3. keuangan negara | no. 008 vol. iii 2017 3
EDITORIAL
SEGERA TINDAKLANJUTI
TEMUAN BPK RI
A
da beberapa isu mutakhir yang berhubungan
dengan tata kelola keuangan negara yang patut
menjadi perhatian kita semua. Yang utama tentu
saja berkaitan dengan hasil audit Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK RI) yang tertuang di dalam
IHPS 1 tahun 2017 yang memberi gambaran
yang cukup komprehensif tentang perkembangan akuntabilitas
keuangan negara di Indonesia.
Ketika redaksi mempelajari hasil audit tersebut, ada
perkembangan yang menggembirakan baik soal perkembangan
opini maupun jumlah temuan lembaga auditif tersebut. Hal itu
ditegaskan pimpinan BPK RI saat melaporkan IHPS 1 tahun
2017 kepada Presiden Jokowi,DPR RI dan DPD RI,bahwa tata kelola
keuangan negara cenderung mengalami perbaikan dan peningkatan.
Namun demikian, ketika melihat 687 LHP BPK, dapat kita jumpai
temuan pemeriksaan yang masih cukup besar, yaitu sebanyak 9.729
temuan serta total rekomendasi sebanyak 25.937. Adapun pemantauan
terhadap tindak lanjut hasil pemeriksaan tahun 2005 sampai 30 Juni
2017 sebagai berikut: (a) Telah sesuai dengan rekomendasi sebanyak
320.136 rekomendasi (69,0 persen) senilai Rp132,16 triliun. (b) Belum
sesuai dengan rekomendasi sebanyak 102.551 rekomendasi (22,1 persen)
senilai Rp103,38 triliun. (c) Rekomendasi belum ditindaklanjuti sebanyak
38.657 rekomendasi (8,3 persen) senilai Rp37,68 triliun. (d) Rekomendasi
tidak dapat ditindaklanjuti sebanyak 2.371 rekomendasi (0,6 persen) senilai
Rp12,01 triliun.
Temuan dan rekomendasi tersebut sudah sepatutnya dan menjadi kewajiban
entitas untuk menindaklanjuti.Kecepatan entitas dalam tindak lanjut temuan BPK
RI menjadi salah satu indikator akuntabilitas, mencerminkan kepatuhan entitas,
dan dapat menjadi solusi perbaikan bagi tata kelola keuangan di tahun berikutnya.
Dalam edisi kali ini, redaksi juga mengetengahkan kajian dan laporan yang
menarik, antara lain mengenai peran Aparat Pengawasan Intern Pemerintah
(APIP), yang akhir-akhir ini disorot terkait kasus OTT kepala daerah. Menteri
Dalam Negeri Tjahjo Kumolo dan pimpinan KPK bersepakat merumuskan
kebijakan penguatan APIP, yang konon saat ini sedang digodog pemerintah. Kita
berharap kebijakan penguatan APIP ini dapat diterbitkan dalam waktu dekat,
sehingga para pengambil keputusan di kementerian/lembaga dan pemerintah
daerah dapat segera menyesuaikan.
Selain itu, redaksi juga mengkaji tentang hasil audit kinerja terhadap
BUMN dan 11 entitas pemerintah pusat yang gagal meraih opini WTP. Redaksi
ketengahkan juga perubahan pemberian Dana Insentif Daerah (DID) tahun 2018,
anggaran pemerintahan Jokowi yang ambisius,serta tidak lupa liputan keberhasilan
para kepala daerah dalam membangun daerahnya.
Redaksi berharap kajian dan liputan di Majalah Keuangan Negara dapat
memberikan sumbangsih pemikiran serta inspirasi para pengambil kebijakan
khususnya tentang tata kelola keuangan negara.
Salam Akuntabilitas!
4. DEWAN PAKAR Achmad Djazuli, Jariyatna, Krishna Hamzah l PENASIHAT HUKUM Haryo Budi Wibowo, SH, MH l PIMPINAN REDAKSI Prasetyo l SEKRETARIS
REDAKSI Abdulloh Hilmi l SIDANG REDAKSI Achmad Djazuli, Jariyatna, Krishna Hamzah, Prasetyo l REDAKTUR PELAKSANA Megel Jekson l REPORTER Kartika
Puty Andiny, Hendrik Sugara, Ayu Andini, Ema Fitriyani, Rojaul Huda, Tsani Arianti, Syukron Jamal, Aprilia Hariani l DESAIN Boedy S. Pasoepati l MARKETING/IKLAN Edi
Purwanto l SIRKULASI/PENJUALAN Syahroni l ALAMAT REDAKSI/TATA USAHA/IKLAN Kantor Pusat Kajian Keuangan Negara Jl. Kartini Raya No.17B, Jakarta Pusat
Telepon: (021) 29922743 Fax: (021) 29922743 l PERSON CONTACT 081348489334 l WEB www.keuangan.co l E-MAIL keuangan.negara@gmail.com,marketing@
keuangan.or.id l TWITTER @keuangannegara l FB Majalah Keuangan Negara l REKENING BANK Giro Bank Rakyat Indonesia KCP BPKP No Acc: 1148.01.000117.307
a/n Pusat Kajian Keuangan Negara l PENERBIT Pusat Kajian Keuangan Negara l ISSN 24607304 l SK No.0005.24607304/JI.3.2/SK. ISSN/2015.08-20 Agustus 2015
Redaksi menerima kontribusi tulisan yang sesuai dengan misi penerbitan. Redaksi berhak mengubah isi tulisan tanpa mengubah maksud dan substansi.
OPINI
8| Setelah WTP, Lalu Apa?
LAPORAN UTAMA
10| Potret Tindak Lanjut Temuan BPK
Tindak lanjut atas rekomendasi hasil pemeriksaan BPK RI merupakan
komitmen entitas untuk melakukan perbaikan tata kelola keuangan.
14| Ketua BPK: Efektifitas Pemeriksaan BPK
Bergantung Pada Tindak Lanjut Entitas
15| Ir. Isma Yatun, M.T. Anggota V BPK-RI:
Manfaat Pemeriksaan Terbesar Ada di
Tindak Lanjut
16| Dr. Harry Azhar Azis Anggota VI BPK RI:
Ada Korelasi Antara Kepatuhan Tindak
Lanjut Dengan Akuntabilitas
ANGGARAN
22| Babak Baru Dana Insentif Daerah
Setelah berjalan selama 7 tahun, pemerintah kembali mengubah
kebijakan dana insentif daerah (DID). Kali ini, musababnya disinyalir
bersumber dari ketidakmampuan pemerintah daerah dalam
mengelola dan menyalurkan DID secara efektif dan efisien. Aturan
anyar tersebut pun kemudian diklaim bakal mendorong penggunaan
DID menjadi lebih baik.
32| Anggaran Ambisius Presiden Jokowi
RAPBN 2018 yang diajukan Presiden Joko Widodo dianggap
terlalu ambisius. Anggaran negara itu juga dituduh sarat dengan
kepentingan politik Presiden menjelang pemilihan presiden.
14
8
321615
5. DAFTAR ISI
SUCCESS STORY
28| I Nyoman Giri Prasta,
Bupati Badung: Prioritas
Meningkatkan Kesejahteraan
52| M. Qurais H. Abidin,
Walikota Bima: Karunia
Alam Untuk Pembangunan
Ekonomi Bima
60| Achmad Fikry, Bupati Hulu
Sungai Selatan:Tiga Jalan
Kesejahteraan Hulu Sungai
Selatan
63| Moh. Suhaili Fadhil Tohir,
Bupati Lombok Tengah:
Strategi Menyiasati Anggaran
Terbatas
66| Nadjmi Adhani, Walikota
Banjarbaru: Menjadi Kota
Sejuta Pelayanan
69| Fauzan Khalid, Bupati
Lombok Barat: Rumus
Anggaran Mengatasi
Kemiskinan
AUDIT
38| Hasil Audit Kinerja BUMN
Tahun 2017
46| Mengapa Kementerian Dan
Lembaga Ini Gagal Raih
WTP?
ANTARLEMBAGA
54| Ikhtiar Memperkuat
Pengawasan Internal
Secara resmi Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK) kembali mengusulkan penguatan
Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP)
untuk mencegah aksi korupsi di daerah. Tak
main-main, KPK menginginkan penguatan
independensi APIP agar tak cuma menjadi
pajangan di daerah.
56| Peran BPKP: Memudahkan
Tugas Audit BPK
58| Kepala BPKP: Sistem
Pengendalian Intern Itu
Tanggung Jawab Pimpinan
AKUNTABILITAS
72| Realisasi Dana Desa dan
Efektifitas Pembangunan Desa
REGULASI
74| PP 36 Tahun 2017 Untuk
Menindaklanjuti Program Tax
Amnesty
SOSIAL BUDAYA
76| Demi Kebudayaan Pribumi
Jakarta
78| Bamus Betawi: Kami Ingin
Penganggaran Model Bkk,
Bukan Hibah!
PESONA INDONESIA
76| Senggigi Sunset Jazz
REPORTASE
84| Melalui Workshop BPK Perkuat
Sinergi dengan Penegak
Hukum
85| Pusaka Negara Anggap Rapbn
2018 Tak Sesuai Dengan
Nawacita
86| Penghargaan Kemenkeu Atas
Konsistensi Meraih WTP
88| Kota UMKM Bernama
Sidoarjo
PERSPEKTIF
89| Infrastruktur dan Persoalan
Bangsa
SOSOK
92| Muhammad Zainul Majdi,
Gubernur Nusa Tenggara
Barat (NTB):Tips Meraih
WTP Ala TGB
RESENSI
94| Di Bawah Bendera Pa$ar
Dari Nasionalisasi Menuju
Liberalisasi Ekonomi
58
54
86
92
6. keuangan negara | no. 008 vol. iii 20176
Surat Pembaca
POLEMIK ONGKOS PENGAWASAN
DANA DESA
------------------------------------------------------
Pemerintah berkomitmen untuk memperkuat pembangunan desa yang
diwujudkan dengan pengalokasian dana desa yang sudah dimulai sejak
tahun 2015. Total anggaran yang telah digelontorkan oleh pemerintah untuk
dana desa berjumlah 127,74 triliun, dengan rincian tahun 2015 sebesar
Rp20,76 triliun, Rp49,98 triliun pada tahun 2016 dan sebesar Rp60 triliun
untuk tahun 2017. Tercatat, jumlah desa yang sudah menerima dana
tersebut lebih dari 74 ribu desa.
Namun, tujuan mulia dari pengalokasian dana desa tersebut dinodai
dengan adanya kasus penyelewengan dana desa yang dibuktikan dengan
adanya Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan oleh Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Kepala Desa Dassok, Pamekasan,
Jawa Timur, 2 Agustus kemarin. OTT juga sempat berlangsung atas
sejumlah kepala desa di rumah dinas Camat Karangganeng, Lamongan,
awal Juni lalu.
Menanggapi hal itu, Presiden Joko Widodo kemudian memberi
instruksi untuk menangani setiap kasus penyelewengan dana desa,
meskipun ongkos penanganan lebih besar daripada kerugian yang muncul.
Hal tersebut dilakukan agar menimbulkan efek jera, sehingga diharapkan
tidak akan ada lagi penyelewengan dana desa di masa yang akan datang.
Dalam kacamata ekonomi, hal tersebut akhirnya mengundang perdebatan.
Menurut Arthur O’Sullivan, biaya untuk pencegahan atau penanganan
tindak kejahatan paling efisien berada pada tingkat di mana tambahan
biaya untuk mengurangi satu tindak kejahatan sama dengan tambahan
nilai kerugian akibat bertambahnya satu tindak kejahatan. Dengan kata lain,
pemerintah dapat menambah biaya untuk mengurangi satu tindak pidana
korupsi, apabila biaya tersebut setara dengan bertambahnya kerugian
akibat peningkatan satu tindak pidana korupsi.
Namun, pertimbangan yang dilakukan dalam upaya pemberantasan
korupsi bukan semata-mata kalkulasi untung-rugi. Dalam kasus
penyelewengan dana desa, kerugian yang ditimbulkan bukan hanya dari
sisi materi. Sebab, korupsi dana desa sudah tentu menimbulkan biaya
sosial yang sangat tinggi. Penyelewengan dana desa dapat menghambat
perbaikan pelayanan publik, pembangunan infrastruktur yang dibutuhkan
masyarakat desa, dan lain sebagainya.
Yang ingin disampaikan, penanganan korupsi harus dilakukan
secara tepat dengan mempertimbangkan berbagai aspek. Efektivitas
pemberantasan korupsi harus dijadikan prioritas dalam memilih strategi
pencegahan maupun penanganan kasus korupsi. Jangan sampai, upaya
pemberantasan korupsi justru menimbulkan kerugian yang lebih besar dan
tidak mendatangkan manfaat yang signifikan. Untuk mengawal penggunaan
dana desa secara tepat, pemerintah perlu mengevaluasi sistem penyaluran
serta pengawasan penggunaan dana desa agar cita-cita pengalokasian
dana desa dapat tercapai.
Evia Zulfah
Alumni Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan UIN Jakarta
HATI-HATI,
DANA INSENTIF DAERAH
------------------------------------------------------
Salah satu pos belanja negara dalam postur
APBN ialah transfer ke daerah yang terdiri dari Dana
Transfer Perimbangan, Dana Insentif Daerah, dan
Dana Otonomi Daerah dan Khusus. Kebijakan ini
merupakan instrumen penting dalam melaksanakan
kebijakan desentralisasi fiskal, dan untuk mendanai
beberapa urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan pemerintah daerah.
Secara teoretis, Dana Alokasi Umum (DAU)
dan Alokasi Khusus (Transfer Perimbangan)
diperuntukkan untuk menambahkan kemampuan
daerah dalam membiayai pembangunan. Sedangkan
Dana Alokasi Khusus (DAK) digunakan untuk
percepatan peningkatan pelayanan dasar publik dan
pencapaian program prioritas nasional khusus bagi
daerah yang tertinggal, perbatasan dengan negara
lain, kepulauan, dan transmigrasi.
Dalam APBN 2017, anggaran yang dialokasi
pada DAU sebesar Rp495,5 triliun atau turun 2
persen dari tahun sebelumnya senilai Rp494,4 triliun.
Sementara pada APBN 2017, alokasi DAK sebesar
7. keuangan negara | no. 008 vol. iii 2017 7
Pembaca dipersilahkan mengirimkan surat pembaca atau
komentar mengenai kebijakan/layanan publik, konten artikel
di halaman opini, ataupun pemberitaan di Majalah Keuangan
Negara. Surat pembaca atau komentar dikirim ke email:
keuangannegara. magazine@gmail. com, dengan menuliskan
nama lengkap, alamat, dan nomor telepon yang bisa dihubungi,
disertai dengan fotokopi atau scan identitas diri.
AYO, BENAHI TATA KELOLA
KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH
------------------------------------------------------
Supaya kewenangan yang dimilik Pemerintah Daerah (Pemda) dipergunakan
tepat sasaran dan memenuhi prinsip transparansi dan akuntabilitas, maka
diterbitkanlah UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU Nomor
1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan UU Nomor 15 Tahun 2004
tentang Pemeriksaan Keuangan Negara. Setelah tiga paket peraturan tersebut
diterbitkan sebagai lonceng reformasi sistem pengelolaan keuangan baru, maka
pemerintah membuat peraturan Nomor 24 tahun 2005 yang diganti dengan
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi
Pemerintahan (SAP). Akhirnya, sebagai pedoman pelaksanaan standar baru bagi
Pemda, maka Menteri Dalam Negeri kemudian membuat peraturan Nomor 64
Tahun 2013 tentang Pedoman Standar Akuntansi Pemerintahan.
