1. GANGGUAN PENGLIHATAN DAN KEBUTAAN,
UPAYA PENCEGAHAN
DAN
TATALAKSANA PENANGANANNYA
Dr. Teguh Anamani, SpM
PERDAMI JAWA TENGAH
2022
2. PENDAHULUAN
• Kesehatan indera merupakan hal yang sangat penting untuk meningkatkan
kualitas sumber daya manusia
• Undang-undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan :
penanggulangan gangguan indera dilaksanakan melalui upaya promotif,
preventif, kuratif dan rehabilitatif untuk meningkatkan derajat kesehatan
indera masyarakat.
• Indera penglihatan sangat menentukan kualitas sumber daya manusia
karena 83% informasi sehari-hari masuk melalui indera penglihatan.
• Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 :
• prevalensi gangguan penglihatan secara nasional sebesar 0,46%, sedangkan di Jawa
Tengah sebesar 0,5% > dari angka nasional
• prevalensi katarak sebesar 1,8% dan jawa tengah 2,4% > dibandingkan angka
nasional.
3. • Hasil survey kebutaan Rapid Assessment of Avoidable Blindness (RAAB)
2014-2016 di 15 provinsi, antara usia 50 tahun keatas: angka kebutaan
mencapai 3%, Penyebab kebutaan terbanyak :
1. katarak 81%
2. kelainan segmen posterior non RD 5,8%
3. kekeruhan kornea non trachoma 2,8%
4. kelainan bola mata/SSP abnormal 2,7%
5. glaukoma 2,5%
6. kelainan refraksi 1,7%
• upaya untuk menurunkan kasus gangguan penglihatan & kebutaan
deteksi dini gangguan penglihatan dan kebutaan tenaga kesehatan di
Puskesmas & masyarakat melalui kader Pos Binaan Terpadu (Posbindu)
6. Mata
• bola mata mempunyai diameter sekitar 24 mm
• tersusun atas tiga lapisan utama, yaitu
• outer fibrous layer,
• Sklera (bagian putih dari mata) menutupi sebagian besar permukaan mata dan terdiri dari
jaringan ikat kolagen padat yang ditembus oleh pembuluh darah dan saraf.
• Kornea merupakan bagian transparan dari sclera yang telah dimodifikasi sehingga dapat
ditembus cahaya
• middle vascular layer
• Choroid : lapisan yang sangat kaya akan pembuluh darah dan sangat terpigmentasi di
belakang retina.
• Ciliary body : ekstensi choroid yang menebal serta membentuk suatu cincin muskular
disekitar lensa, menyokong iris dan lensa , mensekresi aqueous humor
• Iris : suatu diafragma yang dapat diatur ukurannya pupil
• inner layer:
• Retina
• N optikus
7. 1. KATARAK
• Katarak adalah kekeruhan pada lensa yang menyebabkan penurunan tajam
penglihatan (visus)
• Katarak paling sering berkaitan dengan proses degenerasi lensa pada pasien usia
di atas 40 tahun (katarak senilis)
• Selain katarak senilis, katarak juga dapat terjadi akibat komplikasi :
1. glaukoma
2. uveitis
3. trauma mata
4. kelainan sistemik : DM
5. riwayat pemakaian obat steroid, dan lain-lain
• Katarak biasanya terjadi bilateral, namun dapat juga pada satu mata (monokular)
8. Anamnesis, Keluhan : Pasien datang dengan keluhan
1. penglihatan menurun secara perlahan seperti tertutup asap/kabut
2. Keluhan disertai ukuran kacamata semakin bertambah
3. silau
4. sulit membaca
Faktor Risiko :
1. Usia lebih dari 40 tahun
2. Riwayat penyakit sistemik, seperti diabetes mellitus
3. Pemakaian tetes mata steroid secara rutin
4. Kebiasaan merokok dan pajanan sinar matahari
Hasil Pemeriksaan Fisik :
1. Visus menurun yang tidak membaik dengan pemberian pinhole
2. Pemeriksaan shadow test positif
3. Terdapat kekeruhan lensa yang dapat dengan jelas dilihat dengan Teknik pemeriksaan fundus
refleks
9.
