Dokumen tersebut membahas tentang akalasia esofagus, gangguan motilitas primer esofagus yang disebabkan kegagalan sfingter esofagus bawah untuk berelaksasi. Hal ini menyebabkan obstruksi dan dilatasi esofagus. Dokumen tersebut juga membahas epidemiologi, etiologi, patofisiologi, gejala klinis, pemeriksaan radiologi, penatalaksanaan seperti diet, obat, dilatasi, bedah, serta prognosis akalasia.
2. PENDAHULUAN
• Suatu gangguan motilitas primer esofagus
• Kegagalan sfingter esofagus (lower esophagus sphincter)
bagian distal yang hipertonik untuk berelaksasi pada
waktu menelan & hilangnya peristalsis esofagus.
• Menyebabkan obstruksi fungsional
• Terjadi stasis makanan & dilatasi esofagus
• Terbagi akalasia primer & sekunder
3. EPIDEMIOLOGI
• Di Amerika Serikat ditemukan sekitar 2000 kasus
akalasia setiap tahun.
• Suatu penelitian internasional melaporkan bahwa dari
28 populasi di 26 negara, angka kematian tertinggi
tercatat di Selandia Baru dengan angka kematian
standar 239 dan yang terendah dengan angka
kematian standar 0, baik primer maupun sekunder
4. ETIOLOGI
1.Primer:
• Penyebab yang jelas tidak diketahui.
• Virus neurotropik yang berakibat lesi pada
nukleus dorsalis vagus pada batang otak
dan ganglia mienterikus pada esofagus.
• Faktor keturunan.
2.Sekunder:
• Infeksi, tumor intraluminer (tumor kardia)
atau pendorongan ekstraluminer seperti
pseudokista pankreas.
• obat antikolinergik atau pascavagotomi
5. PATOFISIOLOGI
Menurut Castell:
• Obstruksi pada sambungan esofagus dan lambung akibat peningkatan sfingter
esofagus bawah (SEB) istirahat jauh di atas normal dan gagalnya SEB untuk
relaksasi sempurna.
• Pada akalasia tekanan SEB meningkat sekitar dua kali lipat atau kurang lebih 50 mmHg.
• Ketidakmampuan relaksasi sempurna akan menyebabkan adanya tekanan residual. Bila
tekanan hidrostatik disertai dengan gravitasi dapat melebihi tekanan residual, makanan
dapat masuk ke dalam lambung.
• Peristaltik esofagus yang tidak normal disebabkan karena aperistaltik dan dilatasi ⅔
bagian bawah korpus esofagus.
• Akibat lemah dan tidak terkoordinasinya peristaltik sehingga tidak efektif dalam mendorong
bolus makanan melewati SEB
6. GAMBARAN KLINIS
Gambaran Klinik:
i. Disfagia, hilang timbul, berulang kali, makin sering.
ii. Regurgitasi, pada malam hari. Pasien tidak merasa asam atau pahit
iii. Penurunan berat badan, berlangsung dalam 1-5 tahun.
iv. Disfagia juga disertai nyeri dada substernal menjalar ke belakang, bahu, rahang,
dan tangan.
v. Komplikasi retensi makanan (batuk-batuk dan pneumonia aspirasi)
Pemeriksaan fisis tidak banyak membantu dalam menentukan gejala objektif yang
nyata.
7. RADIOLOGI
Gambar 3. Foto toraks posisi PA dan lateral
menunjukkan gambaran esofagus yang
mengalami dilatasi dengan air fluid level. (18)
Gambar 4. Barium kontras: Penyempitan dan
stenosis pada kardia esofagus dengan dilatasi
esofagus bagian proksimal. (10)
8. RADIOLOGI
Gambar 5. Memperlihatkan gambaran
akalasia berupa bird’s beak deformity dan
dilatasi esofagus (16)
Gambar 6. Esofagografi menunjukkan gambaran
esofagus yang mengalami dilatasi. (10)
9. PENATALAKSANAAN
• Bersifat paliatif:
i. Diet tinggi kalori
ii. Medikamentosa:
- Smooth muscle relaxant (Nitrogycerin)
- Calcium channel blockers (Nifedipine)
- Injeksi Botulinum Toksin
iii. Tindakan dilatasi: Pneumatic Dilatation
iv. Psikoterapi
v. Tindakan bedah: operasi esofagokardiotomi (operasi Heller).
12. PROGNOSIS
• Menetapnya gejala-gejala disfagia karena miotomi
yang tidak adekuat atau refluks gastroesofageal.
• Komplikasi yang paling sering muncul pada akalasia
yang lama adalah karsinoma esofagus.
• Pasien akalasia mempunyai respon yang baik
terhadap pengobatan. Sehingga bila ditangani secara
dini, prognosis pasien baik.