listrik dan air, bagaimana tingkat inflasi, dan berapa suku 
bunganya? Untuk itu pelaku usaha membutuhkan kepastian. Pelaku usaha membutuhkan 
setidaknya tiga bulan untuk menyusun perencanaan. 
Tidak bisa mendadak. Jadi kalau rencana kenaikan harga BBM ini tidak juga diumumkan, 
bagaimana pelaku usaha bisa berhitung? Ada baiknya pemerintah tidak khawatir 
mengeluarkan kebijakan yang tidak populis. Daripada tidak memberikan kejelasan, itu sama 
saja telah menyandera perekonomian. Pemerintah bisa mengimbangi kenaikan harga BBM 
dengan kebijakan prorakyat. Misalkan saja membebaskan pajak masuk onderdil kendaraan 
sehingga pelaku usaha bisa menurunkan tarif yang dikenakan kepada masyarakat. 
Untuk bisnis penyewaan (rental) kendaraan, pada tiga hingga enam bulan pertama 
pascakenaikan harga BBM akan terimbas negatif. Ini karena konsumen akan mengurangi 
mobilitasnya. Apalagi BBM merupakan bagian terpenting bagi operasional perusahaan rental 
kendaraan. Jadi kemungkinan akan banyak perusahaan rental yang mengurangi kendaraan 
yang disewakan. Karena itu rencana ekspansi kemungkinan akan direm dulu. Setelah pasar 
bisa menerima kenaikan harga BBM, bisnis akan kembali bergerak. Selama ekonominya 
maju, kebutuhan transportasi, baik orang ataupun barang, akan naik. 
Saya rasa semakin lama orang semakin peduli untuk tidak perlu berinvestasi di kendaraan. 
Semisal suatu perusahaan, kalau mempunyai 20 mobil saja, dengan asumsi harga mobil 
Rp150 juta per unit, maka harus mengeluarkan dana sekitar Rp3 miliar untuk membeli aset 
yang tidak produktif. Akan lebih menguntungkan jika dana sebesar itu dipergunakan untuk 
membiayai kebutuhan di bisnis intinya, seperti membeli mesin, sehingga kinerja perusahaan 
menjadi lebih efisien. Apalagi dengan menyewa kendaraan, pelaku usaha tidak lagi harus
30 
berpikir mengurus administrasi seperti perpanjangan STNK atau ketika ada musibah 
kecelakaan. 
Dengan demikian aktivitas bisnis pelaku usaha tidak terganggu. Jadi saya yakin, bisnis rental 
kendaraan akan terus berkembang di masa mendatang. Saat ini, pemain-pemain besar bisnis 
rental kendaraan ada 5-10 perusahaan. Kita memiliki market share di kisaran 13-14%. Kalau 
bicara potensi pasar, kira-kira bisa 1,5 juta unit. Padahal sekarang suplainya baru di kisaran 
150.000-an unit kendaraan. Jadi masih banyak ruang bagi industri ini untuk terus 
berkembang. Di era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada 2015, ancaman perusahaan 
penyewaan kendaraan asing tidak terlalu mengkhawatirkan. 
Mereka kan tidak memiliki local knowledge, semisal bagaimana cara mengembangkan dan 
mengurus driver di sini. Mereka tidak memiliki kemampuan itu karena di luar negeri lebih 
banyak yang self driving. Berbeda dengan di sini di mana sebagian besar sudah menggunakan 
driver. Jadi menurut saya, pada era MEA bisnis kita tidak akan banyak terganggu karena 
bisnis modelnya lain. 
Bisnis ini butuh modal besar. Ibaratnya seperti menanam pohon, tumbuhnya bisa empat tahun 
lagi. Kalau kita mau terus tumbuh, ya harus berinvestasi. Selain itu, pembiayaannya juga 
berbeda. Kalau di luar negeri cost of money-nya murah karena tingkat suku bunga rendah. 
Di Indonesia umumnya bisa 14%. 
Itulah sebabnya masuk ke Indonesia tidaklah gampang. Apalagi Indonesia adalah negara 
kepulauan. Di ASEAN yang seperti kita hanya Filipina, lainnya daratan. Kalau seperti 
Thailand, Malaysia, dan Vietnam itu bisa langsung melalui darat. Kalau mau ke Indonesia 
naik apa? Naik pesawat atau kapal laut. Jadi tidak gampang bagi perusahaan rental kendaraan 
asing masuk ke Indonesia. Malah kita berpikir berencana masuk ke negara-negara lain. 
Tinggal melihat aturan-aturannya, memungkinkan tidak kita main ke sana. 
PRODJO SUNARJANTO 
Direktur Utama PT Adi Sarana Armada Tbk (ASSA)
31 
Pemimpin Puncak yang Meredup 
Koran SINDO 
26 Agustus 2014 
Seminggu ini berita di berbagai media dipenuhi oleh pengajuan pengunduran diri Direktur 
Utama Pertamina Karen Agustiawan. Berbagai media menyampaikan berbagai spekulasi atas 
alasan tersebut. Mengapa pemimpin puncak perusahaan yang begitu baik kinerjanya memilih 
untuk mundur? 
Sebagai sebuah perusahaan yang berorientasi profit, Pertamina memiliki kinerja yang baik. 
Pada saat produksi minyak nasional cenderung menurun, Pertamina berhasil meningkatkan 
produksinya hingga menjadi yang terbesar di Indonesia untuk saat ini. Pendapatan Pertamina 
mencapai USD71,1 miliar pada 2013. Angka tersebut mengalami kenaikan dibandingkan 
tahun 2012 yang mencapai USD70,9 miliar. Selain pendapatan, kinerja perusahaan juga 
meningkat secara baik. Dari berbagai lini bisnisnya, hanya bisnis LPG nonsubsidi 12 kg yang 
mengalami kerugian sebesar 5,7 triliun. Secara akumulasi, Pertamina membukukan laba 
bersih senilai USD3,07 miliar pada 2013. 
Angka tersebut mengalami kenaikan sebesar 11% dari tahun sebelumnya, dari USD2,77 
miliar. Bila dilihat lebih jauh lagi, Pertamina mengalami kenaikan laba bersih sebesar 97% 
dari tahun 2009 yang tercatat USD1,55 miliar. Seluruh kinerja keuangan yang superior itu 
tercermin saat Pertamina berhasil masuk pada jajaran perusahaan terbesar di dunia, Global 
Fortune 500, pada 2013 dan berhasil mempertahankannya pada 2014. Mengelola perputaran 
uang hingga Rp2 triliun per hari, Pertamina merupakan BUMN yang strategis dan penuh 
dengan berbagai kepentingan. 
Berbagai spekulasi didengungkan media mengenai keterkaitan pengunduran diri tersebut 
dengan aktivitas politik yang meningkat pada tahun ini. Dengan segala kenyataan bahwa 
Pertamina mengalami kinerja yang superior, direktur utamanya tetap memilih untuk 
mengajukan pengunduran diri. Mengapa pemimpin puncak perusahaan nasional yang 
berkinerja baik seperti Pertamina memilih untuk mengajukan pengunduran diri? Apakah 
tekanan menjadi pemimpin perusahaan dengan skala besar begitu penuh tekanan? Menteri 
BUMN Dahlan Iskan akhirnya menyatakan bahwa pengunduran diri tersebut murni terkait 
alasan pribadi. 
Meredup, Kehilangan Daya 
Di tengah pekerjaannya, pemimpin perusahaan selalu menghadapi tantangan tertentu yang
32 
akan selalu unik pada setiap tempat dan waktu yang berbeda. Tantangan tersebut dapat 
menimbulkan stres. Dalam kondisi tertekan tersebut, para eksekutif tersebut mulai meredup. 
Mereka kehilangan cahaya guna menjadi pijar dan menginspirasi anak buahnya. Seakan 
kehilangan energi, mereka bagai lokomotif yang sedikit demi sedikit kehilangan daya. Saat 
pemimpin puncak sudah tidak dapat lagi menolerir tekanan dan stres yang dibebankan di 
pundak mereka, mereka perlu jalan keluar. 
Salah satunya adalah berhenti dari jabatan mereka. Berbagai studi telah dilakukan untuk 
memahami kondisi yang dialami oleh para pemimpin organisasi seperti itu. Terdapat sebuah 
istilah teknis psikologi yang telah banyak digunakan untuk menggambarkan kondisi ini. 
Pemimpin perusahaan tersebut mengalami apa yang disebut sebagai burn out. Herbert J 
Freudenberger, seorang psikolog asal New York, menyampaikan karakteristik orang-orang 
yang mengalami burn out. Kondisi mental tersebut menggambarkan sebuah kelelahan kondisi 
mental yang biasa ditandai gejala tertentu. 
Kelelahan mental tersebut tidak hanya mengambil wujud dalam gejala fisik seperti sakit 
kepala, namun juga berbagai gejala psikis seperti mudah marah, keraguan dan kecurigaan 
pada orang lain. Christina Maslach menggambarkan burn out sebagai sindrom kelelahan 
emosional dan sinisme. Pemimpin perusahaan yang mengalami kondisi ini dipahami 
memiliki enak karakteristik utama yang dapat diamati. Enam karakteristik tersebut adalah: 
(1) kelelahan yang berlebihan; (2) marah kepada mereka yang meminta sesuatu; (3) otokritik 
terhadap berbagai tuntutan yang menerpa; (4) Sinisme, berpikir negatif, dan mudah 
tersinggung; (5) merasa seolah-olah terkepung, dan; (6) emosi yang meledak-ledak. 
Selain gejala dan tanda-tanda di atas, pemimpin perusahaan yang telah kehilangan daya 
sering kali memilih lari dari berbagai kondisi yang menekan tersebut. Mereka mengambil 
jalan keluar melalui sakit, absen, obat-obatan, alkohol, mengunjungi psikolog, hingga 
meditasi. 
Kondisi yang Menyebabkan Burn Out 
Kelelahan mental tersebut dipicu oleh sebuah kondisi yang menimbulkan tingkat stres yang 
tinggi. Harry Levinson menyampaikan dalam artikelnya yang masyhur beberapa kondisi yang 
menimbulkan pemimpin perusahaan mengalami burn out. Pertama, kesulitan berhubungan 
dengan banyak sekali pihak. Semakin besar dan strategis sebuah perusahaan, pemimpinnya 
mau tak mau harus berhubungan dengan banyak pihak. Menaruh perhatian pada begitu 
banyak pihak yang memiliki kebutuhan dan tuntutannya masing-masing, menimbulkan 
tekanan yang tidak berkesudahan bagi seorang pemimpin perusahaan. 
Kedua, tekanan masalah waktu. Pemimpin perusahaan dewasa ini tidak dapat menunda suatu 
agenda tertentu mengingat signifikansinya. Mereka akan memiliki waktu yang sangat terbatas 
untuk keperluan mereka. Pada sebuah perusahaan yang mengelola juga barang publik yang 
terkadang harus segera mengikuti aturan pemerintah yang baru saja efektif tentu akan 
melahirkan tekanan waktu yang luar biasa.
33 
Ketiga, kerumitan organisasi. Ukuran perusahaan baik dari segi aset, pendapatan, hingga 
jumlah karyawan tentu berbanding lurus dengan kerumitan organisasi. Dengan 
berkembangnya organisasi dengan merger, adopsi berbagai pendekatan manajerial seperti 
struktur matriks dan manajemen partisipatif, serta berkembangnya ukuran organisasi 
membuat pemimpin perusahaan harus bekerja lebih banyak orang. 
Kerumitan organisasi tersebut melahirkan berbagai tekanan pada seorang pemimpin 
perusahaan. Pemimpin perusahaan pada dasarnya pasti mengalami tekanan. Namun, saat 
mereka memasuki fase burn out, bukan tidak mungkin mereka mengabaikan seluruh 
rasionalitas guna mendapatkan ruang agar dapat bernapas lega. Saya kembali teringat dengan 
kalimat nada sambung Karen Agustiawan yang ditampilkan dalam sebuah tajuk majalah 
terkait pengunduran dirinya, “Nomor telepon yang Anda hubungi kemungkinan disadap, 
berhati-hatilah dalam melakukan pembicaraan!” Mungkin hal tersebut adalah bentuk kelakar 
beliau di tengah kelelahan yang dihadapinya. 
Bila disetujui pengunduran dirinya, Karen Agustiawan akan mengajar pada sebuah 
universitas bisnis top di Amerika. Membagikan kebijaksanaan yang telah direngkuh dalam 
memimpin sebuah raksasa BUMN dengan kinerja sehat di tanah air Indonesia. ● 
ALBERTO HANANI 
Founder dan Managing Partner BEDA & Company
34 
RAPBN 2015 dan Transisi Kekuasaan 
Koran SINDO 
27 Agustus 2014 
Pada 15 Agustus lalu presiden telah membacakan RUU APBN 2015 beserta nota 
keuangannya di depan anggota DPR. Postur RAPBN 2015 menyentuh angka Rp2.000 triliun 
(tepatnya Rp2.020 triliun). Jumlah ini terlihat sangat besar, namun sebetulnya jika 
dibandingkan dengan PDB yang sekitar Rp10.500 triliun tahun depan, anggaran itu kurang 
dari 20%. 
Sungguh pun begitu, dari sisi penerimaan jumlah yang direncanakan hanya Rp1.762,3 triliun 
sehingga seperti tahun-tahun sebelumnya anggaran 2015 masih didesain defisit sebesar 
Rp257,6 triliun (2,32% terhadap PDB). Demikian pula, anggaran tahun depan juga 
mengalami defisit keseimbangan primer (jumlah penerimaan lebih kecil ketimbang 
pengeluaran di luar pembayaran utang), jumlahnya sebesar Rp103,5 triliun. Situasi ini terjadi 
sejak 2012 dan terus membesar hingga tahun depan. 
Asumsi Makroekonomi 
Data di atas menunjukkan bahwa pemerintah harus melakukan utang lagi tahun depan sebesar 
defisit tersebut, baik yang bersumber dari luar maupun dalam negeri. Informasi lain yang bisa 
disampaikan menyangkut porsi belanja pemerintah pusat sebesar Rp1.379,9 triliun dan 
transfer ke daerah dan dana desa Rp640 triliun. Dari sisi penerimaan, penerimaan perpajakan 
diharapkan menyumbang Rp1.370,8 triliun dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) 
Rp388 triliun. 
Ini berarti tahun depan rasio pajak terhadap PDB (tax ratio) ditargetkan masih rendah seperti 
tahun-tahun sebelumnya yang selalu pada kisaran 12%. Sementara asumsi pertumbuhan 
ekonomi adalah 5,6%, inflasi 4,4%, suku bunga SPN 3 bulan 6,2%, nilai tukar 
Rp11.900/dolar AS, harga minyak mentah Indonesia (ICP) 105 dolar AS/barel/ hari, dan 
lifting minyak mentah 845 ribu barel/hari. Titik krusial dalam RAPBN 2015 adalah pos 
subsidi yang mencapai Rp433 triliun. Subsidi energi memakan porsi paling besar (Rp363 
triliun) dan nonenergi Rp70 triliun. 
Subsidi energi itu dibagi menjadi subsidi minyak (Rp291 triliun) dan listrik (Rp72 triliun). 
Sebaliknya, pos belanja yang dialokasikan untuk belanja modal sebesar Rp206 triliun. 
Hampir pasti pemerintahan baru akan merevisi subsidi ini, khususnya minyak, sehingga akan 
memengaruhi pencapaian asumsi makroekonomi (di samping realokasi belanja). Jika harga
minyak dinaikkan, inflasi 4,4% menjadi tidak realistis. Tiap kenaikan harga minyak Rp1.000/ 
liter diperkirakan inflasi akan naik 1,0-1,2%. Demikian pula pertumbuhan ekonomi juga akan 
tertekan seiring kenaikan tingkat suku bunga yang tentu saja akan menekan pertumbuhan 
investasi. 
Sementara asumsi nilai tukar sebetulnya juga rentan berubah bila inflasi meningkat yang 
mengakibatkan nilai tukar akan tertekan. Tahun depan rasanya pemerintah (baru) juga sulit 
untuk mencapai lifting minyak sebesar itu, paling tinggi pada kisaran 820 ribu barel/hari. Jika 
asumsi lifting berubah, jumlah impor minyak akan bertambah dan menyebabkan kenaikan 
jumlah subsidi. 
Dengan mengandaikan kenaikan harga minyak Rp1.000/liter, tahun depan diperkirakan 
inflasi akan mencapai 5,5-6%, nilai tukar berpotensi menembus Rp12.000/USD, dan 
pertumbuhan ekonomi tertekan ke level 5,3% saja. Apabila harga minyak dinaikkan 
Rp2.000/liter, inflasi bisa mencapai 7% dan pertumbuhan ekonomi tertekan menjadi 5,0%. 
Pilihan-pilihan sulit ini yang akan diambil pemerintah dengan manfaat di satu sisi dan ongkos 
di sisi yang lain. 
35 
Program Strategis 
Apa yang bisa dilakukan pemerintah mendatang agar anggaran lebih sehat dan berdaya? Isu 
pokok yang harus dijawab adalah mengembalikan keseimbangan primer. Dengan begitu, 
paling tidak dibutuhkan peningkatan penerimaan sebanyak Rp103,5 triliun atau penghematan 
sebesar itu. Menambah penerimaan sebesar itu rasanya sulit karena membutuhkan waktu dan 
upaya yang lebih keras. Demikian pula, PNBP juga tak mudah ditingkatkan. Jika dilakukan 
upaya yang sangat serius, mungkin hanya bisa diperoleh kenaikan penerimaan sebesar Rp90- 
100 triliun. 
Dengan begitu, penghematan merupakan pilihan yang mesti diambil. Apa yang dapat 
dihemat? Beberapa pos yang bisa dikurangi adalah belanja barang, program yang tumpang 
tindih dan bukan prioritas, perjalanan dinas, pengurangan fasilitas pejabat, dan sebagainya. 
Dari sini bisa dihemat Rp30-40 triliun. Apabila skenario di atas berjalan, keseimbangan 
primer akan bisa dicapai sehingga defisit anggaran tinggal 1,5%. Meskipun belum ideal, 
defisit itu masih dapat diterima pada tahun pertama transisi kekuasaan. Persoalannya, kualitas 
alokasi belanja masih buruk karena belanja terkait motor pembangunan seperti belanja modal 
sangat sedikit. 
Apa yang bisa dilakukan lagi? Tak ada cara lain, kecuali mengurangi subsidi (meski tak harus 
menaikkan harga minyak). Jika targetnya subsidi minyak tinggal Rp150 triliun, dapat 
ditambahkan ke belanja modal sehingga akan menjadi Rp300-an triliun. Sebelum kebijakan 
ini diambil, sebaiknya pemerintah menangani dulu masalah penyelundupan dan mafia impor 
minyak. Jika ini sukses, resistensi rakyat terhadap kebijakan penghematan atau kenaikan 
harga tidak akan terlalu besar. Pekerjaan rumah terakhir yang masih dapat dilakukan adalah 
merevisi program sesuai janji pemerintahan terpilih.
Isu yang harus masuk adalah pengarusutamaan pembangunan maritim, alokasi dana desa 
sesuai perintah undang-undang, reforma agraria, mitigasi liberalisasi perdagangan (khususnya 
Masyarakat Ekonomi ASEAN), dan desain skema jaminan sosial semesta (termasuk di 
dalamnya pendalaman subsidi kesehatan, pendidikan, perumahan, pengangguran, dan lain-lain). 
36 
Tentu saja program itu tak akan diselesaikan tahun depan, namun sudah harus dirintis 
sejak dini karena menyangkut janji yang telah diikrarkan. Kendala yang dihadapi juga 
banyak, terutama desain anggaran sudah dirumuskan oleh pemerintah sebelumnya. Namun, 
segala soal itu bisa dikelola selama terdapat komitmen yang utuh dan ketulusan hati. 
AHMAD ERANI YUSTIKA 
Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya; Direktur Eksekutif Indef
37 
Rahasia Bisnis 
Koran SINDO 
28 Agustus 2014 
Suatu siang pada beberapa tahun silam. Saya menerima telepon dari seorang pemimpin 
perusahaan. Ia mengajak saya bertemu sambil makan malam. 
Oleh karena tak ada agenda khusus, saya mengiyakan. Malamnya kami bertemu di sebuah 
restoran. Setelah basa-basi dan makan malam, sampailah ia pada tujuan utamanya. Ia 
mengambil setumpuk dokumen dari dalam tasnya. Katanya, itu dokumen tentang perusahaan 
kompetitor. Isinya sebagian besar tentang rencana masa depan sang kompetitor yang 
dibumbui dengan adanya analisis mengenai dugaan kecurangan-kecurangan mereka dalam 
berbisnis. 
Untuk mendapatkan dokumen tersebut, ia mengaku harus membelinya dengan harga yang 
lumayan mahal dari sebuah institusi yang kerap disebut-sebut sebagai “pusat intelijen bisnis”. 
Ia berharap saya mau menuliskan materi yang dibawanya, terutama yang berisi tentang 
dugaan kecurangan tersebut, di media cetak. Lalu, panjang lebar ia menjelaskan tentang isi 
dokumen tersebut, termasuk menunjuk dugaan-dugaan kecurangannya. Kami menghabiskan 
waktu selama lebih dari tiga jam. 
Ketika malam semakin larut, kami pun memutuskan untuk berpisah. Jangan salah, saya tak 
ingin berkisah tentang bagaimana kelanjutan dari dokumen tersebut. Tapi, yang ingin saya 
sampaikan adalah betapa di masa lalu kita begitu sulit mendapatkan dokumen-dokumen 
tentang rahasia bisnis, terutama milik kompetitor. Dokumen semacam itu, antara lain, berisi 
apa saja yang ingin kompetitor lakukan dalam setahun, dua atau bahkan lima tahun ke depan. 
Kian Terbuka 
Kini, era sudah berganti. Kondisi sudah berbalik 180 derajat. Mengelola perusahaan saat ini 
ibarat masuk ke dalam sebuah akuarium. Apa yang kita lakukan bisa dengan mudah dilihat 
banyak orang. Bahkan oleh kompetitor kita. Apalagi kalau perusahaan itu adalah perusahaan 
terbuka. Kita harus membuka semua data masa lalu. Dari situ, kompetitor bisa dengan mudah 
membaca jejaknya dan mencari peristiwa-peristiwa penting yang relevan, yang pernah terjadi 
pada masa lalu. 
Berbekal informasi tersebut, ditambah dengan analisis dari para pakar, strategi bisnis kita pun 
begitu mudah terungkap. Tapi, hal yang sebaliknya juga bisa kita lakukan terhadap para
kompetitor. Kita juga bisa dengan mudah mempelajari rekam jejak mereka dan strategi 
bisnisnya. Jadi, saat ini boleh dibilang nyaris tak ada rahasia bisnis yang bisa kita tutup-tutupi 
dengan sempurna. Kecuali mungkin kalau semuanya masih tersimpan di dalam kepala kita. 
Belum dituliskan dan terlebih lagi belum dilakukan. Bagaimana rahasia bisnis yang di masa 
lalu tersimpan rapat-rapat, kini bisa dengan mudahnya tersingkap? 
38 
Semua itu terjadi berkat perkembangan teknologi informasi dan komunikasi. Perangkat 
teknologi tersebut memang membuat pasokan data tiba-tiba menjadi berlimpah, tersedia di 
mana-mana. Ini memudahkan kerja intelijen bisnis. Di tangan mereka, data yang digali dari 
berbagai sumber tersebut kemudian mereka olah menjadi informasi sehingga memudahkan 
banyak pemimpin perusahaan untuk menganalisis situasi yang berkembang dan menyusun 
strategi bisnis. Mungkin karena semakin sulit menyimpan rahasia, kini banyak perusahaan 
malah menjadi tak segan memaparkan strategi bisnisnya. 
Mereka dengan enteng memaparkan rencana-rencana bisnisnya hingga beberapa tahun ke 
depan. Itu mereka lakukan terutama untuk memikat perhatian para investor. Mereka tidak 
takut rahasia semacam itu diketahui para kompetitornya. Sebab, sebagaimana para kompetitor 
dengan mudah mengetahui rahasia bisnisnya, ia pun dengan mudah mencari tahu strategi para 
kompetitornya. Kondisi semacam inilah yang membuat platform bisnis berubah. Apa yang 
dahulu oleh banyak perusahaan dianggap sebagai rahasia bisnis, kini tidak lagi. Hari-hari 
belakangan ini kian sulit bagi kita untuk menyembunyikan rahasia bisnis. 
Man Behind the Gun 
Apa yang membuat perusahaan-perusahaan tersebut kini tak terlalu khawatir lagi jika strategi 
bisnisnya diketahui para kompetitornya? Rupanya, sehebat-hebatnya kita menyusun strategi 
bisnis, semua akhirnya terpulang pada sumber daya manusia (SDM)-nya. Apakah kita 
mempunyai SDM yang hebat, yang mampu mengeksekusi semua strategi yang tadi sudah 
dirumuskan. Jadi, ujung-ujungnya tetap man behind the gun. Maka, kini medan pertempuran 
berganti. 
Mungkin strategi bisnis yang menjadi penentu, tetapi kemampuan untuk memperebutkan 
SDM-SDM yang andal kini menjadi jauh lebih menentukan. Para pemenang perang adalah 
perusahaan-perusahaan yang mampu mendapatkan dan mempertahankan SDM unggulannya. 
Buat perusahaan-perusahaan di Indonesia, kondisi semacam ini bisa menjadi masalah besar. 
Sebab di pasar tenaga kerja, pasokan SDM yang unggul jumlahnya sangat terbatas. Kondisi 
semacam inilah yang kemudian memaksa perusahaan untuk mengubah konsep rekrutmen, 
retain, talent management, termasuk juga sistem kompensasi dan lingkungan kerjanya. 
Dulu banyak perusahaan besar tak terlalu peduli dengan sistem retain atau talent 
management dan pentingnya membangun lingkungan kerja yang kondusif. Untuk menahan 
SDM-SDM-nya, termasuk yang unggulan, mereka menganggap semuanya cukup dengan 
menaikkan gaji. Nyatanya strategi semacam itu sama sekali tidak bisa diandalkan. Meski
39 
ditawari gaji lebih tinggi, satu per satu SDM-SDM unggulan meninggalkan perusahaan itu. 
Mereka lupa bahwa banyak karyawan yang mencari sesuatu yang lebih dari sekadar gaji. 
Imbasnya signifikan. Laju pertumbuhan perusahaan mulai melambat. Bahkan terancam 
stagnan. Bagaimana itu bisa terjadi? Sederhana saja. Persaingan yang kian sengit 
menghadapkan perusahaan pada semakin banyak masalah. Lalu, persaingan yang kian sengit 
juga memaksa perusahaan tak boleh berhenti berinovasi. Tapi, itu semua seakan-akan 
