SlideShare a Scribd company logo
1 of 25
Download to read offline
1
MODUL PEMBELAJARAN FT NYERI | Heru Purbo Kuntono, Dipl.PT, M.Kes
MODUL PEMBELAJARAN 1
KONSEP NYERI
Oleh : Heru Purbo Kuntono, Dipl.PT, M.Kes
1. Definisi Nyeri
Nyeri merupakan rasa tidak nyaman pada tubuh ataupun pengalaman emosional
berkaitan dengan kerusakan jaringan. Rasa nyeri merupakan bentuk persepsi subjektif dan
setiap individu memiliki ambang rangsang yang berbeda, keluhan yang sering dilaporkan
oleh pasien pada umumnya adalah rasa nyeri. Nyeri sering disertai dengan ansietas,
meningkatnya tekanan darah, rasa berdebar-debar, meningkatnya kadar kortisol plasma,
dan meningkatnya ketegangan tonus otot. Pada umumnya macam nyeri dibagi menjadi
nyeri nosiseptik, neuropatik dan psikogenik. Nyeri melibatkan berbagai respon zat kimia
tubuh yang dipersepsikan sebagai rasa tidak nyaman berkaitan dengan kerusakan jaringan
2. Klasifikasi & Mekanisme Nyeri
Nyeri dapat diklasifikasikan sebagai proses fisiologis dimana ditujukan untuk
mekanisme proteksi dalam menghindari kerusakan jaringan dan proses patologis yang
muncul dari kerusakan jaringan, inflamasi atau gangguan pada system saraf. Nyeri patologis
selanjutnya dibagi menjadi 4 kategori, yakni nyeri nosiseptif (berhubungan dengan
kerusakan jaringan), neuropatik (berhubungan dengan kerusakan saraf), visceral
(berhubungan dengan visceral pada thorak dan abdominal) dan somatic (berhubungan
2
MODUL PEMBELAJARAN FT NYERI | Heru Purbo Kuntono, Dipl.PT, M.Kes
dengan tulang, sendi, otot dan kulit). Nyeri juga dapat dikategorikan berdasarkan lama
terjadinya, nyeri dikatakan akut jika muncul pada saat terjadi kerusakan jaringan dan
dikatakan kronik jika nyeri yang dirasa lebih lama daripada proses perbaikan jaringannya
Nosiseptif ditujukan pada proses rangsangan dan menghasilkan rasa nyeri yang
dipersepsikan oleh otak, komponen nosiseptif meliputi transduksi, transmisi, modulasi dan
persepsi.
Transduksi merupakan proses konversi dari rangsang nyeri (noxious) baik mekanik,
kimia ataupun termal menjadi energi listrik oleh penerima rangsang nyeri (nosiseptor) free
afferent nerve ending. Hal ini merupakan tahap pertama nyeri yang dapat diinhibisi
NSAID, opioid dan anastesi lokal Transmisi dideskripsikan sebagai perjalanan rangsang
pada saraf tepi melewati first order neuron, serabut saraf penerima rangsang nyeri meliputi
serabut saraf A delta yang menerima rangsang berupa nyeri tajam dan cepat, selanjutnya
serabt saraf C, nyeri bersifat tumpul dan panas dan sensoris A beta mempunyai ambang
rangsang rendah menerima rangsang berupa rasa nyaman, modulasi terjadi ketika first
order neuron bersinap dengan second order neuron di Posterior Horn Cell (PHC) pada
spinal cord.
Neuropeptide yang mempunyai sifat eksitasi meliputi glutamate, aspartate dan
substance P dapat memfasilitasi dan meningkatkan sinyal nyeri pada traktus yang menuju
ke atas (ascending tracts), pada saat yang sama endogenous meliputi opioid, serotonergic
dan noradrenergic yang merupakan analgesic tubuh diturunkan untuk mengurangi rasa
nyeri, sedangkan persepsi merupakan respon pada tingkat kortikal terhadap rangsang
nosiseptif yang dihantarkan oleh third order neuron di otak. Meningkatnya sensitivitas
merupakan ciri khas baik patologis nyeri akut ataupun nyeri kronis, hal ini merupakan hasil
perubahan respon system saraf tepi dan pusat, sensitisasi saraf tepi terjadi Ketika radang
pada jaringan mengakibatkan terlepasnya mediator kimia komplek dan menurunkan
3
MODUL PEMBELAJARAN FT NYERI | Heru Purbo Kuntono, Dipl.PT, M.Kes
ambang nosiseptor dikarenakan oleh meningkatnya respon terhadap rangsang nyeri,
sensitisasi tingkat pusat merujuk pada meningkatnya eksitabilitas neuron pada tingkat
spinal yang di mediasi oleh aktivasi NMDA reseptor (glutamate reseptor) pada PHC
Pengaruh nyeri menyebar pada reseptor yang berada didekatnya dan rangsangan rasa
normal dirasa sebagai rasa nyeri yang sering disebut sebagai alodinia, dimana serabut saraf
Abeta sebagai serabut afferent penghantar rasa nyaman, ikut berperan dalam
menghantarkan nyeri, kombinasi system saraf tepi dan pusat menghasilkan peningkatan
kualitas dan durasi nyeri. Serabut saraf afferent/ sensoris, dari jaringan menuju ke Posterior
Horn Cell (PHC) melewati column pada spinal cord, serabut saraf sensoris A-beta menuju
ke dorsal collumn sedangkan serabut saraf sensoris A-delta dan C menuju ke lateral dan
anterior column.
Penghantar rasa nyaman yakni serabut saraf A-beta setelah melewati dorsal column
maka bersinap pada second order neuron di tingkat medulla oblongata yang kemudian
menyilang menuju ke kortek kontra-lateral, penghantar rasa nyeri yakni serabut saraf A-
delta dan C menuju ke lateral column membawa informasi nyeri mekanik, nyeri kimia,
termal sedangkan yang menuju ke anterior column membawa informasi rasa gatal,
sentuhan ringan dan rasa geli.
Transmisi merupakan penghantaran informasi sensoris dari tempat lesi (misal sensori
berupa rasa nyeri) menuju ke area korteks otak sensoris yakni pada postcentral gyrus untuk
dipersepsikan sebagai nyeri, kortek otak terdiri dari 6 lapis, dimana secara fungsi dibagi lagi
menjadi 3, yakni, kortek lapis supragranular yang terdiri dari lapis kortek 1 sampai 3, pada
korteks ini terdapat serabut saraf komisural dan serabut asosiasi, korteks lapis internal
granular dibentuk oleh lapis kortek 4 berisi sel-sel saraf sensoris dan korteks lapis
infragranular terdiri dari lapis korteks 5 dan 6 yang berisi sel-sel saraf motoris. Nyeri
4
MODUL PEMBELAJARAN FT NYERI | Heru Purbo Kuntono, Dipl.PT, M.Kes
dipersepsikan pada korteks lapis internal granular pada area 1,2 dan 3 sebagai persepsi
sensoris utama, nyeri tidak hanya menuju pada korteks sensori utama, namun juga menuju
ke insular (grey matter) yang kemudian mempengaruhi sistem autonom seperti, denyut
jantung meningkat, ritme nafas menjadi cepat, keringat berlebih dan bentuk aktivasi
simpatis lainnya, selain itu nyeri juga menuju pada cingulate gyrus yang berhubungan
dengan emosi seperti, menangis, takut, marah dan bentuk-bentuk emosi lainnya yang
berkaitan dengan emosional rasa tidak nyaman
Modulasi merupakan kemampuan saraf pusat dalam menurunkan aktivitas sistem
transmisi saraf, dalam sistem saraf pusat terdapat tempat-tempat untuk mengatur regulasi
keluarnya endorphine, yakni pada brainstem terbagi menjadi 3 tempat, tempat regulasi
endorphine dimulai dari tingkat mid brain, pada Periaqueductal Grey Mater (PAGM),
kemudian pada tingkat pons terdapat di locus coeruleus dan pada tingkat medulla
oblongata terdapat pada rostral ventro-medial medulla.
Gambar 1. Sistem Transmisi dan Modulasi
5
MODUL PEMBELAJARAN FT NYERI | Heru Purbo Kuntono, Dipl.PT, M.Kes
3. Sensitisasi nyeri tingkat tepi (Peripheral Mechanism)
Mekanisme nyeri pada tingkat tepi dikarenakan kerusakan jaringan yang disebabkan
oleh rangsang mekanik seperti trauma, cedera, overloading memicu terlepasnya mediator
inflamasi seperti bradykinin (BK) dan protaglandin E2 (PGE2), kedua mediator inflamasi
ini dikeluarkan oleh otot yang mengalami gangguan seperti cedera otot, BK disintesa dari
plasma protein oleh enzim kallikrein, sedangkan prostaglandin disintesa dari asam
arachidonic sehingga terjadi mekanisme cyclooxygenase, kedua mediator ini meningkatkan
sensitivitas nociceptor terhadap rangsang. Selain mediator nyeri pada tingkat tepi ini juga
terjadi terlepasnya substansi kimia adenosin triphospat (ATP) dan proton (H+ ), substansi
kimia ini menimbulkan iritasi pada saraf, ATP yang dikeluarkan akan menempel pada
channel protein receptor membran saraf, sehingga meningkatkan permeabilitas membran
saraf terhadap ion sodium (Na+ ), yang kemudian mengakibatkan eksitasi atau rangsang
pada saraf nyeri.
Nosiseptor pada otot jika terangsang akan mengeluarkan substans P dan calcitonin
gene related peptide (CGRP), kedua neuropeptide ini menimbulkan odema lokal (lokal
dilatasi pembuluh darah) dan meningkatkan permeabilitas membran pembuluh darah,
sehingga banyak cairan ekstraselular berkumpul dan masuk kedalam intraselular jaringan
lokal tersebut, yang kemudian ditunjukkan dengan odema lokal. Menurunnya tingkat
keasaman (ph 6-5) jaringan otot juga merupakan faktor pencetus nyeri otot, pada spasme
otot terjadi ischemia jaringan otot dikarenakan otot terus menerus menegang (spasme)
sehingga keasaman jaringan (ph) menurun dan diikuti terlepasnya BK, ATP dan proton
(H+ ), hal inilah yang kemudian memunculkan konsep lingkaran (vicious circle consept)
nyeri otot dan spasme otot.
6
MODUL PEMBELAJARAN FT NYERI | Heru Purbo Kuntono, Dipl.PT, M.Kes
4. Sensitisasi nyeri tingkat pusat (Central Nervous Mechanism)
Eksitasi saraf nyeri pada tingkat tepi akan meningkatkan eksitasi pada tingkat pusat,
yakni pada Posterior Horn Cell (PHC), eksitasi saraf nyeri dalam waktu beberapa jam dapat
meningkatkan jumlah neuron saraf penerima rangsang nyeri, terjadinya eksitasi berlebih
pada tingkat pusat ini diakibatkan oleh terlepasnya neurotransmitter glutamate yang
bersifat eksitasi dan substans P pada membran saraf tingkat spinal. Eksitasi berlebih
(overexcitation) ini kemudian akan mengaktifkan sinap-sinap yang sebelumnya tidak aktif
(silent sinaps) pada saraf tingkat spinal sehingga ambang rangsang nyeri menurun
ditunjukkan dengan munculnya respon nyeri walaupun rangsangan tidak bersifat nyeri
(allodynia), misal rabaan, pegangan nyaman dirasakan atau dipersepsikan menjadi nyeri,
sedangkan rangsangan yang bersifat nyeri dipersepsikan sebagai nyeri yang berlebih
(hyperalgesia) pada pasien nyeri kronis.
5. Rangsang nyeri
Rangsangan nyeri dilihat dari bentuk pencetusnya dibagi menjadi 3, yakni mekanis,
suhu dan kimiawi, nyeri yang disebabkan oleh rangsang mekanis dan suhu biasanya bersifat
sementara sedangkan nyeri yang disebabkan oleh rangsang kimia bersifat lebih lama. Nyeri
oleh rangsang kimia ditandai dengan adanya kerusakan jaringan, seperti potassium,
histamine, seretonin dan zat kimia lainnya seperti prostaglandin, bradykinins, leukotrient
yang terbentuk dari sintesa enzim, selain dipersepsikan sebagai nyeri dan meningkatkan
ambang rangsang nociceptor, zat kimia tersebut juga memicu pembengkakan jaringan.
Bentuk rangsang nyeri kimia mensensitisasi serabut saraf C (tidak bermyelin) yang bersifat
nyeri lambat (slow pain), rangsang nyeri yang dihantarkan oleh serabut saraf C ini tidak
hanya menuju ke korteks sensori namun juga menuju reticular formation pada brainstem
(spinoreticular), sehingga otak akan selalu aktif yang membuat penderita susah untuk
7
MODUL PEMBELAJARAN FT NYERI | Heru Purbo Kuntono, Dipl.PT, M.Kes
beristirahat/tidur, sedangkan rangsang nyeri yang tidak melibatkan kerusakan jaringan
sehingga tidak ada mediator nyeri kimia, mensensitisasi serabut saraf sensoris a delta, nyeri
bersifat cepat, persepsi nyeri dari perifer disampaikan langsung menuju korteks sensoris
(spinothalamic)
6. Nyeri rujukan (referred pain)
Rangsang nyeri yang berasal dari kulit akan dirasakan sangat tajam dan mudah
diketahui lokasinya, sedangkan rangsang nyeri yang berasaldari jaringan bagian dalam sulit
untuk diketahui lokasinya (poorly localized), fenomena ini sering juga disebut sebagai nyeri
rujukan.
Dalam pemeriksaan nyeri, nyeri rujukan sering membuat pemeriksa kesulitan dalam
meng identifikasi letak nyeri utamanya, adapun beberapa temuan klinis dari bentuk nyeri
rujukan seperti nyeri yang dirujuk dari organ dalam misal organ jantung, maka nyeri sering
dirujuk pada area dada, lengan kiri dan kadang pada area atas perut, sedangkan bentuk nyeri
rujukan dari rangsang myofacial trigger point sulit untuk diketahui sumber nyeri utamanya.
Terdapat 4 mekanisme yang menjelaskan nyeri rujukan:
1. Aktivitas saraf simpatis, dengan mengeluarkan substan yang mensensitisasi saraf
