SlideShare a Scribd company logo
1 of 15
DISPEPSIA
I. PENDAHULUAN

  Dispepsia merupakan salah satu gangguan pada saluran penceranaan, khususnya
lambung. Dispepsia dapat berupa rasa nyeri atau tidak enak di perut bagian tengah keatas.
Rasa nyeri tidak menentu, kadang menetap atau kambuh. Dispepsia umumnya diderita
oleh kaum produktif dan kebanyakan penyebabnya adalah pola atau gaya hiudup tidak
sehat. Gejalanya pun bervariasi mulai dari nyeri ulu hati, mual-muntah, rasa penuh di ulu
hati, sebah, sendawa yang berlebihan bahkan bisa menyebabkan diare dengan segala
komplikasinya.

  Ada beberapa hal yang menjadi penyebab timbulnya dispepsia, yaitu pengleuaran asam
lambung berlebih, pertahanan dindins lambung yang lemah, infeksi Helicobacter pylori
(sejenis bakteri yang hidup di dalam lambung dalam jumlah kecil, gangguan gerakan
saluran pencernaan, dan stress psikologis (Ariyanto, 2007).

  Terkadang dispepsia dapat menjadi tanda dari masalah serius, contohnya penyakit ulkus
lambung yang parah. Tak jarang, dispepsia disebabkan karena kanker lambung, sehingga
harus diatasi dengan serius. Ada beberapa hal penting yang harus diperhatikan bila
terdapat salah satu dari tanda ini, yaitu:

            1.   Usia 50 tahun keatas
            2.   Kehilangan berat badan tanpa disengaja
            3.   Kesulitan menelan
            4.   Terkadang mual-muntah
            5.   Buang air besar tidak lancar
            6.   Merasa penuh di daerah perut (Bazaldua, et al, 1999)

  Secara umum dispepsia terbagi menjadi dua jenis, yaitu dispepsia organik dan dispepsia
nonorganik atau dispesia fungsional. Dispepsia organik jarang ditemukan pada usia
muda, tetapi banyak ditemukan pada usia lebih dari 40 tahun (Richter cit Hadi, 2002).
Dispepsia dapat disebut dispepsia organik apabila penyebabnya telah diketahui secara
jelas. Dispepsia fungsional atau dispepsia non-organik, merupakan dispepsia yang tidak
ada kelainan organik tetapi merupakan kelainan fungsi dari saluran makanan (Heading,
Nyren, Malagelada cit Hadi, 2002).

II. PEMBAHASAN

1. Definisi

  Dispepsia berasal dari bahasa Yunani "δυς-" (Dys-), berarti sulit , dan "πέψη" (Pepse),
berarti pencernaan (N.Talley, et al., 2005). Dispepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala
klinis yang terdiri dari rasa tidak enak/sakit di perut bagian atas yang menetap atau
mengalami kekambuhan. Keluhan refluks gastroesofagus klasik berupa rasa panas di
dada (heartburn) dan regurgitasi asam lambung, kini tidak lagi termasuk dispepsia.
Pengertian dispepsia terbagi dua, yaitu :

            1. Dispepsia organik, bila telah diketahui adanya kelainan organik sebagai
               penyebabnya. Sindroma dispepsi organik terdapat kelainan yang nyata
               terhadap organ tubuh misalnya tukak (luka) lambung, usus dua belas jari,
               radang pankreas, radang empedu, dan lain-lain.
            2. Dispepsia nonorganik atau dispepsia fungsional, atau dispesia nonulkus
               (DNU), bila tidak jelas penyebabnya. Dispepsi fungsional tanpa disertai
               kelainan atau gangguan struktur organ berdasarkan pemeriksaan klinis,
               laboratorium, radiologi, dan endoskopi (teropong saluran pencernaan).

  Definisi lain, dispepsia adalah nyeri atau rasa tidak nyaman pada perut bagian atas atau
dada, yang sering dirasakan sebagai adanya gas, perasaan penuh atau rasa sakit atau rasa
terbakar di perut. Setiap orang dari berbagai usia dapat terkena dispepsia, baik pria
maupun wanita. Sekitar satu dari empat orang dapat terkena dispepsia dalam beberapa
waktu (Bazaldua, et al, 1999)
Tabel 1.1 Diagnosis banding nyeri/ketidaknyamanan abdomen atas




            Dispepsia Organik        Dispepsia Fungsional


-Ulkus peptik kronik (ulkus ventrikul, ulkus -Disfungsi sensorik-motorik gastroduodenum

duodeni) -Gastroparesis idiopatik/hipomotilitas antrum
-Gastro-oesophageal reflux disease (GORD), -Disritmia gaster

dengan atau tanpa esofagitis -Hipersensitivitas gaster/duodenum

-Obat : OAINS, aspirin     -Faktor psikososial

-Kolelitiasis simtomatik   -Gastritis H.pylori

-Gangguan metabolik (uremia, hiperkalsemia, -Idiopatik

gastroparesis DM)

-Keganasan (gaster, pankreas, kolon)

-Insufisiensi vaskula mesentrikus

-Nyeri dinding perut

                                                                                (Mansjoer, et al, 2007)

2. Etiologi

  Seringnya, dispepsia disebabkan oleh ulkus lambung atau penyakit acid reflux. Jika
anda memiliki penyakit acid reflux, asam lambung terdorong ke atas menuju esofagus
(saluran muskulo membranosa yang membentang dari faring ke dalam lambung). Hal ini
menyebabkan nyeri di dada. Beberapa obat-obatan, seperti obat anti-inflammatory, dapat
menyebabkan dispepsia. Terkadang penyebab dispepsia belum dapat ditemukan.

  Penyebab dispepsia secara rinci adalah:

             1. Menelan udara (aerofagi)
             2. Regurgitasi (alir balik, refluks) asam dari lambung
             3. Iritasi lambung (gastritis)
             4. Ulkus gastrikum atau ulkus duodenalis
             5. Kanker lambung
             6. Peradangan kandung empedu (kolesistitis)
             7. Intoleransi laktosa (ketidakmampuan mencerna susu dan produknya)
             8. Kelainan gerakan usus
             9. Stress psikologis, kecemasan, atau depresi
             10. Infeksi Helicobacter pylory



3. Manifestasi Klinis

  Klasifikasi klinis praktis, didasarkan atas keluhan/gejala yang dominan, membagi
dispepsia menjadi tiga tipe :

    1. Dispepsia dengan keluhan seperti ulkus (ulkus-like dyspepsia), dengan gejala:

             a. Nyeri epigastrium terlokalisasi
b. Nyeri hilang setelah makan atau pemberian antasid
           c. Nyeri saat lapar
           d. Nyeri episodik

   2. Dispepsia dengan gejala seperti dismotilitas (dysmotility-like dyspesia), dengan
      gejala:

           a.   Mudah kenyang
           b.   Perut cepat terasa penuh saat makan
           c.   Mual
           d.   Muntah
           e.   Upper abdominal bloating (bengkak perut bagian atas)
           f.   Rasa tak nyaman bertambah saat makan

   3. Dispepsia nonspesifik (tidak ada gejala seperti kedua tipe di atas) (Mansjoer, et al,
       2007).

  Sindroma dispepsia dapat bersifat ringan, sedang, dan berat, serta dapat akut atau kronis
sesuai dengan perjalanan penyakitnya. Pembagian akut dan kronik berdasarkan atas
jangka waktu tiga bulan.

  Nyeri dan rasa tidak nyaman pada perut atas atau dada mungkin disertai dengan
sendawa dan suara usus yang keras (borborigmi). Pada beberapa penderita, makan dapat
memperburuk nyeri; pada penderita yang lain, makan bisa mengurangi nyerinya.
Gejala lain meliputi nafsu makan yang menurun, mual, sembelit, diare dan flatulensi
(perut kembung).

  Jika dispepsia menetap selama lebih dari beberapa minggu, atau tidak memberi respon
terhadap pengobatan, atau disertai penurunan berat badan atau gejala lain yang tidak
biasa, maka penderita harus menjalani pemeriksaan.

