SlideShare a Scribd company logo
1 of 158
1
DAFTAR ISI
MENYELAMATKAN APBN
M Ikhsan Modjo 4
PEMBIAYAAN SYARIAH DAN PERCEPATAN INFRASTRUKTUR
Candra Fajri Ananda 8
SUMBER KEKAYAAN LOKAL UNTUK INFRASTRUKTUR
Herry Vaza 14
PELEMBAGAAN SISTEM PEMBAYARAN
Achmad Deni Daruri 17
PERLUKAH CSR DIATUR UNDANG-UNDANG?
Zainal Abidin 20
PILIH SAHAM PRANCIS ATAU SAHAM ITALIA?
Lukas Setia Atmaja 23
DISRUPT YOURSELF OR SOMEONE ELSE WILL
Yuswohady 25
TUMBUH 7% DARI PINGGIRAN
Arif Budimanta 28
KOORDINASI POLRI-OJK BISA CEGAH INVESTASI BODONG
Bambang Soesatyo 31
MEA DAN TANTANGAN INDUSTRI KREATIF
Anggawira 34
GOVERNANSI EKONOMI, BUKAN SEKADAR PERPENDEK RANTAI
Bustanul Arifin 37
BRISAT: ERA BARU TEKNOLOGI KOMUNIKASI BANK
Sunarsip 40
TERMINAL 3 ULTIMATE SOETTA
Rhenald Kasali 43
BRISAT SENJATA AMPUH HADAPI MEA
Paul Sutaryono 47
BERKAH MAKAN TERMAHAL
Lukas Setia Atmaja 50
MENGEMBALIKAN MARWAH BAPPENAS
2
Candra Fajri Ananda 52
MEMBACA RAPBNP 2016: PENTINGNYA KREDIBILITAS
Mukhamad Misbakhun 56
BREXIT DAN CINA
Dinna Wisnu 59
BRISAT DAN DISRUPTION DI BISNIS PERBANKAN
Rhenald Kasali 62
SATELIT MEMBANGUN BANGSA
Thomas Djamaluddin 67
INOVASI RANCANG BANGUN INFRASTRUKTUR YANG EFISIEN
Arie Setiadi Moerwanto 71
TRANSFORMASI BRANDING BRI
Yuswohady 74
LEBARAN KUDA DAN INDUSTRI SEPAKBOLA
Lukas Setia Atmaja 76
NU DAN KEMANDIRIAN EKONOMI UMAT
A Helmy Faishal Zaini 78
KETIKA FANTASI BERJAYA: BREXIT
Firman Noor 81
BREXIT DAN PSIKOLOGI RUMIT INGGRIS
Muhammad Takdir 84
BREXIT DAN PILIHAN KEBIJAKAN EKONOMI
Firmanzah 87
KESEIMBANGAN BARU PASCA-BREXIT
Dzulfian Syafrian 90
KETIKA CINA MENGUASAI DUNIA
Rahman Mangussara 93
KELAUTAN UNTUK PACU EKONOMI
Rokhmin Dahuri 96
MASA DEPAN INDUSTRI PERTAHANAN NASIONAL
Silmy Karim 100
MENAKAR IMPLIKASI BREXIT
Sunarsip 104
3
MENJADI KORAN MULTIPLATFORM
Hary Tanoesoedibjo 107
SEPULUH PRINSIP KEUANGAN
Lukas Setia Atmaja 109
#PESONALEBARAN
Yuswohady 111
MENJAGA DEONTOLOGI TAX AMNESTY
Candra Fajri Ananda 113
MENGENAL KONTRAK OPSI SAHAM
Lukas Setia Atmaja 117
PESAN BREXIT UNTUK MEA
Candra Fajri Ananda 119
TAX AMNESTY, APBN-P, DAN HANTU 3 PERSEN
Berly Martawardaya 124
KESENJANGAN DAN RASIALISME DI AS
Dinna Wisnu 127
DI LAUT KITA KARUT-MARUT
Ukay Karyadi 130
QUO VADIS KOPERASI?
Mukhaer Pakkanna 133
BREXIT
Rhenald Kasali 136
FENOMENA POKEMON GO: SOLUSI UNTUK SIAPA?
Amalia E Maulana 140
MENATA ULANG EKONOMI MUDIK
Khudori 143
CANDU POKEMON
Yuswohady 146
MENANGKAP (SAHAM) POKEMON
Lukas Setia Atmaja 149
SINYAL POSITIF TAX AMNESTY
Mukhamad Misbakhun 151
PEMUDA WIRAUSAHA DALAM DERAP EKONOMI INDONESIA
Al Busyra Basnur 155
4
Menyelamatkan APBN
06-06-2016
Salah satu pertaruhan penting dari perekonomian kita pada 2016 adalah bagaimana
menerapkan kebijakan fiskal yang efektif dan aman.
Kebijakan fiskal yang efektif akan menstimulus pertumbuhan melalui efek multiplier belanja
negara pada permintaan investasi dan konsumsi masyarakat. Kebijakan fiskal juga berfungsi
sebagai alat pemerataan, melalui belanja sosial dan subsidi negara pada rakyat dan sektor-
sektor perekonomian yang membutuhkan.
Dalam hal ini, pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) sejak awal menganut rezim
fiskal yang agresif. Tingkat pertumbuhan dipatok sebesar 5,5% pada 2014, naik menjadi
5,7% pada 2015 dan kemudian direvisi menjadi 5,3% di 2016. Dari asumsi ini, penerimaan
negara di sektor perpajakan ditargetkan meningkat 21,6% dari Rp1.246 triliun pada Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2014 menjadi Rp1.489 triliun pada
APBNP 2015, untuk kemudian meningkat lagi menjadi Rp1.547 triliun pada APBN 2016.
Keagresifan rezim fiskal juga tergambar dari postur belanja negara yang ditargetkan
meningkat sekitar 11,0% dari Rp1.876 triliun pada 2014 menjadi Rp2.096 triliun pada 2016.
Untuk membiayai postur agresif ini, pemerintah memperlebar defisit anggaran dengan
mengandalkan pembiayaan dari dalam dan luar negeri. Pos pembiayaan dalam negeri tercatat
meningkat 6,8% dari Rp225 triliun pada 2014 ke angka Rp273 triliun pada 2016. Sementara
pos pembiayaan utang luar negeri meningkat tajam sebesar 32,7% dari Rp54 triliun pada
2014 menjadi Rp75,1 triliun pada 2016.
***
Sayang, keagresifan fiskal ini tidak didukung oleh realitas makroekonomi. Asumsi
pertumbuhan dalam APBNP 2014 dan 2015 terbukti meleset dari perkiraan. Realisasi
pertumbuhan pada 2014 dan 2015 tercatat hanya sebesar 5,1% dan 4,8%. Angka ini lebih
rendah di bawah angka yang ditetapkan sebesar 5,5% dan 5,7%.
Salah satu implikasinya adalah tidak tercapainya target penerimaan negara. Ini pada
gilirannya menyebabkan peningkatan defisit anggaran. Realisasi defisit pada 2014 mencapai
Rp227 triliun atau 2,3% dari PDB, meningkat menjadi Rp292 triliun atau 2.5% dari PDB
pada 2015. Bertambah lebarnya defisit mengakibatkan angka keseimbangan primer pun
memburuk dari minus Rp93,3 triliun pada 2014 menjadi minus Rp136 triliun pada 2015.
5
Pelebaran defisit agaknya akan berlanjut pada 2016 bila tidak dilakukan langkah antisipasi.
Hal ini didasarkan pada dua hal. Pertama, pertumbuhan ekonomi Indonesia diprediksikan
tidak akan mencapai target yang diasumsikan sebesar 5,3% pada APBN 2016. Pertumbuhan
triwulan pertama 2016 tercatat hanya sebesar 4,92%, yang meleset dari angka yang
diharapkan.
Kedua, kecenderungan berlanjutnya pelebaran defisit anggaran negara juga diindikasikan
oleh angka realisasi penerimaan dan belanja sampai dengan Maret 2016. Dari perbandingan
angka realisasi APBN triwulan pertama di tiga tahun terakhir terlihat bahwa kemampuan
realisasi penerimaan Indonesia terus memburuk. Realisasi pajak yang mencapai Rp246 triliun
(19%) pada 2014 turun menjadi Rp236 triliun (16%) pada 2015, dan terus tergerus menjadi
Rp205 triliun (13%) pada akhir 2016. Demikian pula penerimaan bukan pajak yang sempat
meningkat dari Rp42 triliun (11%) pada 2014, ke angka Rp48 triliun (18%) pada 2015,
ternyata kemudian menurun menjadi Rp43 triliun (13%) pada 2016.
Sementara angka realisasi belanja cenderung meningkat. Realisasi belanja pemerintah pusat
misalnya naik dari Rp165 triliun (11%) ke angka Rp197 triliun (18%) pada 2015, lalu sedikit
turun menjadi Rp194 triliun (16%) pada 2016. Adapun realisasi belanja daerah walau
menurun secara persentase tetap meningkat secara total selama 2014-2016. Realisasi belanja
daerah naik dari Rp122 triliun (19%) pada 2014 menjadi Rp170 triliun (16%) pada 2015 dan
Rp197 triliun (13%) pada 2016.
Tren ini mengindikasikan lampu kuning bagi keuangan negara. Pelebaran angka defisit
dipastikan akan terjadi bila tidak dilakukan penyesuaian. Angka defisit pada APBN 2016
bahkan bisa menembus batas maksimal sebesar 3% yang ditetapkan dalam Undang-Undang
Keuangan Negara (UU Nomor 17 Tahun 2003), yang berarti pemerintah berpotensi
melakukan pelanggaran undang-undang.
Dalam hal ini, defisit anggaran sendiri bukan suatu hal yang tabu. Defisit bisa berdampak
positif baik bila diperuntukkan untuk kegiatan produktif seperti pemberian stimulus bagi
perekonomian melalui pembangunan infrastruktur. Sebaliknya, defisit bisa berdampak buruk
bila disebabkan kekurangan penerimaan negara atau belanja bagi kegiatan yang tidak
produktif.
Untuk yang terakhir, perlebaran defisit, atau menambal kekurangan sisi penerimaan melalui
pembiayaan dari utang akan membawa komplikasi lanjutan pada perekonomian. Tingginya
angka defisit akan menekan kredit dan meningkatkan suku bunga pinjaman di sektor swasta,
serta menekan tingkat konsumsi dan net ekspor. Ujungnya adalah tingkat pertumbuhan yang
semakin rendah.
Dari postur anggaran yang ada, defisit yang terjadi lebih diperuntukkan pada jenis belanja
yang kurang produktif. Porsi kenaikan belanja terbesar sepanjang 2014-2016 justru belanja
yang sifatnya rutin seperti belanja barang (51%) dan belanja pegawai (29,6%) pemerintah
pusat. Sementara belanja modal yang bisa menjadi stimulus hanya mengalami kenaikan
6
22,6%. Pos belanja sosial dan subsidi yang dalam jangka pendek bahkan berguna untuk
mempertahankan konsumsi masyarakat, khususnya yang menengah ke bawah, mengalami
pemotongan drastis sebesar berturut-turut 56,6% dan 79,2%.
Peruntukan defisit bagi pembiayaan yang kurang produktif ini juga terungkap dari pos
pembiayaan APBN. Kenaikan pembiayaan dari pinjaman luar negeri pemerintah selama
2014-2016 lebih bersifat sebagai pinjaman program, bukan pinjaman proyek. Pos
pembiayaan luar negeri yang bersifat pinjaman program tercatat meningkat sebesar 77,8%
dari Rp16,9 triliun pada 2014 menjadi Rp36,8 triliun pada 2016. Sementara pada periode
yang sama, lonjakan pada pinjaman proyek hanya sebesar 2,8% dari Rp37,2 triliun menjadi
Rp38.3 triliun.
Pembiayaan dari utang luar negeri yang bersifat program ini lebih banyak berfungsi sebagai
budget support dari belanja barang dan pegawai pemerintah ketimbang untuk pembangunan
infrastruktur dan pengentasan kemiskinan secara langsung. Dus, efektivitasnya sebagai
stimulus pertumbuhan hanya bersifat sekunder.
***
Untuk itu, opsi lain untuk melakukan fiscal adjustment di luar pelebaran angka defisit harus
diambil. Implementasinya bisa melalui pengurangan belanja negara atau penambahan
penerimaan negara melalui pajak, atau keduanya. Saat ini pemerintah tengah mengupayakan
keduanya yang rencananya akan diajukan pada APBNP 2016. Beberapa langkah ini antara
lain adalah pemotongan anggaran kementerian dan lembaga sebesar Rp50 triliun melalui
Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 4/2016.
Langkah lainnya adalah pemotongan dana alokasi khusus daerah sebesar 10% melalui Surat
Edaran Menteri Keuangan SE-10/MK.07/2016, yang bila efektif dilakukan akan memotong
anggaran transfer daerah sebesar Rp21 triliun. Kebijakan tambahan yang tengah diwacanakan
juga adalah pemotongan subsidi BBM lebih lanjut sebesar Rp23,8 triliun.
Di sisi penerimaan, langkah yang disiapkan pemerintah untuk menggenjot penerimaan adalah
menerapkan kebijakan tax amnesty atau pengampunan pajak. Pemerintah menargetkan ada
tambahan penerimaan pajak sebesar Rp160 triliun pada revisi APBN 2016 untuk menambal
defisit.
Dalam hal ini ada beberapa hal yang bisa disoroti dari langkah penyelamatan ini. Pertama,
fiscal adjustment berupa pemotongan anggaran belanja pemerintah adalah hal yang tepat.
Seyogianya, langkah ini bisa dibarengi dengan fiscal switching dari anggaran yang bersifat
rutin ke anggaran yang bersifat memberikan stimulus. Dengan kata lain, kesempatan ini bisa
digunakan untuk merelokasikan anggaran dari belanja pegawai dan barang pada belanja yang
bersifat modal. Dengan cara ini, pengurangan belanja negara tidak bersifat kontradiktif,
bahkan justru sebaliknya.
7
Kedua, dari sisi penerimaan, pemerintah perlu menyiapkan langkah antisipasi bila tax
amnesty gagal. Langkah antisipasi ini diperlukan mengingat terdapat kontroversi dari sisi
hukum, keadilan, dan waktu implementasi yang membuatnya bisa gagal diterapkan.
Dari sisi hukum, kebijakan ini berbenturan dengan UU Perpajakan dan UU Perbankan. Tidak
ada waktu cukup untuk merevisi dua UU ini untuk memuluskan kebijakan tax amnesty. Dari
sisi keadilan, ada rasa keadilan sosial yang terkoyak ketika para pengemplang pajak bisa
menghindari sanksi administrasi dan pidana dengan hanya membayar tarif tebusan sebesar 1-
6%. Begitu juga, one-off policy ala tax amnesty bisa menyebabkan rusaknya struktur
penerimaan negara pada masa mendatang dengan membesarnya penerimaan secara tidak
proporsional secara tidak berkesinambungan.
Ketiga, terkait dengan poin di atas, seperti ekspektasi peningkatan penerimaan pajak,
ekspektasi tambahan penerimaan negara dari kebijakan tax amnesty adalah tidak
realistis. Angka estimasi sebesar Rp160 triliun dirasakan terlampau optimistik oleh banyak
lembaga termasuk Bank Indonesia, yang penerimaan paling tinggi akan berkisar di angka
Rp60 triliun. Dengan kata lain, ada kekurangan sekitar Rp100 triliun yang perlu diantisipasi
dengan kebijakan lain. Kebijakan inilah yang perlu segera dituangkan secara eksplisit
sehingga publik bisa menilai keseriusan dari langkah penyelamatan fiskal yang diambil
pemerintah.
DR M IKHSAN MODJO
Ekonom Senior; Wakil Sekjen DPP Partai Demokrat
8
Pembiayaan Syariah dan Percepatan
Infrastruktur
07-06-2016
Perkembangan ekonomi Indonesia di awal tahun 2016 ditandai dengan capaian pertumbuhan
ekonomi pada kuartal pertama yang terangkum sebesar 4,92% (BPS, 2016).
Capaian ini jelas belum memenuhi target yang dicanangkan pemerintah di kisaran 5% ke atas
atau bahkan lebih rendah bila dibandingkan dengan angka pertumbuhan pada triwulan IV-
2015 yang mencapai 5,04%. Namun kabar baiknya jika dibandingkan pada periode yang
sama setahun silam (triwulan I-2015) yang hanya terhimpun sebesar 4,73%, pertumbuhan
ekonomi kita pada tahun ini menunjukkan tren yang lebih menjanjikan.
Lembaga pemeringkat Fitch Ratings (Fitch) juga kembali mengafirmasi peringkat Indonesia
pada level layak investasi (investment grade) pada 23 Mei 2016 yang lalu walaupun lembaga
pemeringkat S&P sedikit memberikan nilai agak berbeda. Fitch menyatakan bahwa reformasi
struktural (mulaidari paket kebijakan ekonomi serta formula penetapan upah minimum) mulai
menunjukkan dampak terhadap pertumbuhan ekonomi sehingga berpengaruh positif terhadap
sentimen pasar sebagaimana ditunjukkan dengan stabilnya nilai tukar rupiah.
Meski demikian Presiden Joko Widodo tampaknya belum cukup puas dengan indikator
pertumbuhan ekonomi yang ada. Presiden menyinyalir salah satu penyebab belum
optimalnya mesin pertumbuhan ekonomi nasional adalah rendahnya tingkat penyerapan
anggaran pada kementerian/lembaga pemerintahan (K/L). Menteri Keuangan Bambang
Brodjonegoro menambahkan keterangan bahwa baru 15 K/L yang pada kuartal pertama
sudah melakukan proses penyerapan anggaran meskipun mayoritas penyerapannya masih
berada di bawah 20%.
Masalah ini seakan-akan sudah terdengar sebagai tradisi klasik dan menjelaskan bahwa
birokrasi di lingkungan pemerintah belum bisa diajak berlari menyesuaikan dengan
perubahan kebijakan yang terjadi saat ini secara efektif dan progresif. Saat ini pemerintah
sangat fokus pada kebijakan yang menstimulasi pertumbuhan, sayangnya reformasi birokrasi
yang dijalankan belum menampakkan hasil sesuai yang diharapkan. Pembenahan proses
hulu-hilir politik anggaran perlu terus ditingkatkan agar kebijakan anggaran dan kualitas
layanan publik tidak terus-menerus kehilangan momentum.
***
9
Menurut catatan BPS, dalam beberapa tahun terakhir pengeluaran (konsumsi) pemerintah
secara nominal memang hanya berkontribusi sekitar 6-10% terhadap total PDB. Namun
belanja pemerintah tetap memiliki posisi vital dalam pembangunan ekonomi, terutama yang
berkaitan kebutuhan belanja strategis seperti di bidang pendidikan dan kesehatan, subsidi
yang menunjang daya beli masyarakat, serta pengembangan infrastruktur.
Sejak era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melalui dokumen MP3EI-nya yang dirilis
pada 2011 silam, pemerintah seperti semakin tersadarkan bahwa pembangunan infrastruktur
perlu dikedepankan untuk membangun konektivitas antarwilayah demi menumbuhkan
pembangunan kesejahteraan yang inklusif. Kiprah ini tetap dilanjutkan, bahkan semakin
diperkuat di era Presiden Joko Widodo.
Beliau mengambil langkah berani dengan mengeluarkan kebijakan yang sangat tidak populis
dengan mengurangi belanja subsidi bahan bakar minyak (BBM) dengan alasan yang rasional,
yaitu untuk menambah pundi-pundi belanja untuk pengembangan infrastruktur strategis.
Langkah-langkah yang dilakukan Presiden ini sejalan dengan pemikiran Grigg dan Fontane
(2000) yang menjelaskan bagaimana infrastruktur akan meningkatkan efisiensi dan
produktivitas suatu wilayah karena masyarakatnya memiliki akses sumber daya ekonomi
yang dibutuhkan untuk kegiatan-kegiatan produktif. World Bank (2014) sudah mengingatkan
bagaimana pentingnya pembangunan infrastruktur untuk kepentingan pembangunan dalam
negeri.
Dalam satu dekade terakhir, Indonesia nyaris selalu kehilangan potensi pertumbuhan 1%
akibat alokasi belanja infrastruktur yang kurang memadai. Apalagi postur anggaran yang
diperuntukkan bagi pembangunan infrastruktur baik itu dari APBN maupun APBD rata-rata
berada di bawah 4%. Efek buruknya selain terbukti telah menghambat laju pertumbuhan,
terbatasnya pergerakan infrastruktur juga memperberat upaya penurunan tingkat kesenjangan
antarwilayah dan penduduk.
Dalam perencanaan jangka menengah, Presiden Joko Widodo pada masa baktinya saat ini
sudah menetapkan fokus pembangunan untuk jenis-jenis infrastruktur yang berfungsi
memperkuat konektivitas antarwilayah serta sarana dan prasarana yang betul-betul berkaitan
dengan hajat hidup banyak orang sehingga alokasi belanja yang berkaitan dengan
infrastruktur akan banyak terserap untuk pembangunan sarana dan prasarana transportasi
(baik darat, laut maupun udara), energi seperti listrik, gas, dan BBM, serta irigasi untuk
pertanian (Kementerian Keuangan, 2016).
***
Dalam dokumen RPJMN Nawacita 2015-2019 yang disusun pemerintah, Kementerian
Keuangan (2016) mencatat total pendanaan yang diperlukan untuk pembangunan
infrastruktur di seluruh Indonesia dalam kurun waktu tersebut diperkirakan mencapai
Rp4.796,2 triliun.
10
Dari data tersebut disajikan proyeksi kemampuan pendanaan yang disediakan pemerintah
maksimal hanya 63,48% dari total kebutuhan pendanaan, dengan perincian sumbangsih
APBN dan APBD sebesar 41,25% dan pembiayaan dari BUMN diperkirakan tidak lebih dari
22,23%. Perhitungan ini disusun Bappenas dengan proyeksi skala optimistis dengan prasyarat
proses pertumbuhan ekonomi dan nilai pendapatan negara mampu dicapai sesuai dengan
target yang dicanangkan.
Namun jika kita berpikir realistis, sangat mungkin hitungan-hitungan tersebut akan mendapat
banyak revisi sebagaimana yang terjadi belakangan ini pada target pertumbuhan ekonomi dan
pendapatan negara dari pajak. Belum lagi dengan kondisi keuangan negara yang tengah
kembang kempis akibat kerentanan fiskal dengan faktor pendorong meliputi depresiasi nilai
tukar rupiah, pelemahan harga komoditas strategis serta kondisi perbankan yang masih dalam
proses penyesuaian tingkat bunga di bawah 2 digit.
Dengan posisi kas negara yang begitu terbatas, pemerintah wajib memutar otaknya lebih
cepat untuk menyediakan pembiayaan alternatif. Karena, belakangan ini, semangat
pemerintah untuk meningkatkan pertumbuhan infrastruktur yang merata mulai terhadang
tembok raksasa yang bernama ”pendanaan”.
Target penerimaan negara dari pajak tengah menghadapi situasi genting karena pemerintah
sendiri tampak kurang percaya diri untuk mampu memenuhi besaran target penerimaan pajak.
Pemerintah yang sudah telanjur banyak menabur janji pembangunan pada akhirnya memilih
jalur pintas melalui utang luar negeri (ULN) untuk membiayai sebagian besar proses
pembangunan infrastruktur.
Presiden Jokowi sudah sangat giat mempromosikan ke berbagai negara untuk memberikan
dana hibah dan/atau pinjaman kepada Indonesia. Sementara ini hingga akhir kuartal I-2016,
total rasio ULN sudah mencapai 36,5% seiring dengan meningkatnya capaian ULN pada
periode ini sebesar 5,7% (BI, 2016). Rasio ini semakin mengukuhkan tingkat ketergantungan
yang cukup tinggi terhadap ULN demi menjaga defisit APBN tetap di bawah 3%.
Pada akhir tahun 2015, hampir saja kita terancam melebihi ambang batas dengan hasil akhir
yang sudah mencapai 2,8% saat target pajak kita mencapai 70% saja. Kita perlu bersyukur
pada akhirnya pemerintah berhasil mencapai target penerimaan pajak di atas 80%. Akan
tetapi jika beban pembiayaan di luar APBN dan APBD sepenuhnya dicurahkan hanya dari
ULN, akan sangat riskan mengingat kita memiliki batasan rasio ULN terhadap PDB
maksimal 60% (UU No. 17 Tahun 2003), selain itu kita perlu menghindari adanya desas-
desus yang mengungkapkan bahwa ULN tidak terlepas dari tendensi politik dari
lembaga/negara pemberi utang.
***
Untuk menjawab tantangan pembiayaan infrastruktur, pemerintah sudah merilis skema
creative financing. Selain sumber pendanaan dari APBN, APBD, dan BUMN, pemerintah
11
akan berupaya mengembangkan pembiayaan melalui kerja sama pemerintah dengan badan
usaha (KPBU) serta PPP. Beberapa proyek infrastruktur cukup menarik untuk ditawarkan
kepada investor-investor swasta untuk melakukan pembiayaan bersama khususnya pada jenis
proyek yang mempunyai nilai komersial atau yang bersifat cost-recovery.
Sementara ini upaya strategis pemerintah melalui wacana tax amnesty sedikit memberikan
angin segar jika berhasil dioperasikan. Walaupun DPR dan Pemerintah masih belum
memberikan kepastian tentang RUU tersebut. Kita perlu paham bahwa tax amnesty tak
ubahnya seperti obat pereda demam karena hanya akan berlaku maksimal satu tahun.
Sebenarnya program yang perlu digalakkan adalah program public-private partnership (PPP)
melalui Obligasi Ritel Indonesia (ORI) dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) atau yang
lebih dikenal sebagai sukuk ritel. Pertumbuhan nilai sukuk yang dihasilkan sangat tergantung
pada perkembangan industri keuangan syariah di Indonesia. Apalagi menurut hitungan
rasional, instrumen sukuk lebih menguntungkan daripada obligasi konvensional, seperti nilai
return yang lebih menjanjikan, sistem kepemilikannya, dan keamanan investasi yang
ditanggung pemerintah.
Dari beberapa pengalaman yang ada, masih tersimpan beberapa penyebab yang sangat
mungkin menghambat perkembangan sukuk di Indonesia. Umumnya kendala tersebut
berkutat pada sosialisasi kepada investor, opportunity cost, aspek likuiditas, hingga faktor
regulasi atau perundang-undangan yang mengatur mengenai sukuk di Indonesia.
Pertanyaannya sekarang ini, mengapa instrumen sukuk perlu ditingkatkan daya tariknya? Ada
beberapa alasan di dalamnya yang mengerucut pada harapan bahwa sistem syariah (termasuk
sukuk) dapat menjembatani upaya pembangunan berkelanjutan (sustainable) dan peningkatan
partisipasi masyarakat. Menteri Keuangan dalam berbagai kesempatan selalu menyampaikan
instrumen keuangan syariah bisa berperan lebih besar dalam mendukung Sustainable
Development Goals (SDGs) 2030 yang merupakan pengganti dari Millenium Development
Goals (MDGs).
SDGs yang mengangkat isu kemiskinan, kesenjangan, ketidakadilan, serta perubahan iklim
sebagai topik pembangunan sejalan dengan prinsip-prinsip syariah yang mendorong inklusi
pembangunan dengan meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang tergolong tidak mampu.
Tugas ini bisa diawali dengan penguatan sisi kelembagaan dan perluasan pembangunan
infrastruktur secara lebih merata.
Beberapa instrumen tradisional seperti zakat, sedekah, dan wakaf sudah terbukti berperan
dalam pemerataan kesejahteraan, dan sasaran berikutnya adalah mengembangkan instrumen
sukuk untuk mendukung pembiayaan infrastruktur nasional. Sukuk akan memperkuat akses
masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembiayaan (investasi) di bidang infrastruktur. Sukuk
tersebut dapat memperkuat masyarakat menengah ke bawah dan menyediakan kesetaraan
akses dalam produk-produk investasi.
12
***
Hingga kini, pemerintah telah menerbitkan delapan seri ritel sukuk yang terutama
diperuntukkan bagi investor individual. Total investor terus mengalami peningkatan, dari
14.295 orang pada 2008 menjadi 48.444 orang tahun 2016. Sejak 2008 hingga 10 Mei 2016,
pemerintah telah menerbitkan sukuk sebesar Rp503 triliun atau sekitar USD38 miliar dengan
nilai outstanding Rp380 triliun atau USD29 miliar.
Namun, porsi tersebut baru mencapai 15% dari total penerbitan surat berharga pemerintah
(Kementerian Keuangan, 2016). Oleh karena itu, besarnya potensi sukuk ini sudah
sepantasnya instrumen investasi ini mendapat perhatian yang lebih tinggi dari sebelumnya.
Beberapa hal yang perlu dilakukan pemerintah sebagai berikut: Pertama, pemerintah sedianya
harus mempersiapkan segala ornamen yang mendorong daya tarik sukuk bisa semakin
optimal. Antara lain sosialisasi yang lebih gencar, khususnya mengenai untung-rugi dari
sistem sukuk untuk infrastruktur, menjaga kondisi ekonomi makro yang kondusif, komitmen
pemerintah dalam mendukung industri keuangan syariah, menyediakan kerangka hukum
yang tegas dan pasti, serta aspek pendukung operasionalnya.
Kedua, instrumen crowd of business (pembagian risiko) perlu dikembangkan secara lebih
masif. Fenomena ini terus menjadi perbincangan yang menarik seiring dengan semakin
berkembangnya konsep-konsep ekonomi Islam. Dalam ajaran ekonomi Islam, ketika sistem
bunga dilarang maka para pemilik modal akan didorong menjadi investor sebagai pengganti
peran sebagai kreditur. Perbedaan yang paling mencolok yakni adanya pembagian risiko atas
investasi yang dilakukan, di mana dalam sistem ekonomi Islam ada prinsip di antara investor
dan pengelola dana investasi untuk berbagi risiko bisnis, termasuk untung atau rugi pada hasil
akhir kegiatan.
Nilai positifnya, dengan adanya pembagian risiko yang jelas akan mendorong munculnya
tanggung jawab bersama (gotong royong) untuk menjaga kinerja operasional berlangsung
optimal, sehingga harapan untuk meraup keuntungan menjadi lebih besar. Sisi lain yang perlu
diperkuat dari konsep ini ialah menjaga transparansi informasi pengelolaan dana investasi
agar pihak-pihak yang berkaitan mampu bekerja secara berkesinambungan.
Ketiga, peran Dewan Syariah Nasional (DSN) perlu diperkuat untuk menjaga kemurnian
operasional sukuk sesuai dengan prinsip syariah. Yang sedang diperbaiki dari sistem ekonomi
yang tengah berjalan dengan diperkuatnya prinsip-prinsip ekonomi Islam adalah transaksi
yang sifatnya spekulasi dan menghasilkan riba. Namun, kinerja industri keuangan syariah
akan stagnan jika tiga tantangan utama tidak diatasi, yakni kurangnya inovasi produk,
kurangnya ahli keuangan syariah, dan komitmen kuat yang terstandar. DSN dapat berperan
untuk mendukung agenda Bank Indonesia yang tengah menciptakan lima pilar strategis
dalam cetak biru keuangan syariah, yang terdiri dari pengembangan produk dan pasar
keuangan syariah, pengembangan SDM, memperkuat kerangka kerja, pembiayaan untuk
sektor riil dan UMKM, serta mempromosikan struktur industri yang efisien dan mendorong
13
partisipasi.
Kita semua berharap bahwa sukuk akan menjadi pemegang peran utama di dalam
pembiayaan infrastruktur yang sangat kita butuhkan untuk mendukung pencapaian
pertumbuhan ekonomi yang sudah ditargetkan. Walaupun demikian, kerja sama semua pihak
baik pemerintah, Bank Indonesia, OJK (Otoritas Jasa Keuangan), perguruan tinggi, termasuk
pemerintah daerah, akan menjadi kunci dalam stimulasi peran sukuk dalam pembiayaan
pembangunan Indonesia yang lebih partisipatif dan keberlanjutannya terjaga.
CANDRA FAJRI ANANDA
Dekan dan Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Brawijaya
14
Sumber Kekayaan Lokal untuk
Infrastruktur
07-06-2016
Pembangunan infrastruktur merupakan jantung pertumbuhan ekonomi nasional. Bagi
Indonesia, infrastruktur juga sebagai alat pemersatu bangsa. Banyak studi dan diskusi yang
menyimpulkan demikian.
Mantan Presiden Bank Dunia Robert B Zoellick mengatakan, infrastruktur yang minim
merupakan salah satu dari tiga penyebab mengapa negara berpendapatan menengah
terperangkap dan tidak mampu beranjak menjadi negara maju. Oleh karena itu, merupakan
satu keharusan bagi pemerintah di negara berkembang untuk menetapkan alokasi anggaran
yang cukup besar untuk membangun infrastruktur. Tanpa komitmen yang kuat, negara
berkembang mungkin akan terjebak pada kondisi pertumbuhan yang stagnan.
Komitmen yang tinggi untuk meningkatkan pembangunan infrastruktur tecermin dalam
program kerja Presiden Joko Widodo (Jokowi). Dari ujung timur ke ujung barat Indonesia,
pembangunan tampak kentara dengan indikator pembangunan jaringan jalan, peningkatan
kualitas jalan, pembangunan jalan tol, pelabuhan, bandara hingga jalur kereta api. Tentu
tujuannya menciptakan pertumbuhan kawasan yang lebih baik sehingga perekonomian
masyarakat akan meningkat.
Tidak saja terkonsentrasi di Pulau Jawa, tetapi pertumbuhan ekonomi juga akan menyebar ke
pulau-pulau lain. Dengan keadaan demografi, geografi, dan sumber kekayaan alam yang
menyebar, tentu dibutuhkan sistem jaringan jalan untuk mendukung perekonomian dan
kesejahteraan masyarakat. Namun karena kondisi tersebut, sistem jaringan jalan di Indonesia
belum dapat dikatakan terintegrasi. Sistem jaringan jalan ini selain tersekat oleh pulau-pulau,
juga volume lalu lintas distribusi yang dapat diangkut menjadi sangat heterogen dan susah
untuk diseragamkan.
Sementara itu di sisi lain, pada saat perencanaan, penggunaan bahan dalam pembangunan dan
tata cara pelaksanaannya yang dipakai relatif seragam. Akibatnya, dapat diduga, dengan
model perencanaan sistem jalan yang seperti itu, penentuan desain ”beban” yang berdampak
pada penentuan dimensi dan sistem konstruksi jalan serta jembatan juga akan sama. Ini tentu
tidak praktis dan efisien karena untuk volume lalu lintas yang relatif rendah, pemakaian
material pun akan dapat menjadi lebih boros.
Adapun ketika tahap pelaksanaan, terkadang material yang dipersyaratkan pada saat
perencanaan tidak tersedia—kalaupun ada harganya sangat mahal—karena harus didatangkan
15
dari daerah lain melalui transportasi darat, laut, bahkan melalui udara. Terkadang memang
kondisi seperti itu dapat diatasi dengan menggunakan sumber daya lokal yang ada tanpa
mengesampingkan standar spesifikasi yang diisyaratkan mengingat kebijakan penyeragaman
standar pembebanan.
Apabila penggunaan material di luar spesifikasi kadang-kadang juga akan menjadi temuan
saat audit karena kesalahan membayar akibat spesifikasi yang diisyaratkan tidak terpenuhi.
Terjadi persoalan dilematis, karena material di lokasi proyek tidak tersedia, sedangkan
pekerjaan dituntut harus diselesaikan sesuai dengan waktu yang telah ditargetkan.
Human Infrastructure
Untuk mengatasi persoalan tersebut, alangkah baiknya ada solusi dengan mendorong
pengembangan standar perencanaan khususnya penentuan Beban Lalu-lintas Rencana yang
merefleksikan volume lalu-lintas dan daya angkut serta spesifikasi bahan konstruksi secara
regional atau lokal. Tentu, aspek keamanan dan kenyamanan pengguna jalan dan jembatan
tetap nomor satu.
Kita dapat berkaca dengan pengalaman Papua dalam mengembangkan jaringan jalan dan
jembatan. Infrastruktur jalan dan transportasi belum dapat menghubungkan kota-kota di
Papua seperti contoh konektivitas antara Jayapura, Wamena, Timika, dan Merauke. Keempat
kota tersebut masih terhubung dengan transportasi laut dan udara.
Sementara itu, data kualitatif menunjukkan adanya tingkat insidensi kerusakan jalan dini di
Indonesia maupun di dunia. Ini kemungkinan disebabkan kombinasi beberapa faktor,
termasuk desain teknik yang tidak cocok untuk medan dan kondisi tanah yang sulit, hasil
perkiraan biaya dan ketersediaan anggaran yang tidak memadai, pengawasan dan mutu
konstruksi yang buruk yang kemudian diperparah oleh pemeliharaan dan pemanfaatan yang
tidak memadai.
Kondisi tersebut dapat dipicu akibat sejak awal, perencanaan infrastruktur tidak berbasis pada
human infrastructure. Perencanaan tidak memikirkan aspek dimensi integrasi manusia dan
infrastruktur itu sendiri. Perencanaan jaringan transportasi seharusnya berbasis pada budaya
masyarakat. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dituntut
mengembangkan dan menerapkan teknologi tepat guna dalam pemanfaatan sumber kekayaan
lokal untuk mendukung pembangunan sistem jaringan jalan.
Norma, standar, prosedur, dan manual (NPSM) mesti user friendly sehingga masyarakat
dengan mudah memahaminya. Tentu, melibatkan masyarakat dalam model pembangunan
seperti ini membutuhkan sinergi keahlian, tidak hanya ahli teknis tetapi juga mencakup
bidang non-teknis. Seperti misalnya komunikasi dan pemberdayaan masyarakat. Teknologi
konstruksi sederhana seperti untuk jembatan pendek hingga pembangunan jalan distrik atau
pemukiman dapat menggunakan pendekatan ini. Tentu agar tidak melenceng dari standar
16
spesifikasi yang telah ditetapkan, perlu ada pendampingan yang komprehensif agar
masyarakat dapat merawat dan memelihara akses transportasi mereka sendiri.
Dalam konteks Indonesia, dengan mengerti sumber kekayaan lokal, proyek pembangunan
jalan dan jembatan akan lebih efisien dan efektif. Apalagi bila sumber kekayaan lokal
tersebut tesertifikasi dengan standar yang ada, membangun jalan dan jembatan di daerah
mana pun di Indonesia tidak akan terkendala dengan bahan material yang harus dikirim dari
wilayah lain. Kombinasi perencanaan, pelaksanaan, dan perawatan yang mengerti apa
kebutuhan masyarakat lokal jadi kuncinya.
HERRY VAZA
Kepala Pusjatan Balitbang Kementerian PUPR
17
Pelembagaan Sistem Pembayaran
09-06-2016
Kelembagaan atau institusi merupakan faktor penting dalam menjelaskan pertumbuhan
ekonomi, termasuk maju atau tidaknya sistem pembayaran.
Langkanya air saat ini di India dan rencana India untuk membangun sistem pembayaran
digital tampaknya berbeda 180 derajat. Menurut Rodrik (2003) kelembagaan memainkan
fungsi yang sangat vital dalam pembangunan. Khususnya kelembagaan untuk menciptakan
pasar. Misalnya dalam kasus El Nino di India. Hubungan iklim-ekonomi di India adalah
penting untuk desain yang efektif dari kebijakan kelembagaan dan ekonomi makro yang
tepat.
Pemikiran ini memanfaatkan variasi eksogen dalam peristiwa yang berhubungan dengan
cuaca (dengan fokus khusus pada El Niño) dalam model kompak ekonomi dunia untuk secara
berhati-hati mengidentifikasi efek dari guncangan cuaca El Nino terhadap pertumbuhan dan
inflasi di India, serta pada energi global dan harga komoditas non-minyak.
El Nino adalah kisaran di atas rata-rata suhu permukaan laut yang secara berkala (setiap tiga
hingga tujuh tahun) berkembang lepas ke pantai Pasifik dari Amerika Selatan, berlangsung
sekitar dua tahun, dan menyebabkan perubahan iklim utama di seluruh dunia. Salah satu cara
untuk mengukur intensitas El Nino adalah dengan menggunakan Indeks Osilasi Selatan
(SOI), yang dihitung berdasarkan perbedaan tekanan udara di Pasifik Selatan (antara Tahiti
dan Darwin). Nilai SOI yang berkelanjutan di bawah -8 menunjukkan episode El Nino.
Sementara pertumbuhan ekonomi India cukup terpengaruh oleh peristiwa cuaca El Nino.
Dampaknya pada inflasi relatif besar. Kondisi cuaca ekstrem yang disebabkan oleh El Nino
biasanya bertepatan dengan periode monsun lemah dan meningkatnya suhu di India. Monsun
lemah membatasi pasokan komoditas pertanian yang dipengaruhi oleh curah hujan dan
mengurangi hasil pertanian, konstruksi, dan kegiatan layanan.
Hasil estimasi menunjukkan bahwa pertumbuhan PDB India akan turun 0,2% setelah kuartal
pertama menyusul guncangan El Nino, dan inflasi akan meningkat sebesar 60 basis poin
setelah tiga kuartal. Dibandingkan dengan negara-negara Asia lainnya, penurunan aktivitas
ekonomi di India dalam menanggapi kejutan El Nino lebih rendah dari di Australia,
Indonesia, dan Selandia Baru. Tingginya ”lompatan” inflasi di India yang menyusul peristiwa
cuaca El Nino adalah karena bobot yang tinggi yang ditempatkan pada makanan dalam
keranjang indeks harga konsumen (47,6%).
***
18
Fenomena cuaca El Nino secara substansial dapat mempengaruhi harga komoditas global.
Suhu yang lebih tinggi dan kekeringan menyusul peristiwa El Nino, khususnya di negara-
negara Asia dan Pasifik, tidak hanya meningkatkan harga komoditas non-minyak (sebesar
5,25% setelah empat kuartal), tetapi juga meningkatkan permintaan untuk batubara dan