tepi atau terjadi restriksi pada pembuluh darah yang mensuplai darah menuju saraf tepi
tersebut, sehingga aktivitas saraf tepi terganggu.
2. Cabang saraf tepi (peripheral branching), dimana satu saraf sensoris
mendapatkan input sensoris dari beberapa lokasi dermatomal tubuh
8
MODUL PEMBELAJARAN FT NYERI | Heru Purbo Kuntono, Dipl.PT, M.Kes
3. Proyeksi konvergen (convergence projection), satu sel saraf pada spinal cord
menerima input serabut saraf sensoris dari berbagai tempat, baik dari organ internal, kulit
dan otot, sedangkan otak tidak mempunyai kemampuan dalam meng identifikasi dari mana
asal nyeri, apakah dari organ internal, kulit atau otot, sehingga nyeri yang berasal dari organ
internal sering dipersepsikan sebagai nyeri pada kulit atau pada otot.
4. Fasilitasi konvergen (convergence facilitation), sel saraf sensoris pada spinal
cord yang menerima input rangsang nyeri akan memfasilitasi atau meng aktifkan sel-sel
saraf sensoris didekatnya, sehingga nyeri tidak hanya dirasakan pada jaringan yang cedera
namun juga pada jaringan disekitarnya.
7. Jalur nyeri pada sistem saraf pusat
Nosiseptor utama mengirim impuls menuju spinal cord (jika nyeri berasal dari wajah
maka nosiseptor mengirim impuls menuju medula oblongata di brainstem), pada spinal
cord, impuls yang dihantar oleh nosiseptor utama berakhir pada second order neuron di
posterior horn cell (grey mater), dalam hantaran impuls maka zat kimia yang dikenal
sebagai polypeptide mengaktivasi second order neuron, polypeptide yang sering
disebutkan dalam aktivasi second order neuron ini meliputi, susbstance P, somatostatin,
asam amino, glutamic dan aspartic acid.
Axon dari second order neuron akan menyilang menuju sisi kontralateral menuju ke
thalamus (serabut saraf A delta yang membawa input sensoris berupa nyeri mekanik/tajam
dan cepat) dan ada juga yang menyilang kontralateral menuju ke brainstem (serabut saraf
C yang membawa input sensoris berupa nyeri kimia/tumpul dan lambat).
9
MODUL PEMBELAJARAN FT NYERI | Heru Purbo Kuntono, Dipl.PT, M.Kes
Pada tingkat thalamus, jalur nyeri terbagi menjadi 2, yakni jalur nyeri pada ventro-
caudal thalamus dan medial thalamus, ventro-caudal thalamus dilewati saraf sensoris nyeri
yang berasal dari spinal (spinothalamic tract) yang pada akhirnya serabut saraf nyeri akan
diproyeksikan ke korteks somatosensoris, sedangkan medial thalamus dilewati bukan
hanya serabut saraf nyeri dari spinal (spinothalamic) namun juga serabut saraf nyeri
proyeksi dari brainstem (spinoreticular/spinoreticulothalamic), proyeksi serabut saraf nyeri
dari medial thalamus tidak hanya pada korteks somatosensori namun juga diproyeksikan
ke otak depan, sehingga dalam proses penghantaran nyeri, didapatkan jalur nyeri secara
langsung (direct pathway) yakni spinothalamic, dan jalur tidak langsung yakni
spinoreticular/spinoreticulothalamic, diketahui bahwa proyeksi serabut saraf yang
melewati jalur ventrocaudal thalamus membawa informasi nyeri tajam dan mudah
dilokalisir, sedangkan proyeksi saraf yang melewati jalur medial thalamus membawa
informasi nyeri dalam, tumpul dan sulit untuk dilokalisir.
10
MODUL PEMBELAJARAN FT NYERI | Heru Purbo Kuntono, Dipl.PT, M.Kes
MODUL PEMBELAJARAN 2
PROSES FISIOLOGIS NYERI MENUJU FASE KRONIS
Oleh : Heru Purbo Kuntono, Dipl.PT, M.Kes
Kerusakan jaringan akan memicu beberapa proses yang membuat nyeri semakin tinggi
intensitasnya dan berlangsung lama, rangsang nyeri yang berulang dapat menyebabkan
turunnya ambang rangsang nosiseptor, sehingga bentuk rangsang nyaman pun akan
dipersepsikan sebagai nyeri, hal ini sering dikenal sebagai sensitisasi. Adapun bentuk
sensitisasi ada yang disebut sebagai allodynia yakni rangsang nyaman dirasa atau
dipersepsikan sebagai nyeri dan ada yang disebut sebagai hyperalgesia yakni rangsang
nyeri intensitas rendah dirasa atau dipersepsikan sebagai nyeri intensitas tinggi.
1. Hiperaktivitas sistem saraf simpatis/ reflex sympathetic dystrhopy
Terkadang pasien dengan cedera jaringan kecilpun mengalami proses recovery yang
tidak tuntas, sehingga nyeri dirasakan semakin tajam dan berlangsung lama melebihi
dugaan akhir proses recovery, pada beberapa pasien yang mengalami hiperaktivitas sistem
saraf simpatis akan membuat proses recovery jaringan berjalan lambat, hal ini disebabkan
adanya blokade dari saraf simpatis, kerusakan jaringan yang disertai dengan hiperaktivitas
simpatis sering ditunjukkan dengan gejala seperti segmen cedera cenderung dingin
(vasoconstricted), berkeringat dan kadang juga diapatkan tambahan gejala hipersensitif,
berjalannya waktu bentuk cedera jaringan disertai hiperaktivitas sistem saraf simpatis ini
dapat menyebabkan osteoporosis, arthritis dan atropi otot, hal ini sering disebut sebagai
reflex sympathetic dysthropy.
11
MODUL PEMBELAJARAN FT NYERI | Heru Purbo Kuntono, Dipl.PT, M.Kes
Gambar 1. Jalur reflek nyeri
Terdapat 2 bentuk jalur reflek nyeri, yakni jalur simpatis (sympathetic loop) dimana
input nosiseptif mengaktivasi saraf simpatis dan dilanjutkan dengan sensitisasi nosiseptor
tepi, dan jalur kontraksi otot (muscle contraction loop) dimana input nosiseptif memicu
kontraksi otot/spasme yang disertai nyeri.
Nyeri pada tungkai bawah akan disertai dengan spasme otot-otot feksor yang
merupakan bentuk reflek primitif (withdrawal), nyeri pada abdominal disertai dengan
spasme otot dinding abdomen, nyeri pada struktur muskuloskeletal menimbulkan nyeri
tekan (tenderness) pada otot lainnya yang mendapatkan inervasi dari segmen yang sama.
Livingstone pada tahun 1943 memperkenalkan konsep feedback loop sebagai proses
nyeri memicu kontraksi otot dan aktivasi simpatis yang kemudian diikuti dengan sensitisasi
nosiseptor, sehingga dengan adanya sensitisasi nosiseptor ini membuat kontraksi otot dan
aktivasi simpatis menjadi berlebih, ditunjukkan dengan gejala spasme otot daan
hiperaktivitas simpatis.
12
MODUL PEMBELAJARAN FT NYERI | Heru Purbo Kuntono, Dipl.PT, M.Kes
Inti dari feedback loop ini adalah merupakan proses kedua dari cedera utama (primary
process), dimana feedback loop ini masih tetap ada meskipun cedera utama sudah tidak
ada, hal inilah yang kemudian sering didapatkan pada pasien dengan nyeri yang bersifat
kronis.
2. Nyeri neuropatik
Kerusakan dapa sistem saraf tepi atau saraf pusat dapat menimbulkan nyeri kronis,
trauma atau cedera pada saraf tepi jarang menunjukkan gejala nyeri dengan intensitas tinggi,
namun jika disertai nyeri maka nyeri akan dirasa sangat dramatis, sebagai contoh causalgia,
yakni nyeri yang timbul akibat cedera sistem saraf tepi ditandai dengan gejala nyeri seperti
terbakar (burning pain) dan diikuti dengan hiperaktivitas saraf simpatis.
Beberapa karakteristik nyeri neuropatik dimulai dari munculnya nyeri setelah beberapa
hari atau beberapa minggu terjadinya cedera dan gejala nyeri dirasa semakin memburuk.
Kerusakan pada saraf tepi sensoris utama ataupun pada nosiseptornya, membutuhkan
proses regenerasi dalam bentuk spontaneous activity, mechanical sensitivity dan
sensitivitas saraf simpatis. Sebagai tambahan bahwa cedera pada saraf tepi sensoris utama
akan mengubah transmisi nyeri menuju sistem saraf pusat, sehingga nyeri tetap dirasakan
meskipun cedera primer sudah tidak ada.
13
MODUL PEMBELAJARAN FT NYERI | Heru Purbo Kuntono, Dipl.PT, M.Kes
MODUL PEMBELAJARAN 3
NYERI OTOT
Oleh : Heru Purbo Kuntono, Dipl.PT, M.Kes
Nyeri otot merupakan permasalahan yang sering ditemui dalam klinis, 60-85%
populasi pernah mengalami nyeri otot (non specific) punggung belakang, nyeri dikarenakan
myofacial trigger point ditemui dalam klinis sebesar 30%, sedangkan sekitar 7% perempuan
usia 70 sampai 80 tahun mengalami nyeri fibromyalgia syndrome.
Nyeri pada jaringan dalam seperti otot, berbeda dengan nyeri yang berasal dari
kulit/dermal, dimana gejala yang paling berbeda adalah nyeri otot sering dirujuk pada area
lain (referred) dibanding nyeri pada kulit.
Gambar 1. Perbedaan Nyeri Otot dan Nyeri Kulit
1. Nyeri Otot
Nyeri otot dipicu dari aktivasi reseptor nyeri yang dikenal sebagai nociceptor, reseptor
nyeri tersebut didapat dari free nerve ending dari serabut saraf grup III bermyelin tipis (A
delta), dan serabut saraf grup IV tidak bermyelin (C fiber). reseptor nyeri dari serabut saraf
14
MODUL PEMBELAJARAN FT NYERI | Heru Purbo Kuntono, Dipl.PT, M.Kes
tersebut dapat diaktivasi dengan trauma mekanis, mechanical overloading (kontraksi otot
yang menghasilkan stress otot berlebihan) dan oleh mediator inflamasi termasuk
bradykinin (BK), seretonin dan prostalgandin E2 (PGE2).
Substansi kimia yang juga berperan dalam nyeri otot adalah adenosin triphosphat
(ATP) dan proton (ion H+
), substansi kimia ini mengiritasi nerve ending dengan cara
mengikat pada molekul reseptor nerve ending, ATP mengiritasi nerve ending dengan cara
mengikatkan diri pada molekul reseptor P2X3, sedangkan ion H+
mengikatkan diri dengan
molekul reseptor TRPV1 (transient receptor potential vanilloid 1) dan ASICs (acid-
sensing ion channels).
Molekul reseptor merupakan channel protein yang melekat pada sepanjang nerve
ending dan hanya mudah ditembus oleh ion sodium (Na+
), masuknya ion sodium ke dalam
nerve ending melewati channel protein memicu aksi potensial dan terjadi eksitasi.
Adenosin triphosphate (ATP) banyak ditemukan pada sel- sel tubuh dan akan
dilepaskan oleh sel jika terjadi kerusakan/cedera jaringan, menurunnya tingkat keasaman
(PH 6 sampai 5) juga dapat menjadi penyebab nyeri otot, selain itu sintesa Nerve Growth
Factor (NGF) ditemukan meningkat pada keadaan otot dalam inflamasi.
Terdapat neuropeptides pada nosiseptor otot, diantaranya adalah substance P,
calcitonin gene related peptide (CGRP), dimana kedua neuropeptid ini akan
dikeluarkan oleh nosiseptor otot jika nerve ending teraktivasi dan menimbulkan odema
lokal disertai meningkatnya permeabilitas pembuluh darah, sehingga terjadi mikrosirkulasi
pada daerah sekitar cedera.
Setiap bentuk cedera jaringan akan diikuti oleh terlepasnya bradykinin yang disintesa
dari plasma protein melewati aksi enzim kallikrein dan prostaglandin E2 yang disintesa dari
arachidonic acid melewati aksi cyclooxygenase, dimana kedua substans tersebut (BK dan
15
MODUL PEMBELAJARAN FT NYERI | Heru Purbo Kuntono, Dipl.PT, M.Kes
PGE2) akan meningkatkan sensitivitas nociceptor terhadap rangsangan dari luar, hal ini
sering disebut sebagai peripheral sensitization.
Neuropeptides pada nociceptor otot tidak hanya dikeluarkan ketika terjadi rangsang
di jaringan tepi, namun nociceptor otot juga akan mengeluarkan neuropeptides ketika
terjadi kompresi saraf spinal, kompresi/tekanan pada saraf akan mengakibatkan luapan
impuls/aksi potensial menuju ke proksimal dan menuju ke distal, ketika impuls/aksi
potensial menuju ke distal, yakni menuju ke nerve ending, akan mengaktivasi nociceptive
dan nosiseptor otot mengeluarkan vasoactive neuropeptides.
Rangsang nyeri yang dibawa oleh nosiseptor otot menuju ke posterior horn cell (PHC)
dan meningkatkan eksitasi sel-sel saraf sensoris pada tingkat tersebut, dalam beberapa jam
dapat meningkatkan jumlah sel-sel saraf yang tereksitasi, hal ini merupakan dampak dari
eksitasi berlebih (overexcitability). Terdapat 2 mekanisme eksitabilitas berlebih yakni,
a. Perubahan struktur channel ion, dimana membran lebih mudah ditembus oleh
ion Na+
dan Ca+
, sehingga sinap serabut saraf yang tidak aktif menjadi aktif dalam
menghantar rangsang nyeri.
b. Perubahan transkripsi gen pada inti sel saraf, dimana terjadi hipereksitasi pada
sel saraf, glial sel, dan juga microglial, sehingga terjadi sensitisasi pada tingkat saraf pusat
dengan cara mensekresi tumor necrosis factor α (TNF α).
Meningkatnya eksitabilitas sel saraf pada tingkat pusat merupakan langkah awal
terjadinya nyeri kronis otot, dimana hal ini akan merubah struktur proses di sistem saraf