4. Pemeriksaan

 Pemeriksaan untuk penanganan dispepsia terbagi beberapa bagian, yaitu:

   1. Pemeriksaan laboratorium biasanya meliputi hitung jenis sel darah yang lengkap
      dan pemeriksaan darah dalam tinja, dan urine. Dari hasil pemeriksaan darah bila
      ditemukan lekositosis berarti ada tanda-tanda infeksi. Pada pemeriksaan tinja, jika
      tampak cair berlendir atau banyak mengandung lemak berarti kemungkinan
      menderita malabsorpsi. Seseorang yang diduga menderita dispepsia tukak,
      sebaiknya diperiksa asam lambung (Hadi, 2002). Pada karsinoma saluran
      pencernaan perlu diperiksa petanda tumor, misalnya dugaan karsinoma kolon
      perlu diperiksa CEA, dugaan karsinoma pankreas perlu diperiksa CA 19-9 (Vilano
       et al, cit Hadi, 2002).
   2. Barium enema untuk memeriksa kerongkongan, lambung atau usus halus dapat
      dilakukan pada orang yang mengalami kesulitan menelan atau muntah, penurunan
      berat badan atau mengalami nyeri yang membaik atau memburuk bila penderita
      makan (Mansjoer, 2007).
   3. Endoskopi bisa digunakan untuk memeriksa kerongkongan, lambung atau usus
      kecil dan untuk mendapatkan contoh jaringan untuk biopsi dari lapisan lambung.
      Contoh tersebut kemudian diperiksa dibawah mikroskop untuk mengetahui
      apakah lambung terinfeksi oleh Helicobacter pylori. Endoskopi merupakan
      pemeriksaan baku emas, selain sebagai diagnostik sekaligus terapeutik.
      Pemeriksaan yang dapat dilakukan dengan endoskopi adalah:
                                  a. CLO (rapid urea test)
                                  b. Patologi anatomi (PA)
                                  c. Kultur mikroorgsanisme (MO) jaringan
                                  d. PCR (polymerase chain reaction), hanya dalam
                                      rangka penelitian
   4. Pemeriksaan penunjang meliputi pemeriksaan radiologi, yaitu OMD dengan
      kontras ganda, serologi Helicobacter pylori, dan urea breath test (belum tersedia
      di Indonesia) (Mansjoer, 2007). Pemeriksaan radiologis dilakukan terhadap saluran
makan bagian atas dan sebaiknya dengan kontras ganda. Pada refluks
       gastroesofageal akan tampak peristaltik di esofagusnyang menurun terutama di
       bagian distal, tampak anti-peristaltik di antrum yang meninggi serta sering
       menutupnya pilorus, sehingga sedikit barium yang masuk ke intestin (Hadi, 2002).
       Pada tukak baik di lambung, maupun di duodenum akan terlihat gambar yang
       disebut niche, yaitu suatu kawah dari tukak yang terisi kontras media. Bentuk
       niche dari tukak yang jinak umumnya reguler, semisirkuler, dengan dasar licin
       (Vilano et al, cit Hadi, 2002). Kanker di lambung secara radiologis, akan tampak
       massa yang ireguler tidak terlihat peristaltik di daerah kanker, bentuk dari
       lambung berubah (Shirakabe cit Hadi, 2002). Pankreatitis akuta perlu dibuat foto polos
       abdomen, yang akan terlihat tanda seperti terpotongnya usus besar (colon cut off
       sign), atau tampak dilatasi dari intestin terutama di jejunum yang disebut sentinal
       loops (Hadi, 2002).
    5. Kadang dilakukan pemeriksaan lain, seperti pengukuran kontraksi kerongkongan
       atau respon kerongkongan terhadap asam.




         Tabel 4.1. Pertimbangan dalam Memilih Strategi Pemeriksaan Dispepsia




Strategi Kelebihan        Kekurangan

Endoskopi Tes baku emas untuk memeriksa           Mahal

             Gastroduodenal ulcers, reflux       Invasif

             Esophagitis, dan kanker gastro-       Tidak begitu efektif/praktis untuk

             intestinal      pasien muda tanpa gejala alarm

             Bermanfaat karena lebih 40 persen        Jarang, komplikasi endoskopi

             pasien dispepsia karena organik

             Menyediakan cukup jaminan pasien

             Pilihan tes untuk target terapi


Pengobatan empiris Strategi yang tidak begitu mahal        Manfaat manghilang dengan adanya

dengan menurunkan Gejala cepat dikenali         pengulangan gejala/respon lemah

kadar asam Rata-rata respon yang tinggi        Rata-rata pengulangan gejala tinggi

             Dapat mengurangi sejumlah          Dapat menyampaikan kegunaan

             endoskopi                         medik yang tidak cocok dan lama

                                    Dapat menunda tes diagnosis
Dapat menutup gejala malignant ulcers

                                      Kemungkinan besar untuk menyediakan

                                      jaminan pasien paling kurang

                                   Jarang, efek samping yang serius

                                      (gynecomastia atau hematologic

                                      disorders)




Tes H.pylori dan Berdasarkan review literatur, keli-          Dapat meningkatkan level kebal anti-

perlakuannya jika hatannya sebuah pendekatan yang              biotik

hasil tes positif dapat diterima, dan strategi yang       Tes H.pylori kurang akurat

              tidak begitu mahal dalam pasien          Dapat menghasilkan overtreatment di-

              sensitif H.pyloti       karenakan hasil pemeriksaan yang

              Direkomendasikan oleh American             positif palsu atau undertreatment dika-

              Gastroenterological Association          reanakan hasil pemeriksaan yang

              Dapat mengurangi sejumlah            negatif palsu

              endoskopi           Manfaat untuk pasien dispepsia

                                      fungsional kemungkinan kecil atau

                                      tidak ada sama sekali

                                      Kanker dan penyakit ulcer bisa terlewati

                                      Pasien menjadi tidak punya waktu

                                      banyaknya pengobatan

                                      Dapat menyebabkan efek samping

                                      yang serius (pseudomembranous colitis)

                                      Hasil pengobatan pasien yang terinfeksi

                                      jangka panjang tidak terdokumentasi

                                      secara pasti




Pemberantasan Mencegah pembiayaan H.pylori dan              Beberapa bukti tidak mendukung

empiris H.pylori endoskopi (penyimpanan biaya              pendekatan ini

         aktual mungkin sedikit bila pasien          Dapat meningkatkan level kebal anti-

         secara rutin membutuhkan endoskopi) biotik

              Dapat mengurangi sejumlah            Manfaat untuk pasien dispepsia
endoskopi           fungsional kemungkinan kecil atau

                                         tidak ada sama sekali

               Kanker dan penyakit ulcer bisa terlewati

                                         Pasien menjadi tidak punya waktu

                                         banyaknya pengobatan

                                         Dapat menyebabkan efek samping




                                         yang serius (pseudomembranous colitis)

                                         Hasil pengobatan pasien yang terinfeksi

                                         jangka panjang tidak terdokumentasi

                                    secara pasti


Tes untuk H.pylori Endoskopi akan mendeteksi                Tidak efektif biaya dibandingkan

dan melakukan gastroduodenal ulcers, reflux               dengan tes untuk H.pylori diikuti

endoskopi jika hasil esophagitis, dan kanker gastro-            oleh pengobatan jika hasilnya positif

tes positif intestinal atas        Dapat terjadi penggunaan endoskopi

         Meminimalisir kebal terhadap              secara berlebihan karena terjadi tes

         antibiotik           positif palsu

                                    Invasif

                                                                              (N. Talley et al, cit Bazaldua, 1999)

5. Penatalaksanaan

  Berdasarkan Konsensus Nasional Penanggulangan Helicobacter pylori 1996, ditetapkan
skema penatalaksanaan dispepsia, yang dibedakan bagi sentra kesehatan dengan tenaga
ahli (gastroenterolog atau internis) yang disertai fasilitas endoskopi dengan
penatalaksanaan dispepsia di masyarakat.

  Pengobatan dispepsia mengenal beberapa golongan obat, yaitu:

              1. Antasid 20-150 ml/hari

                   Golongan obat ini mudah didapat dan murah. Antasid akan menetralisir
                   sekresi asam lambung. Antasid biasanya mengandung Na bikarbonat,
                   Al(OH)3, Mg(OH)2, dan Mg triksilat. Pemberian antasid jangan terus-
                   menerus, sifatnya hanya simtomatis, unutk mengurangi rasa nyeri. Mg
                   triksilat dapat dipakai dalam waktu lebih lama, juga berkhasiat sebagai
                   adsorben sehingga bersifat nontoksik, namun dalam dosis besar akan
                   menyebabkan diare karena terbentuk senyawa MgCl2.

              2. Antikolinergik
Perlu diperhatikan, karena kerja obat ini tidak spesifik. Obat yang agak
       selektif yaitu pirenzepin bekerja sebagai anti reseptor muskarinik yang
       dapat menekan seksresi asama lambung sekitar 28-43%. Pirenzepin juga
       memiliki efek sitoprotektif.