Kaitannya dengan penerapan basis akrual, Pemda dirasa belum mempu
memberikan kualitas pengelolaan keuangan yang baik sesuai peraturan dan
perundang-undangan yang berlaku. Kekhawatiran tersebut dibuktikan dengan
temuan pada Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester II 2016 yang menyebut masih
adanya kelemahan pada Sistem Pengendalian Intern (SPI) TA 2015 yang terdiri
dari sistem pengendalian akuntansi dan pelaporan sebesar 54.55 persen, sistem
pelaksanaan APBD sebesar 33.88 persen, dan struktur pengendalian sebesar
11.57 persen.
Kelemahantersebutterjadisekurang-kurangnyakarenaduafaktor,yaknifaktor
sumber daya manusia (SDM) dan regulasi. Pertama, faktor SDM yang bertindak
sebagai pihak pelaksana sistem pengelolaan keuangan dari mulai pengelolaan,
pelaksanaan, penatausahaan, pencatatan, hingga pelaporan keuangan kepada
pengguna laporan keuangan. Kelemahan yang berasal dari SDM ini sebagian
besar disebabkan oleh kesalahan pada pemilihan dan penyeleksian yang tepat.
Padahal untuk mengisi suatu bagian semestinya disesuaikan dengan latar
belakang pendidikan yang dimiliki. Istilahnya “the right man, in the right place”. Hal
lain tentu soal skill dan kemampuan SDM. Diperlukan pengembangan keilmuwan
dan skill untuk update dan upgrade kemampuan SDM dengan cara mengadakan
atau mengikuti Pelatihan dan Pendidikan, Workshop, Bimbingan Teknis akuntansi
keuangan daerah.
Kedua, faktor regulasi. Regulasi merupakan aturan-aturan yang dibuat untuk
mengendalikan jalannya pemerintahan yang bagus. Namun, ada saja pemda yang
melanggar/menyimpang dari aturan yang ditetapkan yang menimbulkan potensi
pendapatan akan hilang, seperti pengelolaan dan penatausahaan pajak restoran
dan hotel. Berdasarkan potret di atas, Kepala Daerah berkewajiban membenahi
sistem tata kelola keuangannya dengan sangat serius. Namun, selain Kepala
Daerah, dibutuhkan peran aktif dari Inspektorat sebagai Aparat Pengawas Intern
Pemerintah (APIP) untuk mengawasi dan membina jalannya penyelenggaraan
pemerintahan daerah. Dengan adanya fungsi pengawasan dan pembinaan
intern oleh APIP, daerah diharapkan dapat membenahi permasalahan tata kelola
keuangan Pemda. Ini menjadi sangat penting karena pengelolaan keuangan yang
baik mencerminkan pertanggungjawaban yang transparan dan akuntabel.
Hadi Saputra
Mahasiswa STEI Tazkia, Bogor
Rp176 triliun atau turun 16,4 persen dibandingkan
tahun sebelumnya.
Pada dasarnya, anggaran Dana Insentif
Daerah (DID) dialokasikan untuk memberikan
penghargaan kepada daerah yang berkinerja baik
dalam pengelolaan keuangan daerah berdasarkan
opini Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas
Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD),
pelayanan dasar publik, serta perekonomian
daerah dan kesejahteraan masyarakat.
Namun, dasar hukum dan formulasi DID yang
dibuat oleh Kementerian Keuangan menjelaskan
bahwa penggunaan DID tidak hanya terikat
pada fungsi pendidikan, melainkan juga dapat
digunakan untuk mendanai kegiatan lain dalam
rangka melaksanakan urusan yang menjadi
kewenangan daerah. Pada penjelasan tersebut,
terlihat tidak ada ketegasan pemerintah dalam
penggunaan DID. Sehingga hal ini menjadi rawan
penyelewengan oleh aparat daerah. Sebagai
informasi, DID dalam APBN 2017 direncanakan
sebesar Rp7,5 triliun, lebih besar dibanding tahun
sebelumnya yang hanya senilai Rp5 triliun.
Norma Maulidatul Fitria
Mahasiswa, Jawa Timur
8. keuangan negara | no. 008 vol. iii 20178
B
adan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah
menyerahkan laporan pemeriksaannya
kepada Presiden Joko Widodo, DPR
RI, dan DPD RI. Pada semester I
tahun 2017, BPK menerbitkan 687 Laporan
Hasil Pemeriksaan (LHP) yang terdiri dari 113
LHP Pemerintah Pusat, 537 LHP Pemerintah
Daerah, serta LHP BUMN dan Badan Lainnya
sebanyak 37 LHP. Dari seluruh LHP tersebut,
BPK menyampaikan total temuan sebanyak 9.729
temuan serta total rekomendasi sebanyak 25.937.
Kemudian bila dilihat dari raihan opini Wajar
Tanpa Pengecualian (WTP), secara nasional
terjadi peningkatan dari 60 persen pada tahun
sebelumnya, menjadi 73 persen pada tahun ini. Di
Pemerintah Pusat, raihan opini WTP meningkat
dari 65 persen di tahun 2014 menjadi 71 persen
pada 2015, lalu naik kembali menjadi 84 persen di
tahun 2017. Sedangkan untuk entitas Pemerintah
Daerah, perkembangan raihan opini WTP juga
mengalami peningkatan, dari 47 persen di tahun
2014 menjadi 5 persen pada tahun 2015, kemudian
naik lagi menjadi 70 persen di tahun ini.
Perkembangan tersebut tentu
menggembirakan.Terlebih raihan opini WTP
atas LKPP 2016 juga pertama kali diperoleh
pemerintah pusat setelah 12 tahun lamanya.
Berdasarkan Rencana Strategis BPK RI Tahun
2016-2020, target raihan opini WTP untuk
pemerintah pusat tahun 2019 sebesar 95 persen
dan opini WTP untuk LKPD sebesar 85 persen.
Lalu apa dan bagaimana setelah entitas
berhasil meraih opini WTP? Pertanyaan ini
menjadi sangat penting menjadi refleksi kita
bersama, mengingat opini WTP bukanlah akhir
dari segalanya. Opini tertinggi atas laporan
keuangan tersebut, menjadi salah satu instrumen
untuk mengukur, apakah entitas telah benar-benar
menyajikan laporan keuangan telah sesuai dengan
Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP).
Mengacu pada deskripsi di atas, ada beberapa
hal yang perlu dilakukan setelah entitas berhasil
meraih opini WTP. Pertama, entitas diharapkan
segera menyelesaikan rekomendasi-rekomendasi
yang diberikan oleh BPK.Tindak lanjut atas
rekomendasi ini merupakan upaya melakukan
perbaikan tata kelola keuangan, sehingga di tahun
berikutnya diharapkan tidak akan terjadi temuan
berulang.
Kedua, entitas diharapkan dapat merumuskan
perencanaan pembangunan dengan matang, fokus
dan didasarkan pada prioritas. Perencanaan juga
perlu disinergikan dan diintegrasikan dengan
penganggaran, sehingga lebih memudahkan untuk
mencapai target yang ditetapkan.
Ketiga, khusus pemerintah daerah, di tengah
sempitnya ruang fiskal daerah yang terjadi hampir
di seluruh Kota dan Kabupaten di Indonesia,
diharapkan entitas mampu mengendalikan belanja
daerah yang lebih tepat guna, tepat waktu dan
tepat sasaran, sehingga anggaran mampu menjadi
pendorong terwujudnya kesejahteraan masyarakat.
Keempat, entitas diharapkan dapat
meningkatkan peran Aparat Pengawasan Intern
Pemerintah (APIP)—dalam hal ini inspektorat,
sebagai garda terdepan pengawasan keuangan di
pemerintahan daerah. Wacana penguatan APIP
yang mengemuka akhir-akhir ini perlu segera
direspon dan ditindaklanjuti oleh pemerintah
pusat, sehingga keberadaan APIP menjadi
organisasi yang kuat dalam upaya meningkatkan
akuntabilitas.
Bahrullah Akbar
Wakil Ketua BPK RI
Guru Besar Ilmu Pemerintah IPDN
SETELAH WTP,
LALU APA?
OPINIO
10. keuangan negara | no. 008 vol. iii 201710
POTRET TINDAK LANJUT
TEMUAN BPK
Tindak lanjut atas rekomendasi hasil pemeriksaan
BPK RI merupakan komitmen entitas untuk melakukan
perbaikan tata kelola keuangan.
LAPORAN UTAMAL
S
etiap tahun, Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK
RI) mengeluarkan Laporan
Hasil Pemeriksaan (LHP)
yang di antaranya berisi
beragam temuan dan rekomendasi
kepada entitas pengelola keuangan
negara. Sayangnya, tindak lanjut atas
rekomendasi itu terbilang masih
rendah.
Berdasarkan IHPS Semester
I/2017, prosentase rekomendasi
BPK terlihat mengalami penurunan
yang signifikan. Pada tahun 2015,
total rekomendasi BPK berjumlah
41.559, kemudian tahun 2016
berjumlah 39.794, dan tahun 2017
sejumlah 21.663 rekomendasi. Secara
prosentase, jumlah rekomendasi
tahun 2017 menurun drastis yaitu
sebesar 46 persen dibandingkan
tahun sebelumnya yang hanya turun
4 persen.
Dari total 103.016 rekomendasi
selama periode 2015-2017, prosentase
tindak lanjut yang telah sesuai
dengan rekomendasi sebanyak 47.953
rekomendasi (46,5 persen) senilai
Rp14,45 triliun. Sedangkan tindak
lanjut yang belum sesuai atau dalam
proses sebanyak 37.304 rekomendasi
(36,2 persen) senilai Rp54,87
triliun. Kemudian rekomendasi yang
belum ditindaklanjuti oleh entitas
sebanyak 17.677 rekomendasi (17,2
persen) senilai Rp65,09 triliun.
Dan, rekomendasi yang tidak
dapat ditindaklanjuti sebanyak 82
rekomendasi (0,1 persen) senilai
Rp0,61 triliun.
Hal yang patut dicermati,
prosentase tindak lanjut yang
telah sesuai dengan rekomendasi
tahun 2017 mengalami kenaikan
yang signifikan sebesar 70 persen
dibandingkan tahun sebelumnya yang
hanya 21 persen. Demikian pula status
rekomendasi yang belum sesuai dan
atau dalam proses, juga mengalami
kenaikan sebesar 47 persen. Namun,
rekomendasi BPK yang sampai saat
ini belum ditindaklanjuti oleh entitas
justru mengalami kenaikan, dari 24
persen di tahun 2016 menjadi 40
persen per semester I/2017.
“Hal di atas menggambarkan
bahwa banyak entitas yang
diperiksa BPK telah berupaya untuk
memperbaiki tata kelola keuangan
sesuai dengan standar akuntansi
pemerintah. Namun melihat
prosentasi tindak lanjut rekomendasi
BPK yang belum ditindaklanjuti
cukup besar yaitu 40 persen, itu
menunjukkan bahwa entitas yang
bersangkutan kurang cepat dan
kurang tanggap menindaklanjuti
temuan BPK.Bisa jadi karena regulasi,
pergantian struktur, atau mungkin
entitas tersebut memang kurang
paham persoalan,” komentar Direktur
Eksekutif Pusat Kajian Keuangan
11. keuangan negara | no. 008 vol. iii 2017 11
Prosentase tindak
lanjut BPK yang sesuai
rekomendasi tahun
2017 mengalami
kenaikan signifikan.
Negara, Prasetyo, ketika dihubungi
Redaksi.
Total rekomendasi BPK tahun
2015-2017 yang berjumlah 103.016
rekomendasi didominasi oleh temuan
pemeriksaan di Pemerintah Pusat
sebanyak 15.580 rekomendasi (15,1
persen), Pemerintah Daerah sebanyak
82.566 rekomendasi (80,1 persen),
BUMN sebanyak 3.642 rekomendasi
(3,5 persen), dan Badan lainnya
sebanyak 1.228 rekomendasi (1,2
persen).
Adapun rinciannya, pemeriksaan
BPK di Pemerintah Pusat yang
meliputi 98 kementerian/lembaga
dengan total temuan sebanyak
15.580 pada periode 2015-2017.
Dari jumlah tersebut, rekomendasi
yang telah ditindaklanjuti sesuai
dengan rekomendasi sebanyak 6.268
rekomendasi (40,2 persen) senilai
Rp5,19 triliun. Kemudian sebanyak
5.580 rekomendasi (35,8 persen)
senilai Rp19,15 triliun belum sesuai
dengan rekomendasi dan atau dalam
proses. Sedangkan 3.695 rekomendasi
(23,7 persen) senilai Rp18,15 triliun
12. keuangan negara | no. 008 vol. iii 201712
LAPORAN UTAMAL
Tingkat penyelesaian
rekomendasi hasil
pemeriksaan BPK
cermin perbaikan tata
kelola
belum ditindaklanjuti.Terhadap
rekomendasi tersebut, entitas telah
menindaklanjuti dengan penyerahan
aset/penyetoran ke kas negara senilai
RP1,21 triliun.
Kemudian, pemantauan TLRHP
di Pemerintah Daerah periode 2015-
2017 terdapat 82.566 rekomendasi
senilai Rp45,69 triliun. Dari jumlah
tersebut, rekomendasi yang telah
ditindaklanjuti sebanyak 39,463
rekomendasi (47,8 persen) senilai
Rp3,10 triliun. Sebanyak 30.550
rekomendasi (37,0 persen) belum
sesuai dengan rekomendasi dan
atau dalam proses senilai Rp8,12
triliun. Kemudian sebanyak 12.524
rekomendasi (15,1 persen) senilai
Rp34,32 triliun belum ditindaklanjuti
dan sebanyak 29 rekomendasi (0,1
persen) senilai Rp0,15 triliun tidak
dapat ditindaklanjuti. Adapun
penyerahan aset/penyetoran ke
kas negara/daerah yang telah
ditindaklanjuti senilai Rp2,87 triliun.
Dalam hal tata kelola BUMN,
BPK telah menyampaikan 3.642
rekomendasi selama periode 2015-
2017 senilai Rp30,33 triliun. Dari
jumlah tersebut, rekomendasi yang
telah ditindaklanjuti sebanyak
1.732 rekomendasi (47,6 persen)
senilai Rp5,25 triliun. Sebanyak
773 rekomendasi (21,2 persen)
senilai Rp23,39 triliun belum sesuai
atau dalam proses, sebanyak 1.123
rekomendasi (30,8 persen) senilai
Rp1,69 triliun belum ditindaklanjuti,
dan sebanyak 14 rekomendasi (0,4
persen) senilai 0,02 triliun tidak dapat
ditindaklanjuti. Adapun entitas telah
menindaklanjuti dengan penyerahan
aset/penyetoran ke kas negara/
perusahaan senilai Rp2,31 triliun.
BPK juga telah menyampaikan
1.228 rekomendasi atas pemeriksaan
periode 2015-2017 senilai Rp16,46
triliun kepada Badan Lainnya.