10.
11. Komplikasi :
1. Glaukoma
2. uveitis
Penatalaksanaan : Pasien dengan katarak yang telah menimbulkan gangguan
penglihatan yang signifikan spesialis mata Terapi definitif katarak adalah
operasi katarak
Edukasi :
1. Memberitahu keluarga bahwa katarak adalah gangguan penglihatan yang dapat
diperbaiki.
2. Memberitahu keluarga untuk kontrol teratur jika sudah didiagnosis katarak agar tidak
terjadi komplikasi.
12.
13. 2. Kelainan Refraksi
A. Miopia
• kelainan refraksi dimana sinar sejajar yang masuk ke mata dalam keadaan istirahat (tanpa
akomodasi) akan dibiaskan ke titik fokus di depan retina
• Hasil Anamnesis,
• Keluhan :
1. Penglihatan kabur bila melihat jauh
2. mata cepat Lelah
3. pusing dan mengantuk
4. cenderung memicingkan mata bila melihat jauh
5. Tidak terdapat Riwayat kelainan sistemik : DM, hipertensi, serta buta senja.
14. • Faktor Risiko :
1. Genetik dan faktor lingkungan meliputi kebiasaan melihat/membaca dekat,
2. kurangnya aktivitas luar rumah, dan
3. tingkat pendidikan yang lebih tinggi
• Pemeriksaan Fisik :
• Snellen Chart
• Pemeriksaan refraksi dengan trial lens dan trial frame
• Penatalaksanaan : Koreksi dengan kacamata lensa sferis negatif terlemah
yang menghasilkan tajam penglihatan terbaik
• Edukasi
1. Membaca dalam cahaya yang cukup dan tidak membaca dalam jarak terlalu dekat.
2. Kontrol setidaknya satu kali dalam setahun untuk pemeriksaan refraksi, bila ada
keluhan.
15. B. Hipermetropia (rabun dekat)
• keadaan gangguan kekuatan pembiasan mata dimana sinar sejajar jauh tidak cukup kuat
dibiaskan sehingga titik fokusnya terletak di belakang retina.
• Hasil Anamnesis, Keluhan :
1. Penglihatan kurang jelas untuk objek yang dekat.
2. Sakit kepala terutama daerah frontal dan makin kuat pada penggunaan mata yang lama dan membaca
dekat.
3. Penglihatan tidak enak (asthenopia akomodatif = eye strain) terutama bila melihat pada jarak yang tetap
dan diperlukan penglihatan jelas pada jangka waktu yang lama, misalnya menonton TV dan lain-lain.
4. Mata sensitif terhadap sinar.
5. Spasme akomodasi yang dapat menimbulkan pseudomiopia.
6. Mata juling karena akomodasi yang berlebihan akan diikuti konvergensi yang berlebihan pula.
16. • Hasil Pemeriksaan Fisik
1. Pemeriksaan visus dengan Snellen Chart
2. Pemeriksaan refraksi dengan trial lens dan trial frame
• Komplikasi
1. Esotropia atau juling ke dalam terjadi akibat pasien selamanya melakukan
akomodasi
2. Glaukoma sekunder terjadi akibat hipertrofi otot siliar pada badan siliar yang akan
mempersempit sudut bilik mata
3. Ambliopia
• Penatalaksanaan : Koreksi dengan lensa sferis positif terkuat yang
menghasilkan tajam penglihatan terbaik.
• Edukasi :
• Memberitahu keluarga jika penyakit ini harus dikoreksi dengan bantuan
kaca mata. Karena jika tidak, maka mata akan berakomodasi terus menerus
dan menyebabkan komplikasi
17. C. Astigmatisme
• Adalah keadaan di mana sinar sejajar tidak dibiaskan pada satu titik fokus
yang sama pada semua meridian --> kelengkungan kornea atau lensa yang
tidak sama pada berbagai meridian.
• Hasil Anamnesis, Keluhan :
1. Pasien biasanya datang dengan keluhan penglihatan kabur dan sedikit distors yang
kadang juga menimbulkan sakit kepala.