       3. Antagonis reseptor H2

       Golongan obat ini banyak digunakan untuk mengobati dispepsia organik
       atau esensial seperti tukak peptik. Obat yang termasuk golongan antagonis
       respetor H2 antara lain simetidin, roksatidin, ranitidin, dan famotidin.

4. Penghambat pompa asam (proton pump inhibitor = PPI)

       Golongan obat ini mengatur sekresi asam lambung pada stadium akhir dari
       proses sekresi asam lambung. Obat-obat yang termasuk golongan PPI
       adalah omeperazol, lansoprazol, dan pantoprazol.

5. Sitoprotektif

       Prostoglandin sintetik seperti misoprostol (PGE1) dan enprostil (PGE2).
       Selain bersifat sitoprotektif, juga menekan sekresi asam lambung oleh sel
       parietal. Sukralfat berfungsi meningkatkan sekresi prostoglandin endogen,
       yang selanjutnya memperbaiki mikrosirkulasi, meningkatkan produksi
       mukus dan meningkatkan sekresi bikarbonat mukosa, serta membentuk
       lapisan protektif (site protective), yang bersenyawa dengan protein sekitar
       lesi mukosa saluran cerna bagian atas (SCBA).

   6. Golongan prokinetik

       Obat yang termasuk golongan ini, yaitu sisaprid, domperidon, dan
       metoklopramid. Golongan ini cukup efektif untuk mengobati dispepsia
       fungsional dan refluks esofagitis dengan mencegah refluks dan
       memperbaiki bersihan asam lambung (acid clearance) (Mansjoer et al, 2007).

       7. Kadang kala juga dibutuhkan psikoterapi dan psikofarmaka (obat anti-
       depresi dan cemas) pada pasien dengan dispepsia fungsional, karena tidak
       jarang keluhan yang muncul berhubungan dengan faktor kejiwaan seperti
       cemas dan depresi (Sawaludin, 2005)




                                  Hasil (-)




                                   Rujuk
Hasil (+)

                        Usia > 45 tahun atau usia < 45 tahun dengan tanda-tanda alarm




Terapi empiris selama 2 minggu :

-Antasida

-H2 antagonis/PPI (omeprazol)

-Obat-obat prokinetik

                                           Kambuh (maksimal 3x)

                                                   Rujuk

                                             Dispepsia tetap (+)

                 Gastroenterelogis / internis atau dokter anak dengan fasilitas endoskopi

                                                 Dispepsia



                                   Usia , 45 tahun tanpa tanda-tanda alarm




                                              Tes serologi Hp




                                                   Rujuk
Dispepsia (-)

                            Terapi dihentikan




Skema 5.1. Skema penatalaksanaan pasien dispepsia di masyarakat

                                                       (Mansjoer et al, 2007)



                           Dispepsia




                           Endoskopi




                        Tes serologi Hp
Hasil (-)

Pemeriksaan CLO, PA, kultur (untuk Hp)

              Hasil (+)




               CLO (+)

                PA (+)

              Kultur (+)


               CLO (+)

                PA (+)

              Kultur (+)


               CLO (+)

                PA (+)

              Kultur (+)


               CLO (+)

                PA (+)

              Kultur (+)


               CLO (+)

                PA (+)

              Kultur (+)
Seleksi kasus



       Tidak dilakukan terapi eradikasi hanya diberikan terapi empiris sambil dicari penyebab lain




                                            Terapi eradikasi




        Skema 5.2. Skema penatalaksanaan pasien dispepsia oleh gastroenterolog/internis
                         atau dokter anak dengan fasilitas endoskopi

                                                                                    (Mansjoer et al, 2007)

                       Tabel 5.1. Golongan obat antagonis reseptor H2




Obat   Indikasi     Dosis Cara, waktu, dan Efek samping



                          lama pemberian

Simetidin   Tukak peptik akut dan    3x200mg, Selama 4 minggu Penekanan eritropoesis,

       kronik     ditambah   sampai pansitopenia
200mg      atau neutropenia

            sebelum

            t idur

       Gastritis kronik dengan    200mg Lanjutan, setiap malam Gangguan SSP seperti

       hiperskresi HCl     konfusi mental, somnolen,

                                          letargi, halusinasi

                                          Gangguan endokrin yaitu

                                          impotensi, ginekomastia




Roksatidin Gastritis akut dan kronik 75mg/hari, Oral, malam hari,selama

            dengan saya selektif disesuaikan 1 minggu

            reseptor H2 6 kali lebih dengan

            baik daripada simetidin bersihan

            setara ranitidin kreatinin




Ranitidin   Dispepsia akut dan 2x150mg Selama 4-6 minggu

            kronik, khususnya lanjutan :

            tukak duodenum aktif 1x150mg Malam hari

                                                                                        (Mansjoer et al, 2007)

                       Tabel 5.2. Golongan obat penghambat pompa proton

Obat        Indikasi                           Dosis            Pemberian           Efek samping
Omeperazol Tukak peptik                        1x20mg/hari      Setiap pagi, selama Sakit kepala, nuase, diare,

                                                                1-2 minggu, oral    mabuk, lemas, nyeri
            Tukak duodenum                     1x20-                                epigastrik, banyak gas
                                               50mg/hari        Selama 2-4 hari
                                                                minggu, oral
Lansoprazol Tukak peptik                       1x30mg/hari      4 minggu, oral      Idem
Pantoprazol Tukak peptik, inhibitor pompa 1x40mg/hari           Oral                Idem
            proton yang reversibel




                                                                                        (Mansjoer et al, 2007)

  Pengobatan farmakologis untuk pasien dispepsia fungsional belum begitu memuaskan.
Hasil penelitian controlled trials secara umum masih mengecewakan dan hanya
menemukan manfaat yang relatif kecil mengenai placebo dengan histamin antagonis
reseptor H2, penghambat pompa asam (proton-pump inhibitors), dan pemberantasan
Helicobacter pylori. Walaupun sejumlah penelitian acak (randomized), controlled trials,
dan meta-analisis telah menunjukkan keunggulan sisaprid dibandingkan placebo,
sekarang kegunaan sisaprid terlarang di kebanyakan negara karena mengakibatkan efek
samping pada jantung. (Holtmann et al, 2006)

  Di Jepang, itoprid, yang merupakan dopamin antagonis D2 dengan kerja menghambat
acetylcholinesterase, sering diresepkan untuk pasien dispepsia fungsional. Walaupun
obat ini telah menunjukkan merangsang kemampuan gerak spontan (motality) lambung,
penelitian yang dirancang secara tepat, acak, dan controlled trials terhadap pasien
dispepsia fungsional masih lemah. Di Jepang, itoprid diresepkan 50 mg untuk tiga kali
sehari. Bagaimanapun, respon kecil terhadap pemberian dosis harus dipandang dari
populasi lainnya. (Holtmann et al, 2006)

  Penelitian yang dilakukan oleh Holtmann dkk membandingkan antara pasien dispepsia
fungsional yang diberi resep placebo dan itoprid. Pasien dispepsia fungsional secara acak
menerima pengobatan itoprid (50,100, atau 200 mg untuk tiga kali sehari) atau placebo.
Setelah delapan minggu pengobatan, tiga poin efikasi utama dianalisa: perubahan dasar
berbagai gejala dispepsia fungsional (seperti yang diujikan melalui Leeds Dyspepsia
Questionnaire), pengujian global dari efikasi pasien (proporsi pasien tanpa gejala atau
tanda peningkatan gejala), dan berbagai keluhan nyeri dan sakit yang dihitung dalam
skala tingkat lima. Setelah delapan minggu, 41 persen dari pasien yang menerima placebo
ternyata bebas gejala, sebagai perbandingan dengan 57 persen, 59 persen, dan 64 persen
yang menerima itoprid dosis 50, 100, 200 mg untuk tiga kali sehari (P<0.05 untuk semua
oerbandingan antara placebo dan itoprid). (Holtmann et al, 2006)

  Walaupun penilaian bebas gejala secara siginifikan terjadi di keempat kelompok,
analisis keseluruhan menyingkap bahwa itoprid lebih unggul secara signifikan daripada
placebo, dengan nilai perkembangan bebas gejala untuk kelompok 100 dan 200 mg (-6.24
dan -6.27) versus (-4.50) untuk kelompok placebo; P=0.05. Analisis akhir dan lengkap
menunjukkan bahwa itoprid menghasilkan nilai respon yang lebih baik daripada placebo
(73 persen versus 63 persen, P=0.04) (Holtmann et al, 2006).