minyak mentah sebagai output yang lebih rendah yang dihasilkan dari pembangkit listrik
termal dan bendungan hidroelektrik sehingga mendorong harga energi naik.
Untuk itu maka perlu lembaga pengatur pasar agar sistem pembayaran dapat jalan secara
mulus. Dengan demikian, India mencoba melancarkan uang elektronik berbarengan dengan
El Nino yang menurut Rodrik memerlukan lembaga pengatur pasar dan lembaga legitimasi
pasar secara bersamaan. Pemikiran tentang ekonomi dan sub-sub sistem di dalamnya
merupakan diskursus yang sangat panjang dan lama.
Dalam konteks ini tentu diperlukan sistem pembayaran yang mumpuni untuk mengurangi
dampak negatif kondisi alam yang tentu tak bisa kita atur. Salah satu bagian dari sistem
pembayaran yang perlu diperkuat adalah uang elektronik (e-money). Uang elektronik
memiliki nilai tersimpan (stored value) atau prabayar (prepaid) di mana sejumlah nilai uang
disimpan dalam suatu media elektronis yang dimiliki seseorang. Nilai uang dalam e-money
akan berkurang pada saat konsumen menggunakannya untuk pembayaran.
E-money dapat digunakan untuk berbagai macam jenis pembayaran (multipurpose) dan
berbeda dengan instrumen single purpose seperti kartu telepon. Uang elektronik merupakan
bidang yang menarik dalam kriptografi (yang merupakan hasil kerja David Chaum),
penggunaan uang digital sampai sekarang masih dalam skala kecil. Satu kesuksesan yang
jarang adalah kartu Octopus Hong Kong, yang dimulai sebagai sistem pembayaran transit dan
telah tumbuh menjadi sistem uang kas yang banyak digunakan umum.
Kebanyakan uang di dunia sekarang ini adalah elektronik, dan uang tunai mulai semakin
berkurang penggunaannya. Dengan makin menguatnya internet, bank online, kartu debit, dan
pembayaran online, dan bisnis internet, maka uang kertas menjadi sebuah barang masa lalu.
Bank-bank sekarang menawarkan jasa di mana ”customer” dapat mentransfer dana, saham
yang dibeli, menyumbang ke rencana pensiun mereka (seperti di Kanada) dan menawarkan
berbagai variasi jasa lainnya tanpa harus menggunakan uang tunai atau cek. Pelanggan tidak
harus menunggu barisan, dan ini menciptakan lingkungan yang bebas-repot. Kartu debit dan
pembayaran online membuat transfer dana secara langsung dari seorang individu ke akun
bisnis, tanpa uang kertas.
Ini memberikan kepraktisan yang besar bagi banyak orang dan juga bisnis. Dampak
positifnya masih akan diperoleh dalam jangka panjang. Kelembagaan untuk melegitimasi
pasar menjadi kebutuhan paling tidak untuk mengatasi permasalahan yang ditimbulkan oleh
El Nino di India.
19
ACHMAD DENI DARURI
President Director Center for Banking Crisis
20
Perlukah CSR Diatur Undang-Undang?
11-06-2016
Wacana penyusunan undang-undang (UU) tentang corporate social responsibility (CSR) atau
tanggung jawab sosial perusahaan (TJSP) saat ini tengah menguat kembali. Bahkan terdengar
kabar bahwa DPR tengah berinisiatif menyusun undang-undang tersebut.
Sepengetahuan penulis, saat ini baru ada dua negara yang secara tegas mengatur CSR atau
TJSP dalam perundang-undangan mereka, yaitu India dan Mauritius. Keduanya secara tegas
menyatakan CSR merupakan levy atau pungutan. Indonesia sendiri mengatur CSR dalam
Undang-Undang Nomor 40/2007 tentang Perseroan Terbatas dan sedang dalam proses
penyusunan UU tersendiri.
Pasal 1 butir 3 UU tersebut menyebutkan bahwa tanggung jawab sosial dan lingkungan
adalah komitmen perseroan untuk berperan dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna
meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi perseroan
sendiri, komunitas setempat maupun masyarakat pada umumnya.
Selanjutnya Pasal 74 menyebutkan: (1) perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di
bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab
sosial dan lingkungan; (2) tanggung jawab sosial dan lingkungan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) merupakan kewajiban perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai
biaya perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan
kewajaran; (3) perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; (4) ketentuan
lebih lanjut mengenai tanggung jawab sosial dan lingkungan diatur dengan peraturan
pemerintah.
Dengan demikian ketentuan Pasal 74 mewajibkan perseroan untuk melaksanakan tanggung
jawab sosial dan lingkungan, meskipun kewajiban ini masih terbatas pada perseroan yang
kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam. Selain itu
ketentuan Pasal 74 juga mendelegasikan pengaturan lebih lanjut mengenai tanggung jawab
sosial dan lingkungan dengan peraturan pemerintah (PP) yang sampai kini PP tersebut belum
terbit.
Mengisi kekosongan itu, beberapa pemda berinisiatif menerbitkan peraturan daerah (perda)
yang berkaitan dengan CSR. Walaupun sempat diberlakukan, akhirnya beberapa perda itu
dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi. Lalu perlukah CSR diatur secara khusus dalam UU?
Definisi tanggung jawab sosial menurut ISO 26000 ialah tanggung jawab individu/organisasi
21
atas dampak keputusan dan aktivitasnya terhadap masyarakat dan lingkungan hidup, dengan
cara transparan dan beretika, berkontribusi pada pembangunan berkelanjutan.
Pelaksanaan tanggung jawab sosial seharusnya mengacu pada nilai-nilai dasar dan hierarkis,
mengapa CSR perlu dilakukan oleh perusahaan. Ada empat dasar hierarki pelaksanaan CSR,
yaitu menghindari dampak negatif akibat operasional perusahaan, meminimumkan,
merehabilitasi dan mengompensasi. Jadi pelaksanaan CSR dimulai dari penghindaran
dampak negatif, bukan sekadar bagi-bagi uang.
Filosofi pelaksanaan CSR pada dasarnya bersifat voluntary (sukarela) dan sering kali
merupakan tindakan yang melampaui kepatuhan terhadap peraturan atau hukum yang berlaku
di suatu negara. Itu sebabnya CSR minimal adalah kepatuhan pada regulasi. Sejatinya,
dengan memahami prinsip ini, kegiatan CSR tidak perlu diatur dalam UU tersendiri.
Bagaimana mungkin sebuah regulasi bisa mengharuskan siapa pun untuk melampaui apa
yang tertera di dalamnya? Kalaupun akhirnya diterbitkan UU tersendiri tentang CSR, pada
hakikatnya itu merupakan kemunduran karena sifat CSR yang awalnya bersifat voluntary
(sukarela) terdegradasi menjadi mandatory (kewajiban).
Apa yang sebenarnya dibutuhkan Indonesia? Ruang lingkup tanggung jawab sosial menurut
ISO 26000 mencakup tata kelola organisasi, HAM, praktik tenaga kerja, operasi bisnis yang
adil, isu konsumen, lingkungan hidup, serta pelibatan dan pengembangan komunitas. Segala
hal yang berkaitan dengan hal-hal di atas sudah cukup banyak regulasi yang mengaturnya.
Sudah banyak regulasi umum di Indonesia yang mengatur hal tersebut.
Regulasi umum misalnya regulasi tentang tata kelola perusahaan, HAM, ketenagakerjaan,
lingkungan, antikorupsi, antimonopoli, perlindungan konsumen, kesejahteraan sosial, dan
penanganan fakir miskin. Sudah banyak regulasi sektoral yang diatur, misalnya regulasi
terkait minyak dan gas, usaha pertambangan, dan kehutanan.
Memang pada kenyataannya sebagian besar regulasi sektoral tersebut hanya mengatur
sebagian kecil saja komponen CSR. Walaupun berbagai regulasi di atas itu sudah
diberlakukan, ternyata cukup banyak yang belum diketahui oleh perusahaan dan pemangku
kepentingannya sehingga dibutuhkan kompendium secara umum dan sektoral agar bisa
diketahui secara persis apa saja kewajiban dunia usaha yang terkait CSR. Selain itu, di dalam
regulasi-regulasi itu ditemukan banyak hal yang belum konsisten sehingga membutuhkan
analisis kesenjangan dan harmonisasi untuk memastikan konsistensinya.
The last but not least pemerintah juga sangat perlu mawas diri terhadap kapasitas dan
moralitas politisi dan para pemimpin di tingkat pusat dan daerah. Jika CSR diatur dalam UU
tersendiri, kemudian tereduksi menjadi donasi perusahaan (seperti selentingan yang beredar
tentang UU CSR yang telah disusun), hal itu akan membawa moral hazard yang tinggi dan
berpotensi semakin menjerumuskan banyak pihak ke dalam godaan untuk korupsi.
Sebagaimana ditunjukkan pada fenomena sekarang, mulai ada pemerintah daerah dan
22
lembaga negara yang sangat getol meminta donasi perusahaan. Ini akan menjadikan CSR
sebagai corporate political activity dan berpotensi menciptakan konflik kepentingan antara
(aparat) pemerintah dan perusahaan. Bila hendak membangun Indonesia yang bersih, hal-hal
seperti itu seharusnya dihindari, bukan malah difasilitasi melalui regulasi.
ZAINAL ABIDIN
Pendiri dan Direktur Utama Perusahaan Sosial WISESA
23
Pilih Saham Prancis atau Saham Italia?
12-06-2016
Sepak bola memang luar biasa. Ia bisa menyihir lebih dari separuh penduduk dunia. Sepak
bola bahkan memengaruhi nilai perdagangan saham dan harga saham. Riset menunjukkan,
selama berlangsung turnamen sepak bola besar seperti Piala Dunia dan Piala Eropa, nilai
transaksi saham mengalami penurunan.
Fenomena ini ditemukan tidak hanya di negara yang tim nasionalnya sedang berlaga di
turnamen tersebut, tetapi juga di negara yang bukan peserta turnamen. Di Indonesia,
misalnya, rata-rata volume transaksi harian selama berlangsungnya Piala Dunia lebih rendah
78% (tahun 1998), 13% (tahun 2002), dan 35% (tahun 2006) jika dibandingkan rata-rata
transaksi harian sepanjang tahun.
Ada dugaan bahwa sebagian trader saham adalah penggemar dan petaruh sepak bola. Mereka
harus membagi waktu dan dana untuk trading saham dengan menonton siaran langsung sepak
bola sekaligus bertaruh hasilnya. Bisa dibayangkan para trader saham yang harus melotot di
depan TV sejak malam hingga dini hari. Mereka pasti kehabisan stamina untuk melakukan
trading saham di pagi dan siang hari.
Selain itu, sepak bola ternyata memengaruhi harga saham di negara-negara yang tim
nasionalnya berlaga di turnamen. Riset Alex Edmans dkk. mengindikasikan adanya pengaruh
kekalahan tim nasional terhadap indeks harga saham di negara tersebut. Mereka menemukan
bahwa pada sehari setelah tim sebuah negara terdepak dari Piala Dunia, indeks harga saham
negara tersebut mengalami penurunan kinerja sebesar rata-rata 0,5% jika dibandingkan
kondisi normal. Misalnya, jika seharusnya indeks turun 2%, akibat kekalahan tersebut indeks
jadi melorot 2,5%.
Hasil pertandingan sepak bola di turnamen memengaruhi mood (perasaan hati) para trader
saham. Mereka cenderung menjadi pesimistis dan cenderung lebih suka menjual daripada
membeli saham. Dorongan jual membuat harga saham turun. Terbukti bahwa faktor psikologi
sangat menentukan pergerakan harga saham.
***
Bicara sepak bola pasti kita bicara soal tebak-menebak hasil pertandingan. Siapa yang
menang? Siapa juaranya? Menebak siapa yang menang di Piala Eropa bisa dianalogikan
dengan membeli saham.
Pada awal Piala Eropa 2016 kita bertanya, pegang siapa yang juara? Kita dihadapkan dengan
24
pilihan tim dari 24 negara. Bagi yang tidak mengenal dunia sepak bola, tidak mudah untuk
memilih dengan baik. Demikian pula dalam berinvestasi saham, langkah pertama sebelum
membeli saham adalah mengenali semua saham yang bisa dipilih. Bagi investor, ”know what
you buy” dan ”buy what you know” adalah mutlak harus dilakukan.
Sama seperti memilih tim yang akan juara Piala Eropa 2016, secara rasional, kita akan
memilih tim yang terkenal jagoan dan sering juara. Mereka yang tahu bola pasti akan
memilih Spanyol, Jerman, Italia, Inggris, Prancis, atau Portugal sebagai calon juara. Bukan
berarti Albania, Swiss, atau Wales tidak mungkin juara. Probabilitas tim kuat menjadi juara
pasti lebih besar dari tim kurang terkenal.
Kita juga bisa menganalogikan tim-tim peserta Piala Eropa 2016 dengan tipe saham. Tim
Jerman, misalnya, adalah tim yang paling hot, permainan kaku disiplin seperti mesin diesel,
tapi hasilnya maksimal. Mereka adalah juara dunia 2014. Adapun, Prancis adalah tim kuat
dan main di kandang sendiri. Spanyol adalah juara bertahan dengan permainan yang masih
rancak dan solid. Mereka bertiga ibarat saham blue chips, korporasi besar yang memimpin
pasar dengan brand kuat seperti Bank BCA, Bank BRI, HM Sampoerna. Di atas kertas, ini
merupakan pilihan aman bagi investor.
Siapa tidak kenal tim Italia, terkenal dengan ”catenaccio” alias ilmu grendel? Walau
permainannya cenderung membosankan karena lebih mementingkan pertahanan, Italia sering
jadi juara. Tampaknya Italia sadar betul resep rahasia para tim juara, yakni ”offense wins
games, defense wins championships.” Saham yang mirip Italia adalah saham yang tidak
banyak terpengaruh perubahan kondisi politik dan ekonomi. Misalnya, saham Unilever
(UNVR) karena produk kebutuhan sehari-hari selalu dibutuhkan orang.
Tim Portugal adalah rising star. Permainan yang atraktif dan dimotori superstar Cristiano
Ronaldo. Ini ibarat ”growth stock”. Saham Aneka Kimia Raya (AKRA) yang cantik bisa
masuk di sini.
Tim Inggris dipenuhi pemain-pemain bertalenta tinggi, tetapi entah kenapa hasilnya selalu
kurang bagus. Tim negara kelahiran sepakbola ini belum pernah jadi juara Eropa. Saham
Inggris adalah saham yang sering mengecewakan investor. Harapan besar, hasil kurang.
Tim kecil seperti Albania, Wales, dan Islandia bisa dianalogikan sebagai saham lapis dua
atau tiga. Namun, bukan berarti mereka tidak bisa juara. Tahun 2004 Yunani secara
mengejutkan jadi juara.
Jadi, pilih tim mana untuk jadi juara Eropa 2016? Kita bisa memegang beberapa tim
sekaligus. Mari kita bentuk portofolio yang terdiri dari sekitar 10 saham terbaik dari beberapa
”negara” atau saham. Maka, probabilitas kita menebak benar menjadi lebih besar.
LUKAS SETIA ATMAJA
Financial Expert - Prasetiya Mulya Business School
25
Disrupt Yourself or Someone Else Will
12-06-2016
Saya baru menyelesaikan riset dan penulisan buku DISRUPT ! ”Gonjang Industri
Komunikasi dan Strategi Memenangkannya” (Gramedia, 2016). Buku yang ditulis bersama
Maya Watono dan Adji Watono, pemilik Dwi Sapta, agensi komunikasi lokal terbesar di
Tanah Air, itu membahas disrupsi yang terjadi di industri agensi komunikasi (periklanan) kita
selama 10 tahun terakhir.
Seperti kita tahu, selama 10 tahun terakhir banyak agensi periklanan di Tanah Air terkena
gelombang empat disrupsi: disrupsi model bisnis, disrupsi media, disrupsi digital, disrupsi
konsumen. Biayanya sangat besar karena begitu banyak pemain yang kolaps bahkan mati
berguguran terdisrupsi oleh pemain-pemain lama maupun baru yang lebih relevan dengan
kondisi ”new normal” pasca-disrupsi. Harap diketahui, berkat disrupsi tersebut industri
periklanan kita saat ini telah didominasi oleh raksasa-raksasa asing seperti WPP, Havas, atau
Dentsu.
Dari kasus disrupsi yang tejadi di industri periklanan tersebut saya jadi berpikir pentingnya
kita mendisrupsi perusahaan atau organisasi kita sebelum orang lain melakukannya. ”Disrupt
yourself or someone else will.” Dari buku tersebut saya kepikiran, kita harus selalu paranoid
dan gelisah untuk mendisrupsi diri sendiri. Itu lebih baik daripada orang lain yang
melakukannya.
So, bagaimana untuk melakukannya? Inilah beberapa pelajaran berharga yang saya dapat
selama melakukan riset dan menulis buku tersebut.
#1. Don’t Ignore the Signals
Ketika mendapati sinyal-sinyal disrupsi muncul, maka Anda tak boleh mengabaikannya.
Anda harus super serius memikirkannya di mana pun dan kapan pun. Sinyal disrupsi adalah
pucuk gunung es kecil di tengah laut luas, sementara sumber disrupsi adalah bongkahan es
raksasa yang justru ada di laut dalam.
Nah, ketika sinyal disrupsi datang, Anda harus menelusur jauh untuk mengurai dan mencari
sumber musababnya. Dengan mengurai sumber disrupsi, maka Anda akan lebih tajam
mengenali bagaimana disrupsi terjadi, dan kemudian menemukan model bisnis baru untuk
menjinakkannya. Sinyal-sinyal disrupsi di industri agensi komunikasi antara lain terlihat dari
adanya perang harga antaragensi yang kemudian menggerus profit.
Sinyal disrupsi juga terlihat dari munculnya latent competitors seperti Google atau Facebook
26
yang cerdik mencuri pasar. Begitu juga munculnya platform baru seperti programatic buying
yang menggunakan robot (algoritma) dalam proses belanja media. Ingat, radar harus Anda
pasang untuk menangkap sinyal-sinyal halus tersebut.
#2. Break with the Past
Anda harus pintar-pintar ”mengambil jarak” dengan segudang kesuksesan Anda di masa lalu.
Kesuksesan di masa lalu membuat kita mabuk kepayang dan terlena. Kesuksesan masa lalu
membuat kita merasa menjadi paling hebat dan paling benar. Kesuksesan masa lalu membuat
kita gampang tersinggung ketika diingatkan dan dikritik.
Dan yang paling parah, kesuksesan masa lalu membuat kita susah mengadopsi paradigma
baru. Kita begitu sulit meninggalkan paradigma lama atau model bisnis lama karena itulah
yang membikin kita sukses di masa-masa sebelumnya. Begitu sinyal-sinyal disrupsi muncul,
Anda harus berani ”memutus hubungan” dengan masa lalu Anda yang gilang-gemilang.
#3. Yes We Can!!!
Disrupsi selalu menghasilkan paradigma dan model bisnis baru yang sama sekali lain dengan
sebelumnya. Karena itu, jangan sampai Anda memblok pikiran Anda dengan mengatakan
”Kami tidak bisa karena itu di luar bidang kemampuan kami” atau ”Kami tak mungkin bisa
karena itu tak ada hubungan dengan bisnis yang selama ini kami tekuni”.
Ambil contoh operator taksi yang didisrupsi perusahaan teknologi seperti Uber atau Grab.
Tidak bisa mereka menyangkal dengan mengatakan, ”kami tidak bisa karena kompetensi
kami adalah mengelola armada taksi, bukan membuat aplikasi”. Disrupsi tak bisa dijinakkan
dengan jawaban ”kami tidak bisa”. Disrupsi hanya bisa dimenangkan dengan jawaban ”Kami
harus bisa!!!”
#4. Destroy the Core
Ini yang paling menyakitkan. Ketika sinyal-sinyal disrupsi muncul, maka Anda harus berani
menghancurkan core model bisnis Anda yang bakal tak relevan lagi, dan kemudian
menggantikannya dengan yang sama sekali baru. Inilah pilihan tersulit karena di masa
lampau model bisnis tersebut sangat berjasa membesarkan Anda, dan kini dengan begitu
kejam harus Anda bunuh.
Berbicara membunuh model bisnis lama, pernyataan Sir Martin Sorrel (CEO WPP, agensi
periklanan terbesar di dunia) beberapa waktu lalu menjadi sangat pas. Bulan Mei lalu Sorrell
mengatakan: ”We’re not in the advertising business anymore.” Pernyataan itu seperti
sambaran petir karena diucapkan oleh CEO agensi periklanan terbesar di dunia saat ini.
Melalui pernyataannya yang kontroversial, Sorrel mengajak seluruh insan WPP untuk
meninggalkan model bisnis lama yang telah usang dan masuk ke yang baru. Sorrel merusak
27
model bisnis lama yang tak relevan lagi dan menciptakan model bisnis baru yang bakal
menjadi pilar kesuksesan di masa depan.
#5. Reborn! Don’t be Affraid to Reinvent Yourself
Terakhir, jangan pernah takut untuk terlahir kembali. Temukan bisnis Anda kembali di atas
fondasi model bisnis yang baru, yang mungkin sama sekali berbeda dengan sebelumnya.
Jadilah seperti ular yang bisa terus mlungsungi untuk memperbarui diri.
Disrupsi kini telah menjadi keseharian kita. Kita tak mungkin lagi lari menghindarinya.
Maka, pilihannya cuma ada satu: ”Disrupt yourself or someone else will.”
YUSWOHADY
Managing Partner, Inventure
www.yuswohady.com
@yuswohady
28
Tumbuh 7% dari Pinggiran
13-06-2016
Pemerintahan yang dipimpin Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam
jangka menengah menargetkan pertumbuhan ekonomi bisa menyentuh angka 7%.
Tentu bukan harapan yang terlalu muluk walaupun tak sedikit hambatan yang harus dilalui
seperti ruang fiskal yang begitu sempit sehingga menekan kemampuan belanja pemerintah.
Semuanya sangat bergantung pada strategi yang diterapkan. Dus, disertai dengan fokus dan
komitmen yang diarahkan pada target tersebut, mengingat tantangan yang dihadapi juga tidak
mudah.
Hingga menjelang tengah semester tahun ini misalnya penerimaan pajak baru sekitar Rp364,1
triliun atau 26,8% dari target sepanjang tahun ini. Tentu pemerintah harap-harap cemas dalam
memburu pencapaian hingga akhir tahun, mengingat penerimaan pajak merupakan modal
penting untuk merealisasikan rencana pembangunan yang telah ditetapkan pemerintah.
Namun, melihat gejala penerimaan pajak tersebut, tentu sulit berharap pemerintah memiliki
anggaran yang memadai untuk membangun infrastruktur demi mendorong pertumbuhan.
Apalagi, pemerintah telah terikat dengan ketentuan bahwa maksimum defisit anggaran
sebesar 3% dari produk domestik bruto (PDB) sehingga sangat sulit untuk bergantung pada
pinjaman.
Jika terasa pahit untuk berharap belanja pemerintah mendorong pertumbuhan ekonomi secara
langsung, bukan berarti tidak ada harapan. Masih ada investasi yang trennya cenderung
meningkat. Jika pada kuartal 1-2015 kontribusinya sebesar 32,85%, kuartal pertama tahun ini
sudah menjadi 33,16%.
Dalam konteks pembangunan oleh pemerintah dan sebaran penanaman modal, sejatinya
pemerintah memberikan pertimbangan serius terhadap sebaran wilayah. Pasalnya, dalam
empat dekade terakhir, konsentrasi pembangunan relatif tidak mengalami perubahan. Sejak
1970-an hingga saat ini distribusi PDRB masih didominasi Pulau Jawa. Kontribusinya
terhadap struktur ekonomi nasional bahkan cenderung terus meningkat, yaitu sudah di atas
58%.
Sementara selama lima tahun terakhir, data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa
pertumbuhan ekonomi di masing-masing pulau sangat beragam dengan rata-rata
pertumbuhan ekonomi kisaran 4-8%. Rata-rata pertumbuhan paling besar terjadi di Pulau
Sulawesi mencapai 8,07% dan daerah yang memiliki pertumbuhan paling rendah adalah
29
Kalimantan yaitu sebesar 4,14%. Adapun di Jawa dan Sumatera bersifat moderat yaitu sekitar
6 dan 5%.
Berkaca dari pengalaman dan tren pertumbuhan yang terjadi, kita dapat melihat bahwa
daerah yang memiliki sumber daya alam melimpah, pertumbuhan ekonominya masih sangat
rendah. Karena itulah, dengan perencanaan dan penargetan pertumbuhan ekonomi yang
matang, pertumbuhan 7% bukan hal yang mustahil.
Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) pernah melakukan simulasi sederhana
tentang mendorong pertumbuhan ekonomi berdasarkan sebaran wilayah dengan kontributor
utama datang dari investasi, ekspor, dan pengendalian impor. Dengan asumsi bahwa
pemerintah mampu menjaga supaya perekonomian di Jawa berjalan seperti biasa dengan
pertumbuhan seperti sekarang, pertumbuhan ekonomi di luar Jawa masing-masing harus
didorong menjadi: Sumatera 6,97%, Bali dan Nusa Tenggara 9,99%, Kalimantan 6,91%,
Sulawesi 9,20%, serta Maluku dan Papua 6,46%.
Tentu angka-angka pertumbuhan yang ditargetkan pada simulasi tersebut bukanlah hal yang
mengada-ngada. Secara empiris, masing-masing pulau pernah mencapai angka pertumbuhan
tersebut. Karena itulah, dengan skenario tersebut, pertumbuhan 7% bukanlah suatu
keniscayaan. Dengan fokus dan komitmen pada pertumbuhan di luar Jawa, berarti pemerintah
harus berani mencurahkan kemampuan untuk meningkatkan pembangunan infrastruktur di
wilayah-wilayah tersebut. Pembangunan infrastruktur ini menciptakan konektivitas
antarwilayah sehingga sangat mendukung kegiatan perekonomian yang mampu merangsang
pertumbuhan.
Pola pembangunan seperti ini juga telah dilakukan Filipina. Negara tersebut telah berhasil
menikmati pertumbuhan ekonomi 7%, setelah memfokuskan belanja anggarannya untuk
membangun infrastruktur demi membuka konektivitas antarwilayah demi menggerakkan
perekonomian. Pemerintah Indonesia sebenarnya sudah berada di jalur yang sama dengan
gencarnya pemerintah membangun infrastruktur jalan.
Secara teoritis, melalui kebijakan pembangunan yang fokus di luar Jawa, akan terjadi
konvergensi (catch-up effect) dalam ekonomi. Wilayah yang selama ini memiliki
pertumbuhan ekonomi lebih rendah akan tumbuh lebih cepat sehingga akan memberikan
kontribusi besar terhadap pertumbuhan ekonomi secara nasional.
Melalui kebijakan pembangunan yang fokus pada sebaran wilayah tersebut, akan sangat
membantu pemerintah dalam mewujudkan pembangunan yang berkualitas. Yakni,
pertumbuhan ekonomi tinggi yang mampu menurunkan tingkat kemiskinan serta
mempersempit jarak ketimpangan, baik antarwilayah maupun antarpenduduk.
Karena itulah, pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkualitas bukanlah harapan yang
terlalu muluk. Namun, menjadi sia-sia sekiranya tidak direncanakan dengan baik, tanpa
fokus, serta tidak ada komitmen tinggi.
30
ARIF BUDIMANTA
Wakil Ketua Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN)
31
Koordinasi Polri-OJK Bisa Cegah Investasi
Bodong
13-06-2016
Investasi bodong atau bank gelap itu jelas-jelas tindak pidana penipuan. Jika Otoritas Jasa
Keuangan (OJK) mau menjalin kerja sama dengan institusi penegak hukum, modus penipuan
terhadap orang banyak itu seharusnya bisa diminimalisasi. Namun, kalau investasi bodong
kini makin marak, itu pertanda minimnya perlindungan terhadap masyarakat.
Baru-baru ini OJK mengemukakan bahwa perusahaan yang mempraktikkan bank gelap atau
investasi bodong makin marak. Kalau pada 2014 ada 262 perusahaan terindikasi melakukan
investasi bodong, saat ini jumlahnya meningkat jadi 406 perusahaan. Sudah barang tentu
ratusan perusahaan ilegal itu tidak memiliki izin dari OJK. Kalau usaha ilegal itu leluasa
beroperasi, OJK curiga perusahaan-perusahaan ilegal itu mendapatkan izin dari instansi lain.
Pertanyaannya, kalau OJK sudah memiliki temuan berikut data-datanya, apa tindak
lanjutnya? Sekadar disimpan sebagai temuan atau ditindaklanjuti sebagai kasus penipuan
masyarakat? Kalau efektif menjalankan fungsi melindungi masyarakat, OJK seharusnya
mengambil prakarsa menertibkan atau menghentikan praktik penipuan yang dilakukan
ratusan perusahaan ilegal itu. Tentu OJK tidak bisa bertindak sendiri. Inisiatif yang
seharusnya segera diambil adalah melaporkan kecurigaan itu kepada penegak hukum, Polri
misalnya, untuk kemudian bersama-sama melakukan penertiban atau penangkapan di
lapangan.
Mekanismenya kurang-lebih sama dengan ketika Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
menindaklanjuti dugaan tindak pidana pada hasil pemeriksaan Laporan Keuangan Pemerintah
Pusat (LKPP) setiap tahun. Bila ditemukan unsur pidana pada hasil pemeriksaan, BPK
melaporkan temuan itu kepada instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan, paling lama
satu bulan sejak diketahui ada unsur pidana. Tentu saja instansi berwenang yang dimaksud
adalah pejabat penyidik. Laporan BPK itu akan dijadikan dasar penyidikan oleh pejabat
penyidik sesuai peraturan perundang-undangan.
OJK dengan hasil temuannya itu seharusnya juga sigap menempuh mekanisme yang
demikian. Kesigapan mengambil inisiatif seperti itu jelas sangat dibutuhkan dan masuk
akal. Sebab, mengendapkan temuan kasus dan data tentang dugaan pidana penipuan di laci
tidak akan menyelesaikan masalah. Dugaan pidana penipuan, apa pun modusnya, wajib
direspons sesegera mungkin agar masyarakat terlindungi. Sebaliknya, membiarkan dugaan
tindak penipuan merajalela sama saja dengan menjerumuskan masyarakat.
32
Apalagi, praktik investasi bodong atau bank gelap itu sendiri bukan modus atau cerita baru.
Bisnis ilegal seperti itu sudah berlangsung sangat lama. Menemukannya pun tidak sulit
karena model investasi seperti itu selalu menjadi bahan pembicaraan masyarakat. Jadi, jika
rajin bertanya, cukup mudah menemukan perusahaan jasa keuangan ilegal itu.
Kalau di tahun-tahun terdahulu investasi bodong atau bank gelap hanya ditawarkan kepada
masyarakat di kota-kota besar, bisnis ilegal itu kini telah melebarkan sayapnya hingga ke
daerah atau kota-kota kecil. Mereka leluasa bergerak karena minimnya pengawasan. Sepak
terjang mereka tidak dicurigai karena ketidaktahuan masyarakat maupun aparatur pemerintah
daerah. Bahkan, dalam banyak kasus, sejumlah aparatur pemerintah daerah juga menjadi
nasabah investasi bodong atau bank gelap itu.
Ketika pada akhirnya para nasabah menyadari telah ditipu, tidak banyak yang bisa dilakukan
kecuali melaporkan masalahnya kepada kepolisian setempat. Biasanya, ketika laporan itu
dibuat, pihak terlapor atau pemilik perusahaan investasi bodong itu sudah tidak diketahui lagi
rimbanya, yang tersisa hanya karyawan di kantor sewaan. Pemilik atau pelaku utama pidana
penipuan sudah lari dan bersembunyi entah di mana. Nasabah harus menunggu tanpa
kejelasan, saat polisi melakukan pencarian. Dan, dalam banyak kasus, nasabah akhirnya
pasrah. Uang yang mereka investasikan itu tidak pernah bisa kembali.
Perbaiki Perizinan
Pengalaman buruk seperti itulah yang kini dirasakan belasan ribu warga Larantuka dan
sekitarnya di Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT). Dirayu dengan iming-
iming imbal hasil tinggi, belasan ribu warga di kabupaten setempat menyimpan uang mereka
pada Lembaga Kredit Finansial (LKF) Mitra Tiara.
Terhitung sejak beroperasi pada 2009 hingga pemiliknya melarikan diri pada paruh pertama
2013, LKF Mitra Tiara menjaring sedikitnya 16.000 nasabah dengan jumlah dana masyarakat
Rp418 miliar. Untuk daerah dengan sumber ekonomi yang terbatas dan peredaran uang relatif
kecil, dana masyarakat yang dihimpun LKF Mitra Tiara itu terbilang sangat besar.
LKF Mitra Tiara menjanjikan bunga deposito 10% per bulan. Mempekerjakan warga lokal
untuk menjaring sanak keluarga mereka, dalam sekejap LKF Mitra Tiara didatangi ribuan
nasabah dengan ragam latar belakang. Guru, pegawai negeri sipil, petani, pedagang, hingga
pekerja swasta memercayakan dana mereka di LKF ini. Sebagian nasabah bahkan nekat
menguras dana mereka yang disimpan di bank untuk kemudian dipindahkan ke LKF
tersebut. Konon, ada warga yang berani mengajukan permintaan kredit ke bank untuk
ditempatkan di Mitra Tiara.
Muncul sejumlah kejanggalan dalam kasus ini. Pertama, LKF Mitra Tiara beroperasi pada
lokasi yang tidak jauh dari kantor pemerintah, kantor polisi, dan dua kantor cabang bank
BUMN. Modus LKF minimal bisa dipertanyakan oleh institusi pemerintah di sekitarnya,
mengingat apa yang ditawarkan Mitra Tiara kepada masyarakat tidak wajar. Namun, kalau
33
semua institusi pemerintah di sekitarnya diam saja, boleh jadi karena para pejabat lokal tidak
memahami legalitas bisnis LKF Mitra Tiara itu.
Kejanggalan kedua tentang minimnya reaksi dua kantor cabang BUMN di situ. Padahal, dua
kantor cabang bank itu terkena dampak langsung dari bisnis ilegal Mitra Tiara. Dampak
pertama, ketika nasabah bank ramai-ramai menarik dana mereka untuk dipindahkan ke Mitra
Tiara yang menawarkan besaran bunga deposito tidak masuk akal itu. Dampak kedua, saat
banyak warga mengajukan permintaan kredit untuk juga ditempatkan di Mitra
Tiara. Logikanya, dengan dua dampak itu saja, dua kantor cabang bank itu bisa mengendus
informasi tentang ada praktik bank gelap di dekat mereka.
Kalau dua bank itu responsif, apa yang dipraktikkan Mitra Tiara itu seharusnya dilaporkan ke
pihak berwajib setempat. Sayang, asumsi ini tidak pernah terjadi sampai menghilangnya
pemilik LKF Mitra Tiara. Nasabah sudah menderita kerugian besar karena pemilik LKF
menjadi buron hampir selama dua tahun.
Contoh kasus penipuan oleh LKF Mitra Tiara di Larantuka itu memberi gambaran sangat
jelas betapa masyarakat begitu tidak terlindungi oleh praktik bank gelap. Benar bahwa
masyarakat salah karena memercayakan uang mereka pada sebuah perusahaan yang ilegal.
Tetapi, menjadi tugas dan pekerjaan OJK membantu dan menuntun masyarakat untuk bisa
tahu mana yang ilegal dan legal. Keawaman masyarakat itulah yang perlu menjadi perhatian
bersama.
Siapa yang memberi izin kepada perusahaan-perusahaan ilegal itu menghimpun dana
masyarakat? Ketika OJK menduga izin untuk bisnis ilegal itu diterbitkan instansi lain, berarti
ada persoalan serius. OJK yang sudah memiliki banyak contoh kasus tentu harus turun ke
lapangan untuk melakukan penyelidikan. Hasil penyelidikan itu bisa menjadi pijakan untuk
melakukan perbaikan dan penataan mekanisme perizinan bagi pendirian perusahaan-
perusahaan pengelola investasi.
Prakarsa OJK untuk melakukan perbaikan tentu ditunggu agar pada waktunya nanti bisa
dituangkan sebagai kebijakan pemerintah pusat yang harus ditaati semua pemerintah daerah.
BAMBANG SOESATYO
Ketua Komisi III DPR RI Fraksi Partai Golkar; Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia
34
MEA dan Tantangan Industri Kreatif
13-06-2016
Sudah hampir setengah tahun kita ada dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Pasar
tunggal yang menyatukan 10 negara ASEAN ini diprediksi akan menjadi salah satu kekuatan
ekonomi terbesar di dunia.
Pertempuran membela Tanah Air tidak hanya terjadi di perbatasan, melainkan juga di pasar-
pasar baik modern maupun tradisional. Barang-barang dari negara tetangga akan masuk
dengan gampang.
Bersaing di tengah integrasi ekonomi yang kuat membutuhkan strategi yang tepat. Sudah
saatnya kita kembali ke teori ekonomi yang menyatakan bahwa syarat sebuah negara agar
dapat menjadi negara maju adalah jika tidak menggunakan keunggulan kompetitif, bisa jadi
keunggulan komparatif. Keunggulan kompetitif bisa menjadikan sebuah negara yang miskin
sumber daya tetap berjaya misalnya Korea Selatan dan Jepang. Kebanyakan dari mereka
bermain di bidang kecanggihan teknologi.
Berbeda lagi dengan keunggulan komparatif yang berusaha memenangkan pasar dengan
menekan biaya produksi. Asalkan bahan baku melimpah, tenaga kerja murah, selesai sudah
urusannya. Keunggulan inilah yang patut diadopsi Indonesia. Industri kreatif merupakan
salah satu sektornya. Keunggulan komparatif dari segi ketersediaan bahan baku, desain
produk yang terus diperbaharui, serta ide-ide baru dalam menciptakan dan mengembangkan
pasar di dalam dan di luar negeri merupakan kekuatan dari sektor ini.
Kemunculan e-commerce beberapa tahun belakangan ini disebut-sebut sebagai awal mula
kebangkitan industri kreatif di Indonesia. Industri yang penuh dengan kreativitas serta ihwal
baru ini pada 2013 memenangkan 5,67% pertumbuhan yang lebih besar dibandingkan
pertumbuhan ekonomi nasional.
Aset utama industri kreatif adalah akal manusia yang melahirkan ide-ide baru. Pelaku industri
kreatif ditantang untuk mengubah intangible thing, yaitu ide menjadi sesuatu yang bersifat
tangible thing dalam bentuk barang. Karena itu, hilirisasi dari penelitian-penelitian yang
dihasilkan sangatlah penting untuk terus menopang agar industri ini terus dapat berjalan.
Banyak hal yang masih mengganjal tumbuhnya industri kreatif di Indonesia, salah satunya
keberpihakan pemerintah yang dirasa kurang pro-pengusaha lokal. Industri perfilman
contohnya. Salah satu anggota Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) asal
Kalimantan Barat yang bergerak di dunia perfilman nasional menuturkan, betapa sulitnya
film nasional masuk ke antrean pemutaran film di bioskop nasional. Yang terjadi saat ini
35
adalah ratusan film lokal antre untuk masuk daftar putar bioskop, di sisi lain film-film asing
dengan mudahnya melenggang tanpa antrean lama.
Miris jika mendengar fakta bahwa film nasional dipersulit untuk tampil di negeri sendiri.
Padahal, industri perfilman merupakan salah satu industri kreatif yang menciptakan
multiplier effect yang besar bagi perekonomian. Film inspirasional seperti 5cm dan Laskar
Pelangi mungkin sudah habis masa tayangnya. Namun, berkat dua film ini kunjungan ke
Bromo dan Bangka Belitung naik berlipat ganda. Film ini berhasil memukau penonton dan
menampilkan sisi keindahan alam yang dulunya tidak banyak orang tahu.
Serial anak-anak Si Unyil juga sama. Meski secara penayangan sudah berakhir, dari segi
penjualan aksesoris tetap laku sampai sekarang. Karakter Unyil yang khas Indonesia berhasil