pusat yang membuka jalur-jalur nyeri baru sehingga nyeri dirasakan lebih lama.
Nyeri pada satu otot sering dirujuk pada otot lainnya yang mempunyai sel-sel saraf
tingkat segmen spinal yang sama dan bahkan tingkat segmen vertebra disekitarnya
16
MODUL PEMBELAJARAN FT NYERI | Heru Purbo Kuntono, Dipl.PT, M.Kes
meskipun nociceptor otot tersebut tidak aktif, inilah mengapa nyeri rujukan yang
diakibatkan oleh nyeri otot tidak mengikuti distribusi dermatom-myotom, misal nyeri
myofascial trigger point (MTrP) pada otot soleus dirujuk pada sendi sacroilliac.
Gambar 2. Nyeri rujukan otot (referred)
17
MODUL PEMBELAJARAN FT NYERI | Heru Purbo Kuntono, Dipl.PT, M.Kes
MODUL PEMBELAJARAN 4
MYOFASCIAL TRIGGER POINTS (MTrPs)
Oleh : Heru Purbo Kuntono, Dipl.PT, M.Kes
Myofascial trigger points (MTrPs) dapat terpalpasi, dimana terdapat area jaringan
yang mengeras (terkadang ditunjukkan adanya nodule) dan dirasakan sangat nyeri ketika
ditekan ata bahkan digerakkan (kontraksi otot), dalam pemeriksaan mikroskopis ditemukan
adanya penebalan lokal dari sebagian kecil sarkomer serabut otot yang berkontraksi yang
sring juga disebut sebagai contraction knot atau taut band.
Hipotesa yang berkembang menyatakan bahwa myofascial trigger point terjadi akibat
kerusakan/cedera pada neuromuscular endplate (junction), sehingga ujung saraf tepi
mengeluarkan neurotransmitter berupa acetylcholine secara berlebih sehingga terjadi
kontraksi lokal pada sebagian kecil sarkomer serabut otot yang kemudian menekan kapiler
didaerah sekitarnya dan menimbulkan ischemia jaringan lokal, ischemia jaringan lokal
tersebut selanjutnya memicu keluarnya substans yang mensensitisasi nociceptor otot.
Gambaran klinis pasien MTrPs ini ditunjukkan dengan gejala nyeri pada 3 tempat,
yakni pada tempat MTrPs, origo atau insersio otot yang mengalami MTrPs dan nyeri pada
otot lainnya dikarenakan rujukan (referred).
Dikarenakan MTrPs menyebabkan ischemia jaringan lokal, sehingga obat-obatan
seperti NSAID tidak efektif dalam menurunkan gejala, namun terapi injeksi anastesi
cenderung lebih efektif dalam menurunkan nyeri, dalam penanganan MTrPs ini fisioterapi
dapat melakukan terapi elektro baik menggunakan elektro frekuensi rendah ataupun
medium dengan metode trigger point untuk mengurangi nyeri MTrPs.
18
MODUL PEMBELAJARAN FT NYERI | Heru Purbo Kuntono, Dipl.PT, M.Kes
Keluarnya acetylcholine yang berlebih memicu sacroplasmic reticulum mengeluarkan
ion calcium, ion calcium selanjutnya terikat pada troponin serabut otot dan terjadi
kontraksi otot, untuk melepas ikatan calcium pada troponin otot dibutuhkan adenosin
triphosphate (ATP), dikarenakan acetylcholine yang dikeluarkan dalam jumlah yang banyak
melebihi keadaan normal dikarenakan terdapat cedera/kerusakan neuromuscular endplate,
maka produksi ATP tidak bisa tercukupi, sehingga terjadi ketidak seimbangan aetylcholin
dan produksi ATP di otot, hal ini menyebabkan otot kurang ATP dan mengakibatkan
beberapa troponin otot tidak bisa lepas dari ikatan ion calcium, hal ini menjelaskan
bagaimana beberapa kecil sarkomer serabut otot tetap dalam keadaan kontraksi yang
mengakibatkan fenomena contraction knot atau taut band. Dikarenakan produksi ATP
tidak tercukupi, sehingga terjadi apa yang dinamakan sebagai energy crisis, hal ini akan
memicu terlepasnya susbstan neuroactive seperti P, seretonin, bradykinin yang kemudian
mensensitisasi nociceptor.
Myofascial trigger point (MTrPs) sering terjadi pada otot otot cervical dan otot
postural, dimana otot otot tersebut didominasi oleh tipe otot slow twitch yang bekerja
dengan intensitas rendah namun dalam jangka waktu yang lama (lebih dari 30 menit),
kontraksi dalam waktu yang lama menyebabkan penurunan perfusi intramuscular,
penurunan perfusi intramuscular selanjutnya mengakibatkan terjadinya ischemia jaringan
lokal dan diikuti penurunan produksi ATP (energy crisis).
Nyeri MTrPs juga dirujuk pada otot lain yang diinervasi oleh sel sel saraf pada tingkat
segmen vertebra yang sama atau tingkat segmen vertebra disekitarnya, hal ini disebabkan
oleh adanya overeksitasi sel saraf pada tingkat spinal.
19
MODUL PEMBELAJARAN FT NYERI | Heru Purbo Kuntono, Dipl.PT, M.Kes
Gambar 1. Nyeri rujukan otot
Nyeri MTrPs ini dalam klinis dibagi menjadi 2, yakni MTrPs aktif dan MTrPs laten,
pada pasien dengan MTrPs aktif, selain terpalpasi adanya contraction knot atau taut band,
nyeri dirasakan dalam keadaan istirahat dan bertambah ketika dilakukan tekanan pada
tempat taut band ataupun saat mengkontraksikan otot, sedangkan pada pasien MTrPs laten
pada umumnya nyeri hanya terjadi saat dilakukan tekanan pada taut band ataupun pada
saat dilakukan tes kontraksi otot.
Bentuk pendekatan fisioterapi pada pasien MTrPs ini meliputi penggunaan modalitas
elektroterapi baik dengan menggunakan frekuensi rendah (TENS) ataupun frekuensi
medium (IFC) menggunakan metode trigger point, frekuensi yang sering digunakan dalam
seting alat elektro adalah 2-5 Hz, intensitas boleh di atur sampai timbul kontraksi minimal
(brisk contraction) dengan penggunaan output elektro constant voltage (CV), selain itu
metode trigger point juga dapat dilakukan dengan kombinasi modalitas elektro dan
ultrasound ataupun dengan terapi masase (pemijatan) dengan tehnik friction.
20
MODUL PEMBELAJARAN FT NYERI | Heru Purbo Kuntono, Dipl.PT, M.Kes
MODUL PEMBELAJARAN 5
NYERI RADICULAR
Oleh : Heru Purbo Kuntono, Dipl.PT, M.Kes
Nyeri radicular (radicular pain) berbeda dengan nyeri rujukan (referred pain),
nyeri radicular merupakan bentuk nyeri yang disebabkan oleh cedera pada root saraf
sensoris atau cedera pada dorsal root ganglion saraf sensoris, nyeri dirasakan mengikuti
area dermatome root saraf yang terjadi cedera, berbeda dengan nyeri rujukan baik
dikarenakan oleh myofascial trigger point (MTrPs) ataupun nyeri rujukan dari visceral yang
tidak mengikuti area dermatome saraf.
Nyeri radicular yang disebabkan cedera pada segmen cervical dari root cervical C6, C7
dan C8, nyeri akan dirasakan menjalar sepanjang lengan atas, lengan bawah dan tangan,
begitupula nyeri radicular pada segmen lumbal, maka nyeri akan dijalarkan sesuai dengan
area dermatome dari root vertebra lumbal yang mengalami cedera, sehingga nyeri dari
cedera pada root segmen lumbal dijalarkan ke distal menuju tungkai bawah bahkan sampai
ke kaki.
Nyeri radicular berbeda dengan radiculopathy, semakin berat kerusakan saraf
sensoris akan mengganggu transmisi rangsang sensoris, pada keadaan radiculopathy saraf
sensoris terputus sehingga transmisi nyeri tidak dapat disampaikan ke kortek
somatosensori (postcentral gyrus/sulcus), dapat dikatakan bahwa semakin berat derajat
kerusakan saraf sensoris yang awalnya dirasakan sebagai nyeri radicular menjadi
radiculopathy, dimana saraf sensoris terputus dan gejala ditunjukkan dengan hilangnya
fungsi sensoris.
21
MODUL PEMBELAJARAN FT NYERI | Heru Purbo Kuntono, Dipl.PT, M.Kes
Gambar 1. Dermatome
Root saraf merupakan serabut saraf yang melekat pada spinal cord, root bagian
ventral dilewati oleh serabut saraf motoris, sedangkan root bagian dorsal dilewati oleh
serabut saraf sensoris, kedua root tersebut menyatu dalam perjalanannya disebut sebagai
nerve trunk, selanjutnya nerve trunk akan terpisah/terbagi menjadi 2 bagian yang disebut
sebagai divisi, yakni divisi anterior dan divisi posterior, selanjutnya divisi akan membentuk
cord dan berakhir membentuk terminal branch.
Perjalanan serabut saraf dari root menuju ke terminal branch terlihat membentuk
seperti anyaman saraf yang sering disebut sebagai plexus. Dengan demikian berdasar
anatomi struktur saraf tepi, maka cedera pada root saraf, trunk, divisi, cord dan terminal
branch akan menampilkan tanda gejala yang berbeda-beda, istilah yang digunakan pun juga
berbeda, pada umumnya cedera hanya pada bagian terminal branch sering diistilahkan
22
MODUL PEMBELAJARAN FT NYERI | Heru Purbo Kuntono, Dipl.PT, M.Kes
sebagai neuropathy, cedera root saraf disebut sebagai radiculopathy, sedangkan cedera
pada nerve trunk, divisi atau cord sering diistilahkan sebagai plexopathy.
Gambar 2. Brachial Plexus
Nyeri radicular sering didapatkan dalam klinis pada pasien lumbar herniated disc
ataupun sondylosis, dimana terjadi kompresi/tekanan pada root saraf vertebra segmen
lumbal, segmen lumbal yang sering terjadi kompresi/tekanan adalah pada tingkat segmen
vertebra lumbal L4, L5 atau L5 dan Sacral 1, dimana pada tingkat segmen tersebut dominan
terjadinya gerakan fleksi, ekstensi ataupun rotasi. Bahkan hampir 90% kejadian
radiculopathy yang disebabkan oleh kompresi, terjadi pada tingkat segmen tersebut.
Nyeri radicular yang disebabkan oleh kompresi sering terjadi cedera saraf bagian
proksimal, baik pada root saraf ataupun pada dorsal root ganglia, dimana gejala ditunjukkan
dengan terganggunya fungsi sensoris pada root yang mengalami cedera, akan tetapi jika
kompresi tersebut terjadi pada rami maka gejala yang ditunjukkan bukan hanya
terganggunya fungsi sensoris namun juga sering melibatkan fungsi motoris, dengan
demikian cedera pada rami, baik rami ventral maupun rami dorsal selain dilakukan
pemeriksaan fungsi sensoris juga perlu dilakukan pemeriksan fungsi motoris dengan
23
MODUL PEMBELAJARAN FT NYERI | Heru Purbo Kuntono, Dipl.PT, M.Kes
melakukan tes kekuatan otot dan pemeriksaan reflek tendon (deep tendon reflex),
sebagaimana serabut saraf sensoris mempunyai area dermatome, serabut saraf motoris juga
mempunyai distribusi pada daerah tertentu yang disebut sebagai myotome.
Gambar 3. Myotome
Derajat kerusakan/cedera saraf tepi dapat diklasifikasikan menurut Seddon ataupun
klasifikasi menurut Sunderland, klasifikasi derajat kerusakan saraf tepi menurut Seddon
dibagi menjadi 3, yakni neuropraxia dimana terjadi gangguan hantar impuls (transmisi)
akibat adanya tekanan (block) pada tingkat akson, axonotmesis yakni terputusnya akson
dan neurotmesis ditandai dengan serabut saraf terputus total, sedangkan Sunderland
membagi klasifikasi kerusakan saraf tepi menjadi 5 dengan menggunakan penomoran
romawi.
24
MODUL PEMBELAJARAN FT NYERI | Heru Purbo Kuntono, Dipl.PT, M.Kes
Klasifikasi derajat kerusakan saraf tepi menurut Sunderland didasarkan pada
kerusakan struktur pembentuk serabut saraf, dimana klasifikasi tipe I kerusakan
terjadi pada tingkat myelin sehingga terjadi blok konduksi saraf pada akson, pada tingkat
kerusakan ini serabut saraf masih dapat pulih secara total (complete recovery), pada tipe
II kerusakan terjadi pada myelin dan akson, pada tingkat kerusakan ini akan terjadi proses
degenerasi Wallerian dan diikuti dengan proses recovery secara total, namun pada tipe III
kerusakan juga terjadi pada lapisan endoneurium, kerusakan yang melibatkan
endoneurium tidak dapat terjadi total recovery/complete recovery, sehingga perlu
untuk dilakukan tindakan operatif bedah penyambungan saraf (nerve grafting),
begitupula pada klasifikasi kerusakan saraf tepi tipe IV dan V.
Gambar 4. Klasifikasi Derajat Kerusakan Saraf Tepi
25
MODUL PEMBELAJARAN FT NYERI | Heru Purbo Kuntono, Dipl.PT, M.Kes
Daftar Pustaka
1. Arthur Kleinman, M.D & David Mechanic, Ph.D. 1987. Pain and Disability:
Clinical, Behavioral, and Public Policy Prespective. Washington D.C. National
Academy Press ISBN: 0-309-54267-7
2. Fishbain, A.A., Goldberg, M., Meagher, B.R., Steele, R., and Rosomoff, H. 1986.
Male and female chronic pain patients categorized by DSM-III psychiatric
diagnostic criteria. Pain 26:181-197
3. Fricton, J.R., Kroening, R., Haley, D., and Siegert, R. 1985. Myofascial pain
syndrome of the head and neck: a review of clinical characteristics of 164 patients.
Oral Surgery 60:615-623
4. Siegfried Mense. 2008. Muscle Pain: Mechanism and Clinical Significance.
Germany. Deutsches Ärzteblatt International. DOI: 10.3238/artzebl.2008.0214