mandek karena perusahaan tak lagi memiliki SDM unggul yang mampu mencari solusi-solusi 
bisnis yang inovatif. 
Sayangnya masih ada saja perusahaan yang kurang menyadari adanya fenomena semacam ini 
sebagaimana saya saksikan terjadi pada sebuah perusahaan besar yang tengah merintis usaha 
barunya. Akibat salah mengelola SDM-nya, kini satu per satu karyawan mulai meninggalkan 
perusahaan. 
Mungkin perusahaan itu bisa menutupinya dengan merekrut karyawan-karyawan baru. Tapi, 
saya lihat itu akan menyisakan masalah besar. Membangun kesamaan visi dan chemistry agar 
sejalan dengan visi dan chemistry perusahaan, juga dengan karyawan lama, adalah masalah 
yang tidak mudah untuk diurus. Maka, jangan sembarangan mengelola SDM. ● 
RHENALD KASALI 
Pendiri Rumah Perubahan 
@Rhenald_Kasali
40 
Mengupas Janji Ekonomi Jokowi-JK 
Koran SINDO 
28 Agustus 2014 
Mahkamah Konstitusi telah mengukuhkan keputusan KPU yang menetapkan pasangan Joko 
Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) sebagai pemenang pemilu presiden 2014. 
Sangat banyak permasalahan bangsa yang dihadapi Indonesia, sehingga pembahasan arah 
kebijakan pemerintah periode 2014-2019 khususnya sektor ekonomi, perlu dilakukan sejak 
sekarang. Tidak sulit untuk menjanjikan sesuatu dalam kampanye politik untuk menarik 
dukungan kelompok masyarakat tertentu. Namun, tidak mudah untuk menyiapkan dan 
menerapkan program konkret yang berdampak positif. Kerap ada yang dirugikan pada suatu 
perubahan. 
Pendanaan serta sumber daya yang terbatas dan banyak prioritas lain. Beberapa negara maju 
bahkan mengharuskan para peserta pemilu untuk mengirimkan program ekonomi dan 
rancangan anggaran belanja pemerintah yang akan diterapkan bila menang pemilu, untuk 
dianalisis dampaknya oleh lembaga pemerintah yang netral dan kompeten. 
Dari Janji ke Aksi 
Apa saja janji ekonomi Jokowi-JK dan apa dampaknya pada ekonomi Indonesia bila 
diterapkan pada pemerintah 2014-2019? Janji kampanye Jokowi-JK terangkum dalam Nawa 
Cita yang terbagi dalam sembilan kategori. Tiga di antaranya terkait erat dengan ekonomi, 
yaitu meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia, meningkatkan produktivitas rakyat 
dan daya saing di pasar internasional, serta mewujudkan kemandirian ekonomi. Indikator 
yang kerap digunakan untuk mengukur kualitas hidup adalah pendidikan, kesehatan, 
pekerjaan, dan lingkungan. 
Dalam Nawa Cita, hal ini akan dicapai dengan beberapa program, yaitu wajib belajar 12 
tahun untuk anak usia sekolah, jaminan kesehatan, reformasi agraria 9 juta ha, dan jaminan 
sosial. Data Angka Partisipasi Kasar (APK) dari BPS tahun 2013 menyatakan bahwa 95,5% 
penduduk usia SD sedang menjalani pendidikan dasar. APK menurun pada tingkat SMP 
menjadi 72,7% dan terus menurun pada tingkat SMA menjadi 52,9%. Apabila tidak ada 
perubahan pada tingkat APK, dari 31,9 juta siswa SD maka 13,6 juta tidak akan lulus SMA. 
Bukan jumlah yang sedikit. 
Padahal pada tahun 2015, Indonesia akan menjadi bagian dari Komunitas Ekonomi ASEAN 
(KEA) di mana tenaga kerja terdidik dari negara ASEAN dapat bekerja di Indonesia. Rakyat 
yang tidak berpendidikan rendah akan sulit untuk bersaing dalam era KEA. Karena proporsi
41 
lulusan SMA yang masuk ke universitas masih rendah, Nawa Cita juga berjanji membangun 
lebih banyak SMK dan Politeknik serta kawasan industri untuk mendorong daya saing dan 
penyerapan tenaga kerja. 
Penyediaan lahan untuk petani membutuhkan sumber lahan untuk dibagi. Apakah berasal dari 
tanah pemerintah, tanah pemerintah yang dikelola swasta atau milik swasta yang masing-masing 
berbeda aspek legal serta kebutuhan dananya. Ketersediaan jaminan sosial dan 
kesehatan akan mengurangi risiko individual dan meningkatkan produktivitas masyarakat. 
Stabilitas dan pertumbuhan ekonomi dalam lima tahun terakhir menarik banyak investasi 
asing langsung (FDI). 
Namun, sebagian besar FDI ditanamkan di pulau Jawa yang relatif lebih baik 
infrastrukturnya. Padahal, lahan pulau Jawa terbatas dan konversi tanah subur pertanian 
menjadi pabrik atau perumahan membahayakan ketahanan pangan Indonesia. Bila dibiarkan, 
kondisi ini akan memperbesar kesenjangan Jawa dan luar Jawa. Nawa Cita Jokowi-JK 
menjanjikan akan tingkatkan daya saing dan produktivitas dengan membangun 1.000 km 
jalan, 10 pelabuhan dan 10 bandara. serta 10 kawasan industri. Akan dibangun juga 5.000 
pasar tradisional untuk mendorong ekonomi rakyat. 
Apabila sebagian besar infrastruktur itu dibangun di luar Jawa, dampaknya akan besar pada 
pertumbuhan dan produktivitas jangka panjang Indonesia. Apalagi bila janji memotong 
proses izin bisnis menjadi 15 hari, yang selama ini banyak menghambat berhasil 
direalisasikan. Nawa Cita berikut menargetkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan 
sektor strategis. Program pada sektor ini adalah membangun kedaulatan pangan, energi, dan 
keuangan serta mendirikan bank petani/nelayan dengan fasilitas pengolahan pascapanen di 
sentra produksi dan sistem inovasi nasional. 
Jokowi-JK juga menjanjikan untuk tingkatkan elektrifikasi dan tarik 20 juta turis asing setiap 
tahun, yang akan meningkatkan pendapatan masyarakat dan mendorong perekonomian. 
Secara umum, terdapat keterkaitan antara di mana sumber daya manusia yang lebih terdidik 
dengan infrastruktur yang lebih baik dan perpendek administrasi pemerintah (de-bottle 
necking) yang saling memperkuat (virtuous cycle). Namun, masih banyak pertanyaan dan 
kebijakan penting yang belum dijelaskan padahal perannya sangat besar. 
Detail dan Celah 
Satu pertanyaan penting yang belum tegas dijabarkan dalam Nawa Cita adalah, dari mana 
sumber dananya? Program rutin tahunan pemerintah sudah memakan banyak biaya, 
bagaimana biayai program yang perlu dana tinggi seperti perbaikan infrastruktur. Apalagi, 
setahun ini ekonomi Indonesia alami defisit perdagangan, penurunan perubahan, dan defisit 
fiskal. 
Dalam beberapa kesempatan Jokowi menyatakan akan menaikkan pertumbuhan ekonomi 
hingga menembus 7%, serta menaikkan tax ratio ke 16%. Subsidi BBM yang tahun ini
42 
diperkirakan menembus Rp200 triliun juga akan dihapus dalam lima tahun. Sumber-sumber 
dana tersebut akan digunakan dan dialihkan untuk biayai perwujudan janji kampanye. 
Namun, apakah jumlahnya mencukupi perlu didetailkan lebih lanjut dalam angka di APBN. 
Petani di Indonesia terus terjebak dalam kemiskinan walau harga produknya 
meningkat. Produk mereka dibeli dengan harga murah, lalu dijual ke penduduk kota dan 
diekspor dengan keuntungan besar. Penguatan institusi dan pemberdayaan petani, yang tidak 
disebut dalam Nawa Cita, untuk memotong jalur distribusi menjadi syarat perlu (necessary 
condition) dari kemajuan sektor pertanian dan penyejahteraan petani. Tidak cukup dengan 
hanya membangun jalan dan penyediaan fasilitas pascapanen di pedesaan. Nawa Cita juga 
tidak mengupas kebijakan sektor pertambangan, industri dan perdagangan luar negeri yang 
besar peranannya dalam ekonomi Indonesia. 
Apakah memoratorium ekspor mineral mentah akan diteruskan atau dihentikan. Industri dan 
investasi apa yang akan didorong di Indonesia? Apa kriteria untuk ikut dalam kerja sama 
perdagangan bebas (Free Trade Agreement) yang beberapa kali kurang matang persiapan dan 
berdampak negatif? Kurangnya sinergi antara pemerintah pusat-daerah menjadi penyebab 
tidak efektifnya kebijakan pemerintah attitude sejak era desentralisasi. 
Pada debat topik ekonomi, Jokowi menyatakan bahwa akan dilakukan politik anggaran di 
mana jumlah dana transfer ke APBD akan dikaitkan dengan keselarasan program pusat-daerah. 
Kebijakan ini membutuhkan perubahan formula dana alokasi khusus, dana alokasi 
umum, dan dana perimbangan serta dekonsentrasi. Namun, harus juga diantisipasi bahwa 
pemerintah daerah yang alami penurunan dana transfer akan melakukan lobi dengan berbagai 
ke DPR. 
Janji ekonomi Jokowi-JK adalah awal yang baik untuk kerangka kebijakan ekonomi 2014- 
2019. Namun masih diperlukan upaya serius dan konsisten dalam mendetailkan, 
mengimplementasikan, dan mengawasi pelaksanaan. Jangan sampai ada dusta antara kita. 
Dalam pidato pelantikannya sebagai presiden Amerika Serikat, John F Kennedy menyatakan 
banyak perubahan yang diajukannya tidak mudah diterapkan dan akan memakan waktu lama 
untuk diwujudkan. But let us begin. ● 
BERLY MARTAWARDAYA 
Ekonom dan Dosen di Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik (MPKP) FEUI
43 
Politik Ruang Fiskal dan Subsidi BBM 
Koran SINDO 
29 Agustus 2014 
Persoalan ruang fiskal dan beban subsidi bahan bakar minyak (BBM) kembali menjadi 
perdebatan hangat di Tanah Air, sebagai akibat munculnya kelangkaan dan antrean BBM di 
beberapa daerah. 
Bila dirunut dari perjalanannya, kelangkaan BBM bersubsidi di beberapa kota, terutama di 
Jawa Tengah dan Jawa Timur, terjadi karena diambilnya langkah pengendalian konsumsi 
BBM bersubsidi oleh Pertamina berupa pengurangan jatah BBM bersubsidi di setiap SPBU 
sebesar 5%. Langkah pengendalian ini sendiri merupakan antisipasi dari realisasi konsumsi 
BBM bersubsidi yang mencapai 22,9 juta kiloliter selama semester I/2014. Dari realisasi 
semester satu ini diprediksikan angka konsumsi BBM bersubsidi hingga akhir tahun bisa 
mencapai 47,261 juta kiloliter. Yang berarti, melebihi kuota Anggaran Pendapatan dan 
Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2014 yang ditetapkan sebesar 46 juta kiloliter. 
Pada saat yang sama, kelangkaan akibat langkah pengendalian PT Pertamina ini juga 
diperparah oleh desakan dari Rumah Transisi Presiden dan Wakil Presiden terpilih Joko 
Widodo (Jokowi) dan Jusuf Kalla (JK) ke pemerintah SBY-Boediono untuk menaikkan harga 
BBM secepatnya. Desakan ini menimbulkan spekulasi di masyarakat bahwa harga BBM 
bersubsidi akan dinaikkan secepatnya, yang menimbulkan panic buying dan penimbunan 
BBM bersubsidi di masyarakat. Maka tidak mengherankan di banyak tempat muncul antrean 
panjang, bahkan disinyalir hilangkan BBM bersubsidi dari SPBU. 
Seruan menaikkan harga BBM bersubsidi dari Rumah Transisi, sebagaimana dijelaskan 
Presiden terpilih Joko Widodo, didasarkan kebutuhan atas satu ruang fiskal yang besar bagi 
pemerintah terpilih nanti untuk menjalankan program-programnya. Lebih lanjut, ruang fiskal 
ini dirasakan menyempit akibat adanya peningkatan jumlah subsidi BBM dalam RAPBN 
2015 sebesar Rp44,6 triliun, hingga mencapai Rp363,53 triliun. 
Jadi sebenarnya seruan Rumah Transisi ini lebih menyorot RAPBN 2015, yang kini tengah 
dibahas di Dewan Perwakilan Rakyat, bukan terhadap APBN-P 2014. Namun merujuk pada 
hasil pertemuan kedua pemimpin di Bali (27/8), desakan untuk menaikkan harga BBM ini 
tidak digubris. Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono bertekad untuk tidak 
menaikkan lagi harga BBM bersubsidi hingga akhir masa pemerintahannya pada 20 Oktober 
2014 nanti. Beberapa alasan kuat yang dimiliki Presiden SBY adalah sebagai berikut: 
Pertama, harga BBM bersubsidi sudah dinaikkan oleh pemerintah pada Juni 2013. Dampak 
dari kenaikan ini adalah lonjakan inflasi dan jumlah penduduk yang hidup di dalam 
kemiskinan (lonjakan 0,72% dari perkiraan). Maka bila dipaksakan adanya kenaikan lagi
pada 2014, sudah hampir bisa dipastikan hal yang sama akan terulang: inflasi akan meningkat 
begitu juga angka kemiskinan, yang berujung pada tambahan penderitaan rakyat. 
44 
Kedua, pemerintahan SBY juga sudah menaikkan harga tarif dasar listrik (TDL) dan 
berencana menaikkan harga LPG 12 kilo dalam waktu dekat pada tahun ini. Kedua hal ini 
dipastikan akan memicu tingkat kenaikan harga-harga dan menambah beban kehidupan 
rakyat. Karena itu, pemerintah tidak sampai hati untuk menambahnya dengan menaikkan 
harga BBM bersubsidi. 
Ketiga, sejatinya dari kedua hal ini saja, kenaikan TDL, dan harga LPG 12 kilo, sudah 
terdapat ruang fiskal yang lebih dari cukup hingga akhir tahun. Sehingga tidak semestinya 
menggunakan alasan ini sebagai argumen menaikkan harga BBM bersubsidi pada APBN-P 
2014. 
Keempat, terkait dengan APBN-P 2014, keputusan mengurangi kuota BBM bersubsidi dari 
48 juta ke 46 juta kiloliter merupakan keputusan yang diambil bersama oleh pemerintah dan 
Dewan Perwakilan Rakyat, yang di dalamnya juga terdapat fraksi-fraksi pendukung Jokowi- 
JK. Maka sebelum mendesakkan kenaikan harga BBM pada pemerintah SBY, ada baiknya 
Jokowi menanyakan terlebih dahulu ke partai-partai pendukungnya, termasuk ke Partai 
Demokrasi Indonesia Perjuangan yang dahulu selalu menolak kenaikan harga BBM, apakah 
setuju dengan usulan kenaikan ini? 
Kelima, dalam APBN-P 2014 juga sesungguhnya terdapat catatan resmi yang memungkinkan 
pemerintah memasok BBM bersubsidi ke masyarakat lebih dari kuota yang ditetapkan 
sebesar 46 juta kiloliter. Akibatnya, lonjakan kuota seharusnya permasalahan yang harus 
dibesar-besarkan. Sementara kekurangan anggaran yang disebabkan lonjakan kuota ini, yang 
diperkirakan di dalam kisaran Rp35-38 triliun bisa ditutupi dari sisa anggaran lebih (SAL) 
APBN yang setiap tahunnya di kisaran Rp40-50 triliun, atau mengurangi lebih lanjut 
anggaran-anggaran kementerian/lembaga yang ada. 
Keenam, dalam hal RAPBN 2015. Pemerintahan SBY sudah mengalokasikan kuota BBM 
bersubsidi yang lebih dari cukup sebesar 48 juta kiloliter pada 2015. Di mana alokasi ini 
seharusnya cukup sampai dengan akhir 2015 tanpa perlu melakukan menaikkan harga. 
Dengan kata lain, pemerintah SBY tidak meninggalkan bom waktu kebutuhan menaikkan 
harga subsidi BBM dengan memberikan pilihan opsi yang luas pada pemerintahan 
mendatang. Tentu saja pilihan yang diambil nanti tergantung pada pertimbangan politik 
Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla kelak. 
Ketujuh, dengan momentum dan dukungan politik yang masih hangat dari rakyat, sungguh 
sangat disayangkan bila presiden dan wakil presiden terpilih mereduksi pilihan kebijakan 
yang akan diambil semata-mata menjadi menaikkan harga BBM atau tidak. Ada banyak 
pilihan dan alternatif kebijakan yang bisa diambil, baik dalam jangka pendek maupun 
menengah untuk mengatasi lonjakan subsidi tanpa menaikkan harga. Apalagi dalam visi dan 
misinya, saya tidak mengingat pasangan terpilih ada menyebutkan akan menaikkan harga 
BBM.
45 
Yang saya ingat mereka akan melakukan konversi ke gas dan pembangunan infrastruktur, 
sebagai satu alternatif mengurangi subsidi BBM. Tentu saja menjadi hal yang patut 
dipertanyakan mengapa sekonyong-konyong terjadi perubahan pemikiran? 
Alhasil, bisa disimpulkan bahwa pemerintahan SBY-Boediono memiliki alasan yang sangat 
kuat untuk mempertahankan harga BBM bersubsidi hingga pengujung masa baktinya pada 20 
Oktober 2014. Desakan untuk menaikkan harga BBM bersubsidi dari presiden terpilih hanya 
meningkatkan tensi suhu politik yang bukan pada tempatnya, dan malah bisa menjadi 
bumerang dalam perjalanan mereka selanjutnya. ● 
DR MOHAMAD IKHSAN MODJO 
Ekonom Senior/Ketua DPP Partai Demokrat
46 
Diferensiasi Harga BBM untuk Keadilan 
Koran SINDO 
1 September 2014 
Tugas utama pemerintah adalah menjaga gawang keadilan. Hal ini karena pasar yang 
menghasilkan keseragaman harga buta terhadap perbedaan daya beli rakyat banyak. 
Tanpa menegakkan keadilan, keberadaan pemerintah menjadi tidak bermakna. Di negara 
liberal pun keberadaan pemerintah bertugas mengoreksi pasar dan merekayasa keadilan. 
Misalnya, pemerintah di berbagai negara menetapkan upah minimum yang bertujuan 
membuat keadilan pembagian nilai tambah antara pengusaha dan pekerja. Pada kesempatan 
atau ada momentum yang mengharuskan kenaikan harga BBM sekarang ini, sebagai penjaga 
gawang keadilan, pemerintah perlu memikirkan diferensiasi harga BBM sesuai daya beli 
masyarakat yang berbeda-beda. 
Jumlah subsidi dengan tingkat konsumsi sekarang ini memerlukan sekitar Rp360 triliun 
untuk menyubsidi pembelian BBM masyarakat. Subsidi ini tidak adil dan harus dihentikan 
karena dinikmati lebih besar oleh kelompok atas. Persoalannya, apakah kesempatan emas ini 
akan diselesaikan melalui jalan mudah, yaitu harga BBM bagi orang kaya dan miskin 
dinaikkan dengan jumlah yang sama? 
Katakanlah, harga diseragamkan pada Rp8.500 per liter. Itu bagi si miskin terasa berat, 
sedangkan bagi si kaya, walaupun subsidi sudah berkurang, tetap saja tidak tepat karena 
masih mendapat subsidi atas tindakannya mencemari udara. Dengan diferensiasi harga bisa 
diformulasi misalnya kelompok bawah hanya naik Rp500 atau tetap pada harga lama, tetapi 
kelompok atas tidak perlu diberi subsidi lagi mengikuti harga pasar di sekitar Rp11.000. 
Pilihan terakhir itulah yang perlu didiskusikan di sini karena menyangkut tugas utama 
pemerintah sebagai penjaga gawang keadilan. Berapa persen yang dianggap kelompok bawah 
dan atas? Katakanlah, setengah-setengah sehingga harga rata-rata yang dicapai Rp9.500 per 
liter. Dengan cara ini, kebutuhan subsidi jauh menurun dan diharapkan terdapat ruang fiskal 
baru Rp150-200 triliun yang sangat bermakna untuk membiayai infrastruktur dan 
pembangunan sumber daya manusia yang membentang begitu bervariasi dari Papua sampai 
Aceh. 
Diferensiasi harga merupakan cara yang tepat dan adil karena memperhatikan daya beli 
rakyat banyak. Program ini sebenarnya sudah ada dan bukan cara yang baru. Di bidang energi 
listrik sudah dilakukan dengan membuat harga berbeda antara pengguna keluarga miskin dan 
keluarga kaya untuk tujuan bisnis dan tujuan sosial. Di bidang BBM pemerintah melalui
47 
Pertamina juga sudah membuat ketentuan diferensiasi harga dengan menjual beberapa jenis 
BBM seperti premium yang merupakan BBM bersubsidi dan pertamax yang tidak 
bersubsidi. 
Kenaikan harga BBM secara sama memang memudahkan administrasi pemerintah di mana 
premium mendekati pertamax tidak lain adalah mengikuti nature pasar, tetapi itu 
bagaimanapun menghilangkan derajat peran pemerintah sebagai penjaga keadilan. 
Ketidakefektifan diferensiasi harga sekarang disebabkan oleh kegagalan pemisahan 
konsumen. Seperti tertuang dalam peraturan pemerintah, kendaraan dinas pemerintah, 
BUMN, BUMD, sektor pertambangan, perkebunan, dan kehutanan tidak diperkenankan 
mengonsumsi BBM bersubsidi. 
Kenyataannya, petugas SPBU kesulitan dalam menyaring kendaraan bermotor yang hendak 
mengisi BBM. Ketentuan larangan ini perlu ditambah dengan mobil pribadi keluaran lima 
tahun terakhir. Untuk memudahkan petugas, ketentuan perlu diubah bukan siapa yang tidak 
boleh yang tentu saja menyulitkan petugas dalam beberapa menit, tetapi siapa yang boleh 
dengan menyerahkan voucher, katakanlah, dua literan. Target group harus membeli voucher 
ini di toko-toko ritel sambil membantu UMKM. 
Kuantitas vs Harga 
Di samping masalah harga, BBM juga menghadapi masalah kuantitas. Jumlah penduduk 
yang besar kurang dikembangkan budaya menggunakan transportasi massal, tetapi 
dikembangkan mobil murah yang mendorong konsumen marginal menjadi konsumen riil. 
Akibat itu, bisa diduga kebutuhan BBM terus menanjak. Sementara produksi minyak 
Indonesia justru menurun selama sepuluh tahun terakhir dengan penurunan sekitar 5% per 
tahun dari 1,094 juta barel per hari pada 2004 menjadi 850.000 barel pada 2013. 
Sekali lagi, sebenarnya moda transportasi massa kita misalnya kereta api Jabodetabek 
merupakan pilihan yang sangat baik, terutama bagi yang ingin terhindar dari kemacetan. 
Beberapa hal dapat ditingkatkan seperti jumlah armada masih kurang sepadan dengan jumlah 
penduduk sehingga masih berdiri berdesakan. Bila armada ditambah dan ruang berdiri diberi 
tambahan kursi, kenyamanan akan meningkat. Soal keamanan seperti pencopet dan tindak 
kekerasan susila bisa diatasi misalnya dengan menambah dan mengefektifkan gerbong 
khusus wanita dan menugaskan militer teritorial untuk membantu polisi yang jumlahnya 
tidak mencukupi membantu keamanan transportasi. 
Guna menurunkan jumlah kendaraan yang menyedot lebih banyak lagi BBM dan akhirnya 
anggaran subsidi negara, pajak kendaraan harus dinaikkan. Dengan meningkatkan harga 
kendaraan baik roda dua maupun roda empat, tentu laju pembelian kendaraan akan melambat 
dan laju kebutuhan kuantitas BBM akan bisa diperlambat. 
Lebih Jauh dengan Voucher BBM
Bagaimana cara melakukan diferensiasi harga dengan tujuan meningkatkan skema keadilan 
di mana kelompok bawah membayar lebih rendah dan kelompok atas membayar lebih tinggi? 
Voucher sebaiknya dicetak oleh Perum Peruri dengan kualitas cetak seperti uang. Voucher ini 
dibeli oleh target group misalnya kelompok bawah, siswa dan mahasiswa, kendaraan umum, 
petani, dan nelayan. 
Pada masa depan mereka akan memiliki kartu kuota seperti kartu ponsel untuk membeli 
berapa banyak voucher yang bisa dibeli setahun. Pada jangka pendek ini, sebelum sistem 
elektronik siap, voucher tidak bisa dibeli oleh mobil pemerintah dan seterusnya yang didaftar 
dalam keputusan pemerintah yang selama ini dan perluasannya misalnya pemilik mobil yang 
berumur kurang dari lima tahun sehingga tercapai jumlah subsidi yang masuk akal. 
Dengan sistem voucher, SPBU tidak bisa menjual premium ke bukan yang berhak dengan 
uang tunai karena SPBU hanya bisa membeli BBM bersubsidi ke Pertamina juga dengan 
voucher. Apabila BBM dijual kepada yang tidak berhak dengan uang tunai, SPBU tidak bisa 
kulakan. Gagasan ini mungkin memiliki banyak kendala yang perlu disempurnakan di 
lapangan, tetapi yang penting wacana keadilan harus terus-menerus digulirkan untuk 
membantu si lemah dan memandirikan si kuat. ● 
48 
PROF BAMBANG SETIAJI 
Rektor Universitas Muhammadiyah Surakarta
PERTANIAN_KITA
PERTANIAN_KITA
PERTANIAN_KITA
PERTANIAN_KITA
PERTANIAN_KITA
PERTANIAN_KITA
PERTANIAN_KITA
PERTANIAN_KITA
PERTANIAN_KITA
PERTANIAN_KITA
PERTANIAN_KITA
PERTANIAN_KITA
PERTANIAN_KITA
PERTANIAN_KITA
PERTANIAN_KITA
PERTANIAN_KITA
PERTANIAN_KITA
PERTANIAN_KITA
PERTANIAN_KITA
PERTANIAN_KITA
PERTANIAN_KITA
PERTANIAN_KITA
PERTANIAN_KITA
PERTANIAN_KITA
PERTANIAN_KITA
PERTANIAN_KITA
PERTANIAN_KITA
PERTANIAN_KITA
PERTANIAN_KITA
PERTANIAN_KITA
PERTANIAN_KITA
PERTANIAN_KITA
PERTANIAN_KITA
PERTANIAN_KITA
PERTANIAN_KITA
PERTANIAN_KITA
PERTANIAN_KITA
PERTANIAN_KITA
PERTANIAN_KITA
PERTANIAN_KITA
PERTANIAN_KITA
PERTANIAN_KITA
PERTANIAN_KITA
PERTANIAN_KITA
PERTANIAN_KITA
PERTANIAN_KITA
PERTANIAN_KITA
PERTANIAN_KITA
PERTANIAN_KITA
PERTANIAN_KITA