  Tabel 5.3. Pengobatan untuk Dispepsia Fungsional yang Didukung Bukti dan Tanpa
                                  Didukung Bukti




Pengobatan yang didukung bukti

   •   Pemberantasan H. pylori
   •   Itoprid

   •   Proton-pump inhibitors (PPI)

   •   Terapi psikologi (terapi perilaku kognisi, hipnoterapi, psikoterapi)



Pengobatan tanpa didukung bukti

   •   Antacids
   •   Antispasmodic agents

   •   Bismuth salts

   •   Dietary therapy
•   Herbal therapy

      •   Histamine H2-receptor antagonists

      •   Misoprostol

      •   Prokinetic agents

      •   Selective serotonin-reuptake inhibitors

      •   Sucralfate

      •   Tricyclic antidepressants (at low doses)

                                                                           (Longstreth, 2006)

6. Pencegahan

 Modifikasi gaya hidup sangat berperan dalam mencegah terjadinya dispepsia bahkan
memperbaiki kondisi lambung secara tidak langsung (Ariyanto, 2007)

 Berikut ini adalah modifikasi gaya hidup yang dianjurkan untuk mengelola dan
mencegah timbulnya gangguan akibat dispepsia :

1.                      Atur pola makan seteratur mungkin.
2.                      Hindari makanan berlemak tinggi yang menghambat pengosongan
      isi lambung (coklat, keju, dan lain-lain).

3.                      Hindari makanan yang menimbulkan gas di lambung (kol, kubis,
      kentang, melon, semangka, dan lain-lain).

4.                         Hindari makanan yang terlalu pedas.

5.                         Hindari minuman dengan kadar caffeine dan alkohol.

6.                      Hindari obat yang mengiritasi dinding lambung, seperti obat anti-
      inflammatory, misalnya yang mengandung ibuprofen, aspirin, naproxen, dan
      ketoprofen. Acetaminophen adalah pilihan yang tepat untuk mengobati nyeri karena
      tidak mengakibatkan iritasi pada dinding lambung.

7.                         Kelola stress psikologi se-efisien mungkin.

8.                         Jika anda perokok, berhentilah merokok.

9.                         Jika anda memiliki gangguan acid reflux, hindari makan sebelum
      waktu tidur.

10.                     Hindari faktor-faktor yang membuat pencernaan terganggu, seperti
      makan terlalu banyak, terutama makanan berat dan berminyak, makan terlalu cepat,
      atau makan sesaat sebelum olahraga.

11.                        Pertahankan berat badan sehat

12.                    Olahraga teratur (kurang lebih 30 menit dalam beberapa hari
      seminggu) untuk mengurangi stress dan mengontrol berat badan, yang akan
      mengurangi dispepsia.

13.                      Ikuti rekomendasi dokter Anda mengenai pengobatan dispepsia.
      Baik itu antasid, PPI, penghambat histamin-2 reseptor, dan obat motilitas.
Daftar Pustaka

1.               Mansjoer, Arif et al. 2007. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1. Edisi
    Ketiga. Jakarta.: 488-491
2.               Hadi, Sujono. 2002. Gastroenterologi. Bandung : 156,159
3.               Bazaldua, O.V. et al. 2006. Dyspepsia: What It Is and What to Do About
    It. http://familydoctor.org/online/famdocen/home/common/digestive/dyspepsia.html,
    Desember 2006
4.               Anonim. 2001. Dyspepsia-Symptoms, Treatment, abd Prevention.
    http://www.healthscout.com/ency/68/294/main.html, 2001
5.               Sawaludin, Diding. 2005. Nyeri Ulu Hati yang Berulang.
    http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2005/1005/09/hikmah/kesehatan.htm, 9 Oktober
    2005
6.               Ariyanto, W.L. 2007. Mencegah Gangguan Lambung. www.kiatsehat.com, 2007
7.               Anonim. 2004. Dispepsia.
    http://medicastore.com/med/subkategori_pyk.ph p?
    idktg=7&UID=20071107122240202.162.33.202, 2004
8.               Anonim. 2007. Dyspepsia. http://en.wikipedia.org/wiki/Dyspepsia, 7
    Oktober 2007
9.               Bazaldua, OV et al.1999. Evaluation and Management of Dyspepsia.
    http://www.aafp.org/afp/991015ap/1773.html, 15 Oktober 1999
10.              Torpy, Janet M. 2006. Dyspepsia. http://jama.ama-
    assn.org/cgi/reprint/295/ 13/1612?
    maxtoshow=&HITS=10&hits=10&RESULTFORMAT=&fulltext=dyspepsia&search
    id=1&FIRSTINDEX=0&resourcetype=HWCIT, 5 April 2006
11.              Holtmann, Gerald. 2006. A Placebo-Controlled Trial of Itopride

      in Functional Dyspepsia. http://content.nejm.org/cgi/content/short/354/8/ 832, 23
      Februari 2006

12.            Longstreth, George F. 2006. Functional Dyspepsia — Managing the
      Conundrum. http://content.nejm.org/cgi/content/short/354/8/791, 23 Februari 2006

More Related Content

What's hot

What's hot (20)

Status Dermatologikus
Status DermatologikusStatus Dermatologikus
Status Dermatologikus
 
Trauma Buli-Buli (Vesika Urinaria)
Trauma Buli-Buli (Vesika Urinaria)Trauma Buli-Buli (Vesika Urinaria)
Trauma Buli-Buli (Vesika Urinaria)
 
Resusitasi cairan
Resusitasi cairanResusitasi cairan
Resusitasi cairan
 
Standar Kompetensi Dokter Indonesia
Standar Kompetensi Dokter IndonesiaStandar Kompetensi Dokter Indonesia
Standar Kompetensi Dokter Indonesia
 
Dispepsia
DispepsiaDispepsia
Dispepsia
 
12 nervus cranial
12 nervus cranial 12 nervus cranial
12 nervus cranial
 
Laporan kasus sirosis hepatis, diana
Laporan kasus sirosis hepatis, dianaLaporan kasus sirosis hepatis, diana
Laporan kasus sirosis hepatis, diana
 
Penatalaksanaan Kejang Demam - Konsensus IDAI
Penatalaksanaan Kejang Demam - Konsensus IDAIPenatalaksanaan Kejang Demam - Konsensus IDAI
Penatalaksanaan Kejang Demam - Konsensus IDAI
 
Demam tifoid anak
Demam tifoid anakDemam tifoid anak
Demam tifoid anak
 
Materi iii tatalaksana gizi buruk
Materi iii tatalaksana gizi burukMateri iii tatalaksana gizi buruk
Materi iii tatalaksana gizi buruk
 
Laporan Kasus BPH
Laporan Kasus BPHLaporan Kasus BPH
Laporan Kasus BPH
 
Pem fisik sist.kardiovaskuler
Pem fisik sist.kardiovaskulerPem fisik sist.kardiovaskuler
Pem fisik sist.kardiovaskuler
 
Laporan Kasus Stroke Hemoragik
Laporan Kasus Stroke HemoragikLaporan Kasus Stroke Hemoragik
Laporan Kasus Stroke Hemoragik
 
Demam tifoid
Demam tifoidDemam tifoid
Demam tifoid
 
Perforasi gaster
Perforasi gasterPerforasi gaster
Perforasi gaster
 
SINDROME NEFROTIK
SINDROME NEFROTIKSINDROME NEFROTIK
SINDROME NEFROTIK
 
Referat Syok Anafilaktik
Referat Syok AnafilaktikReferat Syok Anafilaktik
Referat Syok Anafilaktik
 
Ca mammae
Ca mammaeCa mammae
Ca mammae
 
Kolelitiasis,kolestasis,kolesistitis
Kolelitiasis,kolestasis,kolesistitisKolelitiasis,kolestasis,kolesistitis
Kolelitiasis,kolestasis,kolesistitis
 
Pengantar ilmu anatomi
Pengantar ilmu anatomiPengantar ilmu anatomi
Pengantar ilmu anatomi
 

Viewers also liked (8)

Dispepsia
DispepsiaDispepsia
Dispepsia
 
Dispepsia
Dispepsia Dispepsia
Dispepsia
 
Dispepsia
DispepsiaDispepsia
Dispepsia
 
Dispepsia
DispepsiaDispepsia
Dispepsia
 
Referat Dispepsia
Referat DispepsiaReferat Dispepsia
Referat Dispepsia
 
an Approach to Dyspepsia
an Approach to Dyspepsiaan Approach to Dyspepsia
an Approach to Dyspepsia
 
Dispepsia
DispepsiaDispepsia
Dispepsia
 
Dyspepsia
DyspepsiaDyspepsia
Dyspepsia
 

Similar to 3949918 dispepsia

ASKEP DISPEPSIA
ASKEP DISPEPSIAASKEP DISPEPSIA
ASKEP DISPEPSIAMas Mawon
 
Dokumen.tips lp dispepsiapdf
Dokumen.tips lp dispepsiapdfDokumen.tips lp dispepsiapdf
Dokumen.tips lp dispepsiapdfMysarah Zhaerah
 