2. Pasien memicingkan mata, atau head tilt untuk dapat melihat lebih jelas.
18. • Pemeriksaan Fisik : Pemeriksaan visus dengan Snellen Chart akan
menunjukkan tajam penglihatan tidak maksimal dan akan bertambah
baik dengan pemberian pinhole.
• Penegakan Diagnostik : pemeriksaan refraksi Tajam penglihatan
akan mencapai maksimal dengan pemberian lensa silindris.
• Penatalaksanaan : Penggunaan kacamata lensa silindris dengan
koreksi yang sesuai.
• Edukasi : Memberitahu keluarga bahwa astigmatisma merupakan
gangguan penglihatan yang dapat dikoreksi.
19.
20.
21. 3. GLAUKOMA
A. Glaukoma akut
• adalah glaukoma yang diakibatkan peninggian tekanan intraokular yang mendadak.
• Glaukoma akut dapat bersifat primer atau sekunder.
1. Glaukoma primer timbul dengan sendirinya pada orang yang mempunyai bakat bawaan
glaukoma,
2. Glaukoma sekunder timbul sebagai penyulit penyakit mata lain ataupun sistemik.
• Umumnya penderita glaukoma telah berusia lanjut, terutama bagi yang memiliki risiko.
• Bila tekanan intraokular yang mendadak tinggi ini tidak diobati segera akan
mengakibatkan kehilangan penglihatan sampai kebutaan yang permanen.
• Hasil Anamnesis (Subjective), Keluhan :
1. Mata merah
2. Tajam penglihatan turun mendadak
3. Rasa sakit atau nyeri pada mata yang dapat menjalar ke kepala
4. Mual dan muntah (pada tekanan bola mata yang sangat tinggi)
22. • Faktor Risiko : Bilik mata depan yang dangkal
• Hasil Pemeriksaan Fisik :
1. Visus turun
2. Tekanan intra okular meningkat
3. Konjungtiva bulbi: hiperemia kongesti, kemosis dengan injeksi silier, injeksi konjungtiva
4. Edema kornea
5. Bilik mata depan dangkal
6. Pupil mid-dilatasi, refleks pupil negative
• Penatalaksanaan : Penatalaksanaan kasus glaukoma pada layanan primer
bertujuan menurunkan tekanan intra okuler sesegera mungkin dan
kemudian merujuk ke dokter spesialis mata di rumah sakit.
23. 1. Non-Medikamentosa : Pembatasan asupan cairan untuk menjaga agar tekanan
intra okular tidak semakin meningkat
2. Medikamentosa
a. Asetazolamid HCl 500 mg, dilanjutkan 4 x 250 mg/hari.
b. KCl 0.5 gr 3 x/hari.
c. Timolol 0.5%, 2 x 1 tetes/hari.
d. Tetes mata kombinasi kortikosteroid + antibiotik 4-6 x 1 tetes sehari
e. Terapi simptomatik.
• Edukasi
• Memberitahu keluarga bahwa kondisi mata dengan glaukoma akut tergolong
kedaruratan mata, dimana tekanan intra okuler harus segera diturunkan
• rujukan dilakukan setelah penanganan awal di layanan primer.
24.
25. B. Glaukoma Kronis
• Glaukoma adalah kelompok penyakit mata : kerusakan saraf optik dan
kehilangan lapang pandang yang bersifat progresif serta berhubungan dengan
berbagai faktor risiko terutama tekanan intraokular (TIO) yang tinggi.
• Glaukoma merupakan penyebab kebutaan kedua terbesar di dunia setelah
katarak.
• Kebutaan karena glaukoma tidak bisa disembuhkan, tetapi pada kebanyakan
kasus glaukoma dapat dikendalikan.
• Umumnya penderita glaukoma telah berusia lanjut, terutama bagi yang
memiliki risiko. Hampir separuh penderita glaukoma tidak menyadari bahwa
mereka menderita penyakit tersebut.
• Hasil Anamnesis, Keluhan : Pasien datang dengan keluhan yang bervariasi dan
berbeda tergantung jenis glaukoma.
26. • Glaukoma kronis dapat dibagi menjadi glaukoma kronis primer dan
sekunder.
