SlideShare a Scribd company logo
1 of 26
1
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..................................................................................................i
DAFTAR ISI...............................................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR.................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
BAB II PRESENTASI KASUS........................................................................4
2.1 Identitas Pasien...............................................................................4
2.2 Keadaan Umum..............................................................................4
2.3 Anamnesa.......................................................................................4
2.4 Status Oftalmologis.........................................................................5
2.5 Diagnosis.........................................................................................6
2.6 Penatalaksanaan.............................................................................6
2.7 Prognosis........................................................................................6
BAB III TINJAUAN PUSTAKA......................................................................7
3.1 Anatomi dan Fisiologi Mata............................................................7
3.2 Visus..............................................................................................13
3.3 Kelainan Refraksi.........................................................................14
3.4 Miopia............................................................................................14
3.5 Hipermetropia...............................................................................16
3.6 Presbiopia......................................................................................18
3.7 Astigmatisma.................................................................................19
BAB IV KESIMPULAN..................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................24
2
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1 Anatomi Mata................................................................................8
Gambat 3.2 Bayangan Pada Mata Miopia.......................................................16
Gambar 3.3 Bayangan Pada Mata Hipermetropia............................................17
Gambar 3.4 Bayangan Pada Mata Astigmatisma.............................................20
3
BAB I
PENDAHULUAN
Kelainan refraksi merupakan salah satu kelainan mata yang paling sering
terjadi. Saat ini kelainan refraksi masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di
dunia. Tiga kelainan refraksi yang paling sering dijumpai yaitu miopia,
hipermetropia, dan astigmatisma. Jenis kelainan refraksi yang keempat yaitu
presbiopia. (1) Di Indonesia prevalensi kelainan refraksi menempati urutan pertama
pada penyakit mata. Kasus kelainan refraksi dari tahun ke tahun mengalami
peningkatan. Jumlah pasien yang menderita kelainan refraksi di Indonesia hampir
25% dari populasi atau sekitar 55 juta jiwa. (2)
Berdasarkan data dari WHO pada 2004 prevalensi kelainan refraksi pada
umur 5-15 tahun sebanyak 12,8 juta orang (0,97%). (3) Dari data tersebut ditemukan
bahwa kelainan yang timbul akibat kelainan refraksi yang tidak di koreksi. Melihat
situasi yang ada WHO merekomendasikan untuk dilakukannya skrining penglihatan
dan pelayanan kesehatan yang ditujukan bagi anak sekolah. (4)
Kelainan refraksi adalah keadaan bayangan tegas tidak dibentuk pada retina,
dimana terjadi ketidakseimbangan sistem penglihatan pada mata sehingga
menghasilkan bayangan yang kabur. Sinar tidak dibiaskan tepat pada retina, tetapi
dapat di depan atau di belakang retina dan/ atau tidak terletak pada satu titik fokus.
Kelainan refraksi dapat diakibatkan terjadinya kelainan kelengkungan kornea dan
lensa, perubahan indeks bias, dan kelainan panjang sumbu bola mata.
Gangguan refraksi masih merupakan salah satu penyebab kebutaan di dunia.
World Health Organization (WHO) menyatakan, terdapat 45 juta orang yang
menjadi buta di seluruh dunia, dan 135 juta dengan low vision. Diperkirakan
gangguan refraksi menyebabkan sekitar 8 juta orang (18% dari penyebab kebutaan
global) mengalami kebutaan. Angka kebutaan anak di dunia masih belum jelas,
namun diperkirakan ada sekitar 1,4 juta kasus kebutaan pada anak, dan 500.000
kasus baru terjadi tiap tahunnya. Sebagian besar anak-anak ini meninggal beberapa
4
bulan setelah mengalami kebutaan. Penyebab kebutaan pada anak sangat bervariasi
pada tiap negara. Diperkirakan setiap satu menit terdapat satu anak menjadi buta dan
hampir setengahnya berada di Asia Tenggara. (5)
Angka kebutaan di Indonesia menempati urutan ketiga di dunia. Bahkan
kondisi kebutaan di Indonesia merupakan yang terburuk di Asia dan ASEAN. Hingga
saat ini, sekitar 3,1 juta (1,5%) penduduk Indonesia mengalami kebutaan. Angka
tersebut lebih tinggi dibandingkan negara-negara miskin, seperti Bangladesh,
Maladewa, Bhutan, Nepal, dan Myanmar. Angka kebutaan negara lain di kawasan
Asia yang cukup tinggi antara lain Bangladesh (1,0%), India (0,7%), dan Thailand
(0,3%). (6)
Berdasarkan hasil survei Indera Penglihatan dan Pendengaran tahun 1993-
1996 yang dilakukan di delapan provinsi menunjukkan prevalensi kebutaan di
Indonesia sebesar 1,5 persen dengan penyebabnya katarak 0,78%, glaukoma 0,20%,
kelainan refraksi 0,14%, kelainan retina 0,13%, kelainan kornea 0,10%, dan oleh
penyebab lain 0,15%. Kebutaan pada anak di Indonesia sebesar 0,6 per 1000 anak. (6)
Menurut Sirlan F dkk (2009) di Jawa Barat, hasil survei menunjukkan
prevalensi kebutaan sebesar 3,6%; dengan angka kelainan refraksi sebesar 2,8%,
namun tidak ditemukan data untuk anak usia 3-6 tahun. Di Makassar, angka kebutaan
dan kelainan mata pada anak belum pernah dilaporkan sebelumnya.
Hasil riset kesehatan dasar (Riskesdas) di Indonesia (2007) menunjukkan
angka kebutaan sebesar 0,9%. Dengan angka tertinggi di Provinsi Sulawesi Selatan
(2,6%) dan terendah di Provinsi Kalimantan Timur (0,3%).
Ciner dkk tahun 1998 menyatakan, kelainan refraksi berada di urutan ke
empat kelainan terbanyak pada anak, dan merupakan penyebab utama kecacatan pada
anak. Pada anak usia 3-6 tahun, ambliopia, dan faktor resiko ambliopia seperti
strabismus, dan kelainan refraksi yang signifikan merupakan kelainan penglihatan
dengan prevalensi terbanyak (7)
Di Indonesia, gangguan penglihatan akibat kelainan refraksi dengan
prevalensi sebesar 22,1% juga menjadi masalah yang cukup serius. Sementara 10%
dari 66 juta anak usia sekolah (5-19 tahun) menderita kelainan refraksi. Sampai saat
5
ini angka pemakaian kacamata koreksi masih sangat rendah, yaitu 12,5% dari
prevalensi. Apabila keadaan ini tidak ditangani secara menyeluruh, akan terus
berdampak negatif terhadap perkembangan kecerdasan anak dan proses
pembelajarannya, yang selanjutnya juga mempengaruhi mutu, kreativitas, dan
produktivitas angkatan kerja (15-55 tahun), yang diperkirakan berjumlah 95 juta
orang sesuai data BPS tahun 2000. (6)
6
BAB II
PRESENTASI KASUS
2.1 Identitas Pasien
Nama : Nn.Umul Arifa
Umur : 10 tahun
Jenis Kelamin : perempuan
No. CM : 103-36-47
Alamat ` : Kuta Baro
Pekerjaan : Pelajar
Tanggal Pemeriksaan : 7 Januari 2015
2.2 Keadaan Umum
Kesadaran : Kompos Mentis
2.3 Anamnesa
Keluhan Utama
Pandangan mata kanan kabur saat melihat dari kejauhan
Riwayat Perjalanan Penyakit
Pasien datang dengan keluhan pandangan dikedua mata kabur dan
sulit melihat dari kejauhan. Pasien mengeluhkan hal tersebut sejak
kelas 4 SD. Awalnya pasien mengeluhkan pusing saat membaca dan
kerap kali memicingkan mata saat membaca. Menurut ibu pasien,
disekolah pasien tidak bisa menggambarkan garis lurus. Beberapa
bulan yang lalu pasien pernah dibawa ke poli mata oleh ibunya untuk
berobat dan kemudian diberikan kacamata. Namun pasien jarang
menggunakan kacamata tersebut. Saat ini jika pasien memakai
kacamata tersebut, pasien merasa sangat pusing dan kesulitan dalam
melihat serta membaca.
7
Riwayat Penyakit Dahulu
Disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga
Kakak pasien mengalami keluhan yang sama dengan pasien dan saat
ini menggunakan kacamata.
Riwayat Penggunaan Obat
Disangkal
Riwayat Kebiasaan Sosial
Dirumah pasien sering sekali menonton televisi dalam jarak dekat,
membaca dengan pencahayaan yang redup dan sering bermain
komputer serta tablet dalam waktu yang lama.
2.4 Status Oftalmologis
OD Pemeriksaan OS
5/60
-1,50
-3,00
Visus
Spheris
Cylindris
5/60
-2,00
-2,50
Hirschberg
Gerakan Bola Mata
Dalam batas normal Palpebra Dalam batas normal
8
Hiperemis (-) Konjungtiva Bulbi Hiperemis (-)
Hiperemis (-) Konjungtiva Tarsal Hiperemis (-)
Jernih Kornea Jernih
Dalam COA Dalam
Bulat, isokor, RCL (+),
RCTL (+)
Iris/ Pupil
Bulat, isokor, RCL
(+), RCTL (+)
Jernih (+), Keruh (-) Lensa Jernih (+), Keruh (-)
Tabel 2.1 Hasil pemeriksaan status oftalmologis
2.5 Diagnosis :
Astigmatisma miopikus kompositus ODS
2.6 Penatalaksanaan :
a. Diberikan Kaca mata koreksi yang sesuai
b. Medikamentosa
c. Edukasi
-Diberikan edukasi kepada pasien untuk rutin menggunakan
kacamata
-Edukasi ibu untuk memperhatikan pola kebiasaan anak dalam
melakukan aktivitas sehari-hari
2.7 Prognosis
Quo ad Vital : bonam
Quo ad Functionam : bonam
Quo ad Sanactionam : bonam
9
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Anatomi dan fisiologi Mata
Mata atau organon visus secara anatomis terdiri dari Occulus dan alat
tambahan (otot-otot) di sekitarnya. Occulus terdiri dari Nervus Opticus dan Bulbus
Occuli yang terdiri dari Tunika dan Isi. Tunika atau selubung terdiri dari 3 lapisan,
yaitu : 1. Tunika Fibrosa (lapisan luar), terdiri dari kornea dan sclera 2. Tunika
Vasculosa (lapisan tengah) yang mengandung pembuluh darah, terdiri dari
chorioidea, corpus ciliaris, dan iris yang mengandung pigmen dengan musculus
dilatator pupillae dan musculus spchinter pupillae. Tunika Nervosa (lapisan paling
dalam), yang mengandung reseptor teridir dari dua lapisan, yaitu : Stratum Pigmentid
dan Retina (dibedakan atas Pars Coeca yang meliputi Pars Iridica dan Pars Ciliaris;
Pars Optica yang berfungsi menerima rangsang dari conus dan basilus Isi pada
Bulbus Oculli terdiri dari : a. Humor Aques, zat cair yang mengisi antara kornea dan
lensa kristalina, dibelakang dan di depan iris. b. Lensa Kristalina, yang diliputi oleh
Capsula Lentis dengan Ligmentum Suspensorium Lentis untuk berhubungan dengan