More Related Content

Similar to PERTANIAN_KITA

Managing strategy-career-and-mindset
Managing strategy-career-and-mindsetManaging strategy-career-and-mindset
Managing strategy-career-and-mindsetArif Budiman
 
Dunia Digital Dalam Genggaman Kaum Milenial
Dunia Digital Dalam Genggaman Kaum MilenialDunia Digital Dalam Genggaman Kaum Milenial
Dunia Digital Dalam Genggaman Kaum MilenialJasaAmos
 
Hidup mantap Gratis
Hidup mantap GratisHidup mantap Gratis
Hidup mantap GratisSehat muda
 
Enterpreneurship Menyongsong Krisis Globanisasi Dengan Msdam Yang Modern
Enterpreneurship Menyongsong Krisis Globanisasi Dengan Msdam Yang ModernEnterpreneurship Menyongsong Krisis Globanisasi Dengan Msdam Yang Modern
Enterpreneurship Menyongsong Krisis Globanisasi Dengan Msdam Yang Modernguest3dafe35
 
Enterpreneurship Menyongsong Krisis Globanisasi Dengan Msdam Yang Modern
Enterpreneurship Menyongsong Krisis Globanisasi Dengan Msdam Yang ModernEnterpreneurship Menyongsong Krisis Globanisasi Dengan Msdam Yang Modern
Enterpreneurship Menyongsong Krisis Globanisasi Dengan Msdam Yang Modernguest3dafe35
 
Managing People Strategy
Managing People StrategyManaging People Strategy
Managing People StrategyMas Tri Sragen
 
Ebook managing-people-strategy
Ebook managing-people-strategyEbook managing-people-strategy
Ebook managing-people-strategyGede Wiradarma
 
Ebook managing-people-strategy
Ebook managing-people-strategyEbook managing-people-strategy
Ebook managing-people-strategymochss
 
COOL Magazine Volume 2
COOL Magazine Volume 2COOL Magazine Volume 2
COOL Magazine Volume 2Tammy Tiffany
 
Managing people-strategy
Managing people-strategyManaging people-strategy
Managing people-strategyIpung Noor
 
Pertemuan 2 - Noble Purpose.pptx
Pertemuan 2 - Noble Purpose.pptxPertemuan 2 - Noble Purpose.pptx
Pertemuan 2 - Noble Purpose.pptxalifahidayati
 
100 juta toko online
100 juta toko online100 juta toko online
100 juta toko onlineYosse Adrian
 
Makalah Kewirausahaan Islami (Kelompok 2)
Makalah Kewirausahaan Islami (Kelompok 2)Makalah Kewirausahaan Islami (Kelompok 2)
Makalah Kewirausahaan Islami (Kelompok 2)Fkip Sda7
 
Pengertian Dasar Bisnis
Pengertian Dasar BisnisPengertian Dasar Bisnis
Pengertian Dasar BisnisFkip Sda7
 
Compilation_Youlanda Fairuz_2001543194_la28
Compilation_Youlanda Fairuz_2001543194_la28Compilation_Youlanda Fairuz_2001543194_la28
Compilation_Youlanda Fairuz_2001543194_la28Youlanda Fairuz
 
UC Onliner 5
UC Onliner 5UC Onliner 5
UC Onliner 5UCEO
 
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N KuswandiEbook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N KuswandiRingga Arie Suryadi
 

Similar to PERTANIAN_KITA (20)

Contoh kasus 4
Contoh kasus 4Contoh kasus 4
Contoh kasus 4
 
Managing strategy-career-and-mindset
Managing strategy-career-and-mindsetManaging strategy-career-and-mindset
Managing strategy-career-and-mindset
 
Dunia Digital Dalam Genggaman Kaum Milenial
Dunia Digital Dalam Genggaman Kaum MilenialDunia Digital Dalam Genggaman Kaum Milenial
Dunia Digital Dalam Genggaman Kaum Milenial
 
Hidup mantap Gratis
Hidup mantap GratisHidup mantap Gratis
Hidup mantap Gratis
 
Enterpreneurship Menyongsong Krisis Globanisasi Dengan Msdam Yang Modern
Enterpreneurship Menyongsong Krisis Globanisasi Dengan Msdam Yang ModernEnterpreneurship Menyongsong Krisis Globanisasi Dengan Msdam Yang Modern
Enterpreneurship Menyongsong Krisis Globanisasi Dengan Msdam Yang Modern
 
Enterpreneurship Menyongsong Krisis Globanisasi Dengan Msdam Yang Modern
Enterpreneurship Menyongsong Krisis Globanisasi Dengan Msdam Yang ModernEnterpreneurship Menyongsong Krisis Globanisasi Dengan Msdam Yang Modern
Enterpreneurship Menyongsong Krisis Globanisasi Dengan Msdam Yang Modern
 
Managing People Strategy
Managing People StrategyManaging People Strategy
Managing People Strategy
 
Ebook managing-people-strategy
Ebook managing-people-strategyEbook managing-people-strategy
Ebook managing-people-strategy
 
Ebook managing-people-strategy
Ebook managing-people-strategyEbook managing-people-strategy
Ebook managing-people-strategy
 
COOL Magazine Volume 2
COOL Magazine Volume 2COOL Magazine Volume 2
COOL Magazine Volume 2
 
Managing people-strategy
Managing people-strategyManaging people-strategy
Managing people-strategy
 
Pertemuan 2 - Noble Purpose.pptx
Pertemuan 2 - Noble Purpose.pptxPertemuan 2 - Noble Purpose.pptx
Pertemuan 2 - Noble Purpose.pptx
 
100 juta toko online
100 juta toko online100 juta toko online
100 juta toko online
 
Makalah Kewirausahaan Islami (Kelompok 2)
Makalah Kewirausahaan Islami (Kelompok 2)Makalah Kewirausahaan Islami (Kelompok 2)
Makalah Kewirausahaan Islami (Kelompok 2)
 
Pengertian Dasar Bisnis
Pengertian Dasar BisnisPengertian Dasar Bisnis
Pengertian Dasar Bisnis
 
PROPOSAL PENELITIAN KOPERASI
PROPOSAL PENELITIAN KOPERASIPROPOSAL PENELITIAN KOPERASI
PROPOSAL PENELITIAN KOPERASI
 
Compilation_Youlanda Fairuz_2001543194_la28
Compilation_Youlanda Fairuz_2001543194_la28Compilation_Youlanda Fairuz_2001543194_la28
Compilation_Youlanda Fairuz_2001543194_la28
 
UC Onliner 5
UC Onliner 5UC Onliner 5
UC Onliner 5
 
Pasar Monopoli
Pasar MonopoliPasar Monopoli
Pasar Monopoli
 
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N KuswandiEbook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
Ebook Talent Management Practice oleh N Kuswandi
 

Recently uploaded

Keseimbangan perekonomian tigas termasuk peran pemerintah
Keseimbangan perekonomian tigas termasuk peran pemerintahKeseimbangan perekonomian tigas termasuk peran pemerintah
Keseimbangan perekonomian tigas termasuk peran pemerintahUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BERAU
 
PPT KEGIATAN MENGOLAKASIAN DANA SUKU BUNGA KLP 4.pptx
PPT KEGIATAN MENGOLAKASIAN DANA SUKU BUNGA KLP 4.pptxPPT KEGIATAN MENGOLAKASIAN DANA SUKU BUNGA KLP 4.pptx
PPT KEGIATAN MENGOLAKASIAN DANA SUKU BUNGA KLP 4.pptximamfadilah24062003
 
Ide dan Peluang dalam Kewirausahaan (dimas).pdf
Ide dan Peluang dalam Kewirausahaan (dimas).pdfIde dan Peluang dalam Kewirausahaan (dimas).pdf
Ide dan Peluang dalam Kewirausahaan (dimas).pdfPerkuliahanDaring
 
KREDIT PERBANKAN JENIS DAN RUANG LINGKUPNYA
KREDIT PERBANKAN JENIS DAN RUANG LINGKUPNYAKREDIT PERBANKAN JENIS DAN RUANG LINGKUPNYA
KREDIT PERBANKAN JENIS DAN RUANG LINGKUPNYARirilMardiana
 
konsep akuntansi biaya, perilaku biaya.ppt
konsep akuntansi biaya, perilaku biaya.pptkonsep akuntansi biaya, perilaku biaya.ppt
konsep akuntansi biaya, perilaku biaya.pptAchmadHasanHafidzi
 
KONSEP & SISTEM PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA
KONSEP & SISTEM PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIAKONSEP & SISTEM PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA
KONSEP & SISTEM PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIAAchmadHasanHafidzi
 
Konsep Dasar Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya.ppt
Konsep Dasar Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya.pptKonsep Dasar Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya.ppt
Konsep Dasar Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya.pptAchmadHasanHafidzi
 
11.-SUPERVISI-DALAM-MANAJEMEN-KEPERAWATAN.ppt
11.-SUPERVISI-DALAM-MANAJEMEN-KEPERAWATAN.ppt11.-SUPERVISI-DALAM-MANAJEMEN-KEPERAWATAN.ppt
11.-SUPERVISI-DALAM-MANAJEMEN-KEPERAWATAN.pptsantikalakita
 
Pengantar Akuntansi dan Prinsip-prinsip Akuntansi.ppt
Pengantar Akuntansi dan Prinsip-prinsip Akuntansi.pptPengantar Akuntansi dan Prinsip-prinsip Akuntansi.ppt
Pengantar Akuntansi dan Prinsip-prinsip Akuntansi.pptAchmadHasanHafidzi
 
V5_Petunjuk teknis Pengisian Usulan Alat Kesehatan melalui aplikasi.pptx
V5_Petunjuk teknis Pengisian Usulan Alat Kesehatan melalui aplikasi.pptxV5_Petunjuk teknis Pengisian Usulan Alat Kesehatan melalui aplikasi.pptx
V5_Petunjuk teknis Pengisian Usulan Alat Kesehatan melalui aplikasi.pptxBayuUtaminingtyas
 
PIUTANG, AKUNTANSI, AKUNTANSI KEUANGAN LANJUTAN I
PIUTANG, AKUNTANSI, AKUNTANSI KEUANGAN LANJUTAN IPIUTANG, AKUNTANSI, AKUNTANSI KEUANGAN LANJUTAN I
PIUTANG, AKUNTANSI, AKUNTANSI KEUANGAN LANJUTAN IAccIblock
 
BAB 4 C IPS KLS 9 TENTANG MASA DEMOKRASI TERPIMPIN.pptx
BAB 4 C IPS KLS 9 TENTANG MASA DEMOKRASI TERPIMPIN.pptxBAB 4 C IPS KLS 9 TENTANG MASA DEMOKRASI TERPIMPIN.pptx
BAB 4 C IPS KLS 9 TENTANG MASA DEMOKRASI TERPIMPIN.pptxTheresiaSimamora1
 
5. WAKALH BUL UJRAH DAN KAFALAH BIL UJRAH.pptx
5. WAKALH BUL UJRAH DAN KAFALAH BIL UJRAH.pptx5. WAKALH BUL UJRAH DAN KAFALAH BIL UJRAH.pptx
5. WAKALH BUL UJRAH DAN KAFALAH BIL UJRAH.pptxfitriamutia
 
Pengertian, Konsep dan Jenis Modal Kerja
Pengertian, Konsep dan Jenis Modal KerjaPengertian, Konsep dan Jenis Modal Kerja
Pengertian, Konsep dan Jenis Modal Kerjamonikabudiman19
 
Bab 13 Pemodelan Ekonometrika: Spesifikasi Model
Bab 13 Pemodelan Ekonometrika: Spesifikasi ModelBab 13 Pemodelan Ekonometrika: Spesifikasi Model
Bab 13 Pemodelan Ekonometrika: Spesifikasi ModelAdhiliaMegaC1
 
ANALISIS SENSITIVITAS SIMPLEKS BESERTA PERUBAHAN KONTRIBUSI.pptx
ANALISIS SENSITIVITAS SIMPLEKS BESERTA PERUBAHAN KONTRIBUSI.pptxANALISIS SENSITIVITAS SIMPLEKS BESERTA PERUBAHAN KONTRIBUSI.pptx
ANALISIS SENSITIVITAS SIMPLEKS BESERTA PERUBAHAN KONTRIBUSI.pptxUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BERAU
 

Recently uploaded (16)

Keseimbangan perekonomian tigas termasuk peran pemerintah
Keseimbangan perekonomian tigas termasuk peran pemerintahKeseimbangan perekonomian tigas termasuk peran pemerintah
Keseimbangan perekonomian tigas termasuk peran pemerintah
 
PPT KEGIATAN MENGOLAKASIAN DANA SUKU BUNGA KLP 4.pptx
PPT KEGIATAN MENGOLAKASIAN DANA SUKU BUNGA KLP 4.pptxPPT KEGIATAN MENGOLAKASIAN DANA SUKU BUNGA KLP 4.pptx
PPT KEGIATAN MENGOLAKASIAN DANA SUKU BUNGA KLP 4.pptx
 
Ide dan Peluang dalam Kewirausahaan (dimas).pdf
Ide dan Peluang dalam Kewirausahaan (dimas).pdfIde dan Peluang dalam Kewirausahaan (dimas).pdf
Ide dan Peluang dalam Kewirausahaan (dimas).pdf
 
KREDIT PERBANKAN JENIS DAN RUANG LINGKUPNYA
KREDIT PERBANKAN JENIS DAN RUANG LINGKUPNYAKREDIT PERBANKAN JENIS DAN RUANG LINGKUPNYA
KREDIT PERBANKAN JENIS DAN RUANG LINGKUPNYA
 
konsep akuntansi biaya, perilaku biaya.ppt
konsep akuntansi biaya, perilaku biaya.pptkonsep akuntansi biaya, perilaku biaya.ppt
konsep akuntansi biaya, perilaku biaya.ppt
 
KONSEP & SISTEM PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA
KONSEP & SISTEM PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIAKONSEP & SISTEM PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA
KONSEP & SISTEM PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA
 
Konsep Dasar Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya.ppt
Konsep Dasar Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya.pptKonsep Dasar Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya.ppt
Konsep Dasar Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya.ppt
 
11.-SUPERVISI-DALAM-MANAJEMEN-KEPERAWATAN.ppt
11.-SUPERVISI-DALAM-MANAJEMEN-KEPERAWATAN.ppt11.-SUPERVISI-DALAM-MANAJEMEN-KEPERAWATAN.ppt
11.-SUPERVISI-DALAM-MANAJEMEN-KEPERAWATAN.ppt
 
Pengantar Akuntansi dan Prinsip-prinsip Akuntansi.ppt
Pengantar Akuntansi dan Prinsip-prinsip Akuntansi.pptPengantar Akuntansi dan Prinsip-prinsip Akuntansi.ppt
Pengantar Akuntansi dan Prinsip-prinsip Akuntansi.ppt
 
V5_Petunjuk teknis Pengisian Usulan Alat Kesehatan melalui aplikasi.pptx
V5_Petunjuk teknis Pengisian Usulan Alat Kesehatan melalui aplikasi.pptxV5_Petunjuk teknis Pengisian Usulan Alat Kesehatan melalui aplikasi.pptx
V5_Petunjuk teknis Pengisian Usulan Alat Kesehatan melalui aplikasi.pptx
 
PIUTANG, AKUNTANSI, AKUNTANSI KEUANGAN LANJUTAN I
PIUTANG, AKUNTANSI, AKUNTANSI KEUANGAN LANJUTAN IPIUTANG, AKUNTANSI, AKUNTANSI KEUANGAN LANJUTAN I
PIUTANG, AKUNTANSI, AKUNTANSI KEUANGAN LANJUTAN I
 