1. Umumnya pada fase awal, glaukoma kronis tidak menimbulkan keluhan, dan
diketahui secara kebetulan bila melakukan pengukuran TIO
2. Mata dapat terasa pegal
3. kadang-kadang pusing
4. Rasa tidak nyaman
5. mata cepat lelah
6. Mungkin ada riwayat penyakit mata, trauma, atau pemakaian oba kortikosteroid
7. Kehilangan lapang pandang perifer secara bertahap pada kedua mata
8. Pada glaukoma yang lanjut : penyempitan lapang pandang yang bermakna -->
menabrak-nabrak saat berjalan.
27. • Faktor Risiko
1. Usia 40 tahun atau lebih
2. Ada anggota keluarga menderita glaukoma
3. Penderita miopia,
4. penyakit kardiovaskular,
5. hipertensi,
6. hipotensi,
7. vasospasme,
8. diabetes mellitus
9. migrain
10. Pada glaukoma sekunder : obat steroid secara rutin, riwayat trauma pada mata.
Hasil Pemeriksaan Fisik : trias glaukoma, yang terdiri dari:
1. Peningkatan tekanan intraokular
2. Perubahan patologis pada diskus optikus
3. Defek lapang pandang yang khas.
28. • Pemeriksaan Oftalmologis
1. Visus normal atau menurun
2. Lapang pandang menyempit pada tes konfrontasi
3. Tekanan intra okular meningkat
4. Pada funduskopi, rasio cup / disc meningkat (rasio cup / disc normal: 0.3)
• Penatalaksanaan : Penatalaksanaan kasus glaukoma pada layanan primer bertujuan
mengendalikan tekanan intra okuler dan merujuk ke dokter spesialis mata di rumah sakit.
• Pengobatan :
1. Timolol 0.5%, 2 x 1 tetes/hari.
2. Jenis obat lain dapat diberikan bila dengan 1 macam obat TIO belum terkontrol
• Edukasi :
1. Memberitahu keluarga bahwa kepatuhan pengobatan sangat penting untuk keberhasilan
pengobatan glaukoma.
2. Memberitahu pasien dan keluarga agar pasien dengan riwayat glaukoma
pada keluarga untuk memeriksakan matanya secara teratur.
• Rujukan : Pada glaukoma kronik, rujukan dilakukan segera setelah penegakan diagnosis.
29.
30. 4. RETINOPATI DIABETIKA
• Adalah suatu mikroangiopati yang mengenai prekapiler retina, kapiler dan venula,
sehingga menyebabkan oklusi mikrovaskuler dan kebocoran vaskuler, akibat kadar gula
darah yang tinggi dan lama.
• Dapat menyebabkan penurunan visus dan kebutaan, terutama akibat komplikasi seperti :
1. edema makula
2. perdarahan vitreus
3. ablasio retina traksional
4. glaukoma neovaskular
• Penyebab kebutaan ke 5 terbesar secara global (WHO, 2007)
• Setidaknya terdapat 171 juta penduduk dunia yang menyandang diabetes melitus, yang
akan meningkat menjadi dua kali lipat pada tahun 2030 menjadi 366 million.
• Setelah 15 tahun, sekitar 2% penyandang diabetes dapat menjadi buta, dan
• sekitar 10% mengalami gangguan penglihatan berat.
• Setelah 20 tahun, retinopati diabetik dapat ditemukan pada 75% lebih penyandang diabetes.
31. • Terdapat dua tahap retinopati diabetik yaitu :
• non-proliferative diabetic retinopathy (NPDR)
• proliferative diabetic retinopathy (PDR)
• Hasil Anamnesis (Subjective), Keluhan :
1. Tidak ada keluhan penglihatan
2. Penglihatan buram terjadi terutama bila terjadi edema makula
3. Floaters atau penglihatan mendadak terhalang akibat komplikasi perdarahan vitreus dan / atau
ablasio retina traksional
• Faktor Risiko :
1. Kadar glukosa darah yang tidak terkontrol dengan baik
2. Hipertensi yang tidak terkontrol dengan baik
3. Hiperlipidemia
32. Hasil Pemeriksaan Fisik :
1. Riwayat diabetes mellitus (tipe I / tipe II)
2. Mata tenang dengan atau tanpa penurunan visus
3. Pada pemeriksaan funduskopi :
a) perdarahan retina,
b) eksudat keras,
c) pelebaran vena, dan
d) mikroaneurisma (pada NPDR), neovaskularisasi di diskus optik atau di tempat lain di retina
(pada PDR).
e) Pada keadaan berat dapat ditemukan neovaskularisasi iris (rubeosis iridis).