Corpus Ciliaris. c. Corpus Vitreum, badan kaca yang mengisi ruangan antara lensa
dengan retina.
10
3.1 Gambar Anatomi Mata
Anatomi mata terdiri dari:
1. Sklera adalah lapisan terluar dari bola mata. Sklera adalah bagian putih
(dan buram) dari bola mata. Otot bertanggung jawab untuk memindahkan
bola mata yang melekat pada bola mata pada sklera.
2. Selaput Bening
Pada bagian depan bola mata, sklera berlanjut ke kornea. Kornea adalah
bagian transparan berbentuk kubah pada bola mata. Sinar cahaya dari
dunia luar pertama melewati kornea sebelum mencapai lensa. Bersama
dengan lensa, kornea bertanggung jawab menfokuskan cahaya pada retina.
3. Koroid
Koroid adalah lapisan tengah bola mata yang terletak antara sklera dan
retina. Ini memberikan nutrisi dan oksigen ke permukaan luar retina.
4. Ruang anterior
11
Ruang antara kornea dan lensa dikenal sebagai ruang anterior. Itu diisi
dengan cairan yang disebut akueous humor. Ruang anterior juga dikenal
sebagai rongga anterior.
5. Akueous humor
Aqueous humor adalah suatu cairan transparan yang beredar di ruang
anterior. Ini menyediakan oksigen dan nutrisi ke bagian dalam mata dan
memberi tekanan cairan yang membantu mempertahankan bentuk mata.
Pada aqueous humor diproduksi oleh badan siliaris.
6. Ruang posterior
Ruang posterior adalah area yang lebih besar daripada ruang anterior. Hal
ini terletak berlawanan dengan ruang anterior di belakang lensa. Ruang
posterior diisi dengan cairan yang disebut vitreous humor. Ruang posterior
juga disebut sebagai badan Vitreous seperti yang ditunjukkan dalam
diagram di atas – anatomi mata.
7. Vitreous humor
vitreous Humor adalah cairan seperti jeli transparan yang mengisi ruang
posterior. Tekanan cairannya yang membuat lapisan retina ditekan
bersama-sama untuk mempertahankan bentuk mata dan untuk menjaga
fokus yang tajam pada gambar retina.
8. Iris
Koroid berlanjut di depan bola mata untuk membentuk Iris. Iris adalah
struktur datar, tipis, berbentuk cincin menempel ke ruang anterior. Ini
adalah bagian yang mengidentifikasi warna mata seseorang. Iris berisi otot
melingkar yang mengelilingi pupil dan otot radial yang memancar ke arah
pupil. Ketika kontraksi otot melingkar mereka membuat pupil lebih kecil,
ketika kontraksi otot radial, mereka yang membuat pupil lebih luas.
9. Otot siliaris
12
Otot-otot siliaris terletak di dalam korpus siliaris. Ini adalah otot-otot yang
terus-menerus mengubah bentuk lensa untuk penglihatan dekat dan jauh.
Lihat diagram anatomi mata atas.
10. Korpus siliaris
Koroid berlanjut di depan bola mata untuk membentuk badan siliaris. Ini
menghasilkan aqueous humor. Korpus siliaris juga berisi otot-otot siliaris
berkontraksi atau rileks untuk mengubah bentuk lensa.
11. Zonules
Zonule juga dikenal sebagai ligamen suspensorium adalah sebuah cincin
dari serat yang kecil yang memegang lensa tersuspensi di tempat. Ini
menghubungkan lensa ke badan siliaris dan memungkinkan lensa untuk
berubah bentuk.
12. Lensa
Lensa adalah piringan transparan cembung ganda yang terbuat dari protein
yang disebut crystalline. Hal ini terletak tepat di belakang iris dan
memfokuskan cahaya ke retina. Pada manusia, lensa berubah bentuk untuk
penglihatan dekat dan jauh.
13. Pupil
14. Pupil adalah lubang di tengah iris yang terletak di depan lensa. Setiap kali
perlu memasukkan lebih banyak cahaya ke bola mata, otot-otot akan
kontraksi iris seperti diafragma kamera untuk menambah atau mengurangi
ukuran pupil.
15. Retina
Retina adalah lapisan terdalam lapisan bagian belakang bola mata. Ini
adalah bagian peka cahaya mata. Retina berisi fotoreseptor agar
mendeteksi cahaya. Fotoreseptor ini dikenal sebagai cone (sel berbentuk
kerucut) dan rod (sel berbentuk batang). Cone memungkinkan kita untuk
mendeteksi warna sementara rod memungkinkan kita untuk melihat dalam
cahaya yang kurang. Retina terdiri dari sel-sel saraf agar mengirimkan
sinyal dari retina ke otak.
13
16. Fovea
Fovea adalah depresi kecil pada retina dekat disk optik. Fovea memiliki
konsentrasi tinggi cone. Ini adalah bagian dari retina di mana ketajaman
visual yang terbesar.
17. Saraf optik
Saraf optik terletak di bagian belakang sampai bola mata. Ini berisi akson
dari retina sel ganglion (sel-sel saraf retina) dan mengirimkan impuls dari
retina ke otak.
18. Disk optik
Impuls ditransmisikan ke otak dari bagian belakang ke bola mata pada
disk optik juga disebut bintik buta. Hal ini disebut titik buta karena tidak
mengandung fotoreseptor, maka setiap cahaya yang jatuh di atasnya tidak
akan terdeteksi.
19. Otot mata
Otot-otot mata yang sangat kuat dan efisien, mereka bekerja sama untuk
memindahkan bola mata dalam berbagai arah. Otot-otot utama mata
adalah rektus lateral, rektus medial, rektus superior dan rektus inferior.
20. Arteri sentral dan Vena
Arteri sentral dan vena berjalan melalui pusat saraf optik. Arteri retina
sentral sebagai pemasok sementara vena sentral mengaliri retina. Dalam
diagram di atas – anatomi mata, arteri yang ditampilkan dalam warna
merah sementara vena ditunjukkan dengan warna biru.
21. Saluran air mata
Ini adalah sebuah tabung kecil yang berjalan dari mata ke rongga hidung.
Air mata mengalir dari mata ke hidung melalui saluran air mata.
Reseptor di Mata
Reseptor penglihatan adalah sel-sel di conus (sel kerucut) dan basilus (sel batang).
Conus terutama terdapat dalam fovea dan penting untuk menerima rangsang cahaya
kuat dan rangsang warna. Sel-sel basilus tersebar pada retina terutama di luar makula
14
dan berguna sebagai penerima rangsang cahaya berintensitas rendah. Oleh karena itu
dikenal dua mekanisme tersendiri di dalam retina (disebut dengan Teori Duplisitas),
yaitu :
a. Penglihatan Photop, yaitu mekanisme yang mengatur penglihatan sinar pada siang
hari dan penglihatan warna dengan conus
b. Penglihatan Scotop, yaitu mekanisme yang mengatur penglihatan senja dan malam
hari dengan basilus
Jalannya Impuls di Mata
Manusia apat melihat karena ada rangsang berupa sinar yang diterima oleh
reseptor pada mata. Jalannya sinar pada mata adalah sebagai berikut :
Impuls yang timbul dalam conus atau basilus berjalan melalui neuritnya
menuju ke neuron yang berbentuk sel bipoler dan akhirnya berpindah ke neuron yang
berbentuk sel mutipoler. Neurit sel-sel multipoler meninggalkan retina dan
membentuk nervus opticus. Kedua nervus opticus di bawah hypothalamus saling
bersilangan sehingga membentuk chiasma nervus opticus, yaitu neurit-neurit yang
berasal dari sebelah lateral retina tidak bersilangan. Tractus Opticus sebagian berakhir
pada colliculus superior, dan sebagian lagi pada corpus geneculatum lateral yang
membentuk neuron baru yang pergi ke korteks pada dinding fissura calcarina melalui
capsula interna. Pada dinding fisura calcarina inilah terdapat pusat penglihatan.
Berkas-berkas cahaya mencapai mata harus dibelokka ke arah dalam untuk
difokuskan kembali ke sebuah titik peka-cahaya diretina agar dihasilkan suatu
bayangan yang akurat mengenai sumber cahaya. Pembelokan suatu berkas cahaya
(refraksi) terjadi ketika berkas berpindah dari satu medium dengan kepadatan
(densitas) tertentu ke medium dengan kepadatan yang berbeda.
Cahaya bergerak lebih cepat melalui udara daripada melalui media transparan
lainnya misalnya : kaca, air. Ketika suatu berkas cahaya masuk ke medium dengan
densitas yang lebih tinggi, cahaya tersebut melambat (sebaliknya juga berlaku).
Berkas cahaya mengubah arah perjalanannya jika mengenai medium baru pada tiap
sudut selain tegak lurus.
15
Dua faktor penting dalam refraksi: densitas komparatif antara 2 media
(semakin besar perbedaan densitas, semakin besar derajat pembelokan) dan sudut
jatuhnya berkas cahaya di medium kedua (semakin besar sudut, semakin besar
pembiasan). Dua struktur yang paling penting dalam kemampuan refraktif mata
adalah kornea dan lensa. Permukaan kornea, struktur pertama yang dilalui cahaya
sewaktu masuk mata, yang melengkung berperan besar dalam refraktif total karena
perbedaan densitas antara lensa dan cairan yang mengelilinginya. Kemampuan
refraksi kornea seseorang tetap konstan karena kelengkungan kornea tidak pernah
berubah. Sebaliknya kemampuan refraksi lensa dapat disesuaikan dengan mengubah
kelengkungan sesuai keperluan untuk melihat dekat atau jauh.
Struktur-struktur refraksi pada mata harus membawa bayangan cahaya
terfokus diretina agar penglihatan jelas. Apabila bayangan sudah terfokus sebelum
bayangan mencapai retina atau belum terfokus sebelum mencapai retina, bayangan
tersebut tampak kabur. Berkas-berkas dari sumber jauh. Berkas dari sumber cahaya
yang terletak lebih dari 6 meter (20kaki)
Untuk kekuatan refraktif mata tertentu, sumber cahaya dekat memerlukan
jarak yang lebih besar dibelakang lensa agar dapat memfokuskan daripada sumber
cahaya jauh, karena berkas dari sumber cahaya dekat masih berdivergensi sewaktu
mencapai mata. Untuk mata tertentu, jarak antara lensa dan retina selalu sama. Untuk
membwa sumber cahaya jauh dan dekat terfokus diretina (dalam jarak yang sama),
harus dipergunakan lensa yang lebih kuat untuk sumber dekat. Kekuatan lensa dapat
disesuaikan melalui proses akomodasi.
3.2 Visus
Untuk dapat melihat, stimulus (cahaya) harus jatuh di reseptor dalam retina
kemudian diteruskan ke pusat penglihatan (fovea centralis). Untuk dapat melihat
dengan baik perlu ketajaman penglihatan. Ketajaman penglihatan inilah yang disebut
visus. Faktor-faktor yang mempengaruhi kekuatan visus adalah :
16
a. Sifat fisis mata, yang meliputi ada tidaknya aberasi (kegagalan sinar
untuk berkonvergensi atau bertemu di satu titik fokus setelah melewati
suatu sistem optik), besarnya pupil, komposisi cahaya, fiksasi objek, dan
mekanisme akomodasinya dengan elastisitas musculus ciliarisnya yang
dapat menyebabkan ametropia
b. Faktor stimulus, yang meliputi kontras (terbentuknya bayangan benda
yang berwarna komplemennya), besar kecilnya stimulus, lamanya melihat,
dan intensitas cahaya.
c. Faktor Retina, yaitu makin kecil dan makin rapat conus, makin kecil
minimum separable (jarak terkecil antara garis yang masih terpisah).
3.3 Kelainan Refraksi
Kelainan refraksi mata adalah suatu keadaan dimana bayangan tegas tidak
dibentuk pada retina tetapi di bagian depan atau belakang bintik kuning dan tidak
terletak pada satu titik yang tajam. Kelainan refraksi dikenal dalam bentuk miopia,
hipermetropia, dan astigmatisma.
3.4 Miopia
3.4.1 Definisi
Miopia atau rabun jauh adalah suatu kelainan refraksi pada mata dimana