BAB 4 C IPS KLS 9 TENTANG MASA DEMOKRASI TERPIMPIN.pptx
BAB 4 C IPS KLS 9 TENTANG MASA DEMOKRASI TERPIMPIN.pptxBAB 4 C IPS KLS 9 TENTANG MASA DEMOKRASI TERPIMPIN.pptx
BAB 4 C IPS KLS 9 TENTANG MASA DEMOKRASI TERPIMPIN.pptx
 
5. WAKALH BUL UJRAH DAN KAFALAH BIL UJRAH.pptx
5. WAKALH BUL UJRAH DAN KAFALAH BIL UJRAH.pptx5. WAKALH BUL UJRAH DAN KAFALAH BIL UJRAH.pptx
5. WAKALH BUL UJRAH DAN KAFALAH BIL UJRAH.pptx
 
Pengertian, Konsep dan Jenis Modal Kerja
Pengertian, Konsep dan Jenis Modal KerjaPengertian, Konsep dan Jenis Modal Kerja
Pengertian, Konsep dan Jenis Modal Kerja
 
Bab 13 Pemodelan Ekonometrika: Spesifikasi Model
Bab 13 Pemodelan Ekonometrika: Spesifikasi ModelBab 13 Pemodelan Ekonometrika: Spesifikasi Model
Bab 13 Pemodelan Ekonometrika: Spesifikasi Model
 
ANALISIS SENSITIVITAS SIMPLEKS BESERTA PERUBAHAN KONTRIBUSI.pptx
ANALISIS SENSITIVITAS SIMPLEKS BESERTA PERUBAHAN KONTRIBUSI.pptxANALISIS SENSITIVITAS SIMPLEKS BESERTA PERUBAHAN KONTRIBUSI.pptx
ANALISIS SENSITIVITAS SIMPLEKS BESERTA PERUBAHAN KONTRIBUSI.pptx
 