memikat hati anak-anak sampai sekarang. Itulah hebatnya industri film jika dibina dengan
baik. Industri film memang satu dari sekian subsektor ekonomi kreatif yang perlu dibuatkan
payung hukum sendiri agar ke depan lebih banyak lagi film-film anak negeri yang selain
menginspirasi, juga dapat mengeksploitasi keindahan alam Ibu Pertiwi.
Permodalan juga menjadi kendala tersendiri bagi pengusaha, khususnya yang masih pemula.
Menurut data IFC, sebanyak 73% perbankan Tanah Air meminta jaminan tanah dan
bangunan bagi pengusaha yang ingin meminjam modal. Di sisi lain, baru 22% UKM yang
memiliki tanah dan bangunan.
Modal ventura yang merupakan satu dari sekian sumber dana usaha di Indonesia jumlahnya
masih sangat terbatas. Berdasarkan data Bank Dunia, Indonesia masih jauh tertinggal dari
segi ketersediaan modal ventura, dibandingkan dengan negara-negara lain seperti Singapura,
Malaysia, dan Thailand. Padahal, modal ventura adalah salah satu alternatif pembiayaan
modal yang cocok untuk industri kreatif. Akan sulit mendapatkan predikat negara berdaya
saing tinggi jika Indonesia masih menempati posisi paling rendah dari segi modal ventura.
Sedangkan untuk ketersediaan modal ventura secara global, Israel adalah yang pertama
mengalahkan negara-negara besar lain seperti Korea, Cina, bahkan Amerika Serikat. Terlepas
dari kegilaan Israel selama ini, banyak hal yang patut kita pelajari dari negeri tersebut.
Bertahun-tahun dilanda konflik, nyatanya entrepreneurship tetap tumbuh di negara ini. Hal
itu tidak terlepas dari ketegasan dan komitmen pemerintah untuk terus mendorong rakyatnya
berjiwa entrepreneurship. Pemerintah Israel bahkan tidak segan-segan untuk mengeluarkan
peraturan yang membelenggu ada modal asing untuk masuk.
Di sisi lain, berbagai regulasi untuk membantu tumbuhnya pengusaha lokal terus digalakkan.
Meski masih banyak regulasi yang belum tepat sasaran, rasa optimisme sebagai seorang
pengusaha wajib terus ditanamkan. Ibnu Riyanto adalah contoh dari sekian banyak anggota
HIPMI yang sukses membangun usahanya dari nol. Jatuh-bangun pernah dilaluinya.
Menjadi pengusaha memang butuh niat serta tekad yang kuat. Pemilik Trusmi Group tersebut
menceritakan betapa kerasnya perjuangannya saat pertama kali memulai usaha batik
36
miliknya. Berawal dari modal pernikahan senilai Rp17 juta, ia memulai usahanya di usia 17
tahun. Kesuksesan tidak langsung datang begitu saja. Ia pun sempat merasakan kehabisan
modal setahun kemudian dan harus mencari pinjaman ke bank dengan jaminan surat-surat
rumah milik mertua.
Namun, alam selalu mengajarkan bahwa sinar matahari akan datang setelah gelapnya malam.
Begitu pula yang terjadi pada usaha milik Ibnu Riyanto. Dia mengajarkan kita bahwa
keyakinan serta keberanian untuk bangkit setelah gagal adalah hal yang menentukan, apakah
seorang pebisnis bisa meraih kesuksesan atau menyerah di tengah jalan.
Keberpihakan pemerintah untuk memunculkan pengusaha-pengusaha baru, khususnya pelaku
industri kreatif, melalui insentif adalah hal yang patut ditiru dari negara-negara maju. Insentif
dari pemerintah, baik dari segi perpajakan maupun bantuan permodalan, akan sangat
menguntungkan bagi keberlangsungan industri kreatif. Industri kreatif adalah peluang emas
bagi Indonesia untuk membangkitkan gairah ekonomi Indonesia.
DR ANGGAWIRA MM
Ketua Bidang Organisasi BPP HIPMI; Alumni Program Doktor Ilmu Manajemen UNJ
37
Governansi Ekonomi, Bukan Sekadar
Perpendek Rantai
14-06-2016
Memasuki minggu kedua Ramadan, target pemerintah untuk memperpendek rantai nilai
produk pangan strategis masih belum terlihat mencapai kemajuan yang berarti. Langkah
operasi pasar di yang dilakukan Bulog, PD Pasar Jaya, dan beberapa pemerintah daerah
(pemda) di seluruh Indonesia tidak serta-merta menurunkan harga keseimbangan produk
pangan di pasar.
Rencana pemerintah untuk menurunkan harga eceran daging sapi segar sampai Rp80.000 per
kilogram belum tercapai secara mulus. Harga eceran rata-rata daging sapi di pasar-pasar
tradisional di seluruh Indonesia sampai dengan Sabtu 10 Juni 2016 masih Rp115.000 atau
belum turun secara signifikan. Harga daging ayam masih Rp32.500, harga gula pasir bahkan
merangkak naik menjadi Rp15.720, harga cabe merah Rp33.600, dan harga bawang merah
hanya turun sedikit menjadi Rp38.160 per kilogram.
Operasi pasar yang dilakukan pemerintah, pemda, badan usaha milik negara (BUMN), dan
badan usaha milik daerah (BUMD) baru mencapai segmentasi pasar saja. Harga eceran
produk pangan strategis pada tenda-tenda operasi pasar terlihat jauh lebih rendah dari harga
pasar. Misalnya harga daging sapi dijual pada rentang Rp85.000-90.000 tergantung jenisnya,
harga gula pasir dijual Rp14.000. Harga cabai merah Rp20.000 dan harga bawang merah
Rp25.000 per kilogram. Para pembeli dengan enteng berbelanja pada tenda-tenda operasi
pasar, walau harus mengantre. Sementara sebagian lain tetap berbelanja di kios-kios di dalam
los pasar tradisional dan pasar modern, walaupun dengan harga pasar yang masih mahal.
Segmentasi pasar produk pangan yang tercipta karena operasi pasar tersebut tidak banyak
mengganggu psikologi penjual dan pembeli. Transaksi jual-beli di pasar masih berlangsung
lancar, tidak terdapat gangguan yang berarti.
Sistem perdagangan produk pangan pokok dan strategis serta segenap sistem rantai nilai atau
rantai pasok yang terbangun bertahun-tahun tampak tidak akan mampu diubah begitu saja
dengan langkah jangka pendek atau terobosan sekalipun. Memperpendek rantai hanya dengan
melakukan operasi pasar atau menugaskan BUMN dan BUMD dalam sistem rantai nilai
produk pangan belum tentu akan memperbaiki stabilisasi harga pangan dalam waktu
singkat. Pemerintah dan segenap pengampu kepentingan masih memiliki pekerjaan rumah
yang tidak ringan, yaitu membenahi governansi ekonomi (economic governace) dari rantai
nilai tersebut, sebagaimana yang akan diuraikan pada artikel ini.
38
Pembenahan di sektor hulu usaha tani melalui perbaikan sistem produksi dan peningkatan
produktivitas masih amat dibutuhkan. Apabila sistem produksi di hulu masih menderita
inefisiensi yang akut, penggunaan teknologi produksi yang ketinggalan zaman, serta sistem
usaha tani tradisional yang terlalu banyak menggunakan input yang tidak efisien, maka suatu
sistem rantai nilai produk pangan dipastikan juga tidak akan efisien.
Demikian pula sistem perdagangan yang terlalu tertutup dan dikuasai para pelaku ekonomi
beberapa gelintir saja, tapi dengan posisi yang amat dominan, tentu amat sulit untuk
membangun suatu rantai nilai efisien, yang memberikan kenyamanan atau balas jasa yang
fair bagi petani produsen dan konsumen. Apabila pelaku perdagangan produk pangan
terkesan menghalang-halangi pelaku ekonomi baru yang akan masuk ke dalam sistem rantai
nilai, entry barriers seperti itu pasti akan memperlambat upaya-upaya stabilisasi harga
pangan, seperti yang menjadi tugas pemerintah.
Governansi ekonomi yang dimaksudkan di sini adalah suatu sistem nilai atau tata kelola yang
menjunjung tinggi keterbukaan dan keadilan. Governansi ekonomi dapat tercipta melalui
pelayanan sistem informasi yang terbuka dan kredibel, data volume produksi, penjualan, dan
konsumsi yang dapat dipercaya para pelaku, data harga produk dan kualitasnya yang tidak
menipu sehingga dapat dijadikan referensi para pelaku dan perumus kebijakan.
Sistem rantai nilai produk pangan yang memiliki governansi yang baik tidak harus
melibatkan aparat militer dan tentara yang ditugaskan di desa-desa untuk sekadar memastikan
target-target pembelian produksi pangan yang dihasilkan petani. Benar, bahwa rantai nilai
produk pangan yang melibatkan impor memiliki dimensi permasalahan yang tidak sederhana,
bahkan multidimensi, mulai ekonomi, politik, dan sosial-kultural.
Suatu sistem rantai nilai yang tidak dilandasi oleh modal sosial atau tingkat kepercayaan
(trust) yang tinggi antarpelaku, maka sistem tersebut dapat mengarah pada suatu distorsi yang
pasti akan menghambat stabilisasi pangan. Dan bahkan lebih berbaya bagi sistem
perekonomian dibandingkan dengan sinyalemen mafia atau kartel pangan, sebagaimana
sering disampaikan para pejabat.
Contoh terbaru tentang potensi persoalan governansi ekonomi pada sistem rantai nilai produk
pangan adalah tentang impor sapi bakalan pada 2016 ini yang mencapai 600.000 ton, setara
daging dan tambahan impor daging beku secondary cut sebanyak 10.000 ton lagi. Rencana
impor sapi pada kuartal kedua Mei-Agustus 2016 sebesar 250.000 ton setara daging belum
sepenuhnya dapat direalisasikan, karena proses pengapalan sapi dari Australia perlu waktu
yang tidak sebentar.
Solusi jangka pendek yang ditempuh pemerintah adalah membuat prioritas tambahan impor
daging beku, khusus untuk mengantisipasi permintaan pada Ramadan dan Idul Fitri.
Setidaknya, di sini terdapat dua potensi masalah baru dalam governansi ekonomi yang saling
berkaitan.
39
Pertama, stakeholders atau pelaku lama importir daging sapi merasa diperlakukan tidak adil
karena pemerintah tiba-tiba menunjuk 10 perusahaan baru untuk melakukan impor daging
secondary cut tersebut. Importir daging yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Importir
Daging Sapi (Apsidi) yang konon telah memiliki jaringan distribusi dan rantai pendingin,
sebagaimana disyaratkan, justru tidak dilibatkan dalam impor daging beku tersebut. Apakah
langkah pemerintah tersebut memang dimaksudkan untuk menghilangkan entry barriers
dalam sistem rantai nilai pangan? Waktu jualah yang akan menjawabnya.
Kedua, konsumen daging sapi dan kebanyakan masyarakat Indonesia tidak terlalu terbiasa
melakukan konsumsi langsung daging beku, sehingga daging impor secondary cut tersebut
belum tentu laku keras di pasaran. Maksudnya, daging beku asal impor tersebut tidak cukup
mudah untuk mampu menembus jaringan pengecer daging di pasar tradisional, yang
umumnya telah terafiliasi dengan jaringan pedagang daging yang lama.
Apakah hal ini ada hubungannya dengan tindakan negara melalui Komisi Pengawas
Persaingan Usaha (KPPU) yang telah menghukum denda beberapa industri penggemukan
sapi (feedloter) atas tuduhan persaingan usaha tidak sehat, sehingga terdapat perlawanan
(retaliasi) dari pelaku ekonomi tersebut, waktu jualah yang akan menjawabnya. Contoh
potensi masalah baru governansi ekonomi dalam rantai nilai daging sapi seperti inilah yang
perlu secara integratif dipertimbangkan dalam upaya stabilisasi harga pangan pokok dan
strategis.
Upaya memperpendek rantai nilai daging sapi dengan membawa sapi secara langsung dari
peternak di Nusa Tenggara Timur (NTT), wajib disertai langkah-langkah perbaikan
governansi rantai nilai. Langkah yang ditempuh dengan menekan harga beli sapi di tingkat
peternak sampai Rp33.000 per kilogram berat sapi hidup, demi untuk menekan harga eceran
daging sapi sampai Rp80.000 tentu tidaklah bijak. Maksudnya, langkah untuk menyenangkan
konsumen perkotaan dengan cara mengorbankan kesejahteraan peternak sapi di daerah
pedesaan, tentu bukan contoh governansi ekonomi yang baik. Tugas utama pemerintah untuk
memperbaiki infrastruktur pedesaan, jaringan distribusi, dan fasilitas perdagangan, serta
perbaikan birokrasi perizinan dan pemihakan kebijakan lain yang lebih kondusif jauh akan
mampu memperbaiki governansi ekonomi rantai nilai yang lebih.
Persoalan inefisiensi rantai nilai produk pangan yang bersifat struktural pasti mensyaratkan
solusi kebijakan yang lebih struktural juga. Langkah pintas untuk memperpendek rantai,
pasar murah, operasi pasar, dan lain-lain adalah syarat cukup (necessary condition), tapi
perbaikan governansi ekonomi berupa kemudahan perizinan, perlakuan adil dan terbuka
kepada segenap stakeholders, plus pembenahan infrastruktur, sistem informasi dan lain-lain
adalah syarat lengkap (sufficient condition) stabilisasi harga pangan yang lebih berjangka
panjang.
BUSTANUL ARIFIN
Guru Besar UNILA dan Ekonom Senior INDEF
40
BRIsat: Era Baru Teknologi Komunikasi
Bank
15-06-2016
Jumat, 17 Juni 2016, akan menjadi hari bersejarah bagi industri perbankan nasional. Saya
katakan demikian karena salah satu pemain penting di industri perbankan, yaitu Bank BRI,
hari itu meluncurkan BRIsat atau Satelit BRI.
Bagi saya, peluncuran BRIsat tidak sekadar terobosan BRI untuk meningkatkan efisiensi
biaya teknologi informasi perseroan, melainkan juga terobosan besar bagi industri perbankan
di Indonesia maupun dunia. BRI menjadi satu-satunya bank di dunia yang memiliki satelit
sendiri.
Era digital saat ini, masyarakat perbankan tentu akan semakin sadar, teknologi dan ekspektasi
terhadap kemudahan, kecepatan, dan keamanan transaksi meningkat. Perkembangan
teknologi informasi yang cepat, mau tidak mau, turut memengaruhi perubahan proses bisnis
perbankan. Dalam beberapa tahun terakhir, perkembangan teknologi internet dan smartphone
turut memengaruhi kebutuhan metode transaksi perbankan dari konvensional menuju
penggunaan e-channel dan internet banking. Untuk mendukung fenomena ini, sarana jaringan
komunikasi yang kuat dan andal mutlak diperlukan.
Saat ini kebutuhan jaringan komunikasi perbankan nasional pada umumnya dipenuhi melalui
jasa provider seperti dengan sewa jaringan terestrial multiprotocol label switching (MPLS)
dan sewa jasa satelit (very small aperture terminal/VSAT). Pemenuhan tersebut walaupun
dengan service level yang memuaskan, juga memiliki keterbatasan kapasitas sehingga tidak
cukup untuk memenuhi kebutuhan pengembangan bisnis, produk, dan jaringan perbankan.
Terlebih bagi bank sekelas BRI yang memiliki jaringan begitu luas sampai ke wilayah
pelosok dan pulau terpencil. Sehingga, bila mengandalkan infrastruktur komunikasi yang
”konvensional”, akan membatasi ruang bagi BRI untuk pengembangan bisnis.
Keterbatasan ketersediaan kapasitas ini disebutkan dalam kajian PT Telkom
Indonesia. Berdasarkan kajian Euroconsult dan Litbang PT Telkom pada APSAT 2013,
seperti dikutip dari Annual Report 2015 Bank BRI, pada 2016 proyeksi kebutuhan total
transponder Ku-band dan C-band adalah 420 transponder. Sementara itu, ketersediaan jumlah
transponder pada 2016 hanya 253 transponder sehingga Indonesia masih kekurangan 167
transponder. Shortage transponder nasional ini akan terus meningkat karena secara proyeksi
demand akan terus mengalami peningkatan.
41
Kapasitas penyelenggara satelit domestik Indonesia memang telah defisit sejak 10 tahun lalu,
dan terus akan defisit dalam 7-9 tahun mendatang. Dengan jumlah pasokan nasional terbatas,
ketergantungan perusahaan nasional terhadap jaringan komunikasi milik provider asing akan
semakin tinggi.
Melihat perkembangan kebutuhan jaringan komunikasi dan semakin tingginya biaya sewa
yang harus dikeluarkan, bagi BRI pembelian satelit memang bisa menjadi solusi bagi
pemenuhan kebutuhan jaringan komunikasi mereka. Selain meningkatkan kecepatan
operasional dan kemudahan akses layanan perbankan, pembelian satelit diharapkan mampu
mendukung program-program pemerintah, khususnya dalam peningkatan inklusi keuangan
(financial inclusion) masyarakat.
Bagi BRI dan masyarakat perbankan secara luas, keberadaan BRIsat ini akan memberikan
sejumlah manfaat. Pertama, keberadaan BRIsat dapat memperbesar kapasitas jaringan
komunikasi dengan area layanan yang luas. Berdasarkan Annual Report 2015 Bank BRI,
BRIsat tidak hanya menyasar wilayah Indonesia, melainkan juga sampai ke Asia. Dapat
diprediksi, BRI melalui BRIsat-nya ingin menyasar konsumen di luar negeri, khususnya Asia.
Langkah ini kemungkinan diarahkan untuk meningkatkan layanan perbankan bagi
masyarakat kita di luar negeri (TKI, mitra bisnis di Asia, dan lain-lain), sekaligus menjadi
pintu masuk bagi BRI untuk memperluas jaringannya di Asia (sebagai bank internasional).
Kedua, mendorong peningkatan realisasi layanan perbankan berbasis teknologi untuk daerah
terpencil yang lebih ekonomis. Keuntungan tentu akan didapat BRI. Secara nasional,
keberadaan BRIsat ini akan mempercepat keinginan pemerintah dan otoritas perbankan untuk
meningkatkan inklusi keuangan, khususnya di daerah-daerah terpencil yang selama ini akses
mereka terhadap perbankan masih sangat rendah.
Ketiga, bagi BRI, selain meningkatkan efisiensi dalam penyediaan layanan perbankan
elektronik, dapat dipastikan keberadaan satelit BRIsat akan menunjang kinerja operasional di
seluruh jaringan BRI serta jaringan elektronik BRI. Keberadaan BRIsat yang peluncurannya
telah dirintis sejak 2014 ini dapat meningkatkan efisiensi dan mendukung jaringan pelayanan
berbasis e-channel. Keberadaan BRIsat ini juga akan dapat mendorong peningkatan layanan
BRI kepada lebih dari 50 juta nasabahnya.
Teknologi Komunikasi vs Penetrasi Perbankan
Dukungan infrastruktur teknologi komunikasi memiliki arti sangat strategis bagi
pengembangan bisnis perbankan. Harus diakui, terbatasnya kapasitas infrastruktur teknologi
komunikasi yang kita miliki juga turut menjadi salah satu penyebab terbatasnya penetrasi
perbankan kita, baik dari sisi pengembangan produk, jaringan, maupun layanan.
Berdasarkan survei McKinsey pada 2014, Indonesia merupakan negara di ASEAN-6
(Singapura, Indonesia, Malaysia, Thailand, Filipina, Vietnam) yang penetrasi perbankannya
paling rendah. Rata-rata konsumen bank di ASEAN-6 hanya memegang kurang dari tiga
42
produk perbankan. Indonesia posisinya paling rendah dalam penetrasi produk perbankan,
sedangkan Singapura paling tinggi.
Mayoritas konsumen bank di Singapura rata-rata memegang 5,72 produk bank. Sedangkan
mayoritas konsumen bank di Indonesia memegang 2,16 produk bank. Dari rata-rata tersebut,
sebanyak 71,4% konsumen bank di Indonesia memegang hanya 1-2 produk bank, sebanyak
22,5% konsumen bank memegang 3-4 produk bank. Dengan kata lain, hanya 6,1% konsumen
bank yang memegang lebih dari lima produk bank, tertinggal bila dibandingkan dengan
Singapura (53,2%), Malaysia (20,5%), Thailand (13,6%), Filipina (8,8%), dan Vietnam
(6,8%). Secara nasional, keberadaan BRIsat berpotensi mendorong peningkatan penetrasi
perbankan nasional.
Kendati demikian, harus dipahami bahwa keberadaan BRIsat tidak serta-merta akan
mendorong lompatan secara signifikan pengembangan bisnis perbankan nasional di kancah
internasional, khususnya Asia. Ini mengingat, negara lain seperti Singapura perkembangan
infrastruktur komunikasinya sebenarnya masih lebih maju. Setidaknya, keberadaan BRIsat ini
memperpendek gap kekurangan infrastruktur teknologi komunikasi dengan bank-bank di
negara lain.
Satu hal yang juga patut dicatat, pasca-peluncuran BRIsat juga memunculkan tantangan baru
bagi BRI. Dengan mulai beroperasinya satelit yang dioperasikan sendiri, BRI harus dapat
menjawab harapan untuk mengoptimalkan keberadaan BRIsat guna peningkatan pelayanan
kepada masyarakat dan nasabah. Namun, saya percaya, BRI akan mampu menjawab harapan
tersebut.
Jadi, selamat beroperasi BRIsat. Selamat datang juga era baru infrastruktur teknologi
komunikasi perbankan nasional!
SUNARSIP
Pengamat Perbankan
43
Terminal 3 Ultimate Soetta
16-06-2016
Dalam beberapa hari ke depan, kalau tak ada halangan (doakan saja), kebandarudaraan
(bandara) Indonesia akan memasuki babak baru. Ini seiring dengan beroperasinya Terminal 3
Ultimate, Bandara Soekarno-Hatta (Soetta) di Tangerang, Banten. Bandara ini dikelola PT
Angkasa Pura II (AP II).
Tidak main-main, disiapkan siang-malam, bertahun-tahun, dan dioperasikan (shadow
operation) justru di saat menyambut libur mudik, Hari Raya Idul Fitri. Ini belum operasi
penuh, baru untuk keberangkatan dan kedatangan beberapa kota sampai bulan September
yang akan datang karena tentu kita harus amat teliti dan safe.
Melibatkan banyak pihak, dari Kemenhub, Imigrasi, Bea Cukai, Karantina, Air-Traffic
Control, airlines, otoritas bandara, keamanan, pengelola bandara (Angkasa Pura), para
vendor dan katering hingga pengelola parkir, people mover, dan seterusnya. Ini benar-benar
rumit. Apalagi kita ingin menampilkan cita rasa karya putra-putri terbaik dalam bentuk galeri
Indonesia. Jangan lupa, bandara itu adalah pintu gerbang Nusantara. Menyangkut harga diri
dan persepsi dunia terhadap kepribadian dan kejayaan bangsa.
Semoga saja hal ini bisa mengurangi kepadatan arus mudik di terminal Cengkareng dan
menambah kenyamanan Anda. Ya, memang baru di terminal. Belum sampai traffic menuju
bandara karena jalur kereta baru akan jadi tahun depan.
Pengoperasian terminal baru ini pun dilakukan kalau lolos uji dari regulator, khususnya pada
sisi udara. Saya senang karena Menteri Perhubungan (Menhub) memeriksa dengan teliti dan
kita tahu, dalam soal safety, Menhub Ignasius Jonan bukanlah orang yang bisa diajak
kompromi. Untuk itu kita ucapkan terima kasih.
Spesial
Saya sesungguhnya sudah menyaksikan Terminal 3 Ultimate sejak terminal ini masih dalam
proses pembangunan. Saya menuangkan catatan itu dalam buku saya yang berjudul Agility:
Bukan Singa yang Mengembik (2015). Kini terminal yang proses pembangunannya
menerapkan konsep design & build tersebut sudah siap dioperasikan.
Kalau saya menyebut Terminal 3 Ultimate (bukan T3 yang lama) akan menjadi babak baru
bagi industri bandara di Indonesia, itu karena beberapa hal. Pertama, dari sisi luas bangunan.
Untuk Terminal 3 Ultimate luasnya mencapai 422.804 meter persegi. Ini terminal terluas jika
44
dibandingkan dengan terminal-terminal yang ada di seluruh bandara di Indonesia. Bahkan
jika dibandingkan dengan terminal-terminal yang ada di ASEAN sekalipun.
Sebagai contoh dibandingkan dengan Bandara Changi, Singapura. Saat ini bandara itu
memiliki tiga terminal. Salah satu terminal yang paling luas adalah Terminal 3. Anda tahu
berapa luasnya? Hanya 380.000 meter persegi.
Kedua, dari sisi kapasitas. Terminal 3 Ultimate ini bakal mampu menampung 25 juta
penumpang per tahun. Lagi, bandingkan dengan Terminal 3 Bandara Changi yang “hanya”
mampu menampung 22 juta penumpang per tahun.
Ketiga, terminal ini juga akan dilengkapi dengan garbarata ganda. Garbarata ini khusus untuk
melayani pesawat superjumbo seperti Airbus A380. Mudah-mudahan kelak bandara kita bisa
didarati pesawat-pesawat yang berukuran besar tersebut.
Keempat, konsep art and culture. Bandara ini kelak dilengkapi beberapa ornamen dari
berbagai daerah di Indonesia. Ini akan membuat terminal bisa menjadi tempat santai bagi
para pengunjung dan sekaligus pameran yang bisa dinikmati para penumpang.
Kelima, teknologi, ini yang membuat terminal ini menjadi terkesan sangat modern dan ramah
lingkungan. Misalnya, penerangannya memakai lampu LED dan banyak mengandalkan
cahaya dari luar. Lalu, jalan-jalan seputar terminal banyak memakai lampu dari sel surya.
Jangan lupa juga, CCTVnya bisa langsung mendeteksi wajah-wajah yang masuk dalam daftar
DPO.
Begitu juga dengan penanganan bagasi yang mengadopsi teknologi baggage handling system
(BHS) seperti di Bandara Kualanamu, Medan. Jadi, setiap bagasi yang masuk dipasangi
barcode sesuai dengan tujuan penumpang. Ini untuk memperkecil kemungkinan bagasi yang
tertukar atau salah alamat.
Film The Terminal
“All human life can be found in an airport,” begitu tulis David Walliams, penulis, komedian,
dan presenter ternama Inggris (Anda mungkin sering melihat wajahnya di acara reality show
Britain’s Got Talent). Selain itu di terminal juga ada paradoks. Kita akan sering menemukan
tangis dan sekaligus tawa di sana.
Bandara itu adalah tempat untuk meet and greet. Ada tangis dari seorang gadis yang bakal
ditinggal kekasihnya bepergian ke luar negeri untuk waktu lama. Berbulan-bulan atau bahkan
bertahun-tahun. Ada tawa (juga tangis haru) dari seorang ibu yang menjemput kedatangan
anaknya setelah bertahun-tahun terpisah oleh jarak ribuan kilometer.
Bicara soal ini, tiba-tiba saya teringat dengan film The Terminal (2004) yang dibintangi aktor
favorit saya Tom Hanks dan artis jelita Catherine Zeta-Jones. Saya cuplikkan sedikit inti
45
ceritanya. Film ini berkisah tentang Viktor Navorsky (Tom Hanks), warga negara Krakozhia
(negara fiktif di Eropa Timur) yang lugu dan polos. Ia berkunjung ke Amerika Serikat (AS)
untuk menepati janjinya kepada sang ayah.
Ayah Viktor, seorang musisi jazz, meminta Viktor untuk mendapatkan tanda tangan dari
musisi favoritnya yang asal AS. Maka pergilah Viktor ke Negeri Paman Sam itu. Viktor
mendarat di Bandara Internasional JFK, New York, AS, dengan menenteng koper dan kaleng
di tangan sehingga memicu kecurigaan petugas bandara. Apalagi Viktor sengaja
merahasiakan isi kalengnya.
Celakanya lagi, pihak imigrasi menolak kehadirannya. Paspor Viktor dianggap tidak berlaku
karena terjadi kudeta di negaranya. Pemerintah lama tumbang, diganti pemerintahan baru
yang belum diakui pihak AS. Akibatnya paspor Viktor dianggap tidak berlaku. Ia tidak bisa
masuk ke AS.
Maka jadilah Viktor terdampar di bandara. Bagaimana ia bertahan hidup? Itulah yang
menjadi inti cerita film ini. Jenaka, tetapi juga kaya dengan satire tentang manusia. Perilaku
para petugas bandara dan orang-orang yang ada di sana terhadap Viktor barangkali menjadi
cerminan dari perilaku kita pula.
Saya tak ingin berpanjang lebar soal bagaimana Viktor menjalani hidup di terminal itu.
Maklum, kudeta di negaranya baru selesai sembilan bulan kemudian. Eksistensi negara itu
diakui kembali oleh Pemerintah AS. Paspor Viktor pun akhirnya berlaku kembali dan ia
masuk ke AS untuk mendapatkan tanda tangan dari musisi favorit ayahnya.
Bukan Koordinasi
Kisah tentang Viktor tadi mungkin tak terjadi di negara kita. Meski begitu kisah tadi
memberikan gambaran tentang betapa kompleksnya mengelola bandara dan terminal-
terminalnya. Ini juga terjadi di negeri ini. Anda harap maklumlah, dulu yang kuat itu bukan
sistemnya, tapi mantan-mantan pejabatnya yang masing-masing punya bisnis dan operator di
lapangan. Ada yang bisnis kargo, parkir, gudang, angkutan, restoran sampai vendor-vendor
dan jasa-jasa preman lainnya. Pokoknya rumitlah.
Jadi sudah pasti kehadiran Terminal 3 Ultimate ini sebuah program perubahan besar. Bukan
sekadar fisik. Ini soal transformasi sistem, manusia, dan mental bangsa. Mental berbangsa
dan berwirausaha. Juga mental kita dalam penyelamatan aset dan pendapatan negara yang
legal.
Jadi kita perlu menerapkan tata kelola yang baru. Apalagi mayoritas petugas dari berbagai
instansi yang ada di bandara berstatus pegawai negeri sipil (PNS). Anda tahu, belum semua
memiliki mindset melayani. Padahal, hampir semua urusan di bandara adalah soal safety dan
pelayanan. Dan pelayanan bukanlah melulu soal teknologi, ini soal mental manusia dan
46
sistem. Maka ini PR berat kita semua. Saya percaya kita mampu kalau kita berani melakukan
perubahan.
Anda tahu, wajah bandara adalah wajah negeri ini. Meski bandaranya megah dan rapi, kalau
pelayanan para petugasnya, koordinasi, dan support-nya jelek, itu menggambarkan ada yang
salah urus di negeri ini. Kita tentu tak mau orang luar mengecap kita sebagai negeri yang
tidak becus mengelola, bukan?
RHENALD KASALI
Pendiri Rumah Perubahan
@Rhenald_Kasali
47
BRIsat Senjata Ampuh Hadapi MEA
18-06-2016
Tak dapat disangsikan lagi, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (Bank BRI) akan
menjadi bank nomor wahid dalam teknologi informasi setelah satelit Bank BRI (BRIsat)
meluncur ke angkasa dari Kourou, Guyana Prancis, Amerika Selatan.
Mampukah BRIsat menjadi senjata ampuh dalam menghadapi era Masyarakat Ekonomi
ASEAN (MEA) yang berlaku efektif 2020 untuk industri perbankan? Sejatinya, BRIsat, yang
dibuat Space Systems/Loral (SSL) sudah meluncur ke orbit pada 9 Juni 2016, namun tertunda
dua kali.
BRIsat mempunyai 45 transponder yang terdiri atas 36 transponder frekuensi C-band dan 9
transponder frekuensi Ku-band. Satu transponder Kuband dan dua transponder C-band
diserahkan pemanfaatannya kepada pemerintah. Selebihnya akan digunakan Bank BRI untuk
mendukung layanan perbankan dari kota hingga pelosok dan pedalaman.
Langkah Strategis
Pada era MEA, persaingan dalam industri perbankan bakal semakin sengit. Apa saja langkah
strategis untuk mampu menghadapi era yang sarat persaingan itu? Ada beberapa faktor kunci
keberhasilan (key sucess factors) yang suka tak suka wajib dipenuhi, yakni manajemen yang
mumpuni, basis nasabah (customer base) yang luas, teknologi informasi (TI) yang canggih,
manajemen risiko yang baik dan benar, sumber daya manusia (SDM) yang cakap dan
berpengalaman, saluran distribusi (distribution channel) yang luas dan tingkat layanan
(service level) yang tinggi.
Pertama, BRIsat merupakan salah satu senjata ampuh. Kelak akan makin banyak bank asing
membanjiri Indonesia untuk meneguk legitnya madu industri perbankan nasional. Oleh sebab
itu, bank harus memiliki daya saing tinggi untuk sanggup bersaing ketat dengan bank asing.
Dengan BRIsat, Bank BRI telah membekali diri dengan teknologi informasi (TI) yang ampuh
untuk mampu bersaing.
Sungguh, TI bukan hanya mampu meningkatkan tingkat layanan, melainkan juga
memberikan nilai tambah (value added) pada produk dan jasa perbankan nasional. Sudah
barang tentu, BRIsat akan memberikan aneka manfaat tinggi bagi Bank BRI yang sering
disebut sebagai bank wong cilik lantaran bisnis utama (core business) yang fokus pada
pembiayaan pada segmen usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Di samping itu, Bank BRI dapat lebih memperluas saluran distribusi bukan hanya melalui
(Sindonews.com) Opini ekonomi 6 juni 2016-19 juli 2016
(Sindonews.com) Opini ekonomi 6 juni 2016-19 juli 2016
(Sindonews.com) Opini ekonomi 6 juni 2016-19 juli 2016
(Sindonews.com) Opini ekonomi 6 juni 2016-19 juli 2016
(Sindonews.com) Opini ekonomi 6 juni 2016-19 juli 2016
(Sindonews.com) Opini ekonomi 6 juni 2016-19 juli 2016
(Sindonews.com) Opini ekonomi 6 juni 2016-19 juli 2016
(Sindonews.com) Opini ekonomi 6 juni 2016-19 juli 2016
(Sindonews.com) Opini ekonomi 6 juni 2016-19 juli 2016
(Sindonews.com) Opini ekonomi 6 juni 2016-19 juli 2016
(Sindonews.com) Opini ekonomi 6 juni 2016-19 juli 2016
(Sindonews.com) Opini ekonomi 6 juni 2016-19 juli 2016
(Sindonews.com) Opini ekonomi 6 juni 2016-19 juli 2016
(Sindonews.com) Opini ekonomi 6 juni 2016-19 juli 2016
(Sindonews.com) Opini ekonomi 6 juni 2016-19 juli 2016
(Sindonews.com) Opini ekonomi 6 juni 2016-19 juli 2016
(Sindonews.com) Opini ekonomi 6 juni 2016-19 juli 2016
(Sindonews.com) Opini ekonomi 6 juni 2016-19 juli 2016
(Sindonews.com) Opini ekonomi 6 juni 2016-19 juli 2016
(Sindonews.com) Opini ekonomi 6 juni 2016-19 juli 2016
(Sindonews.com) Opini ekonomi 6 juni 2016-19 juli 2016
(Sindonews.com) Opini ekonomi 6 juni 2016-19 juli 2016
(Sindonews.com) Opini ekonomi 6 juni 2016-19 juli 2016
(Sindonews.com) Opini ekonomi 6 juni 2016-19 juli 2016
(Sindonews.com) Opini ekonomi 6 juni 2016-19 juli 2016
(Sindonews.com) Opini ekonomi 6 juni 2016-19 juli 2016
(Sindonews.com) Opini ekonomi 6 juni 2016-19 juli 2016
(Sindonews.com) Opini ekonomi 6 juni 2016-19 juli 2016
(Sindonews.com) Opini ekonomi 6 juni 2016-19 juli 2016
(Sindonews.com) Opini ekonomi 6 juni 2016-19 juli 2016
(Sindonews.com) Opini ekonomi 6 juni 2016-19 juli 2016
(Sindonews.com) Opini ekonomi 6 juni 2016-19 juli 2016
(Sindonews.com) Opini ekonomi 6 juni 2016-19 juli 2016
(Sindonews.com) Opini ekonomi 6 juni 2016-19 juli 2016
(Sindonews.com) Opini ekonomi 6 juni 2016-19 juli 2016
(Sindonews.com) Opini ekonomi 6 juni 2016-19 juli 2016
(Sindonews.com) Opini ekonomi 6 juni 2016-19 juli 2016
(Sindonews.com) Opini ekonomi 6 juni 2016-19 juli 2016
(Sindonews.com) Opini ekonomi 6 juni 2016-19 juli 2016
(Sindonews.com) Opini ekonomi 6 juni 2016-19 juli 2016
(Sindonews.com) Opini ekonomi 6 juni 2016-19 juli 2016
(Sindonews.com) Opini ekonomi 6 juni 2016-19 juli 2016
(Sindonews.com) Opini ekonomi 6 juni 2016-19 juli 2016
(Sindonews.com) Opini ekonomi 6 juni 2016-19 juli 2016
(Sindonews.com) Opini ekonomi 6 juni 2016-19 juli 2016
(Sindonews.com) Opini ekonomi 6 juni 2016-19 juli 2016
(Sindonews.com) Opini ekonomi 6 juni 2016-19 juli 2016
(Sindonews.com) Opini ekonomi 6 juni 2016-19 juli 2016
(Sindonews.com) Opini ekonomi 6 juni 2016-19 juli 2016
(Sindonews.com) Opini ekonomi 6 juni 2016-19 juli 2016
(Sindonews.com) Opini ekonomi 6 juni 2016-19 juli 2016
(Sindonews.com) Opini ekonomi 6 juni 2016-19 juli 2016
(Sindonews.com) Opini ekonomi 6 juni 2016-19 juli 2016
(Sindonews.com) Opini ekonomi 6 juni 2016-19 juli 2016
(Sindonews.com) Opini ekonomi 6 juni 2016-19 juli 2016
(Sindonews.com) Opini ekonomi 6 juni 2016-19 juli 2016
(Sindonews.com) Opini ekonomi 6 juni 2016-19 juli 2016
(Sindonews.com) Opini ekonomi 6 juni 2016-19 juli 2016
(Sindonews.com) Opini ekonomi 6 juni 2016-19 juli 2016
(Sindonews.com) Opini ekonomi 6 juni 2016-19 juli 2016
(Sindonews.com) Opini ekonomi 6 juni 2016-19 juli 2016
(Sindonews.com) Opini ekonomi 6 juni 2016-19 juli 2016
(Sindonews.com) Opini ekonomi 6 juni 2016-19 juli 2016
(Sindonews.com) Opini ekonomi 6 juni 2016-19 juli 2016
(Sindonews.com) Opini ekonomi 6 juni 2016-19 juli 2016
(Sindonews.com) Opini ekonomi 6 juni 2016-19 juli 2016
(Sindonews.com) Opini ekonomi 6 juni 2016-19 juli 2016
(Sindonews.com) Opini ekonomi 6 juni 2016-19 juli 2016
(Sindonews.com) Opini ekonomi 6 juni 2016-19 juli 2016
(Sindonews.com) Opini ekonomi 6 juni 2016-19 juli 2016
(Sindonews.com) Opini ekonomi 6 juni 2016-19 juli 2016
(Sindonews.com) Opini ekonomi 6 juni 2016-19 juli 2016
(Sindonews.com) Opini ekonomi 6 juni 2016-19 juli 2016
(Sindonews.com) Opini ekonomi 6 juni 2016-19 juli 2016
(Sindonews.com) Opini ekonomi 6 juni 2016-19 juli 2016
(Sindonews.com) Opini ekonomi 6 juni 2016-19 juli 2016
(Sindonews.com) Opini ekonomi 6 juni 2016-19 juli 2016
(Sindonews.com) Opini ekonomi 6 juni 2016-19 juli 2016
(Sindonews.com) Opini ekonomi 6 juni 2016-19 juli 2016
(Sindonews.com) Opini ekonomi 6 juni 2016-19 juli 2016
(Sindonews.com) Opini ekonomi 6 juni 2016-19 juli 2016
(Sindonews.com) Opini ekonomi 6 juni 2016-19 juli 2016
(Sindonews.com) Opini ekonomi 6 juni 2016-19 juli 2016
(Sindonews.com) Opini ekonomi 6 juni 2016-19 juli 2016
(Sindonews.com) Opini ekonomi 6 juni 2016-19 juli 2016
(Sindonews.com) Opini ekonomi 6 juni 2016-19 juli 2016
(Sindonews.com) Opini ekonomi 6 juni 2016-19 juli 2016
(Sindonews.com) Opini ekonomi 6 juni 2016-19 juli 2016
(Sindonews.com) Opini ekonomi 6 juni 2016-19 juli 2016
(Sindonews.com) Opini ekonomi 6 juni 2016-19 juli 2016
(Sindonews.com) Opini ekonomi 6 juni 2016-19 juli 2016
(Sindonews.com) Opini ekonomi 6 juni 2016-19 juli 2016
(Sindonews.com) Opini ekonomi 6 juni 2016-19 juli 2016
(Sindonews.com) Opini ekonomi 6 juni 2016-19 juli 2016
(Sindonews.com) Opini ekonomi 6 juni 2016-19 juli 2016
(Sindonews.com) Opini ekonomi 6 juni 2016-19 juli 2016
(Sindonews.com) Opini ekonomi 6 juni 2016-19 juli 2016
(Sindonews.com) Opini ekonomi 6 juni 2016-19 juli 2016
(Sindonews.com) Opini ekonomi 6 juni 2016-19 juli 2016
(Sindonews.com) Opini ekonomi 6 juni 2016-19 juli 2016
(Sindonews.com) Opini ekonomi 6 juni 2016-19 juli 2016
(Sindonews.com) Opini ekonomi 6 juni 2016-19 juli 2016
(Sindonews.com) Opini ekonomi 6 juni 2016-19 juli 2016
(Sindonews.com) Opini ekonomi 6 juni 2016-19 juli 2016
(Sindonews.com) Opini ekonomi 6 juni 2016-19 juli 2016
(Sindonews.com) Opini ekonomi 6 juni 2016-19 juli 2016
(Sindonews.com) Opini ekonomi 6 juni 2016-19 juli 2016
(Sindonews.com) Opini ekonomi 6 juni 2016-19 juli 2016
(Sindonews.com) Opini ekonomi 6 juni 2016-19 juli 2016
(Sindonews.com) Opini ekonomi 6 juni 2016-19 juli 2016
(Sindonews.com) Opini ekonomi 6 juni 2016-19 juli 2016