bayangan difokuskan di depan retina, ketika mata tidak dalam kondisi berakomodasi.
Ini juga dapat dijelaskan pada kondisi refraktif dimana cahaya yang sejajar dari suatu
objek yang masuk pada mata akan jatuh di depan retina.
Miopia disebut sebagai rabun jauh, akibat ketidak mampuan untuk melihat
jauh, akan tetapi dapat melihat dekat dengan lebih baik. Miopia adalah kelainan
refraksi dimana sinar sejajar yang masuk ke mata dalam keadaan istirahat (tanpa
akomodasi) akan dibias membentuk bayangan di depan retina
17
3.4.2 Etiologi
Miopia, sinar sejajar axis pada mata tak berakomodasi akan memusat di muka
retina, sehingga bayangan kabur. Dapat disebabkan oleh :
- axis terlalu panjang
- kekuatan refraksi
-lensa terlalu kuat
Miopia disebabkan karena pembiasan sinar di dalam mata yang terlalu kuat
untuk panjangnya bola mata akibat :
1. Sumbu aksial mata lebih panjang dari normal (diameter antero-posterior yang
lebih panjang, bola mata yang lebih panjang ) disebut sebagai miopia aksial
2. Kurvatura kornea atau lensa lebih kuat dari normal (kornea terlalu cembung
atau lensa mempunyai kecembungan yang lebih kuat) disebut miopia
kurvatura/refraktif
3. Indeks bias mata lebih tinggi dari normal, misalnya pada diabetes mellitus.
Kondisi ini disebut miopia indeks
4. Miopi karena perubahan posisi lensa. Misalnya: posisi lensa lebih ke anterior,
misalnya pasca operasi glaukoma
Beratnya miopia dapat di klasifikasikan sebagai berikut : (1) Miopia ringan <
-2.00 dipotri, (2) Miopia sedang -2.00 hingga -6.00 dioptri, (3) Miopia berat -6.00
hingga -9.00 dioptri, (4) Miopia sangat berat > -9.00 dioptri. Miopia dapat diobati
dengan menggunakan lensa negatif atau biasa juga disebut lensa konkaf / divergen.
3.4.3 Gejala Klinis
Gejala klinis miopia adalah sebagai berikut:
1. Gejala utamanya kabur melihat jauh
2. Sakit kepala (jarang)
18
3. Cenderung memicingkan mata bila melihat jauh (untuk mendapatkan efek
pinhole), dan selalu ingin melihat dengan mendekatkan benda pada mata
4. Suka membaca, apakah hal ini disebabkan kemudahan membaca dekat masih
belum diketahui dengan pasti.
Gambar 3.2 Bayangan Pada Mata Miopia
3.5 Hipermetropia
3.5.1 Definisi
Hipermetropia atau far-sightedness adalah suatu kelainan refraksi daripada
mata dimana sinar-sinar yang berjalan sejajar dengan sumbu mata tanpa akomodasi
dibiaskan di belakang retina. Untuk mengoreksinya dipakai lensa positif atau konveks
/ konvergen.
3.5.2 Etiologi
Hipermetropia, sinar sejajar axis pada mata yang tak berakomo- dasi akan
memusat di belakang retina, sehingga bayangan kabur. Dapat disebabkan oleh :
- axis bola mata terlalu Pendek
19
- kekuatan refraksi lensa kurang kuat
3.5.3 Patofisiologi
Ada 3 patofisiologi ut ama hipermetropia, yaitu:
a. Hipermetropia aksial karena sumbu aksial mata lebih pendek dari
Normal
b. Hipermetropia kurvatura karena kurvatura kornea atau lensa lebih lemah dari
normal
c. Hipermetropia indeks karena indeks bias mata lebih rendah dari normal
Gambar 3.3 Bayangan Pada Mata Hipermetropia
3.5.4 Gejala Klinis
Gejala klinis hipermetropia adalah sebagai berikut:
a. Penglihatan jauh kabur, terutama pada hipermetropia 3 D atau lebih,
hipermetropia pada orang tua dimana amplitude akomodasi menurun
b. Penglihatan dekat kabur lebih awal, terutama bila lelah, bahan cetakan kurang
terang atau penerangan kurang
20
c. Sakit kepala terutama daerah frontal dan makin kuat pada penggunaan mata
yang lama dan membaca dekat
d. Penglihatan tidak enak (asthenopia akomodatif=eye strain) terutama bila
melihat pada jarak yang tetap dan diperlukan penglihatan jelas dalam waktu
yang lama, misalnya menonton TV, dll
e. Mata sensitif terhadap sinar
f. Spasme akomodasi yang dapat menimbulkan pseudomiopia
g. Perasaan mata juling karena akomodasi yang berlebihan akan diikuti oleh
konvergensi yang berlebihan pula
3.6 Presbiopia
3.6.1 Definisi
Presbiopi merupakan kondisi mata dimana lensa kristalin kehilangan
fleksibilitasnya sehingga membuatnya tidak dapat fokus pada benda yang dekat.
Presbiopi adalah suatu bentuk gangguan refraksi, dimana makin berkurangnya
kemampuan akomodasi mata sesuai dengan meningkatnya usia.
Makin berktambahnya usia maka setiap lensa akan mengalami kemunduran
kemampuan untuk mencembung. Berkurangnya kemampuan mencembung ini akan
memberikan kesukaran melihat dekat, sedang untuk melihat jauh tetap normal.
3.6.2 Etiologi
Presbiopia dapat disebabkan oleh karena :
a. Terjadi gangguan akomodasi lensa pada usia lanjut
b. Kelemahan otot-otot akomodasi
c. Lensa mata menjadi tidak kenyal, atau berkurang elastisitasnya akibat
kekakuan lensa
3.6.3 Patofisisologi
Pada mekanisme akomodasi yang normal terjadi peningkatan daya refraksi
mata karena adanya perubahan keseimbangan antara elastisitas matriks lensa dan
21
kapsul sehingga lensa menjadi cembung. Dengan meingkatnya umur maka lensa
menjadi lebih keras dan kehilangan elastisitasnya untuk menjadi cembung. Dengan
demikian kemampuan melihat berkurang.
3.6.4 Manifestasi Klinik
a. Kesulitan membaca tulisan dengan cetakan huruf yang halus/ kecil
b. Setelah membaca, mata menjadi merah, berair, dan sering pedih. Bisa juga
disertai kelelahan mata dan sakit kepala jika membaca terlalu lama
c. Membaca dengan menjauhkan kertas yang dibaca karena tulisan tampak
kabur pada jarak baca yang biasa (titik dekat mata makin menjauh)
d. Sukar mengerjakan pekerjaan dengan melihat dekat terutama malam hari
e. Memerlukan sinar yang lebih terang untuk membaca
f. Sulit membedakan warna
3.7 Astigmatisma
Astigmatisma adalah suatu keadaan dimana sinar yang sejajar tidak dibiaskan
dengan kekuatan yang sama pada seluruh bidang pembiasan sehingga fokus pada
retina tidak pada satu titik Ada dua jenis astigmatisma, yaitu astigmatisma regular dan
astigmatisma irregular. Astigmatisma regular dapat di klasifikasikan sebagai berikut :
(1) Simple astigmatism, (2) Compound astigmatism, (3) Mixed astigmatism.
Astigmatisma, kesalahan refraksi sistem lensa mata yang biasa-nya
disebabkan oleh kornea yang berbentuk bujur sangkar atau jarang-jarang, dan lensa
yang berbentuk bujur.
3.7.1 Etiologi
Etiologi kelainan astigmatisma adalah sebagai berikut:
a. Adanya kelaian kornea dimana permukaan luar kornea tidak teratur. Media
refrakta yang memiliki kesalahan pembiasan yang paling besar adalah kornea,
yaitu mencapai 80% sampai dengan 90% dari astigmatisma, sedangkan media
lainnya adalah lensa kristalin. Kesalahan pembiasan pada kornea ini terjadi
22
karena perubahan lengkung kornea dengan tanpa pemendekan atau
pemanjangan diameter anterior posterior bola mata. Perubahan lengkung
permukaan kornea ini terjadi karena kelainan kongenital, kecelakaan, luka
atau parut dikornea, peradangan kornea serta akibat pembedahan kornea.
b. Adanya kelainan pada lensa dimana terjadi kekeruhan lensa. Semakin
bertambah umur sesorang, maka kekuatan akomodasi pada lensa kristalin juga
semakin berkurang dan lama kelamaan lensa kristalin akan mengalami
kekeruhan yang dapat menyebabkan astigmatisma.
c. Intoleransi lensa atau lensa kontak pada post keratoplasty
d. Trauma pada kornea
e. Tumor
Gambar 3.4 Bayangan Pada Mata Astigmatisma
23
3.7.2 Klasifikasi
a. Astigmatisma Miopia simpleks
Astigmatisma jenis ini, titik A berada didepan retina, sedangkan titik B
berada tepat pada retina (dimana titik A adalah fokus dari daya bias
terkuat sedangkan titik B adalah titik fokus dari daya bias terlemah). Pola
ukuran lensa koreksi astigmatisma jenis ini adalah Sph 0,00 Cyl –Y atau
Sph –X Cyl +Y dimana X dan Y memiliki angka yang sama.
b. Astigmatisma Hiperopia simpleks
Astigmatisma jenis ini, titik A berada tepat pada retina, sedangkan titik B
berada di belakang retina.
a. Astigmatisma Miopia Kompositus
Astigmatisma jenis ini, titik A berada didepan retina, sedangkan titik B
berada di antara titik A dan retina. Pola pikiran lensa koreksi astigmatisme
jenis ini adalah Sph –X Cyl -Y
b. Astigmatisma Hiperopia Kompositus
Astigmatisma jenis ini, titik B berada dibelakang retina, sedangkan titik A
berada diantara titik B dan retina. Pola ukuran lensa koreksi astigmatisma
jenis ini adalah Sph +X Cyl +Y
e. Astigmatisma Mixtus
Astigmatisma jenis ini, titik A berada didepan retina, sedangkan titik B
berada dibelakang retina. Pola ukuran lensa koreksi astigmatisma jenis ini
adalah Sph +X Cyl –Y, atau Sph –X Cyl +Y dimana ukuran tersebut tidak
dapat ditransposisi hingga nilai X menjadi nol, atau notasi X dan Y
menjadi sama-sama (-) atau (+).
24
3.7.3 Gejala Klinis.
Astigmatisma mempunyai gejala klinis sebagai berikut:
a. Pengelihatan kabur atau terjadi distorsi
b. Pengelihatan mendua atau berbayang- bayang
c. Nyeri kepala
d. Nyeri pada mata
3.7.4 Tatalaksana
1. Medikamentosa
2. Kacamata Koreksi
3. Pembedahan
25
BAB IV
KESIMPULAN
Kelainan refraksi merupakan salah satu kelainan mata yang paling sering
terjadi. Saat ini kelainan refraksi masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di
dunia. Kelainan refraksi terdiri dari 4 jenis yaitu miopia, hipermetropia, presbiopia
dan astigmatisma. Masing-masing dari jenis kelainan tersebut dapat dikoreksi
menggunakan kacamata dengan lensa yang berbeda-beda.
Secara patofisiologi kelainan refraksi adalah adalah keadaan bayangan tegas
tidak dibentuk pada retina, dimana terjadi ketidakseimbangan sistem penglihatan
pada mata sehingga menghasilkan bayangan yang kabur. Sinar tidak dibiaskan tepat
pada retina, tetapi dapat di depan atau di belakang retina dan/ atau tidak terletak
pada satu titik fokus. Kelainan refraksi dapat diakibatkan terjadinya kelainan
kelengkungan kornea dan lensa, perubahan indeks bias, dan kelainan panjang
sumbu bola mata. Prognosis pada pasien dengan kelainan refraksi tergantung kepada
sebera parah kelaian refraksi yang dialami pasien tersebut.
26
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata Jakarta: Balai penerbit FK UI; 2012.
2. Ariestanti H, Dewayani P. Characteristic of patients with refractive disorder at eye
clinic hospital. Bali Medical Journal. 2012 Desember; 3(1).
3. Resnikof S. Global Data on Visual Impairment in the Year. Bulletin of The world
Health Organization. 2002; 82(11).
4. S V, MF C, R S. Prevalence of Visual Impairment inThe United State. JAMA.
2006; 295.
5. Journal cEH. http://www.cehjournal.org/files. [Online].; 2007 [cited 2015 Januari
7.
6. RI D. survei morbiditas mata dan kebutaan di 8 propinsi. , Ditjen Binkesmas; 1988.
7. Ciner E DVSPADCLd. A survey of vision screening policy. Survey of
Ophtalmology. 2005.