More Related Content

What's hot

Osteomyelitis presentation
Osteomyelitis presentationOsteomyelitis presentation
Osteomyelitis presentation
gapini
 

What's hot (20)

Teknik teknik PNF
Teknik teknik PNFTeknik teknik PNF
Teknik teknik PNF
 
Pengantar Fisioterapi
Pengantar FisioterapiPengantar Fisioterapi
Pengantar Fisioterapi
 
penatalaksanaan fisioterapi pada cerebral palsy
penatalaksanaan fisioterapi pada cerebral palsypenatalaksanaan fisioterapi pada cerebral palsy
penatalaksanaan fisioterapi pada cerebral palsy
 
Konsep Terapi Latihan
Konsep Terapi LatihanKonsep Terapi Latihan
Konsep Terapi Latihan
 
PPT ANATOMI DAN FUNGSI BAHU
PPT ANATOMI DAN FUNGSI BAHUPPT ANATOMI DAN FUNGSI BAHU
PPT ANATOMI DAN FUNGSI BAHU
 
1. Transduksi, Transmisi & Modulasi.pptx
1. Transduksi, Transmisi & Modulasi.pptx1. Transduksi, Transmisi & Modulasi.pptx
1. Transduksi, Transmisi & Modulasi.pptx
 
Konsep dasar terapi manual
Konsep dasar terapi manualKonsep dasar terapi manual
Konsep dasar terapi manual
 