Dari jumlah tersebut, rekomendasi
yang telah ditindaklanjuti sebanyak
490 rekomendasi (39,9 persen)
senilai Rp0,90 triliun. Sebanyak
401 rekomendasi (32,7 persen)
senilai Rp4,20 triliun belum sesuai
dengan rekomendasi atau dalam
proses, sebanyak 335 rekomendasi
(27,3 persen) senilai Rp10,93
triliun belum ditindaklanjuti dan
sebanyak 2 rekomendasi (0,1 persen)
senilai Rp0,43 triliun tidak dapat
ditindaklanjuti.Terhadap rekomendasi
tersebut, entitas telah menindaklanjuti
dengan penyerahan aset/penyetoran
ke kas negara/badan lainnya senilai
Rp161,17 miliar.
Sebagaimana diketahui,
rekomendasi BPKadalah saran
dari pemeriksa berdasarkan hasil
pemeriksaannya yang ditujukan
kepada orang dan/atau badan yang
berwenang untuk melakukan tindakan
dan/atau perbaikan. Undang-undang
Nomor 15 Tahun 2004 menyatakan
secara tegas bahwa pejabat wajib
menindaklanjuti rekomendasi dalam
LHP dan wajib memberikan jawaban
atau penjelasan kepada BPK tentang
tindak lanjut atas rekomendasi
tersebut.
Adapun Pejabat yang diketahui
tidak melaksanakan kewajiban
menindaklanjuti rekomendasi hasil
pemeriksaan BPK dapat dikenakan
sanksi administratif sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-
undangan di bidang kepegawaian
dan/atau sanksi pidana.
Menurut Peraturan BPK
Nomor 2 Tahun 2017 tentang
Pemantauan Pelaksanaan Tindak
Lanjut Rekomendasi Hasil
Pemeriksaan BPK, hasil penelaahan
tindak lanjut diklasifikasikan dalam
empat kelompok status yaitu (a)
Tindak lanjut telah sesuai dengan
rekomendasi, (b) Tindak lanjut
belum sesuai dengan rekomendasi, (c)
Rekomendasi belum ditindaklanjuti,
(d) Rekomendasi tidak dapat
ditindaklanjuti.
Suatu rekomendasi BPK
dinyatakan telah ditindaklanjuti
sesuai dengan rekomendasi
apabila rekomendasi tersebut telah
ditindaklanjuti secara nyata dan
tuntas oleh pejabat yang diperiksa
sesuai dengan rekomendasi BPK.
Rekomendasi BPK diharapkan
dapat memperbaiki pengelolaan dan
tanggung jawab keuangan negara
pada entitas yang bersangkutan.
Untuk Perbaikan
Anggota VI BPK RI Harry
Azhar Azis menilai,TLRHP
merupakan salah satu unsur yang
harus dilaksanakan oleh entitas
pengelola keuangan negara, sebagai
bentuk kepatuhan terhadap
pemeriksaan yang dilaksanakan oleh
lembaga auditif. Ia berpandangan
bahwa tingkat penyelesaian
rekomendasi hasil pemeriksaan BPK
menjadi cermin perbaikan tata kelola
keuangan di tahun-tahun mendatang.
“Kalau melihat dari Undang-
Undang, entitas yang tidak
menindaklanjuti itu bisa diancam
hukuman. Misalnya dilihat dalam UU
No 15 Tahun 2004 Pasal 26 ayat (2)
tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan
Tanggung Jawab Keuangan Negara.
Di situ menyatakan “Setiap orang
yang tidak memenuhi kewajiban
untuk menindaklanjuti rekomendasi
yang disampaikan dalam laporan hasil
13. keuangan negara | no. 008 vol. iii 2017 13
pemeriksaan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 20 dipidana dengan
pidana penjara paling lama 1 (satu)
tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda
paling banyak Rp500.000.000,00
(lima ratus juta rupiah),” tegas Harry.
Harry menjelaskan, ada dua jenis
rekomendasi BPK yaitu rekomendasi
yang bersifat finansial dan non-
finansial. Rekomendasi yang bersifat
finansial jika belum ditindaklanjuti
dalam rentang waktu 60 hari, maka
BPK berdasarkan undang-udnang
akan melaporkannya kepada aparat
penegak hukum (APH).
“Kalau yang non finansial
itu lebih gampang. Misalnya
memperbaiki sistem pengendalian
internal (SPI) atau di bagian tertentu
yang menjadi temuan. Mereka
(entitas) tinggal memperbaiki
SOP-nya saja.Tapi kalau uang harus
dikembalikan sebesar uang yang
direkomendasikan,” jelasnya.
Ia menambahkan saat ini di BPK
Perwakilan wilayah Indonesia Timur
pihaknya sudah minta kepala para
kepala perwakilan untuk melakukan
pemetaan di masing-masing entitas
yang mereka periksa.Sehingga
dengan harapan pimpinan BPK bisa
mengetahui apa-apa saja jenis dan
bentuk rekomendasi yang dihasilkan.
Auditor Utama Keuangan
Negara VI, Dori Santosa menjelaskan
perkembangan TLRHP BPK
terutama di wilayah Indonesia
Timur. Berdasarkan LHP BPK,
TLRHP di wilayah Indonesia
Timur perkembangannya sudah
mulai bagus. “Bahkan ada beberapa
Pemda yang sudah mencapai 90
persen dalam pelaksanaan TLRHP.
Dan saat ini, BPK juga sedang
berusaha menyelesaikan rekomendasi
yang sudah 5 tahun ke atas belum
ditindaklanjuti,” katanya.
Ia menjelaskan prosedur BPK
dalam mengumpulkan rekomendasi
yang sudah 5 tahun ke atas belum
ditindaklanjuti dengan cara
meminta kepada seluruh perwakilan
untuk mendata, kemudian dibuat
tim perumus untuk memetakan
permasalahan-permasalahan yang
belum ditindaklanjuti. “Untuk kasus
perbendaharaan akan disampaikan ke
BPK, sedangkan non perbendaharaan
akan disampaikan ke majelis-majelis
Tim Penyelesaian Kerugian Negara
(TPKN),” jelas Dori, mantan Kepala
BPK Perwakilan Kalimantan Timur
ini.
Adapun beberapa penyebab
banyaknya rekomendasi BPK yang
belum ditindaklanjuti oleh entitas,
antara lain adalah perubahan
organisasi terkait administrasi,
misalnya yang bersangkutan telah
meninggal dunia atau pindah. Dan
semua itu membutuhkan data
pendukung agar dapat dinyatakan
selesai.
Ia berharap, ke depan Pemerintah
Daerah harus menindaklanjuti dengan
serius rekomendasi dari BPK karena
tercatat dalam Undang-Undang BPK.
Aturannya pun sudah jelas bahwa
batas waktu penyelesaian tindak
lanjut rekomendasi adalah 60 hari.
Jika tidak dapat menindaklanjuti,
harus menginformasikan dengan jelas
alasannya.
Kepala Perwakilan BPK Provinsi
Nusa Tenggara Timur, Wahyu
Priyono, menjelaskan tindak lanjut
hasil pemeriksaan BPK yang telah
dilaksanakan entitas di wilayahnya.
“Secara rata-rata tindak lanjut
entitas di NTB sudah di atas 75
persen, secara nasional lebih tinggi,”
ungkapnya.
Wahyu menceritakan resep
BPK Perwakilan NTB dalam
menindaklanjuti rekomendasi BPK
secara cepat. “Satu tahun terakhir
ini kita menjalin sinergi antara BPK
dengan Pemerintah Daerah, terutama
dengan Inspektorat. Karena di daerah
yang mengoordinasi tindak lanjut
rekomendasi BPK di SKPD-SKPD
adalah Inspektorat,” jelas Wahyu.
Mengenai rekomendasi yang
telah lampau, Wahyu mengingatkan
bahwa perkara tindak lanjut yang
lama tetap harus diselesaikan dengan
tujuan untuk memastikan bahwa
persoalan tersebut bisa diselesaikan.
Walaupun trend-nya sudah baik,
akan tetapi temuan yang lama-lama
ini harus segera diselesaikan juga.
“Supaya tetap ada kesungguhan dari
Pemda untuk meyakinkan lembaga
kita, bahwa itu benar-benar tidak bisa
ditindaklanjuti dengan alasan yang
sah,” kata Wahyu mengingatkan.
Sementara itu, Kepala BPK
Perwakilan Kalimantan Utara,
Tornanda Syaifullah menjelaskan
tindak lanjut rekomendasi atas entitas
daerah bergantung pada kepala derah
masing-masing. “Ini sebenarnya
tergantung dari visi misi maupun
keinginan masing-masing kepala
daerah. Karena masing-masing kepala
daerah ini berbeda-beda,” tukasnya.
Tornanda menegaskan bahwa
perkara tindak lanjut sebenarnya
merupakan kepentingan kepala
daerah, dan bukan kepentingan BPK.
“Karena tadi, BPK itu tugasnya
memantau. Sedangkan mereka
bertugas menindaklanjuti. Efeknya
kepada perbaikan mereka juga,”
pungkasnya.
14. keuangan negara | no. 008 vol. iii 201714
K
etua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK),
Moermahadi Soerja Djanegara menegaskan
lembaganya memang memiliki mandat untuk
memperbaiki pengelolaan dan tanggung jawab
keuangan negara. Hal ini sesuai dengan amanat
konstitusi dan undang-undang (UU) yang menjadikan BPK
sebagai lembaga yang paling berwenang memeriksa keuangan
negara. “Reformasi keuangan negara tahun 2003 telah memberi
mandat yang lebih besar kepada BPK,” ujar dia saat penyerahan
IHPS I 2017 kepada Dewan Perwakilan Daerah (DPD) awal
Oktober lalu.
Terkait hal itu, Moermahadi pun mengaku, sejumlah
langkah dan kontribusi sudah dilakukan BPK. Misalnya melalui
peningkatan akuntabilitas pemerintah, perbaikan kinerja
pemerintah, BUMN/BUMD, penyelamatan uang dan aset negara,
serta penegakan hukum dalam rangka pemberantasan korupsi.
Dalam hal peningkatan akuntabilitas pemerintah, BPK pun
turut berkontribusi memperbaiki transparansi dan akuntabilitas
keuangan pemerintah yang terlihat dari peningkatan capaian opini
Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP). Dari opini Tidak
Menyatakan Pendapat (TMP) sepanjang 2004-2008 menjadi
Wajar Dengan Pengecualian (WDP) pada 2009-2015, hingga
mencapai Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) pada tahun 2016.
Hal demikian juga terlihat pada Laporan Keuangan Pemerintah
Daerah (LKPD). Awalnya hanya 7 persen yang memperoleh
WTP pada 2004, kemudian setelah peran aktif BPK, opini WTP
LKPD meningkat signifikan menjadi 70 persen pada 2016.
Menurut Moermahadi, setidaknya ada 463.715 rekomendasi
BPK yang membuat pemerintah, BUMN/BUMD dan Badan
Lainnya bekerja lebih tertib, hemat, efisien, dan efektif. Dari
seluruh rekomendasi tersebut, sebanyak 320.136 rekomendasi
atau sebesar 69 persen telah ditindaklanjuti sesuai dengan
rekomendasi. Karena itu kemudian dirinya pun mengklaim BPK
telah menyelamatkan uang dan/atau aset negara secara riil senilai
Rp145,28 triliun. Penyelamatan tersebut berasal dari penyerahan
aset/penyetoran kas negara/daerah sebesar Rp72,61 triliun, koreksi
belanja subsidi sebesar Rp44,54 triliun, dan koreksi cost recovery
sebesar Rp28,13 triliun. “Efektifitas pemeriksaan BPK hanya akan
tercapai bila laporan hasil pemeriksaannya ditindaklanjuti oleh
entitas yang diperiksa,” tuturnya.
KETUA BPK:
Efektifitas Pemeriksaan BPK
Bergantung Pada
Tindak Lanjut Entitas
LAPORAN UTAMAL
15. keuangan negara | no. 008 vol. iii 2017 15
Selanjutnya, untuk keperluan
tindak lanjut hasil pemeriksaan, BPK
menyerahkan pula hasil pemeriksaan
secara tertulis kepada Presiden,
Gubernur, Bupati/Walikota sesuai
dengan kewenangannya. Pasalnya,
setiap hasil pemeriksaan BPK yang
mengandung unsur temuan akan
selalu menghasilkan rekomendasi
kepada entitas terkait.
Anggota V BPK-RI, Isma
Yatun memberi catatan penting
terkait tindak lanjut pemeriksaan
ini. Saat menyerahkan LHP atas
Laporan Keuangan Pemerintah
Daerah (LKPD) Pemerintah Provinsi
Jawa Tengah, awal Juli lalu, Isma
mengatakan besarnya manfaat
pemeriksaan BPK justru ada pada
tindak lanjut rekomendasi, dan bukan
pada temuan yang dilaporkan.
Apalagi, kepatuhan atas tindak
lanjut rekomendasi BPK sudah
diatur melalui Pasal 8 ayat (1), ayat
(2), dan ayat (5) Undang-Undang
Nomor 15 Tahun 2006. Aturan
tersebut menyatakan bahwa pejabat
wajib menindaklanjuti rekomendasi
hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa
Keuangan, dan Badan Pemeriksa
Keuangan memantau pelaksanaan
tindak lanjut yang dilakukan oleh
Pejabat.
Tak ayal, Isma pun
berharap pimpinan
Pemerintah Daerah
memperhatikan serius ikhwal
tindak lanjut ini. Misalnya,
dengan menciptakan
dan memelihara proses
sistem informasi untuk
memantau status tindak
lanjut rekomendasi BPK. “BPK
mempunyai keinginan yang kuat
agar pimpinan Pemerintah Daerah
melaksanakan pengelolaan dan
tanggung jawab keuangan daerah
secara tertib dan taat undang-
undang,” ujarnya.
Di bawah kepemimpinan dirinya,
LKPD wilayah Jawa dan Sumatera
terus mengalami perbaikan.Tercatat,
di tahun 2016, opini Wajar Tanpa
Pengecualian (WTP) yang diberikan
BPK kembali bertambah, dari 116
menjadi 210 entitas di tahun 2016.
Sebaliknya, opini Wajar Di bawah
Pengecualian (WDP) mengalami
pengurangan, dari 109 pada tahun
2015 menjadi 63 entitas di tahun
2016. Kecenderungan serupa juga
terjadi pada opini Disclaimer atau
tidak menyatakan pendapat, yang
berkurang dari 8 menjadi 5 entitas di
tahun yang sama.
Isma mengaku hal ini tak
lepas dari upaya BPK mendorong
penerapan akuntansi berbasis
akrual di sistem akuntansi maupun
penyajian LKPD. Upaya lain,
menurutnya, dengan meningkatkan
komunikasi yang intens dengan
stakeholder, pemeriksaan dukungan
pada organisasi perangkat daerah,
serta persiapan dan pelaksanaan audit
LKPD yang efektif.
Akan tetapi, dirinya tetap
mengingatkan opini WTP tetap
tak menjamin tiadanya tindak
kecurangan. Sebab, tujuan
pemeriksaan keuangan yang
dilakukan hanyalah memberikan opini
tentang kewajaran penyajian laporan
keuangan. Jika pemeriksa menemukan
adanya kecurangan, praktis hal ini
harus tetap diungkap dalam laporan
hasil pemeriksaan. “WTP tak berarti
tidak adanya kecurangan,” tandasnya.
AH
MANFAAT PEMERIKSAAN TERBESAR
ADA DI TINDAK LANJUT
Ir. Isma Yatun, M.T.