More Related Content

What's hot

What's hot (20)

Konjungtivitis
KonjungtivitisKonjungtivitis
Konjungtivitis
 
Patofisiologi diare pada anak
Patofisiologi diare pada anakPatofisiologi diare pada anak
Patofisiologi diare pada anak
 
Kelainan Refraksi dan Lasik
Kelainan Refraksi dan LasikKelainan Refraksi dan Lasik
Kelainan Refraksi dan Lasik
 
Definisi dan klasifikasi konjungtivitis
Definisi dan klasifikasi konjungtivitisDefinisi dan klasifikasi konjungtivitis
Definisi dan klasifikasi konjungtivitis
 
Dry Eye Syndrome
Dry Eye SyndromeDry Eye Syndrome
Dry Eye Syndrome
 
Cutaneous Larva Migrans
Cutaneous Larva MigransCutaneous Larva Migrans
Cutaneous Larva Migrans
 
Laporan kasus
Laporan kasusLaporan kasus
Laporan kasus
 
CAT CLAMS TEORI PENGAYAAN PPDS.ppt
CAT CLAMS TEORI PENGAYAAN PPDS.pptCAT CLAMS TEORI PENGAYAAN PPDS.ppt
CAT CLAMS TEORI PENGAYAAN PPDS.ppt
 
Ulkus kornea
Ulkus korneaUlkus kornea
Ulkus kornea
 
Glaukoma
GlaukomaGlaukoma
Glaukoma
 
ambliopia
ambliopiaambliopia
ambliopia
 
Referat kegawatdaruratan mata
Referat kegawatdaruratan mataReferat kegawatdaruratan mata
Referat kegawatdaruratan mata
 
Keratitis mata
Keratitis mataKeratitis mata
Keratitis mata
 
Ppt glaukoma
Ppt glaukomaPpt glaukoma
Ppt glaukoma
 
Bronko pneumonia
Bronko pneumoniaBronko pneumonia
Bronko pneumonia
 
Atopic dermatitis update
Atopic dermatitis  updateAtopic dermatitis  update
Atopic dermatitis update
 
3. lensa
3. lensa3. lensa
3. lensa
 
dr. Raharjo K, Sp.M(K)-Glaukoma Sekunder.pptx
dr. Raharjo K, Sp.M(K)-Glaukoma Sekunder.pptxdr. Raharjo K, Sp.M(K)-Glaukoma Sekunder.pptx
dr. Raharjo K, Sp.M(K)-Glaukoma Sekunder.pptx
 
Pemicu iii modul inera (mata diabetik)
Pemicu iii modul inera (mata diabetik)Pemicu iii modul inera (mata diabetik)
Pemicu iii modul inera (mata diabetik)
 
Presentasi katarak senilis penyuluhan
Presentasi katarak senilis penyuluhanPresentasi katarak senilis penyuluhan
Presentasi katarak senilis penyuluhan
 

Viewers also liked (20)

Kelainan refraksi
Kelainan refraksiKelainan refraksi
Kelainan refraksi
 
Makalah presbiopi
Makalah presbiopiMakalah presbiopi
Makalah presbiopi
 
289902682 kelainan-refraksi
289902682 kelainan-refraksi289902682 kelainan-refraksi
289902682 kelainan-refraksi
 
1. tajam penglihatan dan kelainan refraksi
1. tajam penglihatan dan kelainan refraksi1. tajam penglihatan dan kelainan refraksi
1. tajam penglihatan dan kelainan refraksi
 
Laporan tutorial skenario 2 blok mata fix
Laporan tutorial skenario 2 blok mata fixLaporan tutorial skenario 2 blok mata fix
Laporan tutorial skenario 2 blok mata fix
 
Presbyopia
Presbyopia Presbyopia
Presbyopia
 
Lp hordeolum
Lp hordeolumLp hordeolum
Lp hordeolum
 
Case katarak senilis
Case katarak senilisCase katarak senilis
Case katarak senilis
 
Katarak
KatarakKatarak
Katarak
 
Kasus 4 dhila
Kasus 4 dhilaKasus 4 dhila
Kasus 4 dhila
 
Chapter ii
Chapter iiChapter ii
Chapter ii
 
Leaflet katarak
Leaflet katarakLeaflet katarak
Leaflet katarak
 
Laporan kasus ii
Laporan kasus iiLaporan kasus ii
Laporan kasus ii
 
Konjungtivitis
KonjungtivitisKonjungtivitis
Konjungtivitis
 
Pulstaile tinitus radiology
Pulstaile tinitus radiologyPulstaile tinitus radiology
Pulstaile tinitus radiology
 
Otitis media akut
Otitis  media  akutOtitis  media  akut
Otitis media akut
 
WOC penyakit mata Glaukoma
WOC penyakit mata GlaukomaWOC penyakit mata Glaukoma
WOC penyakit mata Glaukoma
 
SOP Irigasi telinga dan mata
SOP Irigasi telinga dan mataSOP Irigasi telinga dan mata
SOP Irigasi telinga dan mata
 
Askep indera pendengaran
Askep indera pendengaranAskep indera pendengaran
Askep indera pendengaran
 
Katarak upt puskesmas bantarsari
Katarak upt puskesmas bantarsariKatarak upt puskesmas bantarsari
Katarak upt puskesmas bantarsari
 

Similar to Mata dan Refraksi

Artikel tunanetra trimurjoko
Artikel tunanetra trimurjokoArtikel tunanetra trimurjoko
Artikel tunanetra trimurjokopendekar ilmu
 
Presentation1
Presentation1Presentation1
Presentation1h4n1f123
 
Penyakit menurun pada manusia
Penyakit menurun pada manusiaPenyakit menurun pada manusia
Penyakit menurun pada manusiaKhomsha Sholikhah
 
219824917 98070504-case-katarak-matur
219824917 98070504-case-katarak-matur219824917 98070504-case-katarak-matur
219824917 98070504-case-katarak-maturhomeworkping9
 
Tabloid cakra health ed.01
Tabloid cakra health ed.01Tabloid cakra health ed.01
Tabloid cakra health ed.01Muhammad Ridwan
 
PPT KELOMPOK 3.pptx
PPT KELOMPOK 3.pptxPPT KELOMPOK 3.pptx
PPT KELOMPOK 3.pptxAditiaArazhi
 
Taklimat Pendaftaran OKU
Taklimat Pendaftaran OKUTaklimat Pendaftaran OKU
Taklimat Pendaftaran OKUSyafiq Ali
 
Contoh makalah rabun jauh
Contoh makalah rabun jauhContoh makalah rabun jauh
Contoh makalah rabun jauhalfan syahrizal
 
lapsus agnes.pptx
lapsus agnes.pptxlapsus agnes.pptx
lapsus agnes.pptxprestique
 
Kanak kanak keperluan kha masalah penglihatan
Kanak kanak keperluan kha masalah penglihatanKanak kanak keperluan kha masalah penglihatan
Kanak kanak keperluan kha masalah penglihatansyazwanie suhaimi
 
GANGGUAN PENGLIHATAN DAN KEBUTAAN dr TEGUH ANAMANI, SpM.pptx
GANGGUAN PENGLIHATAN DAN KEBUTAAN dr TEGUH ANAMANI, SpM.pptxGANGGUAN PENGLIHATAN DAN KEBUTAAN dr TEGUH ANAMANI, SpM.pptx
GANGGUAN PENGLIHATAN DAN KEBUTAAN dr TEGUH ANAMANI, SpM.pptxNURULMUMINAH
 
penyimpanan pada pertumbuhan anak
penyimpanan pada pertumbuhan anakpenyimpanan pada pertumbuhan anak
penyimpanan pada pertumbuhan anakREISA Class
 

Similar to Mata dan Refraksi (20)

Artikel tunanetra trimurjoko
Artikel tunanetra trimurjokoArtikel tunanetra trimurjoko
Artikel tunanetra trimurjoko
 
Presentation1
Presentation1Presentation1
Presentation1
 
Penyakit menurun pada manusia
Penyakit menurun pada manusiaPenyakit menurun pada manusia
Penyakit menurun pada manusia
 
219824917 98070504-case-katarak-matur
219824917 98070504-case-katarak-matur219824917 98070504-case-katarak-matur
219824917 98070504-case-katarak-matur
 
Tabloid cakra health ed.01
Tabloid cakra health ed.01Tabloid cakra health ed.01
Tabloid cakra health ed.01
 
PPT KELOMPOK 3.pptx
PPT KELOMPOK 3.pptxPPT KELOMPOK 3.pptx
PPT KELOMPOK 3.pptx
 
masalah penglihatan
masalah penglihatanmasalah penglihatan
masalah penglihatan
 
Masalah Penglihatan
Masalah PenglihatanMasalah Penglihatan
Masalah Penglihatan
 
Taklimat Pendaftaran OKU
Taklimat Pendaftaran OKUTaklimat Pendaftaran OKU
Taklimat Pendaftaran OKU
 
Karangan rawat mata indahmu fitri ayu
Karangan rawat mata indahmu  fitri ayuKarangan rawat mata indahmu  fitri ayu
Karangan rawat mata indahmu fitri ayu
 
Leaflet katarak
Leaflet katarakLeaflet katarak
Leaflet katarak
 
Leaflet katarak
Leaflet katarakLeaflet katarak
Leaflet katarak
 
Contoh makalah rabun jauh
Contoh makalah rabun jauhContoh makalah rabun jauh
Contoh makalah rabun jauh
 
Rabun pada kanak kanak semakin meningkat
Rabun pada kanak kanak semakin meningkatRabun pada kanak kanak semakin meningkat
Rabun pada kanak kanak semakin meningkat
 
Folio 1
Folio 1Folio 1
Folio 1
 
lapsus agnes.pptx
lapsus agnes.pptxlapsus agnes.pptx
lapsus agnes.pptx
 
Kanak kanak keperluan kha masalah penglihatan
Kanak kanak keperluan kha masalah penglihatanKanak kanak keperluan kha masalah penglihatan
Kanak kanak keperluan kha masalah penglihatan
 
GANGGUAN PENGLIHATAN DAN KEBUTAAN dr TEGUH ANAMANI, SpM.pptx
GANGGUAN PENGLIHATAN DAN KEBUTAAN dr TEGUH ANAMANI, SpM.pptxGANGGUAN PENGLIHATAN DAN KEBUTAAN dr TEGUH ANAMANI, SpM.pptx
GANGGUAN PENGLIHATAN DAN KEBUTAAN dr TEGUH ANAMANI, SpM.pptx
 
