1. PENDIDIKAN NASIONAL YANG BERMORAL
[6/06/2011 01:59:00 AM | 12 comments ]
Oleh Arif Luqman Nadhirin
Memang harus kita akui ada diantara (oknum) generasi muda saat ini yang mudah emosi dan
lebih mengutamakan otot daripada akal pikiran. Kita lihat saja, tawuran bukan lagi milik
pelajar SMP dan SLTA tapi sudah merambah dunia kampus (masih ingat kematian seorang
mahasiswa di Universitas Jambi, awal tahun 2002 akibat perkelahian didalam kampus). Atau
kita jarang (atau belum pernah) melihat demonstrasi yang santun dan tidak menggangu orang
lain baik kata-kata yang diucapkan dan prilaku yang ditampilkan. Kita juga kadang-kadang
jadi ragu apakah demonstrasi yang dilakukan mahasiswa murni untuk kepentingan rakyat
atau pesanan sang pejabat.
Selain itu, berita-berita mengenai tindakan pencurian kendaraan baik roda dua maupun
empat, penguna narkoba atau bahkan pengedar, pemerasan dan perampokan yang hampir
setiap hari mewarnai tiap lini kehidupan di negara kita tercinta ini banyak dilakukan oleh
oknum golongan terpelajar. Semua ini jadi tanda tanya besar kenapa hal tersebut terjadi?.
Apakah dunia Pendidikan (dari SD sampai PT) kita sudah tidak lagi mengajarkan tata susila
dan prinsip saling sayang - menyayangi kepada siswa atau mahasiswanya atau kurikulum
pendidikan tinggi sudah melupakan prinsip kerukunan antar sesama? Atau inikah hasil dari
sistim pendidikan kita selama ini ? atau Inikah akibat perilaku para pejabat kita?
Dilain pihak, tindakan korupsi, kolusi dan nepotisme yang membuat bangsa ini morat-marit
dengan segala permasalahanya baik dalam bidang keamanan, politik, ekonomi, sosial budaya
serta pendidikan banyak dilakukan oleh orang orang yang mempunyai latar belakang
pendidikan tinggi baik dalam negri maupun luar negri. Dan parahnya, era reformasi bukannya
berkurang tapi malah tambah jadi. Sehingga kapan krisis multidimensi inI akan berakhir
belum ada tanda-tandanya.
PERLU PENDIDIKAN YANG BERMORAL
Kita dan saya sebagai Generasi Muda sangat perihatin dengan keadaan generasi penerus atau
calon generasi penerus Bangsa Indonesai saat ini, yang tinggal, hidup dan dibesarkan di
dalam bumi republik ini. Untuk menyiapkan generasi penerus yang bermoral, beretika, sopan,
santun, beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa perlu dilakukan hal-hal yang
memungkin hal itu terjadi walaupun memakan waktu lama.
Pertama, melalui pendidikan nasional yang bermoral (saya tidak ingin mengatakan bahwa
pendidikan kita saat ini tidak bermoral, namun kenyataanya demikian di masyarakat). Lalu
apa hubungannya Pendidikan Nasional dan Nasib Generasi Penerus? Hubungannya sangat
2. erat. Pendidikan pada hakikatnya adalah alat untuk menyiapkan sumber daya manusia yang
bermoral dan berkualitas unggul. Dan sumber daya manusia tersebut merupakan refleksi
nyata dari apa yang telah pendidikan sumbangankan untuk kemajuan atau kemunduran suatu
bangsa. Apa yang telah terjadi pada Bangsa Indonesia saat ini adalah sebagai sumbangan
pendidikan nasional kita selama ini.
Pendidikan nasional selama ini telah mengeyampingkan banyak hal. Seharusnya pendidikan
nasional kita mampu menciptakan pribadi (generasi penerus) yang bermoral, mandiri, matang
dan dewasa, jujur, berakhlak mulia, berbudi pekerti luhur, berperilaku santun, tahu malu dan
tidak arogan serta mementingkan kepentingan bangsa bukan pribadi atau kelompok.Tapi
kenyataanya bisa kita lihat saat ini. Pejabat yang melakukan korupsi, kolusi dan nepotisme
baik di legislative, ekskutif dan yudikatif semuanya orang-orang yang berpendidikan bahkan
tidak tanggung-tanggung, mereka bergelar dari S1 sampai Prof. Dr. Contoh lainnya, dalam
bidang politik lebih parah lagi, ada partai kembar , anggota dewan terlibat narkoba,
bertengkar ketika sidang, gontok-gontokan dalam tubuh partai karena memperebutkan posisi
tertentu (Bagaimana mau memperjuangkan aspirasi rakyat kalau dalam diri partai saja belum
kompak).
