Perkembangan ekonomi dan perpajakan di Indonesia dalam semester pertama terlihat masih stagnan. Pertumbuhan ekonomi tercatat sebesar 5,06% sedangkan penerimaan pajak masih berkisar di angka 3%. Simak gambaran umum perekonomian Indonesia dalam Fact Sheet edisi Agustus 2019 yang diterbitkan MUC Consulting dan MUC tax Research beriku:
Sistem operasi adalah program yang bertindak sebagai perantara antara user de...
KURSUS PAJAK
1. Kurs Pajak
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019 mengalami defisit
sebesar Rp135,75 triliun (0,84% terhadap PDB) menyusul realisasi penerimaan
perpajakan yang tidak mampu mengimbangi kebutuhan anggaran belanja
pemerintah yang meningkat signifikan.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami perlambatan pada paruh pertama
tahun ini meski diwarnai pesta demokrasi dan perayaan hari besar keagamaan.
Neraca perdagangan Indonesia hingga akhir Juni 2019 masih tercatat defisit sebe-
sar US$1,93 miliar, melebar jika dibandingkan dengan posisi periode yang sama
tahun lalu minus US$ 1,19 miliar.
USD/IDR
*14-20 Agustus 2019
14.253
Inflasi
Month to month 0,31%
Year on year
IHSG
6.210
BI 7 Days Repo Rate
5,75%
Summary Report
FACTSHEET
Kinerja Fiskal
AGUSTUS 2019 Page 1
3,32%
*per Juli 2019
*per 13 Agustus 2019
JPY/IDR 13,44
*per 18 Juli 2019
Year to date 2,36%
Uraian
Pendapatan Negara
Belanja Negara
41,5%
42,0%
4,9%
59,2%
Keseimbangan Primer
Surplus/(Defisit)
Pembiayaan
2.165,1
2.461,1
(20,11)
(296,00)
(296,00)
898,76
1.034,51
(0,97)
(137,75)
175,34
APBN 2019 30 Juni % APBN
Sumber: APBN Kita, Kemenkeu)
Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN) 2019 di paruh pertama mencatatkan defisit
sebesar Rp135,75 triliun atau 0,84% terhadap Produk
Domestik Bruto (PDB). Defisit fiskal tersebut membengkak
jika dibandingkan dengan realisasi periode yang sama
tahun lalu (0,75% PDB) seiring dengan melandainya
pertumbuhan penerimaan negara di tengah serapan
anggaran belanja negara yang meningkat signifikan.
Sepanjang semester I 2019, realisasi belanja negara mencapai Rp1.034,51 triliun atau 42% dari pagu APBN 2019, tumbuh 9,6%
dibandingkan dengan serapan anggaran semester I 2018. Di sisi lain, realisasi pendapatan negara tercatat sebesar Rp898,78 triliun atau
41,5% dari target di APBN 2019. Secara persentase, pendapatan negara hingga 30 Juni 2019 tumbuh 7,8% (year on year) atau lebih rendah
dibandingkan pertumbuhan penerimaan semester I 2018 yang berkisar 16%.
Meskipun realisasi defisit fiskal semester I 2019 masih jauh dari target yang dipatok di APBN sebesar Rp296 triliun (1,84% PDB), namun
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memprediksi realisasinya di penghujung tahun kemungkinan melebar menjadi Rp310,8 triliun (1,93%
PDB). Kendati demikian, proyeksi defisit tersebut masih jauh di bawah batas aman 3% PDB yang diamanahkan Undang-Undang APBN.
Potensi Shortfall
Dari sisi penerimaan, kontribusi perpajakan yang relatif stagnan patut menjadi sorotan. Sepanjang periode Januari-Juni 2019, realisasi
penerimaan pajak sebesar Rp603,34 triliun atau baru 38,25% dari target Rp1.577,56 triliun di APBN 2019. Pencapaian tersebut tidak lebih
baik secara persentase dibandingkan dengan realisasi penerimaan pajak semester I 2018 yang sebesar Rp581,54 triliun atau 40,84% dari
target.
Apabila dirinci, Pajak Penghasilan (PPh) Migas menyumbang Rp30,16 triliun (tumbuh 0,31%), PPh Nonmigas Rp346,16 triliun (5,11%), Pajak
Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) mencapai Rp212,32 triliun (-2,66%), serta Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB) dan pajak lainnya Rp14,7 triliun (265,8%).