Makalah askep katarak
Makalah askep katarakMakalah askep katarak
Makalah askep katarak
 
penyimpanan pada pertumbuhan anak
penyimpanan pada pertumbuhan anakpenyimpanan pada pertumbuhan anak
penyimpanan pada pertumbuhan anak
 

Recently uploaded

Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdf
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdfStrategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdf
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdfhsetraining040
 
Laporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptx
Laporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptxLaporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptx
Laporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptxkaiba5
 
anatomi fisiologi sistem penginderaan.ppt
anatomi fisiologi sistem penginderaan.pptanatomi fisiologi sistem penginderaan.ppt
anatomi fisiologi sistem penginderaan.pptRoniAlfaqih2
 
SWAMEDIKASI ALERGI PRODI SARJANA FARMASI.pdf
SWAMEDIKASI ALERGI PRODI SARJANA FARMASI.pdfSWAMEDIKASI ALERGI PRODI SARJANA FARMASI.pdf
SWAMEDIKASI ALERGI PRODI SARJANA FARMASI.pdfFatimaZalamatulInzan
 
penyuluhan terkait kanker payudara oleh mahasiswa k3s
penyuluhan terkait kanker payudara oleh mahasiswa k3spenyuluhan terkait kanker payudara oleh mahasiswa k3s
penyuluhan terkait kanker payudara oleh mahasiswa k3smwk57khb29
 
KDM NUTRISI, AKTUALISASI, REWARD DAN PUNISHMENT.pptx
KDM NUTRISI, AKTUALISASI, REWARD DAN PUNISHMENT.pptxKDM NUTRISI, AKTUALISASI, REWARD DAN PUNISHMENT.pptx
KDM NUTRISI, AKTUALISASI, REWARD DAN PUNISHMENT.pptxawaldarmawan3
 
PPT presentasi tentang ekshumasi stase forensik
PPT presentasi tentang ekshumasi stase forensikPPT presentasi tentang ekshumasi stase forensik
PPT presentasi tentang ekshumasi stase forensikSavitriIndrasari1
 
PANDUAN TUGAS AKHIR SKRIPSI PRODI KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI PROGRAM SARJANA T...
PANDUAN TUGAS AKHIR SKRIPSI PRODI KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI PROGRAM SARJANA T...PANDUAN TUGAS AKHIR SKRIPSI PRODI KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI PROGRAM SARJANA T...
PANDUAN TUGAS AKHIR SKRIPSI PRODI KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI PROGRAM SARJANA T...AdekKhazelia
 
materi tentang sistem imun tubuh manusia
materi tentang sistem  imun tubuh manusiamateri tentang sistem  imun tubuh manusia
materi tentang sistem imun tubuh manusiastvitania08
 
konsep nutrisi pada pasien dengan gangguan kardiovaskuler.pptx
konsep nutrisi pada pasien dengan gangguan kardiovaskuler.pptxkonsep nutrisi pada pasien dengan gangguan kardiovaskuler.pptx
konsep nutrisi pada pasien dengan gangguan kardiovaskuler.pptxrittafarmaraflesia
 
PPT KONTRASEPSI KB HORMONAL DAN NON HORMONAL
PPT KONTRASEPSI KB HORMONAL DAN NON HORMONALPPT KONTRASEPSI KB HORMONAL DAN NON HORMONAL
PPT KONTRASEPSI KB HORMONAL DAN NON HORMONALMayangWulan3
 
Abses paru - Diagnosis, tatalaksana, prognosis
Abses paru - Diagnosis, tatalaksana, prognosisAbses paru - Diagnosis, tatalaksana, prognosis
Abses paru - Diagnosis, tatalaksana, prognosisRachmandiarRaras
 
SEDIAAN EMULSI : DEFINISI, TIPE EMULSI, JENIS EMULGATOR DAN CARA PEMBUATAN
SEDIAAN EMULSI : DEFINISI, TIPE EMULSI, JENIS EMULGATOR DAN CARA PEMBUATANSEDIAAN EMULSI : DEFINISI, TIPE EMULSI, JENIS EMULGATOR DAN CARA PEMBUATAN
SEDIAAN EMULSI : DEFINISI, TIPE EMULSI, JENIS EMULGATOR DAN CARA PEMBUATANYayahKodariyah
 
Toksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.ppt
Toksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.pptToksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.ppt
Toksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.pptRoniAlfaqih2
 
MPI 3. Pengendalian Penyakit pada JH 2023 Kadar.pptx
MPI 3. Pengendalian Penyakit pada JH 2023 Kadar.pptxMPI 3. Pengendalian Penyakit pada JH 2023 Kadar.pptx
MPI 3. Pengendalian Penyakit pada JH 2023 Kadar.pptxISKANDARSYAPARI
 
456720224-1-Antenatal Care-Terpadu-10-T-ppt.ppt
456720224-1-Antenatal Care-Terpadu-10-T-ppt.ppt456720224-1-Antenatal Care-Terpadu-10-T-ppt.ppt
456720224-1-Antenatal Care-Terpadu-10-T-ppt.pptDesiskaPricilia1
 
obat sistem saraf pusat analgesik antipiretik
obat sistem saraf pusat analgesik antipiretikobat sistem saraf pusat analgesik antipiretik
obat sistem saraf pusat analgesik antipiretikSyarifahNurulMaulida1
 
PERHITUNGAN_DAN_KATEGORI_STATUS_GIZI.ppt
PERHITUNGAN_DAN_KATEGORI_STATUS_GIZI.pptPERHITUNGAN_DAN_KATEGORI_STATUS_GIZI.ppt
PERHITUNGAN_DAN_KATEGORI_STATUS_GIZI.pptika291990
 
Pelajaran Distosia Bahu pada persalinann
Pelajaran Distosia Bahu pada persalinannPelajaran Distosia Bahu pada persalinann
Pelajaran Distosia Bahu pada persalinannandyyusrizal2
 

Recently uploaded (19)

Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdf
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdfStrategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdf
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdf
 
Laporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptx
Laporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptxLaporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptx
Laporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptx
 
anatomi fisiologi sistem penginderaan.ppt
anatomi fisiologi sistem penginderaan.pptanatomi fisiologi sistem penginderaan.ppt
anatomi fisiologi sistem penginderaan.ppt
 
SWAMEDIKASI ALERGI PRODI SARJANA FARMASI.pdf
SWAMEDIKASI ALERGI PRODI SARJANA FARMASI.pdfSWAMEDIKASI ALERGI PRODI SARJANA FARMASI.pdf
SWAMEDIKASI ALERGI PRODI SARJANA FARMASI.pdf
 
penyuluhan terkait kanker payudara oleh mahasiswa k3s
penyuluhan terkait kanker payudara oleh mahasiswa k3spenyuluhan terkait kanker payudara oleh mahasiswa k3s
penyuluhan terkait kanker payudara oleh mahasiswa k3s
 
KDM NUTRISI, AKTUALISASI, REWARD DAN PUNISHMENT.pptx
KDM NUTRISI, AKTUALISASI, REWARD DAN PUNISHMENT.pptxKDM NUTRISI, AKTUALISASI, REWARD DAN PUNISHMENT.pptx
KDM NUTRISI, AKTUALISASI, REWARD DAN PUNISHMENT.pptx
 
PPT presentasi tentang ekshumasi stase forensik
PPT presentasi tentang ekshumasi stase forensikPPT presentasi tentang ekshumasi stase forensik
PPT presentasi tentang ekshumasi stase forensik
 
PANDUAN TUGAS AKHIR SKRIPSI PRODI KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI PROGRAM SARJANA T...
PANDUAN TUGAS AKHIR SKRIPSI PRODI KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI PROGRAM SARJANA T...PANDUAN TUGAS AKHIR SKRIPSI PRODI KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI PROGRAM SARJANA T...
PANDUAN TUGAS AKHIR SKRIPSI PRODI KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI PROGRAM SARJANA T...
 
materi tentang sistem imun tubuh manusia
materi tentang sistem  imun tubuh manusiamateri tentang sistem  imun tubuh manusia
materi tentang sistem imun tubuh manusia
 
konsep nutrisi pada pasien dengan gangguan kardiovaskuler.pptx
konsep nutrisi pada pasien dengan gangguan kardiovaskuler.pptxkonsep nutrisi pada pasien dengan gangguan kardiovaskuler.pptx
konsep nutrisi pada pasien dengan gangguan kardiovaskuler.pptx
 
PPT KONTRASEPSI KB HORMONAL DAN NON HORMONAL
PPT KONTRASEPSI KB HORMONAL DAN NON HORMONALPPT KONTRASEPSI KB HORMONAL DAN NON HORMONAL
PPT KONTRASEPSI KB HORMONAL DAN NON HORMONAL
 
Abses paru - Diagnosis, tatalaksana, prognosis
Abses paru - Diagnosis, tatalaksana, prognosisAbses paru - Diagnosis, tatalaksana, prognosis
Abses paru - Diagnosis, tatalaksana, prognosis
 
SEDIAAN EMULSI : DEFINISI, TIPE EMULSI, JENIS EMULGATOR DAN CARA PEMBUATAN
SEDIAAN EMULSI : DEFINISI, TIPE EMULSI, JENIS EMULGATOR DAN CARA PEMBUATANSEDIAAN EMULSI : DEFINISI, TIPE EMULSI, JENIS EMULGATOR DAN CARA PEMBUATAN
SEDIAAN EMULSI : DEFINISI, TIPE EMULSI, JENIS EMULGATOR DAN CARA PEMBUATAN
 
Toksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.ppt
Toksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.pptToksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.ppt
Toksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.ppt
 
MPI 3. Pengendalian Penyakit pada JH 2023 Kadar.pptx
MPI 3. Pengendalian Penyakit pada JH 2023 Kadar.pptxMPI 3. Pengendalian Penyakit pada JH 2023 Kadar.pptx
MPI 3. Pengendalian Penyakit pada JH 2023 Kadar.pptx
 
456720224-1-Antenatal Care-Terpadu-10-T-ppt.ppt
456720224-1-Antenatal Care-Terpadu-10-T-ppt.ppt456720224-1-Antenatal Care-Terpadu-10-T-ppt.ppt
456720224-1-Antenatal Care-Terpadu-10-T-ppt.ppt
 
obat sistem saraf pusat analgesik antipiretik
obat sistem saraf pusat analgesik antipiretikobat sistem saraf pusat analgesik antipiretik
obat sistem saraf pusat analgesik antipiretik
 
PERHITUNGAN_DAN_KATEGORI_STATUS_GIZI.ppt
PERHITUNGAN_DAN_KATEGORI_STATUS_GIZI.pptPERHITUNGAN_DAN_KATEGORI_STATUS_GIZI.ppt
PERHITUNGAN_DAN_KATEGORI_STATUS_GIZI.ppt
 
Pelajaran Distosia Bahu pada persalinann
Pelajaran Distosia Bahu pada persalinannPelajaran Distosia Bahu pada persalinann
Pelajaran Distosia Bahu pada persalinann
 