Anggota V BPK-RI
S
ebagai salah satu lembaga
negara yang dibentuk oleh
Undang-undang Dasar
(UUD) 1945, Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK)
memang memiliki peran sebagai
pendorong pengelolaan keuangan
negara untuk mencapai tujuan negara,
melalui pemeriksaan yang berkualitas
dan bermanfaat. Dalam menjalankan
tugas pokok dan fungsinya, setiap
tahun, BPK kemudian menerbitkan
laporan hasil pemeriksaan (LHP)
yang disampaikan kepada DPR,
DPD, dan DPRD.
16. keuangan negara | no. 008 vol. iii 201716
LAPORAN UTAMAL
ADA KORELASI
ANTARA KEPATUHAN
TINDAK LANJUT DENGAN
AKUNTABILITAS
rekomendasi (18,5 persen) senilai Rp25,79
triliun.
d. Tidak dapat ditindaklanjuti sebanyak 83
rekomendasi (0,1 persen) senilai Rp614,21
miliar.
Pada periode itu, BPK pun telah menyampaikan
61.374 rekomendasi hasil pemeriksaan senilai
Rp20,43 triliun kepada 542 pemerintah daerah.
Dari jumlah tersebut, rekomendasi yang telah
ditindaklanjuti sesuai dengan rekomendasi sebanyak
29.242 rekomendasi (47,6 persen) senilai Rp2,23
triliun. Sebanyak 21.645 rekomendasi (35,3
persen) senilai Rp7,63 triliun belum sesuai dengan
rekomendasi dan/atau dalam proses tindak lanjut.
Kemudian, sebanyak 10.445 rekomendasi (17,0
persen) senilai Rp10,42 triliun belum ditindaklanjuti,
lalu sebanyak 42 rekomendasi (0,1 persen) senilai
Rp151,72 miliar tidak dapat ditindaklanjuti.
Terhadap rekomendasi tersebut, entitas telah
menindaklanjuti dengan penyetoran/penyerahan
aset ke negara senilai Rp2,04 triliun.
Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai
perkembangan tindak lanjut rekomendasi hasil
pemeriksaan BPK, berikut kutipan wawancara
Majalah Keuangan Negara dengan Anggota VI BPK
RI, Harry Azhar Aziz, akhir Agustus lalu.
S
etiap tahun, BPK menerbitkan beragam
rekomendasi yang berisi saran perbaikan
atas berbagai temuan audit. Termasuk
diantaranya tentu yang berpotensi
merugikan keuangan negara. Ketentuannya
diatur dalam pasal 20 Undang-Undang Nomor 15
Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan
Tanggung Jawab Keuangan Negara dan Pasal 8 ayat
(1), ayat (2), dan ayat (5) Undang-Undang Nomor
15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan.
Disebutkan bahwa Pejabat wajib menindaklanjuti
rekomendasi hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa
Keuangan, dan Badan Pemeriksa Keuangan
memantau pelaksanaan tindak lanjut yang dilakukan
oleh Pejabat.
Sejauh ini, BPK telah menyampaikan 76.094
rekomendasi atas hasil pemeriksaan selama periode
2015-2016 kepada entitas, dengan nilai pemeriksaan
sebesar Rp58,70 triliun. Adapun, hasil pemantauan
tindak lanjut rekomendasi untuk periode tersebut
sebagai berikut:
a. Telah sesuai dengan rekomendasi sebanyak
35.350 rekomendasi (46,5 persen) senilai Rp5,09
triliun.
b. Belum sesuai dan/atau dalam proses tindak
lanjut sebanyak 26.559 rekomendasi (34,9
persen) senilai Rp27,21 triliun.
c. Belum ditindaklanjuti sebanyak 14.102
LAPORAN UTAMAL
Dr. Harry Azhar Azis
Anggota VI BPK RI
17. keuangan negara | no. 008 vol. iii 2017 17
Dalam konteks tata kelola keuangan
negara di pemerintahan daerah,
rekomendasi menjadi sangat
penting. Bagaimana sebenarnya
urgensi dari tindak lanjut
rekomendasi ini?
Ya, kalau melihat dari Undang-
Undang (UU) BPK, entitas yang
tidak menindaklanjuti itu bisa
diancam hukuman. Ancamannya
berat kalau ada kasus yang sifatnya
finansial. Kalau yang non finansial
itu biasanya lebih gampang. Misalnya
memperbaiki sistem pengendalian
internal atau di bagian tertentu, itu
biasanya tinggal mereka memperbaiki
SOP-nya saja.Tetapi kalau uang
harus dikembalikan sebesar uang yang
direkomendasikan.
Nah, ada kemungkinan
rekomendasi ini sampai puluhan
belum ditindaklanjuti. Sekarang di
Indonesia wilayah Timur, saya sudah
minta Kepala Perwakilan untuk
melakukannya di entitas yang mereka
periksa masing-masing, sehingga saya
bisa mengetahui apa saja jenis dan
bentuk rekomendasi yang dihasilkan.
Meskipun jumlah temuan relatif
berkurang, namun rekomendasi
yang sudah ditindaklanjuti
pemerintah daerah tetap
menunjukkan tren yang menurun.
Mengapa hal itu bisa terjadi?
Itu ada dua kemungkinan.
Pertama, mungkin auditor kita tidak
terlalu proaktif. Kedua, di auditing-
nya barangkali lebih banyak yang
non-finansial. Jadi jumlah yang
direkomendasi, totalnya itu dibagi
dua: Rekomendasi yang jumlahnya
finansial dan yang non-finansial. Nah,
yang lebih gampang memang yang
non-finansial.
Kalau yang finansial kita
sedang merencanakan, kalau bisa
lima tahun ke belakang yang
tidak ditindaklanjuti itu akan kita
laporkan ke APH (Aparat Penegak
Hukum). Nah, silahkan APH yang
mengurus. Nantinya, di lajur kita
rekomendasinya sudah selesai.
Tinggal kita memantau pemantauan
tindak lanjut yang dilakukan oleh
APH.
Selama ini, respon pemerintah
daerah sendiri bagaimana?
Ada pemerintah daerah yang
pasif yang bahkan mungkin tidak
mengerti. Karena itu saya meminta
auditor yang mengurus itu, harus
proaktif. Sampai nantinya pada satu
titik, bila kita anggap
sudah tidak bisa lagi, kita
serahkan ke APH.
Lantas apakah ada
korelasinya antara
kepatuhan tindak
lanjut dengan
akuntabilitas?
Kalau menurut
saya, ada. Jadi
sekarang kan tren
opini WTP semakin
meningkat. Misal, di
tahun 2009 yang
daerah itu
WTP baru 3 persen, kemudian tahun
2015 yang lalu itu WTP sudah 57
persen. Dari 539 pemerintah daerah
dan 34 provinsi, sekitar 400-an itu
kabupaten dan 100 itu kota. Nah, saya
perhatikan kalau misalnya sekarang
sudah boleh dikatakan posisinya
sudah 65 persen di tahun 2016 yang
lalu, itu yang WTP. Sedangkan yang
disclaimer kalau tidak salah masih
ada sekitar 7 persen. Kalau trennya
semakin WTP, artinya
semakin sadar termasuk
juga dia ada
menindaklanjuti
itu.Tetapi ada
juga yang cuma
memperhatikan
WTP-nya tapi
tidak diperhatikan
tindak lanjutnya.
Padahal kan di
dalam UUD jelas
itu, pengelolaan
keuangan negara
harus bersifat terbuka
dan bertanggung
jawab. Ini yang
menjadi
18. keuangan negara | no. 008 vol. iii 201718
kewenangan yang diserahkan
kepada BPK untuk menilai. Nah, itu
dengan pola opini yang sering kita
sebut seperti governance. Semakin
governance-nya naik semakin dia
WTP kan.
Undang-undang mengatakan
temuan BPK setelah 60 hari itu akan
diserahkan kepada APH. Bagaimana
sebenarnya format pemilahannya?
Semua yang kita serahkan kepada
APH itu menjadi wewenang KPK,
kejaksaan, kepolisian. Kita tidak bisa
memaksa APH, yang ini dulu atau
yang itu dulu. Itu terserah mereka.
Itu sudah bukan lagi wilayah kita, itu
wilayah APH.
Setiap rekomendasi atau temuan
itu bergulir, apa yang bisa dilakukan
BPK untuk memperkuat posisi itu?
Kalau memang mau memperkuat
secara tegas, itu mesti ada di dalam
UU BPK. Misalnya, disebutkan
bahwa yang diserahkan oleh BPK
ke APH itu first in first out. Nah itu
dulu yang menjadi prioritas. Akan
tetapi yang terjadi kan bisa yang
masuk belakangan diurus kemudian
oleh APH, kita tidak bisa masuk
ke wilayah itu. Karena itu wilayah
penegakan.
BPK sepertinya sedang
mengembangkan sistem
pemantauan untuk tindak lanjut. Itu
efektivitasnya bagaimana?
Sistem itu sebenarnya semakin
mempermudah, baik di sisi auditor
maupun bagi auditing. Itu pasti ada
password, dan hanya orang itu saja
yang bisa mengetahuinya. Kemudian
kalau misalnya sudah masukkan
SIPTL itu, lalu diperiksa. Bila si
auditor menganggap ini belum cukup,
dia bisa komunikasi langsung atau
dia minta auditing-nya untuk datang
menjelaskan jikalau seandainya belum
dimengerti oleh auditor. Itu harus
dikomunikasikan. Dengan demikian
beberapa celah yang terjadi karena
miss persepsi itu tidak terjadi lagi.
Kedua, sinyal. Karena dia
menggunakan IT, di beberapa daerah
terpencil belum ada. Itu yang jadi
persoalan.
Bagaimana potret akuntabilitas
keuangan negara selama ini?
Kalau sekarang kita mengukur
akuntabilitas itu dari opini.
Jumlah opini untuk pemerintah
pusat sekarang WTP, kalau untuk
pemerintah daerah itu sebesar
65 persen yang WTP. Nah, ini
suatu saat kan nanti semuanya
harapannya menjadi 100 persen.
Tapi di UUD tidak berhenti disitu.
Tidak berarti kalau seorang bupati
sudah WTP, sudah governance.
Bahwa uang yang dia kelola itu,
harus memakmurkan rakyat. Kita
mau coba memasukkan unsur
yang baru, bagaimana menghitung
kemakmuran. Salah satunya itu
melalui indikator pengangguran yang
sudah ada di UU APBN, namanya
target pembangunan. Itu tiap tahun
berkurangnya pengangguran berapa,
tiap tahun berkurangnya gini rasio
berapa, dan tiap tahun berapa
kenaikan IPM yang terdiri dari
kesehatan, pendidikan, dan daya beli
masyarakat.
Dalam hal pengelolaan keuangan
negara, apa harapan Anda pada
pemerintah daerah?
Saya berharap khususnya
seluruh kepala daerah itu minimal
mempunyai pemahaman yang kuat
tentang pengelolaan keuangan.
Misalnya, pemahaman bahwa
pengelolaan keuangan daerah itu
tidak seperti pengelolaan uang nenek
moyangnya. Itu uang rakyat. Jadi,
dia tidak boleh pakai untuk apa saja.
Nah, pemahaman minimal seperti ini
menurut saya harus terus meningkat.
Yang kedua baru pemahaman
tentang efisiensi nilai rupiah
bagi kesejahteraan. Ada keluhan
kemarin muncul dari salah satu
Walikota datang ke saya: “Pak, kami
mengalokasikan dana untuk rakyat-
rakyat yang tidur di depan toko-
toko,”. Itu dianggap belanja tidak
produktif oleh pemerintah pusat.
Memang mekanismenya begitu. Jadi
tidak dianggap misalnya menyantuni
orang miskin itu sebagai belanja yang
produktif. Ini harus diubah mindset-
nya. AP/AH
LAPORAN UTAMAL
20. keuangan negara | no. 008 vol. iii 201720
T
ak banyak orang yang mampu
mengakhiri karir dengan cata-
tan yang luar biasa. Diding
S. Anwar, mantan Direktur Utama
(Dirut) Perusahaan Umum Jaminan
Kredit Indonesia (Perum Jamkrindo)
termasuk salah satu diantaranya.
Diding yang memimpin Jamkrindo
selama lima tahun tersebut, berhasil
menorehkan prestasi yang berharga.
Kinerja Perum Jamkrindo di
bawah kepemimpinan Diding mon-
cer sedemikian rupa. Laba perusa-
haan sepanjang 2011-2016 naik 153
persen menjadi Rp573,3 miliar. Aset
perusahaan pun melonjak signifi-
kan hingga mencapai angka Rp14,14
triliun. Perum Jamkrindo berhasil
tumbuh sebagai perusahaan penja-
min kredit yang paling berpengaruh
di dalam negeri.
Tak ayal, sejumlah penghargaan
Tangan Midas
di Perusahaan
Penjamin Kredit
diberikan kepada Perum Jamkrindo.
Mulai dari pemilik kinerja keuangan
terbaik, predikat the best BUMN mar-
keting hingga penghargaan khusus
sebagai pemberdaya UMKM. Peng-
hargaan ini kemudian membuktikan
bahwa kinerja Perum Jamkrindo me-
mang bermanfaat dan diakui publik.
Perjalanan Diding bersama Perum
Jamkrindo dimulai dari September
2012 lalu, usai menjabat sebagai
Dirut PT. Jasa Raharja. Dahlan Iskan,
Menteri Badan Usaha Milik Negara
(BUMN) kala itu menunjuk Diding se-
bagai Dirut karena beralasan Perum
Jamkrindo membutuhkan figur tang-
guh dan baik untuk meningkatkan ki-
nerja perusahaan.
Terbukti, beragam inovasi ber-
munculan selama Diding memimpin
Perum Jamkrindo. Selain pendirian
PT. Jamkrindo Syariah, satu hal
yang paling tampak menarik perha-
tian adalah pengembangan sejumlah
produk Jamkrindo. Tercatat hingga
kepemimpinannya berakhir, Perum
Jamkrindo mampu memiliki sekitar
16 produk unggulan.
Jumlah cabang juga bertambah
signifikan. Hingga semester I 2017,
Perum Jamkrindo terdata sudah me-
miliki 56 kantor cabang dan 16 unit
kantor pelayanan. Penambahan jar-
ingan operasional ini diyakini banyak
pihak memperluas jangkauan potensi
dan segmen pasar Perum Jamkrindo.
Inovasi lain yang dilakukan Did-
ing adalah memperkenalkan layanan
call center 1500701. Lewat layanan
ini, masyarakat dan nasabah dapat
berkomunikasi dan memperoleh in-
formasi lengkap mengenai produk-
produk Jamkrindo.
Diding S. Anwar
Dirut Perum Jamkrindo
2012-2017
21. keuangan negara | no. 008 vol. iii 2017 21
Fokus Pada UMKM
Mengembangkan Usaha mikro,
kecil dan menengah (UMKM) dan
Koperasi memang menjadi salah satu
misi keberadaan Perum Jamkrindo.
Sebagai perusahaan pelat merah,
Perum Jamkrindo memang bertugas
membantu keduanya terus bertum-
buh menggerakkan perekonomian
nasional, dengan instrumen penjami-
nan kredit. “Jamkrindo kan tugasnya
mengembangkan UMKM,” ujar Diding
dalam sebuah sosialisasi dengan me-
dia, Mei lalu.