Dan masih ingatkah ketika terjadi jual beli kata-kata umpatan ("bangsat") dalam sidang kasus
Bulog yang dilakukan oleh orang-orang yang mengerti hukum dan berpendidikan tinggi.
Apakah orang-orang seperti ini yang kita andalkan untuk membawa bangsa ini kedepan?
Apakah mereka tidak sadar tindak-tanduk mereka akan ditiru oleh generasi muda saat ini
dimasa yang akan datang? Dalam dunia pendidikan sendiri terjadi penyimpangan-
penyimpang yang sangat parah seperti penjualan gelar akademik dari S1 sampai S3 bahkan
professor (dan anehnya pelakunya adalah orang yang mengerti tentang pendidikan), kelas
jauh, guru/dosen yang curang dengan sering datang terlambat untuk mengajar, mengubah
nilai supaya bisa masuk sekolah favorit, menjiplak skripsi atau tesis, nyuap untuk jadi
pegawai negeri atau nyuap untuk naik pangkat sehingga ada kenaikan pangkat ala Naga
Bonar.
Di pendidikan tingkat menengah sampai dasar, sama parahnya, setiap awal tahun ajaran baru.
Para orang tua murid sibuk mengurusi NEM anaknya (untungsnya, NEM sudah tidak dipakai
lagi, entah apalagi cara mereka), kalau perlu didongkrak supaya bisa masuk sekolah-sekolah
favorit. Kalaupun NEM anaknya rendah, cara yang paling praktis adalah mencari lobby untuk
memasukan anaknya ke sekolah yang diinginkan, kalau perlu nyuap. Perilaku para orang tua
seperti ini (khususnya kalangan berduit) secara tidak langsung sudah mengajari anak-anak
mereka bagaimana melakukan kecurangan dan penipuan. (makanya tidak aneh sekarang ini
banyak oknum pejabat jadi penipu dan pembohong rakyat). Dan banyak lagi yang tidak perlu
saya sebutkan satu per satu dalam tulisan ini.
Kembali ke pendidikan nasional yang bermoral (yang saya maksud adalah pendidikan yang
bisa mencetak generasi muda dari SD sampai PT yang bermoral. Dimana proses pendidikan
harus bisa membawa peserta didik kearah kedewasaan, kemandirian dan bertanggung jawab,
tahu malu, tidak plin-plan, jujur, santun, berahklak mulia, berbudi pekerti luhur sehingga
mereka tidak lagi bergantung kepada keluarga, masyarakat atau bangsa setelah
menyelesaikan pendidikannya.Tetapi sebaliknya, mereka bisa membangun bangsa ini dengan
kekayaan yang kita miliki dan dihargai didunia internasional. Kalau perlu bangsa ini tidak
lagi mengandalkan utang untuk pembangunan. Sehingga negara lain tidak seenaknya
mendikte Bangsa ini dalam berbagai bidang kehidupan.
3. Dengan kata lain, proses transformasi ilmu pengetahuan kepada peserta didik harus dilakukan
dengan gaya dan cara yang bermoral pula. Dimana ketika berlangsung proses tranformasi
ilmu pengetahuan di SD sampai PT sang pendidik harus memiliki moralitas yang bisa
dijadikan panutan oleh peserta didik. Seorang pendidik harus jujur, bertakwa, berahklak
mulia, tidak curang, tidak memaksakan kehendak, berperilaku santun, displin, tidak arogan,
ada rasa malu, tidak plin plan, berlaku adil dan ramah di dalam kelas, keluarga dan
masyarakat. Kalau pendidik mulai dari guru SD sampai PT memiliki sifat-sifat seperti diatas.
Negara kita belum tentu morat-marit seperti ini.