Defisit APBN 2019 Dibayangi Ancaman Shortfall
Lorem ipsum
2. AGUSTUS 2019 Page 2
Indikator Makro Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami perlambatan pada
paruh pertama tahun ini meski diwarnai pesta demokrasi dan
perayaan hari besar keagamaan.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi
nasional pada triwulan II 2019 sebesar 5,05% atau lebih rendah
dibandingkan dengan laju ekonomi kuartal sebelumnya (5,07%)
maupun pertumbuhan triwulan II 2018 (5,27%). Secara kumulatif,
Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia hanya tumbuh 5,06% di
semester I 2019, melambat jika dibandingkan dengan pertumbu-
han ekonomi periode yang sama tahun lalu yang sebesar 5,17%.
Mengacu pada data PDB triwulan II 2019, hampir seluruh lapan-
gan usaha mengalami perlambatan, terutama industri pengolahan,
perdagangan, konstruksi, dan usaha lainnya. Hanya lapangan
usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan yang mengalami
akselerasi dengan pertumbuhan sebesar 0,71% (y-o-y), meningkat
dibandingkan dengan pertumbuhan kuartal sebelumnya 0,23%.
Sementara jika dilihat dari sisi pengeluaran, konsumsi rumah
tangga masih menjadi motor utama dengan andil 56,81% dari total
PDB. Konsumsi rumah tangga mengalami pertumbuhan 5,17%
(y-o-y) di triwulan II 2019, meningkat dibandingkan kuartal sebel-
umnya yang hanya 5,02%.
Kontributor ekonomi terbesar kedua adalah Pembentukan Modal
Tetap Bruto (PMTB) atau investasi, yakni sebesar 31,25%.
Investasi di triwulan II 2019 tumbuh 5,01% atau cenderung
melemah dibandingkan dengan kuartal sebelumnya 5,03%.
Sementara itu, ekspor hanya menyumbang 17,61% setelah
mengalami pertumbuhan negatif 1,81%. Sementara impor sebagai
pengurang PDB berperan -18,53% juga mengalami pertumbuhan
negatif 6,73%.
Pertumbuhan Ekonomi Semester I 2019 Melambat
55,79%
1,34%
8,71%
31,25%
2,59%
17,61%
18,53%
Struktur PDB Semester I 2019
Pengeluaran Konsumsi Rumah
Tangga
Pengeluaran Konsumsi LNPRT
Pengeluaran Konsumsi Pemerintah
Pembentukan Modal tetap Bruto
Perubahan Inventory
Eskpor barang dan Jasa
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Sementara dari sektor kepabeanan dan cukai, kas negara mendapatkan pemasukan sebesar Rp87,6 triliun di paruh pertama tahun ini
atau 41,9% dari target penerimaan bea dan cukai yang mencapai Rp208,8 triliun di APBN 2019. Realisasi tersebut terdiri dari setoran
bea masuk sebesar Rp17,6 triliun, cukai rokok Rp65,4 triliun, bea keluar Rp1,65 triliun, dan cukai minuman beralkohol Rp2,8 triliun.
Belum lama ini, Kementerian Keuangan memperkirakan pencapaian target penerimaan perpajakan (DJP dan DJBC) tahun 2019
sekitar 91%. Khusus untuk pajak, DJP memprediksi akan ada kekurangan setoran pajak (shortfall) hingga Rp140 triliun pada tahun ini
atau hanya akan mencapai Rp834,1 triliun (91% dari target APBN 2019).
Defisit Neraca Perdagangan Melebar
Neraca perdagangan Indonesia hingga akhir Juni 2019 masih tercatat defisit sebesar US$1,93 miliar, melebar jika dibandingkan
dengan posisi periode yang sama tahun lalu minus US$ 1,19 miliar.
Hal ini tidak terlepas dari kinerja ekspor yang memburuk, dimana sepanjang Januari-Juni 2019 tercatat hanya sebesar US$80,32 miliar
atau turun 8,57% dibandingkan dengan perolehan semester I 2018 yang mencapai US$80,32 miliar.
Sementara itu, kegiatan importasi di Indonesia membukukan nilai hingga US$ 82,26 miliar sepanjang paruh pertama 2019, turun 7,6%
dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Jika dilihat lebih rinci, pelebaran defisit neraca dagang juga merupakan akibat dari surplus neraca non-migas yang mengalami penyu-
sutan, dari US$4,42 miliar di semester I 2018 menjadi US$2,84 miliar. Sebaliknya, defisit neraca migas justru menunjukan perbaikan
dari minus US$5,62 miliar menjadi negatif US$4,78 miliar.
Penyumbang berikutnya adalah belanja pemerintah (8,71%) tercatat tumbuh 8,23%; Perubahan Inventori (2,59%); dan pengeluaran
lembaga non-profit (1,34%) tumbuh 15,27%.