Tak heran, dari total realisasi
volume penjaminan kredit sebe-
sar Rp72,3 triliun, proporsi seban-
yak Rp24,8 triliun atau sebesar 35
persennya dikontribusikan untuk
penjaminan Kredit Usaha Rakyat
(KUR). Ini menjadi bentuk komitmen
Perum Jamkrindo kepada perkem-
bangan bisnis UMKM dan Koperasi.
Sejak 2015 lalu, Perum Jamkrindo
bahkan memulai aktivitas pemer-
ingkatan UMKM. Diding berpendapat
langkah ini penting dilakukan agar
UMKM lebih mudah untuk menda-
patkan akses pembiayaan. Tercatat
hingga saat ini, tak kurang 250 UMKM
sudah mendapatkan peringkat dari
Perum Jamkrindo.
Terhitung 7 September 2017 ke-
marin, masa kepemimpinan Diding
di Perum Jamkrindo memang resmi
berakhir. Akantetapi dengan capa-
iannya sejauh ini, sejumlah orang
tak ragu menyebut tangan Midas Did-
ing berhasil mengubah wajah peru-
sahaan nasional penjamin kredit ini
menjadi jauh lebih baik. Tentu saja,
bersamaan dengan itu, sejuta apre-
siasi dan terimakasih sudah dituju-
kan kepada figur orang tua yang di-
anggap “tidak biasa” ini.
22. keuangan negara | no. 008 vol. iii 201722
Babak Baru
Dana Insentif Daerah
A
turan baru yang diteken Menteri Keuangan Sri
Mulyani Indrawati 4 April lalu, memulai babak
baru kebijakan dana insentif daerah (DID).
Beleid anyar yang diregistrasi dengan Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 50 Tahun 2017 tersebut diklaim
bakal membuat penyaluran DID lebih efektif dan tepat
sasaran.
Namun, bukan hanya DID, aturan tersebut juga
membahas perubahan semua komponen dana transfer
daerah. Mulai dari Dana Alokasi Umum (DAU), Dana
Alokasi Khusus (DAK) Fisik, DAK Nonfisik, Dana
Otsus, Dana Tambahan Infrastruktur (DTI) hingga Dana
Keistimewaan DIY, semua mekanisme penyalurannya
diubah. Daerah diminta berbenah memperbaiki
pengelolaan dana yang ditujukan sebagai insentif (imbalan)
baik atas kinerja pemerintah daerah.
Salah satunya, kinerja serapan dana daerah yang
menjadi salah satu hal yang paling disorot dalam
penyaluran DID dan unsur komponen transfer daerah
yang lain.Tumpukan dana daerah senilai ratusan triliunan
yang sempat mengendap di sejumlah perbankan membuat
pemerintah pusat geram, dan memiliki alasan kuat untuk
mengubah pengelolaan dana transfer daerah.
ANGGARANA
Setelah berjalan selama 7
tahun, pemerintah kembali
mengubah kebijakan
dana insentif daerah (DID).
Kali ini, musababnya
disinyalir bersumber dari
ketidakmampuan pemerintah
daerah dalam mengelola
dan menyalurkan DID secara
efektif dan efisien. Aturan anyar
tersebut pun kemudian diklaim
bakal mendorong penggunaan
DID menjadi lebih baik.
23. keuangan negara | no. 008 vol. iii 2017 23
Tak ayal, perbaikan mekanisme
penyaluran dana Transfer Daerah
menjadi salah satu tujuan kehadiran
PMK tersebut. Lewat perbaikan
itu pula, pemerintah berharap
alokasi transfer daerah nantinya bisa
dioptimalkan untuk meningkatkan
kualitas belanja infrastruktur dan
pelayanan dasar publik.
Problem Pengelolaan
Fakta belum membaiknya
kualitas pembangunan dan
kesenjangan layanan publik di daerah
memberi kesan pengelolaan keuangan
daerah dianggap belum dikelola
dengan baik. Di tengah alokasi
dana transfer daerah-DID termasuk
di dalamnya-dalam Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN) yang terus meningkat setiap
tahun, Indeks Pembangunan Manusia
(IPM) justru belum menunjukkan
perubahan signifikan.
Catatan kritis tersebut setidaknya
disampaikan Menteri Keuangan awal
Maret lalu. Dari pengamatannya
di lapangan, Sri Mulyani menilai
pembangunan fasilitas pelayanan
publik belum mampu dinikmati
masyarakat di sejumlah daerah.
Padahal, menurutnya, hal tersebut
merupakan fasilitas dasar yang dapat
menentukan kualitas manusia dan
negara. “Perbaikannya sangat
sedikit. Jumlah uangnya
naik luar biasa, tapi
kualitas manusianya,
pendidikan dan
kesehatan enggak
meningkat cukup
besar,” ujarnya.
APBN mencatat
budget transfer daerah
memang mengalami
kenaikan signifikan dalam rentang
waktu 7 tahun terakhir. Pada 2010,
alokasi dana tersebut hanya berjumlah
Rp344,6 triliun, sementara tahun
ini sudah mencapai angka Rp704,9
triliun.
Mirisnya, kondisi itu
berkebalikan dengan indikator
tidak efektif, tidak efisien dan
tidak optimal, maka tidak akan
menghasilkan apa-apa. Berarti ada
sesuatu yang harus diperbaiki,”
ucapnya.
Boediarso memberi contoh dana
transfer daerah yang cenderung tidak
terpakai atau idle. Usai digelontorkan
dalam jumlah besar, sebagian
pemerintah daerah justru tak siap
menyerap dan melaksanakannya.
Dana tersebut pun akhirnya
mengendap dan menumpuk di
perbankan hingga ratusan triliun
rupiah. Sampai Juni 2017 kemarin,
Bank Indonesia (BI) mencatat dana
pemerintah daerah yang mengendap
di bank, mencapai jumlah Rp222,59
triliun.
Karena alasan itulah kemudian
pemerintah pusat berkeinginan
memperbaiki pola pengalokasian
dana transfer daerah. Supaya
tak mengendap, pola penyaluran
budget transfer daerah termasuk
DID pun harus diubah.Tak ayal,
pengalokasiannya, ungkap Boediarso,
harus berbasis kinerja pelaksanaan
yang meliputi kinerja penyerapan dan
output penggunaan. “Kalau belum
diserap masak kita kasih terus. Yang
disalurkan tahap sebelumnya harus
dihabiskan dulu, baru kita transfer
lagi. Penyaluran harus berbasis kinerja
pelaksanaan,”
Menurut Boediarso,
di tengah kondisi
belanja daerah yang
peruntukannya sebagian
besar untuk belanja
pegawai, pemerintah
daerah memang
harus dipaksa untuk
belajar meningkatkan
produktivitas dan efisiensi.
Pemerintah daerah bahkan harus
mengoptimalkan setiap rupiah dana
yang diterima untuk kemakmuran
rakyat dan kualitas layanan dasar
publik. Dengan dana transfer daerah
yang semakin besar, pemerintah daerah
juga kian dituntut untuk mengelola
keuangan secara lebih baik.
kesejahteraan yang berhasil dicapai
pemerintah daerah. Statisik
menyebutkan IPM nasional di tahun
2015 hanya mampu berada pada level
59,55, cuma naik 3 poin dari angka
IPM 2010 yang berada di level 56,53.
Menteri Keuangan pun
berpendapat kondisi demikian
mengindikasikan adanya krisis
manajemen dan kepemimpinan di
pemerintahan.Terutama, manajemen
tata kelola keuangan negara yang
dianggapnya belum maksimal. “Ini
indikator krisis manajemen dan
pemerintahan,”.
Ditemui pertengahan April
lalu, Direktur Jenderal (Dirjen)
Perimbangan Keuangan Kementerian
Keuangan,
Boediarso
Teguh
Widodo
juga
menyoal
hal
tersebut.
Fakta
kesenjangan
layanan publik
yang terjadi serta ketimpangan
kesejahteraan antar daerah,
dianggapnya, memberi penegasan
adanya kekeliruan pengelolaan dan
penggunaan dana transfer daerah
yang terjadi. “Seberapa pun besarnya
dana tapi kalau penggunaannya
Tumpukan dana
daerah senilai ratusan
triliunan yang sempat
mengendap di sejumlah
perbankan membuat
pemerintah pusat
geram, dan memiliki
alasan kuat untuk
mengubah pengelolaan
dana transfer daerah.
24. keuangan negara | no. 008 vol. iii 201724
Formulasi Baru
Secara historis, anggaran
DID memang merupakan insentif
bagi daerah berprestasi. Sejak
pertama kali diperkenalkan dalam
Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN) 2010, DID yang
ditempatkan sebagai penghargaan
(reward), diberikan kepada
pemerintah daerah yang mampu
menunjukkan kinerja bagus bidang
pendidikan.
Selain pendidikan, kriteria
lainnya terkait kinerja pengelolaan
keuangan. Pemerintah daerah
dituntut mendapatkan opini Wajar
Tanpa Pengecualian (WTP) dan
Wajar dari Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK), menetapkan
APBD dengan tepat waktu, dan
mampu meningkatkan Pendapatan
Asli Daerah (PAD).
Kriteria terakhir menyangkut
kemampuan meningkatkan kualitas
perekonomian dan kesejahteraan
masyarakat. Pemerintah Daerah
diminta meningkatkan pertumbuhan
ekonomi, menurunkan angka
kemiskinan dan angka pengangguran
sebagai tolak ukur keberhasilan
kinerja ekonomi dan kesejahteraan.
Senyampang, kinerja pemerintah
daerah juga tampak mengalami
peningkatan sejak diberlakukannya
DID. Setidaknya secara statistik,
Boediarso, formulasi DID pun
berubah. Pemerintah pusat kemudian
menambah sejumlah format baru
dalam aturan DID teranyar. Pertama,
pemerintah pusat menyederhanakan
format dengan hanya membuat dua
kriteria, yakni kriteria utama dan
kriteria kinerja. Indikator kriteria
utama masih tak jauh berbeda dari
kinerja utama dalam formulasi lama
yang berisi opini BPK dan penetapan
APBD tepat waktu.
Sementara terkait indikator
kriteria kinerja, pemerintah hanya
memindahkan ketiga aspek kinerja
dalam format lama ke dalam satu
kriteria kinerja di format yang baru.
Di situ, dijabarkan kriteria kinerja
yang dimaksud melip uti kesehatan
fiskal dan pengelolaan keuangan
daerah, pelayanan dasar publik, serta
ekonomi dan kesejahteraan.
Tak ayal, sejumlah perubahan
praktis juga terjadi pada mekanisme,
waktu dan syarat pengalokasian DID.
Dalam hal mekanisme dan waktu,
pemerintah akan membedakan
penyaluran Alokasi Kinerja (AK)
dan Alokasi Minimum (AM). Bagi
pemerintah daerah yang hanya
mendapat AM, penyaluran DID
dilakukan sekaligus pada semester I
di bulan Februari. Sebaliknya, bagi
pemerintah daerah yang menerima
AK, penyalurannya dibagi dalam
dua semester. Lima puluh persen
dilakukan pada semester I, sem
entara sisanya dibagi pada semester
jumlah penerima DID semakin
bertambah dari tahun ke tahun. Dari
awalnya yang hanya berjumlah 12
daerah, penerima DID bertambah
signifikan menjadi 317 daerah di
tahun 2017. Nilai anggaran DID
pun meningkat, dari nominal sebesar
Rp1,38 triliun berubah menjadi
Rp7,5 triliun.
Namun, seiring berjalannya
waktu, pemerintah pusat kemudian
mendorong sejumlah perubahan
ketentuan. Efektifitas pengalokasian,
penyaluran, pelaporan dan
penggunaan dana Transfer Daerah
diklaim sebagai alasan pokok untuk
memperbaiki aturan. Pemerintah
Pusat berkeinginan pemerintah
daerah segera memperbaiki kinerja
birokrasi anggarannya.
Dirjen Perimbangan Keuangan,
Boediarso Teguh menyebut
penyempurnaan kriteria sebagai
alasan penting mengubah ketentuan
DID. Boediarso pun menjelaskan
revisi aturan tersebut serta merta
bertujuan memperbaiki mekanisme
penyaluran DID dan optimalisasi
penggunaan DID. “Menyempurnakan
kriteria dalam pengalokasian DID
berdasarkan beberapa indikator
tertentu, yakni pengelolaan keuangan
daerah melalui e-budgeting, dan
e-procurement, serta peningkatan
pelayanan dasar publik seperti
pengurangan angka gizi buruk dan
kemiskinan,” ujar dia.
Imbas hal tersebut, ungkap
Di tengah kondisi
belanja daerah yang
peruntukannya
sebagian besar untuk
belanja pegawai,
pemerintah daerah
memang harus
dipaksa untuk belajar
meningkatkan
produktivitas dan
efisiensi
ANGGARANA
25. keuangan negara | no. 008 vol. iii 2017 25
pemerintahan daerah. Semua
kriteria dan model penggunaan
DID yang berubah hanya sekedar
cara untuk mendorong kinerja
pemerintah daerah menjadi lebih
baik. “Secara prinsip, reward DID
ini tetap memiliki tujuan khusus,
yaitu mendorong pemerintah daerah
mengelola keuangan dengan lebih
baik,” jelas dia.
Karena itulah, sambung
Prasetyo, DID dalam format baru
tampak seperti insentif plus bagi
pemerintah daerah. Selain memiliki
tambahan persyaratan baru, DID
justru memberi sejumlah keleluasaan
pengelolaan bagi pemerintah daerah.
Hasilnya diharapkan dapat dirasakan
oleh masyarakat daerah secara lebih
nyata.
Sebagai daerah yang juga turut
menerima DID, Bupati Lombok
berikutnya.
Sementara, dalam hal persyaratan,
penyaluran DID semester I baru
dapat dilakukan bila Kepala Daerah
menyampaikan Peraturan Daerah
(Perda) APBD tahun berjalan kepada
Dirjen Perimbangan Keuangan.
Pemerintah daerah juga diminta
lebih dahulu menyampaikan
rencana penggunaan DID dan
laporan realisasi penyerapan tahun
sebelumnya. “Penyaluran berbasis
kinerja ini diterapkan pada DID,”
kata Boediarso.
Namun, tak hanya ketentuan
yang diubah, aspek fasilitas penerima
DID juga berubah. Pagu anggaran
juga bakal ditambah atau diperbesar.
Penggunaan DID, disebut Boediarso,
bahkan tidak lagi terbatas pada fungsi
pendidikan. Hal itu dimaksudkan
agar tujuan peningkatan kesejahteraan
masyarakat dapat segera tercapai.
“Penyempurnaan ini memang
ditujukan untuk meningkatkan
pelayanan dasar publik dan
kesejahteraan ekonomi,” tutur dia.
Perubahan konsep pengalokasian
dan penerima DID yang diusung
pemerintah itu, ternyata cukup
mendapat respon positif kalangan
masyarakat sipil. Misalnya, Direktur
Pusat Kajian Keuangan
Negara (Pusaka Negara),
Adie Prasetyo, yang
memberi dukungan atas
pengelolaan DID yang
tidak lagi terbatas pada
fungsi pendidikan.
Dengan kondisi
demikian, menurut
Prasetyo, pemerintah
daerah dapat memiliki
ruang gerak yang cukup luas untuk
memenuhi kebutuhan prioritas lain.
“DID sekarang ini bisa digunakan
untuk mendukung kegiatan yang
sesuai kebutuhan dan prioritas
daerah. Bisa dipergunakan untuk
membangun infrastruktur daerah
seperti memperbaiki sarana kantor
pemerintah daerah atau membiayai
kegiatan lainnya,”ucapnya.