Kasus farmakoterapi DYSPEPSIA
Kasus farmakoterapi DYSPEPSIAKasus farmakoterapi DYSPEPSIA
Kasus farmakoterapi DYSPEPSIADyah Ervy
 
Diet pada penyakit saluran cerna
Diet pada penyakit saluran cernaDiet pada penyakit saluran cerna
Diet pada penyakit saluran cernaarfian vhio
 
Laporan pendahuluan dispepsia
Laporan pendahuluan dispepsiaLaporan pendahuluan dispepsia
Laporan pendahuluan dispepsiaIs Muhar
 
pbl 3b Nyeri uluhati
pbl 3b Nyeri uluhatipbl 3b Nyeri uluhati
pbl 3b Nyeri uluhatiAi Coryde
 
Sindrom Dispepsia Organik_Achmad Rifaldi Triatmojo_1710211123.pdf
Sindrom Dispepsia Organik_Achmad Rifaldi Triatmojo_1710211123.pdfSindrom Dispepsia Organik_Achmad Rifaldi Triatmojo_1710211123.pdf
Sindrom Dispepsia Organik_Achmad Rifaldi Triatmojo_1710211123.pdfAchmadRifaldiTriatmo1
 
PPT KEL.4 HIRSCHPRUNGS.pptx
PPT KEL.4 HIRSCHPRUNGS.pptxPPT KEL.4 HIRSCHPRUNGS.pptx
PPT KEL.4 HIRSCHPRUNGS.pptxHalmaFaujiah
 
PEmbahasaan PBL Sistem Digestive Kelompok 2
PEmbahasaan PBL Sistem Digestive Kelompok 2PEmbahasaan PBL Sistem Digestive Kelompok 2
PEmbahasaan PBL Sistem Digestive Kelompok 2NJL
 
Askep Cholitis ulseratif dan Peritonitis
Askep Cholitis ulseratif dan PeritonitisAskep Cholitis ulseratif dan Peritonitis
Askep Cholitis ulseratif dan PeritonitisKampus-Sakinah
 
Dispepsia.pptx
Dispepsia.pptxDispepsia.pptx
Dispepsia.pptxRsmStc
 
Askep pasien colic abdomen br
Askep pasien colic abdomen brAskep pasien colic abdomen br
Askep pasien colic abdomen brTeye Onti
 

Similar to 3949918 dispepsia (20)

Lp dispepsia
Lp dispepsiaLp dispepsia
Lp dispepsia
 
ASKEP DISPEPSIA
ASKEP DISPEPSIAASKEP DISPEPSIA
ASKEP DISPEPSIA
 
Dokumen.tips lp dispepsiapdf
Dokumen.tips lp dispepsiapdfDokumen.tips lp dispepsiapdf
Dokumen.tips lp dispepsiapdf
 
Bab ii 9
Bab ii 9Bab ii 9
Bab ii 9
 
Kasus farmakoterapi DYSPEPSIA
Kasus farmakoterapi DYSPEPSIAKasus farmakoterapi DYSPEPSIA
Kasus farmakoterapi DYSPEPSIA
 
Asuhan keperawatan dispepsia
Asuhan keperawatan dispepsiaAsuhan keperawatan dispepsia
Asuhan keperawatan dispepsia
 
Diet pada penyakit saluran cerna
Diet pada penyakit saluran cernaDiet pada penyakit saluran cerna
Diet pada penyakit saluran cerna
 
Laporan pendahuluan dispepsia
Laporan pendahuluan dispepsiaLaporan pendahuluan dispepsia
Laporan pendahuluan dispepsia
 
pbl 3b Nyeri uluhati
pbl 3b Nyeri uluhatipbl 3b Nyeri uluhati
pbl 3b Nyeri uluhati
 
Dispepsia organik pleno
Dispepsia organik plenoDispepsia organik pleno
Dispepsia organik pleno
 
Sindrom Dispepsia Organik_Achmad Rifaldi Triatmojo_1710211123.pdf
Sindrom Dispepsia Organik_Achmad Rifaldi Triatmojo_1710211123.pdfSindrom Dispepsia Organik_Achmad Rifaldi Triatmojo_1710211123.pdf
Sindrom Dispepsia Organik_Achmad Rifaldi Triatmojo_1710211123.pdf
 
Gerd kelompok 3
Gerd kelompok 3Gerd kelompok 3
Gerd kelompok 3
 
Uji gea AKPER PEMKAB MUNA
Uji gea AKPER PEMKAB MUNA Uji gea AKPER PEMKAB MUNA
Uji gea AKPER PEMKAB MUNA
 
PPT KEL.4 HIRSCHPRUNGS.pptx
PPT KEL.4 HIRSCHPRUNGS.pptxPPT KEL.4 HIRSCHPRUNGS.pptx
PPT KEL.4 HIRSCHPRUNGS.pptx
 
PEmbahasaan PBL Sistem Digestive Kelompok 2
PEmbahasaan PBL Sistem Digestive Kelompok 2PEmbahasaan PBL Sistem Digestive Kelompok 2
PEmbahasaan PBL Sistem Digestive Kelompok 2
 
Askep Cholitis ulseratif dan Peritonitis
Askep Cholitis ulseratif dan PeritonitisAskep Cholitis ulseratif dan Peritonitis
Askep Cholitis ulseratif dan Peritonitis
 
Dispepsia.pptx
Dispepsia.pptxDispepsia.pptx
Dispepsia.pptx
 
Askep dispepsia 1
Askep dispepsia 1Askep dispepsia 1
Askep dispepsia 1
 
Askep pasien colic abdomen br
Askep pasien colic abdomen brAskep pasien colic abdomen br
Askep pasien colic abdomen br
 
Ileus obstruksi final
Ileus obstruksi finalIleus obstruksi final
Ileus obstruksi final
 