Secara spasial, Pulau Jawa masih mendominasi aktivitas ekonomi Indonesia pada triwulan II 2019 dengan kontribusi sebesar
59,11% terhadap PDB. Kemudian diikuti oleh Pulau Sumatera sebesar 21,31%; Pulau Kalimantan 8,01%; Pulau Sulawesi 6,34%;
Pulau Bali dan Nusa Tenggara 3,06%; serta Pulau Maluku dan Papua sebesar 2,17%.
3. *IMPORTANT WARNING AND DISCLAIMER*
#Factsheet is a publication of MUC Consulting to provide our clients, contact, and business relations with information of tax and economic
update. The materials within are limited to the purpose of providing information and should not be treated similarly as professional advice
or basis in formulating strategic business decisions. For more information about MUC Consulting, please click www.mucglobal.com
News
AGUSTUS 2019 Page 3
Formulir SPT Masa Disederhanakan
Direktorat Jenderal Pajak akan menyederhanakan formulir Surat Pemberitahuan (SPT) Masa wajib pajak badan, dengan cara menyatukan
keempat jenis formulir SPT Masa kedalam satu formulir. Kebijakan ini akan mulai dilaksanakan pada awal tahun 2020.
Penyatuan atau unifikasi ini dilakukan untuk memudahkan penyampaian SPT Masa oleh wajib pajak. Adapun keempat jenis SPT masa
tersebut diantaranya SPT Masa PPh Pasal 15, SPT Masa PPh Pasal 22, SPT Masa PPh Pasal 23, dan SPT Pasal 4 ayat 2.
Bagi DJP penyatuan ini akan mempermudah pengawasan. Sebab, data yang masuk menjadi lebih akurat dan SPT Masa yang akan
diperiksa menjadi hanya satu saja. Apalagi setelah berlakunya aturan terkait bukti potong elektronik atau e-bupot.
Dalam tahap awal, pemerintah akan melakukan ujicoba pada beberapa perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) akan . Salah
satunya adalah PT Pertamina (Persero).
Pemerintah Kaji Pembebasan Pajak Atas Bunga Obligasi dan Reksadana
Pemerintah akan memberikan keringanan pajak bagi investor di pasar surat berharga dalam hal ini obligasi dan reksadana. Adapun
keringanan yang dimaksud adalah dengan menurunkan tarif Pajak Penghasilan (PPh) atas bunga yang diterima menjadi 0%.
Saat ini, sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) No. 100 Tahun 2013, bunga obligasi dan reksadana dikenai PPh final sebesar 15%
untuk wajib pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap (BUT). Sedangkan atas bunga obligasi dan reksadana yang diterima oleh wajib
pajak luar negeri dikenakan PPh sebesar 20%.
Selain itu, pemerintah juga akan memperluas cakupan insentif PPh 0% tersebut dengan menyasar pula bunga atas Dana Investasi
Infrastruktur (DINFRA), Dana Investasi Real Estate (DIRE), Kontrak Investasi Kolektif-Efek Beragunan Aset (KIK-EBA). Beleid perubahan
ini sudah disiapkan oleh Kementerian Keuangan dan rencananya akan rislis dalam waktu dekat.
MUC Tax Research Institute is a non-profit member-supported organization dedicated to study, inform, and educate public and/or
stakeholders on taxation issues in Indonesia as well as give recommendation to policymakers based on our research and members’
experience. Our members are practitioners and academics, who share the same passion on taxation and aims to contribute to create
better tax environment in Indonesia.
Super Deductible Tax Untuk Vokasi dan R&D
Pemerintah menyediakan fasilitas pengurangan pajak bagi perusahaan yang meningkatkan investasi di industri padat kerja dan yang
menyelenggarakan kegiatan pelatihan, riset dan pengembangan. Fasilitas perpajakan yang dikenal dengan istilah Super Deductable Tax ini
tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 45 Tahun 2019, dan mulai berlaku 25 Juni 2019.
Ada tiga fasilitas yang ditawarkan pemerintah di dalam beleid tersebut: (1) pengurangan penghasilan netto hingga 60% untuk investasi baru
padat kerja; (2) pengurangan penghasilan bruto hingga 200% dari biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan kepelatihan dan praktik kerja
untuk siswa Sekolah Menengah Kejuruan, Mahasiswa Vokasi, dan instruktur di Balai Latihan Kerja; (3) fasilitas pengurangan penghasilan
bruto hingga 300% dari biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan riset dan pengembangan.