Prasetyo kemudian memberi
catatan penting soal desain baru
DID. Penyempurnaan kriteria
penerima DID, bagi dirinya,
harus diiringi dengan pemberian
indikator-indikator kinerja yang
jelas agar pemerintah daerah
mampu memperlihatkan kinerja
yang sesungguhnya.Tujuannya
semata-mata, supaya budget DID
lebih mudah untuk dikontrol dan
dievaluasi pemerintah pusat.
“Acuan indikator memang
harus benar-benar terarah
agar dapat dikontrol dan
di-review,”.
Menjadi
Insentif Plus
Meskipun terdapat
banyak perubahan, namun
konsepsi DID sebagai insentif
bagi daerah berprestasi tetap tidak
berubah. DID dalam format baru,
tetap diyakini sebagai strategi untuk
memotivasi pemerintah daerah
melakukan kinerja baik dalam
pengelolaan keuangan daerah,
pelayanan publik, dan peningkatan
kesejahteraan.
Prasetyo pun menyebut hal
ini sebagai bentuk tantangan baru
Semua kriteria dan
model penggunaan DID
yang berubah hanya
sekedar cara untuk
mendorong kinerja
pemerintah daerah
menjadi lebih baik
26. keuangan negara | no. 008 vol. iii 201726
Barat, Fauzan Khalid
juga meyakini karakter
DID sebagai insentif
belum berubah.
Pasalnya, sejak dulu
hingga sekarang, DID
memang ditempatkan
sebagai penghargaan
bagi daerah. Pemerintah
daerah, kata Fauzan, harus
terlebih dahulu memenuhi
sejumlah kriteria sebelum
mendapatkan dana tersebut. “Ini kan
hasil penilaian. Pertama, WTP. Kedua,
sejauh mana APBD dimanfaatkan
untuk belanja publik.Terakhir, aspek
efektifitas dari pemanfaatan,” ujarnya.
Oleh karena itulah, Fauzan
pun mengaku tak repot-repot
mengupayakan penerimaan anggaran
DID. Dalam format lama ataupun
baru, dia mengatakan pemerintah
daerah hanya perlu bekerja sebaik
mungkin memenuhi kriteria yang
ditentukan. “Tidak pernah mengurus
dengan rumit.Tinggal menunggu
penilaian saja,”.
Akhir 2016 lalu,
Lombok Barat
ditetapkan sebagai
penerima anggaran
DID 2017, dengan
nilai anggaran
sebesar Rp53,8 miliar.
Keberhasilan itu diberikan
karena pemerintah daerah
Lombok Barat dinilai mampu
menunjukkan kinerja yang baik dalam
pengelolaan keuangan daerah dan
peningkatan kesejahteraan.
Hingga sejauh ini, ungkap
Dirjen Boediarso Teguh, belum
ada penolakan pemerintah daerah
terkait format baru DID. Sebab,
pada dasarnya, para Kepala Daerah
mengerti dan memahami hakikat
perubahan DID. Pemerintah daerah,
dianggapnya hanya perlu waktu untuk
belajar sepanjang masa transisi ini.
“Mungkin ada persoalan-persoalan
yang perlu dipelajari, akan tetapi
Kepala Daerah sejauh ini secara
prinsip sangat mengerti,” ujarnya.
Lulusan Doktor Universitas
Indonesia ini pun meyakini kepala
daerah akan terbiasa mengikuti
mekanisme baru DID. Sepanjang
memenuhi aturan main, maka selama
itu pula lah pemerintah daerah
tidak akan kesulitan akses untuk
mendapatkan DID.
Meskipun demikian Boediarso
tak bisa menjamin aturan baru DID
ini tidak akan kembali berubah.
Pasalnya, setiap tahun selalu ada
review dari kebijakan yang sedang
berjalan. Bila format baru DID ini
dirasa tidak efektif menghasilkan
perubahan nyata bagi pengelolaan
keuangan daerah dan kesejahteraan
masyarakat, tentu saja peluang revisi
akan selalu ada. “Policy public kan
never ending, tidak ada akhirnya.
Selalu dinamis mengikuti perubahan,”
tutupnya. MJ/RH/TA
ANGGARANA
28. keuangan negara | no. 008 vol. iii 201728
PrioritasMeningkatkan
Kesejahteraan
memastikan tidak ada lagi masyarakat
Badung yang kekurangan makan, air,
listrik dan rumah layak. Pemerintah
kabupaten Badung, ungkapnya, sudah
menyediakan program bedah rumah
dengan nominal Rp55 juta setiap
rumah.
Kedua, pendidikan dan kesehatan.
sebagai warisan etis dalam mengelola
pemerintahan yang dipimpinnya.
Nyoman kemudian menjelaskan
lima bidang pembangunan yang
menjadi skala prioritas pemerintah
daerah untuk memenuhi kebutuhan
riil masyarakat. Pertama, pangan,
sandang, dan papan. Dirinya pun
K
alimat Sansekerta Chura
Darma Raksaka yang
berarti pemerintah wajib
melindungi rakyat, menjadi
prinsip utama pemerintah Badung
dalam menjalani kewajibannya.
Bupati Badung, I Nyoman Giri
Prasta menyebut kewajiban tersebut
Dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) sebesar 79,80, kabar
kesejahteraan masyarakat kabupaten Badung praktis bukan isapan jempol
belaka. Terlebih, pemerintah daerah mengaku memiliki skala prioritas
pembangunan untuk menggapai capaian kesejahteraan tersebut.
I Nyoman Giri Prasta
Bupati Badung
SUCCESS STORYA
foto:humas
keuangan negara | no. 008 vol. iii 201728
29. keuangan negara | no. 008 vol. iii 2017 29
Pemerintah Kabupaten Badung
menjamin pendidikan dan kesehatan
gratis bagi seluruh masyarakat. Sarana
dan prasana pendidikan digaransi
diberikan kepada setiap anak didik.
Lewat Kartu Badung Sehat (KBS)-
program yang dikemas dari aplikasi
BPJS-, masyarakat bahkan hanya
tinggal datang ke instalasi kesehatan,
dan tak perlu untuk mengeluarkan
biaya sepeser pun.Termasuk,
untuk keperluan membayar obat.
“Pemerintah Badung memegang
prinsip, proses lahir, hidup, dan mati
warga menjadi tanggung jawab kami,”
ujar dia.
Ketiga, terkait jaminan tenaga
kerja, pemerintah kabupaten Badung
membuat standar Upah Minimum
Kabupaten (UMK) dengan Upah
Minimum Sektoral (UMS). Sebagian
besar pemangku kepentingan
(Stakeholder) didorong menyepakati
upah layak bagi para buruh yang
bekerja di Badung. Utamanya, yang
bergerak di sektor pariwisata.
Keempat, bidang adat, agama, dan
budaya. Bagi pemerintah kabupaten
Badung, menjaga adat merupakan
keputusan rakyat Badung. Sehingga,
sebisa mungkin semua urusan
kebudayaan
merepresentasikan
karakteristik
budaya Bali.
Terkait agama,
pemerintah
Badung berupaya
untuk membuat
warga selalu hidup
berdampingan dan
saling membantu.
Pemerintah
bahkan selalu
mengucurkan
bantuan pendirian
tempat ibadah
bagi setiap agama
di Badung.
“Termasuk umat
Muslim, kami
bantu tempat
ibadah dan
sekolahnya,”.
Kelima atau yang terakhir, bidang
pariwisata. Bidang ini merupakan
skala prioritas bagi kabupaten
Badung, karena menjadi penopang
utama Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah (APBD). Pemerintah,
ungkap Nyoman, berusaha untuk
terus menggenjot transparansi,
pendataan dan penagihan pajak di
bidang ini. Pemerintah kabupaten
Badung tampak serius berusaha
meningkatkan penerimaan pajak di
sektor pariwisata. “Syukur, APBD kita
naik sebanyak Rp1 triliun tahun ini”
lanjut Nyoman.
Namun demikian, optimisme
Nyoman tak semata-mata hanya
karena potensi sektor pariwisata.
Dukungan perencanaan yang
matang juga membuat target realisasi
anggaran terpenuhi.Terlebih dengan
hadirnya program e-planning dan
e-musrenbang, semua rencana dan
kebutuhan pembangunan Badung
menjadi lebih tertata.
Terkait e-government, Badung
memang sedang mengarahkan
hal ini ke tatanan Badung Smart
Sosiality, frase baru yang lebih
jauh daripada Badung Smart City.
Nyoman mengatakan pengembangan
e-government tetap diprioritaskan
pada persoalan yang berkaitan dengan
kesejahteraan masyarakat secara
langsung. Misalnya, membuat kartu
KBS mampu menyimpan semua
rekam medik masyarakat. Sehingga
masyarakat tidak perlu membutuhkan
lagi data rujukan saat berupaya
menyembuhkan penyakit yang
dideritanya. “Kami harus bekerja keras
dan bekerja ceras,” tutur dia.
foto:humas
Bupati Badung I
Nyoman Giri Prasta
bersama Ketua
Umum PDIP Megawati
Soekarnoputri
foto:humas
keuangan negara | no. 008 vol. iii 2017 29
30. keuangan negara | no. 008 vol. iii 201730
SUCCESS STORYA
level 4,15 persen menunjukkan tren
penurunan yang cukup signifikan.Tak
jauh berbeda, tingkat pengangguran
terbuka (TPT) sebesar 1,89 persen
relatif lebih rendah daripada TPT
tahun sebelumnya yang berkisar 1,99
persen.
Namun, Nyoman pun
mengingatkan sejumlah langkah
yang tak boleh diabaikan dalam
penyusunan anggaran. Pertama, segala
sesuatu yang sudah dianggarkan harus
mengedepankan kebijakan politik
legalisasi, yang berarti aturannya harus
jelas. Kedua, politik anggaran yang
diorientasikan kepada kepentingan
masyarakat. Ketiga, politik
pengawasan yang berarti pelaksanaan
anggaran harus sesuai dengan
perencanaan. “Kalau tiga hal ini kita
pegang dengan baik,maka tidak ada
alasan program tidak terwujud,”
Secara prosedural, sebelum
menjadi Rancangan APBD
(RAPBD), proses perencanaan
dan penganggaran dimulai
dari Musyawarah Perencanaan
Pembangunan Desa (Musrenbangdes)
di bulan Januari, yang kemudian
Raihan
WTP dan
Kesejahteraan
Rakyat
Berkat kerja
keras menyusun dan
menyajikan laporan
keuangan dengan standar
akuntansi pemerintahan
dan kepatuhan terhadap
undang-undang,
pemerintah kabupaten
Bandung berhasil meraih
kembali opini Wajar
Tanpa Pengecualian
(WTP) pada 2016 lalu.
Itu berarti, prestasi tinggi
ini untuk ketiga kalinya
didapatkan Kabupaten
Badung sejak tahun 2014.
Namun bagi
Nyoman, WTP bukan
sekedar penghargaan.
Opini WTP selama tiga tahun
berturut-turut itu justru hadir
sebagai pengingat bahwa pemerintah
kabupaten Badung harus bekerja lebih
baik lagi. APBD harus digunakan
sebesar-besarnya untuk kemakmuran
rakyat. “WTP merupakan cambuk
bagi kita untuk mengalokasi anggaran
semakin baik,”.
Dalam APBD 2018 yang
berjumlah lebih dari Rp6 triliun,
dapat dilihat bahwa belanja publik
jauh lebih besar daripada belanja
aparatur. Persentasenya secara
berurutan, berkisar antara 74 persen
dan 24 persen. Hal ini sebagai bukti
bahwa orientasi anggaran kabupaten
Badung memang lebih diprioritaskan
bagi masyarakat. “Saya yakin
siapapun yang melihat itu sudah tahu
berapa yang harus dinikmati oleh
masyarakat,” ujar Giri Prasta asal desa
Petang ini.
Dengan orientasi semacam itu,
hasil yang diperoleh pemerintah
kabupaten Badung sungguh luar biasa.
Hingga September 2016, tingkat
kemiskinan Badung yang berada pada
dilanjutkan ke Musyawarah
Perencanaan dan Pembangunan
Daerah (Musrenbangda) di bulan
Maret. Setelah Musrenbangda,
barulah kemudian anggaran
dialokasikan pada Kebijakan Umum
Anggaran-Plafon Prioritas Anggaran
Sementara (KUA-PPAS).
Demi mencegah potensi
penyimpangan, Nyoman juga
membuat akta integritas yang bila
dilanggar terdapat peringatan,
ancaman degradasi atau pemecatan.
Bahkan, berdasar akta integritas,
seluruh pegawai, mulai dari pejabat
tinggi hingga Kepala Dusun, harus
melakukan pekerjaan sesuai dengan
tugas pokok dan fungsi (Tupoksi).
“Totalnya ada 90 ribu orang lebih
yang sudah tandatangani akte
integritas,”.
Namun, tak berhenti sampai
disitu. Demi meningkatkan integritas,
pemerintah kabupaten Badung juga
memberi fasilitas laptop dan tunjangan
bagi setiap pegawai. Menurut
Nyoman, ini dilakukan semata-
mata untuk meningkatkan kinerja
pemerintahan Badung. MJ/AK
keuangan negara | no. 008 vol. iii 201730
31. keuangan negara | no. 008 vol. iii 2017 31
Pemprov DKI Jakarta
Berbenah LKPD
S
ejak dilantik menjadi Wakil Gubernur DKI Jakarta pada senin kemarin,
Sandiaga Salahudin Uno kini sudah mulai ‘ngantor’ di Balaikota. Di hari
pertamanya bekerja, Sandi menyampaikan keinginannya untuk memperbaiki
laporan keuangan Pemprov DKI Jakarta. Sebab menurut catatan ikhtisar hasil
pemeriksaan semester (IHPS) I 2017 yang dikeluarkan BPK RI, Provinsi DKI Jakarta
sudah 4 (empat) tahun berturut-turut diganjar opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP),
yakni dari tahun 2013 sampai 2016.
Melihat persoalan laporan keuangan tersebut, pengusaha yang sekaligus mantan
Akuntan ini bertekad untuk memperbaiki laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD)
DKI Jakarta hingga mencapai opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).
“Saya mantan akuntan, jadi buku laporan keuangan bukan WTP, saya galau nggak
bisa tidur. Kalau di dunia usaha qualified opinion ini pasti 50-50, pemegang saham
bisa nerusin kerja saya sebagai CEO atau diganti,” kata Sandi pada pertemuan dan
pengarahan SPKD dan camat se-DKI Jakarta di Ruang Pola Blok G Balai Kota Jakarta,
Selasa (17/10).
Tak mudah memang untuk meraih opini tertinggi itu, namun Sandi mengajak
kepada seluruh SKPD untuk mulai bekerja keras untuk meraih opini WTP
tahun depan. Sebab ia menilai bahwa capaian opini WTP ialah sebagai bentuk
akuntabilitas penggunaan uang negara.
“Kalau tidak bisa WTP itu ya kita enggak akuntabel. Capaian di sini enggak
bisa dipertanggungjawabkan. Jadi saya pikir betul. Bukan hanya serapan tapi
persiapan laporan keuangan yang akan kita hadirkan,” jelas dia.
Capaian opini WTP, lanjutnya, diharapkan dapat memberikan dampak
terhadap efektivitas penyerapan anggaran, seperti ketersediaan lapangan
pekerjaan yang juga harus dipikirkan bersama. Sandi mengatakan, program
OKE OCE tidak hanya jadi pekerjaan Kepala Dinas Koperasi dan UMKM
Irwandi, tapi seluruh instansi terkait.