PERTANIAN_KITA

  • 1. 1 DAFTAR ISI LOMPATAN KUANTUM Rhenald Kasali 5 QUO VADIS PERTANIAN KITA? Ali Khomsan 8 ADU SANKSI EKONOMI Dinna Wisnu 11 PENGANGGUR TRANSISI Elfindri 14 PARETO, SHAW, DAN GEROBAKPRENEUR Rhenald Kasali 17 BELAJAR DARI KEGAGALAN BAYAR ARGENTINA Paul Sutaryono 20 PELAJARAN MUNDURNYA KAREN Handi Sapta Mukti 23
  • 2. 2 BERKACA PADA DEFLASI DI ZONA EURO Firmanzah 26 HARGA BBM DAN MEA 2015 Prodjo Sunarjanto 29 PEMIMPIN PUNCAK YANG MEREDUP Alberto Hanani 31 RAPBN 2015 DAN TRANSISI KEKUASAAN Ahmad Erani Yustika 34 RAHASIA BISNIS Rhenald Kasali 37 MENGUPAS JANJI EKONOMI JOKOWI-JK Berly Martawardaya 40 POLITIK RUANG FISKAL DAN SUBSIDI BBM Muhamad Ikhsan Modjo 43 DIFERENSIASI HARGA BBM UNTUK KEADILAN Bambang Setiaji 46
  • 3. 3 NEGARA MARITIM Tridoyo Kusumastanto 49 STANDARDISASI PASAR MODAL ASEAN Abiprayadi Riyanto 53 SUBSIDI MANDAT KONSTITUSI W Riawan Tjandra 56 SISTEM PEMBAYARAN NONTUNAI YANG KOMPETITIF Achmad Deni Daruri 59 BUDAYA AKUNTABILITAS Rhenald Kasali 62 KEMBALI KE RUPIAH DAN MENYIKAPI PERGERAKANNYA Untoro Kayatnan 65 PEMIMPIN YANG MELAYANI Handi Irawan D 68 MANFAATKAN ENERGI TERBARUKAN Ivan Hadar 71
  • 4. 4 REFLEKSI MP3EI Firmanzah 74 INTERNET UNTUK SEMUA ORANG N/A 77 BERTEMPUR MELAWAN KEMISKINAN, PERBAIKI DWELLING TIME Rhenald Kasali 80 REALOKASI SUBSIDI BBM Fahmy Radhi 83 PENGENTASAN KEMISKINAN Rahmat Hidayat 86 PENTINGNYA LITERASI KEUANGAN Paul Sutaryono 89 EKONOMI MUSEUM Elfindri 92 UMKM PENDORONG EKONOMI NASIONAL Firmanzah 96
  • 5. 5 Lompatan Kuantum KORAN SINDO 14 Agustus 2014 Kita mengenal kaizen sebagai filosofi bisnis yang dianut raksasa automotif asal Jepang, Toyota Motor Corp. Kaizen artinya perbaikan sedikit demi sedikit, tetapi dilakukan secara terus-menerus (continuous improvement). Filosofi bisnis ini terbukti ampuh. Sebab dengan filosofinya tersebut, Toyota Motor Corporation pernah menyalip General Motors (GM) sebagai produsen automotif terbesar di dunia. Menurut The Wall Street Journal, sepanjang 2012, Toyota mampu menjual 9,75 juta mobil, sementara GM sedikit di bawahnya, 9,29 juta. Ketika Korea Selatan ingin produk-produknya bisa mengalahkan Jepang di pasar dunia, mereka tentu tak bisa kalau hanya mengandalkan filosofi bisnis atau cara-cara kerja yang sama. Mereka harus melakukannya dengan cara yang berbeda. Kata Albert Einstein, Anda bisa gila kalau menginginkan hasil yang berbeda, tetapi terus-menerus melakukan hal yang sama. Maka, chaebol-chaebol Korea Selatan pun menggagas ide yang berbeda dengan keiretsu-keiretsu Jepang, yakni lompatan kuantum (quantum leap). Apa gagasan utama dari lompatan kuantum? Sebetulnya sederhana. Mereka mematok target di depan, lalu berhitung mundur dengan menetapkan tahap-tahap apa saja yang harus mereka lakukan untuk mencapai target tersebut. Tapi, tentu target yang dipatok di depan bukan sekadar target yang biasa-biasa saja. Harus ambisius. Misalnya, jika biasanya kita hanya tumbuh 5% per tahun, ke depan target pertumbuhannya harus berlipat dua. Bahkan lipat tiga. Katakanlah menjadi 10% atau bahkan 15%. Itu baru lompatan kuantum. Tiga Cara Bagaimana cara mencapainya? Kunci dari keberhasilan strategi lompatan kuantum ada tiga, yakni memaksa diri, saling bersinergi, dan melakukannya secara konsisten. Pertama, memaksa diri itu artinya begini. Kalau ada suatu proses yang pada tahap biasa dilakukan membutuhkan waktu sampai satu minggu, entah bagaimana caranya waktu tersebut mesti berhasil dipangkas. Misalnya menjadi tinggal tiga hari. Bagaimana caranya? Entah. Tapi, intinya adalah kita harus memaksa diri untuk mencari dan menemukan caranya. Memang sulit, tetapi kalau dicari caranya pasti akan ketemu. Hari-hari ini saya tengah kedatangan tamu-tamu penting dari Boston, para guru besar senior dari Babson College yang akan memberi pelatihan mendalam untuk para dosen Podomoro University yang saya pimpin. Pimpinan rombongan bercerita betapa business school (MBA)
  • 6. Amerika mulai kehilangan market share karena kalah bersaing dengan sekolah-sekolah bisnis dari Eropa. Mengapa demikian? Jawabannya karena business school dari Eropa bisa menawarkan MBA satu tahun saja. “Saya usulkan agar membuat master program dalam entrepreneurial leadership dan hasil survei pasar menandaskan mereka mau ikut kalau hanya terdiri atas 42 SKS sudah selesai.” Ini sekadar contoh saja. Lantas berhasilkah? “Nah itu tugasnya dekan, saya hanya memberi informasi pasar sekaligus meminta produknya. Seminggu kemudian mereka datang dengan menawar. Bisakah menjadi 54 SKS? Saya katakan, tidak bisa, pasar maunya 42 SKS. Akhirnya mereka bekerja lagi dan jadilah MBA baru itu.” 6 Bicara soal ini, saya kerap terkagum-kagum dengan sopir saya yang piawai menemukan jalan-jalan tikus. Kita pasti sudah sangat jenuh menghadapi kemacetan di Jakarta. Menghadapi kondisi semacam itu, pilihannya hanya tinggal kita jalan terus seraya terus mengutuk kemacetan tersebut. Atau kita mau berubah. Caranya? Kita keluar dari jalan utama dan mulai mencari jalan-jalan tikus. Memang tidak mudah. Kadang Anda harus berhadapan dengan jalan buntu. Tapi, kalau kita tidak lelah mencari, pasti akan ketemu juga jalannya. Jadi, paksa diri dan temukan. Pasti ada. Mentalitas seperti ini harus ada kalau kita mau melakukan lompatan kuantum. Kedua, upaya memangkas waktu tersebut hanya bisa dilakukan kalau semua unit yang ada di dalam organisasi perusahaan saling bersinergi. Jadi, setiap unit saling memberikan dukungan kepada unit yang lain. Bahkan kalau perlu kita menanamkan sikap mental bahwa unit saya baru dinilai berhasil kalau unit yang lain juga berhasil. Bukan kita berhasil sendirian. Dengan sikap mental yang seperti itu, semua unit kemudian memberikan kontribusinya untuk membenahi proses-proses yang ada pada setiap tahap. Bukan unit yang satu justru menjegal unit yang lain atau sebaliknya. Ketiga, harus selalu ada pihak yang perannya mengingatkan secara terus-menerus. Kalau kita ingin produk kita menjadi nomor satu, harus ada bagian dalam organisasi di perusahaan yang selalu mengingatkan, “Hei, kita harus menjadi nomor satu ... kita harus menjadi nomor satu!” Begitu terus-menerus, berulang- ulang, persis seperti kaset rusak. Konsistensi yang seperti itu, meski kadang sangat menjemukan, harus dilakukan dan harus ada bagian yang ditunjuk untuk melakukannya. Jangan mengandalkan kesediaan bagian lain untuk melakukannya secara sukarela (voluntary). Dengan tiga cara tersebut, kini kita semua bisa menyaksikan hasil dari lompatan kuantum yang dilakukan Korea Selatan. Produk-produk elektronik mereka, seperti Samsung, kini mulai meninggalkan Sony. Bahkan smartphone Samsung terus mengimbangi iPhone dari Apple. Apa yang bisa kita pelajari dari pengalaman Samsung? Semuanya Butuh Waktu
  • 7. 7 Saya selalu sebal kalau membaca atau mendengar iklan yang menawarkan iming- iming, “Cara cepat menjadi kaya ... cara cepat menjadi miliarder ... dan sebagainya.” Mereka seakan-akan ingin mengatakan bahwa keberhasilan bisa kita raih secara instan. Omong kosong! Keberhasilan selalu bisa kita raih kalau kita mau bekerja keras dan bekerja cerdas. Bukan dengan cara-cara instan. Orang-orang Jepang terkenal dengan kemampuan engineering-nya. Mereka mampu bekerja dengan sangat detail dan cermat. Tapi, tahukah Anda bagaimana caranya sehingga mereka bisa membentuk SDM-SDM yang seperti itu? Anda tahu origami, seni melipat kertas menjadi berbagai macam mainan sampai hiasan yang indah. Sejak kecil, di sekolah-sekolah, anak-anak Jepang itu diajari tentang bagaimana caranya membuat origami. Itulah pelajaran pertama yang membangkitkan kemampuan rancang bangun dari anak-anak Jepang. Setelah bertambahnya usia, anak-anak itu tumbuh, siap ditempa untuk menjadi engineer-engineer yang andal seraya sekaligus memiliki cita rasa akan keindahan. Jadi, mereka menempa SDM-nya sejak dini. Keterampilan dan pengetahuan yang mereka miliki bukan hanya tertanam di dalam otak, tetapi juga dalam memori yang ada di syaraf dan otot. Saya menyebut ini dengan istilah myelin atau muscle memory. Membangun SDM yang seperti itu tidak bisa dilakukan dengan cara-cara yang terburu-buru, yang maunya serbacepat. Cara-cara seperti itu hanya akan melahirkan mentalitas main terabas. Padahal, dalam dunia bisnis kita juga harus taat aturan. Analogi yang sama juga bisa kita gunakan dalam membangun brand. Dari sejumlah brand favorit pilihan pembaca dari hasil survei Litbang KORAN SINDO, saya tak melihat ada di antara mereka yang dibentuk secara instan. Semuanya merek lama yang sudah bertahun-tahun kita rasakan kehadirannya termasuk jatuh bangunnya. Dan, hampir semua brand itu sempat mengalami krisis. BCA pernah terkena isu rush. Beberapa produk Toyota sempat harus ditarik dari pasar. Nokia harus menghadapi gempuran BlackBerry dan berbagai gadget yang berbasis android. Dan sebagainya. Mereka melakukan kesalahan, terpukul, tetapi mampu bangkit kembali. Benar kata Daniel Coyle, “One you makes mistakes, it makes you smarter.” Jadi, jangan malah mundur kalau Anda melakukan kesalahan. Sebab, kalau mundur, berarti Anda membuang pengalaman yang mestinya membuat Anda bertambah pintar. Sayang bukan! ●
  • 8. 8 Quo Vadis Pertanian Kita? Koran SINDO 15 Agustus 2014 Menurut prediksi pakar ekonomi target pemerintah untuk mewujudkan swasembada pangan dan surplus beras 10 juta ton tahun ini semakin sulit terwujud. Menurut sensus Badan Pusat Pertanian, jumlah rumah tangga pertanian kian menyusut drastis. Kalau pada 2003 jumlah rumah tangga pertanian sekitar 31 juta, pada 2013 tinggal 26 juta. Lahan pertanian juga kian susut akibat konversi lahan. Sektor pertanian dianggap kurang menjanjikan untuk meningkatkan kesejahteraan. Populasi petani kita lebih banyak didominasi petani gurem dengan pemilikan lahan sangat sempit. Sekitar 14,5 juta rumah tangga petani memiliki lahan kurang dari 0,5 ha. Persentase penduduk miskin terbesar hampir di seluruh kabupaten/provinsi adalah mereka yang bekerja di sektor pertanian. Presiden baru yang akan dilantik 20 Oktober nanti mempunyai pekerjaan rumah (PR) berat di bidang pertanian. Banyak produk pertanian impor yang menjejali pasar-pasar di Indonesia menunjukkan bahwa kita sesungguhnya telah kalah sebagai negara agraris. Sebentar lagi akan diimplementasikan pasar bebas ASEAN dan ini akan semakin memperbesar peluang produk pertanian negara-negara lain memasuki Indonesia dengan harga lebih murah dan kualitas lebih baik. Apabila sektor pertanian tidak segera dibenahi, petani Indonesia hanya akan melongo alias tak berkutik dan semakin terempas dalam kehidupan yang semakin sulit karena tidak mampu bersaing. Pangan adalah soko guru bangsa. Ketidakberdayaan sektor pertanian dalam mencukupi kebutuhan pangan penduduk akan menyebabkan ketergantungan pada impor yang semakin besar. Ketidakmampuan petani-petani Indonesia menghasilkan produk pertanian bermutu menyebabkan daya saing rendah dalam menghadapi produk pertanian Tiongkok, Thailand, dan negara-negara tetangga. Telah banyak dilakukan penelitian dan kajian faktor-faktor yang memengaruhi keterpurukan petani. Salah satu di antaranya kesulitan pembiayaan usaha tani dan kebutuhan dana tunai untuk keperluan hidup selama masa menunggu penjualan hasil panen. Banyak petani terjebak sistem ijon dan atau utang kepada para tengkulak yang mematok harga pertanian dengan harga rendah. Para petani kini semakin tidak memiliki bargaining position lagi. Pekerja pertanian dan industri memiliki nasib yang berbeda. Industri melaju jauh lebih cepat dibandingkan sektor pertanian. Serapan tenaga kerja pertanian memang bertambah. Namun, kalau pertanian kita hanya dijejali dengan petani gurem, sektor pertanian akan menjadi penyumbang kemiskinan yang
  • 9. 9 signifikan. Kita yang selalu bangga mengklaim diri sebagai bangsa agraris atau negara maritim ternyata tidak pernah meraih kemakmuran dari dua bidang tersebut. Impor beras dan produk-produk pertanian lainnya masih saja terjadi. Potensi laut kita tidak termanfaatkan secara maksimal karena ketidakmampuan teknologi penangkapan ikan. Akhirnya produk kelautan banyak dicuri nelayan-nelayan luar. Salah satu teori tentang kelaparan menyebutkan bahwa hunger adalah bencana kemanusiaan yang dapat terjadi bilamana kebijakan pertanian dirumuskan secara tidak tepat. Kebijakan pertanian yang tepat adalah kebijakan yang berpihak petani. Kebijakan pertanian yang keliru akan menyebabkan penderitaan dan kesengsaraan yang tidak mustahil akan meningkatkan jumlah orang miskin di Indonesia. Kebijakan pengentasan kemiskinan akan mengabur tanpa hasil karena dampak positifnya tertutup oleh dampak negatif kebijakan lain yang tidak tepat. Kerja keras pemerintah akan tampak nihil karena orang miskin tidak berkurang, tapi justru bertambah. Pertanian seharusnya tidak identik dengan kemiskinan. Sektor pertanian adalah andalan bangsa kita. Kebijakan pertanian pada masa datang diharapkan bisa lebih fokus pada usaha-usaha memperbaiki kesejahteraan para pelaku pertanian dan sekaligus menggapai kedaulatan pangan. Kemiskinan yang mendominasi masyarakat petani harus segera diatasi. Deklarasi Copenhagen yang dirumuskan dalam UNs World Summit on Social Development menjelaskan fenomena kemiskinan sebagai deprivasi kebutuhan dasar manusia yang tidak hanya menyangkut sandang, pangan, dan papan, tetapi juga akses terhadap pendidikan, fasilitas kesehatan, air bersih, dan informasi. Kemiskinan di Indonesia mungkin merupakan kombinasi beragam kemiskinan yakni kemiskinan subsistens yang dicirikan oleh daya beli rendah, waktu kerja panjang, lingkungan tempat tinggal buruk, dan sulit mendapatkan air bersih. Masyarakat juga mengalami kemiskinan kultural yaitu keengganan untuk mengentaskan diri dari kemiskinan. Mereka yang mengalami kemiskinan kultural mungkin sudah pasrah dan menerima keadaan apa adanya. Membahas soal kemiskinan tidak bisa terlepas dari standar kebutuhan hidup minimum/layak yang merupakan garis pembatas untuk membedakan orang miskin dan tidak miskin. Garis kemiskinan yang ditetapkan Bank Dunia senilai USD1 atau USD2 per kapita per hari memungkinkan bagi setiap negara untuk membandingkan posisinya dengan negara-negara lain. Sebuah penelitian tentang garis kemiskinan telah dilakukan di salah satu kabupaten di Jawa Barat (Nani Sufiani dkk., 2008) dan hasil temuannya cukup menarik. Garis kemiskinan versi penelitian ini adalah Rp457.558 per kapita per bulan (USD1,6 per kapita per hari). Angka ini lebih besar dibandingkan garis kemiskinan Badan Pusat Statistik dan berada di antara garis kemiskinan Bank Dunia sebesar USD1 dan USD2 per kapita per hari. Apa pun garis kemiskinan yang dipakai, Indonesia telanjur memiliki jumlah penduduk miskin sangat banyak. Sebab itu, presiden yang akan datang harus mampu mengangkat nasib dan memberdayakan petani kita untuk segera lepas dari jerat-jerat kemiskinan.
  • 10. 10 Jangan biarkan petani kita mogok sebagaimana yang dilakukan para buruh industri karena pemogokan petani akan mengakibatkan krisis pangan yang tiada berkesudahan. ALI KHOMSAN Guru Besar Fakultas Ekologi Manusia IPB
  • 11. 11 Adu Sanksi Ekonomi Koran SINDO 20 Agustus 2014 Dalam menghadapi krisis di Ukraina, Uni Eropa telah sepakat menjatuhkan sanksi ekonomi terhadap Rusia. Mereka melakukan embargo atas perdagangan senjata, menetapkan pembatasan terhadap eksplorasi minyak dan gas, serta membatasi perdagangan dengan bank-bank Rusia di Eropa. Pilihan sanksi ini tidak sembarangan karena perekonomian Rusia sangat tergantung pada produk minyak dan gas. Aset bank Rusia yang dibekukan juga telah mencapai 30%, menurut pejabat resmi Amerika. Biasanya, pendapatan dari sektor ini bisa mencapai 60%. Secara keseluruhan, 45% dari produk ekspor Rusia diserap oleh pasar Eropa, sementara Eropa sendiri mengekspor sekitar 3% dari keseluruhan ekspornya ke Rusia. Rusia tidak tinggal diam. Sejak dua minggu lalu, Rusia mengumumkan larangan impor bagi produk-produk pertanian, buah-buahan, ikan dan sayur-mayur dari Amerika, Uni Eropa, Kanada, Australia, dan Norwegia. Bagi Rusia, sanksi ekonomi yang ditetapkan terhadap mereka adalah kabar baik untuk membangkitkan produksi barang-barang yang masuk dalam daftar larangan ekspor. Nilai ekspor pertanian Eropa ke Rusia mencapai 5,25 miliar euro pada tahun lalu. Mayoritas petani yang mengalami dampaknya adalah Jerman, Belanda, Polandia, Spanyol, dan Prancis. Kerugian tiap negara Eropa adalah relatif terhadap produk-produk yang dihasilkan. Contoh untuk dairy product (produk turunan susu), Belanda kehilangan 257 juta Euro, sementara pada produk-produk buah-buahan Polandia adalah negara yang paling dirugikan. Namun, secara keseluruhan, kerugian dari larangan impor produk dari Eropa ke pasar Rusia paling besar dirasakan dampaknya oleh Lithuania, Polandia, Jerman, dan Belanda. Larangan terhadap produk-produk pertanian secara politik juga adalah pukulan besar bagi Uni Eropa karena dibandingkan dengan produk lain, produk pertanian sangat rentan terhadap penurunan harga. Dengan adanya larangan impor, Eropa akan kebanjiran produk-produk pertanian. Mereka tidak hanya akan mengalami kerugian dengan tidak terjualnya hasil pertanian di dalam gudang, tetapi juga terhadap produksi yang sedang berjalan. Apabila mereka tidak segera menemukan pasar yang baru, produk-produk itu akan kehilangan nilai akibat dikejar waktu kedaluwarsa yang melekat dalam produk-produk organik. Untuk itu, Uni Eropa menjanjikan bantuan kepada perusahaan-perusahaan perkebunan dalam menghadapi krisis akibat larangan impor dari Rusia terhadap produk-produk dari Eropa.
  • 12. Pemerintahan Uni Eropa telah menghitung kerugian-kerugian tersebut dan mereka akan memberikan bantuan sebesar 125 juta euro untuk membantu agar para produsen tidak mengalami kerugian yang besar. Selain bantuan keuangan, Uni Eropa juga tengah membujuk negara-negara lain mengambil kesempatan embargo Rusia ini untuk tidak memasarkan produk mereka ke Rusia. Misalnya, dengan membujuk Brasil dan Mesir untuk tidak melakukan perdagangan buah-buahan ke Rusia. 12 Dalam waktu dekat, sanksi ekonomi Amerika Serikat dan Uni Eropa kepada Rusia kemungkinan tidak akan berkurang dan malah akan meningkat. Baru-baru ini, Amerika Serikat dan Jerman telah mengancam akan meningkatkan sanksi ekonomi terkait dengan meledaknya pesawat MH17 dan sulitnya rombongan bantuan kemanusiaan masuk ke Ukraina. Namun, di sisi lain, Rusia juga mengancam balik bahwa apabila sanksi tambahan diberlakukan, mereka akan melarang impor kendaraan dari Eropa dan Amerika Serikat. Sanksi ekonomi adalah opsi keputusan politik ekonomi yang biasa diambil sebagai jalan untuk menekan negara lain agar mengubah perilakunya sesuai dengan yang diharapkan pemberi sanksi. Secara teoretis, dalam sistem pasar di mana pasar satu negara dengan negara lain saling terhubung dan bergantung, sanksi ekonomi akan menghentikan atau mengurangi volume dan nilai peredaran barang dan jasa sehingga akan mengurangi pendapatan suatu negara. Pendapat saya tentang sanksi ekonomi, yang saya sampaikan dalam kolom KORAN SINDO setahun lalu, menyimpulkan bahwa sanksi ekonomi sangat relatif keberhasilannya. Sanksi ekonomi dapat mengubah perilaku negara dalam memenuhi tuntutan pemberi sanksi, tetapi bisa juga memperdalam krisis kemanusiaan dan konsekuensi sosial. Isolasi ekonomi terhadap rezim apartheid telah mendorong rezim untuk membuka demokrasi dan mengakhiri politik diskriminasi terhadap kulit berwarna. Sanksi terhadap Kamboja telah mengisolasi rezim Khmer Merah dan mendorong negeri itu untuk mengadopsi pemilu yang demokratis. Demikian pula dengan Libya, Irak, Serbia, Kosovo, dan negara lain di Afrika. Namun ada juga negara-negara yang mendapat sanksi ekonomi, tetapi tetap bertahan dan mampu melewati masa-masa krisis dengan baik. Contoh adalah Kuba yang telah diembargo selama 50 tahun oleh Amerika. Ada pula Suriah, Iran atau Korea Utara. Di sisi lain, sanksi ekonomi justru merugikan masyarakat di suatu negeri dan bukannya menghukum sang pemimpin negara. Sanksi ekonomi justru memperdalam krisis kemanusiaan dan konsekuensi sosial. Embargo terhadap ekonomi Haiti selama setahun, misalnya, telah berdampak negatif pada kesehatan anak-anak karena sulitnya mendapatkan obat-obatan, demikian pula dengan pelayanan kesehatan publik di Kuba dan Nikaragua. Matheew Krain dalam penelitiannya mengenai hubungan antara sanksi ekonomi dan pembunuhan massal sejak 1978 hingga 2008 menyimpulkan sanksi ekonomi tidak membawa perubahan berarti untuk mengurangi atau menghentikan pembunuhan massal. Sanksi justru berdampak negatif kepada kelompok yang bukan menjadi target seperti masyarakat sipil, kelompok minoritas, dan kelompok-kelompok lain. Terlepas dari efektif atau tidak sebuah
  • 13. 13 sanksi ekonomi, pertanyaannya adalah sejauh mana kita memanfaatkan fakta politik tersebut? Apakah kita perlu memanfaatkan kesempatan yang terbuka dari sanksi tersebut, misalnya dengan menggantikan produk-produk yang masuk di dalam daftar yang dilarang? Dari sisi praktis, Indonesia sulit mengambil alih peran sebagai pemasok barang-barang kebutuhan Rusia. Selain karena jarak geografis yang terlalu jauh dan persoalan logistik, Indonesia bukanlah produsen andal untuk produk-produk pertanian yang ditolak Rusia dari Eropa dan Amerika. Paling mungkin, Indonesia mengambil manfaat dengan cara mengembangkan kerja sama alternatif dengan negara-negara yang produknya ditolak Rusia, misalnya dengan sistem swap (tukar) agar produk Indonesia pun bisa dibeli oleh para negara yang sedang kebanjiran produk pertanian itu. Sistem tukar penjualan ini perlu supaya APBN kita tidak terbebani peningkatan impor. Namun ada juga pertanyaan lain, yakni apakah Indonesia mau ikut menekan Rusia dan solider menjatuhkan sanksi ekonomi? Apakah secara etis pergaulan internasional, tindakan tersebut akan memperkuat atau memperlemah kedudukan kita? Di sinilah kita harus jelas keberpihakannya. Tidak mungkin kita sekadar abstain demi politik bebas aktif. Dalam sejarah, sanksi ekonomi sifatnya diskriminatif. Pada saat rezim otoriter propasar bebas berkuasa di Amerika Latin dan Asia Tenggara pada 1970-an hingga akhir 1990-an, tidak ada sanksi ekonomi yang dikeluarkan negara-negara Barat, tetapi sebaliknya pada negara yang memiliki perbedaan garis ideologi dengan Barat seperti Rusia, Kuba, Iran, dan Korea Utara. Mereka dengan mudah dijatuhi sanksi. Keberpihakan Indonesia selayaknya pada sisi kemanusiaan, demokrasi, dan penghidupan masyarakat madani. Di sinilah Indonesia perlu memisahkan diri dari ”kerumunan pemberi sanksi ekonomi” dan menunjukkan dasar sikap yang berbeda.
  • 14. 14 Penganggur Transisi Koran SINDO 20 Agustus 2014 Data pengangguran yang diterbitkan selama lima tahun terakhir memang menggembirakan. Pasalnya angka pengangguran terbuka turun dari 9,1% tahun 2007 atau 10,0 juta orang menjadi 6,1% tahun 2012 atau sebanyak 7,2 juta orang. Memang kita sama-sama maklum bahwa penurunan angka pengangguran terutama karena manfaat dari pertumbuhan ekonomi. Pengangguran yang tertinggi adalah mereka yang berusia muda 15-24 tahun dan berpendidikan menengah (tamat SMA/sederajat). Untuk mereka yang berpendidikan menengah tamat SMA, angka pengangguran terakhir telah mencapai rentang 9,6% sampai 9,9%. Tidak ada tanda-tanda bahwa angka pengangguran tamat sekolah menengah atas vokasi lebih rendah dibandingkan dengan tamatan SMA pendidikan umum. Secara implisit memang pendidikan menengah pun belum memiliki daya saing. Banyak yang menyangsikan kualitas dari penyelenggaraan pendidikan menengah mengingat orientasi pendidikan kita belum menyiapkan mereka untuk siap pakai, atau siap kerja. Pertanyaannya adalah dimensi apa yang tidak terbaca selama ini dalam data pengangguran? Kenapa hal ini penting dan apa implikasinya? Penganggur Transisi? Pemuda dapat diasumsikan pada analisis ini mereka yang berusia 15-24 tahun. Sekiranya kita lihat angka pengangguran terbuka pemuda, secara nasional tahun 2012 adalah sebesar 4,0 juta orang. Jumlah ini lebih separo dari pencari kerja keseluruhannya. Namun ketika patokan kita dalam melihat keadaan adalah pada mereka yang mencari pekerjaan, jelas itu ada pada usia muda. Selain jumlahnya besar, mereka terdidik dan pengangguran tentunya merupakan beban sosial (social costs) yang serius. Tampaknya ketika kita hanya mengakui mereka yang masuk ke dalam kelompok usia angkatan kerja, jumlah pengangguran anak muda tidak seberat persoalan pengangguran terbuka anak muda di negara-negara maju. Sebab angka pengangguran anak muda telah mencapai di atas dua digit. Berbagai kajian menemukan, ketika angka pengangguran anak muda tinggi, angka partisipasi kerja penduduk usia tua mengalami peningkatan. Akan tetapi tunggu dulu, survei angkatan kerja memang memperlakukan mereka yang masuk ke dalam usia kerja. Ketika kegiatan utama mereka adalah bekerja atau mencari pekerjaan selama seminggu yang lalu masuk ke dalam angkatan kerja. Bagaimana ketika anak muda