Mata dan Refraksi

  • 1. 1 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL..................................................................................................i DAFTAR ISI...............................................................................................................ii DAFTAR GAMBAR.................................................................................................iii BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1 BAB II PRESENTASI KASUS........................................................................4 2.1 Identitas Pasien...............................................................................4 2.2 Keadaan Umum..............................................................................4 2.3 Anamnesa.......................................................................................4 2.4 Status Oftalmologis.........................................................................5 2.5 Diagnosis.........................................................................................6 2.6 Penatalaksanaan.............................................................................6 2.7 Prognosis........................................................................................6 BAB III TINJAUAN PUSTAKA......................................................................7 3.1 Anatomi dan Fisiologi Mata............................................................7 3.2 Visus..............................................................................................13 3.3 Kelainan Refraksi.........................................................................14 3.4 Miopia............................................................................................14 3.5 Hipermetropia...............................................................................16 3.6 Presbiopia......................................................................................18 3.7 Astigmatisma.................................................................................19 BAB IV KESIMPULAN..................................................................................22 DAFTAR PUSTAKA................................................................................................24
  • 2. 2 DAFTAR GAMBAR Gambar 3.1 Anatomi Mata................................................................................8 Gambat 3.2 Bayangan Pada Mata Miopia.......................................................16 Gambar 3.3 Bayangan Pada Mata Hipermetropia............................................17 Gambar 3.4 Bayangan Pada Mata Astigmatisma.............................................20
  • 3. 3 BAB I PENDAHULUAN Kelainan refraksi merupakan salah satu kelainan mata yang paling sering terjadi. Saat ini kelainan refraksi masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di dunia. Tiga kelainan refraksi yang paling sering dijumpai yaitu miopia, hipermetropia, dan astigmatisma. Jenis kelainan refraksi yang keempat yaitu presbiopia. (1) Di Indonesia prevalensi kelainan refraksi menempati urutan pertama pada penyakit mata. Kasus kelainan refraksi dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Jumlah pasien yang menderita kelainan refraksi di Indonesia hampir 25% dari populasi atau sekitar 55 juta jiwa. (2) Berdasarkan data dari WHO pada 2004 prevalensi kelainan refraksi pada umur 5-15 tahun sebanyak 12,8 juta orang (0,97%). (3) Dari data tersebut ditemukan bahwa kelainan yang timbul akibat kelainan refraksi yang tidak di koreksi. Melihat situasi yang ada WHO merekomendasikan untuk dilakukannya skrining penglihatan dan pelayanan kesehatan yang ditujukan bagi anak sekolah. (4) Kelainan refraksi adalah keadaan bayangan tegas tidak dibentuk pada retina, dimana terjadi ketidakseimbangan sistem penglihatan pada mata sehingga menghasilkan bayangan yang kabur. Sinar tidak dibiaskan tepat pada retina, tetapi dapat di depan atau di belakang retina dan/ atau tidak terletak pada satu titik fokus. Kelainan refraksi dapat diakibatkan terjadinya kelainan kelengkungan kornea dan lensa, perubahan indeks bias, dan kelainan panjang sumbu bola mata. Gangguan refraksi masih merupakan salah satu penyebab kebutaan di dunia. World Health Organization (WHO) menyatakan, terdapat 45 juta orang yang menjadi buta di seluruh dunia, dan 135 juta dengan low vision. Diperkirakan gangguan refraksi menyebabkan sekitar 8 juta orang (18% dari penyebab kebutaan global) mengalami kebutaan. Angka kebutaan anak di dunia masih belum jelas, namun diperkirakan ada sekitar 1,4 juta kasus kebutaan pada anak, dan 500.000 kasus baru terjadi tiap tahunnya. Sebagian besar anak-anak ini meninggal beberapa
  • 4. 4 bulan setelah mengalami kebutaan. Penyebab kebutaan pada anak sangat bervariasi pada tiap negara. Diperkirakan setiap satu menit terdapat satu anak menjadi buta dan hampir setengahnya berada di Asia Tenggara. (5) Angka kebutaan di Indonesia menempati urutan ketiga di dunia. Bahkan kondisi kebutaan di Indonesia merupakan yang terburuk di Asia dan ASEAN. Hingga saat ini, sekitar 3,1 juta (1,5%) penduduk Indonesia mengalami kebutaan. Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan negara-negara miskin, seperti Bangladesh, Maladewa, Bhutan, Nepal, dan Myanmar. Angka kebutaan negara lain di kawasan Asia yang cukup tinggi antara lain Bangladesh (1,0%), India (0,7%), dan Thailand (0,3%). (6) Berdasarkan hasil survei Indera Penglihatan dan Pendengaran tahun 1993- 1996 yang dilakukan di delapan provinsi menunjukkan prevalensi kebutaan di Indonesia sebesar 1,5 persen dengan penyebabnya katarak 0,78%, glaukoma 0,20%, kelainan refraksi 0,14%, kelainan retina 0,13%, kelainan kornea 0,10%, dan oleh penyebab lain 0,15%. Kebutaan pada anak di Indonesia sebesar 0,6 per 1000 anak. (6) Menurut Sirlan F dkk (2009) di Jawa Barat, hasil survei menunjukkan prevalensi kebutaan sebesar 3,6%; dengan angka kelainan refraksi sebesar 2,8%, namun tidak ditemukan data untuk anak usia 3-6 tahun. Di Makassar, angka kebutaan dan kelainan mata pada anak belum pernah dilaporkan sebelumnya. Hasil riset kesehatan dasar (Riskesdas) di Indonesia (2007) menunjukkan angka kebutaan sebesar 0,9%. Dengan angka tertinggi di Provinsi Sulawesi Selatan (2,6%) dan terendah di Provinsi Kalimantan Timur (0,3%). Ciner dkk tahun 1998 menyatakan, kelainan refraksi berada di urutan ke empat kelainan terbanyak pada anak, dan merupakan penyebab utama kecacatan pada anak. Pada anak usia 3-6 tahun, ambliopia, dan faktor resiko ambliopia seperti strabismus, dan kelainan refraksi yang signifikan merupakan kelainan penglihatan dengan prevalensi terbanyak (7) Di Indonesia, gangguan penglihatan akibat kelainan refraksi dengan prevalensi sebesar 22,1% juga menjadi masalah yang cukup serius. Sementara 10% dari 66 juta anak usia sekolah (5-19 tahun) menderita kelainan refraksi. Sampai saat
  • 5. 5 ini angka pemakaian kacamata koreksi masih sangat rendah, yaitu 12,5% dari prevalensi. Apabila keadaan ini tidak ditangani secara menyeluruh, akan terus berdampak negatif terhadap perkembangan kecerdasan anak dan proses pembelajarannya, yang selanjutnya juga mempengaruhi mutu, kreativitas, dan produktivitas angkatan kerja (15-55 tahun), yang diperkirakan berjumlah 95 juta orang sesuai data BPS tahun 2000. (6)
  • 6. 6 BAB II PRESENTASI KASUS 2.1 Identitas Pasien Nama : Nn.Umul Arifa Umur : 10 tahun Jenis Kelamin : perempuan No. CM : 103-36-47 Alamat ` : Kuta Baro Pekerjaan : Pelajar Tanggal Pemeriksaan : 7 Januari 2015 2.2 Keadaan Umum Kesadaran : Kompos Mentis 2.3 Anamnesa Keluhan Utama Pandangan mata kanan kabur saat melihat dari kejauhan Riwayat Perjalanan Penyakit Pasien datang dengan keluhan pandangan dikedua mata kabur dan sulit melihat dari kejauhan. Pasien mengeluhkan hal tersebut sejak kelas 4 SD. Awalnya pasien mengeluhkan pusing saat membaca dan kerap kali memicingkan mata saat membaca. Menurut ibu pasien, disekolah pasien tidak bisa menggambarkan garis lurus. Beberapa bulan yang lalu pasien pernah dibawa ke poli mata oleh ibunya untuk berobat dan kemudian diberikan kacamata. Namun pasien jarang menggunakan kacamata tersebut. Saat ini jika pasien memakai kacamata tersebut, pasien merasa sangat pusing dan kesulitan dalam melihat serta membaca.
  • 7. 7 Riwayat Penyakit Dahulu Disangkal Riwayat Penyakit Keluarga Kakak pasien mengalami keluhan yang sama dengan pasien dan saat ini menggunakan kacamata. Riwayat Penggunaan Obat Disangkal Riwayat Kebiasaan Sosial Dirumah pasien sering sekali menonton televisi dalam jarak dekat, membaca dengan pencahayaan yang redup dan sering bermain komputer serta tablet dalam waktu yang lama. 2.4 Status Oftalmologis OD Pemeriksaan OS 5/60 -1,50 -3,00 Visus Spheris Cylindris 5/60 -2,00 -2,50 Hirschberg Gerakan Bola Mata Dalam batas normal Palpebra Dalam batas normal
  • 8. 8 Hiperemis (-) Konjungtiva Bulbi Hiperemis (-) Hiperemis (-) Konjungtiva Tarsal Hiperemis (-) Jernih Kornea Jernih Dalam COA Dalam Bulat, isokor, RCL (+), RCTL (+) Iris/ Pupil Bulat, isokor, RCL (+), RCTL (+) Jernih (+), Keruh (-) Lensa Jernih (+), Keruh (-) Tabel 2.1 Hasil pemeriksaan status oftalmologis 2.5 Diagnosis : Astigmatisma miopikus kompositus ODS 2.6 Penatalaksanaan : a. Diberikan Kaca mata koreksi yang sesuai b. Medikamentosa c. Edukasi -Diberikan edukasi kepada pasien untuk rutin menggunakan kacamata -Edukasi ibu untuk memperhatikan pola kebiasaan anak dalam melakukan aktivitas sehari-hari 2.7 Prognosis Quo ad Vital : bonam Quo ad Functionam : bonam Quo ad Sanactionam : bonam
  • 9. 9 BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1 Anatomi dan fisiologi Mata Mata atau organon visus secara anatomis terdiri dari Occulus dan alat tambahan (otot-otot) di sekitarnya. Occulus terdiri dari Nervus Opticus dan Bulbus Occuli yang terdiri dari Tunika dan Isi. Tunika atau selubung terdiri dari 3 lapisan, yaitu : 1. Tunika Fibrosa (lapisan luar), terdiri dari kornea dan sclera 2. Tunika Vasculosa (lapisan tengah) yang mengandung pembuluh darah, terdiri dari chorioidea, corpus ciliaris, dan iris yang mengandung pigmen dengan musculus dilatator pupillae dan musculus spchinter pupillae. Tunika Nervosa (lapisan paling dalam), yang mengandung reseptor teridir dari dua lapisan, yaitu : Stratum Pigmentid dan Retina (dibedakan atas Pars Coeca yang meliputi Pars Iridica dan Pars Ciliaris; Pars Optica yang berfungsi menerima rangsang dari conus dan basilus Isi pada Bulbus Oculli terdiri dari : a. Humor Aques, zat cair yang mengisi antara kornea dan lensa kristalina, dibelakang dan di depan iris. b. Lensa Kristalina, yang diliputi oleh Capsula Lentis dengan Ligmentum Suspensorium Lentis untuk berhubungan dengan Corpus Ciliaris. c. Corpus Vitreum, badan kaca yang mengisi ruangan antara lensa dengan retina.