“Lapangan kerja bisa lewat OKE OCE. Tapi harus betul-betul multisektoral.
Setiap aktivitas di setiap lini bisa menghasilkan lapangan kerja yang
berkualitas. Kita berharap lapangan kerja mudah di Jakarta,” imbuh
dia.
Sandi juga ingin peran Jakarta Smart City lebih maksimal
dibanding sekarang ini. Jakarta Smart City bisa menggunakan
big data analisis untuk mengetahui apa saja kekurangan
yang harus ditingkatkan pemerintah saat ini.
“Tugas berat Jakarta Smart City bukan hanya
menerima keluhan, tapi memberikan input kebijakan.
Ada yang namanya big data analisis. Jangan ujug-ujug.
Setiap kebijakan yang diambil harus berbasis data
di lapangan. Jakarta Smart City akan jadi entitas
yang penting,” ucap Sandi.
32. keuangan negara | no. 008 vol. iii 201732
ANGGARAN AMBISIUS
PRESIDEN JOKOWI
ANGGARANA
33. keuangan negara | no. 008 vol. iii 2017 33
T
epuk tangan ratusan
orang atas pembacaan
nota keuangan Presiden
Joko Widodo di gedung
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
Rabu, 16 Agustus lalu, menandai
dimulainya secara resmi pengajuan
Rancangan Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara (RAPBN) 2018.
Oleh sejumlah pihak, RAPBN
2018 yang diketahui meningkat
menjadi Rp2.204,4 triliun itu
dianggap menunjukkan optimisme
pemerintahan Joko Widodo-Jusuf
Kalla dalam mengelola perekonomian
ke depan.
Di hadapan sidang paripurna,
Presiden Jokowi memang
terlihat sangat optimistis dalam
menyampaikan pertumbuhan
ekonomi. Presiden mengatakan
pertumbuhan ekonomi akan tercapai
pada level 5,4 persen, nilai tukar
akan berada pada level Rp13.500
per dolar, dan penerimaan pajak
bakal berjumlah Rp1.609,7 triliun.
““Pertumbuhan ekonomi yang
optimis tersebut akan dicapai melalui
dukungan konsumsi masyarakat yang
terjaga, peningkatan investasi, dan
perbaikan kinerja ekspor dan impor,”
ujar dia.
Jokowi pun memaparkan
optimisme tersebut bukan tanpa
alasan. Sejauh ini, sudah ada tiga
strategi yang disiapkan untuk
menjaga RAPBN supaya
tetap realistis. Pertama,
optimalisasi pendapatan
negara melalui
peningkatan rasio
pajak, pengelolaan
sumber daya alam
dan aset negara. Kedua,
dengan cara penguatan
kualitas belanja melalui
peningkatan kualitas belanja
modal yang produktif. Di samping
tentu, efisiensi belanja non prioritas
seperti belanja barang dan belanja
subsidi.
Terakhir, kebijakan keberlanjutan
dan efisiensi pembiayaan yang
dilakukan melalui pengendalian
defisit dan rasio utang, defisit
keseimbangan primer yang semakin
menurun, serta pengembangan
creative financing, semisal skema
kerjasama pemerintah dengan badan
usaha (KPBU).
Menteri Keuangan, Sri Mulyani
menegaskan optimisme tinggi yang
diusung Presiden dalam RAPBN
2018 tetap realistis. Pasalnya,
dengan perekonomian dunia yang
akan tumbuh 3,6 persen dan rata-
rata proyeksi pertumbuhan negara
berkembang 4,8 persen, lingkungan
perekonomian global tampak mulai
kondusif dan terjaga resikonya.
“Berdasarkan capaian pertumbuhan
ekonomi Indonesia yang relatif stabil
dan cenderung menguat
dua tahun terakhir, target
pertumbuhan 5,4 persen
tersebut insya Allah
akan secara maksimal
diupayakan dicapai,”
ucap mantan Direktur
Pelaksana Bank Dunia
itu.
Dari sisi konsumsi,
konsumsi rumah tangga diharap
bakal tumbuh 5,1 persen. Dan, untuk
itu, stabilitas harga barang pokok
dan ketersediaan pasokan pangan
juga akan dijaga. Program bantuan
sosial yang komprehensif dan
lebih tepat sasaran akan diperkuat
seperti Program Keluarga Harapan,
Beras Sejahtera, Kartu Indonesia
Pintar, dan Belanja Kesehatan.
Sementara itu, konsumsi pemerintah
diproyeksikan juga dapat tumbuh
3,8 persen dengan fokus anggaran
belanja yang makin efisien, konsisten
dengan prioritas untuk menunjang
pemberantasan kemiskinan,
mengurangi kesenjangan dan
memperbaiki produktivitas ekonomi.
Selanjutnya, investasi juga akan
didorong melalui keberlanjutan
pembangunan infrastruktur dasar dan
proyek fisik lainnya yang terfokus
pada pemerataan antar wilayah.
Termasuk, juga upaya kebijakan
simplikasi peraturan, percepatan,
dan mempermudah kegiatan usaha
RAPBN 2018 yang diajukan Presiden Joko Widodo
dianggap terlalu ambisius. Anggaran negara itu juga
dituduh sarat dengan kepentingan politik Jokowi
menjelang pemilihan presiden.
[ ]
34. keuangan negara | no. 008 vol. iii 201734
serta proses bisnis yang dilakukan
pemerintah. Dengan demikian,
investasi pada 2018 diharapkan dapat
tumbuh 6,3 persen. “Pemerintah akan
mendorong dan memperkuat seluruh
sumber pertumbuhan,” tutur Menteri
yang akrab dengan panggilan Ani ini.
Secara statistik, sebagian besar
komponen RAPBN 2018 memang
lebih tinggi daripada APBN tahun
sebelumnya. Komponen Belanja
diketahui meningkat, komponen
Pendapatan juga bertambah menjadi
Rp1.878,4 triliun. Selanjutnya,
Penerimaan Perpajakan dipatok
sebesar Rp1.609,4 triliun, Belanja
Pemerintah Pusat naik menjadi
Rp1.443,3 triliun, sementara Transfer
ke Daerah dan Dana Desa berkurang
sedikit menjadi Rp761,1 triliun.
RAPBN Ambisius
Namun demikian, sejumlah
pihak justru berpendapat postur
RAPBN teranyar itu sangat ambisius.
Kondisi perekonomian dunia yang
masih berada dalam pemulihan serta
belum membaiknya harga minyak
dan sejumlah komoditas internasional
lainnya, menjadi alasan sulitnya
percaya indikator makro ekonomi
RAPBN 2018 akan sebagus itu.
Ekonom Institute
For Development of
Economics and
Finance (Indef),
Bhima Yudhistira
menyebut
pemerintah
memang terlihat
sangat ambisius
dalam menggenjot
pertumbuhan ekonomi
dalam negeri pada tahun
depan. Sebab, di tengah outlook
perekonomian sejumlah negara
yang masih akan melambat, kecil
kemungkinan Indonesia justru
mampu tumbuh secara signifikan.
“Pertumbuhan ekonomi yang
ditargetkan 5,4 persen, nampaknya
terbilang ambisius. Outlook semua
negara masih akan melambat.
China juga melambat, dan ini akan
berdampak,” ujarnya saat ditemui
akhir Agustus lalu.
Bhima beralasan perekonomian
negara Tirai Bambu yang masih
mengalami perlambatan, tentu akan
berdampak besar bagi perekonomian
Indonesia. Musababnya, aktivitas
ekspor-impor dalam negeri banyak
ditujukan ke wilayah China.Tak
pelak, bila perekonomian China
tak mampu tumbuh, maka sulit
bagi perekonomian nasional untuk
tumbuh secara signifikan. “Bahkan
ditengarai, jika ekonomi China turun
1 persen, maka ekonomi kita akan
turun 0,11 persen,”
Namun, bukan hanya soal
pertumbuhan ekonomi saja. Bagi
Bhima, penerimaan perpajakan
yang ditargetkan sebesar Rp1.609,4
triliun juga sulit untuk dipercayai.
Berakhirnya program amnesti pajak
(Tax Amnesty) dan tidak maksimalnya
basis data pajak baru dari Tax
Amnesty, membuat target penerimaan
pajak sangsi untuk tercapai.
“Darimana uangnya? Tahun depan
enggak ada tax amnesty. Kalaupun ada
basis data dari tax amnesty itu, berapa
sih yang didapatkan? Orangnya itu-
itu saja,” sambung dia.
Terlebih, program pertukaran
akses informasi keuangan untuk
perpajakan atau Automatic Exchange
of Information (AEoI) baru berjalan
efektif pada September 2018.
Sehingga, prediksinya, instrumen
tersebut tak akan berpengaruh
besar terhadap kas penerimaan
negara. “Kalau bicara AEoI dari
Singapura, Macau, AS, berapa lama
proses mulai dari mendapatkan data
hingga penyelidikan? Apa 2018 bisa
ANGGARANA
sumber: economic world bank
35. keuangan negara | no. 008 vol. iii 2017 35
langsung masuk uang dari
AEoI ke kas negara,”
ucapnya.
Sekjen Partai
Nasdem, Johnny G
Plate tak sependapat
bila RAPBN 2018
dituduh terlalu ambisius.
Menurut dirinya,
sikap demikian justru
ditunjukkan Presiden Jokowi
untuk memenuhi janji-janji Nawacita.
Semisal, pembangunan infrastruktur
transportasi dan perumahan yang
memang menjadi prioritas dalam
pembangunan bidang infrastruktur.
“Mau pemerintah konservatif
atau optimis? Kalau saya berharap
pemerintah optimis, bukan kerja
dengan santai-santai,”.
Terlebih, perhelatan pilpres dan
Asian Games yang digelar 2018,
dinilai Johnny akan memberi dampak
positif bagi pertumbuhan ekonomi
nasional, meski kondisi dunia masih
tampak lesu. Kegiatan-kegiatan ini
semacam ini, dipercaya akan mampu
membuat aktivitas konsumsi dan
belanja pemerintah meningkat.
Johnny pun menambahkan
penetapan target yang ditinggi
juga harus dimaknai sebagai
upaya memancing atau katalis,
agar proses pembangunan terus
digenjot pemerintah. Presiden
Joko Widodo, ungkap Johnny,
tampak berusaha menepati target
pembangunan menjelang berakhirnya
masa kepemimpinannya.
“RPJMN, Presiden
Jokowi, dan kabinetnya
memang berusaha
menempatkan
target tinggi, untuk
merangsang kita ikut
mencapai target itu,”
ujarnya
Mengandalkan
Utang
Meskipun nilai RAPBN 2018
meningkat menjadi Rp2.204,4 triliun,
namun seiring dengan hal tersebut,
defisit APBN juga tetap dalam
posisi tinggi. Walaupun lebih rendah
dari tahun sebelumnya, defisit yang
berjumlah Rp325,9 triliun tersebut
ternyata membutuhkan pembiayaan
utang yang lebih tinggi. Yakni, senilai
Rp399,2 triliun, lebih besar Rp15
triliun dari kebutuhan pembiayaan
utang APBN tahun sebelumnya.
Padahal, utang Indonesia
dianggap kian berisiko. Selain
jumlahnya yang membesar,
kepemilikannya yang didominasi
asing menyebabkan Indonesia
rentan terkena capital
outflow (aliran dana
keluar) dalam jumlah
yang besar.Tak ayal,
pandangan yang
menganggap utang
Indonesia masih berada
dalam batas aman,
menurut Bhima, sangat tidak tepat.
“Indonesia dibanding Jepang dan
AS itu nggak nyambung, karena
70 persen utang mereka dimiliki
oleh masyarakat mereka sendiri.
Sementara Indonesia, sekitar 39
persennya dikuasai asing,” ujarnya/
Apalagi sebagian besar dana
utang infrastruktur dikuasai Badan
Usaha Milik Negara (BUMN).
Secara eksplisit, akhirnya utang
tersebut hanya dirasakan manfaatnya
oleh BUMN, dan bukan oleh
masyarakat. Bhima pun menilai ada
yang kurang tepat dalam penyaluran
utang untuk pembangunan
infrastruktur dengan model tersebut.
Terang saja, pendapat itu
ditentang Johnny G. Plate. Politikus
Partai NasDem tersebut justru
mengatakan rasio utang Indonesia
hingga kini masih dalam batas aman.
Johnny beralasan, jumlah utang
Indonesia yang berkisar Rp3.600
triliun, masih berada pada rasio
27-28 persen dari produk domestik
bruto (PDB). “Negara lain sekelas
Indonesia, rasio utangnya ada yang
sekitar 60 persen,”.
Terlebih, utang tersebut juga
digunakan untuk tujuan yang
produktif. Belanja yang produktif itu
diyakini Johnny bakal menghasilkan
penerimaan baru yang akan
digunakan untuk membayar pinjaman
kembali.
Tahun Politik
Oleh sejumlah pihak, optimisme
berlebihan anggaran Presiden Jokowi
dianggap kental dengan motif
politik. Sesaat menjelang tahun
politik, Presiden Jokowi tampaknya
ingin membangun kesan
pemerintahannya berhasil
di bidang ekonomi.
Sekjen Forum
Indonesia, Suhardin
Mansyur melihat
ambisiusitas Presiden
Jokowi memang
berkaitan dengan
pelaksanaan pemilihan
sumber. bi.go.id
36. keuangan negara | no. 008 vol. iii 201736
ANGGARANA
presiden (Pilpres) 2019. Pasalnya,
meski terus membangun di sana-sini,
Presiden Jokowi, ungkap Suhardin,
belum mampu membuat kinerja
perekonomian dalam negeri meroket.
“Ekonomi dan APBN adalah modal
terakhir yang dimiliki Presiden
Jokowi,” ucapnya.
Kecurigaan Suhardin bahkan
semakin menjadi-jadi. Kenaikan
anggaran subsidi dalam RAPBN
2018, merupakan gejala terang
meningkatkan popularitas Jokowi
menjelang pilpres.Terlebih,
subsidi listrik yang naik menjadi
Rp52,2 triliun, tampak sebagai
upaya untuk menenangkan suara
negatif atas kebijakan listrik di
era Jokowi. “Apalagi jika melihat
anggaran subsidi energi, sulit rasanya
membantah ambisiusitas Jokowi tak
terkait dengan Pilpres,”.
Namun, Menteri Keuangan
membantah bila RAPBN 2018 sarat
dengan kepentingan
politik Presiden
Jokowi. Menurut
dia, dalam RAPBN
teranyar, pemerintah
memang memberi
prioritas tinggi pada
aspek keadilan sosial
dan penurunan
kesenjangan.
Belanja negara
sebesar Rp2.204
triliun, difokuskan
untuk menciptakan
lapangan kerja
dan pengurangan
masyarakat
miskin. “Untuk
penanggulangan kemiskinan dan
penanggulangan sosial,” tegas dia.
Sri Mulyani menjelaskan alokasi
anggaran tersebut diarahkan pada
perluasan program keluarga harapan
(PKH) sebesar Rp17,3 triliun,
cakupan bantuan pangan non tunai
(BPNT) sebesar Rp13,5 triliun, dan
subsidi pangan (rastra) sebesar Rp7,3
triliun. Selain itu, dianggarkan juga
jaminan kesehatan bagi 92,4 juta
rakyat miskin sebesar Rp25,5 triliun,
Program Indonesia Pintar
(PIP) dengan alokasi
sebesar Rp10,5 triliun
dan beasiswa bidik
misi dengan angka
senilai Rp4,1 triliun.