4. Refleks cahaya pada pupil normal, pada kerusakan retina yang luas dapat ditemukan RAPD serta
penurunan refleks pupil pada cahaya langsung dan tak langsung normal.
• Diagnosis : anamnesis dan pemeriksaan fisik : funduskopi
• Komplikasi :
1. Perdarahan vitreus
2. Edema makula diabetik
3. Ablasio retina traksional
4. Glaukoma neovaskular
33. • Penatalaksanaan :
1. Setiap pasien yang terdiagnosis diabetes melitus perlu segera dilakukan pemeriksaan mata,
sekalipun belum ada keluhan mata
2. Apabila tidak didapatkan tanda-tanda retinopati, pasien harus diperiksa ulang dalam waktu 1
tahun (follow-up).
3. Apabila didapatkan tanda-tanda retinopati, pasien perlu dirujuk ke dokter spesialis mata.
• Edukasi :
1. Kontrol gula darah dan pengendalian faktor sistemik lain (hipertensi, hiperlipidemia) penting untuk
memperlambat timbulnya atau progresifitas retinopati diabetik.
2. Setiap pasien diabetes perlu menjalani pemeriksaan mata awal (skrining), diikuti pemeriksaan
lanjutan minimal 1 kali dalam setahun.
3. Menjelaskan bahwa bila dirujuk, kemungkinan memerlukan terapi fotokoagulasi laser, yang
bertujuan mencegah progresifitas retinopati diabetik. Pada kondisi berat (perdarahan vitreus,
ablasio retina) kemungkinan perlu tindakan bedah.
• Setiap pasien diabetes yang ditemukan tanda-tanda retinopati diabetik sebaiknya dirujuk ke dokter mata.
34.
35. 5. KEBUTAAN PADA ANAK
• Buta pada anak menurut WHO : visus 3/60 atau kurang
• Di seluruh dunia, kebutaan pada anak-anak kira-kira 1,5 juta dan di asia sekitar 48%,
lebih dari 50% bisa dihindari
• Usaha-usaha untuk menangani kebutaan pada anak meliputi : pencegahan, penanganan
faktor penyebab kebutaannya dan penanganan anak-anak yang sdh tdk dapat diperbaiki
secara medis ataupun operasi
• Penyebab kebutaan pada anak di negara berkembang:
1. defisiensi vitamin A yang berhubungan dengan intake gizi, penyakit infeksi, campak dan
sebagainya
2. trakhoma
3. penyakit genetik
4. Katarak
5. Oftalmia neonatarum
• Penyebab kebutaan di negara maju : ROP, penyakit genetik (katarak dan distrofi kornea),
problem syaraf sentral, kelainan kongenital, nistagmus
36. 1. Defisiensi vitamin A
• Fungsi vitamin A bagi mata : membantu proses adaptasi dari tempat
yang terang ketempat yang gelap.
• Kekurangan vitamin A --> kelainan pada sel-sel epitel (konjungtiva) -->
karena terjadinya proses metaplasi sel-sel epitel --> tidak
memproduksi cairan --> kekeringan pada mata, disebut xerosis
konjungtiva.
• Xeroftalmia : gangguan kekurangan vitamin A pada mata, termasuk
terjadinya kelainan anatomi bola mata dan gangguan fungsi sel retina
yang berakibat kebutaan.
37.
38.
39.
40.