Anatomy of ankle and foot fo
Anatomy of ankle and foot foAnatomy of ankle and foot fo
Anatomy of ankle and foot fo
 
Hip joint
Hip jointHip joint
Hip joint
 
Modul : Ultrasound Therapy
Modul : Ultrasound TherapyModul : Ultrasound Therapy
Modul : Ultrasound Therapy
 
PPT Nyeri punggung
PPT Nyeri punggungPPT Nyeri punggung
PPT Nyeri punggung
 
Normal Gait
Normal GaitNormal Gait
Normal Gait
 
Anatomi Terapan Pada Bahu dan Lengan Atas
Anatomi Terapan Pada Bahu dan Lengan AtasAnatomi Terapan Pada Bahu dan Lengan Atas
Anatomi Terapan Pada Bahu dan Lengan Atas
 
Referat low back pain
Referat low back painReferat low back pain
Referat low back pain
 
Patellofemoral pain syndrome (pfps)
Patellofemoral pain syndrome (pfps)Patellofemoral pain syndrome (pfps)
Patellofemoral pain syndrome (pfps)
 
04 ultrasound terapy
04 ultrasound terapy04 ultrasound terapy
04 ultrasound terapy
 
Osteoarthritis dan Artritis Gout
Osteoarthritis dan Artritis GoutOsteoarthritis dan Artritis Gout
Osteoarthritis dan Artritis Gout
 
Konsep Dasar Elektroterapi
Konsep Dasar ElektroterapiKonsep Dasar Elektroterapi
Konsep Dasar Elektroterapi
 
Osteomyelitis presentation
Osteomyelitis presentationOsteomyelitis presentation
Osteomyelitis presentation
 
03 biomekanika
03 biomekanika03 biomekanika
03 biomekanika
 

Similar to Modul pembelajaran ft nyeri

PPT KEBUTUHAN RASA AMAN .pptx
PPT KEBUTUHAN  RASA  AMAN .pptxPPT KEBUTUHAN  RASA  AMAN .pptx
PPT KEBUTUHAN RASA AMAN .pptx
ssuser235985
 
10. Central Post Stroke Pain.pptx
10. Central Post Stroke Pain.pptx10. Central Post Stroke Pain.pptx
10. Central Post Stroke Pain.pptx
aditya romadhon
 

Similar to Modul pembelajaran ft nyeri (20)

Bahan-Ajar-3_-Referred-Pain.pdf
Bahan-Ajar-3_-Referred-Pain.pdfBahan-Ajar-3_-Referred-Pain.pdf
Bahan-Ajar-3_-Referred-Pain.pdf
 
70593200 nyeri-persalinan
70593200 nyeri-persalinan70593200 nyeri-persalinan
70593200 nyeri-persalinan
 
Mekanisme nyeri
Mekanisme nyeri Mekanisme nyeri
Mekanisme nyeri
 
The pain system
The pain systemThe pain system
The pain system
 
Neurologi
NeurologiNeurologi
Neurologi
 
KULIAH-NYERI-SAfkfkfjkfkfkckfkfkfkfkfkgk.pdf
KULIAH-NYERI-SAfkfkfjkfkfkckfkfkfkfkfkgk.pdfKULIAH-NYERI-SAfkfkfjkfkfkckfkfkfkfkfkgk.pdf
KULIAH-NYERI-SAfkfkfjkfkfkckfkfkfkfkfkgk.pdf
 
LAPORAN_PENDAHULUAN_NYERI.docx
LAPORAN_PENDAHULUAN_NYERI.docxLAPORAN_PENDAHULUAN_NYERI.docx
LAPORAN_PENDAHULUAN_NYERI.docx
 
18f330abd0f6e0117c7713910009d646 (1).pdf
18f330abd0f6e0117c7713910009d646 (1).pdf18f330abd0f6e0117c7713910009d646 (1).pdf
18f330abd0f6e0117c7713910009d646 (1).pdf
 
Analgetika
AnalgetikaAnalgetika
Analgetika
 
Sistem_Syaraf_pada_ibu_hamil.ppt
Sistem_Syaraf_pada_ibu_hamil.pptSistem_Syaraf_pada_ibu_hamil.ppt
Sistem_Syaraf_pada_ibu_hamil.ppt
 
Mekanisme nyeri
Mekanisme nyeriMekanisme nyeri
Mekanisme nyeri
 
PPT KEBUTUHAN RASA AMAN .pptx
PPT KEBUTUHAN  RASA  AMAN .pptxPPT KEBUTUHAN  RASA  AMAN .pptx
PPT KEBUTUHAN RASA AMAN .pptx
 
2. Hipersensitisasi Nyeri.pptx
2. Hipersensitisasi Nyeri.pptx2. Hipersensitisasi Nyeri.pptx
2. Hipersensitisasi Nyeri.pptx
 
2. Hipersensitisasi Nyeri.pptx
2. Hipersensitisasi Nyeri.pptx2. Hipersensitisasi Nyeri.pptx
2. Hipersensitisasi Nyeri.pptx
 
Askep low back pain
Askep low back painAskep low back pain
Askep low back pain
 
10. Central Post Stroke Pain.pptx
10. Central Post Stroke Pain.pptx10. Central Post Stroke Pain.pptx
10. Central Post Stroke Pain.pptx
 
Modul Trigger Points
Modul Trigger PointsModul Trigger Points
Modul Trigger Points
 
Gejala fisik
Gejala fisikGejala fisik
Gejala fisik
 
Pain.pptx
Pain.pptxPain.pptx
Pain.pptx
 
Mekanisme nyeri
Mekanisme nyeriMekanisme nyeri
Mekanisme nyeri
 

More from aditya romadhon

8. Complex regional Pain Syndrome.pptx
8. Complex regional Pain Syndrome.pptx8. Complex regional Pain Syndrome.pptx
8. Complex regional Pain Syndrome.pptx
aditya romadhon
 

More from aditya romadhon (20)

Latihan Fitness And Mobility Exercise (FAME) Pada Pasien Stroke
Latihan Fitness And Mobility Exercise (FAME) Pada Pasien StrokeLatihan Fitness And Mobility Exercise (FAME) Pada Pasien Stroke
Latihan Fitness And Mobility Exercise (FAME) Pada Pasien Stroke
 
Materi Elektroterapi Fisioterapi Interrupted Galvanic (Exponential) Current
Materi Elektroterapi Fisioterapi Interrupted Galvanic (Exponential) CurrentMateri Elektroterapi Fisioterapi Interrupted Galvanic (Exponential) Current
Materi Elektroterapi Fisioterapi Interrupted Galvanic (Exponential) Current
 
Materi Elektroterapi Fisioterapi Faradic Current
Materi Elektroterapi Fisioterapi Faradic CurrentMateri Elektroterapi Fisioterapi Faradic Current
Materi Elektroterapi Fisioterapi Faradic Current
 
Materi Pembelajaran Fisioterapi Strength Duration Curve
Materi Pembelajaran Fisioterapi Strength Duration CurveMateri Pembelajaran Fisioterapi Strength Duration Curve
Materi Pembelajaran Fisioterapi Strength Duration Curve
 
Materi Pembelajaran Fisioterapi Elektroterapi TENS
Materi Pembelajaran Fisioterapi Elektroterapi TENSMateri Pembelajaran Fisioterapi Elektroterapi TENS
Materi Pembelajaran Fisioterapi Elektroterapi TENS
 
Materi Pembelajaran Fisioterapi ARUS DIADINAMIS
Materi Pembelajaran Fisioterapi ARUS DIADINAMISMateri Pembelajaran Fisioterapi ARUS DIADINAMIS
Materi Pembelajaran Fisioterapi ARUS DIADINAMIS
 
Materi Pembelajaran Fisioterapi Faradic Current
Materi Pembelajaran Fisioterapi Faradic CurrentMateri Pembelajaran Fisioterapi Faradic Current
Materi Pembelajaran Fisioterapi Faradic Current
 
11. fibromyalgia.pptx
11. fibromyalgia.pptx11. fibromyalgia.pptx
11. fibromyalgia.pptx
 
ESWT.pptx
ESWT.pptxESWT.pptx
ESWT.pptx
 
Traksi Spinal.pptx
Traksi Spinal.pptxTraksi Spinal.pptx
Traksi Spinal.pptx
 
8. Complex regional Pain Syndrome.pptx
8. Complex regional Pain Syndrome.pptx8. Complex regional Pain Syndrome.pptx
8. Complex regional Pain Syndrome.pptx
 
Gangguan Motorik Pada stroke.pptx
Gangguan Motorik Pada stroke.pptxGangguan Motorik Pada stroke.pptx
Gangguan Motorik Pada stroke.pptx
 
Non Inflammatory Osteoarthritis.pptx
Non Inflammatory Osteoarthritis.pptxNon Inflammatory Osteoarthritis.pptx
Non Inflammatory Osteoarthritis.pptx
 
STROKE.pptx
STROKE.pptxSTROKE.pptx
STROKE.pptx
 
4. Arus Rusia.pptx
4. Arus Rusia.pptx4. Arus Rusia.pptx
4. Arus Rusia.pptx
 
Terapi Ultrasound I.pptx
Terapi Ultrasound I.pptxTerapi Ultrasound I.pptx
Terapi Ultrasound I.pptx
 
1. Konsep Dasar Elektroterapi.pptx
1. Konsep Dasar Elektroterapi.pptx1. Konsep Dasar Elektroterapi.pptx
1. Konsep Dasar Elektroterapi.pptx
 
Terapi Ultrasound III.pptx
Terapi Ultrasound III.pptxTerapi Ultrasound III.pptx
Terapi Ultrasound III.pptx
 
Terapi Ultrasound II.pptx
Terapi Ultrasound II.pptxTerapi Ultrasound II.pptx
Terapi Ultrasound II.pptx
 
3. Mekanisme Nyeri Otot.pptx
3. Mekanisme Nyeri Otot.pptx3. Mekanisme Nyeri Otot.pptx
3. Mekanisme Nyeri Otot.pptx
 

Recently uploaded

TM 6_KESPRO REMAJA.ppt kesehatan reproduksi
TM 6_KESPRO REMAJA.ppt kesehatan reproduksiTM 6_KESPRO REMAJA.ppt kesehatan reproduksi
TM 6_KESPRO REMAJA.ppt kesehatan reproduksi
haslinahaslina3
 
UNIKBET Situs Slot Habanero Deposit Bisa Pakai Bank Maybank
UNIKBET Situs Slot Habanero Deposit Bisa Pakai Bank MaybankUNIKBET Situs Slot Habanero Deposit Bisa Pakai Bank Maybank
UNIKBET Situs Slot Habanero Deposit Bisa Pakai Bank Maybank
csooyoung073
 
IMR, MMR, ASDR infertility fertility sex ratio
IMR, MMR, ASDR infertility fertility sex ratioIMR, MMR, ASDR infertility fertility sex ratio
IMR, MMR, ASDR infertility fertility sex ratio
Safrina Ramadhani
 
askep hiv dewasa.pptxcvbngcccccccccccccccc
askep hiv dewasa.pptxcvbngccccccccccccccccaskep hiv dewasa.pptxcvbngcccccccccccccccc
askep hiv dewasa.pptxcvbngcccccccccccccccc
anangkuniawan
 
konsep keperawatan kritis dan asuhan keperawatan kritis
konsep keperawatan kritis dan asuhan keperawatan kritiskonsep keperawatan kritis dan asuhan keperawatan kritis
konsep keperawatan kritis dan asuhan keperawatan kritis
fidel377036
 
seminar kasus Preaterm premature rupture of membrane.pptx
seminar kasus Preaterm premature rupture of membrane.pptxseminar kasus Preaterm premature rupture of membrane.pptx
seminar kasus Preaterm premature rupture of membrane.pptx
sariakmida
 
Presentasi contoh Visum et Repertum.ppt
Presentasi contoh  Visum et Repertum.pptPresentasi contoh  Visum et Repertum.ppt
Presentasi contoh Visum et Repertum.ppt
SuwandiKhowanto1
 

Recently uploaded (20)

Rancangan Aksi_ Si IMAAM ( Sistem Informasi Manajemen Aset dan Alat Medis di ...
Rancangan Aksi_ Si IMAAM ( Sistem Informasi Manajemen Aset dan Alat Medis di ...Rancangan Aksi_ Si IMAAM ( Sistem Informasi Manajemen Aset dan Alat Medis di ...
Rancangan Aksi_ Si IMAAM ( Sistem Informasi Manajemen Aset dan Alat Medis di ...
 