More Related Content

What's hot

2017 Tantangan Risiko Global Indonesia
2017 Tantangan Risiko Global Indonesia2017 Tantangan Risiko Global Indonesia
2017 Tantangan Risiko Global IndonesiaPerdana Wahyu Santosa
 
Jenis- Jenis Pendapatan pusat ppt
Jenis- Jenis Pendapatan pusat pptJenis- Jenis Pendapatan pusat ppt
Jenis- Jenis Pendapatan pusat pptNabila Hanun
 
Laporan Awal Kerangka Ekonomi Makro Kota Tanjungpinang
Laporan Awal Kerangka Ekonomi Makro Kota TanjungpinangLaporan Awal Kerangka Ekonomi Makro Kota Tanjungpinang
Laporan Awal Kerangka Ekonomi Makro Kota TanjungpinangShahril Budiman Png
 
Mengkritisi postur rapbn 2009 umi hanik
Mengkritisi postur rapbn 2009 umi hanikMengkritisi postur rapbn 2009 umi hanik
Mengkritisi postur rapbn 2009 umi hanikUmi Hanik
 
Pengaruh mandatory spending di Indonesia
Pengaruh mandatory spending di IndonesiaPengaruh mandatory spending di Indonesia
Pengaruh mandatory spending di IndonesiaPuja Lestari
 
Laporan perekonomian provinsi sumatera utara mei 2019
Laporan perekonomian provinsi sumatera utara mei 2019Laporan perekonomian provinsi sumatera utara mei 2019
Laporan perekonomian provinsi sumatera utara mei 2019Dameuli Silalahi
 
Analisa Tax Amnesty Karya Ilmiah - Stephanie S1 Akuntansi A Fakultas Ekonomi ...
Analisa Tax Amnesty Karya Ilmiah - Stephanie S1 Akuntansi A Fakultas Ekonomi ...Analisa Tax Amnesty Karya Ilmiah - Stephanie S1 Akuntansi A Fakultas Ekonomi ...
Analisa Tax Amnesty Karya Ilmiah - Stephanie S1 Akuntansi A Fakultas Ekonomi ...stephaniejessey
 
Beberapa rincian tentang apbn 2013
Beberapa rincian tentang apbn 2013Beberapa rincian tentang apbn 2013
Beberapa rincian tentang apbn 2013Yesica Adicondro
 
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dalam Perekonomian Indonesia
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dalam Perekonomian IndonesiaAnggaran Pendapatan dan Belanja Negara dalam Perekonomian Indonesia
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dalam Perekonomian IndonesiaSTIE EKUITAS BANDUNG
 
Dampak Tax Amnesty Terhadap Pembangunan di Indonesia
Dampak Tax Amnesty Terhadap Pembangunan di IndonesiaDampak Tax Amnesty Terhadap Pembangunan di Indonesia
Dampak Tax Amnesty Terhadap Pembangunan di Indonesiabennyagussetiono
 
2019-03-28 APBN dan Arah Kebijakan fiskal Indonesia 2019
2019-03-28 APBN dan Arah Kebijakan fiskal Indonesia 20192019-03-28 APBN dan Arah Kebijakan fiskal Indonesia 2019
2019-03-28 APBN dan Arah Kebijakan fiskal Indonesia 2019Ahmad Abdul Haq
 
IERO NO 1/TAHUN III/MARET 2014
IERO NO 1/TAHUN III/MARET 2014IERO NO 1/TAHUN III/MARET 2014
IERO NO 1/TAHUN III/MARET 2014Rosa Kristiadi
 
Kebijakan fiskal
Kebijakan fiskalKebijakan fiskal
Kebijakan fiskalSiti Sahati
 

What's hot (20)

2017 Tantangan Risiko Global Indonesia
2017 Tantangan Risiko Global Indonesia2017 Tantangan Risiko Global Indonesia
2017 Tantangan Risiko Global Indonesia
 
21 Inspirator Pembangunan Daerah
21 Inspirator Pembangunan Daerah21 Inspirator Pembangunan Daerah
21 Inspirator Pembangunan Daerah
 
Rapbn
RapbnRapbn
Rapbn
 
Jejak-Jejak Nawacita
Jejak-Jejak NawacitaJejak-Jejak Nawacita
Jejak-Jejak Nawacita
 
Jenis- Jenis Pendapatan pusat ppt
Jenis- Jenis Pendapatan pusat pptJenis- Jenis Pendapatan pusat ppt
Jenis- Jenis Pendapatan pusat ppt
 
Coba-Coba Dana Desa
Coba-Coba Dana DesaCoba-Coba Dana Desa
Coba-Coba Dana Desa
 
Holding BUMN Terlalu Memaksakan
Holding BUMN Terlalu MemaksakanHolding BUMN Terlalu Memaksakan
Holding BUMN Terlalu Memaksakan
 
Laporan Awal Kerangka Ekonomi Makro Kota Tanjungpinang
Laporan Awal Kerangka Ekonomi Makro Kota TanjungpinangLaporan Awal Kerangka Ekonomi Makro Kota Tanjungpinang
Laporan Awal Kerangka Ekonomi Makro Kota Tanjungpinang
 
Mengkritisi postur rapbn 2009 umi hanik
Mengkritisi postur rapbn 2009 umi hanikMengkritisi postur rapbn 2009 umi hanik
Mengkritisi postur rapbn 2009 umi hanik
 
Pengaruh mandatory spending di Indonesia
Pengaruh mandatory spending di IndonesiaPengaruh mandatory spending di Indonesia
Pengaruh mandatory spending di Indonesia
 
Laporan perekonomian provinsi sumatera utara mei 2019
Laporan perekonomian provinsi sumatera utara mei 2019Laporan perekonomian provinsi sumatera utara mei 2019
Laporan perekonomian provinsi sumatera utara mei 2019
 
Analisa Tax Amnesty Karya Ilmiah - Stephanie S1 Akuntansi A Fakultas Ekonomi ...
Analisa Tax Amnesty Karya Ilmiah - Stephanie S1 Akuntansi A Fakultas Ekonomi ...Analisa Tax Amnesty Karya Ilmiah - Stephanie S1 Akuntansi A Fakultas Ekonomi ...
Analisa Tax Amnesty Karya Ilmiah - Stephanie S1 Akuntansi A Fakultas Ekonomi ...
 
Beberapa rincian tentang apbn 2013
Beberapa rincian tentang apbn 2013Beberapa rincian tentang apbn 2013
Beberapa rincian tentang apbn 2013
 
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dalam Perekonomian Indonesia
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dalam Perekonomian IndonesiaAnggaran Pendapatan dan Belanja Negara dalam Perekonomian Indonesia
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dalam Perekonomian Indonesia
 
Dampak Tax Amnesty Terhadap Pembangunan di Indonesia
Dampak Tax Amnesty Terhadap Pembangunan di IndonesiaDampak Tax Amnesty Terhadap Pembangunan di Indonesia
Dampak Tax Amnesty Terhadap Pembangunan di Indonesia
 
2019-03-28 APBN dan Arah Kebijakan fiskal Indonesia 2019
2019-03-28 APBN dan Arah Kebijakan fiskal Indonesia 20192019-03-28 APBN dan Arah Kebijakan fiskal Indonesia 2019
2019-03-28 APBN dan Arah Kebijakan fiskal Indonesia 2019
 
IERO NO 1/TAHUN III/MARET 2014
IERO NO 1/TAHUN III/MARET 2014IERO NO 1/TAHUN III/MARET 2014
IERO NO 1/TAHUN III/MARET 2014
 
Tugas kebijakan fiskal
Tugas kebijakan fiskalTugas kebijakan fiskal
Tugas kebijakan fiskal
 
Kebijakan fiskal
Kebijakan fiskalKebijakan fiskal
Kebijakan fiskal
 
Informasi APBN 2017 (071216)
Informasi APBN 2017 (071216)Informasi APBN 2017 (071216)
Informasi APBN 2017 (071216)
 

Viewers also liked

(Sindonews.com) Opini sosial-budaya 26 maret 2016-8 mei 2016
(Sindonews.com) Opini sosial-budaya 26 maret 2016-8 mei 2016(Sindonews.com) Opini sosial-budaya 26 maret 2016-8 mei 2016
(Sindonews.com) Opini sosial-budaya 26 maret 2016-8 mei 2016ekho109
 
(Sindonews.com) Opini hukum-politik 23 juni 2016-19 agustus 2016
(Sindonews.com) Opini hukum-politik 23 juni 2016-19 agustus 2016(Sindonews.com) Opini hukum-politik 23 juni 2016-19 agustus 2016
(Sindonews.com) Opini hukum-politik 23 juni 2016-19 agustus 2016ekho109
 
(Sindonews.com) Opini sosial budaya 31 agustus 2016-8 oktober 2016
(Sindonews.com) Opini sosial budaya 31 agustus 2016-8 oktober 2016(Sindonews.com) Opini sosial budaya 31 agustus 2016-8 oktober 2016
(Sindonews.com) Opini sosial budaya 31 agustus 2016-8 oktober 2016ekho109
 
(sindonews.com) Opini sosial-budaya 8 mei 2016-11 juni 2016
(sindonews.com) Opini sosial-budaya 8 mei 2016-11 juni 2016(sindonews.com) Opini sosial-budaya 8 mei 2016-11 juni 2016
(sindonews.com) Opini sosial-budaya 8 mei 2016-11 juni 2016ekho109
 
(Sindonews.com) Opini ekonomi 17 april 2016-6 juni 2016
(Sindonews.com) Opini ekonomi 17 april 2016-6 juni 2016(Sindonews.com) Opini ekonomi 17 april 2016-6 juni 2016
(Sindonews.com) Opini ekonomi 17 april 2016-6 juni 2016ekho109
 
(Sindonews.com) Opini sosial-budaya 12 juni 2016-16 juli 2016
(Sindonews.com) Opini sosial-budaya 12 juni 2016-16 juli 2016(Sindonews.com) Opini sosial-budaya 12 juni 2016-16 juli 2016
(Sindonews.com) Opini sosial-budaya 12 juni 2016-16 juli 2016ekho109
 
Happy @ work - Percept celebrates 30
Happy @ work - Percept celebrates 30 Happy @ work - Percept celebrates 30
Happy @ work - Percept celebrates 30 PerceptLtd
 
Glorious moments of Percept Group - Commemorating 30 years of Excellence
Glorious moments of Percept Group - Commemorating 30 years of Excellence Glorious moments of Percept Group - Commemorating 30 years of Excellence
Glorious moments of Percept Group - Commemorating 30 years of Excellence PerceptLtd
 
Holly.meredith power pointpresentation_unit 1
Holly.meredith power pointpresentation_unit 1Holly.meredith power pointpresentation_unit 1
Holly.meredith power pointpresentation_unit 1HollyMeredtih
 
A Bibliography women and planning produced for the RTPI Equal Opps Panel
A Bibliography women and planning produced for the RTPI Equal Opps PanelA Bibliography women and planning produced for the RTPI Equal Opps Panel
A Bibliography women and planning produced for the RTPI Equal Opps PanelDory Reeves
 
(Sindonews.com) Opini ekonomi 20 juli 2016-31 agustus 2016
(Sindonews.com) Opini ekonomi 20 juli 2016-31 agustus 2016(Sindonews.com) Opini ekonomi 20 juli 2016-31 agustus 2016
(Sindonews.com) Opini ekonomi 20 juli 2016-31 agustus 2016ekho109
 
Rekaman Copa America Centenario 2016
Rekaman Copa America Centenario 2016Rekaman Copa America Centenario 2016
Rekaman Copa America Centenario 2016ekho109
 
Wykład jak rozmawiać z dzieckiem, kiedy rodzina przeżywa kryzys
Wykład jak rozmawiać z dzieckiem, kiedy rodzina przeżywa kryzysWykład jak rozmawiać z dzieckiem, kiedy rodzina przeżywa kryzys
Wykład jak rozmawiać z dzieckiem, kiedy rodzina przeżywa kryzysmilenam23
 
Honors awards & accolades of Percept Group - Celebrating 30 years
Honors awards & accolades of Percept Group - Celebrating 30 yearsHonors awards & accolades of Percept Group - Celebrating 30 years
Honors awards & accolades of Percept Group - Celebrating 30 yearsPerceptLtd
 
Uniwersytet dzieci jak zachęcić dziecko do nauki
Uniwersytet dzieci   jak zachęcić dziecko do naukiUniwersytet dzieci   jak zachęcić dziecko do nauki
Uniwersytet dzieci jak zachęcić dziecko do naukimilenam23
 

Viewers also liked (16)

(Sindonews.com) Opini sosial-budaya 26 maret 2016-8 mei 2016
(Sindonews.com) Opini sosial-budaya 26 maret 2016-8 mei 2016(Sindonews.com) Opini sosial-budaya 26 maret 2016-8 mei 2016
(Sindonews.com) Opini sosial-budaya 26 maret 2016-8 mei 2016
 
(Sindonews.com) Opini hukum-politik 23 juni 2016-19 agustus 2016
(Sindonews.com) Opini hukum-politik 23 juni 2016-19 agustus 2016(Sindonews.com) Opini hukum-politik 23 juni 2016-19 agustus 2016
(Sindonews.com) Opini hukum-politik 23 juni 2016-19 agustus 2016
 