41. 2. Leukokoria
• Anamnesis : Orang tua atau keluarga terdekat : tampak perubahan warna mata yang terlihat seperti
pantulan berwarna putih saat kondisi cahaya remang atau bila mata dilihat dari sudut tertentu, terlihat
pada foto anak
• Penyebab tersering :
• Katarak
• Retinoblastoma
• Persistent fetal vasculature (PFV), persistent hyperplastic primary vitreus (PHPV)
• Penegakkan diagnosis : evaluasi refleks pupil, pemeriksaan fundus refleks
42. KATARAK PADA ANAK :
a) Congenital
b) Acquired, CAUSED BY :
• Hereditary
• Metabolic
• Infectious diseases
• Associated with syndromes
• Trauma
Tatalaksana = katarak orang dewasa
43. 3. INFEKSI NEONATARUM : KONJUNGTIVITIS GONORE
• N. gonorrhoeae
• Bayi baru lahir yg menderita : Rawat dan isolasi
• Antibiotik topical spektrum luas : salep mata gentamisin, kuinolon, tetrasiklin, kloramfenikol
• Suportif : membersihkan sekret mata / 5 menit dg lidi kapas basah, irigasi mata dg NaCl steril
2x/hari mutlak dilakukan karena sekret mengandung enzim protease melisiskan kornea
48. 6. Low Vision
• adalah tingkat penurunan penglihatan yang tidak dapat sepenuhnya dikoreksi
dengan kacamata konvensional
• tidak sama dengan kebutaan
• low vision biasanya mengganggu kinerja kegiatan sehari-hari : membaca atau
mengemudi
• Seseorang dengan low vision mungkin tidak mengenali gambar di kejauhan
atau dapat membedakan warna nada yang sama
• Secara hukum dikatakan buta ketika :
1. tajam penglihatan sentral kurang dari 20/200 (ketajaman visual yang sempurna adalah
20/20) pada mata terbaik
2. Lapang pandang kurang dari 20 derajat pada mata yang terbaik.
• Diperkirakan bahwa sekitar 17 % orang di atas usia 65 yang mengalami
penurunan tajam penglihatan atau rabun.
49. • Gejala :
1. Kesulitan mengenali obyek di kejauhan (tanda-tanda jalan atau tanda-tanda bus)
2. Kesulitan membedakan warna (terutama di kisaran hijau-biru-violet)
3. Kesulitan melihat dekat (membaca atau memasak)
• Penyebab umum low vision, terutama pada orang dewasa tua, diantaranya :
1. degenerasi makula
2. glaukoma
3. retinopati diabetes
• Ketika gangguan penglihatan diketahui sejak dini, pengobatan dapat lebih efektif.
• Diagnosis :
1. Refraksi (untuk menilai penglihatan dan menentukan resep untuk kacamata, bila diperlukan)
2. Lapang pandang (untuk menilai penglihatan periferal)
Pemeriksaan low vision melibatkan berbagai tes, sehingga sering memakan waktu
lebih lama dari pemeriksaan standar.
50. • Penatalaksanaan :
1. menetapkan tajam penglihatan dan meresepkan alat bantu yang dibutuhkan
2. tim professional kesehatan yang bekerja sama dari awal penetapan diagnosis
sampai evaluasi dan rehabilitasi di rumah penderita low vision tersebut.
3. Beberapa langkah yang diperlukan diantaranya :
a) Menentukan perangkat optic yang dibutuhkan sesuai kondisi masin-masing penderita low
vision : penglihatan jauh maupun penglihatan dekat.
b) Melatih penderita low vision untuk memanfaatkan penglihatan yang tersisa
c) Modifikasi lingkungan untuk membantu memudahkan penderita low visionmelakukan
aktifitas sehari-hari.
d) Modifikasi perangkat non-optik, seperti buku dengan ukuran huruf yang diperbesar, jam atau
penunjuk waktu yang berbicara.
51. • Alat-Alat Bantu Low Vision :
1. Alat bantu optis Alat
a) bantu optis untuk penglihatan jauh
i. Kaca MataTeleskop monocular
ii. Teleskop binocular
iii. Spectacle mounted Telescopeil.
b) Alat bantu optis untuk penglihatan dekat (membaca)
i. Hand Magnifier
ii. Stand Magnifier
iii. Dome Magnifier
2. Alat Bantu non Optis
a) Lampu Baca
b) Book Stand
c) Spidol Besar
d) Buku bergaris besar
e) Typoscope