3949918 dispepsia

  • 1. DISPEPSIA I. PENDAHULUAN Dispepsia merupakan salah satu gangguan pada saluran penceranaan, khususnya lambung. Dispepsia dapat berupa rasa nyeri atau tidak enak di perut bagian tengah keatas. Rasa nyeri tidak menentu, kadang menetap atau kambuh. Dispepsia umumnya diderita oleh kaum produktif dan kebanyakan penyebabnya adalah pola atau gaya hiudup tidak sehat. Gejalanya pun bervariasi mulai dari nyeri ulu hati, mual-muntah, rasa penuh di ulu hati, sebah, sendawa yang berlebihan bahkan bisa menyebabkan diare dengan segala komplikasinya. Ada beberapa hal yang menjadi penyebab timbulnya dispepsia, yaitu pengleuaran asam lambung berlebih, pertahanan dindins lambung yang lemah, infeksi Helicobacter pylori (sejenis bakteri yang hidup di dalam lambung dalam jumlah kecil, gangguan gerakan saluran pencernaan, dan stress psikologis (Ariyanto, 2007). Terkadang dispepsia dapat menjadi tanda dari masalah serius, contohnya penyakit ulkus lambung yang parah. Tak jarang, dispepsia disebabkan karena kanker lambung, sehingga harus diatasi dengan serius. Ada beberapa hal penting yang harus diperhatikan bila terdapat salah satu dari tanda ini, yaitu: 1. Usia 50 tahun keatas 2. Kehilangan berat badan tanpa disengaja 3. Kesulitan menelan 4. Terkadang mual-muntah 5. Buang air besar tidak lancar 6. Merasa penuh di daerah perut (Bazaldua, et al, 1999) Secara umum dispepsia terbagi menjadi dua jenis, yaitu dispepsia organik dan dispepsia nonorganik atau dispesia fungsional. Dispepsia organik jarang ditemukan pada usia muda, tetapi banyak ditemukan pada usia lebih dari 40 tahun (Richter cit Hadi, 2002). Dispepsia dapat disebut dispepsia organik apabila penyebabnya telah diketahui secara jelas. Dispepsia fungsional atau dispepsia non-organik, merupakan dispepsia yang tidak ada kelainan organik tetapi merupakan kelainan fungsi dari saluran makanan (Heading, Nyren, Malagelada cit Hadi, 2002). II. PEMBAHASAN 1. Definisi Dispepsia berasal dari bahasa Yunani "δυς-" (Dys-), berarti sulit , dan "πέψη" (Pepse), berarti pencernaan (N.Talley, et al., 2005). Dispepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinis yang terdiri dari rasa tidak enak/sakit di perut bagian atas yang menetap atau mengalami kekambuhan. Keluhan refluks gastroesofagus klasik berupa rasa panas di dada (heartburn) dan regurgitasi asam lambung, kini tidak lagi termasuk dispepsia. Pengertian dispepsia terbagi dua, yaitu : 1. Dispepsia organik, bila telah diketahui adanya kelainan organik sebagai penyebabnya. Sindroma dispepsi organik terdapat kelainan yang nyata terhadap organ tubuh misalnya tukak (luka) lambung, usus dua belas jari, radang pankreas, radang empedu, dan lain-lain. 2. Dispepsia nonorganik atau dispepsia fungsional, atau dispesia nonulkus (DNU), bila tidak jelas penyebabnya. Dispepsi fungsional tanpa disertai kelainan atau gangguan struktur organ berdasarkan pemeriksaan klinis, laboratorium, radiologi, dan endoskopi (teropong saluran pencernaan). Definisi lain, dispepsia adalah nyeri atau rasa tidak nyaman pada perut bagian atas atau dada, yang sering dirasakan sebagai adanya gas, perasaan penuh atau rasa sakit atau rasa terbakar di perut. Setiap orang dari berbagai usia dapat terkena dispepsia, baik pria maupun wanita. Sekitar satu dari empat orang dapat terkena dispepsia dalam beberapa waktu (Bazaldua, et al, 1999)
  • 2. Tabel 1.1 Diagnosis banding nyeri/ketidaknyamanan abdomen atas Dispepsia Organik Dispepsia Fungsional -Ulkus peptik kronik (ulkus ventrikul, ulkus -Disfungsi sensorik-motorik gastroduodenum duodeni) -Gastroparesis idiopatik/hipomotilitas antrum -Gastro-oesophageal reflux disease (GORD), -Disritmia gaster dengan atau tanpa esofagitis -Hipersensitivitas gaster/duodenum -Obat : OAINS, aspirin -Faktor psikososial -Kolelitiasis simtomatik -Gastritis H.pylori -Gangguan metabolik (uremia, hiperkalsemia, -Idiopatik gastroparesis DM) -Keganasan (gaster, pankreas, kolon) -Insufisiensi vaskula mesentrikus -Nyeri dinding perut (Mansjoer, et al, 2007) 2. Etiologi Seringnya, dispepsia disebabkan oleh ulkus lambung atau penyakit acid reflux. Jika anda memiliki penyakit acid reflux, asam lambung terdorong ke atas menuju esofagus (saluran muskulo membranosa yang membentang dari faring ke dalam lambung). Hal ini menyebabkan nyeri di dada. Beberapa obat-obatan, seperti obat anti-inflammatory, dapat menyebabkan dispepsia. Terkadang penyebab dispepsia belum dapat ditemukan. Penyebab dispepsia secara rinci adalah: 1. Menelan udara (aerofagi) 2. Regurgitasi (alir balik, refluks) asam dari lambung 3. Iritasi lambung (gastritis) 4. Ulkus gastrikum atau ulkus duodenalis 5. Kanker lambung 6. Peradangan kandung empedu (kolesistitis) 7. Intoleransi laktosa (ketidakmampuan mencerna susu dan produknya) 8. Kelainan gerakan usus 9. Stress psikologis, kecemasan, atau depresi 10. Infeksi Helicobacter pylory 3. Manifestasi Klinis Klasifikasi klinis praktis, didasarkan atas keluhan/gejala yang dominan, membagi dispepsia menjadi tiga tipe : 1. Dispepsia dengan keluhan seperti ulkus (ulkus-like dyspepsia), dengan gejala: a. Nyeri epigastrium terlokalisasi
  • 3. b. Nyeri hilang setelah makan atau pemberian antasid c. Nyeri saat lapar d. Nyeri episodik 2. Dispepsia dengan gejala seperti dismotilitas (dysmotility-like dyspesia), dengan gejala: a. Mudah kenyang b. Perut cepat terasa penuh saat makan c. Mual d. Muntah e. Upper abdominal bloating (bengkak perut bagian atas) f. Rasa tak nyaman bertambah saat makan 3. Dispepsia nonspesifik (tidak ada gejala seperti kedua tipe di atas) (Mansjoer, et al, 2007). Sindroma dispepsia dapat bersifat ringan, sedang, dan berat, serta dapat akut atau kronis sesuai dengan perjalanan penyakitnya. Pembagian akut dan kronik berdasarkan atas jangka waktu tiga bulan. Nyeri dan rasa tidak nyaman pada perut atas atau dada mungkin disertai dengan sendawa dan suara usus yang keras (borborigmi). Pada beberapa penderita, makan dapat memperburuk nyeri; pada penderita yang lain, makan bisa mengurangi nyerinya. Gejala lain meliputi nafsu makan yang menurun, mual, sembelit, diare dan flatulensi (perut kembung). Jika dispepsia menetap selama lebih dari beberapa minggu, atau tidak memberi respon terhadap pengobatan, atau disertai penurunan berat badan atau gejala lain yang tidak biasa, maka penderita harus menjalani pemeriksaan. 4. Pemeriksaan Pemeriksaan untuk penanganan dispepsia terbagi beberapa bagian, yaitu: 1. Pemeriksaan laboratorium biasanya meliputi hitung jenis sel darah yang lengkap dan pemeriksaan darah dalam tinja, dan urine. Dari hasil pemeriksaan darah bila ditemukan lekositosis berarti ada tanda-tanda infeksi. Pada pemeriksaan tinja, jika tampak cair berlendir atau banyak mengandung lemak berarti kemungkinan menderita malabsorpsi. Seseorang yang diduga menderita dispepsia tukak, sebaiknya diperiksa asam lambung (Hadi, 2002). Pada karsinoma saluran pencernaan perlu diperiksa petanda tumor, misalnya dugaan karsinoma kolon perlu diperiksa CEA, dugaan karsinoma pankreas perlu diperiksa CA 19-9 (Vilano et al, cit Hadi, 2002). 2. Barium enema untuk memeriksa kerongkongan, lambung atau usus halus dapat dilakukan pada orang yang mengalami kesulitan menelan atau muntah, penurunan berat badan atau mengalami nyeri yang membaik atau memburuk bila penderita makan (Mansjoer, 2007). 3. Endoskopi bisa digunakan untuk memeriksa kerongkongan, lambung atau usus kecil dan untuk mendapatkan contoh jaringan untuk biopsi dari lapisan lambung. Contoh tersebut kemudian diperiksa dibawah mikroskop untuk mengetahui apakah lambung terinfeksi oleh Helicobacter pylori. Endoskopi merupakan pemeriksaan baku emas, selain sebagai diagnostik sekaligus terapeutik. Pemeriksaan yang dapat dilakukan dengan endoskopi adalah: a. CLO (rapid urea test) b. Patologi anatomi (PA) c. Kultur mikroorgsanisme (MO) jaringan d. PCR (polymerase chain reaction), hanya dalam rangka penelitian 4. Pemeriksaan penunjang meliputi pemeriksaan radiologi, yaitu OMD dengan kontras ganda, serologi Helicobacter pylori, dan urea breath test (belum tersedia di Indonesia) (Mansjoer, 2007). Pemeriksaan radiologis dilakukan terhadap saluran