  • 15. 15 berusia 15-24 tahun, mereka tidak bekerja, tidak pula mencari pekerjaan? Mereka ketika ditanya juga tidak sedang sekolah atau tidak mengurus rumah tangga. Maka opsi yang ada dalam jawaban adalah kelompok ini adalah kelompok “lainnya”. Masalahnya adalah siapa mereka yang menjawab kelompok “lainnya” itu? Sebuah pertanyaan penting mengingat dari segi jumlah, angkanya relatif cukup serius. Ketika jumlah pengangguran pada kelompok usia 15-24 tahun adalah pada kisaran 10,1 juta orang, data mereka yang masuk usia yang sama yang berstatus “lainnya” adalah sebanyak lebih 2 juta orang. Secara logika saja sebenarnya mereka yang mengaku secara terang-terangan menganggur ditambah dengan mereka yang sebenarnya masih tetap menganggur menjadi 6,1 juta orang. Ini menghasilkan proporsi mereka yang mesti mendapatkan penanganan yang bermakna menjadi lebih luas dan semakin kompleks. Kelompok yang menganggur memang tidak lagi sekolah, mereka sedang mencari pekerjaan. Sementara mereka yang menjawab lainnya pada kelompok usia muda, diperkirakan mereka yang sehari-harinya tidak sekolah lagi, mungkin sedang mempersiapkan diri untuk melanjutkan pendidikan atau beraktivitas yang mereka akui tidak bekerja, padahal mereka memerlukan pekerjaan. Kelompok inilah yang kita istilahkan sebagai kelompok pengangguran “transisi”. Dari sisi penawaran supply side, mereka yang masa transisi, selain berusia muda, tidak memiliki keterampilan yang memadai untuk bekerja atau dengan kondisi tertentu mereka tetap bertahan dengan kondisi seadanya, tidak berinisiatif untuk menambah keterampilan, atau pasrah dengan keadaan yang ada. Apalagi aktivitas ekonomi sepi gara-gara rendahnya investasi pada daerah tempat mereka tinggal. Begitu juga kelompok transisi ini menjadi target tersendiri agar mereka semakin terbekali. Mereka ini sekiranya tidak termasuk ke dalam target untuk mendapatkan kebijakan, beban pasar kerja dalam waktu yang tidak terlalu lama akan semakin berat. Tanggung Jawab Siapa? Pertanyaan kita tentu ditujukan apakah mereka yang menganggur dibiarkan saja? Untuk kelompok penganggur, jelas mereka tidak lagi terikat dalam sistem pendidikan. Maka penganggur ini tentunya sebagian di antaranya adalah merupakan pekerjaan rumah bagi pemerintah, terutama meningkatkan keterampilan mereka serta menyalurkan mereka untuk dapat bekerja. Namun pada kelompok pemuda “lainnya”, mereka tidak lagi sedang sekolah dan bukan merupakan tanggung jawab departemen pendidikan, mengingat mereka bukan lagi pada rentang usia wajib belajar. Sementara kelompok ini tidak juga merupakan definisi pencari kerja. Pemerintah bisa lepas tangan karena tidak terdefinisi sebagai pencari kerja. Lantas siapa? Sebenarnya telaah lebih mendalam diperlukan mengenai siapa dan kenapa mereka masuk ke dalam kategori “lainnya”. Dalam kaitan ini setidaknya kita dapat menetapkan lebih baik mereka masuk ke dalam kategori transisi selepas menjalani pendidikan, kemudian sebaiknya mereka diarahkan
  • 16. 16 pada penyediaan keterampilan kerja. Pastikanlah, upaya untuk membekali keterampilan kerja dan membekali mereka untuk merasa terpanggil bekerja adalah salah satu program penting pada masa yang akan datang. Bukankah kita dapat melihat bahwa semakin besar partisipasi angkatan kerja, semakin besar nilai tambah yang dihasilkan? Oleh karenanya, kita perlu menyarankan, agenda peningkatan keterampilan dan kewirausahaan mesti dapat meringankan beban tekanan pasar tenaga kerja pada masa yang akan datang. ● ELFINDRI Profesor Ekonomi SDM dan Koordinator Program S-3 Ilmu Ekonomi Universitas Andalas, Padang
  • 17. 17 Pareto, Shaw, dan Gerobakpreneur Kita semua pemakai gadget. Dari telepon seluler (ponsel) biasa hingga ponsel cerdas. Bentuknya bisa telepon sentuh, iPhone, tablet, atau peranti jinjing lainnya. Semuanya produk berbasis teknologi. Ada yang langsung sentuh dan pakai, tetapi tak sedikit yang masih hidup dalam peradaban membaca manual. Namun berapa banyak dari kita yang membaca manualnya sepenuh hati sebelum menggunakannya? Dugaan saya, sedikit sekali. Bahkan button theory mengatakan, kaum muda langsung mengoprek-oprek layar sentuhnya atau knopnya meski berisiko salah, lalu bingung tak tahu apa yang meski dilakukan, keliru berulang kali, dan sebagainya. Jika tidak atau kurang mengerti, ketimbang repot mencari tahu dari manualnya, kita lebih suka bertanya ke orang lain. Faktanya, anak-anak kita, entah bagaimana, ternyata bisa jauh lebih cepat paham ketimbang kita. Perilaku semacam ini tentu ada risikonya. Vilfredo Pareto, ekonom dan sosiolog berkebangsaan Italia, mengatakan, ”Sebanyak 80% hasil ternyata diperoleh hanya dari 20% usaha.” Itu sebabnya Hukum Pareto kemudian kita sederhanakan dengan prinsip 80/20. Maksud saya begini. Dari seluruh pemakai gadget, ternyata hanya 20% di antara kita yang mampu memanfaatkan 80% dari fungsi- fungsi yang tersedia pada gadget-nya. Sebaliknya, sebanyak 80% pemakai gadget ternyata hanya bisa memakai 20% dari seluruh fungsi yang tersedia dalam peranti tersebut. Maka, tak mengherankan, meski ada begitu banyak pemakai smartphone, sebagian besar ternyata hanya menggunakannya untuk menelepon, mengirim SMS, atau sesekali membuka email. Sebagian besar lainnya menggunakannya untuk ber-selfie dengan bantuan tongsis (tongkat narsis) atau paling-paling untuk bermain game. Aplikasi-aplikasi lainnya? Nyaris tidak digunakan. Prinsip Pareto ini berlaku di mana-mana. Dalam setiap perubahan, ternyata hanya 20% pegawai dan staf yang mendukung proses transformasi. Selebihnya menolak, diam saja, tidak mengerti atau ikut arus. Soal distribusi kekayaan juga sama, ternyata sebanyak 80% dikuasai hanya oleh 20% warga dunia. Sebaliknya, 80% masyarakat dunia memperebutkan 20% kekayaan yang tersisa dan masih banyak lagi contoh lain. Prinsip 2 - 3 - 95 Vilfredo Pareto mungkin seorang ekonom yang sangat optimistis. Ia jauh lebih optimistis ketimbang George Bernard Shaw, seorang sastrawan. Cobalah simak pernyataan Bernard Shaw tentang manusia berpikir: ”Only 2% people think, three percent think they think, the remaining 95% would rather die than think .” Betulkah hanya 2% di antara kita yang berpikir? Kalau melihat fenomena yang terjadi di dunia pendidikan kita, saya merasa Bernard Shaw ada benarnya. Hanya 2% dari seluruh tenaga pendidik yang betul-betul menjalankan
  • 18. 18 perannya sebagai pendidik. Mereka ini adalah orang-orang yang tidak sekadar memindahkan isi buku ke kepala murid-muridnya, tetapi juga memperbaiki cara berpikirnya dan menerapkan ilmunya dalam kehidupan sehari-hari. Makanya hanya sedikit akademisi yang punya karya besar, bukan? Lalu, sebanyak 3% adalah mereka yang merasa dirinya pendidik. Padahal bukan. Lalu, mayoritas sisanya adalah mereka yang menyebut dirinya pengajar. Di antara mereka yang menjadi pengajar pun hanya 2% yang betul-betul bisa memindahkan isi buku ke dalam benak dan tindakan murid-muridnya. Lalu, sebanyak 3% merasa dirinya berhasil memindahkan isi buku ke dalam pikiran murid-muridnya. Selebihnya tidak berhasil memindahkan isi buku tersebut. Fenomena yang sama terjadi di kalangan para pemimpin. Hanya 2% di antara para pemimpin yang benar-benar melakukan perubahan. Sebanyak 3% merasa dirinya sudah melakukan perubahan, padahal belum. Lalu, mayoritas lainnya adalah pemimpin yang selalu ikut arus. Mereka memimpin bawahannya dengan cara-cara yang sama, seperti yang dilakukan para pendahulunya. Mereka dengan bangga menyebut dirinya sebagai generasi penerus. Padahal, zaman sudah berubah. Problematika sudah menjadi semakin kompleks sehingga tidak bisa lagi dipimpin dengan cara-cara lama. Di mana kita bisa melihat fenomena tersebut? Di mana-mana. Kita mempunyai banyak seniman lukis, tetapi hanya ada beberapa yang layak disebut maestro sekelas Affandi, Jeihan atau Sudjojono. Begitu pula di tingkat dunia, hanya ada beberapa gelintir yang layak disebut seperti Van Gogh, Rembrandt, Picasso atau Leonardo da Vinci. Bukan Gerobakpreneur Angka 2% seakan-akan menjadi magic number. Ia menjadi indeks penting dalam dunia kewirausahaan di berbagai negara. Anda tentu mengenal rule of thumb yang mengatakan suatu negara akan menjadi negara maju jika 2% dari jumlah penduduknya menjadi pengusaha atau entrepreneur. Kita belum menjadi negara maju karena jumlah penduduknya yang menjadi pengusaha tak sampai 1%. Sumber-sumber yang lain menyebut bahwa jumlah pengusaha kita hanya 0,24% dari seluruh penduduk Indonesia. Bahkan ada yang menyebut jumlah pengusaha kita baru 0,18% dari seluruh penduduk. Banyak kalangan menilai Malaysia lebih maju dari kita. Di sana jumlah penduduknya yang menjadi pengusaha sudah lebih dari 6%. Amerika Serikat yang jauh lebih maju ketimbang kita sebanyak 12% dari jumlah penduduknya menjadi pengusaha. Saya percaya kuantitas memang penting. Tapi, kualitas juga tak kalah penting. Itu sebabnya saya risau kalau kita hanya berpegang pada angka 2% dan mengabaikan kualitas. Maksudnya begini. Untuk mengejar angka yang 2%, beberapa perguruan tinggi membuka program studi atau jurusan kewirausahaan atau minimal mengaktifkan mata kuliah-mata kuliah untuk menjadikan lulusannya wirausaha. Lalu, sejumlah lembaga juga menggelar lomba kewirausahaan. Mulai dari wirausaha muda hingga wirausaha paling inovatif dan
  • 19. 19 sebagainya. Semua baik-baik saja. Tapi, kalau Anda cermati, banyak lulusan perguruan tinggi yang kemudian menjadi pengusaha sebetulnya bisnis-bisnis mereka hanya menjadi pesaing dari pedagang kaki lima. Mereka bukan melahirkan merek-merek franchise baru, tetapi mengembangkan apa yang disebut dengan istilah gerobakchise. Bisnis franchise ala gerobak. Bagi saya, mereka tidak menjadi berkah bagi ekonomi rakyat. Malah mereka menjadi pesaing bagi para pedagang kali lima. Mereka pasti menang karena memiliki bekal pengetahuan dan penguasaan teknologi informasi. Padahal, 20-30 tahun yang lalu, Soeharto saja sudah mencetak konglomerat atau Bung Karno 60 tahun yang silam sudah mencetak pengusaha Benteng yang skala usahanya besar. Kita juga sudah saksikan lahirnya pengusaha pribumi lulusan S-1 sekelas Medco dan Bukaka. Kita memang masih membutuhkan banyak entrepreneur. Tapi, entrepreneur yang kelak bakal menjadi pengusaha-pengusaha besar sekelas Arifin Panigoro, Ciputra, Trihatma Kusuma Haliman, atau Chairul Tanjung. Maksud saya, bukan sekadar gerobakpreneur. Maksud saya pula, kalau sudah besar, bantulah yang kecil-kecil, bukan mematikan mereka yang tak berdaya. Caranya, jadikan mereka besar juga. Itulah mimpi saya sekarang ini, yang ingin saya wujudkan melalui dunia pendidikan.
  • 20. 20 Belajar dari Kegagalan Bayar Argentina Argentina dinyatakan berstatus gagal bayar (default) oleh lembaga pemeringkat terkemuka Standard & Poors (S&P). Status itu mencuat di permukaan ketika Argentina menolak untuk membayar bunga utang lebih dari nilai yang seharusnya kepada kreditor internasional. Pelajaran apa yang patut dipetik dari peristiwa yang menggegerkan pasar keuangan global itu? Keadaan tersebut berawal dari status default Argentina pada 2001, saat negara itu menyatakan tidak mau membayar bunga dan cicilan utang. Alasan Argentina saat itu, kreditor mengenakan bunga terlalu tinggi secara sepihak saat Argentina amat tidak berdaya. Argentina saat itu menolak utang-utang lama yang tidak masuk akal oleh pemerintah lama. Namun, Argentina kemudian menawarkan perundingan ulang atas utang-utangnya dengan para kreditor pada 2005. Total utang Argentina kini sekitar USD200 miliar. Dari jumlah itu, USD30 miliar direstrukturisasi kembali. Dengan kata lain, ada bagian utang yang dirundingkan kembali dengan pembayaran yang lebih ringan, yakni untuk utang USD30 miliar. Dari USD30 miliar utang yang direstrukturisasi, persoalan terjadi pada total utang USD13 miliar. Akan tetapi, persoalan ini hanya terjadi pada sebuah perusahaan yang memberikan pinjaman kepada Argentina, Elliot Management Corp yang dipimpin Paul Singer dan beberapa rekan kreditor. Pelajaran Berharga Lantas, pelajaran berharga (lesson learned) apa yang layak dipetik? Pertama, meningkatkan kewaspadaan terhadap posisi utang luar negeri Indonesia. Mari kita cermati dulu pertumbuhan ekonomi nasional. Kita patut bersyukur lantaran ekonomi Indonesia tumbuh cukup tinggi, 5,12% per kuartal II 2014, meskipun menipis dari 5,21% per kuartal I 2014. Meskipun angka itu di bawah Nigeria 7,72%, Tiongkok 7,70%, Filipina 6,50% dan Singapura 5,50%, Indonesia jauh meninggalkan negara jiran di kawasan ASEAN: Malaysia 5,10% dan Thailand 0,60%. Pertumbuhan ekonomi Indonesia bahkan jauh di atas sebagian besar negara-negara BRICS, yakni Brasil 1,90%, Rusia 2,00%, India 4,70%, dan Afrika Selatan 2,00%. Bukan hanya itu. Rasio utang Indonesia terhadap produk domestik bruto (PDB) pun menggembirakan 23,10% di tengah rasio ideal 60%. Coba bandingkan dengan negara ASEAN Filipina 40,10%, Thailand 44,30%, Malaysia 53,10% dan Singapura 97,90%. Tengok pula rasio utang Brasil yang baru saja menyelenggarakan Piala Dunia 2014 65,10%, juga Rusia 8,40%, India 67,57%, China 26,00% ,dan Afrika Selatan 39,90%. Sejatinya, Argentina memiliki rasio yang baik 43,20%. Bagaimana kondisi utang Indonesia saat ini? Utang luar negeri Indonesia mencapai
  • 21. USD283,7 miliar (setara dengan Rp3.319 triliun dengan kurs Rp11.700 per USD1) per Mei 2014. Jumlah itu naik 9,7% dibandingkan Mei 2013. Perhatikan, utang swasta sudah mencapai USD151,5 miliar (Rp1.772 triliun) atau 53,4% dari utang luar negeri Indonesia. Inilah yang wajib diwaspadai pemerintah dan Bank Indonesia (BI). Karena itu, utang swasta wajib dibatasi dengan menerapkan rasio utang terhadap modal inti (debt to equity) misalnya 25%. Rasio itu bertujuan final untuk memitigasi risiko gagal bayar seperti krisis 1998. Kedua, mengendalikan utang bank nasional. Jangan alpa bahwa ternyata yang memiliki utang itu bukan hanya bank nasional kelas bawah, tetapi juga kelas kakap. Saat ini, BI menerima permohonan utang luar negeri USD6 miliar (Rp70,2 triliun) pada 2014 yang diajukan bank nasional. Utang itu untuk apa? Bukankah bank nasional telah menghimpun dana triliunan dari masyarakat (dana pihak ketiga/DPK)? Data Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menunjukkan, DPK perbankan nasional mencapai Rp2.090 triliun per Mei 2014. Angka itu meningkat Rp7,2 triliun dari April 2014. 21 Utang bank nasional itu antara lain untuk mengembangkan bisnis di dalam dan luar negeri bagi yang memiliki kantor di luar negeri seperti BNI, Bank Mandiri, BCA, dan BRI. Selain itu, utang dapat dimanfaatkan untuk pembangunan infrastruktur berupa jaringan teknologi informasi, gedung baru, renovasi atau relokasi (pindah lokasi yang lebih menjanjikan dipandang dari sudut bisnis). Namun ingat, utang pun dapat digunakan untuk berjaga-jaga atau disebut pinjaman siaga (standby loan). Pemerintah pun mempunyai pinjaman jenis yang satu ini. Untuk itu, lagi-lagi BI sudah semestinya mengetatkan persyaratan utang luar negeri yang diajukan bank nasional. Karena ancaman krisis global masih belum hilang hingga kini meskipun ekonomi Amerika Serikat sebagai pusat ekonomi global mulai bangkit. Ketiga, menerapkan lindung nilai (hedging). Adalah benar bahwa rasio utang nasional terhadap PDB rendah 23,10%. Tetapi jangan lupa, jumlah utang luar negeri Indonesia terus mendaki setiap tahun. Karena itu, pemerintah dan BI wajib menetapkan peraturan lindung nilai sebagai salah satu kiat untuk memitigasi risiko utang. Aturan lindung nilai wajib diberlakukan baik untuk utang oleh badan usaha milik negara (BUMN), pemerintah daerah dan pihak swasta. Sebagai catatan, pada umumnya, bank nasional telah melakukan lindung nilai terhadap utang mereka. Keempat, melirik Undang-Undang (UU) Desa. Kini Indonesia telah memiliki UU Nomor 6/2014 tentang Desa. Berkahnya, setiap desa akan menerima dana sekitar Rp1,4 miliar setiap tahun dari pemerintah pusat sebagai kampanye yang manis ketika berlangsung pemilihan umum presiden. Aturan ini bertujuan untuk melindungi dan memberdayakan desa agar menjadi kuat, maju, mandiri, dan demokratis. Dengan demikian, pemerintahan dan pembangunan desa benar-benar menuju masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera. Namun, liriklah Pasal 91 undang-undang tersebut, bahwa desa dapat mengadakan kerja sama dengan desa lain dan/atau kerja sama dengan pihak ketiga. Terkait dengan utang tersebut,
  • 22. pasal itu suka tidak suka akan mendorong utang luar negeri semakin membengkak suatu saat, padahal kini kita memiliki 73.000 desa di seluruh pelosok Tanah Air. Ringkas tutur, sungguh pemerintah dan BI tidak boleh lalai untuk terus-menerus berupaya mengamankan kondisi utang luar negeri Indonesia. Berbekal aneka langkah demikian, gagal bayar yang dialami Argentina tidak akan menimpa Indonesia ke depan. ● 22 PAUL SUTARYONO Pengamat Perbankan, Mantan Assistant Vice President BNI & Anggota Pengawas Yayasan Bina Swadaya
  • 23. 23 Pelajaran Mundurnya Karen Pada 19 Agustus 2014 kita semua dikejutkan oleh berita pengunduran diri Karen Agustiawan dari jabatannya sebagai direktur utama Pertamina, satu posisi yang banyak diincar orang. Dalam beberapa periode kepemimpinan sebelumnya jabatan ini dipegang tidak lebih dari 3 tahun, Karen sudah lebih dari 6 tahun menjabat. Berita ini tentu sangat mengejutkan karena masa jabatan Karen baru saja diperpanjang untuk periode kedua sampai 2018 melalui keputusan RUPS Perseroan. Kedua, selama periode kepemimpinan Karen, Pertamina menunjukkan kinerja yang sangat bagus dan menorehkan banyak prestasi yang belum pernah dicapai pada periode-periode sebelumnya, seperti diberitakan oleh KORAN SINDO (19/8/2014). Salah satu langkah yang paling strategis yang dilakukan Karen adalah mengonversi visi dan misi perusahaan dari perusahaan minyak dan gas bumi menjadi perusahaan energi, termasuk energi terbarukan. Energizing Asia adalah salah satu program yang dicanangkannya. Dengan perubahan visi dan misi ini Pertamina akan lebih mengonsentrasikan dirinya menjadi perusahaan yang melakukan penelitian dan pengembangan serta eksplorasi sumber-sumber energi baru dan terbarukan seperti biodiesel, gasifikasi sampah, bioetanol, dan sebagainya. Ini merupakan langkah yang dinantikan dan menjadi tantangan untuk mengantisipasi semakin menipisnya cadangan energi fosil di Indonesia, bahkan dunia. *** Banyak spekulasi yang berkembang di luar, selain masalah personal tentunya, terkait mundurnya Karen, misalnya perseteruan antara Pertamina dan pemerintah soal penentuan harga gas elpiji 12 kg yang tak kunjung selesai. Masalah antara Pertamina dan PLN soal penggunaan bahan bakar solar, yang terakhir telah disepakati untuk menggunakan bioetanol. Belum lagi persoalan subsidi BBM yang terus melambung. Isu miring pun tidak lepas dari beliau yang sempat berurusan dengan KPK untuk kasus yang melibatkan Kementerian ESDM beberapa waktu lalu. Tidak mudah memang memimpin perusahaan sebesar dan sestrategis Pertamina. Begitu banyak kepentingan yang terlibat, begitu besar dan luas dampak yang timbul dari setiap kebijakan yang dibuat dan begitu banyak pihak yang ingin ikut memengaruhi setiap kebijakan yang akan dibuat oleh seorang Karen. Berbagai dilema sudah pasti sangat sering dihadapi. Enam tahun memang bukan waktu yang singkat untuk dapat mengelola, menahan tekanan, dan tetap berdiri pada koridor yang benar dan profesional. Kepemimpinan yang kuat sekalipun dapat saja tergelincir dan terjerumus dengan bertubi-tubinya tekanan dan godaan yang datang. Dan batasan kekuatan itu mungkin saja sudah terlampaui pada tahun ini, pada saat dia memutuskan mundur. Joel C. Peterson, seorang ahli manajemen bisnis dan
  • 24. 24 kepemimpinan, menyebut tiga alasan atau pertanyaan yang akan dipertimbangkan oleh seorang profesional sebelum memutuskan untuk keluar dari posisinya. Pertama, apakah saya mendapatkan respek dalam posisi saya? Kedua, apakah saya berada dalam tim pemenang? Terakhir, apakah saya melakukan sesuatu yang berarti bagi pemangku kepentingan? Jika melihat dari ketiga pertanyaan tersebut, semua jawaban seharusnya positif untuk Karen. Namun, apa jawaban sesungguhnya hanya dia yang tahu, karena bisa saja kita salah dalam menilai dan banyak hal yang mungkin tidak kita ketahui. Mungkin kita tidak perlu memperpanjang apa alasan mengapa dia mundur, karena itu sudah menjadi hak yang diatur anggaran dasar perusahaan. Hal yang perlu dipikirkan adalah apa yang harus dilakukan dengan dia keluar? Selain mencari pengganti yang sepadan, jawaban yang paling klise adalah melanjutkan program-program yang baik dan memperbaiki program kerja yang masih belum sempurna. Itu menjadi klise jika hanya sebatas perkataan di bibir, tetapi akan menjadi sesuatu yang berarti apabila betul-betul dilaksanakan. Menurut hemat saya, salah satu program yang harus dilanjutkan adalah menggarap dan mengembangkan sumber-sumber energi baru dan terbarukan (renewable energy). Ini harus menjadi konsentrasi Pertamina dalam program-programnya ke depan yang telah dirintis pada masa kepemimpinan Karen. Inilah yang harus dilanjutkan. Ini juga tentu didasari dengan kenyataan bahwa sumber energi fosil yang selama ini menjadi sumber energi utama dunia sudah semakin menipis cadangannya, baik cadangan domestik maupun dunia. Pengembangan biodiesel, bioetanol dan gasifikasi sampah adalah salah satu contoh program yang telah dirintis Karen. Hal kedua, kita harus melihat mundurnya seorang profesional dari sisi yang positif, dalam arti tidak ada yang salah bagi seseorang untuk memutuskan keluar dari pekerjaannya karena itu adalah hak mendasar yang dimiliki oleh seorang profesional. Dalam ilmu mikromanajemen perusahaan, keluarnya seorang profesional yang diandalkan dari perusahaan bisa dipandang sebagai aset atau liabilitas. Dia akan menjadi aset jika kita memandangnya dari aspek positif yang melihat keluarnya seseorang yang andal akan dapat mengembangkan jaringan perusahaan kepada saluran-saluran baru yang tidak tersentuh selama ini dan memberikan referensi positif tentang perusahaan. Sebaliknya, itu akan menjadi liabilitas jika keluarnya seseorang dianggap sebagai suatu pembangkangan, ketidakdisiplinan dan perbuatan tidak bertanggung jawab yang patut dihakimi dan dihukum, sehingga yang muncul adalah liabilitas, berupa permusuhan, referensi buruk terhadap perusahaan, dan tertutupnya peluang-peluang baru bagi perusahaan yang seharusnya dapat dibawa oleh profesional tersebut. Ibarat pepatah mengatakan kondisi perusahaan yang menganggap negatif keluarnya sang profesional dari sisi negatif seperti orang yang sudah jatuh tertimpa tangga pula, tidak ada keuntungan apapun yang diperoleh perusahaan melainkan hal-hal negatif dan destruktif,
  • 25. 25 sudah kehilangan orang, kehilangan peluang pula. Dalam kasus Karen, kita semua harus memandang dia mundur dari perspektif yang positif agar prestasi yang dicapai dan langkah strategis yang telah dimulai dapat dilanjutkan oleh penerusnya, sehingga langkah Pertamina untuk menjadi perusahaan Energizing Asia pada 2025 dapat terwujud. ● HANDI SAPTA MUKTI, SSI MM Praktisi Manajemen Resensibuku
  • 26. 26 Berkaca pada Deflasi di Zona Euro Koran SINDO 25 Agustus 2014 Pemulihan ekonomi Zona Euro kembali menghadapi ancaman serius ketika tiga kekuatan ekonomi terbesar kawasan itu pada Juli lalu mencatatkan kinerja di luar perkiraan Bank Sentral Eropa (ECB). Pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) kawasan Euro diperkirakan hanya mencapai 0,1% pada kuartal kedua dan lebih rendah dari kuartal pertama sebesar 0,2%. Ekonomi Jerman terkontraksi 0,2%, Prancis melaporkan mengalami stagnasi pertumbuhan dengan ancaman defisit di atas 4%, sementara Italia kembali meneruskan tren kontraksi mengarah ke resesi yang telah dialami dalam beberapa kuartal terakhir. Di Eropa Timur, khususnya Polandia, Republik Ceko, dan Rumania juga menunjukkan perlambatan, bahkan ekonomi Rumania dilaporkan berkontraksi 1% pada kuartal II 2014. Kondisi di atas diperburuk situasi politik Zona Euro dengan perseteruan antara Rusia dan Ukraina yang menyebabkan potensi terhentinya bantuan internasional ke kawasan ini. Indeks kepercayaan konsumen di 18 negara yang tergabung dalam Zona Euro juga melemah. ECB Juli lalu mengumumkan kawasan Zona Euro kembali dibayang-bayangi risiko deflasi yang berpotensi menjerumuskan ekonomi kawasan tersebut. Bank Sentral Eropa itu melaporkan inflasi yang sangat rendah Juli lalu di level 0,4% dan merupakan inflasi terendah sejak 2009. Inflasi yang di bawah 1% ini dipandang banyak kalangan akan semakin menyulitkan otoritas kawasan tersebut untuk mendorong pemulihan di kawasan Eropa. Dengan profil inflasi terebut, ECB mengisyaratkan akan menurunkan suku bunga ke level 0,15% atau lebih rendah dari saat ini 0,25% dan rencana peningkatan stimulus moneter di kawasan tersebut. Ekspektasi inflasi kawasan Euro yang didesain 2% oleh ECB untuk mendorong pertumbuhan ekonomi sepertinya sulit diwujudkan dari perkembangan yang dijelaskan di atas. Deflasi memiliki efek yang sama dengan inflasi yang terlalu tinggi sehingga inflasi perlu dijaga dalam rentang yang aman dan memungkinkan ekonomi terus tumbuh, tetapi tidak membahayakan fundamental ekonomi. Negara-negara kawasan Euro yang menghadapi risiko inflasi rendah (deflasi) seperti Portugal, Spanyol, dan Italia diperkirakan semakin membebani pemulihan kawasan Euro dengan target inflasi yang disampaikan ECB. Tingkat inflasi di Portugal mencapai minus 0,7% pada kuartal II 2014, inflasi di Spanyol diperkirakan turun ke level 0,3%, sementara Italia juga semakin buruk. Kinerja inflasi di Portugal, Spanyol, dan Italia ini juga menyebabkan ekonomi di ketiga negara tersebut semakin sulit keluar dari persoalan utang