(Sindonews.com) Opini sosial budaya 31 agustus 2016-8 oktober 2016
(Sindonews.com) Opini sosial budaya 31 agustus 2016-8 oktober 2016(Sindonews.com) Opini sosial budaya 31 agustus 2016-8 oktober 2016
(Sindonews.com) Opini sosial budaya 31 agustus 2016-8 oktober 2016
 
(sindonews.com) Opini sosial-budaya 8 mei 2016-11 juni 2016
(sindonews.com) Opini sosial-budaya 8 mei 2016-11 juni 2016(sindonews.com) Opini sosial-budaya 8 mei 2016-11 juni 2016
(sindonews.com) Opini sosial-budaya 8 mei 2016-11 juni 2016
 
(Sindonews.com) Opini ekonomi 17 april 2016-6 juni 2016
(Sindonews.com) Opini ekonomi 17 april 2016-6 juni 2016(Sindonews.com) Opini ekonomi 17 april 2016-6 juni 2016
(Sindonews.com) Opini ekonomi 17 april 2016-6 juni 2016
 
(Sindonews.com) Opini sosial-budaya 12 juni 2016-16 juli 2016
(Sindonews.com) Opini sosial-budaya 12 juni 2016-16 juli 2016(Sindonews.com) Opini sosial-budaya 12 juni 2016-16 juli 2016
(Sindonews.com) Opini sosial-budaya 12 juni 2016-16 juli 2016
 
Happy @ work - Percept celebrates 30
Happy @ work - Percept celebrates 30 Happy @ work - Percept celebrates 30
Happy @ work - Percept celebrates 30
 
Glorious moments of Percept Group - Commemorating 30 years of Excellence
Glorious moments of Percept Group - Commemorating 30 years of Excellence Glorious moments of Percept Group - Commemorating 30 years of Excellence
Glorious moments of Percept Group - Commemorating 30 years of Excellence
 
Holly.meredith power pointpresentation_unit 1
Holly.meredith power pointpresentation_unit 1Holly.meredith power pointpresentation_unit 1
Holly.meredith power pointpresentation_unit 1
 
A Bibliography women and planning produced for the RTPI Equal Opps Panel
A Bibliography women and planning produced for the RTPI Equal Opps PanelA Bibliography women and planning produced for the RTPI Equal Opps Panel
A Bibliography women and planning produced for the RTPI Equal Opps Panel
 
(Sindonews.com) Opini ekonomi 20 juli 2016-31 agustus 2016
(Sindonews.com) Opini ekonomi 20 juli 2016-31 agustus 2016(Sindonews.com) Opini ekonomi 20 juli 2016-31 agustus 2016
(Sindonews.com) Opini ekonomi 20 juli 2016-31 agustus 2016
 
Rekaman Copa America Centenario 2016
Rekaman Copa America Centenario 2016Rekaman Copa America Centenario 2016
Rekaman Copa America Centenario 2016
 
Wykład jak rozmawiać z dzieckiem, kiedy rodzina przeżywa kryzys
Wykład jak rozmawiać z dzieckiem, kiedy rodzina przeżywa kryzysWykład jak rozmawiać z dzieckiem, kiedy rodzina przeżywa kryzys
Wykład jak rozmawiać z dzieckiem, kiedy rodzina przeżywa kryzys
 
Honors awards & accolades of Percept Group - Celebrating 30 years
Honors awards & accolades of Percept Group - Celebrating 30 yearsHonors awards & accolades of Percept Group - Celebrating 30 years
Honors awards & accolades of Percept Group - Celebrating 30 years
 
Scada df
Scada dfScada df
Scada df
 
Uniwersytet dzieci jak zachęcić dziecko do nauki
Uniwersytet dzieci   jak zachęcić dziecko do naukiUniwersytet dzieci   jak zachęcić dziecko do nauki
Uniwersytet dzieci jak zachęcić dziecko do nauki
 

Similar to (Sindonews.com) Opini ekonomi 6 juni 2016-19 juli 2016

Adm Keuangan Ari.docx
Adm Keuangan Ari.docxAdm Keuangan Ari.docx
Adm Keuangan Ari.docxFadhielAchmad
 
ADM KEUANGAN LENA.docx
ADM KEUANGAN LENA.docxADM KEUANGAN LENA.docx
ADM KEUANGAN LENA.docxFadhielAchmad
 
TRIFONIA APIKA RIRIN PUTRI_D1091171032_PEMPEM_27 APRIL.pdf
TRIFONIA APIKA RIRIN PUTRI_D1091171032_PEMPEM_27 APRIL.pdfTRIFONIA APIKA RIRIN PUTRI_D1091171032_PEMPEM_27 APRIL.pdf
TRIFONIA APIKA RIRIN PUTRI_D1091171032_PEMPEM_27 APRIL.pdfTrifoniaApikaRirinPu1
 
Optimisme pemerintah lepas dari resesi
Optimisme pemerintah lepas dari resesiOptimisme pemerintah lepas dari resesi
Optimisme pemerintah lepas dari resesiMuhardi Karijanto
 
Dampak covid 19 dan upaya pemerintah dalam menyelamatkan perekonomian
Dampak covid 19 dan upaya pemerintah dalam menyelamatkan perekonomianDampak covid 19 dan upaya pemerintah dalam menyelamatkan perekonomian
Dampak covid 19 dan upaya pemerintah dalam menyelamatkan perekonomianHanifahFebriana
 
PPT PEMBANGUNAN Natasya Ummayra 21102012.pptx
PPT PEMBANGUNAN Natasya Ummayra 21102012.pptxPPT PEMBANGUNAN Natasya Ummayra 21102012.pptx
PPT PEMBANGUNAN Natasya Ummayra 21102012.pptxNatasyaUmmayra
 
Transparansi dalam pengelolaan dan pengendalian apbn
Transparansi dalam pengelolaan dan pengendalian apbnTransparansi dalam pengelolaan dan pengendalian apbn
Transparansi dalam pengelolaan dan pengendalian apbnwandranatuna
 
PPT_optimalisasi_PAD_PDRB_19Jul22.pdf
PPT_optimalisasi_PAD_PDRB_19Jul22.pdfPPT_optimalisasi_PAD_PDRB_19Jul22.pdf
PPT_optimalisasi_PAD_PDRB_19Jul22.pdfAsepSuparman21
 
Tugas asp 2 analisis apbn 2016
Tugas asp 2 analisis apbn 2016Tugas asp 2 analisis apbn 2016
Tugas asp 2 analisis apbn 2016EnvaPya
 
Paper analisis kasus_korupsi_rapbn-1_baru[1]
Paper analisis kasus_korupsi_rapbn-1_baru[1]Paper analisis kasus_korupsi_rapbn-1_baru[1]
Paper analisis kasus_korupsi_rapbn-1_baru[1]NhaAnawati
 
Penggunaan kebijakan fiskal dalam mencegah terjadinya resesi
Penggunaan kebijakan fiskal dalam mencegah terjadinya resesiPenggunaan kebijakan fiskal dalam mencegah terjadinya resesi
Penggunaan kebijakan fiskal dalam mencegah terjadinya resesiMonicaMagdalena5
 
FORUM KONSULTASI PUBLIK RANCANGAN AWAL RKPD PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2022
FORUM KONSULTASI PUBLIK RANCANGAN AWAL RKPD PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2022FORUM KONSULTASI PUBLIK RANCANGAN AWAL RKPD PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2022
FORUM KONSULTASI PUBLIK RANCANGAN AWAL RKPD PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2022BappedaLampungUtara
 
Lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2020
Lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2020Lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2020
Lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2020Arif Efendi
 
Materi APKINDO - Seminar PEI 2023.pdf
Materi APKINDO  - Seminar PEI 2023.pdfMateri APKINDO  - Seminar PEI 2023.pdf
Materi APKINDO - Seminar PEI 2023.pdfryanavino
 
SKRIPSI YOLANDA ASLI.docx
SKRIPSI YOLANDA ASLI.docxSKRIPSI YOLANDA ASLI.docx
SKRIPSI YOLANDA ASLI.docxMustani98
 

Similar to (Sindonews.com) Opini ekonomi 6 juni 2016-19 juli 2016 (20)

Adm Keuangan Ari.docx
Adm Keuangan Ari.docxAdm Keuangan Ari.docx
Adm Keuangan Ari.docx
 
ADM KEUANGAN LENA.docx
ADM KEUANGAN LENA.docxADM KEUANGAN LENA.docx
ADM KEUANGAN LENA.docx
 
TRIFONIA APIKA RIRIN PUTRI_D1091171032_PEMPEM_27 APRIL.pdf
TRIFONIA APIKA RIRIN PUTRI_D1091171032_PEMPEM_27 APRIL.pdfTRIFONIA APIKA RIRIN PUTRI_D1091171032_PEMPEM_27 APRIL.pdf
TRIFONIA APIKA RIRIN PUTRI_D1091171032_PEMPEM_27 APRIL.pdf
 
Optimisme pemerintah lepas dari resesi
Optimisme pemerintah lepas dari resesiOptimisme pemerintah lepas dari resesi
Optimisme pemerintah lepas dari resesi
 
Dampak covid 19 dan upaya pemerintah dalam menyelamatkan perekonomian
Dampak covid 19 dan upaya pemerintah dalam menyelamatkan perekonomianDampak covid 19 dan upaya pemerintah dalam menyelamatkan perekonomian
Dampak covid 19 dan upaya pemerintah dalam menyelamatkan perekonomian
 
PPT PEMBANGUNAN Natasya Ummayra 21102012.pptx
PPT PEMBANGUNAN Natasya Ummayra 21102012.pptxPPT PEMBANGUNAN Natasya Ummayra 21102012.pptx
PPT PEMBANGUNAN Natasya Ummayra 21102012.pptx
 
hukum pajak.docx
hukum pajak.docxhukum pajak.docx
hukum pajak.docx
 
TF 20230831.pdf
TF 20230831.pdfTF 20230831.pdf
TF 20230831.pdf
 
Transparansi dalam pengelolaan dan pengendalian apbn
Transparansi dalam pengelolaan dan pengendalian apbnTransparansi dalam pengelolaan dan pengendalian apbn
Transparansi dalam pengelolaan dan pengendalian apbn
 
PPT_optimalisasi_PAD_PDRB_19Jul22.pdf
PPT_optimalisasi_PAD_PDRB_19Jul22.pdfPPT_optimalisasi_PAD_PDRB_19Jul22.pdf
PPT_optimalisasi_PAD_PDRB_19Jul22.pdf
 
Artikel keuangan negara
Artikel keuangan negaraArtikel keuangan negara
Artikel keuangan negara
 
Tugas asp 2 analisis apbn 2016
Tugas asp 2 analisis apbn 2016Tugas asp 2 analisis apbn 2016
Tugas asp 2 analisis apbn 2016
 
Paper analisis kasus_korupsi_rapbn-1_baru[1]
Paper analisis kasus_korupsi_rapbn-1_baru[1]Paper analisis kasus_korupsi_rapbn-1_baru[1]
Paper analisis kasus_korupsi_rapbn-1_baru[1]
 
Dimana Peran BUMN ?
Dimana Peran BUMN ?Dimana Peran BUMN ?
Dimana Peran BUMN ?
 
Tugas Kelompok
Tugas KelompokTugas Kelompok
Tugas Kelompok
 
Penggunaan kebijakan fiskal dalam mencegah terjadinya resesi
Penggunaan kebijakan fiskal dalam mencegah terjadinya resesiPenggunaan kebijakan fiskal dalam mencegah terjadinya resesi
Penggunaan kebijakan fiskal dalam mencegah terjadinya resesi
 
FORUM KONSULTASI PUBLIK RANCANGAN AWAL RKPD PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2022
FORUM KONSULTASI PUBLIK RANCANGAN AWAL RKPD PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2022FORUM KONSULTASI PUBLIK RANCANGAN AWAL RKPD PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2022
FORUM KONSULTASI PUBLIK RANCANGAN AWAL RKPD PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2022
 
Lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2020
Lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2020Lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2020
Lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2020
 
Materi APKINDO - Seminar PEI 2023.pdf
Materi APKINDO  - Seminar PEI 2023.pdfMateri APKINDO  - Seminar PEI 2023.pdf
Materi APKINDO - Seminar PEI 2023.pdf
 
SKRIPSI YOLANDA ASLI.docx
SKRIPSI YOLANDA ASLI.docxSKRIPSI YOLANDA ASLI.docx
SKRIPSI YOLANDA ASLI.docx
 

Recently uploaded

MENYELESAIKAN PENGUJIAN DALAM SIKLUS PEROLEHAN DAN PEMBAYARAN KAS VERIFIKASI ...
MENYELESAIKAN PENGUJIAN DALAM SIKLUS PEROLEHAN DAN PEMBAYARAN KAS VERIFIKASI ...MENYELESAIKAN PENGUJIAN DALAM SIKLUS PEROLEHAN DAN PEMBAYARAN KAS VERIFIKASI ...
MENYELESAIKAN PENGUJIAN DALAM SIKLUS PEROLEHAN DAN PEMBAYARAN KAS VERIFIKASI ...OknaRyana1
 
Presentasi Leasing Pada Lembaga Keuangan Non Bank
Presentasi Leasing Pada Lembaga Keuangan Non BankPresentasi Leasing Pada Lembaga Keuangan Non Bank
Presentasi Leasing Pada Lembaga Keuangan Non Bankzulfikar425966
 
ANALISIS SENSITIVITAS SIMPLEKS BESERTA PERUBAHAN KONTRIBUSI.pptx
ANALISIS SENSITIVITAS SIMPLEKS BESERTA PERUBAHAN KONTRIBUSI.pptxANALISIS SENSITIVITAS SIMPLEKS BESERTA PERUBAHAN KONTRIBUSI.pptx
ANALISIS SENSITIVITAS SIMPLEKS BESERTA PERUBAHAN KONTRIBUSI.pptxUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BERAU
 
Slide Pengisian SPT Tahunan 2015 - OP 1770 Pembukuan.ppt
Slide Pengisian SPT Tahunan 2015 - OP 1770 Pembukuan.pptSlide Pengisian SPT Tahunan 2015 - OP 1770 Pembukuan.ppt
Slide Pengisian SPT Tahunan 2015 - OP 1770 Pembukuan.pptwxmnxfm57w
 
Presentasi Tentang Asuransi Pada Lembaga Keuangan
Presentasi Tentang Asuransi Pada Lembaga KeuanganPresentasi Tentang Asuransi Pada Lembaga Keuangan
Presentasi Tentang Asuransi Pada Lembaga Keuanganzulfikar425966
 
KELOMPOK 17-PEREKONOMIAN INDO moneter dan fiskal
KELOMPOK 17-PEREKONOMIAN INDO moneter dan fiskalKELOMPOK 17-PEREKONOMIAN INDO moneter dan fiskal
KELOMPOK 17-PEREKONOMIAN INDO moneter dan fiskalAthoillahEconomi
 
PPT KELOMPOK 4 ORGANISASI DARI KOPERASI.pptx
PPT KELOMPOK 4 ORGANISASI DARI KOPERASI.pptxPPT KELOMPOK 4 ORGANISASI DARI KOPERASI.pptx
PPT KELOMPOK 4 ORGANISASI DARI KOPERASI.pptxZefanya9
 
Ekonomi Teknik dan perencanaan kegiatan usaha
Ekonomi Teknik dan perencanaan kegiatan usahaEkonomi Teknik dan perencanaan kegiatan usaha
Ekonomi Teknik dan perencanaan kegiatan usahaWahyuKamilatulFauzia
 
Modal Kerja manajemen keuangan modal kerja.ppt
Modal Kerja manajemen keuangan modal kerja.pptModal Kerja manajemen keuangan modal kerja.ppt
Modal Kerja manajemen keuangan modal kerja.pptFrida Adnantara
 
KEPEMIMPINAN DALAM MENJALANKAN USAHA/BISNIS
KEPEMIMPINAN DALAM MENJALANKAN USAHA/BISNISKEPEMIMPINAN DALAM MENJALANKAN USAHA/BISNIS
KEPEMIMPINAN DALAM MENJALANKAN USAHA/BISNISHakamNiazi
 
PERAN KARYAWAN DALAM PENGEMBANGAN KARIR.pptx
PERAN KARYAWAN DALAM PENGEMBANGAN KARIR.pptxPERAN KARYAWAN DALAM PENGEMBANGAN KARIR.pptx
PERAN KARYAWAN DALAM PENGEMBANGAN KARIR.pptxHakamNiazi
 
Bab 14 - Perhitungan Bagi Hasilsyariah.ppt
Bab 14 - Perhitungan Bagi Hasilsyariah.pptBab 14 - Perhitungan Bagi Hasilsyariah.ppt
Bab 14 - Perhitungan Bagi Hasilsyariah.pptatiakirana1
 
PSAK-10-Pengaruh-Perubahan-Valuta-Asing-IAS-21-23032015.pptx
PSAK-10-Pengaruh-Perubahan-Valuta-Asing-IAS-21-23032015.pptxPSAK-10-Pengaruh-Perubahan-Valuta-Asing-IAS-21-23032015.pptx
PSAK-10-Pengaruh-Perubahan-Valuta-Asing-IAS-21-23032015.pptxRito Doank
 
Ekonomi Makro Pertemuan 4 - Tingkat pengangguran: Jumlah orang yang menganggu...
Ekonomi Makro Pertemuan 4 - Tingkat pengangguran: Jumlah orang yang menganggu...Ekonomi Makro Pertemuan 4 - Tingkat pengangguran: Jumlah orang yang menganggu...
Ekonomi Makro Pertemuan 4 - Tingkat pengangguran: Jumlah orang yang menganggu...ChairaniManasye1
 
Perhitungan Bunga dan Nilai Uang (mankeu).ppt
Perhitungan Bunga dan Nilai Uang (mankeu).pptPerhitungan Bunga dan Nilai Uang (mankeu).ppt
Perhitungan Bunga dan Nilai Uang (mankeu).pptSalsabillaPutriAyu
 
DAMPAK MASIF KORUPSI yang kian merajalela
DAMPAK MASIF KORUPSI yang kian merajalelaDAMPAK MASIF KORUPSI yang kian merajalela
DAMPAK MASIF KORUPSI yang kian merajalelaarmanamo012
 
Cryptocurrency dalam Perspektif Ekonomi Syariah.pptx
Cryptocurrency dalam Perspektif Ekonomi Syariah.pptxCryptocurrency dalam Perspektif Ekonomi Syariah.pptx
Cryptocurrency dalam Perspektif Ekonomi Syariah.pptxumusilmi2019
 
Materi Mata Kuliah Pengantar Ekonomi Makro I
Materi Mata Kuliah Pengantar Ekonomi Makro IMateri Mata Kuliah Pengantar Ekonomi Makro I
Materi Mata Kuliah Pengantar Ekonomi Makro IIkaAliciaSasanti
 
Ukuran Letak Data kuartil dan beberapa pembagian lainnya
Ukuran Letak Data  kuartil  dan  beberapa pembagian  lainnyaUkuran Letak Data  kuartil  dan  beberapa pembagian  lainnya
Ukuran Letak Data kuartil dan beberapa pembagian lainnyaIndhasari3
 

Recently uploaded (19)

MENYELESAIKAN PENGUJIAN DALAM SIKLUS PEROLEHAN DAN PEMBAYARAN KAS VERIFIKASI ...
MENYELESAIKAN PENGUJIAN DALAM SIKLUS PEROLEHAN DAN PEMBAYARAN KAS VERIFIKASI ...MENYELESAIKAN PENGUJIAN DALAM SIKLUS PEROLEHAN DAN PEMBAYARAN KAS VERIFIKASI ...
MENYELESAIKAN PENGUJIAN DALAM SIKLUS PEROLEHAN DAN PEMBAYARAN KAS VERIFIKASI ...
 
Presentasi Leasing Pada Lembaga Keuangan Non Bank
Presentasi Leasing Pada Lembaga Keuangan Non BankPresentasi Leasing Pada Lembaga Keuangan Non Bank
Presentasi Leasing Pada Lembaga Keuangan Non Bank
 
ANALISIS SENSITIVITAS SIMPLEKS BESERTA PERUBAHAN KONTRIBUSI.pptx
ANALISIS SENSITIVITAS SIMPLEKS BESERTA PERUBAHAN KONTRIBUSI.pptxANALISIS SENSITIVITAS SIMPLEKS BESERTA PERUBAHAN KONTRIBUSI.pptx
ANALISIS SENSITIVITAS SIMPLEKS BESERTA PERUBAHAN KONTRIBUSI.pptx
 
Slide Pengisian SPT Tahunan 2015 - OP 1770 Pembukuan.ppt
Slide Pengisian SPT Tahunan 2015 - OP 1770 Pembukuan.pptSlide Pengisian SPT Tahunan 2015 - OP 1770 Pembukuan.ppt
Slide Pengisian SPT Tahunan 2015 - OP 1770 Pembukuan.ppt
 
Presentasi Tentang Asuransi Pada Lembaga Keuangan
Presentasi Tentang Asuransi Pada Lembaga KeuanganPresentasi Tentang Asuransi Pada Lembaga Keuangan
Presentasi Tentang Asuransi Pada Lembaga Keuangan
 
KELOMPOK 17-PEREKONOMIAN INDO moneter dan fiskal
KELOMPOK 17-PEREKONOMIAN INDO moneter dan fiskalKELOMPOK 17-PEREKONOMIAN INDO moneter dan fiskal
KELOMPOK 17-PEREKONOMIAN INDO moneter dan fiskal
 
PPT KELOMPOK 4 ORGANISASI DARI KOPERASI.pptx
PPT KELOMPOK 4 ORGANISASI DARI KOPERASI.pptxPPT KELOMPOK 4 ORGANISASI DARI KOPERASI.pptx
PPT KELOMPOK 4 ORGANISASI DARI KOPERASI.pptx
 
Ekonomi Teknik dan perencanaan kegiatan usaha
Ekonomi Teknik dan perencanaan kegiatan usahaEkonomi Teknik dan perencanaan kegiatan usaha
Ekonomi Teknik dan perencanaan kegiatan usaha
 
Modal Kerja manajemen keuangan modal kerja.ppt
Modal Kerja manajemen keuangan modal kerja.pptModal Kerja manajemen keuangan modal kerja.ppt
Modal Kerja manajemen keuangan modal kerja.ppt
 
KEPEMIMPINAN DALAM MENJALANKAN USAHA/BISNIS
KEPEMIMPINAN DALAM MENJALANKAN USAHA/BISNISKEPEMIMPINAN DALAM MENJALANKAN USAHA/BISNIS
KEPEMIMPINAN DALAM MENJALANKAN USAHA/BISNIS
 
PERAN KARYAWAN DALAM PENGEMBANGAN KARIR.pptx
PERAN KARYAWAN DALAM PENGEMBANGAN KARIR.pptxPERAN KARYAWAN DALAM PENGEMBANGAN KARIR.pptx
PERAN KARYAWAN DALAM PENGEMBANGAN KARIR.pptx
 
Bab 14 - Perhitungan Bagi Hasilsyariah.ppt
Bab 14 - Perhitungan Bagi Hasilsyariah.pptBab 14 - Perhitungan Bagi Hasilsyariah.ppt
Bab 14 - Perhitungan Bagi Hasilsyariah.ppt
 
PSAK-10-Pengaruh-Perubahan-Valuta-Asing-IAS-21-23032015.pptx
PSAK-10-Pengaruh-Perubahan-Valuta-Asing-IAS-21-23032015.pptxPSAK-10-Pengaruh-Perubahan-Valuta-Asing-IAS-21-23032015.pptx
PSAK-10-Pengaruh-Perubahan-Valuta-Asing-IAS-21-23032015.pptx
 
Ekonomi Makro Pertemuan 4 - Tingkat pengangguran: Jumlah orang yang menganggu...
Ekonomi Makro Pertemuan 4 - Tingkat pengangguran: Jumlah orang yang menganggu...Ekonomi Makro Pertemuan 4 - Tingkat pengangguran: Jumlah orang yang menganggu...
Ekonomi Makro Pertemuan 4 - Tingkat pengangguran: Jumlah orang yang menganggu...
 
Perhitungan Bunga dan Nilai Uang (mankeu).ppt
Perhitungan Bunga dan Nilai Uang (mankeu).pptPerhitungan Bunga dan Nilai Uang (mankeu).ppt
Perhitungan Bunga dan Nilai Uang (mankeu).ppt
 
DAMPAK MASIF KORUPSI yang kian merajalela
DAMPAK MASIF KORUPSI yang kian merajalelaDAMPAK MASIF KORUPSI yang kian merajalela
DAMPAK MASIF KORUPSI yang kian merajalela
 
Cryptocurrency dalam Perspektif Ekonomi Syariah.pptx
Cryptocurrency dalam Perspektif Ekonomi Syariah.pptxCryptocurrency dalam Perspektif Ekonomi Syariah.pptx
Cryptocurrency dalam Perspektif Ekonomi Syariah.pptx
 
Materi Mata Kuliah Pengantar Ekonomi Makro I
Materi Mata Kuliah Pengantar Ekonomi Makro IMateri Mata Kuliah Pengantar Ekonomi Makro I
Materi Mata Kuliah Pengantar Ekonomi Makro I
 
Ukuran Letak Data kuartil dan beberapa pembagian lainnya
Ukuran Letak Data  kuartil  dan  beberapa pembagian  lainnyaUkuran Letak Data  kuartil  dan  beberapa pembagian  lainnya
Ukuran Letak Data kuartil dan beberapa pembagian lainnya
 