  • 10. 10 3.1 Gambar Anatomi Mata Anatomi mata terdiri dari: 1. Sklera adalah lapisan terluar dari bola mata. Sklera adalah bagian putih (dan buram) dari bola mata. Otot bertanggung jawab untuk memindahkan bola mata yang melekat pada bola mata pada sklera. 2. Selaput Bening Pada bagian depan bola mata, sklera berlanjut ke kornea. Kornea adalah bagian transparan berbentuk kubah pada bola mata. Sinar cahaya dari dunia luar pertama melewati kornea sebelum mencapai lensa. Bersama dengan lensa, kornea bertanggung jawab menfokuskan cahaya pada retina. 3. Koroid Koroid adalah lapisan tengah bola mata yang terletak antara sklera dan retina. Ini memberikan nutrisi dan oksigen ke permukaan luar retina. 4. Ruang anterior
  • 11. 11 Ruang antara kornea dan lensa dikenal sebagai ruang anterior. Itu diisi dengan cairan yang disebut akueous humor. Ruang anterior juga dikenal sebagai rongga anterior. 5. Akueous humor Aqueous humor adalah suatu cairan transparan yang beredar di ruang anterior. Ini menyediakan oksigen dan nutrisi ke bagian dalam mata dan memberi tekanan cairan yang membantu mempertahankan bentuk mata. Pada aqueous humor diproduksi oleh badan siliaris. 6. Ruang posterior Ruang posterior adalah area yang lebih besar daripada ruang anterior. Hal ini terletak berlawanan dengan ruang anterior di belakang lensa. Ruang posterior diisi dengan cairan yang disebut vitreous humor. Ruang posterior juga disebut sebagai badan Vitreous seperti yang ditunjukkan dalam diagram di atas – anatomi mata. 7. Vitreous humor vitreous Humor adalah cairan seperti jeli transparan yang mengisi ruang posterior. Tekanan cairannya yang membuat lapisan retina ditekan bersama-sama untuk mempertahankan bentuk mata dan untuk menjaga fokus yang tajam pada gambar retina. 8. Iris Koroid berlanjut di depan bola mata untuk membentuk Iris. Iris adalah struktur datar, tipis, berbentuk cincin menempel ke ruang anterior. Ini adalah bagian yang mengidentifikasi warna mata seseorang. Iris berisi otot melingkar yang mengelilingi pupil dan otot radial yang memancar ke arah pupil. Ketika kontraksi otot melingkar mereka membuat pupil lebih kecil, ketika kontraksi otot radial, mereka yang membuat pupil lebih luas. 9. Otot siliaris
  • 12. 12 Otot-otot siliaris terletak di dalam korpus siliaris. Ini adalah otot-otot yang terus-menerus mengubah bentuk lensa untuk penglihatan dekat dan jauh. Lihat diagram anatomi mata atas. 10. Korpus siliaris Koroid berlanjut di depan bola mata untuk membentuk badan siliaris. Ini menghasilkan aqueous humor. Korpus siliaris juga berisi otot-otot siliaris berkontraksi atau rileks untuk mengubah bentuk lensa. 11. Zonules Zonule juga dikenal sebagai ligamen suspensorium adalah sebuah cincin dari serat yang kecil yang memegang lensa tersuspensi di tempat. Ini menghubungkan lensa ke badan siliaris dan memungkinkan lensa untuk berubah bentuk. 12. Lensa Lensa adalah piringan transparan cembung ganda yang terbuat dari protein yang disebut crystalline. Hal ini terletak tepat di belakang iris dan memfokuskan cahaya ke retina. Pada manusia, lensa berubah bentuk untuk penglihatan dekat dan jauh. 13. Pupil 14. Pupil adalah lubang di tengah iris yang terletak di depan lensa. Setiap kali perlu memasukkan lebih banyak cahaya ke bola mata, otot-otot akan kontraksi iris seperti diafragma kamera untuk menambah atau mengurangi ukuran pupil. 15. Retina Retina adalah lapisan terdalam lapisan bagian belakang bola mata. Ini adalah bagian peka cahaya mata. Retina berisi fotoreseptor agar mendeteksi cahaya. Fotoreseptor ini dikenal sebagai cone (sel berbentuk kerucut) dan rod (sel berbentuk batang). Cone memungkinkan kita untuk mendeteksi warna sementara rod memungkinkan kita untuk melihat dalam cahaya yang kurang. Retina terdiri dari sel-sel saraf agar mengirimkan sinyal dari retina ke otak.
  • 13. 13 16. Fovea Fovea adalah depresi kecil pada retina dekat disk optik. Fovea memiliki konsentrasi tinggi cone. Ini adalah bagian dari retina di mana ketajaman visual yang terbesar. 17. Saraf optik Saraf optik terletak di bagian belakang sampai bola mata. Ini berisi akson dari retina sel ganglion (sel-sel saraf retina) dan mengirimkan impuls dari retina ke otak. 18. Disk optik Impuls ditransmisikan ke otak dari bagian belakang ke bola mata pada disk optik juga disebut bintik buta. Hal ini disebut titik buta karena tidak mengandung fotoreseptor, maka setiap cahaya yang jatuh di atasnya tidak akan terdeteksi. 19. Otot mata Otot-otot mata yang sangat kuat dan efisien, mereka bekerja sama untuk memindahkan bola mata dalam berbagai arah. Otot-otot utama mata adalah rektus lateral, rektus medial, rektus superior dan rektus inferior. 20. Arteri sentral dan Vena Arteri sentral dan vena berjalan melalui pusat saraf optik. Arteri retina sentral sebagai pemasok sementara vena sentral mengaliri retina. Dalam diagram di atas – anatomi mata, arteri yang ditampilkan dalam warna merah sementara vena ditunjukkan dengan warna biru. 21. Saluran air mata Ini adalah sebuah tabung kecil yang berjalan dari mata ke rongga hidung. Air mata mengalir dari mata ke hidung melalui saluran air mata. Reseptor di Mata Reseptor penglihatan adalah sel-sel di conus (sel kerucut) dan basilus (sel batang). Conus terutama terdapat dalam fovea dan penting untuk menerima rangsang cahaya kuat dan rangsang warna. Sel-sel basilus tersebar pada retina terutama di luar makula
  • 14. 14 dan berguna sebagai penerima rangsang cahaya berintensitas rendah. Oleh karena itu dikenal dua mekanisme tersendiri di dalam retina (disebut dengan Teori Duplisitas), yaitu : a. Penglihatan Photop, yaitu mekanisme yang mengatur penglihatan sinar pada siang hari dan penglihatan warna dengan conus b. Penglihatan Scotop, yaitu mekanisme yang mengatur penglihatan senja dan malam hari dengan basilus Jalannya Impuls di Mata Manusia apat melihat karena ada rangsang berupa sinar yang diterima oleh reseptor pada mata. Jalannya sinar pada mata adalah sebagai berikut : Impuls yang timbul dalam conus atau basilus berjalan melalui neuritnya menuju ke neuron yang berbentuk sel bipoler dan akhirnya berpindah ke neuron yang berbentuk sel mutipoler. Neurit sel-sel multipoler meninggalkan retina dan membentuk nervus opticus. Kedua nervus opticus di bawah hypothalamus saling bersilangan sehingga membentuk chiasma nervus opticus, yaitu neurit-neurit yang berasal dari sebelah lateral retina tidak bersilangan. Tractus Opticus sebagian berakhir pada colliculus superior, dan sebagian lagi pada corpus geneculatum lateral yang membentuk neuron baru yang pergi ke korteks pada dinding fissura calcarina melalui capsula interna. Pada dinding fisura calcarina inilah terdapat pusat penglihatan. Berkas-berkas cahaya mencapai mata harus dibelokka ke arah dalam untuk difokuskan kembali ke sebuah titik peka-cahaya diretina agar dihasilkan suatu bayangan yang akurat mengenai sumber cahaya. Pembelokan suatu berkas cahaya (refraksi) terjadi ketika berkas berpindah dari satu medium dengan kepadatan (densitas) tertentu ke medium dengan kepadatan yang berbeda. Cahaya bergerak lebih cepat melalui udara daripada melalui media transparan lainnya misalnya : kaca, air. Ketika suatu berkas cahaya masuk ke medium dengan densitas yang lebih tinggi, cahaya tersebut melambat (sebaliknya juga berlaku). Berkas cahaya mengubah arah perjalanannya jika mengenai medium baru pada tiap sudut selain tegak lurus.
  • 15. 15 Dua faktor penting dalam refraksi: densitas komparatif antara 2 media (semakin besar perbedaan densitas, semakin besar derajat pembelokan) dan sudut jatuhnya berkas cahaya di medium kedua (semakin besar sudut, semakin besar pembiasan). Dua struktur yang paling penting dalam kemampuan refraktif mata adalah kornea dan lensa. Permukaan kornea, struktur pertama yang dilalui cahaya sewaktu masuk mata, yang melengkung berperan besar dalam refraktif total karena perbedaan densitas antara lensa dan cairan yang mengelilinginya. Kemampuan refraksi kornea seseorang tetap konstan karena kelengkungan kornea tidak pernah berubah. Sebaliknya kemampuan refraksi lensa dapat disesuaikan dengan mengubah kelengkungan sesuai keperluan untuk melihat dekat atau jauh. Struktur-struktur refraksi pada mata harus membawa bayangan cahaya terfokus diretina agar penglihatan jelas. Apabila bayangan sudah terfokus sebelum bayangan mencapai retina atau belum terfokus sebelum mencapai retina, bayangan tersebut tampak kabur. Berkas-berkas dari sumber jauh. Berkas dari sumber cahaya yang terletak lebih dari 6 meter (20kaki) Untuk kekuatan refraktif mata tertentu, sumber cahaya dekat memerlukan jarak yang lebih besar dibelakang lensa agar dapat memfokuskan daripada sumber cahaya jauh, karena berkas dari sumber cahaya dekat masih berdivergensi sewaktu mencapai mata. Untuk mata tertentu, jarak antara lensa dan retina selalu sama. Untuk membwa sumber cahaya jauh dan dekat terfokus diretina (dalam jarak yang sama), harus dipergunakan lensa yang lebih kuat untuk sumber dekat. Kekuatan lensa dapat disesuaikan melalui proses akomodasi. 3.2 Visus Untuk dapat melihat, stimulus (cahaya) harus jatuh di reseptor dalam retina kemudian diteruskan ke pusat penglihatan (fovea centralis). Untuk dapat melihat dengan baik perlu ketajaman penglihatan. Ketajaman penglihatan inilah yang disebut visus. Faktor-faktor yang mempengaruhi kekuatan visus adalah :
  • 16. 16 a. Sifat fisis mata, yang meliputi ada tidaknya aberasi (kegagalan sinar untuk berkonvergensi atau bertemu di satu titik fokus setelah melewati suatu sistem optik), besarnya pupil, komposisi cahaya, fiksasi objek, dan mekanisme akomodasinya dengan elastisitas musculus ciliarisnya yang dapat menyebabkan ametropia b. Faktor stimulus, yang meliputi kontras (terbentuknya bayangan benda yang berwarna komplemennya), besar kecilnya stimulus, lamanya melihat, dan intensitas cahaya. c. Faktor Retina, yaitu makin kecil dan makin rapat conus, makin kecil minimum separable (jarak terkecil antara garis yang masih terpisah). 3.3 Kelainan Refraksi Kelainan refraksi mata adalah suatu keadaan dimana bayangan tegas tidak dibentuk pada retina tetapi di bagian depan atau belakang bintik kuning dan tidak terletak pada satu titik yang tajam. Kelainan refraksi dikenal dalam bentuk miopia, hipermetropia, dan astigmatisma. 3.4 Miopia 3.4.1 Definisi Miopia atau rabun jauh adalah suatu kelainan refraksi pada mata dimana bayangan difokuskan di depan retina, ketika mata tidak dalam kondisi berakomodasi. Ini juga dapat dijelaskan pada kondisi refraktif dimana cahaya yang sejajar dari suatu objek yang masuk pada mata akan jatuh di depan retina. Miopia disebut sebagai rabun jauh, akibat ketidak mampuan untuk melihat jauh, akan tetapi dapat melihat dekat dengan lebih baik. Miopia adalah kelainan refraksi dimana sinar sejajar yang masuk ke mata dalam keadaan istirahat (tanpa akomodasi) akan dibias membentuk bayangan di depan retina