Meskipun
demikian, sebagian
pihak tetap menganggap
bahwa RAPBN 2018 ini
kental dengan nuansa politis.
Setidaknya, bagi pengamat ekonomi,
Enny Sri Hartati, ini
sekedar pencitraan.
Bila tidak berhasil,
maka kepercayaan
masyarakat terhadap
Presiden Jokowi
akan menurun, dan
elektabilitasnya juga akan
terancam dalam pilpres
mendatang. “Ini warning dan
langkah antisipatif pemerintah,”. KPA/
AA/MJ
sumber: kemenkeu.go.id
38. keuangan negara | no. 008 vol. iii 201738
HASIL AUDIT KINERJA BUMN
TAHUN 2017
I
khtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I Tahun
2017 memuat hasil pemeriksaan kinerja pada BUMN
atas tema Perekonomian dan Keuangan Negara.
Pemeriksaan dilakukan atas 8 objek pemeriksaan
pada BUMN.
Hasil pemeriksaan kinerja pada BUMN secara umum
menyimpulkan pelaksanaan kegiatan cukup efektif. Secara
lebih terperinci, hasil pemeriksaan mengungkapkan 104
temuan yang memuat 129 permasalahan. Permasalahan
tersebut meliputi 1 permasalahan ketidakhematan, 27
ketidakefisienan senilai Rp222,40 miliar,93 ketidakefektifan
senilai Rp1,31 triliun, 3 potensi kerugian senilai Rp169,53
miliar, dan 5 kekurangan penerimaan senilai Rp425,57
miliar.
Pada semester I 2017, BPK telah menyampaikan
hasil pemeriksaan kinerja atas 8 objek pemeriksaan pada
AUDITA
BUMN terkait dengan tema perekonomian dan keuangan
negara. Pemeriksaan tersebut meliputi kegiatan niaga dan
transportasi gas; pemasaran luar negeri dan pemeliharaan
pesawat; efisiensi dan efektivitas produksi alat transportasi;
penyediaan bahan baku tebu, pengolahan tebu, penjualan
gula, dan pengelolaan modal kerja; pengelolaan KPR
Sejahtera dan Subsidi Selisih Angsuran/Subsidi Selisih
Bunga; dan pengelolaan pelayanan penerbangan haji.
Akan tetapi, sekali lagi yang harus dipahami, hasil
audit BPK bukanlah daftar kesalahan BUMN. Hasil audit
tersebut justru merupakan dorongan untuk menindaklanjuti
perbaikan administrasi atau perubahan kebijakan dengan
segera. Prinsipnya, setiap hasil audit sama dan sebangun
dengan rekomendasi yang justru harus menjadi prioritas
untuk melakukan perbaikan.
Sekali lagi yang harus dipahami,
hasil audit BPK bukanlah daftar
kesalahan BUMN. Hasil audit
tersebut justru merupakan dorongan
untuk menindaklanjuti perbaikan
administrasi atau perubahan
kebijakan dengan segera.
39. keuangan negara | no. 008 vol. iii 2017 39
P
emeriksaan efektivitas kegiatan niaga dan
transportasi gas dilakukan pada PT Pertamina
Gas (Pertagas), anak perusahaan, dan instansi
terkait lainnya tahun 2014, 2015, dan semester I 2016
di Jakarta, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, dan Jawa
Timur. Pemeriksaan bertujuan untuk menilai efektivitas
kegiatan niaga gas dan menilai efektivitas kegiatan
transportasi gas.
BPK menyimpulkan bahwa secara umum kegiatan
niaga dan transportasi gas pada Pertagas masih kurang
efektif. Penyebabnya antara lain:
• Pada kegiatan niaga gas, Pertagas menanggung
kehilangan pendapatan senilai US$16,57 juta dan
timbulnya piutang macet senilai US$11,86 juta.
Kerugian tersebut disebabkan oleh penyusunan
nominasi, skema niaga, dan operasi pemanfaatan
gas Pondok Tengah yang tidak mempertimbangkan
kondisi operasi, serta pengalihan alokasi gas untuk
kebutuhan Compressed Natural Gas (CNG) kepada
PT Mutiara Energy (PT ME).
• Pada kegiatan transporatasi gas, terdapat proyek
pipanisasi Belawan KIM-KEK (Kawasan Industri
Medan-Kawasan Ekonomi Khusus) senilai
US$59,58 juta dan Rp3,00 miliar berpotensi
membebani keuangan perusahaan dalam jangka
panjang.
Kegiatan Niaga dan Transportasi Gas
Terhadap permasalahan tersebut, Direksi PT
Pertagas setuju dengan temuan BPK dan akan
menindaklanjuti rekomendasi BPK.
Atas permasalahan itu, BPK telah
merekomendasikan kepada Presiden Direktur PT
Pertagas agar:
• Melakukan evaluasi dan menetapkan prosedur
mengenai penentuan jumlah maksimum shipper
stock, pengalihan nominasi, dan mekanisme
penyampaian informasi atas rate inforce pada kondisi
tertentu dan melakukan upaya penagihan terhadap
piutang macet PT ME dan apabila tidak dapat
diselesaikan agar dilanjutkan ke proses hukum.
• Menyusun ulang feasibility study dan keekonomian
project berdasarkan kondisi yang riil serta
berkoordinasi dengan internal dan eksternal agar
aset pipa Belawan-KIM-KEK dapat dimanfaatkan
secara optimal.
Hasil pemeriksaan BPK atas kegiatan niaga dan
transportasi gas pada PT Pertagas, anak perusahaan,
dan instansi terkait lainnya mengungkapkan 11 temuan
yang memuat 17 permasalahan. Permasalahan tersebut
meliputi 13 permasalahan ketidakefektifan senilai
Rp1,28 triliun, 2 permasalahan potensi kerugian senilai
Rp161,93 miliar, dan 2 permasalahan kekurangan
penerimaan senilai Rp14,17 miliar.
foto:humas
40. keuangan negara | no. 008 vol. iii 201740
AUDITA
P
emeriksaan atas kinerja pemasaran luar negeri dan
pemeliharaan pesawat tahun 2015 dan triwulan
I 2016 dilakukan pada PT Garuda Indonesia
(Persero) Tbk (PT GI), anak perusahaan dan instansi
terkait di Tangerang, Medan, Batam, Jakarta, Sydney,
London, Paris dan Beijing.
Pemeriksaan bertujuan untuk menilai apakah
pengelolaan kegiatan pemasaran luar negeri telah
dilaksanakan secara efektif dan pemeliharaan
pesawat telah dilaksanakan secara efisien dalam
rangka menjadikan perusahaan tumbuh secara
berkesinambungan untuk senantiasa memberi nilai
tambah bagi stakeholders dan mencapai target-target
yang telah ditetapkan. Sasaran pemeriksaan meliputi:
• Efektivitas pemasaran luar negeri yang meliputi
aspek promosi, produksi, harga dan saluran distribusi
pada PT GI tahun anggaran 2015 sampai triwulan I
tahun 2016.
• Efisiensi pemeliharaan pesawat bagi PT GI dan PT
Citilink Indonesia (PT CI) selaku operator pesawat
meliputi aspek plan, do, dan check dan PT GMF
Aeroasia (PT GMF) selaku perusahaan perawatan
pesawat meliputi aspek man, money, method dan
fasilitas/material tahun anggaran 2015 sampai
dengan triwulan I tahun 2016.
BPK menyimpulkan bahwa kegiatan pemasaran luar
negeri yang dilaksanakan kurang efektif. Permasalahan
terkait dengan efektivitas kegiatan pemasaran luar
negeri, di antaranya:
Kinerja penerbangan internasional belum sesuai
dengan target yang diharapkan.
1) Terdapat 28 rute penerbangan internasional yang
dilayani belum memberikan keuntungan bagi
perusahaan, di antaranya kerugian terbesar selama
tahun 2016 yang dialami rute penerbangan CGK-
SIN-LHR-CGK.
2) Performance rute destinasi China belum optimal, dan
3) Evaluasi rute tidak sesuai dengan Rencana Jangka
Panjang Perusahaan (RJPP), tidak ada standarnya,
serta hasil evaluasi tidak memberikan dampak
perubahan kinerja. Akibatnya, penerbangan rute
CGK-SIN-LHR-CGK memberikan kontribusi
kerugian bagi perusahaan terbesar dibanding
rute-rute yang lain sejak dibuka (Maret 2016)-
Juli 2016 senilai US$16,43 juta, performance Area
Internasional 3 yang meliputi region China dan
Taiwan kurang optimal dan evaluasi rute yang
dibuat unit Strategy and Business Development
belum memberikan perbaikan yang signifikan bagi
perusahaan.
Pemasaran Luar Negeri dan Pemeliharaan Pesawat
foto:humas
41. keuangan negara | no. 008 vol. iii 2017 41
Efisiensi dan Efektivitas Produksi Alat Transportasi
semester I tahun 2016. Sedangkan pada PT Industri
Kereta Api (PT INKA), pemeriksaan bertujuan untuk
menilai efisiensi dan efektivitas produksi kereta dan
alat transportasi lainnya yang baru selesai atau masih
dikerjakan pada tahun 2014 sampai dengan semester I
tahun 2016.
Hasil pemeriksaan menyimpulkan pengelolaan
Pada kegiatan pemeliharaan pesawat, hasil
pemeriksaan BPK menyimpulkan cukup efisien.
Permasalahan yang terkait dengan efisiensi kegiatan
pemeliharaan pesawat, di antaranya:
• Perjanjian pemeliharaan pesawat antara PT
Garuda Maintenance Facility Aero Asia (PT GMF)
dan pelanggan tidak secara optimal menjamin
pemenuhan hak dan kewajiban para pihak, sehingga
berpotensi mengganggu cashflow PT GMF.
• Pemeliharaan pesawat udara milik PT GI dan PT
CI oleh PT GMF belum sepenuhnya mencapai
target Service Level Agreement (SLA) yang
disepakati, sehingga PT GMF berpotensi didenda
senilai US$2,06 juta untuk serviceability dan
US$204,32 ribu untuk Dispatch Reliability.
Atas permasalahan tersebut, BPK
merekomendasikan:
• Untuk menyempurnakan SOP penyusunan
feasibility study pembukaan rute dan evaluasi rute
lebih komprehensif yang memuat setiap proses
penyusunan beserta standar yang digunakan dan
mengevaluasi kinerja rute secara periodik dan
menyiapkan tahapan rencana untuk meningkatkan
kinerja rute, sehingga ada indikator yang jelas untuk
pengambilan keputusan dalam rangka menilai
keberlangsungan rute yang dilayani.
• Kepada Direktur PT GMF, memerintahkan unit
Treasury dan Account Manager untuk melakukan
rekonsiliasi dengan pihak PT GI dan CI terkait
dengan tagihan perhitungan denda keterlambatan
pembayaran PT GI dan PT CI berdasarkan data
invoice senilai Rp6,71 miliar, Sin$12,54 ribu dan
US$2,89 juta serta kemudian melakukan penagihan
denda atas keterlambatan pembayaran tersebut.
• Melakukan evaluasi atas ketersediaan komponen
untuk mempercepat pemenuhan komponen
perawatan pesawat udara dan melakukan
pembayaran denda setelah melakukan penelitian dan
koordinasi dengan PT GI dan PT CI.
Hasil pemeriksaan pemasaran luar negeri
dan pemeliharaan pesawat mengungkapkan 27
temuan yang memuat 32 permasalahan, meliputi 20
permasalahan ketidakefektifan senilai Rp2,77 miliar
dan 11 permasalahan ketidakefisienan senilai Rp163,27
miliar, selain itu terdapat 1 permasalahan kekurangan
penerimaan senilai Rp45,35 miliar.
P
emeriksaan atas efisiensi dan efektivitas produksi
alat transportasi dilakukan atas 2 objek pada PT
Dirgantara Indonesia (Persero) di Bandung dan
PT Industri Kereta Api (Persero) di Madiun. Pada PT
Dirgantara Indonesia (PT DI), pemeriksaan bertujuan
untuk menilai efektivitas dan efisiensi produksi pesawat
terbang dan helikopter untuk tahun 2014 sampai dengan
foto:istimewa
42. keuangan negara | no. 008 vol. iii 201742
AUDITA
produksi pesawat terbang dan helikopter pada PT
DI serta kereta dan alat transportasi lainnya pada PT
INKA belum sepenuhnya efisien dan efektif. Beberapa
permasalahan yang terjadi antara lain:
• Pelaksanaan Kontrak Jual Beli Helikopter pada
PT DI dengan No.TRAK/1397/RM/XI/2011/
AU dan TRAK/1548/PDN/XII/2011/AU dengan
Badan Sarana Pertahanan Kementerian Pertahanan
Republik Indonesia senilai Rp178,08 miliar dan
Rp170,12 miliar mengalami hambatan produksi
karena beberapa komponen mengalami obsolescence
(sudah tidak diproduksi lagi).
• Pemanfaatan aset lahan PT KAI berupa lajur
emplasemen uji kereta (test track) dengan
sistem sewa tidak efektif. PT INKA memiliki
ketergantungan yang tinggi terhadap lajur
emplasemen Stasiun Kereta Api Madiun milik PT
KAI yang disewa PT INKA sebagai test track.
• Penyelesaian proyek pengadaan 36 unit single
bus pada PT INKA berlarut-larut.Terdapat
keterlambatan penyelesaian pekerjaan, serah terima
hasil pekerjaan tidak dapat dilaksanakan karena
seluruh fungsi terkait pengadaan pada Dishub DKI
Jakarta dihentikan kewenangannya oleh Gubernur
DKI Jakarta sampai waktu yang tidak terbatas,
dan PT INKA menanggung biaya tambahan
dikarenakan tertundanya penyerahan hasil pekerjaan.
Atas permasalahan itu, BPK merekomendasikan:
• Direksi PT DI agar membuat SOP kajian bisnis.
• Memerintahkan Direktorat Niaga dan
Restrukturisasi agar berkoordinasi dalam
membuat kajian bisnis dan kajian risiko serta
mendokumentasikan semua bukti pendukung dalam
membuat kajian bisnis.
• Memerintahkan kepada seluruh Komite Manajemen
Risiko agar membuat suatu dokumen kajian risiko
dalam perencanaan proyek helikopter.
• Mengupayakan percepatan penjualan NSP 22
C1+ untuk menghindari terganggunya likuiditas
(cashflow) perusahaan.
• Direksi PT INKA untuk berkoordinasi dengan
PT KAI dan Kementerian BUMN untuk
mengupayakan kepemilikan lahan test track oleh
PT INKA berdasar azas saling menguntungkan
termasuk opsi untuk membeli lahan tersebut
dari PT KAI. Sedangkan terkait dengan proyek
pengadaan 36 single bus, Direksi PT INKA agar
berkoordinasi dengan Pemerintah Provinsi DKI
untuk mencari penyelesaian berdasarkan ketentuan
yang berlaku.
Hasil pemeriksaan BPK atas efisiensi dan efektivitas
produksi alat transportasi mengungkapkan 20 temuan
yang memuat 25 permasalahan, yaitu 2 permasalahan
ketidakefisienan, 22 permasalahan ketidakefektifan, dan
1 permasalahan kekurangan penerimaan senilai Rp24,64
juta.