Tatalaksana Terapi Diabetes Mellitus (farmasi klinis)
Tatalaksana Terapi Diabetes Mellitus (farmasi klinis)Tatalaksana Terapi Diabetes Mellitus (farmasi klinis)
Tatalaksana Terapi Diabetes Mellitus (farmasi klinis)
 
TM 6_KESPRO REMAJA.ppt kesehatan reproduksi
TM 6_KESPRO REMAJA.ppt kesehatan reproduksiTM 6_KESPRO REMAJA.ppt kesehatan reproduksi
TM 6_KESPRO REMAJA.ppt kesehatan reproduksi
 
UNIKBET Situs Slot Habanero Deposit Bisa Pakai Bank Maybank
UNIKBET Situs Slot Habanero Deposit Bisa Pakai Bank MaybankUNIKBET Situs Slot Habanero Deposit Bisa Pakai Bank Maybank
UNIKBET Situs Slot Habanero Deposit Bisa Pakai Bank Maybank
 
Kartu Kembang Anak - Pemantauan Perkembangan Anak Bina Keluarga Balita (BKB)
Kartu Kembang Anak - Pemantauan Perkembangan Anak Bina Keluarga Balita (BKB)Kartu Kembang Anak - Pemantauan Perkembangan Anak Bina Keluarga Balita (BKB)
Kartu Kembang Anak - Pemantauan Perkembangan Anak Bina Keluarga Balita (BKB)
 
KONSEP DASAR LUKA DAN PENANGANANNYA, PROSES PENYEMBUHAN
KONSEP DASAR LUKA DAN PENANGANANNYA, PROSES PENYEMBUHANKONSEP DASAR LUKA DAN PENANGANANNYA, PROSES PENYEMBUHAN
KONSEP DASAR LUKA DAN PENANGANANNYA, PROSES PENYEMBUHAN
 
IMR, MMR, ASDR infertility fertility sex ratio
IMR, MMR, ASDR infertility fertility sex ratioIMR, MMR, ASDR infertility fertility sex ratio
IMR, MMR, ASDR infertility fertility sex ratio
 
regulasi tentang kosmetika di indonesia cpkb
regulasi tentang kosmetika di indonesia cpkbregulasi tentang kosmetika di indonesia cpkb
regulasi tentang kosmetika di indonesia cpkb
 
askep hiv dewasa.pptxcvbngcccccccccccccccc
askep hiv dewasa.pptxcvbngccccccccccccccccaskep hiv dewasa.pptxcvbngcccccccccccccccc
askep hiv dewasa.pptxcvbngcccccccccccccccc
 
konsep keperawatan kritis dan asuhan keperawatan kritis
konsep keperawatan kritis dan asuhan keperawatan kritiskonsep keperawatan kritis dan asuhan keperawatan kritis
konsep keperawatan kritis dan asuhan keperawatan kritis
 
MANASIK KESEHATAN HAJI KOTA DEPOK TAHUN 2024
MANASIK KESEHATAN HAJI KOTA DEPOK TAHUN 2024MANASIK KESEHATAN HAJI KOTA DEPOK TAHUN 2024
MANASIK KESEHATAN HAJI KOTA DEPOK TAHUN 2024
 
asuhan keperawatan manajemen bencana pada pasien bencana konsep bencana
asuhan keperawatan manajemen bencana pada pasien bencana konsep bencanaasuhan keperawatan manajemen bencana pada pasien bencana konsep bencana
asuhan keperawatan manajemen bencana pada pasien bencana konsep bencana
 
seminar kasus Preaterm premature rupture of membrane.pptx
seminar kasus Preaterm premature rupture of membrane.pptxseminar kasus Preaterm premature rupture of membrane.pptx
seminar kasus Preaterm premature rupture of membrane.pptx
 
Parasitologi-dan-Mikrobiologi-Pertemuan-4.ppt
Parasitologi-dan-Mikrobiologi-Pertemuan-4.pptParasitologi-dan-Mikrobiologi-Pertemuan-4.ppt
Parasitologi-dan-Mikrobiologi-Pertemuan-4.ppt
 
ASUHAN KEPERAWATAN NYERI AKUT 2023 STIKES DIAN HUSADA
ASUHAN KEPERAWATAN NYERI AKUT 2023 STIKES DIAN HUSADAASUHAN KEPERAWATAN NYERI AKUT 2023 STIKES DIAN HUSADA
ASUHAN KEPERAWATAN NYERI AKUT 2023 STIKES DIAN HUSADA
 
PPT Kebijakan Regulasi RME - Dir 28 -29 Feb 2024 s.d 1 Maret.pdf
PPT Kebijakan Regulasi RME - Dir 28 -29 Feb 2024 s.d 1 Maret.pdfPPT Kebijakan Regulasi RME - Dir 28 -29 Feb 2024 s.d 1 Maret.pdf
PPT Kebijakan Regulasi RME - Dir 28 -29 Feb 2024 s.d 1 Maret.pdf
 
Presentasi contoh Visum et Repertum.ppt
Presentasi contoh  Visum et Repertum.pptPresentasi contoh  Visum et Repertum.ppt
Presentasi contoh Visum et Repertum.ppt
 
Dasar-Dasar Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) EDIT
Dasar-Dasar Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) EDITDasar-Dasar Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) EDIT
Dasar-Dasar Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) EDIT
 
jenis-jenis Data dalam bidang epidemiologi
jenis-jenis Data dalam bidang epidemiologijenis-jenis Data dalam bidang epidemiologi
jenis-jenis Data dalam bidang epidemiologi
 
PB I KONSEP DASAR KESEHATAN REPRODUKSI (1).pptx
PB I KONSEP DASAR KESEHATAN REPRODUKSI (1).pptxPB I KONSEP DASAR KESEHATAN REPRODUKSI (1).pptx
PB I KONSEP DASAR KESEHATAN REPRODUKSI (1).pptx
 