  • 17. 17 3.4.2 Etiologi Miopia, sinar sejajar axis pada mata tak berakomodasi akan memusat di muka retina, sehingga bayangan kabur. Dapat disebabkan oleh : - axis terlalu panjang - kekuatan refraksi -lensa terlalu kuat Miopia disebabkan karena pembiasan sinar di dalam mata yang terlalu kuat untuk panjangnya bola mata akibat : 1. Sumbu aksial mata lebih panjang dari normal (diameter antero-posterior yang lebih panjang, bola mata yang lebih panjang ) disebut sebagai miopia aksial 2. Kurvatura kornea atau lensa lebih kuat dari normal (kornea terlalu cembung atau lensa mempunyai kecembungan yang lebih kuat) disebut miopia kurvatura/refraktif 3. Indeks bias mata lebih tinggi dari normal, misalnya pada diabetes mellitus. Kondisi ini disebut miopia indeks 4. Miopi karena perubahan posisi lensa. Misalnya: posisi lensa lebih ke anterior, misalnya pasca operasi glaukoma Beratnya miopia dapat di klasifikasikan sebagai berikut : (1) Miopia ringan < -2.00 dipotri, (2) Miopia sedang -2.00 hingga -6.00 dioptri, (3) Miopia berat -6.00 hingga -9.00 dioptri, (4) Miopia sangat berat > -9.00 dioptri. Miopia dapat diobati dengan menggunakan lensa negatif atau biasa juga disebut lensa konkaf / divergen. 3.4.3 Gejala Klinis Gejala klinis miopia adalah sebagai berikut: 1. Gejala utamanya kabur melihat jauh 2. Sakit kepala (jarang)
  • 18. 18 3. Cenderung memicingkan mata bila melihat jauh (untuk mendapatkan efek pinhole), dan selalu ingin melihat dengan mendekatkan benda pada mata 4. Suka membaca, apakah hal ini disebabkan kemudahan membaca dekat masih belum diketahui dengan pasti. Gambar 3.2 Bayangan Pada Mata Miopia 3.5 Hipermetropia 3.5.1 Definisi Hipermetropia atau far-sightedness adalah suatu kelainan refraksi daripada mata dimana sinar-sinar yang berjalan sejajar dengan sumbu mata tanpa akomodasi dibiaskan di belakang retina. Untuk mengoreksinya dipakai lensa positif atau konveks / konvergen. 3.5.2 Etiologi Hipermetropia, sinar sejajar axis pada mata yang tak berakomo- dasi akan memusat di belakang retina, sehingga bayangan kabur. Dapat disebabkan oleh : - axis bola mata terlalu Pendek
  • 19. 19 - kekuatan refraksi lensa kurang kuat 3.5.3 Patofisiologi Ada 3 patofisiologi ut ama hipermetropia, yaitu: a. Hipermetropia aksial karena sumbu aksial mata lebih pendek dari Normal b. Hipermetropia kurvatura karena kurvatura kornea atau lensa lebih lemah dari normal c. Hipermetropia indeks karena indeks bias mata lebih rendah dari normal Gambar 3.3 Bayangan Pada Mata Hipermetropia 3.5.4 Gejala Klinis Gejala klinis hipermetropia adalah sebagai berikut: a. Penglihatan jauh kabur, terutama pada hipermetropia 3 D atau lebih, hipermetropia pada orang tua dimana amplitude akomodasi menurun b. Penglihatan dekat kabur lebih awal, terutama bila lelah, bahan cetakan kurang terang atau penerangan kurang
  • 20. 20 c. Sakit kepala terutama daerah frontal dan makin kuat pada penggunaan mata yang lama dan membaca dekat d. Penglihatan tidak enak (asthenopia akomodatif=eye strain) terutama bila melihat pada jarak yang tetap dan diperlukan penglihatan jelas dalam waktu yang lama, misalnya menonton TV, dll e. Mata sensitif terhadap sinar f. Spasme akomodasi yang dapat menimbulkan pseudomiopia g. Perasaan mata juling karena akomodasi yang berlebihan akan diikuti oleh konvergensi yang berlebihan pula 3.6 Presbiopia 3.6.1 Definisi Presbiopi merupakan kondisi mata dimana lensa kristalin kehilangan fleksibilitasnya sehingga membuatnya tidak dapat fokus pada benda yang dekat. Presbiopi adalah suatu bentuk gangguan refraksi, dimana makin berkurangnya kemampuan akomodasi mata sesuai dengan meningkatnya usia. Makin berktambahnya usia maka setiap lensa akan mengalami kemunduran kemampuan untuk mencembung. Berkurangnya kemampuan mencembung ini akan memberikan kesukaran melihat dekat, sedang untuk melihat jauh tetap normal. 3.6.2 Etiologi Presbiopia dapat disebabkan oleh karena : a. Terjadi gangguan akomodasi lensa pada usia lanjut b. Kelemahan otot-otot akomodasi c. Lensa mata menjadi tidak kenyal, atau berkurang elastisitasnya akibat kekakuan lensa 3.6.3 Patofisisologi Pada mekanisme akomodasi yang normal terjadi peningkatan daya refraksi mata karena adanya perubahan keseimbangan antara elastisitas matriks lensa dan
  • 21. 21 kapsul sehingga lensa menjadi cembung. Dengan meingkatnya umur maka lensa menjadi lebih keras dan kehilangan elastisitasnya untuk menjadi cembung. Dengan demikian kemampuan melihat berkurang. 3.6.4 Manifestasi Klinik a. Kesulitan membaca tulisan dengan cetakan huruf yang halus/ kecil b. Setelah membaca, mata menjadi merah, berair, dan sering pedih. Bisa juga disertai kelelahan mata dan sakit kepala jika membaca terlalu lama c. Membaca dengan menjauhkan kertas yang dibaca karena tulisan tampak kabur pada jarak baca yang biasa (titik dekat mata makin menjauh) d. Sukar mengerjakan pekerjaan dengan melihat dekat terutama malam hari e. Memerlukan sinar yang lebih terang untuk membaca f. Sulit membedakan warna 3.7 Astigmatisma Astigmatisma adalah suatu keadaan dimana sinar yang sejajar tidak dibiaskan dengan kekuatan yang sama pada seluruh bidang pembiasan sehingga fokus pada retina tidak pada satu titik Ada dua jenis astigmatisma, yaitu astigmatisma regular dan astigmatisma irregular. Astigmatisma regular dapat di klasifikasikan sebagai berikut : (1) Simple astigmatism, (2) Compound astigmatism, (3) Mixed astigmatism. Astigmatisma, kesalahan refraksi sistem lensa mata yang biasa-nya disebabkan oleh kornea yang berbentuk bujur sangkar atau jarang-jarang, dan lensa yang berbentuk bujur. 3.7.1 Etiologi Etiologi kelainan astigmatisma adalah sebagai berikut: a. Adanya kelaian kornea dimana permukaan luar kornea tidak teratur. Media refrakta yang memiliki kesalahan pembiasan yang paling besar adalah kornea, yaitu mencapai 80% sampai dengan 90% dari astigmatisma, sedangkan media lainnya adalah lensa kristalin. Kesalahan pembiasan pada kornea ini terjadi
  • 22. 22 karena perubahan lengkung kornea dengan tanpa pemendekan atau pemanjangan diameter anterior posterior bola mata. Perubahan lengkung permukaan kornea ini terjadi karena kelainan kongenital, kecelakaan, luka atau parut dikornea, peradangan kornea serta akibat pembedahan kornea. b. Adanya kelainan pada lensa dimana terjadi kekeruhan lensa. Semakin bertambah umur sesorang, maka kekuatan akomodasi pada lensa kristalin juga semakin berkurang dan lama kelamaan lensa kristalin akan mengalami kekeruhan yang dapat menyebabkan astigmatisma. c. Intoleransi lensa atau lensa kontak pada post keratoplasty d. Trauma pada kornea e. Tumor Gambar 3.4 Bayangan Pada Mata Astigmatisma
  • 23. 23 3.7.2 Klasifikasi a. Astigmatisma Miopia simpleks Astigmatisma jenis ini, titik A berada didepan retina, sedangkan titik B berada tepat pada retina (dimana titik A adalah fokus dari daya bias terkuat sedangkan titik B adalah titik fokus dari daya bias terlemah). Pola ukuran lensa koreksi astigmatisma jenis ini adalah Sph 0,00 Cyl –Y atau Sph –X Cyl +Y dimana X dan Y memiliki angka yang sama. b. Astigmatisma Hiperopia simpleks Astigmatisma jenis ini, titik A berada tepat pada retina, sedangkan titik B berada di belakang retina. a. Astigmatisma Miopia Kompositus Astigmatisma jenis ini, titik A berada didepan retina, sedangkan titik B berada di antara titik A dan retina. Pola pikiran lensa koreksi astigmatisme jenis ini adalah Sph –X Cyl -Y b. Astigmatisma Hiperopia Kompositus Astigmatisma jenis ini, titik B berada dibelakang retina, sedangkan titik A berada diantara titik B dan retina. Pola ukuran lensa koreksi astigmatisma jenis ini adalah Sph +X Cyl +Y e. Astigmatisma Mixtus Astigmatisma jenis ini, titik A berada didepan retina, sedangkan titik B berada dibelakang retina. Pola ukuran lensa koreksi astigmatisma jenis ini adalah Sph +X Cyl –Y, atau Sph –X Cyl +Y dimana ukuran tersebut tidak dapat ditransposisi hingga nilai X menjadi nol, atau notasi X dan Y menjadi sama-sama (-) atau (+).
  • 24. 24 3.7.3 Gejala Klinis. Astigmatisma mempunyai gejala klinis sebagai berikut: a. Pengelihatan kabur atau terjadi distorsi b. Pengelihatan mendua atau berbayang- bayang c. Nyeri kepala d. Nyeri pada mata 3.7.4 Tatalaksana 1. Medikamentosa 2. Kacamata Koreksi 3. Pembedahan
  • 25. 25 BAB IV KESIMPULAN Kelainan refraksi merupakan salah satu kelainan mata yang paling sering terjadi. Saat ini kelainan refraksi masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di dunia. Kelainan refraksi terdiri dari 4 jenis yaitu miopia, hipermetropia, presbiopia dan astigmatisma. Masing-masing dari jenis kelainan tersebut dapat dikoreksi menggunakan kacamata dengan lensa yang berbeda-beda. Secara patofisiologi kelainan refraksi adalah adalah keadaan bayangan tegas tidak dibentuk pada retina, dimana terjadi ketidakseimbangan sistem penglihatan pada mata sehingga menghasilkan bayangan yang kabur. Sinar tidak dibiaskan tepat pada retina, tetapi dapat di depan atau di belakang retina dan/ atau tidak terletak pada satu titik fokus. Kelainan refraksi dapat diakibatkan terjadinya kelainan kelengkungan kornea dan lensa, perubahan indeks bias, dan kelainan panjang sumbu bola mata. Prognosis pada pasien dengan kelainan refraksi tergantung kepada sebera parah kelaian refraksi yang dialami pasien tersebut.
  • 26. 26 DAFTAR PUSTAKA 1. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata Jakarta: Balai penerbit FK UI; 2012. 2. Ariestanti H, Dewayani P. Characteristic of patients with refractive disorder at eye clinic hospital. Bali Medical Journal. 2012 Desember; 3(1). 3. Resnikof S. Global Data on Visual Impairment in the Year. Bulletin of The world Health Organization. 2002; 82(11). 4. S V, MF C, R S. Prevalence of Visual Impairment inThe United State. JAMA. 2006; 295. 5. Journal cEH. http://www.cehjournal.org/files. [Online].; 2007 [cited 2015 Januari 7. 6. RI D. survei morbiditas mata dan kebutaan di 8 propinsi. , Ditjen Binkesmas; 1988. 7. Ciner E DVSPADCLd. A survey of vision screening policy. Survey of Ophtalmology. 2005.