(Sindonews.com) Opini ekonomi 6 juni 2016-19 juli 2016

  • 1. 1 DAFTAR ISI MENYELAMATKAN APBN M Ikhsan Modjo 4 PEMBIAYAAN SYARIAH DAN PERCEPATAN INFRASTRUKTUR Candra Fajri Ananda 8 SUMBER KEKAYAAN LOKAL UNTUK INFRASTRUKTUR Herry Vaza 14 PELEMBAGAAN SISTEM PEMBAYARAN Achmad Deni Daruri 17 PERLUKAH CSR DIATUR UNDANG-UNDANG? Zainal Abidin 20 PILIH SAHAM PRANCIS ATAU SAHAM ITALIA? Lukas Setia Atmaja 23 DISRUPT YOURSELF OR SOMEONE ELSE WILL Yuswohady 25 TUMBUH 7% DARI PINGGIRAN Arif Budimanta 28 KOORDINASI POLRI-OJK BISA CEGAH INVESTASI BODONG Bambang Soesatyo 31 MEA DAN TANTANGAN INDUSTRI KREATIF Anggawira 34 GOVERNANSI EKONOMI, BUKAN SEKADAR PERPENDEK RANTAI Bustanul Arifin 37 BRISAT: ERA BARU TEKNOLOGI KOMUNIKASI BANK Sunarsip 40 TERMINAL 3 ULTIMATE SOETTA Rhenald Kasali 43 BRISAT SENJATA AMPUH HADAPI MEA Paul Sutaryono 47 BERKAH MAKAN TERMAHAL Lukas Setia Atmaja 50 MENGEMBALIKAN MARWAH BAPPENAS
  • 2. 2 Candra Fajri Ananda 52 MEMBACA RAPBNP 2016: PENTINGNYA KREDIBILITAS Mukhamad Misbakhun 56 BREXIT DAN CINA Dinna Wisnu 59 BRISAT DAN DISRUPTION DI BISNIS PERBANKAN Rhenald Kasali 62 SATELIT MEMBANGUN BANGSA Thomas Djamaluddin 67 INOVASI RANCANG BANGUN INFRASTRUKTUR YANG EFISIEN Arie Setiadi Moerwanto 71 TRANSFORMASI BRANDING BRI Yuswohady 74 LEBARAN KUDA DAN INDUSTRI SEPAKBOLA Lukas Setia Atmaja 76 NU DAN KEMANDIRIAN EKONOMI UMAT A Helmy Faishal Zaini 78 KETIKA FANTASI BERJAYA: BREXIT Firman Noor 81 BREXIT DAN PSIKOLOGI RUMIT INGGRIS Muhammad Takdir 84 BREXIT DAN PILIHAN KEBIJAKAN EKONOMI Firmanzah 87 KESEIMBANGAN BARU PASCA-BREXIT Dzulfian Syafrian 90 KETIKA CINA MENGUASAI DUNIA Rahman Mangussara 93 KELAUTAN UNTUK PACU EKONOMI Rokhmin Dahuri 96 MASA DEPAN INDUSTRI PERTAHANAN NASIONAL Silmy Karim 100 MENAKAR IMPLIKASI BREXIT Sunarsip 104
  • 3. 3 MENJADI KORAN MULTIPLATFORM Hary Tanoesoedibjo 107 SEPULUH PRINSIP KEUANGAN Lukas Setia Atmaja 109 #PESONALEBARAN Yuswohady 111 MENJAGA DEONTOLOGI TAX AMNESTY Candra Fajri Ananda 113 MENGENAL KONTRAK OPSI SAHAM Lukas Setia Atmaja 117 PESAN BREXIT UNTUK MEA Candra Fajri Ananda 119 TAX AMNESTY, APBN-P, DAN HANTU 3 PERSEN Berly Martawardaya 124 KESENJANGAN DAN RASIALISME DI AS Dinna Wisnu 127 DI LAUT KITA KARUT-MARUT Ukay Karyadi 130 QUO VADIS KOPERASI? Mukhaer Pakkanna 133 BREXIT Rhenald Kasali 136 FENOMENA POKEMON GO: SOLUSI UNTUK SIAPA? Amalia E Maulana 140 MENATA ULANG EKONOMI MUDIK Khudori 143 CANDU POKEMON Yuswohady 146 MENANGKAP (SAHAM) POKEMON Lukas Setia Atmaja 149 SINYAL POSITIF TAX AMNESTY Mukhamad Misbakhun 151 PEMUDA WIRAUSAHA DALAM DERAP EKONOMI INDONESIA Al Busyra Basnur 155
  • 4. 4 Menyelamatkan APBN 06-06-2016 Salah satu pertaruhan penting dari perekonomian kita pada 2016 adalah bagaimana menerapkan kebijakan fiskal yang efektif dan aman. Kebijakan fiskal yang efektif akan menstimulus pertumbuhan melalui efek multiplier belanja negara pada permintaan investasi dan konsumsi masyarakat. Kebijakan fiskal juga berfungsi sebagai alat pemerataan, melalui belanja sosial dan subsidi negara pada rakyat dan sektor- sektor perekonomian yang membutuhkan. Dalam hal ini, pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) sejak awal menganut rezim fiskal yang agresif. Tingkat pertumbuhan dipatok sebesar 5,5% pada 2014, naik menjadi 5,7% pada 2015 dan kemudian direvisi menjadi 5,3% di 2016. Dari asumsi ini, penerimaan negara di sektor perpajakan ditargetkan meningkat 21,6% dari Rp1.246 triliun pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2014 menjadi Rp1.489 triliun pada APBNP 2015, untuk kemudian meningkat lagi menjadi Rp1.547 triliun pada APBN 2016. Keagresifan rezim fiskal juga tergambar dari postur belanja negara yang ditargetkan meningkat sekitar 11,0% dari Rp1.876 triliun pada 2014 menjadi Rp2.096 triliun pada 2016. Untuk membiayai postur agresif ini, pemerintah memperlebar defisit anggaran dengan mengandalkan pembiayaan dari dalam dan luar negeri. Pos pembiayaan dalam negeri tercatat meningkat 6,8% dari Rp225 triliun pada 2014 ke angka Rp273 triliun pada 2016. Sementara pos pembiayaan utang luar negeri meningkat tajam sebesar 32,7% dari Rp54 triliun pada 2014 menjadi Rp75,1 triliun pada 2016. *** Sayang, keagresifan fiskal ini tidak didukung oleh realitas makroekonomi. Asumsi pertumbuhan dalam APBNP 2014 dan 2015 terbukti meleset dari perkiraan. Realisasi pertumbuhan pada 2014 dan 2015 tercatat hanya sebesar 5,1% dan 4,8%. Angka ini lebih rendah di bawah angka yang ditetapkan sebesar 5,5% dan 5,7%. Salah satu implikasinya adalah tidak tercapainya target penerimaan negara. Ini pada gilirannya menyebabkan peningkatan defisit anggaran. Realisasi defisit pada 2014 mencapai Rp227 triliun atau 2,3% dari PDB, meningkat menjadi Rp292 triliun atau 2.5% dari PDB pada 2015. Bertambah lebarnya defisit mengakibatkan angka keseimbangan primer pun memburuk dari minus Rp93,3 triliun pada 2014 menjadi minus Rp136 triliun pada 2015.
  • 5. 5 Pelebaran defisit agaknya akan berlanjut pada 2016 bila tidak dilakukan langkah antisipasi. Hal ini didasarkan pada dua hal. Pertama, pertumbuhan ekonomi Indonesia diprediksikan tidak akan mencapai target yang diasumsikan sebesar 5,3% pada APBN 2016. Pertumbuhan triwulan pertama 2016 tercatat hanya sebesar 4,92%, yang meleset dari angka yang diharapkan. Kedua, kecenderungan berlanjutnya pelebaran defisit anggaran negara juga diindikasikan oleh angka realisasi penerimaan dan belanja sampai dengan Maret 2016. Dari perbandingan angka realisasi APBN triwulan pertama di tiga tahun terakhir terlihat bahwa kemampuan realisasi penerimaan Indonesia terus memburuk. Realisasi pajak yang mencapai Rp246 triliun (19%) pada 2014 turun menjadi Rp236 triliun (16%) pada 2015, dan terus tergerus menjadi Rp205 triliun (13%) pada akhir 2016. Demikian pula penerimaan bukan pajak yang sempat meningkat dari Rp42 triliun (11%) pada 2014, ke angka Rp48 triliun (18%) pada 2015, ternyata kemudian menurun menjadi Rp43 triliun (13%) pada 2016. Sementara angka realisasi belanja cenderung meningkat. Realisasi belanja pemerintah pusat misalnya naik dari Rp165 triliun (11%) ke angka Rp197 triliun (18%) pada 2015, lalu sedikit turun menjadi Rp194 triliun (16%) pada 2016. Adapun realisasi belanja daerah walau menurun secara persentase tetap meningkat secara total selama 2014-2016. Realisasi belanja daerah naik dari Rp122 triliun (19%) pada 2014 menjadi Rp170 triliun (16%) pada 2015 dan Rp197 triliun (13%) pada 2016. Tren ini mengindikasikan lampu kuning bagi keuangan negara. Pelebaran angka defisit dipastikan akan terjadi bila tidak dilakukan penyesuaian. Angka defisit pada APBN 2016 bahkan bisa menembus batas maksimal sebesar 3% yang ditetapkan dalam Undang-Undang Keuangan Negara (UU Nomor 17 Tahun 2003), yang berarti pemerintah berpotensi melakukan pelanggaran undang-undang. Dalam hal ini, defisit anggaran sendiri bukan suatu hal yang tabu. Defisit bisa berdampak positif baik bila diperuntukkan untuk kegiatan produktif seperti pemberian stimulus bagi perekonomian melalui pembangunan infrastruktur. Sebaliknya, defisit bisa berdampak buruk bila disebabkan kekurangan penerimaan negara atau belanja bagi kegiatan yang tidak produktif. Untuk yang terakhir, perlebaran defisit, atau menambal kekurangan sisi penerimaan melalui pembiayaan dari utang akan membawa komplikasi lanjutan pada perekonomian. Tingginya angka defisit akan menekan kredit dan meningkatkan suku bunga pinjaman di sektor swasta, serta menekan tingkat konsumsi dan net ekspor. Ujungnya adalah tingkat pertumbuhan yang semakin rendah. Dari postur anggaran yang ada, defisit yang terjadi lebih diperuntukkan pada jenis belanja yang kurang produktif. Porsi kenaikan belanja terbesar sepanjang 2014-2016 justru belanja yang sifatnya rutin seperti belanja barang (51%) dan belanja pegawai (29,6%) pemerintah pusat. Sementara belanja modal yang bisa menjadi stimulus hanya mengalami kenaikan
  • 6. 6 22,6%. Pos belanja sosial dan subsidi yang dalam jangka pendek bahkan berguna untuk mempertahankan konsumsi masyarakat, khususnya yang menengah ke bawah, mengalami pemotongan drastis sebesar berturut-turut 56,6% dan 79,2%. Peruntukan defisit bagi pembiayaan yang kurang produktif ini juga terungkap dari pos pembiayaan APBN. Kenaikan pembiayaan dari pinjaman luar negeri pemerintah selama 2014-2016 lebih bersifat sebagai pinjaman program, bukan pinjaman proyek. Pos pembiayaan luar negeri yang bersifat pinjaman program tercatat meningkat sebesar 77,8% dari Rp16,9 triliun pada 2014 menjadi Rp36,8 triliun pada 2016. Sementara pada periode yang sama, lonjakan pada pinjaman proyek hanya sebesar 2,8% dari Rp37,2 triliun menjadi Rp38.3 triliun. Pembiayaan dari utang luar negeri yang bersifat program ini lebih banyak berfungsi sebagai budget support dari belanja barang dan pegawai pemerintah ketimbang untuk pembangunan infrastruktur dan pengentasan kemiskinan secara langsung. Dus, efektivitasnya sebagai stimulus pertumbuhan hanya bersifat sekunder. *** Untuk itu, opsi lain untuk melakukan fiscal adjustment di luar pelebaran angka defisit harus diambil. Implementasinya bisa melalui pengurangan belanja negara atau penambahan penerimaan negara melalui pajak, atau keduanya. Saat ini pemerintah tengah mengupayakan keduanya yang rencananya akan diajukan pada APBNP 2016. Beberapa langkah ini antara lain adalah pemotongan anggaran kementerian dan lembaga sebesar Rp50 triliun melalui Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 4/2016. Langkah lainnya adalah pemotongan dana alokasi khusus daerah sebesar 10% melalui Surat Edaran Menteri Keuangan SE-10/MK.07/2016, yang bila efektif dilakukan akan memotong anggaran transfer daerah sebesar Rp21 triliun. Kebijakan tambahan yang tengah diwacanakan juga adalah pemotongan subsidi BBM lebih lanjut sebesar Rp23,8 triliun. Di sisi penerimaan, langkah yang disiapkan pemerintah untuk menggenjot penerimaan adalah menerapkan kebijakan tax amnesty atau pengampunan pajak. Pemerintah menargetkan ada tambahan penerimaan pajak sebesar Rp160 triliun pada revisi APBN 2016 untuk menambal defisit. Dalam hal ini ada beberapa hal yang bisa disoroti dari langkah penyelamatan ini. Pertama, fiscal adjustment berupa pemotongan anggaran belanja pemerintah adalah hal yang tepat. Seyogianya, langkah ini bisa dibarengi dengan fiscal switching dari anggaran yang bersifat rutin ke anggaran yang bersifat memberikan stimulus. Dengan kata lain, kesempatan ini bisa digunakan untuk merelokasikan anggaran dari belanja pegawai dan barang pada belanja yang bersifat modal. Dengan cara ini, pengurangan belanja negara tidak bersifat kontradiktif, bahkan justru sebaliknya.
  • 7. 7 Kedua, dari sisi penerimaan, pemerintah perlu menyiapkan langkah antisipasi bila tax amnesty gagal. Langkah antisipasi ini diperlukan mengingat terdapat kontroversi dari sisi hukum, keadilan, dan waktu implementasi yang membuatnya bisa gagal diterapkan. Dari sisi hukum, kebijakan ini berbenturan dengan UU Perpajakan dan UU Perbankan. Tidak ada waktu cukup untuk merevisi dua UU ini untuk memuluskan kebijakan tax amnesty. Dari sisi keadilan, ada rasa keadilan sosial yang terkoyak ketika para pengemplang pajak bisa menghindari sanksi administrasi dan pidana dengan hanya membayar tarif tebusan sebesar 1- 6%. Begitu juga, one-off policy ala tax amnesty bisa menyebabkan rusaknya struktur penerimaan negara pada masa mendatang dengan membesarnya penerimaan secara tidak proporsional secara tidak berkesinambungan. Ketiga, terkait dengan poin di atas, seperti ekspektasi peningkatan penerimaan pajak, ekspektasi tambahan penerimaan negara dari kebijakan tax amnesty adalah tidak realistis. Angka estimasi sebesar Rp160 triliun dirasakan terlampau optimistik oleh banyak lembaga termasuk Bank Indonesia, yang penerimaan paling tinggi akan berkisar di angka Rp60 triliun. Dengan kata lain, ada kekurangan sekitar Rp100 triliun yang perlu diantisipasi dengan kebijakan lain. Kebijakan inilah yang perlu segera dituangkan secara eksplisit sehingga publik bisa menilai keseriusan dari langkah penyelamatan fiskal yang diambil pemerintah. DR M IKHSAN MODJO Ekonom Senior; Wakil Sekjen DPP Partai Demokrat
  • 8. 8 Pembiayaan Syariah dan Percepatan Infrastruktur 07-06-2016 Perkembangan ekonomi Indonesia di awal tahun 2016 ditandai dengan capaian pertumbuhan ekonomi pada kuartal pertama yang terangkum sebesar 4,92% (BPS, 2016). Capaian ini jelas belum memenuhi target yang dicanangkan pemerintah di kisaran 5% ke atas atau bahkan lebih rendah bila dibandingkan dengan angka pertumbuhan pada triwulan IV- 2015 yang mencapai 5,04%. Namun kabar baiknya jika dibandingkan pada periode yang sama setahun silam (triwulan I-2015) yang hanya terhimpun sebesar 4,73%, pertumbuhan ekonomi kita pada tahun ini menunjukkan tren yang lebih menjanjikan. Lembaga pemeringkat Fitch Ratings (Fitch) juga kembali mengafirmasi peringkat Indonesia pada level layak investasi (investment grade) pada 23 Mei 2016 yang lalu walaupun lembaga pemeringkat S&P sedikit memberikan nilai agak berbeda. Fitch menyatakan bahwa reformasi struktural (mulaidari paket kebijakan ekonomi serta formula penetapan upah minimum) mulai menunjukkan dampak terhadap pertumbuhan ekonomi sehingga berpengaruh positif terhadap sentimen pasar sebagaimana ditunjukkan dengan stabilnya nilai tukar rupiah. Meski demikian Presiden Joko Widodo tampaknya belum cukup puas dengan indikator pertumbuhan ekonomi yang ada. Presiden menyinyalir salah satu penyebab belum optimalnya mesin pertumbuhan ekonomi nasional adalah rendahnya tingkat penyerapan anggaran pada kementerian/lembaga pemerintahan (K/L). Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro menambahkan keterangan bahwa baru 15 K/L yang pada kuartal pertama sudah melakukan proses penyerapan anggaran meskipun mayoritas penyerapannya masih berada di bawah 20%. Masalah ini seakan-akan sudah terdengar sebagai tradisi klasik dan menjelaskan bahwa birokrasi di lingkungan pemerintah belum bisa diajak berlari menyesuaikan dengan perubahan kebijakan yang terjadi saat ini secara efektif dan progresif. Saat ini pemerintah sangat fokus pada kebijakan yang menstimulasi pertumbuhan, sayangnya reformasi birokrasi yang dijalankan belum menampakkan hasil sesuai yang diharapkan. Pembenahan proses hulu-hilir politik anggaran perlu terus ditingkatkan agar kebijakan anggaran dan kualitas layanan publik tidak terus-menerus kehilangan momentum. ***
  • 9. 9 Menurut catatan BPS, dalam beberapa tahun terakhir pengeluaran (konsumsi) pemerintah secara nominal memang hanya berkontribusi sekitar 6-10% terhadap total PDB. Namun belanja pemerintah tetap memiliki posisi vital dalam pembangunan ekonomi, terutama yang berkaitan kebutuhan belanja strategis seperti di bidang pendidikan dan kesehatan, subsidi yang menunjang daya beli masyarakat, serta pengembangan infrastruktur. Sejak era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melalui dokumen MP3EI-nya yang dirilis pada 2011 silam, pemerintah seperti semakin tersadarkan bahwa pembangunan infrastruktur perlu dikedepankan untuk membangun konektivitas antarwilayah demi menumbuhkan pembangunan kesejahteraan yang inklusif. Kiprah ini tetap dilanjutkan, bahkan semakin diperkuat di era Presiden Joko Widodo. Beliau mengambil langkah berani dengan mengeluarkan kebijakan yang sangat tidak populis dengan mengurangi belanja subsidi bahan bakar minyak (BBM) dengan alasan yang rasional, yaitu untuk menambah pundi-pundi belanja untuk pengembangan infrastruktur strategis. Langkah-langkah yang dilakukan Presiden ini sejalan dengan pemikiran Grigg dan Fontane (2000) yang menjelaskan bagaimana infrastruktur akan meningkatkan efisiensi dan produktivitas suatu wilayah karena masyarakatnya memiliki akses sumber daya ekonomi yang dibutuhkan untuk kegiatan-kegiatan produktif. World Bank (2014) sudah mengingatkan bagaimana pentingnya pembangunan infrastruktur untuk kepentingan pembangunan dalam negeri. Dalam satu dekade terakhir, Indonesia nyaris selalu kehilangan potensi pertumbuhan 1% akibat alokasi belanja infrastruktur yang kurang memadai. Apalagi postur anggaran yang diperuntukkan bagi pembangunan infrastruktur baik itu dari APBN maupun APBD rata-rata berada di bawah 4%. Efek buruknya selain terbukti telah menghambat laju pertumbuhan, terbatasnya pergerakan infrastruktur juga memperberat upaya penurunan tingkat kesenjangan antarwilayah dan penduduk. Dalam perencanaan jangka menengah, Presiden Joko Widodo pada masa baktinya saat ini sudah menetapkan fokus pembangunan untuk jenis-jenis infrastruktur yang berfungsi memperkuat konektivitas antarwilayah serta sarana dan prasarana yang betul-betul berkaitan dengan hajat hidup banyak orang sehingga alokasi belanja yang berkaitan dengan infrastruktur akan banyak terserap untuk pembangunan sarana dan prasarana transportasi (baik darat, laut maupun udara), energi seperti listrik, gas, dan BBM, serta irigasi untuk pertanian (Kementerian Keuangan, 2016). *** Dalam dokumen RPJMN Nawacita 2015-2019 yang disusun pemerintah, Kementerian Keuangan (2016) mencatat total pendanaan yang diperlukan untuk pembangunan infrastruktur di seluruh Indonesia dalam kurun waktu tersebut diperkirakan mencapai Rp4.796,2 triliun.
  • 10. 10 Dari data tersebut disajikan proyeksi kemampuan pendanaan yang disediakan pemerintah maksimal hanya 63,48% dari total kebutuhan pendanaan, dengan perincian sumbangsih APBN dan APBD sebesar 41,25% dan pembiayaan dari BUMN diperkirakan tidak lebih dari 22,23%. Perhitungan ini disusun Bappenas dengan proyeksi skala optimistis dengan prasyarat proses pertumbuhan ekonomi dan nilai pendapatan negara mampu dicapai sesuai dengan target yang dicanangkan. Namun jika kita berpikir realistis, sangat mungkin hitungan-hitungan tersebut akan mendapat banyak revisi sebagaimana yang terjadi belakangan ini pada target pertumbuhan ekonomi dan pendapatan negara dari pajak. Belum lagi dengan kondisi keuangan negara yang tengah kembang kempis akibat kerentanan fiskal dengan faktor pendorong meliputi depresiasi nilai tukar rupiah, pelemahan harga komoditas strategis serta kondisi perbankan yang masih dalam proses penyesuaian tingkat bunga di bawah 2 digit. Dengan posisi kas negara yang begitu terbatas, pemerintah wajib memutar otaknya lebih cepat untuk menyediakan pembiayaan alternatif. Karena, belakangan ini, semangat pemerintah untuk meningkatkan pertumbuhan infrastruktur yang merata mulai terhadang tembok raksasa yang bernama ”pendanaan”. Target penerimaan negara dari pajak tengah menghadapi situasi genting karena pemerintah sendiri tampak kurang percaya diri untuk mampu memenuhi besaran target penerimaan pajak. Pemerintah yang sudah telanjur banyak menabur janji pembangunan pada akhirnya memilih jalur pintas melalui utang luar negeri (ULN) untuk membiayai sebagian besar proses pembangunan infrastruktur. Presiden Jokowi sudah sangat giat mempromosikan ke berbagai negara untuk memberikan dana hibah dan/atau pinjaman kepada Indonesia. Sementara ini hingga akhir kuartal I-2016, total rasio ULN sudah mencapai 36,5% seiring dengan meningkatnya capaian ULN pada periode ini sebesar 5,7% (BI, 2016). Rasio ini semakin mengukuhkan tingkat ketergantungan yang cukup tinggi terhadap ULN demi menjaga defisit APBN tetap di bawah 3%. Pada akhir tahun 2015, hampir saja kita terancam melebihi ambang batas dengan hasil akhir yang sudah mencapai 2,8% saat target pajak kita mencapai 70% saja. Kita perlu bersyukur pada akhirnya pemerintah berhasil mencapai target penerimaan pajak di atas 80%. Akan tetapi jika beban pembiayaan di luar APBN dan APBD sepenuhnya dicurahkan hanya dari ULN, akan sangat riskan mengingat kita memiliki batasan rasio ULN terhadap PDB maksimal 60% (UU No. 17 Tahun 2003), selain itu kita perlu menghindari adanya desas- desus yang mengungkapkan bahwa ULN tidak terlepas dari tendensi politik dari lembaga/negara pemberi utang. *** Untuk menjawab tantangan pembiayaan infrastruktur, pemerintah sudah merilis skema creative financing. Selain sumber pendanaan dari APBN, APBD, dan BUMN, pemerintah
  • 11. 11 akan berupaya mengembangkan pembiayaan melalui kerja sama pemerintah dengan badan usaha (KPBU) serta PPP. Beberapa proyek infrastruktur cukup menarik untuk ditawarkan kepada investor-investor swasta untuk melakukan pembiayaan bersama khususnya pada jenis proyek yang mempunyai nilai komersial atau yang bersifat cost-recovery. Sementara ini upaya strategis pemerintah melalui wacana tax amnesty sedikit memberikan angin segar jika berhasil dioperasikan. Walaupun DPR dan Pemerintah masih belum memberikan kepastian tentang RUU tersebut. Kita perlu paham bahwa tax amnesty tak ubahnya seperti obat pereda demam karena hanya akan berlaku maksimal satu tahun. Sebenarnya program yang perlu digalakkan adalah program public-private partnership (PPP) melalui Obligasi Ritel Indonesia (ORI) dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) atau yang lebih dikenal sebagai sukuk ritel. Pertumbuhan nilai sukuk yang dihasilkan sangat tergantung pada perkembangan industri keuangan syariah di Indonesia. Apalagi menurut hitungan rasional, instrumen sukuk lebih menguntungkan daripada obligasi konvensional, seperti nilai return yang lebih menjanjikan, sistem kepemilikannya, dan keamanan investasi yang ditanggung pemerintah. Dari beberapa pengalaman yang ada, masih tersimpan beberapa penyebab yang sangat mungkin menghambat perkembangan sukuk di Indonesia. Umumnya kendala tersebut berkutat pada sosialisasi kepada investor, opportunity cost, aspek likuiditas, hingga faktor regulasi atau perundang-undangan yang mengatur mengenai sukuk di Indonesia. Pertanyaannya sekarang ini, mengapa instrumen sukuk perlu ditingkatkan daya tariknya? Ada beberapa alasan di dalamnya yang mengerucut pada harapan bahwa sistem syariah (termasuk sukuk) dapat menjembatani upaya pembangunan berkelanjutan (sustainable) dan peningkatan partisipasi masyarakat. Menteri Keuangan dalam berbagai kesempatan selalu menyampaikan instrumen keuangan syariah bisa berperan lebih besar dalam mendukung Sustainable Development Goals (SDGs) 2030 yang merupakan pengganti dari Millenium Development Goals (MDGs). SDGs yang mengangkat isu kemiskinan, kesenjangan, ketidakadilan, serta perubahan iklim sebagai topik pembangunan sejalan dengan prinsip-prinsip syariah yang mendorong inklusi pembangunan dengan meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang tergolong tidak mampu. Tugas ini bisa diawali dengan penguatan sisi kelembagaan dan perluasan pembangunan infrastruktur secara lebih merata. Beberapa instrumen tradisional seperti zakat, sedekah, dan wakaf sudah terbukti berperan dalam pemerataan kesejahteraan, dan sasaran berikutnya adalah mengembangkan instrumen sukuk untuk mendukung pembiayaan infrastruktur nasional. Sukuk akan memperkuat akses masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembiayaan (investasi) di bidang infrastruktur. Sukuk tersebut dapat memperkuat masyarakat menengah ke bawah dan menyediakan kesetaraan akses dalam produk-produk investasi.
  • 12. 12 *** Hingga kini, pemerintah telah menerbitkan delapan seri ritel sukuk yang terutama diperuntukkan bagi investor individual. Total investor terus mengalami peningkatan, dari 14.295 orang pada 2008 menjadi 48.444 orang tahun 2016. Sejak 2008 hingga 10 Mei 2016, pemerintah telah menerbitkan sukuk sebesar Rp503 triliun atau sekitar USD38 miliar dengan nilai outstanding Rp380 triliun atau USD29 miliar. Namun, porsi tersebut baru mencapai 15% dari total penerbitan surat berharga pemerintah (Kementerian Keuangan, 2016). Oleh karena itu, besarnya potensi sukuk ini sudah sepantasnya instrumen investasi ini mendapat perhatian yang lebih tinggi dari sebelumnya. Beberapa hal yang perlu dilakukan pemerintah sebagai berikut: Pertama, pemerintah sedianya harus mempersiapkan segala ornamen yang mendorong daya tarik sukuk bisa semakin optimal. Antara lain sosialisasi yang lebih gencar, khususnya mengenai untung-rugi dari sistem sukuk untuk infrastruktur, menjaga kondisi ekonomi makro yang kondusif, komitmen pemerintah dalam mendukung industri keuangan syariah, menyediakan kerangka hukum yang tegas dan pasti, serta aspek pendukung operasionalnya. Kedua, instrumen crowd of business (pembagian risiko) perlu dikembangkan secara lebih masif. Fenomena ini terus menjadi perbincangan yang menarik seiring dengan semakin berkembangnya konsep-konsep ekonomi Islam. Dalam ajaran ekonomi Islam, ketika sistem bunga dilarang maka para pemilik modal akan didorong menjadi investor sebagai pengganti peran sebagai kreditur. Perbedaan yang paling mencolok yakni adanya pembagian risiko atas investasi yang dilakukan, di mana dalam sistem ekonomi Islam ada prinsip di antara investor dan pengelola dana investasi untuk berbagi risiko bisnis, termasuk untung atau rugi pada hasil akhir kegiatan. Nilai positifnya, dengan adanya pembagian risiko yang jelas akan mendorong munculnya tanggung jawab bersama (gotong royong) untuk menjaga kinerja operasional berlangsung optimal, sehingga harapan untuk meraup keuntungan menjadi lebih besar. Sisi lain yang perlu diperkuat dari konsep ini ialah menjaga transparansi informasi pengelolaan dana investasi agar pihak-pihak yang berkaitan mampu bekerja secara berkesinambungan. Ketiga, peran Dewan Syariah Nasional (DSN) perlu diperkuat untuk menjaga kemurnian operasional sukuk sesuai dengan prinsip syariah. Yang sedang diperbaiki dari sistem ekonomi yang tengah berjalan dengan diperkuatnya prinsip-prinsip ekonomi Islam adalah transaksi yang sifatnya spekulasi dan menghasilkan riba. Namun, kinerja industri keuangan syariah akan stagnan jika tiga tantangan utama tidak diatasi, yakni kurangnya inovasi produk, kurangnya ahli keuangan syariah, dan komitmen kuat yang terstandar. DSN dapat berperan untuk mendukung agenda Bank Indonesia yang tengah menciptakan lima pilar strategis dalam cetak biru keuangan syariah, yang terdiri dari pengembangan produk dan pasar keuangan syariah, pengembangan SDM, memperkuat kerangka kerja, pembiayaan untuk sektor riil dan UMKM, serta mempromosikan struktur industri yang efisien dan mendorong
  • 13. 13 partisipasi. Kita semua berharap bahwa sukuk akan menjadi pemegang peran utama di dalam pembiayaan infrastruktur yang sangat kita butuhkan untuk mendukung pencapaian pertumbuhan ekonomi yang sudah ditargetkan. Walaupun demikian, kerja sama semua pihak baik pemerintah, Bank Indonesia, OJK (Otoritas Jasa Keuangan), perguruan tinggi, termasuk pemerintah daerah, akan menjadi kunci dalam stimulasi peran sukuk dalam pembiayaan pembangunan Indonesia yang lebih partisipatif dan keberlanjutannya terjaga. CANDRA FAJRI ANANDA Dekan dan Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Brawijaya
  • 14. 14 Sumber Kekayaan Lokal untuk Infrastruktur 07-06-2016 Pembangunan infrastruktur merupakan jantung pertumbuhan ekonomi nasional. Bagi Indonesia, infrastruktur juga sebagai alat pemersatu bangsa. Banyak studi dan diskusi yang menyimpulkan demikian. Mantan Presiden Bank Dunia Robert B Zoellick mengatakan, infrastruktur yang minim merupakan salah satu dari tiga penyebab mengapa negara berpendapatan menengah terperangkap dan tidak mampu beranjak menjadi negara maju. Oleh karena itu, merupakan satu keharusan bagi pemerintah di negara berkembang untuk menetapkan alokasi anggaran yang cukup besar untuk membangun infrastruktur. Tanpa komitmen yang kuat, negara berkembang mungkin akan terjebak pada kondisi pertumbuhan yang stagnan. Komitmen yang tinggi untuk meningkatkan pembangunan infrastruktur tecermin dalam program kerja Presiden Joko Widodo (Jokowi). Dari ujung timur ke ujung barat Indonesia, pembangunan tampak kentara dengan indikator pembangunan jaringan jalan, peningkatan kualitas jalan, pembangunan jalan tol, pelabuhan, bandara hingga jalur kereta api. Tentu tujuannya menciptakan pertumbuhan kawasan yang lebih baik sehingga perekonomian masyarakat akan meningkat. Tidak saja terkonsentrasi di Pulau Jawa, tetapi pertumbuhan ekonomi juga akan menyebar ke pulau-pulau lain. Dengan keadaan demografi, geografi, dan sumber kekayaan alam yang menyebar, tentu dibutuhkan sistem jaringan jalan untuk mendukung perekonomian dan kesejahteraan masyarakat. Namun karena kondisi tersebut, sistem jaringan jalan di Indonesia belum dapat dikatakan terintegrasi. Sistem jaringan jalan ini selain tersekat oleh pulau-pulau, juga volume lalu lintas distribusi yang dapat diangkut menjadi sangat heterogen dan susah untuk diseragamkan. Sementara itu di sisi lain, pada saat perencanaan, penggunaan bahan dalam pembangunan dan tata cara pelaksanaannya yang dipakai relatif seragam. Akibatnya, dapat diduga, dengan model perencanaan sistem jalan yang seperti itu, penentuan desain ”beban” yang berdampak pada penentuan dimensi dan sistem konstruksi jalan serta jembatan juga akan sama. Ini tentu tidak praktis dan efisien karena untuk volume lalu lintas yang relatif rendah, pemakaian material pun akan dapat menjadi lebih boros. Adapun ketika tahap pelaksanaan, terkadang material yang dipersyaratkan pada saat perencanaan tidak tersedia—kalaupun ada harganya sangat mahal—karena harus didatangkan
  • 15. 15 dari daerah lain melalui transportasi darat, laut, bahkan melalui udara. Terkadang memang kondisi seperti itu dapat diatasi dengan menggunakan sumber daya lokal yang ada tanpa mengesampingkan standar spesifikasi yang diisyaratkan mengingat kebijakan penyeragaman standar pembebanan. Apabila penggunaan material di luar spesifikasi kadang-kadang juga akan menjadi temuan saat audit karena kesalahan membayar akibat spesifikasi yang diisyaratkan tidak terpenuhi. Terjadi persoalan dilematis, karena material di lokasi proyek tidak tersedia, sedangkan pekerjaan dituntut harus diselesaikan sesuai dengan waktu yang telah ditargetkan. Human Infrastructure Untuk mengatasi persoalan tersebut, alangkah baiknya ada solusi dengan mendorong pengembangan standar perencanaan khususnya penentuan Beban Lalu-lintas Rencana yang merefleksikan volume lalu-lintas dan daya angkut serta spesifikasi bahan konstruksi secara regional atau lokal. Tentu, aspek keamanan dan kenyamanan pengguna jalan dan jembatan tetap nomor satu. Kita dapat berkaca dengan pengalaman Papua dalam mengembangkan jaringan jalan dan jembatan. Infrastruktur jalan dan transportasi belum dapat menghubungkan kota-kota di Papua seperti contoh konektivitas antara Jayapura, Wamena, Timika, dan Merauke. Keempat kota tersebut masih terhubung dengan transportasi laut dan udara. Sementara itu, data kualitatif menunjukkan adanya tingkat insidensi kerusakan jalan dini di Indonesia maupun di dunia. Ini kemungkinan disebabkan kombinasi beberapa faktor, termasuk desain teknik yang tidak cocok untuk medan dan kondisi tanah yang sulit, hasil perkiraan biaya dan ketersediaan anggaran yang tidak memadai, pengawasan dan mutu konstruksi yang buruk yang kemudian diperparah oleh pemeliharaan dan pemanfaatan yang tidak memadai. Kondisi tersebut dapat dipicu akibat sejak awal, perencanaan infrastruktur tidak berbasis pada human infrastructure. Perencanaan tidak memikirkan aspek dimensi integrasi manusia dan infrastruktur itu sendiri. Perencanaan jaringan transportasi seharusnya berbasis pada budaya masyarakat. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dituntut mengembangkan dan menerapkan teknologi tepat guna dalam pemanfaatan sumber kekayaan lokal untuk mendukung pembangunan sistem jaringan jalan. Norma, standar, prosedur, dan manual (NPSM) mesti user friendly sehingga masyarakat dengan mudah memahaminya. Tentu, melibatkan masyarakat dalam model pembangunan seperti ini membutuhkan sinergi keahlian, tidak hanya ahli teknis tetapi juga mencakup bidang non-teknis. Seperti misalnya komunikasi dan pemberdayaan masyarakat. Teknologi konstruksi sederhana seperti untuk jembatan pendek hingga pembangunan jalan distrik atau pemukiman dapat menggunakan pendekatan ini. Tentu agar tidak melenceng dari standar
  • 16. 16 spesifikasi yang telah ditetapkan, perlu ada pendampingan yang komprehensif agar masyarakat dapat merawat dan memelihara akses transportasi mereka sendiri. Dalam konteks Indonesia, dengan mengerti sumber kekayaan lokal, proyek pembangunan jalan dan jembatan akan lebih efisien dan efektif. Apalagi bila sumber kekayaan lokal tersebut tesertifikasi dengan standar yang ada, membangun jalan dan jembatan di daerah mana pun di Indonesia tidak akan terkendala dengan bahan material yang harus dikirim dari wilayah lain. Kombinasi perencanaan, pelaksanaan, dan perawatan yang mengerti apa kebutuhan masyarakat lokal jadi kuncinya. HERRY VAZA Kepala Pusjatan Balitbang Kementerian PUPR