Modul pembelajaran ft nyeri

  • 1. 1 MODUL PEMBELAJARAN FT NYERI | Heru Purbo Kuntono, Dipl.PT, M.Kes MODUL PEMBELAJARAN 1 KONSEP NYERI Oleh : Heru Purbo Kuntono, Dipl.PT, M.Kes 1. Definisi Nyeri Nyeri merupakan rasa tidak nyaman pada tubuh ataupun pengalaman emosional berkaitan dengan kerusakan jaringan. Rasa nyeri merupakan bentuk persepsi subjektif dan setiap individu memiliki ambang rangsang yang berbeda, keluhan yang sering dilaporkan oleh pasien pada umumnya adalah rasa nyeri. Nyeri sering disertai dengan ansietas, meningkatnya tekanan darah, rasa berdebar-debar, meningkatnya kadar kortisol plasma, dan meningkatnya ketegangan tonus otot. Pada umumnya macam nyeri dibagi menjadi nyeri nosiseptik, neuropatik dan psikogenik. Nyeri melibatkan berbagai respon zat kimia tubuh yang dipersepsikan sebagai rasa tidak nyaman berkaitan dengan kerusakan jaringan 2. Klasifikasi & Mekanisme Nyeri Nyeri dapat diklasifikasikan sebagai proses fisiologis dimana ditujukan untuk mekanisme proteksi dalam menghindari kerusakan jaringan dan proses patologis yang muncul dari kerusakan jaringan, inflamasi atau gangguan pada system saraf. Nyeri patologis selanjutnya dibagi menjadi 4 kategori, yakni nyeri nosiseptif (berhubungan dengan kerusakan jaringan), neuropatik (berhubungan dengan kerusakan saraf), visceral (berhubungan dengan visceral pada thorak dan abdominal) dan somatic (berhubungan
  • 2. 2 MODUL PEMBELAJARAN FT NYERI | Heru Purbo Kuntono, Dipl.PT, M.Kes dengan tulang, sendi, otot dan kulit). Nyeri juga dapat dikategorikan berdasarkan lama terjadinya, nyeri dikatakan akut jika muncul pada saat terjadi kerusakan jaringan dan dikatakan kronik jika nyeri yang dirasa lebih lama daripada proses perbaikan jaringannya Nosiseptif ditujukan pada proses rangsangan dan menghasilkan rasa nyeri yang dipersepsikan oleh otak, komponen nosiseptif meliputi transduksi, transmisi, modulasi dan persepsi. Transduksi merupakan proses konversi dari rangsang nyeri (noxious) baik mekanik, kimia ataupun termal menjadi energi listrik oleh penerima rangsang nyeri (nosiseptor) free afferent nerve ending. Hal ini merupakan tahap pertama nyeri yang dapat diinhibisi NSAID, opioid dan anastesi lokal Transmisi dideskripsikan sebagai perjalanan rangsang pada saraf tepi melewati first order neuron, serabut saraf penerima rangsang nyeri meliputi serabut saraf A delta yang menerima rangsang berupa nyeri tajam dan cepat, selanjutnya serabt saraf C, nyeri bersifat tumpul dan panas dan sensoris A beta mempunyai ambang rangsang rendah menerima rangsang berupa rasa nyaman, modulasi terjadi ketika first order neuron bersinap dengan second order neuron di Posterior Horn Cell (PHC) pada spinal cord. Neuropeptide yang mempunyai sifat eksitasi meliputi glutamate, aspartate dan substance P dapat memfasilitasi dan meningkatkan sinyal nyeri pada traktus yang menuju ke atas (ascending tracts), pada saat yang sama endogenous meliputi opioid, serotonergic dan noradrenergic yang merupakan analgesic tubuh diturunkan untuk mengurangi rasa nyeri, sedangkan persepsi merupakan respon pada tingkat kortikal terhadap rangsang nosiseptif yang dihantarkan oleh third order neuron di otak. Meningkatnya sensitivitas merupakan ciri khas baik patologis nyeri akut ataupun nyeri kronis, hal ini merupakan hasil perubahan respon system saraf tepi dan pusat, sensitisasi saraf tepi terjadi Ketika radang pada jaringan mengakibatkan terlepasnya mediator kimia komplek dan menurunkan
  • 3. 3 MODUL PEMBELAJARAN FT NYERI | Heru Purbo Kuntono, Dipl.PT, M.Kes ambang nosiseptor dikarenakan oleh meningkatnya respon terhadap rangsang nyeri, sensitisasi tingkat pusat merujuk pada meningkatnya eksitabilitas neuron pada tingkat spinal yang di mediasi oleh aktivasi NMDA reseptor (glutamate reseptor) pada PHC Pengaruh nyeri menyebar pada reseptor yang berada didekatnya dan rangsangan rasa normal dirasa sebagai rasa nyeri yang sering disebut sebagai alodinia, dimana serabut saraf Abeta sebagai serabut afferent penghantar rasa nyaman, ikut berperan dalam menghantarkan nyeri, kombinasi system saraf tepi dan pusat menghasilkan peningkatan kualitas dan durasi nyeri. Serabut saraf afferent/ sensoris, dari jaringan menuju ke Posterior Horn Cell (PHC) melewati column pada spinal cord, serabut saraf sensoris A-beta menuju ke dorsal collumn sedangkan serabut saraf sensoris A-delta dan C menuju ke lateral dan anterior column. Penghantar rasa nyaman yakni serabut saraf A-beta setelah melewati dorsal column maka bersinap pada second order neuron di tingkat medulla oblongata yang kemudian menyilang menuju ke kortek kontra-lateral, penghantar rasa nyeri yakni serabut saraf A- delta dan C menuju ke lateral column membawa informasi nyeri mekanik, nyeri kimia, termal sedangkan yang menuju ke anterior column membawa informasi rasa gatal, sentuhan ringan dan rasa geli. Transmisi merupakan penghantaran informasi sensoris dari tempat lesi (misal sensori berupa rasa nyeri) menuju ke area korteks otak sensoris yakni pada postcentral gyrus untuk dipersepsikan sebagai nyeri, kortek otak terdiri dari 6 lapis, dimana secara fungsi dibagi lagi menjadi 3, yakni, kortek lapis supragranular yang terdiri dari lapis kortek 1 sampai 3, pada korteks ini terdapat serabut saraf komisural dan serabut asosiasi, korteks lapis internal granular dibentuk oleh lapis kortek 4 berisi sel-sel saraf sensoris dan korteks lapis infragranular terdiri dari lapis korteks 5 dan 6 yang berisi sel-sel saraf motoris. Nyeri
  • 4. 4 MODUL PEMBELAJARAN FT NYERI | Heru Purbo Kuntono, Dipl.PT, M.Kes dipersepsikan pada korteks lapis internal granular pada area 1,2 dan 3 sebagai persepsi sensoris utama, nyeri tidak hanya menuju pada korteks sensori utama, namun juga menuju ke insular (grey matter) yang kemudian mempengaruhi sistem autonom seperti, denyut jantung meningkat, ritme nafas menjadi cepat, keringat berlebih dan bentuk aktivasi simpatis lainnya, selain itu nyeri juga menuju pada cingulate gyrus yang berhubungan dengan emosi seperti, menangis, takut, marah dan bentuk-bentuk emosi lainnya yang berkaitan dengan emosional rasa tidak nyaman Modulasi merupakan kemampuan saraf pusat dalam menurunkan aktivitas sistem transmisi saraf, dalam sistem saraf pusat terdapat tempat-tempat untuk mengatur regulasi keluarnya endorphine, yakni pada brainstem terbagi menjadi 3 tempat, tempat regulasi endorphine dimulai dari tingkat mid brain, pada Periaqueductal Grey Mater (PAGM), kemudian pada tingkat pons terdapat di locus coeruleus dan pada tingkat medulla oblongata terdapat pada rostral ventro-medial medulla. Gambar 1. Sistem Transmisi dan Modulasi
  • 5. 5 MODUL PEMBELAJARAN FT NYERI | Heru Purbo Kuntono, Dipl.PT, M.Kes 3. Sensitisasi nyeri tingkat tepi (Peripheral Mechanism) Mekanisme nyeri pada tingkat tepi dikarenakan kerusakan jaringan yang disebabkan oleh rangsang mekanik seperti trauma, cedera, overloading memicu terlepasnya mediator inflamasi seperti bradykinin (BK) dan protaglandin E2 (PGE2), kedua mediator inflamasi ini dikeluarkan oleh otot yang mengalami gangguan seperti cedera otot, BK disintesa dari plasma protein oleh enzim kallikrein, sedangkan prostaglandin disintesa dari asam arachidonic sehingga terjadi mekanisme cyclooxygenase, kedua mediator ini meningkatkan sensitivitas nociceptor terhadap rangsang. Selain mediator nyeri pada tingkat tepi ini juga terjadi terlepasnya substansi kimia adenosin triphospat (ATP) dan proton (H+ ), substansi kimia ini menimbulkan iritasi pada saraf, ATP yang dikeluarkan akan menempel pada channel protein receptor membran saraf, sehingga meningkatkan permeabilitas membran saraf terhadap ion sodium (Na+ ), yang kemudian mengakibatkan eksitasi atau rangsang pada saraf nyeri. Nosiseptor pada otot jika terangsang akan mengeluarkan substans P dan calcitonin gene related peptide (CGRP), kedua neuropeptide ini menimbulkan odema lokal (lokal dilatasi pembuluh darah) dan meningkatkan permeabilitas membran pembuluh darah, sehingga banyak cairan ekstraselular berkumpul dan masuk kedalam intraselular jaringan lokal tersebut, yang kemudian ditunjukkan dengan odema lokal. Menurunnya tingkat keasaman (ph 6-5) jaringan otot juga merupakan faktor pencetus nyeri otot, pada spasme otot terjadi ischemia jaringan otot dikarenakan otot terus menerus menegang (spasme) sehingga keasaman jaringan (ph) menurun dan diikuti terlepasnya BK, ATP dan proton (H+ ), hal inilah yang kemudian memunculkan konsep lingkaran (vicious circle consept) nyeri otot dan spasme otot.
  • 6. 6 MODUL PEMBELAJARAN FT NYERI | Heru Purbo Kuntono, Dipl.PT, M.Kes 4. Sensitisasi nyeri tingkat pusat (Central Nervous Mechanism) Eksitasi saraf nyeri pada tingkat tepi akan meningkatkan eksitasi pada tingkat pusat, yakni pada Posterior Horn Cell (PHC), eksitasi saraf nyeri dalam waktu beberapa jam dapat meningkatkan jumlah neuron saraf penerima rangsang nyeri, terjadinya eksitasi berlebih pada tingkat pusat ini diakibatkan oleh terlepasnya neurotransmitter glutamate yang bersifat eksitasi dan substans P pada membran saraf tingkat spinal. Eksitasi berlebih (overexcitation) ini kemudian akan mengaktifkan sinap-sinap yang sebelumnya tidak aktif (silent sinaps) pada saraf tingkat spinal sehingga ambang rangsang nyeri menurun ditunjukkan dengan munculnya respon nyeri walaupun rangsangan tidak bersifat nyeri (allodynia), misal rabaan, pegangan nyaman dirasakan atau dipersepsikan menjadi nyeri, sedangkan rangsangan yang bersifat nyeri dipersepsikan sebagai nyeri yang berlebih (hyperalgesia) pada pasien nyeri kronis. 5. Rangsang nyeri Rangsangan nyeri dilihat dari bentuk pencetusnya dibagi menjadi 3, yakni mekanis, suhu dan kimiawi, nyeri yang disebabkan oleh rangsang mekanis dan suhu biasanya bersifat sementara sedangkan nyeri yang disebabkan oleh rangsang kimia bersifat lebih lama. Nyeri oleh rangsang kimia ditandai dengan adanya kerusakan jaringan, seperti potassium, histamine, seretonin dan zat kimia lainnya seperti prostaglandin, bradykinins, leukotrient yang terbentuk dari sintesa enzim, selain dipersepsikan sebagai nyeri dan meningkatkan ambang rangsang nociceptor, zat kimia tersebut juga memicu pembengkakan jaringan. Bentuk rangsang nyeri kimia mensensitisasi serabut saraf C (tidak bermyelin) yang bersifat nyeri lambat (slow pain), rangsang nyeri yang dihantarkan oleh serabut saraf C ini tidak hanya menuju ke korteks sensori namun juga menuju reticular formation pada brainstem (spinoreticular), sehingga otak akan selalu aktif yang membuat penderita susah untuk