Aturan ini dikeluarkan untuk mendorong peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) dan mendongkrak daya saing industri nasional.
Namun demikian beleid ini belum mengatur secara rinci mengenai mekanisme dan tata cara mendapatkan fasilitas. Adapun ketentuan lebih
detil nantinya akan tertuang dalam peraturan turunan yaitu Peraturan Menteri Keuangan (PMK).
MUC Consulting Group
MUC Building, Jl. TB Simatupang 15. Tanjung Barat, Jakarta Selatan, 12530
ask_muc@mucglobal.com
+6221-788-37-111
+6221-788-37-666
Contact:
Kurs Pajak
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019 mengalami defisit
sebesar Rp135,75 triliun (0,84% terhadap PDB) menyusul realisasi penerimaan
perpajakan yang tidak mampu mengimbangi kebutuhan anggaran belanja
pemerintah yang meningkat signifikan.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami perlambatan pada paruh pertama
tahun ini meski diwarnai pesta demokrasi dan perayaan hari besar keagamaan.
Neraca perdagangan Indonesia hingga akhir Juni 2019 masih tercatat defisit sebe-
sar US$1,93 miliar, melebar jika dibandingkan dengan posisi periode yang sama
tahun lalu minus US$ 1,19 miliar.
USD/IDR
*14-20 AGUSTUS 2019
14.253
Inflasi
Month to month 0,31%
Year on year
IHSG
6.315
BI 7 Days Repo Rate
5,75%
Summary Report
FACT SHEET
Kinerja Fiskal
AGUSTUS 2019 Page 1
3,32%
*per Mei 2019
*per 21 Juni 2019
JPY/IDR 13,44
*per 18 Juli 2019
Year to date 2,36%
Uraian
Pendapatan Negara
Belanja Negara
41,5%
42,0%
4,9%
59,2%
Keseimbangan Primer
Surplus/(Defisit)
Pembiayaan
2.165,11
246,11
(20,11)
(296,00)
(296,00)
898,76
1.034,51
(0,97)
(137,75)
175,34
APBN 2019 30 Juni % APBN
Sumber: APBN Kita, Kemenkeu)
Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN) 2019 di paruh pertama mencatatkan defisit
sebesar Rp135,75 triliun atau 0,84% terhadap Produk
Domestik Bruto (PDB). Defisit fiskal tersebut membengkak
jika dibandingkan dengan realisasi periode yang sama
tahun lalu (0,75% PDB) seiring dengan melandainya
pertumbuhan penerimaan negara di tengah serapan
anggaran belanja negara yang meningkat signifikan.
Sepanjang semester I 2019, realisasi belanja negara mencapai Rp1.034,51 triliun atau 42% dari pagu APBN 2019, tumbuh 9,6%
dibandingkan dengan serapan anggaran semester I 2018. Di sisi lain, realisasi pendapatan negara tercatat sebesar Rp898,78 triliun atau
41,5% dari target di APBN 2019. Secara persentase, pendapatan negara hingga 30 Juni 2019 tumbuh 7,8% (year on year) atau lebih rendah
dibandingkan pertumbuhan penerimaan semester I 2018 yang berkisar 16%.
Meskipun realisasi defisit fiskal semester I 2019 masih jauh dari target yang dipatok di APBN sebesar Rp296 triliun (1,84% PDB), namun
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memprediksi realisasinya di penghujung tahun kemungkinan melebar menjadi Rp310,8 triliun (1,93%
PDB). Kendati demikian, proyeksi defisit tersebut masih jauh di bawah batas aman 3% PDB yang diamanahkan Undang-Undang APBN.
Potensi Shortfall
Dari sisi penerimaan, kontribusi perpajakan yang relatif stagnan patut menjadi sorotan. Sepanjang periode Januari-Juni 2019, realisasi
penerimaan pajak sebesar Rp603,34 triliun atau baru 38,25% dari target Rp1.577,56 triliun di APBN 2019. Pencapaian tersebut tidak lebih
baik secara persentase dibandingkan dengan realisasi penerimaan pajak semester I 2018 yang sebesar Rp581,54 triliun atau 40,84% dari
target.
Apabila dirinci, Pajak Penghasilan (PPh) Migas menyumbang Rp30,16 triliun (tumbuh 0,31%), PPh Nonmigas Rp346,16 triliun (5,11%), Pajak
Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) mencapai Rp212,32 triliun (-2,66%), serta Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB) dan pajak lainnya Rp14,7 triliun (265,8%).
Defisit APBN 2019 Dibayangi Ancaman Shortfall