  • 4. makan bagian atas dan sebaiknya dengan kontras ganda. Pada refluks gastroesofageal akan tampak peristaltik di esofagusnyang menurun terutama di bagian distal, tampak anti-peristaltik di antrum yang meninggi serta sering menutupnya pilorus, sehingga sedikit barium yang masuk ke intestin (Hadi, 2002). Pada tukak baik di lambung, maupun di duodenum akan terlihat gambar yang disebut niche, yaitu suatu kawah dari tukak yang terisi kontras media. Bentuk niche dari tukak yang jinak umumnya reguler, semisirkuler, dengan dasar licin (Vilano et al, cit Hadi, 2002). Kanker di lambung secara radiologis, akan tampak massa yang ireguler tidak terlihat peristaltik di daerah kanker, bentuk dari lambung berubah (Shirakabe cit Hadi, 2002). Pankreatitis akuta perlu dibuat foto polos abdomen, yang akan terlihat tanda seperti terpotongnya usus besar (colon cut off sign), atau tampak dilatasi dari intestin terutama di jejunum yang disebut sentinal loops (Hadi, 2002). 5. Kadang dilakukan pemeriksaan lain, seperti pengukuran kontraksi kerongkongan atau respon kerongkongan terhadap asam. Tabel 4.1. Pertimbangan dalam Memilih Strategi Pemeriksaan Dispepsia Strategi Kelebihan Kekurangan Endoskopi Tes baku emas untuk memeriksa Mahal Gastroduodenal ulcers, reflux Invasif Esophagitis, dan kanker gastro- Tidak begitu efektif/praktis untuk intestinal pasien muda tanpa gejala alarm Bermanfaat karena lebih 40 persen Jarang, komplikasi endoskopi pasien dispepsia karena organik Menyediakan cukup jaminan pasien Pilihan tes untuk target terapi Pengobatan empiris Strategi yang tidak begitu mahal Manfaat manghilang dengan adanya dengan menurunkan Gejala cepat dikenali pengulangan gejala/respon lemah kadar asam Rata-rata respon yang tinggi Rata-rata pengulangan gejala tinggi Dapat mengurangi sejumlah Dapat menyampaikan kegunaan endoskopi medik yang tidak cocok dan lama Dapat menunda tes diagnosis
  • 5. Dapat menutup gejala malignant ulcers Kemungkinan besar untuk menyediakan jaminan pasien paling kurang Jarang, efek samping yang serius (gynecomastia atau hematologic disorders) Tes H.pylori dan Berdasarkan review literatur, keli- Dapat meningkatkan level kebal anti- perlakuannya jika hatannya sebuah pendekatan yang biotik hasil tes positif dapat diterima, dan strategi yang Tes H.pylori kurang akurat tidak begitu mahal dalam pasien Dapat menghasilkan overtreatment di- sensitif H.pyloti karenakan hasil pemeriksaan yang Direkomendasikan oleh American positif palsu atau undertreatment dika- Gastroenterological Association reanakan hasil pemeriksaan yang Dapat mengurangi sejumlah negatif palsu endoskopi Manfaat untuk pasien dispepsia fungsional kemungkinan kecil atau tidak ada sama sekali Kanker dan penyakit ulcer bisa terlewati Pasien menjadi tidak punya waktu banyaknya pengobatan Dapat menyebabkan efek samping yang serius (pseudomembranous colitis) Hasil pengobatan pasien yang terinfeksi jangka panjang tidak terdokumentasi secara pasti Pemberantasan Mencegah pembiayaan H.pylori dan Beberapa bukti tidak mendukung empiris H.pylori endoskopi (penyimpanan biaya pendekatan ini aktual mungkin sedikit bila pasien Dapat meningkatkan level kebal anti- secara rutin membutuhkan endoskopi) biotik Dapat mengurangi sejumlah Manfaat untuk pasien dispepsia
  • 6. endoskopi fungsional kemungkinan kecil atau tidak ada sama sekali Kanker dan penyakit ulcer bisa terlewati Pasien menjadi tidak punya waktu banyaknya pengobatan Dapat menyebabkan efek samping yang serius (pseudomembranous colitis) Hasil pengobatan pasien yang terinfeksi jangka panjang tidak terdokumentasi secara pasti Tes untuk H.pylori Endoskopi akan mendeteksi Tidak efektif biaya dibandingkan dan melakukan gastroduodenal ulcers, reflux dengan tes untuk H.pylori diikuti endoskopi jika hasil esophagitis, dan kanker gastro- oleh pengobatan jika hasilnya positif tes positif intestinal atas Dapat terjadi penggunaan endoskopi Meminimalisir kebal terhadap secara berlebihan karena terjadi tes antibiotik positif palsu Invasif (N. Talley et al, cit Bazaldua, 1999) 5. Penatalaksanaan Berdasarkan Konsensus Nasional Penanggulangan Helicobacter pylori 1996, ditetapkan skema penatalaksanaan dispepsia, yang dibedakan bagi sentra kesehatan dengan tenaga ahli (gastroenterolog atau internis) yang disertai fasilitas endoskopi dengan penatalaksanaan dispepsia di masyarakat. Pengobatan dispepsia mengenal beberapa golongan obat, yaitu: 1. Antasid 20-150 ml/hari Golongan obat ini mudah didapat dan murah. Antasid akan menetralisir sekresi asam lambung. Antasid biasanya mengandung Na bikarbonat, Al(OH)3, Mg(OH)2, dan Mg triksilat. Pemberian antasid jangan terus- menerus, sifatnya hanya simtomatis, unutk mengurangi rasa nyeri. Mg triksilat dapat dipakai dalam waktu lebih lama, juga berkhasiat sebagai adsorben sehingga bersifat nontoksik, namun dalam dosis besar akan menyebabkan diare karena terbentuk senyawa MgCl2. 2. Antikolinergik
  • 7. Perlu diperhatikan, karena kerja obat ini tidak spesifik. Obat yang agak selektif yaitu pirenzepin bekerja sebagai anti reseptor muskarinik yang dapat menekan seksresi asama lambung sekitar 28-43%. Pirenzepin juga memiliki efek sitoprotektif. 3. Antagonis reseptor H2 Golongan obat ini banyak digunakan untuk mengobati dispepsia organik atau esensial seperti tukak peptik. Obat yang termasuk golongan antagonis respetor H2 antara lain simetidin, roksatidin, ranitidin, dan famotidin. 4. Penghambat pompa asam (proton pump inhibitor = PPI) Golongan obat ini mengatur sekresi asam lambung pada stadium akhir dari proses sekresi asam lambung. Obat-obat yang termasuk golongan PPI adalah omeperazol, lansoprazol, dan pantoprazol. 5. Sitoprotektif Prostoglandin sintetik seperti misoprostol (PGE1) dan enprostil (PGE2). Selain bersifat sitoprotektif, juga menekan sekresi asam lambung oleh sel parietal. Sukralfat berfungsi meningkatkan sekresi prostoglandin endogen, yang selanjutnya memperbaiki mikrosirkulasi, meningkatkan produksi mukus dan meningkatkan sekresi bikarbonat mukosa, serta membentuk lapisan protektif (site protective), yang bersenyawa dengan protein sekitar lesi mukosa saluran cerna bagian atas (SCBA). 6. Golongan prokinetik Obat yang termasuk golongan ini, yaitu sisaprid, domperidon, dan metoklopramid. Golongan ini cukup efektif untuk mengobati dispepsia fungsional dan refluks esofagitis dengan mencegah refluks dan memperbaiki bersihan asam lambung (acid clearance) (Mansjoer et al, 2007). 7. Kadang kala juga dibutuhkan psikoterapi dan psikofarmaka (obat anti- depresi dan cemas) pada pasien dengan dispepsia fungsional, karena tidak jarang keluhan yang muncul berhubungan dengan faktor kejiwaan seperti cemas dan depresi (Sawaludin, 2005) Hasil (-) Rujuk
  • 8. Hasil (+) Usia > 45 tahun atau usia < 45 tahun dengan tanda-tanda alarm Terapi empiris selama 2 minggu : -Antasida -H2 antagonis/PPI (omeprazol) -Obat-obat prokinetik Kambuh (maksimal 3x) Rujuk Dispepsia tetap (+) Gastroenterelogis / internis atau dokter anak dengan fasilitas endoskopi Dispepsia Usia , 45 tahun tanpa tanda-tanda alarm Tes serologi Hp Rujuk
  • 9. Dispepsia (-) Terapi dihentikan Skema 5.1. Skema penatalaksanaan pasien dispepsia di masyarakat (Mansjoer et al, 2007) Dispepsia Endoskopi Tes serologi Hp
  • 10. Hasil (-) Pemeriksaan CLO, PA, kultur (untuk Hp) Hasil (+) CLO (+) PA (+) Kultur (+) CLO (+) PA (+) Kultur (+) CLO (+) PA (+) Kultur (+) CLO (+) PA (+) Kultur (+) CLO (+) PA (+) Kultur (+)