Kedua, Perubahan dalam pendidikan nasional jangan hanya terpaku pada perubahan
kurikulum, peningkatan anggaran pendidikan, perbaikan fasilitas. Misalkan kurikulum sudah
dirubah, anggaran pendidikan sudah ditingkatkan dan fasilitas sudah dilengkapi dan gaji
guru/dosen sudah dinaikkan, Namun kalau pendidik (guru atau dosen) dan birokrat
pendidikan serta para pembuat kebijakan belum memiliki sifat-sifat seperti diatas, rasanya
perubahan-perubahan tersebut akan sia-sia. Implementasi di lapangan akan jauh dari yang
diharapkan Dan akibat yang ditimbulkan oleh proses pendidikan pada generasi muda akan
sama seperti sekarang ini. Dalam hal ini saya tidak berpretensi menyudutkan guru atau dosen
dan birokrat pendidikan serta pembuat kebijakan sebagai penyebab terpuruknya proses
pendidikan di Indonesia saat ini. Tapi adanya oknum yang berperilaku menyimpang dan tidak
bermoral harus segera mengubah diri sedini mungkin kalau menginginkan generasi seperti
diatas.
Selain itu, anggaran pendidikan yang tinggi belum tentu akan mengubah dengan cepat
kondisi pendidikan kita saat ini. Malah anggaran yang tinggi akan menimbulkan KKN yang
lebih lagi jika tidak ada kontrol yang ketat dan moralitas yang tinggi dari penguna anggaran
tersebut. Dengan anggaran sekitar 6% saja KKN sudah merajalela, apalagi 20-25%.
Ketiga, Berlaku adil dan Hilangkan perbedaan. Ketika saya masih di SD dulu, ada beberapa
guru saya sangat sering memanggil teman saya maju kedepan untuk mencatat dipapan tulis
atau menjawab pertanyaan karena dia pintar dan anak orang kaya. Hal ini juga berlanjut
sampai saya kuliah di perguruan tinggi. Yang saya rasakan adalah sedih, rendah diri, iri dan
putus asa sehingga timbul pertanyaan mengapa sang guru tidak memangil saya atau yang
lain. Apakah hanya yang pintar atau anak orang kaya saja yang pantas mendapat perlakuan
seperti itu.? Apakah pendidikan hanya untuk orang yang pintar dan kaya?Dan mengapa saya
tidak jadi orang pintar dan kaya seperti teman saya? Bisakah saya jadi orang pintar dengan
cara yang demikian?
Dengan contoh yang saya rasakan ini (dan banyak contoh lain yang sebenarnya ingin saya
ungkapkan), saya ingin memberikan gambaran bahwa pendidikan nasional kita telah berlaku
tidak adil dan membuat perbedaan diantara peserta didik. Sehingga generasi muda kita secara
tidak langsung sudah diajari bagaimana berlaku tidak adil dan membuat perbedaan. Jadi,
pembukaan kelas unggulan atau kelas akselerasi hanya akan membuat kesenjangan sosial
diantara peserta didik, orang tua dan masyarakat. Yang masuk di kelas unggulan belum tentu
memang unggul, tetapi ada juga yang diunggul-unggulkan karena KKN. Yang tidak masuk
kelas unggulan belum tentu karena tidak unggul otaknya tapi karena dananya tidak unggul.
Begitu juga kelas akselerasi, yang sibuk bukan peserta didik, tapi para orang tua mereka
mencari jalan bagaimana supaya anaknya bisa masuk kelas tersebut.
Kalau mau membuat perbedaan, buatlah perbedaan yang bisa menumbuhkan peserta didik
yang mandiri, bermoral. dewasa dan bertanggungjawab. Jangan hanya mengadopsi sistem
4. bangsa lain yang belum tentu cocok dengan karakter bangsa kita. Karena itu, pembukaan
kelas unggulan dan akselerasi perlu ditinjau kembali kalau perlu hilangkan saja.
Contoh lain lagi , seorang dosen marah-marah karena beberapa mahasiswa tidak membawa
kamus. Padahal Dia sendiri tidak pernah membawa kamus ke kelas. Dan seorang siswa yang
pernah belajar dengan saya datang dengan menangis memberitahu bahwa nilai Bahasa
Inggrisnya 6 yang seharusnya 9. Karena dia sering protes pada guru ketika belajar dan tidak
ikut les dirumah guru tersebut. Inikan! contoh paling sederhana bahwa pendidikan nasional
kita belum mengajarkan bagaimana berlaku adil dan menghilangkan Perbedaan.