  • 17. 17 Pelembagaan Sistem Pembayaran 09-06-2016 Kelembagaan atau institusi merupakan faktor penting dalam menjelaskan pertumbuhan ekonomi, termasuk maju atau tidaknya sistem pembayaran. Langkanya air saat ini di India dan rencana India untuk membangun sistem pembayaran digital tampaknya berbeda 180 derajat. Menurut Rodrik (2003) kelembagaan memainkan fungsi yang sangat vital dalam pembangunan. Khususnya kelembagaan untuk menciptakan pasar. Misalnya dalam kasus El Nino di India. Hubungan iklim-ekonomi di India adalah penting untuk desain yang efektif dari kebijakan kelembagaan dan ekonomi makro yang tepat. Pemikiran ini memanfaatkan variasi eksogen dalam peristiwa yang berhubungan dengan cuaca (dengan fokus khusus pada El Niño) dalam model kompak ekonomi dunia untuk secara berhati-hati mengidentifikasi efek dari guncangan cuaca El Nino terhadap pertumbuhan dan inflasi di India, serta pada energi global dan harga komoditas non-minyak. El Nino adalah kisaran di atas rata-rata suhu permukaan laut yang secara berkala (setiap tiga hingga tujuh tahun) berkembang lepas ke pantai Pasifik dari Amerika Selatan, berlangsung sekitar dua tahun, dan menyebabkan perubahan iklim utama di seluruh dunia. Salah satu cara untuk mengukur intensitas El Nino adalah dengan menggunakan Indeks Osilasi Selatan (SOI), yang dihitung berdasarkan perbedaan tekanan udara di Pasifik Selatan (antara Tahiti dan Darwin). Nilai SOI yang berkelanjutan di bawah -8 menunjukkan episode El Nino. Sementara pertumbuhan ekonomi India cukup terpengaruh oleh peristiwa cuaca El Nino. Dampaknya pada inflasi relatif besar. Kondisi cuaca ekstrem yang disebabkan oleh El Nino biasanya bertepatan dengan periode monsun lemah dan meningkatnya suhu di India. Monsun lemah membatasi pasokan komoditas pertanian yang dipengaruhi oleh curah hujan dan mengurangi hasil pertanian, konstruksi, dan kegiatan layanan. Hasil estimasi menunjukkan bahwa pertumbuhan PDB India akan turun 0,2% setelah kuartal pertama menyusul guncangan El Nino, dan inflasi akan meningkat sebesar 60 basis poin setelah tiga kuartal. Dibandingkan dengan negara-negara Asia lainnya, penurunan aktivitas ekonomi di India dalam menanggapi kejutan El Nino lebih rendah dari di Australia, Indonesia, dan Selandia Baru. Tingginya ”lompatan” inflasi di India yang menyusul peristiwa cuaca El Nino adalah karena bobot yang tinggi yang ditempatkan pada makanan dalam keranjang indeks harga konsumen (47,6%). ***
  • 18. 18 Fenomena cuaca El Nino secara substansial dapat mempengaruhi harga komoditas global. Suhu yang lebih tinggi dan kekeringan menyusul peristiwa El Nino, khususnya di negara- negara Asia dan Pasifik, tidak hanya meningkatkan harga komoditas non-minyak (sebesar 5,25% setelah empat kuartal), tetapi juga meningkatkan permintaan untuk batubara dan minyak mentah sebagai output yang lebih rendah yang dihasilkan dari pembangkit listrik termal dan bendungan hidroelektrik sehingga mendorong harga energi naik. Untuk itu maka perlu lembaga pengatur pasar agar sistem pembayaran dapat jalan secara mulus. Dengan demikian, India mencoba melancarkan uang elektronik berbarengan dengan El Nino yang menurut Rodrik memerlukan lembaga pengatur pasar dan lembaga legitimasi pasar secara bersamaan. Pemikiran tentang ekonomi dan sub-sub sistem di dalamnya merupakan diskursus yang sangat panjang dan lama. Dalam konteks ini tentu diperlukan sistem pembayaran yang mumpuni untuk mengurangi dampak negatif kondisi alam yang tentu tak bisa kita atur. Salah satu bagian dari sistem pembayaran yang perlu diperkuat adalah uang elektronik (e-money). Uang elektronik memiliki nilai tersimpan (stored value) atau prabayar (prepaid) di mana sejumlah nilai uang disimpan dalam suatu media elektronis yang dimiliki seseorang. Nilai uang dalam e-money akan berkurang pada saat konsumen menggunakannya untuk pembayaran. E-money dapat digunakan untuk berbagai macam jenis pembayaran (multipurpose) dan berbeda dengan instrumen single purpose seperti kartu telepon. Uang elektronik merupakan bidang yang menarik dalam kriptografi (yang merupakan hasil kerja David Chaum), penggunaan uang digital sampai sekarang masih dalam skala kecil. Satu kesuksesan yang jarang adalah kartu Octopus Hong Kong, yang dimulai sebagai sistem pembayaran transit dan telah tumbuh menjadi sistem uang kas yang banyak digunakan umum. Kebanyakan uang di dunia sekarang ini adalah elektronik, dan uang tunai mulai semakin berkurang penggunaannya. Dengan makin menguatnya internet, bank online, kartu debit, dan pembayaran online, dan bisnis internet, maka uang kertas menjadi sebuah barang masa lalu. Bank-bank sekarang menawarkan jasa di mana ”customer” dapat mentransfer dana, saham yang dibeli, menyumbang ke rencana pensiun mereka (seperti di Kanada) dan menawarkan berbagai variasi jasa lainnya tanpa harus menggunakan uang tunai atau cek. Pelanggan tidak harus menunggu barisan, dan ini menciptakan lingkungan yang bebas-repot. Kartu debit dan pembayaran online membuat transfer dana secara langsung dari seorang individu ke akun bisnis, tanpa uang kertas. Ini memberikan kepraktisan yang besar bagi banyak orang dan juga bisnis. Dampak positifnya masih akan diperoleh dalam jangka panjang. Kelembagaan untuk melegitimasi pasar menjadi kebutuhan paling tidak untuk mengatasi permasalahan yang ditimbulkan oleh El Nino di India.
  • 19. 19 ACHMAD DENI DARURI President Director Center for Banking Crisis
  • 20. 20 Perlukah CSR Diatur Undang-Undang? 11-06-2016 Wacana penyusunan undang-undang (UU) tentang corporate social responsibility (CSR) atau tanggung jawab sosial perusahaan (TJSP) saat ini tengah menguat kembali. Bahkan terdengar kabar bahwa DPR tengah berinisiatif menyusun undang-undang tersebut. Sepengetahuan penulis, saat ini baru ada dua negara yang secara tegas mengatur CSR atau TJSP dalam perundang-undangan mereka, yaitu India dan Mauritius. Keduanya secara tegas menyatakan CSR merupakan levy atau pungutan. Indonesia sendiri mengatur CSR dalam Undang-Undang Nomor 40/2007 tentang Perseroan Terbatas dan sedang dalam proses penyusunan UU tersendiri. Pasal 1 butir 3 UU tersebut menyebutkan bahwa tanggung jawab sosial dan lingkungan adalah komitmen perseroan untuk berperan dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi perseroan sendiri, komunitas setempat maupun masyarakat pada umumnya. Selanjutnya Pasal 74 menyebutkan: (1) perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan; (2) tanggung jawab sosial dan lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kewajiban perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran; (3) perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; (4) ketentuan lebih lanjut mengenai tanggung jawab sosial dan lingkungan diatur dengan peraturan pemerintah. Dengan demikian ketentuan Pasal 74 mewajibkan perseroan untuk melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan, meskipun kewajiban ini masih terbatas pada perseroan yang kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam. Selain itu ketentuan Pasal 74 juga mendelegasikan pengaturan lebih lanjut mengenai tanggung jawab sosial dan lingkungan dengan peraturan pemerintah (PP) yang sampai kini PP tersebut belum terbit. Mengisi kekosongan itu, beberapa pemda berinisiatif menerbitkan peraturan daerah (perda) yang berkaitan dengan CSR. Walaupun sempat diberlakukan, akhirnya beberapa perda itu dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi. Lalu perlukah CSR diatur secara khusus dalam UU? Definisi tanggung jawab sosial menurut ISO 26000 ialah tanggung jawab individu/organisasi
  • 21. 21 atas dampak keputusan dan aktivitasnya terhadap masyarakat dan lingkungan hidup, dengan cara transparan dan beretika, berkontribusi pada pembangunan berkelanjutan. Pelaksanaan tanggung jawab sosial seharusnya mengacu pada nilai-nilai dasar dan hierarkis, mengapa CSR perlu dilakukan oleh perusahaan. Ada empat dasar hierarki pelaksanaan CSR, yaitu menghindari dampak negatif akibat operasional perusahaan, meminimumkan, merehabilitasi dan mengompensasi. Jadi pelaksanaan CSR dimulai dari penghindaran dampak negatif, bukan sekadar bagi-bagi uang. Filosofi pelaksanaan CSR pada dasarnya bersifat voluntary (sukarela) dan sering kali merupakan tindakan yang melampaui kepatuhan terhadap peraturan atau hukum yang berlaku di suatu negara. Itu sebabnya CSR minimal adalah kepatuhan pada regulasi. Sejatinya, dengan memahami prinsip ini, kegiatan CSR tidak perlu diatur dalam UU tersendiri. Bagaimana mungkin sebuah regulasi bisa mengharuskan siapa pun untuk melampaui apa yang tertera di dalamnya? Kalaupun akhirnya diterbitkan UU tersendiri tentang CSR, pada hakikatnya itu merupakan kemunduran karena sifat CSR yang awalnya bersifat voluntary (sukarela) terdegradasi menjadi mandatory (kewajiban). Apa yang sebenarnya dibutuhkan Indonesia? Ruang lingkup tanggung jawab sosial menurut ISO 26000 mencakup tata kelola organisasi, HAM, praktik tenaga kerja, operasi bisnis yang adil, isu konsumen, lingkungan hidup, serta pelibatan dan pengembangan komunitas. Segala hal yang berkaitan dengan hal-hal di atas sudah cukup banyak regulasi yang mengaturnya. Sudah banyak regulasi umum di Indonesia yang mengatur hal tersebut. Regulasi umum misalnya regulasi tentang tata kelola perusahaan, HAM, ketenagakerjaan, lingkungan, antikorupsi, antimonopoli, perlindungan konsumen, kesejahteraan sosial, dan penanganan fakir miskin. Sudah banyak regulasi sektoral yang diatur, misalnya regulasi terkait minyak dan gas, usaha pertambangan, dan kehutanan. Memang pada kenyataannya sebagian besar regulasi sektoral tersebut hanya mengatur sebagian kecil saja komponen CSR. Walaupun berbagai regulasi di atas itu sudah diberlakukan, ternyata cukup banyak yang belum diketahui oleh perusahaan dan pemangku kepentingannya sehingga dibutuhkan kompendium secara umum dan sektoral agar bisa diketahui secara persis apa saja kewajiban dunia usaha yang terkait CSR. Selain itu, di dalam regulasi-regulasi itu ditemukan banyak hal yang belum konsisten sehingga membutuhkan analisis kesenjangan dan harmonisasi untuk memastikan konsistensinya. The last but not least pemerintah juga sangat perlu mawas diri terhadap kapasitas dan moralitas politisi dan para pemimpin di tingkat pusat dan daerah. Jika CSR diatur dalam UU tersendiri, kemudian tereduksi menjadi donasi perusahaan (seperti selentingan yang beredar tentang UU CSR yang telah disusun), hal itu akan membawa moral hazard yang tinggi dan berpotensi semakin menjerumuskan banyak pihak ke dalam godaan untuk korupsi. Sebagaimana ditunjukkan pada fenomena sekarang, mulai ada pemerintah daerah dan
  • 22. 22 lembaga negara yang sangat getol meminta donasi perusahaan. Ini akan menjadikan CSR sebagai corporate political activity dan berpotensi menciptakan konflik kepentingan antara (aparat) pemerintah dan perusahaan. Bila hendak membangun Indonesia yang bersih, hal-hal seperti itu seharusnya dihindari, bukan malah difasilitasi melalui regulasi. ZAINAL ABIDIN Pendiri dan Direktur Utama Perusahaan Sosial WISESA
  • 23. 23 Pilih Saham Prancis atau Saham Italia? 12-06-2016 Sepak bola memang luar biasa. Ia bisa menyihir lebih dari separuh penduduk dunia. Sepak bola bahkan memengaruhi nilai perdagangan saham dan harga saham. Riset menunjukkan, selama berlangsung turnamen sepak bola besar seperti Piala Dunia dan Piala Eropa, nilai transaksi saham mengalami penurunan. Fenomena ini ditemukan tidak hanya di negara yang tim nasionalnya sedang berlaga di turnamen tersebut, tetapi juga di negara yang bukan peserta turnamen. Di Indonesia, misalnya, rata-rata volume transaksi harian selama berlangsungnya Piala Dunia lebih rendah 78% (tahun 1998), 13% (tahun 2002), dan 35% (tahun 2006) jika dibandingkan rata-rata transaksi harian sepanjang tahun. Ada dugaan bahwa sebagian trader saham adalah penggemar dan petaruh sepak bola. Mereka harus membagi waktu dan dana untuk trading saham dengan menonton siaran langsung sepak bola sekaligus bertaruh hasilnya. Bisa dibayangkan para trader saham yang harus melotot di depan TV sejak malam hingga dini hari. Mereka pasti kehabisan stamina untuk melakukan trading saham di pagi dan siang hari. Selain itu, sepak bola ternyata memengaruhi harga saham di negara-negara yang tim nasionalnya berlaga di turnamen. Riset Alex Edmans dkk. mengindikasikan adanya pengaruh kekalahan tim nasional terhadap indeks harga saham di negara tersebut. Mereka menemukan bahwa pada sehari setelah tim sebuah negara terdepak dari Piala Dunia, indeks harga saham negara tersebut mengalami penurunan kinerja sebesar rata-rata 0,5% jika dibandingkan kondisi normal. Misalnya, jika seharusnya indeks turun 2%, akibat kekalahan tersebut indeks jadi melorot 2,5%. Hasil pertandingan sepak bola di turnamen memengaruhi mood (perasaan hati) para trader saham. Mereka cenderung menjadi pesimistis dan cenderung lebih suka menjual daripada membeli saham. Dorongan jual membuat harga saham turun. Terbukti bahwa faktor psikologi sangat menentukan pergerakan harga saham. *** Bicara sepak bola pasti kita bicara soal tebak-menebak hasil pertandingan. Siapa yang menang? Siapa juaranya? Menebak siapa yang menang di Piala Eropa bisa dianalogikan dengan membeli saham. Pada awal Piala Eropa 2016 kita bertanya, pegang siapa yang juara? Kita dihadapkan dengan
  • 24. 24 pilihan tim dari 24 negara. Bagi yang tidak mengenal dunia sepak bola, tidak mudah untuk memilih dengan baik. Demikian pula dalam berinvestasi saham, langkah pertama sebelum membeli saham adalah mengenali semua saham yang bisa dipilih. Bagi investor, ”know what you buy” dan ”buy what you know” adalah mutlak harus dilakukan. Sama seperti memilih tim yang akan juara Piala Eropa 2016, secara rasional, kita akan memilih tim yang terkenal jagoan dan sering juara. Mereka yang tahu bola pasti akan memilih Spanyol, Jerman, Italia, Inggris, Prancis, atau Portugal sebagai calon juara. Bukan berarti Albania, Swiss, atau Wales tidak mungkin juara. Probabilitas tim kuat menjadi juara pasti lebih besar dari tim kurang terkenal. Kita juga bisa menganalogikan tim-tim peserta Piala Eropa 2016 dengan tipe saham. Tim Jerman, misalnya, adalah tim yang paling hot, permainan kaku disiplin seperti mesin diesel, tapi hasilnya maksimal. Mereka adalah juara dunia 2014. Adapun, Prancis adalah tim kuat dan main di kandang sendiri. Spanyol adalah juara bertahan dengan permainan yang masih rancak dan solid. Mereka bertiga ibarat saham blue chips, korporasi besar yang memimpin pasar dengan brand kuat seperti Bank BCA, Bank BRI, HM Sampoerna. Di atas kertas, ini merupakan pilihan aman bagi investor. Siapa tidak kenal tim Italia, terkenal dengan ”catenaccio” alias ilmu grendel? Walau permainannya cenderung membosankan karena lebih mementingkan pertahanan, Italia sering jadi juara. Tampaknya Italia sadar betul resep rahasia para tim juara, yakni ”offense wins games, defense wins championships.” Saham yang mirip Italia adalah saham yang tidak banyak terpengaruh perubahan kondisi politik dan ekonomi. Misalnya, saham Unilever (UNVR) karena produk kebutuhan sehari-hari selalu dibutuhkan orang. Tim Portugal adalah rising star. Permainan yang atraktif dan dimotori superstar Cristiano Ronaldo. Ini ibarat ”growth stock”. Saham Aneka Kimia Raya (AKRA) yang cantik bisa masuk di sini. Tim Inggris dipenuhi pemain-pemain bertalenta tinggi, tetapi entah kenapa hasilnya selalu kurang bagus. Tim negara kelahiran sepakbola ini belum pernah jadi juara Eropa. Saham Inggris adalah saham yang sering mengecewakan investor. Harapan besar, hasil kurang. Tim kecil seperti Albania, Wales, dan Islandia bisa dianalogikan sebagai saham lapis dua atau tiga. Namun, bukan berarti mereka tidak bisa juara. Tahun 2004 Yunani secara mengejutkan jadi juara. Jadi, pilih tim mana untuk jadi juara Eropa 2016? Kita bisa memegang beberapa tim sekaligus. Mari kita bentuk portofolio yang terdiri dari sekitar 10 saham terbaik dari beberapa ”negara” atau saham. Maka, probabilitas kita menebak benar menjadi lebih besar. LUKAS SETIA ATMAJA Financial Expert - Prasetiya Mulya Business School
  • 25. 25 Disrupt Yourself or Someone Else Will 12-06-2016 Saya baru menyelesaikan riset dan penulisan buku DISRUPT ! ”Gonjang Industri Komunikasi dan Strategi Memenangkannya” (Gramedia, 2016). Buku yang ditulis bersama Maya Watono dan Adji Watono, pemilik Dwi Sapta, agensi komunikasi lokal terbesar di Tanah Air, itu membahas disrupsi yang terjadi di industri agensi komunikasi (periklanan) kita selama 10 tahun terakhir. Seperti kita tahu, selama 10 tahun terakhir banyak agensi periklanan di Tanah Air terkena gelombang empat disrupsi: disrupsi model bisnis, disrupsi media, disrupsi digital, disrupsi konsumen. Biayanya sangat besar karena begitu banyak pemain yang kolaps bahkan mati berguguran terdisrupsi oleh pemain-pemain lama maupun baru yang lebih relevan dengan kondisi ”new normal” pasca-disrupsi. Harap diketahui, berkat disrupsi tersebut industri periklanan kita saat ini telah didominasi oleh raksasa-raksasa asing seperti WPP, Havas, atau Dentsu. Dari kasus disrupsi yang tejadi di industri periklanan tersebut saya jadi berpikir pentingnya kita mendisrupsi perusahaan atau organisasi kita sebelum orang lain melakukannya. ”Disrupt yourself or someone else will.” Dari buku tersebut saya kepikiran, kita harus selalu paranoid dan gelisah untuk mendisrupsi diri sendiri. Itu lebih baik daripada orang lain yang melakukannya. So, bagaimana untuk melakukannya? Inilah beberapa pelajaran berharga yang saya dapat selama melakukan riset dan menulis buku tersebut. #1. Don’t Ignore the Signals Ketika mendapati sinyal-sinyal disrupsi muncul, maka Anda tak boleh mengabaikannya. Anda harus super serius memikirkannya di mana pun dan kapan pun. Sinyal disrupsi adalah pucuk gunung es kecil di tengah laut luas, sementara sumber disrupsi adalah bongkahan es raksasa yang justru ada di laut dalam. Nah, ketika sinyal disrupsi datang, Anda harus menelusur jauh untuk mengurai dan mencari sumber musababnya. Dengan mengurai sumber disrupsi, maka Anda akan lebih tajam mengenali bagaimana disrupsi terjadi, dan kemudian menemukan model bisnis baru untuk menjinakkannya. Sinyal-sinyal disrupsi di industri agensi komunikasi antara lain terlihat dari adanya perang harga antaragensi yang kemudian menggerus profit. Sinyal disrupsi juga terlihat dari munculnya latent competitors seperti Google atau Facebook
  • 26. 26 yang cerdik mencuri pasar. Begitu juga munculnya platform baru seperti programatic buying yang menggunakan robot (algoritma) dalam proses belanja media. Ingat, radar harus Anda pasang untuk menangkap sinyal-sinyal halus tersebut. #2. Break with the Past Anda harus pintar-pintar ”mengambil jarak” dengan segudang kesuksesan Anda di masa lalu. Kesuksesan di masa lalu membuat kita mabuk kepayang dan terlena. Kesuksesan masa lalu membuat kita merasa menjadi paling hebat dan paling benar. Kesuksesan masa lalu membuat kita gampang tersinggung ketika diingatkan dan dikritik. Dan yang paling parah, kesuksesan masa lalu membuat kita susah mengadopsi paradigma baru. Kita begitu sulit meninggalkan paradigma lama atau model bisnis lama karena itulah yang membikin kita sukses di masa-masa sebelumnya. Begitu sinyal-sinyal disrupsi muncul, Anda harus berani ”memutus hubungan” dengan masa lalu Anda yang gilang-gemilang. #3. Yes We Can!!! Disrupsi selalu menghasilkan paradigma dan model bisnis baru yang sama sekali lain dengan sebelumnya. Karena itu, jangan sampai Anda memblok pikiran Anda dengan mengatakan ”Kami tidak bisa karena itu di luar bidang kemampuan kami” atau ”Kami tak mungkin bisa karena itu tak ada hubungan dengan bisnis yang selama ini kami tekuni”. Ambil contoh operator taksi yang didisrupsi perusahaan teknologi seperti Uber atau Grab. Tidak bisa mereka menyangkal dengan mengatakan, ”kami tidak bisa karena kompetensi kami adalah mengelola armada taksi, bukan membuat aplikasi”. Disrupsi tak bisa dijinakkan dengan jawaban ”kami tidak bisa”. Disrupsi hanya bisa dimenangkan dengan jawaban ”Kami harus bisa!!!” #4. Destroy the Core Ini yang paling menyakitkan. Ketika sinyal-sinyal disrupsi muncul, maka Anda harus berani menghancurkan core model bisnis Anda yang bakal tak relevan lagi, dan kemudian menggantikannya dengan yang sama sekali baru. Inilah pilihan tersulit karena di masa lampau model bisnis tersebut sangat berjasa membesarkan Anda, dan kini dengan begitu kejam harus Anda bunuh. Berbicara membunuh model bisnis lama, pernyataan Sir Martin Sorrel (CEO WPP, agensi periklanan terbesar di dunia) beberapa waktu lalu menjadi sangat pas. Bulan Mei lalu Sorrell mengatakan: ”We’re not in the advertising business anymore.” Pernyataan itu seperti sambaran petir karena diucapkan oleh CEO agensi periklanan terbesar di dunia saat ini. Melalui pernyataannya yang kontroversial, Sorrel mengajak seluruh insan WPP untuk meninggalkan model bisnis lama yang telah usang dan masuk ke yang baru. Sorrel merusak
  • 27. 27 model bisnis lama yang tak relevan lagi dan menciptakan model bisnis baru yang bakal menjadi pilar kesuksesan di masa depan. #5. Reborn! Don’t be Affraid to Reinvent Yourself Terakhir, jangan pernah takut untuk terlahir kembali. Temukan bisnis Anda kembali di atas fondasi model bisnis yang baru, yang mungkin sama sekali berbeda dengan sebelumnya. Jadilah seperti ular yang bisa terus mlungsungi untuk memperbarui diri. Disrupsi kini telah menjadi keseharian kita. Kita tak mungkin lagi lari menghindarinya. Maka, pilihannya cuma ada satu: ”Disrupt yourself or someone else will.” YUSWOHADY Managing Partner, Inventure www.yuswohady.com @yuswohady
  • 28. 28 Tumbuh 7% dari Pinggiran 13-06-2016 Pemerintahan yang dipimpin Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam jangka menengah menargetkan pertumbuhan ekonomi bisa menyentuh angka 7%. Tentu bukan harapan yang terlalu muluk walaupun tak sedikit hambatan yang harus dilalui seperti ruang fiskal yang begitu sempit sehingga menekan kemampuan belanja pemerintah. Semuanya sangat bergantung pada strategi yang diterapkan. Dus, disertai dengan fokus dan komitmen yang diarahkan pada target tersebut, mengingat tantangan yang dihadapi juga tidak mudah. Hingga menjelang tengah semester tahun ini misalnya penerimaan pajak baru sekitar Rp364,1 triliun atau 26,8% dari target sepanjang tahun ini. Tentu pemerintah harap-harap cemas dalam memburu pencapaian hingga akhir tahun, mengingat penerimaan pajak merupakan modal penting untuk merealisasikan rencana pembangunan yang telah ditetapkan pemerintah. Namun, melihat gejala penerimaan pajak tersebut, tentu sulit berharap pemerintah memiliki anggaran yang memadai untuk membangun infrastruktur demi mendorong pertumbuhan. Apalagi, pemerintah telah terikat dengan ketentuan bahwa maksimum defisit anggaran sebesar 3% dari produk domestik bruto (PDB) sehingga sangat sulit untuk bergantung pada pinjaman. Jika terasa pahit untuk berharap belanja pemerintah mendorong pertumbuhan ekonomi secara langsung, bukan berarti tidak ada harapan. Masih ada investasi yang trennya cenderung meningkat. Jika pada kuartal 1-2015 kontribusinya sebesar 32,85%, kuartal pertama tahun ini sudah menjadi 33,16%. Dalam konteks pembangunan oleh pemerintah dan sebaran penanaman modal, sejatinya pemerintah memberikan pertimbangan serius terhadap sebaran wilayah. Pasalnya, dalam empat dekade terakhir, konsentrasi pembangunan relatif tidak mengalami perubahan. Sejak 1970-an hingga saat ini distribusi PDRB masih didominasi Pulau Jawa. Kontribusinya terhadap struktur ekonomi nasional bahkan cenderung terus meningkat, yaitu sudah di atas 58%. Sementara selama lima tahun terakhir, data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi di masing-masing pulau sangat beragam dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi kisaran 4-8%. Rata-rata pertumbuhan paling besar terjadi di Pulau Sulawesi mencapai 8,07% dan daerah yang memiliki pertumbuhan paling rendah adalah
  • 29. 29 Kalimantan yaitu sebesar 4,14%. Adapun di Jawa dan Sumatera bersifat moderat yaitu sekitar 6 dan 5%. Berkaca dari pengalaman dan tren pertumbuhan yang terjadi, kita dapat melihat bahwa daerah yang memiliki sumber daya alam melimpah, pertumbuhan ekonominya masih sangat rendah. Karena itulah, dengan perencanaan dan penargetan pertumbuhan ekonomi yang matang, pertumbuhan 7% bukan hal yang mustahil. Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) pernah melakukan simulasi sederhana tentang mendorong pertumbuhan ekonomi berdasarkan sebaran wilayah dengan kontributor utama datang dari investasi, ekspor, dan pengendalian impor. Dengan asumsi bahwa pemerintah mampu menjaga supaya perekonomian di Jawa berjalan seperti biasa dengan pertumbuhan seperti sekarang, pertumbuhan ekonomi di luar Jawa masing-masing harus didorong menjadi: Sumatera 6,97%, Bali dan Nusa Tenggara 9,99%, Kalimantan 6,91%, Sulawesi 9,20%, serta Maluku dan Papua 6,46%. Tentu angka-angka pertumbuhan yang ditargetkan pada simulasi tersebut bukanlah hal yang mengada-ngada. Secara empiris, masing-masing pulau pernah mencapai angka pertumbuhan tersebut. Karena itulah, dengan skenario tersebut, pertumbuhan 7% bukanlah suatu keniscayaan. Dengan fokus dan komitmen pada pertumbuhan di luar Jawa, berarti pemerintah harus berani mencurahkan kemampuan untuk meningkatkan pembangunan infrastruktur di wilayah-wilayah tersebut. Pembangunan infrastruktur ini menciptakan konektivitas antarwilayah sehingga sangat mendukung kegiatan perekonomian yang mampu merangsang pertumbuhan. Pola pembangunan seperti ini juga telah dilakukan Filipina. Negara tersebut telah berhasil menikmati pertumbuhan ekonomi 7%, setelah memfokuskan belanja anggarannya untuk membangun infrastruktur demi membuka konektivitas antarwilayah demi menggerakkan perekonomian. Pemerintah Indonesia sebenarnya sudah berada di jalur yang sama dengan gencarnya pemerintah membangun infrastruktur jalan. Secara teoritis, melalui kebijakan pembangunan yang fokus di luar Jawa, akan terjadi konvergensi (catch-up effect) dalam ekonomi. Wilayah yang selama ini memiliki pertumbuhan ekonomi lebih rendah akan tumbuh lebih cepat sehingga akan memberikan kontribusi besar terhadap pertumbuhan ekonomi secara nasional. Melalui kebijakan pembangunan yang fokus pada sebaran wilayah tersebut, akan sangat membantu pemerintah dalam mewujudkan pembangunan yang berkualitas. Yakni, pertumbuhan ekonomi tinggi yang mampu menurunkan tingkat kemiskinan serta mempersempit jarak ketimpangan, baik antarwilayah maupun antarpenduduk. Karena itulah, pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkualitas bukanlah harapan yang terlalu muluk. Namun, menjadi sia-sia sekiranya tidak direncanakan dengan baik, tanpa fokus, serta tidak ada komitmen tinggi.
  • 30. 30 ARIF BUDIMANTA Wakil Ketua Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN)
  • 31. 31 Koordinasi Polri-OJK Bisa Cegah Investasi Bodong 13-06-2016 Investasi bodong atau bank gelap itu jelas-jelas tindak pidana penipuan. Jika Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mau menjalin kerja sama dengan institusi penegak hukum, modus penipuan terhadap orang banyak itu seharusnya bisa diminimalisasi. Namun, kalau investasi bodong kini makin marak, itu pertanda minimnya perlindungan terhadap masyarakat. Baru-baru ini OJK mengemukakan bahwa perusahaan yang mempraktikkan bank gelap atau investasi bodong makin marak. Kalau pada 2014 ada 262 perusahaan terindikasi melakukan investasi bodong, saat ini jumlahnya meningkat jadi 406 perusahaan. Sudah barang tentu ratusan perusahaan ilegal itu tidak memiliki izin dari OJK. Kalau usaha ilegal itu leluasa beroperasi, OJK curiga perusahaan-perusahaan ilegal itu mendapatkan izin dari instansi lain. Pertanyaannya, kalau OJK sudah memiliki temuan berikut data-datanya, apa tindak lanjutnya? Sekadar disimpan sebagai temuan atau ditindaklanjuti sebagai kasus penipuan masyarakat? Kalau efektif menjalankan fungsi melindungi masyarakat, OJK seharusnya mengambil prakarsa menertibkan atau menghentikan praktik penipuan yang dilakukan ratusan perusahaan ilegal itu. Tentu OJK tidak bisa bertindak sendiri. Inisiatif yang seharusnya segera diambil adalah melaporkan kecurigaan itu kepada penegak hukum, Polri misalnya, untuk kemudian bersama-sama melakukan penertiban atau penangkapan di lapangan. Mekanismenya kurang-lebih sama dengan ketika Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menindaklanjuti dugaan tindak pidana pada hasil pemeriksaan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) setiap tahun. Bila ditemukan unsur pidana pada hasil pemeriksaan, BPK melaporkan temuan itu kepada instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan, paling lama satu bulan sejak diketahui ada unsur pidana. Tentu saja instansi berwenang yang dimaksud adalah pejabat penyidik. Laporan BPK itu akan dijadikan dasar penyidikan oleh pejabat penyidik sesuai peraturan perundang-undangan. OJK dengan hasil temuannya itu seharusnya juga sigap menempuh mekanisme yang demikian. Kesigapan mengambil inisiatif seperti itu jelas sangat dibutuhkan dan masuk akal. Sebab, mengendapkan temuan kasus dan data tentang dugaan pidana penipuan di laci tidak akan menyelesaikan masalah. Dugaan pidana penipuan, apa pun modusnya, wajib direspons sesegera mungkin agar masyarakat terlindungi. Sebaliknya, membiarkan dugaan tindak penipuan merajalela sama saja dengan menjerumuskan masyarakat.
  • 32. 32 Apalagi, praktik investasi bodong atau bank gelap itu sendiri bukan modus atau cerita baru. Bisnis ilegal seperti itu sudah berlangsung sangat lama. Menemukannya pun tidak sulit karena model investasi seperti itu selalu menjadi bahan pembicaraan masyarakat. Jadi, jika rajin bertanya, cukup mudah menemukan perusahaan jasa keuangan ilegal itu. Kalau di tahun-tahun terdahulu investasi bodong atau bank gelap hanya ditawarkan kepada masyarakat di kota-kota besar, bisnis ilegal itu kini telah melebarkan sayapnya hingga ke daerah atau kota-kota kecil. Mereka leluasa bergerak karena minimnya pengawasan. Sepak terjang mereka tidak dicurigai karena ketidaktahuan masyarakat maupun aparatur pemerintah daerah. Bahkan, dalam banyak kasus, sejumlah aparatur pemerintah daerah juga menjadi nasabah investasi bodong atau bank gelap itu. Ketika pada akhirnya para nasabah menyadari telah ditipu, tidak banyak yang bisa dilakukan kecuali melaporkan masalahnya kepada kepolisian setempat. Biasanya, ketika laporan itu dibuat, pihak terlapor atau pemilik perusahaan investasi bodong itu sudah tidak diketahui lagi rimbanya, yang tersisa hanya karyawan di kantor sewaan. Pemilik atau pelaku utama pidana penipuan sudah lari dan bersembunyi entah di mana. Nasabah harus menunggu tanpa kejelasan, saat polisi melakukan pencarian. Dan, dalam banyak kasus, nasabah akhirnya pasrah. Uang yang mereka investasikan itu tidak pernah bisa kembali. Perbaiki Perizinan Pengalaman buruk seperti itulah yang kini dirasakan belasan ribu warga Larantuka dan sekitarnya di Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT). Dirayu dengan iming- iming imbal hasil tinggi, belasan ribu warga di kabupaten setempat menyimpan uang mereka pada Lembaga Kredit Finansial (LKF) Mitra Tiara. Terhitung sejak beroperasi pada 2009 hingga pemiliknya melarikan diri pada paruh pertama 2013, LKF Mitra Tiara menjaring sedikitnya 16.000 nasabah dengan jumlah dana masyarakat Rp418 miliar. Untuk daerah dengan sumber ekonomi yang terbatas dan peredaran uang relatif kecil, dana masyarakat yang dihimpun LKF Mitra Tiara itu terbilang sangat besar. LKF Mitra Tiara menjanjikan bunga deposito 10% per bulan. Mempekerjakan warga lokal untuk menjaring sanak keluarga mereka, dalam sekejap LKF Mitra Tiara didatangi ribuan nasabah dengan ragam latar belakang. Guru, pegawai negeri sipil, petani, pedagang, hingga pekerja swasta memercayakan dana mereka di LKF ini. Sebagian nasabah bahkan nekat menguras dana mereka yang disimpan di bank untuk kemudian dipindahkan ke LKF tersebut. Konon, ada warga yang berani mengajukan permintaan kredit ke bank untuk ditempatkan di Mitra Tiara. Muncul sejumlah kejanggalan dalam kasus ini. Pertama, LKF Mitra Tiara beroperasi pada lokasi yang tidak jauh dari kantor pemerintah, kantor polisi, dan dua kantor cabang bank BUMN. Modus LKF minimal bisa dipertanyakan oleh institusi pemerintah di sekitarnya, mengingat apa yang ditawarkan Mitra Tiara kepada masyarakat tidak wajar. Namun, kalau
  • 33. 33 semua institusi pemerintah di sekitarnya diam saja, boleh jadi karena para pejabat lokal tidak memahami legalitas bisnis LKF Mitra Tiara itu. Kejanggalan kedua tentang minimnya reaksi dua kantor cabang BUMN di situ. Padahal, dua kantor cabang bank itu terkena dampak langsung dari bisnis ilegal Mitra Tiara. Dampak pertama, ketika nasabah bank ramai-ramai menarik dana mereka untuk dipindahkan ke Mitra Tiara yang menawarkan besaran bunga deposito tidak masuk akal itu. Dampak kedua, saat banyak warga mengajukan permintaan kredit untuk juga ditempatkan di Mitra Tiara. Logikanya, dengan dua dampak itu saja, dua kantor cabang bank itu bisa mengendus informasi tentang ada praktik bank gelap di dekat mereka. Kalau dua bank itu responsif, apa yang dipraktikkan Mitra Tiara itu seharusnya dilaporkan ke pihak berwajib setempat. Sayang, asumsi ini tidak pernah terjadi sampai menghilangnya pemilik LKF Mitra Tiara. Nasabah sudah menderita kerugian besar karena pemilik LKF menjadi buron hampir selama dua tahun. Contoh kasus penipuan oleh LKF Mitra Tiara di Larantuka itu memberi gambaran sangat jelas betapa masyarakat begitu tidak terlindungi oleh praktik bank gelap. Benar bahwa masyarakat salah karena memercayakan uang mereka pada sebuah perusahaan yang ilegal. Tetapi, menjadi tugas dan pekerjaan OJK membantu dan menuntun masyarakat untuk bisa tahu mana yang ilegal dan legal. Keawaman masyarakat itulah yang perlu menjadi perhatian bersama. Siapa yang memberi izin kepada perusahaan-perusahaan ilegal itu menghimpun dana masyarakat? Ketika OJK menduga izin untuk bisnis ilegal itu diterbitkan instansi lain, berarti ada persoalan serius. OJK yang sudah memiliki banyak contoh kasus tentu harus turun ke lapangan untuk melakukan penyelidikan. Hasil penyelidikan itu bisa menjadi pijakan untuk melakukan perbaikan dan penataan mekanisme perizinan bagi pendirian perusahaan- perusahaan pengelola investasi. Prakarsa OJK untuk melakukan perbaikan tentu ditunggu agar pada waktunya nanti bisa dituangkan sebagai kebijakan pemerintah pusat yang harus ditaati semua pemerintah daerah. BAMBANG SOESATYO Ketua Komisi III DPR RI Fraksi Partai Golkar; Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia
  • 34. 34 MEA dan Tantangan Industri Kreatif 13-06-2016 Sudah hampir setengah tahun kita ada dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Pasar tunggal yang menyatukan 10 negara ASEAN ini diprediksi akan menjadi salah satu kekuatan ekonomi terbesar di dunia. Pertempuran membela Tanah Air tidak hanya terjadi di perbatasan, melainkan juga di pasar- pasar baik modern maupun tradisional. Barang-barang dari negara tetangga akan masuk dengan gampang. Bersaing di tengah integrasi ekonomi yang kuat membutuhkan strategi yang tepat. Sudah saatnya kita kembali ke teori ekonomi yang menyatakan bahwa syarat sebuah negara agar dapat menjadi negara maju adalah jika tidak menggunakan keunggulan kompetitif, bisa jadi keunggulan komparatif. Keunggulan kompetitif bisa menjadikan sebuah negara yang miskin sumber daya tetap berjaya misalnya Korea Selatan dan Jepang. Kebanyakan dari mereka bermain di bidang kecanggihan teknologi. Berbeda lagi dengan keunggulan komparatif yang berusaha memenangkan pasar dengan menekan biaya produksi. Asalkan bahan baku melimpah, tenaga kerja murah, selesai sudah urusannya. Keunggulan inilah yang patut diadopsi Indonesia. Industri kreatif merupakan salah satu sektornya. Keunggulan komparatif dari segi ketersediaan bahan baku, desain produk yang terus diperbaharui, serta ide-ide baru dalam menciptakan dan mengembangkan pasar di dalam dan di luar negeri merupakan kekuatan dari sektor ini. Kemunculan e-commerce beberapa tahun belakangan ini disebut-sebut sebagai awal mula kebangkitan industri kreatif di Indonesia. Industri yang penuh dengan kreativitas serta ihwal baru ini pada 2013 memenangkan 5,67% pertumbuhan yang lebih besar dibandingkan pertumbuhan ekonomi nasional. Aset utama industri kreatif adalah akal manusia yang melahirkan ide-ide baru. Pelaku industri kreatif ditantang untuk mengubah intangible thing, yaitu ide menjadi sesuatu yang bersifat tangible thing dalam bentuk barang. Karena itu, hilirisasi dari penelitian-penelitian yang dihasilkan sangatlah penting untuk terus menopang agar industri ini terus dapat berjalan. Banyak hal yang masih mengganjal tumbuhnya industri kreatif di Indonesia, salah satunya keberpihakan pemerintah yang dirasa kurang pro-pengusaha lokal. Industri perfilman contohnya. Salah satu anggota Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) asal Kalimantan Barat yang bergerak di dunia perfilman nasional menuturkan, betapa sulitnya film nasional masuk ke antrean pemutaran film di bioskop nasional. Yang terjadi saat ini
  • 35. 35 adalah ratusan film lokal antre untuk masuk daftar putar bioskop, di sisi lain film-film asing dengan mudahnya melenggang tanpa antrean lama. Miris jika mendengar fakta bahwa film nasional dipersulit untuk tampil di negeri sendiri. Padahal, industri perfilman merupakan salah satu industri kreatif yang menciptakan multiplier effect yang besar bagi perekonomian. Film inspirasional seperti 5cm dan Laskar Pelangi mungkin sudah habis masa tayangnya. Namun, berkat dua film ini kunjungan ke Bromo dan Bangka Belitung naik berlipat ganda. Film ini berhasil memukau penonton dan menampilkan sisi keindahan alam yang dulunya tidak banyak orang tahu. Serial anak-anak Si Unyil juga sama. Meski secara penayangan sudah berakhir, dari segi penjualan aksesoris tetap laku sampai sekarang. Karakter Unyil yang khas Indonesia berhasil memikat hati anak-anak sampai sekarang. Itulah hebatnya industri film jika dibina dengan baik. Industri film memang satu dari sekian subsektor ekonomi kreatif yang perlu dibuatkan payung hukum sendiri agar ke depan lebih banyak lagi film-film anak negeri yang selain menginspirasi, juga dapat mengeksploitasi keindahan alam Ibu Pertiwi. Permodalan juga menjadi kendala tersendiri bagi pengusaha, khususnya yang masih pemula. Menurut data IFC, sebanyak 73% perbankan Tanah Air meminta jaminan tanah dan bangunan bagi pengusaha yang ingin meminjam modal. Di sisi lain, baru 22% UKM yang memiliki tanah dan bangunan. Modal ventura yang merupakan satu dari sekian sumber dana usaha di Indonesia jumlahnya masih sangat terbatas. Berdasarkan data Bank Dunia, Indonesia masih jauh tertinggal dari segi ketersediaan modal ventura, dibandingkan dengan negara-negara lain seperti Singapura, Malaysia, dan Thailand. Padahal, modal ventura adalah salah satu alternatif pembiayaan modal yang cocok untuk industri kreatif. Akan sulit mendapatkan predikat negara berdaya saing tinggi jika Indonesia masih menempati posisi paling rendah dari segi modal ventura. Sedangkan untuk ketersediaan modal ventura secara global, Israel adalah yang pertama mengalahkan negara-negara besar lain seperti Korea, Cina, bahkan Amerika Serikat. Terlepas dari kegilaan Israel selama ini, banyak hal yang patut kita pelajari dari negeri tersebut. Bertahun-tahun dilanda konflik, nyatanya entrepreneurship tetap tumbuh di negara ini. Hal itu tidak terlepas dari ketegasan dan komitmen pemerintah untuk terus mendorong rakyatnya berjiwa entrepreneurship. Pemerintah Israel bahkan tidak segan-segan untuk mengeluarkan peraturan yang membelenggu ada modal asing untuk masuk. Di sisi lain, berbagai regulasi untuk membantu tumbuhnya pengusaha lokal terus digalakkan. Meski masih banyak regulasi yang belum tepat sasaran, rasa optimisme sebagai seorang pengusaha wajib terus ditanamkan. Ibnu Riyanto adalah contoh dari sekian banyak anggota HIPMI yang sukses membangun usahanya dari nol. Jatuh-bangun pernah dilaluinya. Menjadi pengusaha memang butuh niat serta tekad yang kuat. Pemilik Trusmi Group tersebut menceritakan betapa kerasnya perjuangannya saat pertama kali memulai usaha batik
  • 36. 36 miliknya. Berawal dari modal pernikahan senilai Rp17 juta, ia memulai usahanya di usia 17 tahun. Kesuksesan tidak langsung datang begitu saja. Ia pun sempat merasakan kehabisan modal setahun kemudian dan harus mencari pinjaman ke bank dengan jaminan surat-surat rumah milik mertua. Namun, alam selalu mengajarkan bahwa sinar matahari akan datang setelah gelapnya malam. Begitu pula yang terjadi pada usaha milik Ibnu Riyanto. Dia mengajarkan kita bahwa keyakinan serta keberanian untuk bangkit setelah gagal adalah hal yang menentukan, apakah seorang pebisnis bisa meraih kesuksesan atau menyerah di tengah jalan. Keberpihakan pemerintah untuk memunculkan pengusaha-pengusaha baru, khususnya pelaku industri kreatif, melalui insentif adalah hal yang patut ditiru dari negara-negara maju. Insentif dari pemerintah, baik dari segi perpajakan maupun bantuan permodalan, akan sangat menguntungkan bagi keberlangsungan industri kreatif. Industri kreatif adalah peluang emas bagi Indonesia untuk membangkitkan gairah ekonomi Indonesia. DR ANGGAWIRA MM Ketua Bidang Organisasi BPP HIPMI; Alumni Program Doktor Ilmu Manajemen UNJ
  • 37. 37 Governansi Ekonomi, Bukan Sekadar Perpendek Rantai 14-06-2016 Memasuki minggu kedua Ramadan, target pemerintah untuk memperpendek rantai nilai produk pangan strategis masih belum terlihat mencapai kemajuan yang berarti. Langkah operasi pasar di yang dilakukan Bulog, PD Pasar Jaya, dan beberapa pemerintah daerah (pemda) di seluruh Indonesia tidak serta-merta menurunkan harga keseimbangan produk pangan di pasar. Rencana pemerintah untuk menurunkan harga eceran daging sapi segar sampai Rp80.000 per kilogram belum tercapai secara mulus. Harga eceran rata-rata daging sapi di pasar-pasar tradisional di seluruh Indonesia sampai dengan Sabtu 10 Juni 2016 masih Rp115.000 atau belum turun secara signifikan. Harga daging ayam masih Rp32.500, harga gula pasir bahkan merangkak naik menjadi Rp15.720, harga cabe merah Rp33.600, dan harga bawang merah hanya turun sedikit menjadi Rp38.160 per kilogram. Operasi pasar yang dilakukan pemerintah, pemda, badan usaha milik negara (BUMN), dan badan usaha milik daerah (BUMD) baru mencapai segmentasi pasar saja. Harga eceran produk pangan strategis pada tenda-tenda operasi pasar terlihat jauh lebih rendah dari harga pasar. Misalnya harga daging sapi dijual pada rentang Rp85.000-90.000 tergantung jenisnya, harga gula pasir dijual Rp14.000. Harga cabai merah Rp20.000 dan harga bawang merah Rp25.000 per kilogram. Para pembeli dengan enteng berbelanja pada tenda-tenda operasi pasar, walau harus mengantre. Sementara sebagian lain tetap berbelanja di kios-kios di dalam los pasar tradisional dan pasar modern, walaupun dengan harga pasar yang masih mahal. Segmentasi pasar produk pangan yang tercipta karena operasi pasar tersebut tidak banyak mengganggu psikologi penjual dan pembeli. Transaksi jual-beli di pasar masih berlangsung lancar, tidak terdapat gangguan yang berarti. Sistem perdagangan produk pangan pokok dan strategis serta segenap sistem rantai nilai atau rantai pasok yang terbangun bertahun-tahun tampak tidak akan mampu diubah begitu saja dengan langkah jangka pendek atau terobosan sekalipun. Memperpendek rantai hanya dengan melakukan operasi pasar atau menugaskan BUMN dan BUMD dalam sistem rantai nilai produk pangan belum tentu akan memperbaiki stabilisasi harga pangan dalam waktu singkat. Pemerintah dan segenap pengampu kepentingan masih memiliki pekerjaan rumah yang tidak ringan, yaitu membenahi governansi ekonomi (economic governace) dari rantai nilai tersebut, sebagaimana yang akan diuraikan pada artikel ini.
  • 38. 38 Pembenahan di sektor hulu usaha tani melalui perbaikan sistem produksi dan peningkatan produktivitas masih amat dibutuhkan. Apabila sistem produksi di hulu masih menderita inefisiensi yang akut, penggunaan teknologi produksi yang ketinggalan zaman, serta sistem usaha tani tradisional yang terlalu banyak menggunakan input yang tidak efisien, maka suatu sistem rantai nilai produk pangan dipastikan juga tidak akan efisien. Demikian pula sistem perdagangan yang terlalu tertutup dan dikuasai para pelaku ekonomi beberapa gelintir saja, tapi dengan posisi yang amat dominan, tentu amat sulit untuk membangun suatu rantai nilai efisien, yang memberikan kenyamanan atau balas jasa yang fair bagi petani produsen dan konsumen. Apabila pelaku perdagangan produk pangan terkesan menghalang-halangi pelaku ekonomi baru yang akan masuk ke dalam sistem rantai nilai, entry barriers seperti itu pasti akan memperlambat upaya-upaya stabilisasi harga pangan, seperti yang menjadi tugas pemerintah. Governansi ekonomi yang dimaksudkan di sini adalah suatu sistem nilai atau tata kelola yang menjunjung tinggi keterbukaan dan keadilan. Governansi ekonomi dapat tercipta melalui pelayanan sistem informasi yang terbuka dan kredibel, data volume produksi, penjualan, dan konsumsi yang dapat dipercaya para pelaku, data harga produk dan kualitasnya yang tidak menipu sehingga dapat dijadikan referensi para pelaku dan perumus kebijakan. Sistem rantai nilai produk pangan yang memiliki governansi yang baik tidak harus melibatkan aparat militer dan tentara yang ditugaskan di desa-desa untuk sekadar memastikan target-target pembelian produksi pangan yang dihasilkan petani. Benar, bahwa rantai nilai produk pangan yang melibatkan impor memiliki dimensi permasalahan yang tidak sederhana, bahkan multidimensi, mulai ekonomi, politik, dan sosial-kultural. Suatu sistem rantai nilai yang tidak dilandasi oleh modal sosial atau tingkat kepercayaan (trust) yang tinggi antarpelaku, maka sistem tersebut dapat mengarah pada suatu distorsi yang pasti akan menghambat stabilisasi pangan. Dan bahkan lebih berbaya bagi sistem perekonomian dibandingkan dengan sinyalemen mafia atau kartel pangan, sebagaimana sering disampaikan para pejabat. Contoh terbaru tentang potensi persoalan governansi ekonomi pada sistem rantai nilai produk pangan adalah tentang impor sapi bakalan pada 2016 ini yang mencapai 600.000 ton, setara daging dan tambahan impor daging beku secondary cut sebanyak 10.000 ton lagi. Rencana impor sapi pada kuartal kedua Mei-Agustus 2016 sebesar 250.000 ton setara daging belum sepenuhnya dapat direalisasikan, karena proses pengapalan sapi dari Australia perlu waktu yang tidak sebentar. Solusi jangka pendek yang ditempuh pemerintah adalah membuat prioritas tambahan impor daging beku, khusus untuk mengantisipasi permintaan pada Ramadan dan Idul Fitri. Setidaknya, di sini terdapat dua potensi masalah baru dalam governansi ekonomi yang saling berkaitan.
  • 39. 39 Pertama, stakeholders atau pelaku lama importir daging sapi merasa diperlakukan tidak adil karena pemerintah tiba-tiba menunjuk 10 perusahaan baru untuk melakukan impor daging secondary cut tersebut. Importir daging yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Importir Daging Sapi (Apsidi) yang konon telah memiliki jaringan distribusi dan rantai pendingin, sebagaimana disyaratkan, justru tidak dilibatkan dalam impor daging beku tersebut. Apakah langkah pemerintah tersebut memang dimaksudkan untuk menghilangkan entry barriers dalam sistem rantai nilai pangan? Waktu jualah yang akan menjawabnya. Kedua, konsumen daging sapi dan kebanyakan masyarakat Indonesia tidak terlalu terbiasa melakukan konsumsi langsung daging beku, sehingga daging impor secondary cut tersebut belum tentu laku keras di pasaran. Maksudnya, daging beku asal impor tersebut tidak cukup mudah untuk mampu menembus jaringan pengecer daging di pasar tradisional, yang umumnya telah terafiliasi dengan jaringan pedagang daging yang lama. Apakah hal ini ada hubungannya dengan tindakan negara melalui Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang telah menghukum denda beberapa industri penggemukan sapi (feedloter) atas tuduhan persaingan usaha tidak sehat, sehingga terdapat perlawanan (retaliasi) dari pelaku ekonomi tersebut, waktu jualah yang akan menjawabnya. Contoh potensi masalah baru governansi ekonomi dalam rantai nilai daging sapi seperti inilah yang perlu secara integratif dipertimbangkan dalam upaya stabilisasi harga pangan pokok dan strategis. Upaya memperpendek rantai nilai daging sapi dengan membawa sapi secara langsung dari peternak di Nusa Tenggara Timur (NTT), wajib disertai langkah-langkah perbaikan governansi rantai nilai. Langkah yang ditempuh dengan menekan harga beli sapi di tingkat peternak sampai Rp33.000 per kilogram berat sapi hidup, demi untuk menekan harga eceran daging sapi sampai Rp80.000 tentu tidaklah bijak. Maksudnya, langkah untuk menyenangkan konsumen perkotaan dengan cara mengorbankan kesejahteraan peternak sapi di daerah pedesaan, tentu bukan contoh governansi ekonomi yang baik. Tugas utama pemerintah untuk memperbaiki infrastruktur pedesaan, jaringan distribusi, dan fasilitas perdagangan, serta perbaikan birokrasi perizinan dan pemihakan kebijakan lain yang lebih kondusif jauh akan mampu memperbaiki governansi ekonomi rantai nilai yang lebih. Persoalan inefisiensi rantai nilai produk pangan yang bersifat struktural pasti mensyaratkan solusi kebijakan yang lebih struktural juga. Langkah pintas untuk memperpendek rantai, pasar murah, operasi pasar, dan lain-lain adalah syarat cukup (necessary condition), tapi perbaikan governansi ekonomi berupa kemudahan perizinan, perlakuan adil dan terbuka kepada segenap stakeholders, plus pembenahan infrastruktur, sistem informasi dan lain-lain adalah syarat lengkap (sufficient condition) stabilisasi harga pangan yang lebih berjangka panjang. BUSTANUL ARIFIN Guru Besar UNILA dan Ekonom Senior INDEF
  • 40. 40 BRIsat: Era Baru Teknologi Komunikasi Bank 15-06-2016 Jumat, 17 Juni 2016, akan menjadi hari bersejarah bagi industri perbankan nasional. Saya katakan demikian karena salah satu pemain penting di industri perbankan, yaitu Bank BRI, hari itu meluncurkan BRIsat atau Satelit BRI. Bagi saya, peluncuran BRIsat tidak sekadar terobosan BRI untuk meningkatkan efisiensi biaya teknologi informasi perseroan, melainkan juga terobosan besar bagi industri perbankan di Indonesia maupun dunia. BRI menjadi satu-satunya bank di dunia yang memiliki satelit sendiri. Era digital saat ini, masyarakat perbankan tentu akan semakin sadar, teknologi dan ekspektasi terhadap kemudahan, kecepatan, dan keamanan transaksi meningkat. Perkembangan teknologi informasi yang cepat, mau tidak mau, turut memengaruhi perubahan proses bisnis perbankan. Dalam beberapa tahun terakhir, perkembangan teknologi internet dan smartphone turut memengaruhi kebutuhan metode transaksi perbankan dari konvensional menuju penggunaan e-channel dan internet banking. Untuk mendukung fenomena ini, sarana jaringan komunikasi yang kuat dan andal mutlak diperlukan. Saat ini kebutuhan jaringan komunikasi perbankan nasional pada umumnya dipenuhi melalui jasa provider seperti dengan sewa jaringan terestrial multiprotocol label switching (MPLS) dan sewa jasa satelit (very small aperture terminal/VSAT). Pemenuhan tersebut walaupun dengan service level yang memuaskan, juga memiliki keterbatasan kapasitas sehingga tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan pengembangan bisnis, produk, dan jaringan perbankan. Terlebih bagi bank sekelas BRI yang memiliki jaringan begitu luas sampai ke wilayah pelosok dan pulau terpencil. Sehingga, bila mengandalkan infrastruktur komunikasi yang ”konvensional”, akan membatasi ruang bagi BRI untuk pengembangan bisnis. Keterbatasan ketersediaan kapasitas ini disebutkan dalam kajian PT Telkom Indonesia. Berdasarkan kajian Euroconsult dan Litbang PT Telkom pada APSAT 2013, seperti dikutip dari Annual Report 2015 Bank BRI, pada 2016 proyeksi kebutuhan total transponder Ku-band dan C-band adalah 420 transponder. Sementara itu, ketersediaan jumlah transponder pada 2016 hanya 253 transponder sehingga Indonesia masih kekurangan 167 transponder. Shortage transponder nasional ini akan terus meningkat karena secara proyeksi demand akan terus mengalami peningkatan.
  • 41. 41 Kapasitas penyelenggara satelit domestik Indonesia memang telah defisit sejak 10 tahun lalu, dan terus akan defisit dalam 7-9 tahun mendatang. Dengan jumlah pasokan nasional terbatas, ketergantungan perusahaan nasional terhadap jaringan komunikasi milik provider asing akan semakin tinggi. Melihat perkembangan kebutuhan jaringan komunikasi dan semakin tingginya biaya sewa yang harus dikeluarkan, bagi BRI pembelian satelit memang bisa menjadi solusi bagi pemenuhan kebutuhan jaringan komunikasi mereka. Selain meningkatkan kecepatan operasional dan kemudahan akses layanan perbankan, pembelian satelit diharapkan mampu mendukung program-program pemerintah, khususnya dalam peningkatan inklusi keuangan (financial inclusion) masyarakat. Bagi BRI dan masyarakat perbankan secara luas, keberadaan BRIsat ini akan memberikan sejumlah manfaat. Pertama, keberadaan BRIsat dapat memperbesar kapasitas jaringan komunikasi dengan area layanan yang luas. Berdasarkan Annual Report 2015 Bank BRI, BRIsat tidak hanya menyasar wilayah Indonesia, melainkan juga sampai ke Asia. Dapat diprediksi, BRI melalui BRIsat-nya ingin menyasar konsumen di luar negeri, khususnya Asia. Langkah ini kemungkinan diarahkan untuk meningkatkan layanan perbankan bagi masyarakat kita di luar negeri (TKI, mitra bisnis di Asia, dan lain-lain), sekaligus menjadi pintu masuk bagi BRI untuk memperluas jaringannya di Asia (sebagai bank internasional). Kedua, mendorong peningkatan realisasi layanan perbankan berbasis teknologi untuk daerah terpencil yang lebih ekonomis. Keuntungan tentu akan didapat BRI. Secara nasional, keberadaan BRIsat ini akan mempercepat keinginan pemerintah dan otoritas perbankan untuk meningkatkan inklusi keuangan, khususnya di daerah-daerah terpencil yang selama ini akses mereka terhadap perbankan masih sangat rendah. Ketiga, bagi BRI, selain meningkatkan efisiensi dalam penyediaan layanan perbankan elektronik, dapat dipastikan keberadaan satelit BRIsat akan menunjang kinerja operasional di seluruh jaringan BRI serta jaringan elektronik BRI. Keberadaan BRIsat yang peluncurannya telah dirintis sejak 2014 ini dapat meningkatkan efisiensi dan mendukung jaringan pelayanan berbasis e-channel. Keberadaan BRIsat ini juga akan dapat mendorong peningkatan layanan BRI kepada lebih dari 50 juta nasabahnya. Teknologi Komunikasi vs Penetrasi Perbankan Dukungan infrastruktur teknologi komunikasi memiliki arti sangat strategis bagi pengembangan bisnis perbankan. Harus diakui, terbatasnya kapasitas infrastruktur teknologi komunikasi yang kita miliki juga turut menjadi salah satu penyebab terbatasnya penetrasi perbankan kita, baik dari sisi pengembangan produk, jaringan, maupun layanan. Berdasarkan survei McKinsey pada 2014, Indonesia merupakan negara di ASEAN-6 (Singapura, Indonesia, Malaysia, Thailand, Filipina, Vietnam) yang penetrasi perbankannya paling rendah. Rata-rata konsumen bank di ASEAN-6 hanya memegang kurang dari tiga
  • 42. 42 produk perbankan. Indonesia posisinya paling rendah dalam penetrasi produk perbankan, sedangkan Singapura paling tinggi. Mayoritas konsumen bank di Singapura rata-rata memegang 5,72 produk bank. Sedangkan mayoritas konsumen bank di Indonesia memegang 2,16 produk bank. Dari rata-rata tersebut, sebanyak 71,4% konsumen bank di Indonesia memegang hanya 1-2 produk bank, sebanyak 22,5% konsumen bank memegang 3-4 produk bank. Dengan kata lain, hanya 6,1% konsumen bank yang memegang lebih dari lima produk bank, tertinggal bila dibandingkan dengan Singapura (53,2%), Malaysia (20,5%), Thailand (13,6%), Filipina (8,8%), dan Vietnam (6,8%). Secara nasional, keberadaan BRIsat berpotensi mendorong peningkatan penetrasi perbankan nasional. Kendati demikian, harus dipahami bahwa keberadaan BRIsat tidak serta-merta akan mendorong lompatan secara signifikan pengembangan bisnis perbankan nasional di kancah internasional, khususnya Asia. Ini mengingat, negara lain seperti Singapura perkembangan infrastruktur komunikasinya sebenarnya masih lebih maju. Setidaknya, keberadaan BRIsat ini memperpendek gap kekurangan infrastruktur teknologi komunikasi dengan bank-bank di negara lain. Satu hal yang juga patut dicatat, pasca-peluncuran BRIsat juga memunculkan tantangan baru bagi BRI. Dengan mulai beroperasinya satelit yang dioperasikan sendiri, BRI harus dapat menjawab harapan untuk mengoptimalkan keberadaan BRIsat guna peningkatan pelayanan kepada masyarakat dan nasabah. Namun, saya percaya, BRI akan mampu menjawab harapan tersebut. Jadi, selamat beroperasi BRIsat. Selamat datang juga era baru infrastruktur teknologi komunikasi perbankan nasional! SUNARSIP Pengamat Perbankan
  • 43. 43 Terminal 3 Ultimate Soetta 16-06-2016 Dalam beberapa hari ke depan, kalau tak ada halangan (doakan saja), kebandarudaraan (bandara) Indonesia akan memasuki babak baru. Ini seiring dengan beroperasinya Terminal 3 Ultimate, Bandara Soekarno-Hatta (Soetta) di Tangerang, Banten. Bandara ini dikelola PT Angkasa Pura II (AP II). Tidak main-main, disiapkan siang-malam, bertahun-tahun, dan dioperasikan (shadow operation) justru di saat menyambut libur mudik, Hari Raya Idul Fitri. Ini belum operasi penuh, baru untuk keberangkatan dan kedatangan beberapa kota sampai bulan September yang akan datang karena tentu kita harus amat teliti dan safe. Melibatkan banyak pihak, dari Kemenhub, Imigrasi, Bea Cukai, Karantina, Air-Traffic Control, airlines, otoritas bandara, keamanan, pengelola bandara (Angkasa Pura), para vendor dan katering hingga pengelola parkir, people mover, dan seterusnya. Ini benar-benar rumit. Apalagi kita ingin menampilkan cita rasa karya putra-putri terbaik dalam bentuk galeri Indonesia. Jangan lupa, bandara itu adalah pintu gerbang Nusantara. Menyangkut harga diri dan persepsi dunia terhadap kepribadian dan kejayaan bangsa. Semoga saja hal ini bisa mengurangi kepadatan arus mudik di terminal Cengkareng dan menambah kenyamanan Anda. Ya, memang baru di terminal. Belum sampai traffic menuju bandara karena jalur kereta baru akan jadi tahun depan. Pengoperasian terminal baru ini pun dilakukan kalau lolos uji dari regulator, khususnya pada sisi udara. Saya senang karena Menteri Perhubungan (Menhub) memeriksa dengan teliti dan kita tahu, dalam soal safety, Menhub Ignasius Jonan bukanlah orang yang bisa diajak kompromi. Untuk itu kita ucapkan terima kasih. Spesial Saya sesungguhnya sudah menyaksikan Terminal 3 Ultimate sejak terminal ini masih dalam proses pembangunan. Saya menuangkan catatan itu dalam buku saya yang berjudul Agility: Bukan Singa yang Mengembik (2015). Kini terminal yang proses pembangunannya menerapkan konsep design & build tersebut sudah siap dioperasikan. Kalau saya menyebut Terminal 3 Ultimate (bukan T3 yang lama) akan menjadi babak baru bagi industri bandara di Indonesia, itu karena beberapa hal. Pertama, dari sisi luas bangunan. Untuk Terminal 3 Ultimate luasnya mencapai 422.804 meter persegi. Ini terminal terluas jika
  • 44. 44 dibandingkan dengan terminal-terminal yang ada di seluruh bandara di Indonesia. Bahkan jika dibandingkan dengan terminal-terminal yang ada di ASEAN sekalipun. Sebagai contoh dibandingkan dengan Bandara Changi, Singapura. Saat ini bandara itu memiliki tiga terminal. Salah satu terminal yang paling luas adalah Terminal 3. Anda tahu berapa luasnya? Hanya 380.000 meter persegi. Kedua, dari sisi kapasitas. Terminal 3 Ultimate ini bakal mampu menampung 25 juta penumpang per tahun. Lagi, bandingkan dengan Terminal 3 Bandara Changi yang “hanya” mampu menampung 22 juta penumpang per tahun. Ketiga, terminal ini juga akan dilengkapi dengan garbarata ganda. Garbarata ini khusus untuk melayani pesawat superjumbo seperti Airbus A380. Mudah-mudahan kelak bandara kita bisa didarati pesawat-pesawat yang berukuran besar tersebut. Keempat, konsep art and culture. Bandara ini kelak dilengkapi beberapa ornamen dari berbagai daerah di Indonesia. Ini akan membuat terminal bisa menjadi tempat santai bagi para pengunjung dan sekaligus pameran yang bisa dinikmati para penumpang. Kelima, teknologi, ini yang membuat terminal ini menjadi terkesan sangat modern dan ramah lingkungan. Misalnya, penerangannya memakai lampu LED dan banyak mengandalkan cahaya dari luar. Lalu, jalan-jalan seputar terminal banyak memakai lampu dari sel surya. Jangan lupa juga, CCTVnya bisa langsung mendeteksi wajah-wajah yang masuk dalam daftar DPO. Begitu juga dengan penanganan bagasi yang mengadopsi teknologi baggage handling system (BHS) seperti di Bandara Kualanamu, Medan. Jadi, setiap bagasi yang masuk dipasangi barcode sesuai dengan tujuan penumpang. Ini untuk memperkecil kemungkinan bagasi yang tertukar atau salah alamat. Film The Terminal “All human life can be found in an airport,” begitu tulis David Walliams, penulis, komedian, dan presenter ternama Inggris (Anda mungkin sering melihat wajahnya di acara reality show Britain’s Got Talent). Selain itu di terminal juga ada paradoks. Kita akan sering menemukan tangis dan sekaligus tawa di sana. Bandara itu adalah tempat untuk meet and greet. Ada tangis dari seorang gadis yang bakal ditinggal kekasihnya bepergian ke luar negeri untuk waktu lama. Berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun. Ada tawa (juga tangis haru) dari seorang ibu yang menjemput kedatangan anaknya setelah bertahun-tahun terpisah oleh jarak ribuan kilometer. Bicara soal ini, tiba-tiba saya teringat dengan film The Terminal (2004) yang dibintangi aktor favorit saya Tom Hanks dan artis jelita Catherine Zeta-Jones. Saya cuplikkan sedikit inti
  • 45. 45 ceritanya. Film ini berkisah tentang Viktor Navorsky (Tom Hanks), warga negara Krakozhia (negara fiktif di Eropa Timur) yang lugu dan polos. Ia berkunjung ke Amerika Serikat (AS) untuk menepati janjinya kepada sang ayah. Ayah Viktor, seorang musisi jazz, meminta Viktor untuk mendapatkan tanda tangan dari musisi favoritnya yang asal AS. Maka pergilah Viktor ke Negeri Paman Sam itu. Viktor mendarat di Bandara Internasional JFK, New York, AS, dengan menenteng koper dan kaleng di tangan sehingga memicu kecurigaan petugas bandara. Apalagi Viktor sengaja merahasiakan isi kalengnya. Celakanya lagi, pihak imigrasi menolak kehadirannya. Paspor Viktor dianggap tidak berlaku karena terjadi kudeta di negaranya. Pemerintah lama tumbang, diganti pemerintahan baru yang belum diakui pihak AS. Akibatnya paspor Viktor dianggap tidak berlaku. Ia tidak bisa masuk ke AS. Maka jadilah Viktor terdampar di bandara. Bagaimana ia bertahan hidup? Itulah yang menjadi inti cerita film ini. Jenaka, tetapi juga kaya dengan satire tentang manusia. Perilaku para petugas bandara dan orang-orang yang ada di sana terhadap Viktor barangkali menjadi cerminan dari perilaku kita pula. Saya tak ingin berpanjang lebar soal bagaimana Viktor menjalani hidup di terminal itu. Maklum, kudeta di negaranya baru selesai sembilan bulan kemudian. Eksistensi negara itu diakui kembali oleh Pemerintah AS. Paspor Viktor pun akhirnya berlaku kembali dan ia masuk ke AS untuk mendapatkan tanda tangan dari musisi favorit ayahnya. Bukan Koordinasi Kisah tentang Viktor tadi mungkin tak terjadi di negara kita. Meski begitu kisah tadi memberikan gambaran tentang betapa kompleksnya mengelola bandara dan terminal- terminalnya. Ini juga terjadi di negeri ini. Anda harap maklumlah, dulu yang kuat itu bukan sistemnya, tapi mantan-mantan pejabatnya yang masing-masing punya bisnis dan operator di lapangan. Ada yang bisnis kargo, parkir, gudang, angkutan, restoran sampai vendor-vendor dan jasa-jasa preman lainnya. Pokoknya rumitlah. Jadi sudah pasti kehadiran Terminal 3 Ultimate ini sebuah program perubahan besar. Bukan sekadar fisik. Ini soal transformasi sistem, manusia, dan mental bangsa. Mental berbangsa dan berwirausaha. Juga mental kita dalam penyelamatan aset dan pendapatan negara yang legal. Jadi kita perlu menerapkan tata kelola yang baru. Apalagi mayoritas petugas dari berbagai instansi yang ada di bandara berstatus pegawai negeri sipil (PNS). Anda tahu, belum semua memiliki mindset melayani. Padahal, hampir semua urusan di bandara adalah soal safety dan pelayanan. Dan pelayanan bukanlah melulu soal teknologi, ini soal mental manusia dan
  • 46. 46 sistem. Maka ini PR berat kita semua. Saya percaya kita mampu kalau kita berani melakukan perubahan. Anda tahu, wajah bandara adalah wajah negeri ini. Meski bandaranya megah dan rapi, kalau pelayanan para petugasnya, koordinasi, dan support-nya jelek, itu menggambarkan ada yang salah urus di negeri ini. Kita tentu tak mau orang luar mengecap kita sebagai negeri yang tidak becus mengelola, bukan? RHENALD KASALI Pendiri Rumah Perubahan @Rhenald_Kasali
  • 47. 47 BRIsat Senjata Ampuh Hadapi MEA 18-06-2016 Tak dapat disangsikan lagi, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (Bank BRI) akan menjadi bank nomor wahid dalam teknologi informasi setelah satelit Bank BRI (BRIsat) meluncur ke angkasa dari Kourou, Guyana Prancis, Amerika Selatan. Mampukah BRIsat menjadi senjata ampuh dalam menghadapi era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang berlaku efektif 2020 untuk industri perbankan? Sejatinya, BRIsat, yang dibuat Space Systems/Loral (SSL) sudah meluncur ke orbit pada 9 Juni 2016, namun tertunda dua kali. BRIsat mempunyai 45 transponder yang terdiri atas 36 transponder frekuensi C-band dan 9 transponder frekuensi Ku-band. Satu transponder Kuband dan dua transponder C-band diserahkan pemanfaatannya kepada pemerintah. Selebihnya akan digunakan Bank BRI untuk mendukung layanan perbankan dari kota hingga pelosok dan pedalaman. Langkah Strategis Pada era MEA, persaingan dalam industri perbankan bakal semakin sengit. Apa saja langkah strategis untuk mampu menghadapi era yang sarat persaingan itu? Ada beberapa faktor kunci keberhasilan (key sucess factors) yang suka tak suka wajib dipenuhi, yakni manajemen yang mumpuni, basis nasabah (customer base) yang luas, teknologi informasi (TI) yang canggih, manajemen risiko yang baik dan benar, sumber daya manusia (SDM) yang cakap dan berpengalaman, saluran distribusi (distribution channel) yang luas dan tingkat layanan (service level) yang tinggi. Pertama, BRIsat merupakan salah satu senjata ampuh. Kelak akan makin banyak bank asing membanjiri Indonesia untuk meneguk legitnya madu industri perbankan nasional. Oleh sebab itu, bank harus memiliki daya saing tinggi untuk sanggup bersaing ketat dengan bank asing. Dengan BRIsat, Bank BRI telah membekali diri dengan teknologi informasi (TI) yang ampuh untuk mampu bersaing. Sungguh, TI bukan hanya mampu meningkatkan tingkat layanan, melainkan juga memberikan nilai tambah (value added) pada produk dan jasa perbankan nasional. Sudah barang tentu, BRIsat akan memberikan aneka manfaat tinggi bagi Bank BRI yang sering disebut sebagai bank wong cilik lantaran bisnis utama (core business) yang fokus pada pembiayaan pada segmen usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Di samping itu, Bank BRI dapat lebih memperluas saluran distribusi bukan hanya melalui