  • 11. Seleksi kasus Tidak dilakukan terapi eradikasi hanya diberikan terapi empiris sambil dicari penyebab lain Terapi eradikasi Skema 5.2. Skema penatalaksanaan pasien dispepsia oleh gastroenterolog/internis atau dokter anak dengan fasilitas endoskopi (Mansjoer et al, 2007) Tabel 5.1. Golongan obat antagonis reseptor H2 Obat Indikasi Dosis Cara, waktu, dan Efek samping lama pemberian Simetidin Tukak peptik akut dan 3x200mg, Selama 4 minggu Penekanan eritropoesis, kronik ditambah sampai pansitopenia
  • 12. 200mg atau neutropenia sebelum t idur Gastritis kronik dengan 200mg Lanjutan, setiap malam Gangguan SSP seperti hiperskresi HCl konfusi mental, somnolen, letargi, halusinasi Gangguan endokrin yaitu impotensi, ginekomastia Roksatidin Gastritis akut dan kronik 75mg/hari, Oral, malam hari,selama dengan saya selektif disesuaikan 1 minggu reseptor H2 6 kali lebih dengan baik daripada simetidin bersihan setara ranitidin kreatinin Ranitidin Dispepsia akut dan 2x150mg Selama 4-6 minggu kronik, khususnya lanjutan : tukak duodenum aktif 1x150mg Malam hari (Mansjoer et al, 2007) Tabel 5.2. Golongan obat penghambat pompa proton Obat Indikasi Dosis Pemberian Efek samping Omeperazol Tukak peptik 1x20mg/hari Setiap pagi, selama Sakit kepala, nuase, diare, 1-2 minggu, oral mabuk, lemas, nyeri Tukak duodenum 1x20- epigastrik, banyak gas 50mg/hari Selama 2-4 hari minggu, oral Lansoprazol Tukak peptik 1x30mg/hari 4 minggu, oral Idem Pantoprazol Tukak peptik, inhibitor pompa 1x40mg/hari Oral Idem proton yang reversibel (Mansjoer et al, 2007) Pengobatan farmakologis untuk pasien dispepsia fungsional belum begitu memuaskan. Hasil penelitian controlled trials secara umum masih mengecewakan dan hanya menemukan manfaat yang relatif kecil mengenai placebo dengan histamin antagonis reseptor H2, penghambat pompa asam (proton-pump inhibitors), dan pemberantasan Helicobacter pylori. Walaupun sejumlah penelitian acak (randomized), controlled trials, dan meta-analisis telah menunjukkan keunggulan sisaprid dibandingkan placebo,
  • 13. sekarang kegunaan sisaprid terlarang di kebanyakan negara karena mengakibatkan efek samping pada jantung. (Holtmann et al, 2006) Di Jepang, itoprid, yang merupakan dopamin antagonis D2 dengan kerja menghambat acetylcholinesterase, sering diresepkan untuk pasien dispepsia fungsional. Walaupun obat ini telah menunjukkan merangsang kemampuan gerak spontan (motality) lambung, penelitian yang dirancang secara tepat, acak, dan controlled trials terhadap pasien dispepsia fungsional masih lemah. Di Jepang, itoprid diresepkan 50 mg untuk tiga kali sehari. Bagaimanapun, respon kecil terhadap pemberian dosis harus dipandang dari populasi lainnya. (Holtmann et al, 2006) Penelitian yang dilakukan oleh Holtmann dkk membandingkan antara pasien dispepsia fungsional yang diberi resep placebo dan itoprid. Pasien dispepsia fungsional secara acak menerima pengobatan itoprid (50,100, atau 200 mg untuk tiga kali sehari) atau placebo. Setelah delapan minggu pengobatan, tiga poin efikasi utama dianalisa: perubahan dasar berbagai gejala dispepsia fungsional (seperti yang diujikan melalui Leeds Dyspepsia Questionnaire), pengujian global dari efikasi pasien (proporsi pasien tanpa gejala atau tanda peningkatan gejala), dan berbagai keluhan nyeri dan sakit yang dihitung dalam skala tingkat lima. Setelah delapan minggu, 41 persen dari pasien yang menerima placebo ternyata bebas gejala, sebagai perbandingan dengan 57 persen, 59 persen, dan 64 persen yang menerima itoprid dosis 50, 100, 200 mg untuk tiga kali sehari (P<0.05 untuk semua oerbandingan antara placebo dan itoprid). (Holtmann et al, 2006) Walaupun penilaian bebas gejala secara siginifikan terjadi di keempat kelompok, analisis keseluruhan menyingkap bahwa itoprid lebih unggul secara signifikan daripada placebo, dengan nilai perkembangan bebas gejala untuk kelompok 100 dan 200 mg (-6.24 dan -6.27) versus (-4.50) untuk kelompok placebo; P=0.05. Analisis akhir dan lengkap menunjukkan bahwa itoprid menghasilkan nilai respon yang lebih baik daripada placebo (73 persen versus 63 persen, P=0.04) (Holtmann et al, 2006). Tabel 5.3. Pengobatan untuk Dispepsia Fungsional yang Didukung Bukti dan Tanpa Didukung Bukti Pengobatan yang didukung bukti • Pemberantasan H. pylori • Itoprid • Proton-pump inhibitors (PPI) • Terapi psikologi (terapi perilaku kognisi, hipnoterapi, psikoterapi) Pengobatan tanpa didukung bukti • Antacids • Antispasmodic agents • Bismuth salts • Dietary therapy
  • 14. Herbal therapy • Histamine H2-receptor antagonists • Misoprostol • Prokinetic agents • Selective serotonin-reuptake inhibitors • Sucralfate • Tricyclic antidepressants (at low doses) (Longstreth, 2006) 6. Pencegahan Modifikasi gaya hidup sangat berperan dalam mencegah terjadinya dispepsia bahkan memperbaiki kondisi lambung secara tidak langsung (Ariyanto, 2007) Berikut ini adalah modifikasi gaya hidup yang dianjurkan untuk mengelola dan mencegah timbulnya gangguan akibat dispepsia : 1. Atur pola makan seteratur mungkin. 2. Hindari makanan berlemak tinggi yang menghambat pengosongan isi lambung (coklat, keju, dan lain-lain). 3. Hindari makanan yang menimbulkan gas di lambung (kol, kubis, kentang, melon, semangka, dan lain-lain). 4. Hindari makanan yang terlalu pedas. 5. Hindari minuman dengan kadar caffeine dan alkohol. 6. Hindari obat yang mengiritasi dinding lambung, seperti obat anti- inflammatory, misalnya yang mengandung ibuprofen, aspirin, naproxen, dan ketoprofen. Acetaminophen adalah pilihan yang tepat untuk mengobati nyeri karena tidak mengakibatkan iritasi pada dinding lambung. 7. Kelola stress psikologi se-efisien mungkin. 8. Jika anda perokok, berhentilah merokok. 9. Jika anda memiliki gangguan acid reflux, hindari makan sebelum waktu tidur. 10. Hindari faktor-faktor yang membuat pencernaan terganggu, seperti makan terlalu banyak, terutama makanan berat dan berminyak, makan terlalu cepat, atau makan sesaat sebelum olahraga. 11. Pertahankan berat badan sehat 12. Olahraga teratur (kurang lebih 30 menit dalam beberapa hari seminggu) untuk mengurangi stress dan mengontrol berat badan, yang akan mengurangi dispepsia. 13. Ikuti rekomendasi dokter Anda mengenai pengobatan dispepsia. Baik itu antasid, PPI, penghambat histamin-2 reseptor, dan obat motilitas.
  • 15. Daftar Pustaka 1. Mansjoer, Arif et al. 2007. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1. Edisi Ketiga. Jakarta.: 488-491 2. Hadi, Sujono. 2002. Gastroenterologi. Bandung : 156,159 3. Bazaldua, O.V. et al. 2006. Dyspepsia: What It Is and What to Do About It. http://familydoctor.org/online/famdocen/home/common/digestive/dyspepsia.html, Desember 2006 4. Anonim. 2001. Dyspepsia-Symptoms, Treatment, abd Prevention. http://www.healthscout.com/ency/68/294/main.html, 2001 5. Sawaludin, Diding. 2005. Nyeri Ulu Hati yang Berulang. http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2005/1005/09/hikmah/kesehatan.htm, 9 Oktober 2005 6. Ariyanto, W.L. 2007. Mencegah Gangguan Lambung. www.kiatsehat.com, 2007 7. Anonim. 2004. Dispepsia. http://medicastore.com/med/subkategori_pyk.ph p? idktg=7&UID=20071107122240202.162.33.202, 2004 8. Anonim. 2007. Dyspepsia. http://en.wikipedia.org/wiki/Dyspepsia, 7 Oktober 2007 9. Bazaldua, OV et al.1999. Evaluation and Management of Dyspepsia. http://www.aafp.org/afp/991015ap/1773.html, 15 Oktober 1999 10. Torpy, Janet M. 2006. Dyspepsia. http://jama.ama- assn.org/cgi/reprint/295/ 13/1612? maxtoshow=&HITS=10&hits=10&RESULTFORMAT=&fulltext=dyspepsia&search id=1&FIRSTINDEX=0&resourcetype=HWCIT, 5 April 2006 11. Holtmann, Gerald. 2006. A Placebo-Controlled Trial of Itopride in Functional Dyspepsia. http://content.nejm.org/cgi/content/short/354/8/ 832, 23 Februari 2006 12. Longstreth, George F. 2006. Functional Dyspepsia — Managing the Conundrum. http://content.nejm.org/cgi/content/short/354/8/791, 23 Februari 2006