PEJABAT HARUS SEGERA BERBENAH DIRI DAN MENGUBAH PERILAKU
Kalau kita menginginkan generasi penerus yang bermoral, jujur, berakhlak mulia, berbudi
pekerti luhur, berperilaku santun, bermoral, tahu malu dan tidak arogan serta mementingkan
kepentingan bangsa bukan pribadi atau kelompok. Maka semua pejabat yang memegang
jabatan baik legislative, ekskutif maupun yudikatif harus berbenah diri dan memberi contoh
dulu bagaimana jujur, berakhlak mulia, berbudi pekerti luhur, berperilaku santun, bermoral,
tahu malu dan tidak arogan serta mementingkan kepentingan bangsa bukan pribadi atau
kelompok kepada generasi muda mulai saat ini.
Karena mereka semua adalah orang-orang yang berpendidikan dan tidak sedikit pejabat yang
bergelar Prof. Dr. (bukan gelar yang dibeli obral). Mereka harus membuktikan bahwa mereka
adalah hasil dari sistim pendidikan nasional selama ini. Jadi kalau mereka terbukti salah
melakukan korupsi, kolusi dan nepotisme, jangan cari alasan untuk menghindar. Tunjukan
bahwa mereka orang yang berpendidikan , bermoral dan taat hukum. Jangan bohong dan
curang. Apabila tetap mereka lakukan, sama saja secara tidak langsung mereka (pejabat)
sudah memberikan contoh kepada generasi penerus bahwa pendidikan tinggi bukan jaminan
orang untuk jujur, berakhlak mulia, berbudi pekerti luhur, berprilaku santun, bermoral, tahu
malu dan tidak arogan serta mementingkan kepentingan bangsa bukan pribadi atau kelompok.
Jadi jangan salahkan jika generasi mudah saat ini meniru apa yang mereka (pejabat) telah
lakukan . Karena mereka telah merasakan, melihat dan mengalami yang telah pejabat lakukan
terhadap bangsa ini.
Selanjutnya, semua pejabat di negara ini mulai saat ini harus bertanggungjawab dan konsisten
dengan ucapannya kepada rakyat. Karena rakyat menaruh kepercayaan terhadap mereka mau
dibawah kemana negara ini kedepan. Namun perilaku pejabat kita, lain dulu lain sekarang.
Sebelum diangkat jadi pejabat mereka umbar janji kepada rakyat, nanti begini, nanti begitu.
Pokoknya semuanya mendukung kepentingan rakyat. Dan setelah diangkat, lain lagi
perbuatannya. Contoh sederhana, kita sering melihat di TV ruangan rapat anggota DPR
(DPRD) banyak yang kosong atau ada yang tidur-tiduran. Sedih juga melihatnya. Padahal
mereka sudah digaji, bagaimana mau memperjuangkan kepentingan rakyat. Kalau ke kantor
hanya untuk tidur atau tidak datang sama sekali. Atau ada pengumuman di Koran, radio atau
TV tidak ada kenaikan BBM, TDL atau tariff air minum. Tapi beberapa minggu atau bulan
berikutnya, tiba-tiba naik dengan alasan tertentu. Jadi jangan salahkan mahasiswa atau rakyat
demonstrasi dengan mengeluarkan kata-kata atau perilaku yang kurang etis terhadap pejabat.
Karena pejabat itu sendiri tidak konsisten. Padahal pejabat tersebut seorang yang bergelar S2
atau bahkan Prof. Dr. Inikah orang-orang yang dihasilkan oleh pendidikan nasional kita
selama ini?
Harapan
Dengan demikian, apabila kita ingin mencetak generasi penerus yang mandiri, bermoral,
5. dewasa dan bertanggung jawab. Konsekwensinya, Semua yang terlibat dalam dunia
pendidikan Indonesia harus mampu memberikan suri tauladan yang bisa jadi panutan
generasi muda. jangan hanya menuntut generasi muda untuk berperilaku jujur, berakhlak
mulia, berbudi pekerti luhur, berprilaku santun, bermoral, tahu malu dan tidak arogan serta
mementingkan kepentingan bangsa bukan pribadi atau kelompok.
Tapi para pemimpin bangsa ini tidak melakukannya. Maka harapan tinggal harapan saja.
Karena itu, mulai sekarang, semua pejabat mulai dari level tertinggi hingga terendah di
legislative, eksekutif dan yudikatif harus segera menghentikan segala bentuk petualangan
mereka yang hanya ingin mengejar kepentingan pribadi atau kelompok sesaat dengan
mengorbankan kepentingan negara. Sehingga generasi muda Indonesia memiliki panutan-
panutan yang bisa diandalkan untuk membangun bangsa ini kedepan.