  • 27. 27 dengan tren yang terus meningkat. Italia kini menghadapi persoalan utang yang sangat serius di mana rasio utang terhadap PDB telah mencapai 135,6%, sementara rasio utang Portugal juga meningkat ke level 132,9%. Belajar dari realitas di kawasan Euro, pengelolaan risiko inflasi menjadi sangat relevan bagi perekonomian nasional. Desain kebijakan ekonomi nasional, khususnya pengelolaan risiko inflasi, menjadi fokus perhatian dalam beberapa tahun terakhir. Hal ini dilakukan tidak hanya dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi tetapi juga menggairahkan aktivitas-aktivitas ekonomi produktif. Badan Pusat Statistik (BPS) melansir indeks harga konsumen Juli 2014 sebesar 0,93%, inflasi tahun kalender sebesar 2,94%, inflasi tahun ke tahun (yoy) 4,53%, inflasi komponen inti 0,52%, dan inflasi komponen inti yoy 4,64%. Inflasi Juli 2014 dipengaruhi utamanya oleh kelompok bahan makanan sebesar 1,94%. Kinerja neraca perdagangan semester I 2014 juga menunjukkan perbaikan signifikan. Pada periode semester I 2014, nilai ekspor Indonesia kumulatif mencapai USD88,83 miliar atau menurun 2,46% jika dibandingkan periode tahun lalu. Dan nilai impor mencapai USD89,98 miliar atau menurun 4,7% dibandingkan periode tahun lalu. Dengan demikian secara keseluruhan defisit semester I 2014 berkisar USD1 miliar akibat besarnya defisit migas. Namun kinerja perdagangan nonmigas semester I 2014 mencatatkan surplus USD5 miliar (di luar migas yang defisit USD6,1 miliar). Kebijakan masuk ke pasar-pasar nontradisional seperti Nigeria, Mesir, Peru, Meksiko, Brasil, Afrika Selatan, Laos, Kamboja, Myanmar, Taiwan, dan Hong Kong telah berhasil mendorong kinerja perdagangan nasional di tengah melambatnya permintaan dunia. Perbaikan kinerja neraca dagang dan inflasi menunjukkan berjalannya bauran kebijakan (policy mix) yang ditempuh selama ini. Bauran kebijakan antara otoritas fiskal dan moneter dilakukan untuk terus menjaga stabilitas perekonomian nasional di tengah risiko global yang semakin kompleks. Pengendalian inflasi di rentang tertentu yang dipandang tidak hanya sebagai instrumen pertumbuhan, melainkan juga mendorong penguatan fundamental ekonomi nasional sehingga sejumlah proses pembangunan dapat terus berjalan. Tahun 2014, pemerintah dalam APBN Perubahan 2014 menargetkan pertumbuhan ekonomi nasional di level 5,5%, sedangkan inflasi ditargetkan berada di level 5,3%. Dengan target ini, perekonomian nasional diharapkan dapat tumbuh positif sehingga sejumlah agenda pembangunan dapat semakin ditingkatkan. Pengendalian risiko inflasi juga ditunjukkan pemerintah pada tahun 2013 lalu ketika menempuh kebijakan penyesuaian harga BBM subsidi. Artinya desain kebijakan inflasi perlu dirumuskan dengan sangat hati-hati. Inflasi yang terlalu tinggi dan terlalu rendah (deflasi) adalah kondisi yang dihindari pemerintah dalam beberapa tahun terakhir. Hal ini menyebabkan kehati-hatian dalam sejumlah kebijakan yang akan ditempuh. Pengendalian inflasi juga diwujudkan dengan membentuk tim pengendalian inflasi baik di
  • 28. tingkat pusat maupun daerah sehingga gejolak harga di tingkat masyarakat dapat terus terjaga. Kita optimistis pemerintahan berikutnya periode 2014- 2019 akan terus meningkatkan pengelolaan inflasi sebagai salah satu kebijakan utama perekonomian nasional. Pemerintahan ke depan juga perlu mewaspadai dan mengantisipasi normalisasi moneter dengan dinaikkannya suku bunga di Amerika Serikat yang direncanakan tahun 2015 dan tentunya akan memiliki dampak bagi perekonomian nasional. Koordinasi dan bauran kebijakan baik di sektor fiskal, moneter maupun riil perlu untuk terus ditingkatkan sebagai manifestasi kedisiplinan serta kehati-hatian dalam pengelolaan kebijakan perekonomian nasional. Dengan upaya ini, kita berharap perekonomian nasional akan terus tumbuh kuat, berkualitas, dan semakin bertenaga dalam mewujudkan pembangunan yang sedang berjalan. 28 PROF FIRMANZAH PhD Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi dan Pembangunan
  • 29. 29 Harga BBM dan MEA 2015 Koran SINDO 26 Agustus 2014 Beberapa pekan terakhir, media massa ramai memberitakan wacana kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Namun hingga kini belum ada kejelasan kapan dan berapa besaran kenaikan harga BBM. Padahal kepastian itu sangat dibutuhkan pelaku usaha, terutama untuk menghitung rencana bisnis di masa mendatang. Sebagian besar pelaku usaha sebenarnya tidak mempersoalkan jika pemerintah benar-benar menaikkan harga atau membatasi konsumsi BBM asalkan berlaku di semua daerah. Tapi kalau hanya berlaku pada satu daerah tertentu dikhawatirkan bisa menimbulkan kelangkaan. Para pelaku usaha ketika hendak membuat keputusan bisnis harus terlebih dahulu berhitung. Bagaimana ongkosnya, berapa tarif listrik dan air, bagaimana tingkat inflasi, dan berapa suku bunganya? Untuk itu pelaku usaha membutuhkan kepastian. Pelaku usaha membutuhkan setidaknya tiga bulan untuk menyusun perencanaan. Tidak bisa mendadak. Jadi kalau rencana kenaikan harga BBM ini tidak juga diumumkan, bagaimana pelaku usaha bisa berhitung? Ada baiknya pemerintah tidak khawatir mengeluarkan kebijakan yang tidak populis. Daripada tidak memberikan kejelasan, itu sama saja telah menyandera perekonomian. Pemerintah bisa mengimbangi kenaikan harga BBM dengan kebijakan prorakyat. Misalkan saja membebaskan pajak masuk onderdil kendaraan sehingga pelaku usaha bisa menurunkan tarif yang dikenakan kepada masyarakat. Untuk bisnis penyewaan (rental) kendaraan, pada tiga hingga enam bulan pertama pascakenaikan harga BBM akan terimbas negatif. Ini karena konsumen akan mengurangi mobilitasnya. Apalagi BBM merupakan bagian terpenting bagi operasional perusahaan rental kendaraan. Jadi kemungkinan akan banyak perusahaan rental yang mengurangi kendaraan yang disewakan. Karena itu rencana ekspansi kemungkinan akan direm dulu. Setelah pasar bisa menerima kenaikan harga BBM, bisnis akan kembali bergerak. Selama ekonominya maju, kebutuhan transportasi, baik orang ataupun barang, akan naik. Saya rasa semakin lama orang semakin peduli untuk tidak perlu berinvestasi di kendaraan. Semisal suatu perusahaan, kalau mempunyai 20 mobil saja, dengan asumsi harga mobil Rp150 juta per unit, maka harus mengeluarkan dana sekitar Rp3 miliar untuk membeli aset yang tidak produktif. Akan lebih menguntungkan jika dana sebesar itu dipergunakan untuk membiayai kebutuhan di bisnis intinya, seperti membeli mesin, sehingga kinerja perusahaan menjadi lebih efisien. Apalagi dengan menyewa kendaraan, pelaku usaha tidak lagi harus
  • 30. 30 berpikir mengurus administrasi seperti perpanjangan STNK atau ketika ada musibah kecelakaan. Dengan demikian aktivitas bisnis pelaku usaha tidak terganggu. Jadi saya yakin, bisnis rental kendaraan akan terus berkembang di masa mendatang. Saat ini, pemain-pemain besar bisnis rental kendaraan ada 5-10 perusahaan. Kita memiliki market share di kisaran 13-14%. Kalau bicara potensi pasar, kira-kira bisa 1,5 juta unit. Padahal sekarang suplainya baru di kisaran 150.000-an unit kendaraan. Jadi masih banyak ruang bagi industri ini untuk terus berkembang. Di era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada 2015, ancaman perusahaan penyewaan kendaraan asing tidak terlalu mengkhawatirkan. Mereka kan tidak memiliki local knowledge, semisal bagaimana cara mengembangkan dan mengurus driver di sini. Mereka tidak memiliki kemampuan itu karena di luar negeri lebih banyak yang self driving. Berbeda dengan di sini di mana sebagian besar sudah menggunakan driver. Jadi menurut saya, pada era MEA bisnis kita tidak akan banyak terganggu karena bisnis modelnya lain. Bisnis ini butuh modal besar. Ibaratnya seperti menanam pohon, tumbuhnya bisa empat tahun lagi. Kalau kita mau terus tumbuh, ya harus berinvestasi. Selain itu, pembiayaannya juga berbeda. Kalau di luar negeri cost of money-nya murah karena tingkat suku bunga rendah. Di Indonesia umumnya bisa 14%. Itulah sebabnya masuk ke Indonesia tidaklah gampang. Apalagi Indonesia adalah negara kepulauan. Di ASEAN yang seperti kita hanya Filipina, lainnya daratan. Kalau seperti Thailand, Malaysia, dan Vietnam itu bisa langsung melalui darat. Kalau mau ke Indonesia naik apa? Naik pesawat atau kapal laut. Jadi tidak gampang bagi perusahaan rental kendaraan asing masuk ke Indonesia. Malah kita berpikir berencana masuk ke negara-negara lain. Tinggal melihat aturan-aturannya, memungkinkan tidak kita main ke sana. PRODJO SUNARJANTO Direktur Utama PT Adi Sarana Armada Tbk (ASSA)
  • 31. 31 Pemimpin Puncak yang Meredup Koran SINDO 26 Agustus 2014 Seminggu ini berita di berbagai media dipenuhi oleh pengajuan pengunduran diri Direktur Utama Pertamina Karen Agustiawan. Berbagai media menyampaikan berbagai spekulasi atas alasan tersebut. Mengapa pemimpin puncak perusahaan yang begitu baik kinerjanya memilih untuk mundur? Sebagai sebuah perusahaan yang berorientasi profit, Pertamina memiliki kinerja yang baik. Pada saat produksi minyak nasional cenderung menurun, Pertamina berhasil meningkatkan produksinya hingga menjadi yang terbesar di Indonesia untuk saat ini. Pendapatan Pertamina mencapai USD71,1 miliar pada 2013. Angka tersebut mengalami kenaikan dibandingkan tahun 2012 yang mencapai USD70,9 miliar. Selain pendapatan, kinerja perusahaan juga meningkat secara baik. Dari berbagai lini bisnisnya, hanya bisnis LPG nonsubsidi 12 kg yang mengalami kerugian sebesar 5,7 triliun. Secara akumulasi, Pertamina membukukan laba bersih senilai USD3,07 miliar pada 2013. Angka tersebut mengalami kenaikan sebesar 11% dari tahun sebelumnya, dari USD2,77 miliar. Bila dilihat lebih jauh lagi, Pertamina mengalami kenaikan laba bersih sebesar 97% dari tahun 2009 yang tercatat USD1,55 miliar. Seluruh kinerja keuangan yang superior itu tercermin saat Pertamina berhasil masuk pada jajaran perusahaan terbesar di dunia, Global Fortune 500, pada 2013 dan berhasil mempertahankannya pada 2014. Mengelola perputaran uang hingga Rp2 triliun per hari, Pertamina merupakan BUMN yang strategis dan penuh dengan berbagai kepentingan. Berbagai spekulasi didengungkan media mengenai keterkaitan pengunduran diri tersebut dengan aktivitas politik yang meningkat pada tahun ini. Dengan segala kenyataan bahwa Pertamina mengalami kinerja yang superior, direktur utamanya tetap memilih untuk mengajukan pengunduran diri. Mengapa pemimpin puncak perusahaan nasional yang berkinerja baik seperti Pertamina memilih untuk mengajukan pengunduran diri? Apakah tekanan menjadi pemimpin perusahaan dengan skala besar begitu penuh tekanan? Menteri BUMN Dahlan Iskan akhirnya menyatakan bahwa pengunduran diri tersebut murni terkait alasan pribadi. Meredup, Kehilangan Daya Di tengah pekerjaannya, pemimpin perusahaan selalu menghadapi tantangan tertentu yang
  • 32. 32 akan selalu unik pada setiap tempat dan waktu yang berbeda. Tantangan tersebut dapat menimbulkan stres. Dalam kondisi tertekan tersebut, para eksekutif tersebut mulai meredup. Mereka kehilangan cahaya guna menjadi pijar dan menginspirasi anak buahnya. Seakan kehilangan energi, mereka bagai lokomotif yang sedikit demi sedikit kehilangan daya. Saat pemimpin puncak sudah tidak dapat lagi menolerir tekanan dan stres yang dibebankan di pundak mereka, mereka perlu jalan keluar. Salah satunya adalah berhenti dari jabatan mereka. Berbagai studi telah dilakukan untuk memahami kondisi yang dialami oleh para pemimpin organisasi seperti itu. Terdapat sebuah istilah teknis psikologi yang telah banyak digunakan untuk menggambarkan kondisi ini. Pemimpin perusahaan tersebut mengalami apa yang disebut sebagai burn out. Herbert J Freudenberger, seorang psikolog asal New York, menyampaikan karakteristik orang-orang yang mengalami burn out. Kondisi mental tersebut menggambarkan sebuah kelelahan kondisi mental yang biasa ditandai gejala tertentu. Kelelahan mental tersebut tidak hanya mengambil wujud dalam gejala fisik seperti sakit kepala, namun juga berbagai gejala psikis seperti mudah marah, keraguan dan kecurigaan pada orang lain. Christina Maslach menggambarkan burn out sebagai sindrom kelelahan emosional dan sinisme. Pemimpin perusahaan yang mengalami kondisi ini dipahami memiliki enak karakteristik utama yang dapat diamati. Enam karakteristik tersebut adalah: (1) kelelahan yang berlebihan; (2) marah kepada mereka yang meminta sesuatu; (3) otokritik terhadap berbagai tuntutan yang menerpa; (4) Sinisme, berpikir negatif, dan mudah tersinggung; (5) merasa seolah-olah terkepung, dan; (6) emosi yang meledak-ledak. Selain gejala dan tanda-tanda di atas, pemimpin perusahaan yang telah kehilangan daya sering kali memilih lari dari berbagai kondisi yang menekan tersebut. Mereka mengambil jalan keluar melalui sakit, absen, obat-obatan, alkohol, mengunjungi psikolog, hingga meditasi. Kondisi yang Menyebabkan Burn Out Kelelahan mental tersebut dipicu oleh sebuah kondisi yang menimbulkan tingkat stres yang tinggi. Harry Levinson menyampaikan dalam artikelnya yang masyhur beberapa kondisi yang menimbulkan pemimpin perusahaan mengalami burn out. Pertama, kesulitan berhubungan dengan banyak sekali pihak. Semakin besar dan strategis sebuah perusahaan, pemimpinnya mau tak mau harus berhubungan dengan banyak pihak. Menaruh perhatian pada begitu banyak pihak yang memiliki kebutuhan dan tuntutannya masing-masing, menimbulkan tekanan yang tidak berkesudahan bagi seorang pemimpin perusahaan. Kedua, tekanan masalah waktu. Pemimpin perusahaan dewasa ini tidak dapat menunda suatu agenda tertentu mengingat signifikansinya. Mereka akan memiliki waktu yang sangat terbatas untuk keperluan mereka. Pada sebuah perusahaan yang mengelola juga barang publik yang terkadang harus segera mengikuti aturan pemerintah yang baru saja efektif tentu akan melahirkan tekanan waktu yang luar biasa.
  • 33. 33 Ketiga, kerumitan organisasi. Ukuran perusahaan baik dari segi aset, pendapatan, hingga jumlah karyawan tentu berbanding lurus dengan kerumitan organisasi. Dengan berkembangnya organisasi dengan merger, adopsi berbagai pendekatan manajerial seperti struktur matriks dan manajemen partisipatif, serta berkembangnya ukuran organisasi membuat pemimpin perusahaan harus bekerja lebih banyak orang. Kerumitan organisasi tersebut melahirkan berbagai tekanan pada seorang pemimpin perusahaan. Pemimpin perusahaan pada dasarnya pasti mengalami tekanan. Namun, saat mereka memasuki fase burn out, bukan tidak mungkin mereka mengabaikan seluruh rasionalitas guna mendapatkan ruang agar dapat bernapas lega. Saya kembali teringat dengan kalimat nada sambung Karen Agustiawan yang ditampilkan dalam sebuah tajuk majalah terkait pengunduran dirinya, “Nomor telepon yang Anda hubungi kemungkinan disadap, berhati-hatilah dalam melakukan pembicaraan!” Mungkin hal tersebut adalah bentuk kelakar beliau di tengah kelelahan yang dihadapinya. Bila disetujui pengunduran dirinya, Karen Agustiawan akan mengajar pada sebuah universitas bisnis top di Amerika. Membagikan kebijaksanaan yang telah direngkuh dalam memimpin sebuah raksasa BUMN dengan kinerja sehat di tanah air Indonesia. ● ALBERTO HANANI Founder dan Managing Partner BEDA & Company
  • 34. 34 RAPBN 2015 dan Transisi Kekuasaan Koran SINDO 27 Agustus 2014 Pada 15 Agustus lalu presiden telah membacakan RUU APBN 2015 beserta nota keuangannya di depan anggota DPR. Postur RAPBN 2015 menyentuh angka Rp2.000 triliun (tepatnya Rp2.020 triliun). Jumlah ini terlihat sangat besar, namun sebetulnya jika dibandingkan dengan PDB yang sekitar Rp10.500 triliun tahun depan, anggaran itu kurang dari 20%. Sungguh pun begitu, dari sisi penerimaan jumlah yang direncanakan hanya Rp1.762,3 triliun sehingga seperti tahun-tahun sebelumnya anggaran 2015 masih didesain defisit sebesar Rp257,6 triliun (2,32% terhadap PDB). Demikian pula, anggaran tahun depan juga mengalami defisit keseimbangan primer (jumlah penerimaan lebih kecil ketimbang pengeluaran di luar pembayaran utang), jumlahnya sebesar Rp103,5 triliun. Situasi ini terjadi sejak 2012 dan terus membesar hingga tahun depan. Asumsi Makroekonomi Data di atas menunjukkan bahwa pemerintah harus melakukan utang lagi tahun depan sebesar defisit tersebut, baik yang bersumber dari luar maupun dalam negeri. Informasi lain yang bisa disampaikan menyangkut porsi belanja pemerintah pusat sebesar Rp1.379,9 triliun dan transfer ke daerah dan dana desa Rp640 triliun. Dari sisi penerimaan, penerimaan perpajakan diharapkan menyumbang Rp1.370,8 triliun dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) Rp388 triliun. Ini berarti tahun depan rasio pajak terhadap PDB (tax ratio) ditargetkan masih rendah seperti tahun-tahun sebelumnya yang selalu pada kisaran 12%. Sementara asumsi pertumbuhan ekonomi adalah 5,6%, inflasi 4,4%, suku bunga SPN 3 bulan 6,2%, nilai tukar Rp11.900/dolar AS, harga minyak mentah Indonesia (ICP) 105 dolar AS/barel/ hari, dan lifting minyak mentah 845 ribu barel/hari. Titik krusial dalam RAPBN 2015 adalah pos subsidi yang mencapai Rp433 triliun. Subsidi energi memakan porsi paling besar (Rp363 triliun) dan nonenergi Rp70 triliun. Subsidi energi itu dibagi menjadi subsidi minyak (Rp291 triliun) dan listrik (Rp72 triliun). Sebaliknya, pos belanja yang dialokasikan untuk belanja modal sebesar Rp206 triliun. Hampir pasti pemerintahan baru akan merevisi subsidi ini, khususnya minyak, sehingga akan memengaruhi pencapaian asumsi makroekonomi (di samping realokasi belanja). Jika harga
  • 35. minyak dinaikkan, inflasi 4,4% menjadi tidak realistis. Tiap kenaikan harga minyak Rp1.000/ liter diperkirakan inflasi akan naik 1,0-1,2%. Demikian pula pertumbuhan ekonomi juga akan tertekan seiring kenaikan tingkat suku bunga yang tentu saja akan menekan pertumbuhan investasi. Sementara asumsi nilai tukar sebetulnya juga rentan berubah bila inflasi meningkat yang mengakibatkan nilai tukar akan tertekan. Tahun depan rasanya pemerintah (baru) juga sulit untuk mencapai lifting minyak sebesar itu, paling tinggi pada kisaran 820 ribu barel/hari. Jika asumsi lifting berubah, jumlah impor minyak akan bertambah dan menyebabkan kenaikan jumlah subsidi. Dengan mengandaikan kenaikan harga minyak Rp1.000/liter, tahun depan diperkirakan inflasi akan mencapai 5,5-6%, nilai tukar berpotensi menembus Rp12.000/USD, dan pertumbuhan ekonomi tertekan ke level 5,3% saja. Apabila harga minyak dinaikkan Rp2.000/liter, inflasi bisa mencapai 7% dan pertumbuhan ekonomi tertekan menjadi 5,0%. Pilihan-pilihan sulit ini yang akan diambil pemerintah dengan manfaat di satu sisi dan ongkos di sisi yang lain. 35 Program Strategis Apa yang bisa dilakukan pemerintah mendatang agar anggaran lebih sehat dan berdaya? Isu pokok yang harus dijawab adalah mengembalikan keseimbangan primer. Dengan begitu, paling tidak dibutuhkan peningkatan penerimaan sebanyak Rp103,5 triliun atau penghematan sebesar itu. Menambah penerimaan sebesar itu rasanya sulit karena membutuhkan waktu dan upaya yang lebih keras. Demikian pula, PNBP juga tak mudah ditingkatkan. Jika dilakukan upaya yang sangat serius, mungkin hanya bisa diperoleh kenaikan penerimaan sebesar Rp90- 100 triliun. Dengan begitu, penghematan merupakan pilihan yang mesti diambil. Apa yang dapat dihemat? Beberapa pos yang bisa dikurangi adalah belanja barang, program yang tumpang tindih dan bukan prioritas, perjalanan dinas, pengurangan fasilitas pejabat, dan sebagainya. Dari sini bisa dihemat Rp30-40 triliun. Apabila skenario di atas berjalan, keseimbangan primer akan bisa dicapai sehingga defisit anggaran tinggal 1,5%. Meskipun belum ideal, defisit itu masih dapat diterima pada tahun pertama transisi kekuasaan. Persoalannya, kualitas alokasi belanja masih buruk karena belanja terkait motor pembangunan seperti belanja modal sangat sedikit. Apa yang bisa dilakukan lagi? Tak ada cara lain, kecuali mengurangi subsidi (meski tak harus menaikkan harga minyak). Jika targetnya subsidi minyak tinggal Rp150 triliun, dapat ditambahkan ke belanja modal sehingga akan menjadi Rp300-an triliun. Sebelum kebijakan ini diambil, sebaiknya pemerintah menangani dulu masalah penyelundupan dan mafia impor minyak. Jika ini sukses, resistensi rakyat terhadap kebijakan penghematan atau kenaikan harga tidak akan terlalu besar. Pekerjaan rumah terakhir yang masih dapat dilakukan adalah merevisi program sesuai janji pemerintahan terpilih.
  • 36. Isu yang harus masuk adalah pengarusutamaan pembangunan maritim, alokasi dana desa sesuai perintah undang-undang, reforma agraria, mitigasi liberalisasi perdagangan (khususnya Masyarakat Ekonomi ASEAN), dan desain skema jaminan sosial semesta (termasuk di dalamnya pendalaman subsidi kesehatan, pendidikan, perumahan, pengangguran, dan lain-lain). 36 Tentu saja program itu tak akan diselesaikan tahun depan, namun sudah harus dirintis sejak dini karena menyangkut janji yang telah diikrarkan. Kendala yang dihadapi juga banyak, terutama desain anggaran sudah dirumuskan oleh pemerintah sebelumnya. Namun, segala soal itu bisa dikelola selama terdapat komitmen yang utuh dan ketulusan hati. AHMAD ERANI YUSTIKA Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya; Direktur Eksekutif Indef
  • 37. 37 Rahasia Bisnis Koran SINDO 28 Agustus 2014 Suatu siang pada beberapa tahun silam. Saya menerima telepon dari seorang pemimpin perusahaan. Ia mengajak saya bertemu sambil makan malam. Oleh karena tak ada agenda khusus, saya mengiyakan. Malamnya kami bertemu di sebuah restoran. Setelah basa-basi dan makan malam, sampailah ia pada tujuan utamanya. Ia mengambil setumpuk dokumen dari dalam tasnya. Katanya, itu dokumen tentang perusahaan kompetitor. Isinya sebagian besar tentang rencana masa depan sang kompetitor yang dibumbui dengan adanya analisis mengenai dugaan kecurangan-kecurangan mereka dalam berbisnis. Untuk mendapatkan dokumen tersebut, ia mengaku harus membelinya dengan harga yang lumayan mahal dari sebuah institusi yang kerap disebut-sebut sebagai “pusat intelijen bisnis”. Ia berharap saya mau menuliskan materi yang dibawanya, terutama yang berisi tentang dugaan kecurangan tersebut, di media cetak. Lalu, panjang lebar ia menjelaskan tentang isi dokumen tersebut, termasuk menunjuk dugaan-dugaan kecurangannya. Kami menghabiskan waktu selama lebih dari tiga jam. Ketika malam semakin larut, kami pun memutuskan untuk berpisah. Jangan salah, saya tak ingin berkisah tentang bagaimana kelanjutan dari dokumen tersebut. Tapi, yang ingin saya sampaikan adalah betapa di masa lalu kita begitu sulit mendapatkan dokumen-dokumen tentang rahasia bisnis, terutama milik kompetitor. Dokumen semacam itu, antara lain, berisi apa saja yang ingin kompetitor lakukan dalam setahun, dua atau bahkan lima tahun ke depan. Kian Terbuka Kini, era sudah berganti. Kondisi sudah berbalik 180 derajat. Mengelola perusahaan saat ini ibarat masuk ke dalam sebuah akuarium. Apa yang kita lakukan bisa dengan mudah dilihat banyak orang. Bahkan oleh kompetitor kita. Apalagi kalau perusahaan itu adalah perusahaan terbuka. Kita harus membuka semua data masa lalu. Dari situ, kompetitor bisa dengan mudah membaca jejaknya dan mencari peristiwa-peristiwa penting yang relevan, yang pernah terjadi pada masa lalu. Berbekal informasi tersebut, ditambah dengan analisis dari para pakar, strategi bisnis kita pun begitu mudah terungkap. Tapi, hal yang sebaliknya juga bisa kita lakukan terhadap para
  • 38. kompetitor. Kita juga bisa dengan mudah mempelajari rekam jejak mereka dan strategi bisnisnya. Jadi, saat ini boleh dibilang nyaris tak ada rahasia bisnis yang bisa kita tutup-tutupi dengan sempurna. Kecuali mungkin kalau semuanya masih tersimpan di dalam kepala kita. Belum dituliskan dan terlebih lagi belum dilakukan. Bagaimana rahasia bisnis yang di masa lalu tersimpan rapat-rapat, kini bisa dengan mudahnya tersingkap? 38 Semua itu terjadi berkat perkembangan teknologi informasi dan komunikasi. Perangkat teknologi tersebut memang membuat pasokan data tiba-tiba menjadi berlimpah, tersedia di mana-mana. Ini memudahkan kerja intelijen bisnis. Di tangan mereka, data yang digali dari berbagai sumber tersebut kemudian mereka olah menjadi informasi sehingga memudahkan banyak pemimpin perusahaan untuk menganalisis situasi yang berkembang dan menyusun strategi bisnis. Mungkin karena semakin sulit menyimpan rahasia, kini banyak perusahaan malah menjadi tak segan memaparkan strategi bisnisnya. Mereka dengan enteng memaparkan rencana-rencana bisnisnya hingga beberapa tahun ke depan. Itu mereka lakukan terutama untuk memikat perhatian para investor. Mereka tidak takut rahasia semacam itu diketahui para kompetitornya. Sebab, sebagaimana para kompetitor dengan mudah mengetahui rahasia bisnisnya, ia pun dengan mudah mencari tahu strategi para kompetitornya. Kondisi semacam inilah yang membuat platform bisnis berubah. Apa yang dahulu oleh banyak perusahaan dianggap sebagai rahasia bisnis, kini tidak lagi. Hari-hari belakangan ini kian sulit bagi kita untuk menyembunyikan rahasia bisnis. Man Behind the Gun Apa yang membuat perusahaan-perusahaan tersebut kini tak terlalu khawatir lagi jika strategi bisnisnya diketahui para kompetitornya? Rupanya, sehebat-hebatnya kita menyusun strategi bisnis, semua akhirnya terpulang pada sumber daya manusia (SDM)-nya. Apakah kita mempunyai SDM yang hebat, yang mampu mengeksekusi semua strategi yang tadi sudah dirumuskan. Jadi, ujung-ujungnya tetap man behind the gun. Maka, kini medan pertempuran berganti. Mungkin strategi bisnis yang menjadi penentu, tetapi kemampuan untuk memperebutkan SDM-SDM yang andal kini menjadi jauh lebih menentukan. Para pemenang perang adalah perusahaan-perusahaan yang mampu mendapatkan dan mempertahankan SDM unggulannya. Buat perusahaan-perusahaan di Indonesia, kondisi semacam ini bisa menjadi masalah besar. Sebab di pasar tenaga kerja, pasokan SDM yang unggul jumlahnya sangat terbatas. Kondisi semacam inilah yang kemudian memaksa perusahaan untuk mengubah konsep rekrutmen, retain, talent management, termasuk juga sistem kompensasi dan lingkungan kerjanya. Dulu banyak perusahaan besar tak terlalu peduli dengan sistem retain atau talent management dan pentingnya membangun lingkungan kerja yang kondusif. Untuk menahan SDM-SDM-nya, termasuk yang unggulan, mereka menganggap semuanya cukup dengan menaikkan gaji. Nyatanya strategi semacam itu sama sekali tidak bisa diandalkan. Meski
  • 39. 39 ditawari gaji lebih tinggi, satu per satu SDM-SDM unggulan meninggalkan perusahaan itu. Mereka lupa bahwa banyak karyawan yang mencari sesuatu yang lebih dari sekadar gaji. Imbasnya signifikan. Laju pertumbuhan perusahaan mulai melambat. Bahkan terancam stagnan. Bagaimana itu bisa terjadi? Sederhana saja. Persaingan yang kian sengit menghadapkan perusahaan pada semakin banyak masalah. Lalu, persaingan yang kian sengit juga memaksa perusahaan tak boleh berhenti berinovasi. Tapi, itu semua seakan-akan mandek karena perusahaan tak lagi memiliki SDM unggul yang mampu mencari solusi-solusi bisnis yang inovatif. Sayangnya masih ada saja perusahaan yang kurang menyadari adanya fenomena semacam ini sebagaimana saya saksikan terjadi pada sebuah perusahaan besar yang tengah merintis usaha barunya. Akibat salah mengelola SDM-nya, kini satu per satu karyawan mulai meninggalkan perusahaan. Mungkin perusahaan itu bisa menutupinya dengan merekrut karyawan-karyawan baru. Tapi, saya lihat itu akan menyisakan masalah besar. Membangun kesamaan visi dan chemistry agar sejalan dengan visi dan chemistry perusahaan, juga dengan karyawan lama, adalah masalah yang tidak mudah untuk diurus. Maka, jangan sembarangan mengelola SDM. ● RHENALD KASALI Pendiri Rumah Perubahan @Rhenald_Kasali
  • 40. 40 Mengupas Janji Ekonomi Jokowi-JK Koran SINDO 28 Agustus 2014 Mahkamah Konstitusi telah mengukuhkan keputusan KPU yang menetapkan pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) sebagai pemenang pemilu presiden 2014. Sangat banyak permasalahan bangsa yang dihadapi Indonesia, sehingga pembahasan arah kebijakan pemerintah periode 2014-2019 khususnya sektor ekonomi, perlu dilakukan sejak sekarang. Tidak sulit untuk menjanjikan sesuatu dalam kampanye politik untuk menarik dukungan kelompok masyarakat tertentu. Namun, tidak mudah untuk menyiapkan dan menerapkan program konkret yang berdampak positif. Kerap ada yang dirugikan pada suatu perubahan. Pendanaan serta sumber daya yang terbatas dan banyak prioritas lain. Beberapa negara maju bahkan mengharuskan para peserta pemilu untuk mengirimkan program ekonomi dan rancangan anggaran belanja pemerintah yang akan diterapkan bila menang pemilu, untuk dianalisis dampaknya oleh lembaga pemerintah yang netral dan kompeten. Dari Janji ke Aksi Apa saja janji ekonomi Jokowi-JK dan apa dampaknya pada ekonomi Indonesia bila diterapkan pada pemerintah 2014-2019? Janji kampanye Jokowi-JK terangkum dalam Nawa Cita yang terbagi dalam sembilan kategori. Tiga di antaranya terkait erat dengan ekonomi, yaitu meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia, meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional, serta mewujudkan kemandirian ekonomi. Indikator yang kerap digunakan untuk mengukur kualitas hidup adalah pendidikan, kesehatan, pekerjaan, dan lingkungan. Dalam Nawa Cita, hal ini akan dicapai dengan beberapa program, yaitu wajib belajar 12 tahun untuk anak usia sekolah, jaminan kesehatan, reformasi agraria 9 juta ha, dan jaminan sosial. Data Angka Partisipasi Kasar (APK) dari BPS tahun 2013 menyatakan bahwa 95,5% penduduk usia SD sedang menjalani pendidikan dasar. APK menurun pada tingkat SMP menjadi 72,7% dan terus menurun pada tingkat SMA menjadi 52,9%. Apabila tidak ada perubahan pada tingkat APK, dari 31,9 juta siswa SD maka 13,6 juta tidak akan lulus SMA. Bukan jumlah yang sedikit. Padahal pada tahun 2015, Indonesia akan menjadi bagian dari Komunitas Ekonomi ASEAN (KEA) di mana tenaga kerja terdidik dari negara ASEAN dapat bekerja di Indonesia. Rakyat yang tidak berpendidikan rendah akan sulit untuk bersaing dalam era KEA. Karena proporsi
  • 41. 41 lulusan SMA yang masuk ke universitas masih rendah, Nawa Cita juga berjanji membangun lebih banyak SMK dan Politeknik serta kawasan industri untuk mendorong daya saing dan penyerapan tenaga kerja. Penyediaan lahan untuk petani membutuhkan sumber lahan untuk dibagi. Apakah berasal dari tanah pemerintah, tanah pemerintah yang dikelola swasta atau milik swasta yang masing-masing berbeda aspek legal serta kebutuhan dananya. Ketersediaan jaminan sosial dan kesehatan akan mengurangi risiko individual dan meningkatkan produktivitas masyarakat. Stabilitas dan pertumbuhan ekonomi dalam lima tahun terakhir menarik banyak investasi asing langsung (FDI). Namun, sebagian besar FDI ditanamkan di pulau Jawa yang relatif lebih baik infrastrukturnya. Padahal, lahan pulau Jawa terbatas dan konversi tanah subur pertanian menjadi pabrik atau perumahan membahayakan ketahanan pangan Indonesia. Bila dibiarkan, kondisi ini akan memperbesar kesenjangan Jawa dan luar Jawa. Nawa Cita Jokowi-JK menjanjikan akan tingkatkan daya saing dan produktivitas dengan membangun 1.000 km jalan, 10 pelabuhan dan 10 bandara. serta 10 kawasan industri. Akan dibangun juga 5.000 pasar tradisional untuk mendorong ekonomi rakyat. Apabila sebagian besar infrastruktur itu dibangun di luar Jawa, dampaknya akan besar pada pertumbuhan dan produktivitas jangka panjang Indonesia. Apalagi bila janji memotong proses izin bisnis menjadi 15 hari, yang selama ini banyak menghambat berhasil direalisasikan. Nawa Cita berikut menargetkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor strategis. Program pada sektor ini adalah membangun kedaulatan pangan, energi, dan keuangan serta mendirikan bank petani/nelayan dengan fasilitas pengolahan pascapanen di sentra produksi dan sistem inovasi nasional. Jokowi-JK juga menjanjikan untuk tingkatkan elektrifikasi dan tarik 20 juta turis asing setiap tahun, yang akan meningkatkan pendapatan masyarakat dan mendorong perekonomian. Secara umum, terdapat keterkaitan antara di mana sumber daya manusia yang lebih terdidik dengan infrastruktur yang lebih baik dan perpendek administrasi pemerintah (de-bottle necking) yang saling memperkuat (virtuous cycle). Namun, masih banyak pertanyaan dan kebijakan penting yang belum dijelaskan padahal perannya sangat besar. Detail dan Celah Satu pertanyaan penting yang belum tegas dijabarkan dalam Nawa Cita adalah, dari mana sumber dananya? Program rutin tahunan pemerintah sudah memakan banyak biaya, bagaimana biayai program yang perlu dana tinggi seperti perbaikan infrastruktur. Apalagi, setahun ini ekonomi Indonesia alami defisit perdagangan, penurunan perubahan, dan defisit fiskal. Dalam beberapa kesempatan Jokowi menyatakan akan menaikkan pertumbuhan ekonomi hingga menembus 7%, serta menaikkan tax ratio ke 16%. Subsidi BBM yang tahun ini
  • 42. 42 diperkirakan menembus Rp200 triliun juga akan dihapus dalam lima tahun. Sumber-sumber dana tersebut akan digunakan dan dialihkan untuk biayai perwujudan janji kampanye. Namun, apakah jumlahnya mencukupi perlu didetailkan lebih lanjut dalam angka di APBN. Petani di Indonesia terus terjebak dalam kemiskinan walau harga produknya meningkat. Produk mereka dibeli dengan harga murah, lalu dijual ke penduduk kota dan diekspor dengan keuntungan besar. Penguatan institusi dan pemberdayaan petani, yang tidak disebut dalam Nawa Cita, untuk memotong jalur distribusi menjadi syarat perlu (necessary condition) dari kemajuan sektor pertanian dan penyejahteraan petani. Tidak cukup dengan hanya membangun jalan dan penyediaan fasilitas pascapanen di pedesaan. Nawa Cita juga tidak mengupas kebijakan sektor pertambangan, industri dan perdagangan luar negeri yang besar peranannya dalam ekonomi Indonesia. Apakah memoratorium ekspor mineral mentah akan diteruskan atau dihentikan. Industri dan investasi apa yang akan didorong di Indonesia? Apa kriteria untuk ikut dalam kerja sama perdagangan bebas (Free Trade Agreement) yang beberapa kali kurang matang persiapan dan berdampak negatif? Kurangnya sinergi antara pemerintah pusat-daerah menjadi penyebab tidak efektifnya kebijakan pemerintah attitude sejak era desentralisasi. Pada debat topik ekonomi, Jokowi menyatakan bahwa akan dilakukan politik anggaran di mana jumlah dana transfer ke APBD akan dikaitkan dengan keselarasan program pusat-daerah. Kebijakan ini membutuhkan perubahan formula dana alokasi khusus, dana alokasi umum, dan dana perimbangan serta dekonsentrasi. Namun, harus juga diantisipasi bahwa pemerintah daerah yang alami penurunan dana transfer akan melakukan lobi dengan berbagai ke DPR. Janji ekonomi Jokowi-JK adalah awal yang baik untuk kerangka kebijakan ekonomi 2014- 2019. Namun masih diperlukan upaya serius dan konsisten dalam mendetailkan, mengimplementasikan, dan mengawasi pelaksanaan. Jangan sampai ada dusta antara kita. Dalam pidato pelantikannya sebagai presiden Amerika Serikat, John F Kennedy menyatakan banyak perubahan yang diajukannya tidak mudah diterapkan dan akan memakan waktu lama untuk diwujudkan. But let us begin. ● BERLY MARTAWARDAYA Ekonom dan Dosen di Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik (MPKP) FEUI
  • 43. 43 Politik Ruang Fiskal dan Subsidi BBM Koran SINDO 29 Agustus 2014 Persoalan ruang fiskal dan beban subsidi bahan bakar minyak (BBM) kembali menjadi perdebatan hangat di Tanah Air, sebagai akibat munculnya kelangkaan dan antrean BBM di beberapa daerah. Bila dirunut dari perjalanannya, kelangkaan BBM bersubsidi di beberapa kota, terutama di Jawa Tengah dan Jawa Timur, terjadi karena diambilnya langkah pengendalian konsumsi BBM bersubsidi oleh Pertamina berupa pengurangan jatah BBM bersubsidi di setiap SPBU sebesar 5%. Langkah pengendalian ini sendiri merupakan antisipasi dari realisasi konsumsi BBM bersubsidi yang mencapai 22,9 juta kiloliter selama semester I/2014. Dari realisasi semester satu ini diprediksikan angka konsumsi BBM bersubsidi hingga akhir tahun bisa mencapai 47,261 juta kiloliter. Yang berarti, melebihi kuota Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2014 yang ditetapkan sebesar 46 juta kiloliter. Pada saat yang sama, kelangkaan akibat langkah pengendalian PT Pertamina ini juga diperparah oleh desakan dari Rumah Transisi Presiden dan Wakil Presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi) dan Jusuf Kalla (JK) ke pemerintah SBY-Boediono untuk menaikkan harga BBM secepatnya. Desakan ini menimbulkan spekulasi di masyarakat bahwa harga BBM bersubsidi akan dinaikkan secepatnya, yang menimbulkan panic buying dan penimbunan BBM bersubsidi di masyarakat. Maka tidak mengherankan di banyak tempat muncul antrean panjang, bahkan disinyalir hilangkan BBM bersubsidi dari SPBU. Seruan menaikkan harga BBM bersubsidi dari Rumah Transisi, sebagaimana dijelaskan Presiden terpilih Joko Widodo, didasarkan kebutuhan atas satu ruang fiskal yang besar bagi pemerintah terpilih nanti untuk menjalankan program-programnya. Lebih lanjut, ruang fiskal ini dirasakan menyempit akibat adanya peningkatan jumlah subsidi BBM dalam RAPBN 2015 sebesar Rp44,6 triliun, hingga mencapai Rp363,53 triliun. Jadi sebenarnya seruan Rumah Transisi ini lebih menyorot RAPBN 2015, yang kini tengah dibahas di Dewan Perwakilan Rakyat, bukan terhadap APBN-P 2014. Namun merujuk pada hasil pertemuan kedua pemimpin di Bali (27/8), desakan untuk menaikkan harga BBM ini tidak digubris. Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono bertekad untuk tidak menaikkan lagi harga BBM bersubsidi hingga akhir masa pemerintahannya pada 20 Oktober 2014 nanti. Beberapa alasan kuat yang dimiliki Presiden SBY adalah sebagai berikut: Pertama, harga BBM bersubsidi sudah dinaikkan oleh pemerintah pada Juni 2013. Dampak dari kenaikan ini adalah lonjakan inflasi dan jumlah penduduk yang hidup di dalam kemiskinan (lonjakan 0,72% dari perkiraan). Maka bila dipaksakan adanya kenaikan lagi
  • 44. pada 2014, sudah hampir bisa dipastikan hal yang sama akan terulang: inflasi akan meningkat begitu juga angka kemiskinan, yang berujung pada tambahan penderitaan rakyat. 44 Kedua, pemerintahan SBY juga sudah menaikkan harga tarif dasar listrik (TDL) dan berencana menaikkan harga LPG 12 kilo dalam waktu dekat pada tahun ini. Kedua hal ini dipastikan akan memicu tingkat kenaikan harga-harga dan menambah beban kehidupan rakyat. Karena itu, pemerintah tidak sampai hati untuk menambahnya dengan menaikkan harga BBM bersubsidi. Ketiga, sejatinya dari kedua hal ini saja, kenaikan TDL, dan harga LPG 12 kilo, sudah terdapat ruang fiskal yang lebih dari cukup hingga akhir tahun. Sehingga tidak semestinya menggunakan alasan ini sebagai argumen menaikkan harga BBM bersubsidi pada APBN-P 2014. Keempat, terkait dengan APBN-P 2014, keputusan mengurangi kuota BBM bersubsidi dari 48 juta ke 46 juta kiloliter merupakan keputusan yang diambil bersama oleh pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat, yang di dalamnya juga terdapat fraksi-fraksi pendukung Jokowi- JK. Maka sebelum mendesakkan kenaikan harga BBM pada pemerintah SBY, ada baiknya Jokowi menanyakan terlebih dahulu ke partai-partai pendukungnya, termasuk ke Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan yang dahulu selalu menolak kenaikan harga BBM, apakah setuju dengan usulan kenaikan ini? Kelima, dalam APBN-P 2014 juga sesungguhnya terdapat catatan resmi yang memungkinkan pemerintah memasok BBM bersubsidi ke masyarakat lebih dari kuota yang ditetapkan sebesar 46 juta kiloliter. Akibatnya, lonjakan kuota seharusnya permasalahan yang harus dibesar-besarkan. Sementara kekurangan anggaran yang disebabkan lonjakan kuota ini, yang diperkirakan di dalam kisaran Rp35-38 triliun bisa ditutupi dari sisa anggaran lebih (SAL) APBN yang setiap tahunnya di kisaran Rp40-50 triliun, atau mengurangi lebih lanjut anggaran-anggaran kementerian/lembaga yang ada. Keenam, dalam hal RAPBN 2015. Pemerintahan SBY sudah mengalokasikan kuota BBM bersubsidi yang lebih dari cukup sebesar 48 juta kiloliter pada 2015. Di mana alokasi ini seharusnya cukup sampai dengan akhir 2015 tanpa perlu melakukan menaikkan harga. Dengan kata lain, pemerintah SBY tidak meninggalkan bom waktu kebutuhan menaikkan harga subsidi BBM dengan memberikan pilihan opsi yang luas pada pemerintahan mendatang. Tentu saja pilihan yang diambil nanti tergantung pada pertimbangan politik Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla kelak. Ketujuh, dengan momentum dan dukungan politik yang masih hangat dari rakyat, sungguh sangat disayangkan bila presiden dan wakil presiden terpilih mereduksi pilihan kebijakan yang akan diambil semata-mata menjadi menaikkan harga BBM atau tidak. Ada banyak pilihan dan alternatif kebijakan yang bisa diambil, baik dalam jangka pendek maupun menengah untuk mengatasi lonjakan subsidi tanpa menaikkan harga. Apalagi dalam visi dan misinya, saya tidak mengingat pasangan terpilih ada menyebutkan akan menaikkan harga BBM.
  • 45. 45 Yang saya ingat mereka akan melakukan konversi ke gas dan pembangunan infrastruktur, sebagai satu alternatif mengurangi subsidi BBM. Tentu saja menjadi hal yang patut dipertanyakan mengapa sekonyong-konyong terjadi perubahan pemikiran? Alhasil, bisa disimpulkan bahwa pemerintahan SBY-Boediono memiliki alasan yang sangat kuat untuk mempertahankan harga BBM bersubsidi hingga pengujung masa baktinya pada 20 Oktober 2014. Desakan untuk menaikkan harga BBM bersubsidi dari presiden terpilih hanya meningkatkan tensi suhu politik yang bukan pada tempatnya, dan malah bisa menjadi bumerang dalam perjalanan mereka selanjutnya. ● DR MOHAMAD IKHSAN MODJO Ekonom Senior/Ketua DPP Partai Demokrat
  • 46. 46 Diferensiasi Harga BBM untuk Keadilan Koran SINDO 1 September 2014 Tugas utama pemerintah adalah menjaga gawang keadilan. Hal ini karena pasar yang menghasilkan keseragaman harga buta terhadap perbedaan daya beli rakyat banyak. Tanpa menegakkan keadilan, keberadaan pemerintah menjadi tidak bermakna. Di negara liberal pun keberadaan pemerintah bertugas mengoreksi pasar dan merekayasa keadilan. Misalnya, pemerintah di berbagai negara menetapkan upah minimum yang bertujuan membuat keadilan pembagian nilai tambah antara pengusaha dan pekerja. Pada kesempatan atau ada momentum yang mengharuskan kenaikan harga BBM sekarang ini, sebagai penjaga gawang keadilan, pemerintah perlu memikirkan diferensiasi harga BBM sesuai daya beli masyarakat yang berbeda-beda. Jumlah subsidi dengan tingkat konsumsi sekarang ini memerlukan sekitar Rp360 triliun untuk menyubsidi pembelian BBM masyarakat. Subsidi ini tidak adil dan harus dihentikan karena dinikmati lebih besar oleh kelompok atas. Persoalannya, apakah kesempatan emas ini akan diselesaikan melalui jalan mudah, yaitu harga BBM bagi orang kaya dan miskin dinaikkan dengan jumlah yang sama? Katakanlah, harga diseragamkan pada Rp8.500 per liter. Itu bagi si miskin terasa berat, sedangkan bagi si kaya, walaupun subsidi sudah berkurang, tetap saja tidak tepat karena masih mendapat subsidi atas tindakannya mencemari udara. Dengan diferensiasi harga bisa diformulasi misalnya kelompok bawah hanya naik Rp500 atau tetap pada harga lama, tetapi kelompok atas tidak perlu diberi subsidi lagi mengikuti harga pasar di sekitar Rp11.000. Pilihan terakhir itulah yang perlu didiskusikan di sini karena menyangkut tugas utama pemerintah sebagai penjaga gawang keadilan. Berapa persen yang dianggap kelompok bawah dan atas? Katakanlah, setengah-setengah sehingga harga rata-rata yang dicapai Rp9.500 per liter. Dengan cara ini, kebutuhan subsidi jauh menurun dan diharapkan terdapat ruang fiskal baru Rp150-200 triliun yang sangat bermakna untuk membiayai infrastruktur dan pembangunan sumber daya manusia yang membentang begitu bervariasi dari Papua sampai Aceh. Diferensiasi harga merupakan cara yang tepat dan adil karena memperhatikan daya beli rakyat banyak. Program ini sebenarnya sudah ada dan bukan cara yang baru. Di bidang energi listrik sudah dilakukan dengan membuat harga berbeda antara pengguna keluarga miskin dan keluarga kaya untuk tujuan bisnis dan tujuan sosial. Di bidang BBM pemerintah melalui
  • 47. 47 Pertamina juga sudah membuat ketentuan diferensiasi harga dengan menjual beberapa jenis BBM seperti premium yang merupakan BBM bersubsidi dan pertamax yang tidak bersubsidi. Kenaikan harga BBM secara sama memang memudahkan administrasi pemerintah di mana premium mendekati pertamax tidak lain adalah mengikuti nature pasar, tetapi itu bagaimanapun menghilangkan derajat peran pemerintah sebagai penjaga keadilan. Ketidakefektifan diferensiasi harga sekarang disebabkan oleh kegagalan pemisahan konsumen. Seperti tertuang dalam peraturan pemerintah, kendaraan dinas pemerintah, BUMN, BUMD, sektor pertambangan, perkebunan, dan kehutanan tidak diperkenankan mengonsumsi BBM bersubsidi. Kenyataannya, petugas SPBU kesulitan dalam menyaring kendaraan bermotor yang hendak mengisi BBM. Ketentuan larangan ini perlu ditambah dengan mobil pribadi keluaran lima tahun terakhir. Untuk memudahkan petugas, ketentuan perlu diubah bukan siapa yang tidak boleh yang tentu saja menyulitkan petugas dalam beberapa menit, tetapi siapa yang boleh dengan menyerahkan voucher, katakanlah, dua literan. Target group harus membeli voucher ini di toko-toko ritel sambil membantu UMKM. Kuantitas vs Harga Di samping masalah harga, BBM juga menghadapi masalah kuantitas. Jumlah penduduk yang besar kurang dikembangkan budaya menggunakan transportasi massal, tetapi dikembangkan mobil murah yang mendorong konsumen marginal menjadi konsumen riil. Akibat itu, bisa diduga kebutuhan BBM terus menanjak. Sementara produksi minyak Indonesia justru menurun selama sepuluh tahun terakhir dengan penurunan sekitar 5% per tahun dari 1,094 juta barel per hari pada 2004 menjadi 850.000 barel pada 2013. Sekali lagi, sebenarnya moda transportasi massa kita misalnya kereta api Jabodetabek merupakan pilihan yang sangat baik, terutama bagi yang ingin terhindar dari kemacetan. Beberapa hal dapat ditingkatkan seperti jumlah armada masih kurang sepadan dengan jumlah penduduk sehingga masih berdiri berdesakan. Bila armada ditambah dan ruang berdiri diberi tambahan kursi, kenyamanan akan meningkat. Soal keamanan seperti pencopet dan tindak kekerasan susila bisa diatasi misalnya dengan menambah dan mengefektifkan gerbong khusus wanita dan menugaskan militer teritorial untuk membantu polisi yang jumlahnya tidak mencukupi membantu keamanan transportasi. Guna menurunkan jumlah kendaraan yang menyedot lebih banyak lagi BBM dan akhirnya anggaran subsidi negara, pajak kendaraan harus dinaikkan. Dengan meningkatkan harga kendaraan baik roda dua maupun roda empat, tentu laju pembelian kendaraan akan melambat dan laju kebutuhan kuantitas BBM akan bisa diperlambat. Lebih Jauh dengan Voucher BBM
  • 48. Bagaimana cara melakukan diferensiasi harga dengan tujuan meningkatkan skema keadilan di mana kelompok bawah membayar lebih rendah dan kelompok atas membayar lebih tinggi? Voucher sebaiknya dicetak oleh Perum Peruri dengan kualitas cetak seperti uang. Voucher ini dibeli oleh target group misalnya kelompok bawah, siswa dan mahasiswa, kendaraan umum, petani, dan nelayan. Pada masa depan mereka akan memiliki kartu kuota seperti kartu ponsel untuk membeli berapa banyak voucher yang bisa dibeli setahun. Pada jangka pendek ini, sebelum sistem elektronik siap, voucher tidak bisa dibeli oleh mobil pemerintah dan seterusnya yang didaftar dalam keputusan pemerintah yang selama ini dan perluasannya misalnya pemilik mobil yang berumur kurang dari lima tahun sehingga tercapai jumlah subsidi yang masuk akal. Dengan sistem voucher, SPBU tidak bisa menjual premium ke bukan yang berhak dengan uang tunai karena SPBU hanya bisa membeli BBM bersubsidi ke Pertamina juga dengan voucher. Apabila BBM dijual kepada yang tidak berhak dengan uang tunai, SPBU tidak bisa kulakan. Gagasan ini mungkin memiliki banyak kendala yang perlu disempurnakan di lapangan, tetapi yang penting wacana keadilan harus terus-menerus digulirkan untuk membantu si lemah dan memandirikan si kuat. ● 48 PROF BAMBANG SETIAJI Rektor Universitas Muhammadiyah Surakarta