  • 7. 7 MODUL PEMBELAJARAN FT NYERI | Heru Purbo Kuntono, Dipl.PT, M.Kes beristirahat/tidur, sedangkan rangsang nyeri yang tidak melibatkan kerusakan jaringan sehingga tidak ada mediator nyeri kimia, mensensitisasi serabut saraf sensoris a delta, nyeri bersifat cepat, persepsi nyeri dari perifer disampaikan langsung menuju korteks sensoris (spinothalamic) 6. Nyeri rujukan (referred pain) Rangsang nyeri yang berasal dari kulit akan dirasakan sangat tajam dan mudah diketahui lokasinya, sedangkan rangsang nyeri yang berasaldari jaringan bagian dalam sulit untuk diketahui lokasinya (poorly localized), fenomena ini sering juga disebut sebagai nyeri rujukan. Dalam pemeriksaan nyeri, nyeri rujukan sering membuat pemeriksa kesulitan dalam meng identifikasi letak nyeri utamanya, adapun beberapa temuan klinis dari bentuk nyeri rujukan seperti nyeri yang dirujuk dari organ dalam misal organ jantung, maka nyeri sering dirujuk pada area dada, lengan kiri dan kadang pada area atas perut, sedangkan bentuk nyeri rujukan dari rangsang myofacial trigger point sulit untuk diketahui sumber nyeri utamanya. Terdapat 4 mekanisme yang menjelaskan nyeri rujukan: 1. Aktivitas saraf simpatis, dengan mengeluarkan substan yang mensensitisasi saraf tepi atau terjadi restriksi pada pembuluh darah yang mensuplai darah menuju saraf tepi tersebut, sehingga aktivitas saraf tepi terganggu. 2. Cabang saraf tepi (peripheral branching), dimana satu saraf sensoris mendapatkan input sensoris dari beberapa lokasi dermatomal tubuh
  • 8. 8 MODUL PEMBELAJARAN FT NYERI | Heru Purbo Kuntono, Dipl.PT, M.Kes 3. Proyeksi konvergen (convergence projection), satu sel saraf pada spinal cord menerima input serabut saraf sensoris dari berbagai tempat, baik dari organ internal, kulit dan otot, sedangkan otak tidak mempunyai kemampuan dalam meng identifikasi dari mana asal nyeri, apakah dari organ internal, kulit atau otot, sehingga nyeri yang berasal dari organ internal sering dipersepsikan sebagai nyeri pada kulit atau pada otot. 4. Fasilitasi konvergen (convergence facilitation), sel saraf sensoris pada spinal cord yang menerima input rangsang nyeri akan memfasilitasi atau meng aktifkan sel-sel saraf sensoris didekatnya, sehingga nyeri tidak hanya dirasakan pada jaringan yang cedera namun juga pada jaringan disekitarnya. 7. Jalur nyeri pada sistem saraf pusat Nosiseptor utama mengirim impuls menuju spinal cord (jika nyeri berasal dari wajah maka nosiseptor mengirim impuls menuju medula oblongata di brainstem), pada spinal cord, impuls yang dihantar oleh nosiseptor utama berakhir pada second order neuron di posterior horn cell (grey mater), dalam hantaran impuls maka zat kimia yang dikenal sebagai polypeptide mengaktivasi second order neuron, polypeptide yang sering disebutkan dalam aktivasi second order neuron ini meliputi, susbstance P, somatostatin, asam amino, glutamic dan aspartic acid. Axon dari second order neuron akan menyilang menuju sisi kontralateral menuju ke thalamus (serabut saraf A delta yang membawa input sensoris berupa nyeri mekanik/tajam dan cepat) dan ada juga yang menyilang kontralateral menuju ke brainstem (serabut saraf C yang membawa input sensoris berupa nyeri kimia/tumpul dan lambat).
  • 9. 9 MODUL PEMBELAJARAN FT NYERI | Heru Purbo Kuntono, Dipl.PT, M.Kes Pada tingkat thalamus, jalur nyeri terbagi menjadi 2, yakni jalur nyeri pada ventro- caudal thalamus dan medial thalamus, ventro-caudal thalamus dilewati saraf sensoris nyeri yang berasal dari spinal (spinothalamic tract) yang pada akhirnya serabut saraf nyeri akan diproyeksikan ke korteks somatosensoris, sedangkan medial thalamus dilewati bukan hanya serabut saraf nyeri dari spinal (spinothalamic) namun juga serabut saraf nyeri proyeksi dari brainstem (spinoreticular/spinoreticulothalamic), proyeksi serabut saraf nyeri dari medial thalamus tidak hanya pada korteks somatosensori namun juga diproyeksikan ke otak depan, sehingga dalam proses penghantaran nyeri, didapatkan jalur nyeri secara langsung (direct pathway) yakni spinothalamic, dan jalur tidak langsung yakni spinoreticular/spinoreticulothalamic, diketahui bahwa proyeksi serabut saraf yang melewati jalur ventrocaudal thalamus membawa informasi nyeri tajam dan mudah dilokalisir, sedangkan proyeksi saraf yang melewati jalur medial thalamus membawa informasi nyeri dalam, tumpul dan sulit untuk dilokalisir.
  • 10. 10 MODUL PEMBELAJARAN FT NYERI | Heru Purbo Kuntono, Dipl.PT, M.Kes MODUL PEMBELAJARAN 2 PROSES FISIOLOGIS NYERI MENUJU FASE KRONIS Oleh : Heru Purbo Kuntono, Dipl.PT, M.Kes Kerusakan jaringan akan memicu beberapa proses yang membuat nyeri semakin tinggi intensitasnya dan berlangsung lama, rangsang nyeri yang berulang dapat menyebabkan turunnya ambang rangsang nosiseptor, sehingga bentuk rangsang nyaman pun akan dipersepsikan sebagai nyeri, hal ini sering dikenal sebagai sensitisasi. Adapun bentuk sensitisasi ada yang disebut sebagai allodynia yakni rangsang nyaman dirasa atau dipersepsikan sebagai nyeri dan ada yang disebut sebagai hyperalgesia yakni rangsang nyeri intensitas rendah dirasa atau dipersepsikan sebagai nyeri intensitas tinggi. 1. Hiperaktivitas sistem saraf simpatis/ reflex sympathetic dystrhopy Terkadang pasien dengan cedera jaringan kecilpun mengalami proses recovery yang tidak tuntas, sehingga nyeri dirasakan semakin tajam dan berlangsung lama melebihi dugaan akhir proses recovery, pada beberapa pasien yang mengalami hiperaktivitas sistem saraf simpatis akan membuat proses recovery jaringan berjalan lambat, hal ini disebabkan adanya blokade dari saraf simpatis, kerusakan jaringan yang disertai dengan hiperaktivitas simpatis sering ditunjukkan dengan gejala seperti segmen cedera cenderung dingin (vasoconstricted), berkeringat dan kadang juga diapatkan tambahan gejala hipersensitif, berjalannya waktu bentuk cedera jaringan disertai hiperaktivitas sistem saraf simpatis ini dapat menyebabkan osteoporosis, arthritis dan atropi otot, hal ini sering disebut sebagai reflex sympathetic dysthropy.
  • 11. 11 MODUL PEMBELAJARAN FT NYERI | Heru Purbo Kuntono, Dipl.PT, M.Kes Gambar 1. Jalur reflek nyeri Terdapat 2 bentuk jalur reflek nyeri, yakni jalur simpatis (sympathetic loop) dimana input nosiseptif mengaktivasi saraf simpatis dan dilanjutkan dengan sensitisasi nosiseptor tepi, dan jalur kontraksi otot (muscle contraction loop) dimana input nosiseptif memicu kontraksi otot/spasme yang disertai nyeri. Nyeri pada tungkai bawah akan disertai dengan spasme otot-otot feksor yang merupakan bentuk reflek primitif (withdrawal), nyeri pada abdominal disertai dengan spasme otot dinding abdomen, nyeri pada struktur muskuloskeletal menimbulkan nyeri tekan (tenderness) pada otot lainnya yang mendapatkan inervasi dari segmen yang sama. Livingstone pada tahun 1943 memperkenalkan konsep feedback loop sebagai proses nyeri memicu kontraksi otot dan aktivasi simpatis yang kemudian diikuti dengan sensitisasi nosiseptor, sehingga dengan adanya sensitisasi nosiseptor ini membuat kontraksi otot dan aktivasi simpatis menjadi berlebih, ditunjukkan dengan gejala spasme otot daan hiperaktivitas simpatis.
  • 12. 12 MODUL PEMBELAJARAN FT NYERI | Heru Purbo Kuntono, Dipl.PT, M.Kes Inti dari feedback loop ini adalah merupakan proses kedua dari cedera utama (primary process), dimana feedback loop ini masih tetap ada meskipun cedera utama sudah tidak ada, hal inilah yang kemudian sering didapatkan pada pasien dengan nyeri yang bersifat kronis. 2. Nyeri neuropatik Kerusakan dapa sistem saraf tepi atau saraf pusat dapat menimbulkan nyeri kronis, trauma atau cedera pada saraf tepi jarang menunjukkan gejala nyeri dengan intensitas tinggi, namun jika disertai nyeri maka nyeri akan dirasa sangat dramatis, sebagai contoh causalgia, yakni nyeri yang timbul akibat cedera sistem saraf tepi ditandai dengan gejala nyeri seperti terbakar (burning pain) dan diikuti dengan hiperaktivitas saraf simpatis. Beberapa karakteristik nyeri neuropatik dimulai dari munculnya nyeri setelah beberapa hari atau beberapa minggu terjadinya cedera dan gejala nyeri dirasa semakin memburuk. Kerusakan pada saraf tepi sensoris utama ataupun pada nosiseptornya, membutuhkan proses regenerasi dalam bentuk spontaneous activity, mechanical sensitivity dan sensitivitas saraf simpatis. Sebagai tambahan bahwa cedera pada saraf tepi sensoris utama akan mengubah transmisi nyeri menuju sistem saraf pusat, sehingga nyeri tetap dirasakan meskipun cedera primer sudah tidak ada.
  • 13. 13 MODUL PEMBELAJARAN FT NYERI | Heru Purbo Kuntono, Dipl.PT, M.Kes MODUL PEMBELAJARAN 3 NYERI OTOT Oleh : Heru Purbo Kuntono, Dipl.PT, M.Kes Nyeri otot merupakan permasalahan yang sering ditemui dalam klinis, 60-85% populasi pernah mengalami nyeri otot (non specific) punggung belakang, nyeri dikarenakan myofacial trigger point ditemui dalam klinis sebesar 30%, sedangkan sekitar 7% perempuan usia 70 sampai 80 tahun mengalami nyeri fibromyalgia syndrome. Nyeri pada jaringan dalam seperti otot, berbeda dengan nyeri yang berasal dari kulit/dermal, dimana gejala yang paling berbeda adalah nyeri otot sering dirujuk pada area lain (referred) dibanding nyeri pada kulit. Gambar 1. Perbedaan Nyeri Otot dan Nyeri Kulit 1. Nyeri Otot Nyeri otot dipicu dari aktivasi reseptor nyeri yang dikenal sebagai nociceptor, reseptor nyeri tersebut didapat dari free nerve ending dari serabut saraf grup III bermyelin tipis (A delta), dan serabut saraf grup IV tidak bermyelin (C fiber). reseptor nyeri dari serabut saraf
  • 14. 14 MODUL PEMBELAJARAN FT NYERI | Heru Purbo Kuntono, Dipl.PT, M.Kes tersebut dapat diaktivasi dengan trauma mekanis, mechanical overloading (kontraksi otot yang menghasilkan stress otot berlebihan) dan oleh mediator inflamasi termasuk bradykinin (BK), seretonin dan prostalgandin E2 (PGE2). Substansi kimia yang juga berperan dalam nyeri otot adalah adenosin triphosphat (ATP) dan proton (ion H+ ), substansi kimia ini mengiritasi nerve ending dengan cara mengikat pada molekul reseptor nerve ending, ATP mengiritasi nerve ending dengan cara mengikatkan diri pada molekul reseptor P2X3, sedangkan ion H+ mengikatkan diri dengan molekul reseptor TRPV1 (transient receptor potential vanilloid 1) dan ASICs (acid- sensing ion channels). Molekul reseptor merupakan channel protein yang melekat pada sepanjang nerve ending dan hanya mudah ditembus oleh ion sodium (Na+ ), masuknya ion sodium ke dalam nerve ending melewati channel protein memicu aksi potensial dan terjadi eksitasi. Adenosin triphosphate (ATP) banyak ditemukan pada sel- sel tubuh dan akan dilepaskan oleh sel jika terjadi kerusakan/cedera jaringan, menurunnya tingkat keasaman (PH 6 sampai 5) juga dapat menjadi penyebab nyeri otot, selain itu sintesa Nerve Growth Factor (NGF) ditemukan meningkat pada keadaan otot dalam inflamasi. Terdapat neuropeptides pada nosiseptor otot, diantaranya adalah substance P, calcitonin gene related peptide (CGRP), dimana kedua neuropeptid ini akan dikeluarkan oleh nosiseptor otot jika nerve ending teraktivasi dan menimbulkan odema lokal disertai meningkatnya permeabilitas pembuluh darah, sehingga terjadi mikrosirkulasi pada daerah sekitar cedera. Setiap bentuk cedera jaringan akan diikuti oleh terlepasnya bradykinin yang disintesa dari plasma protein melewati aksi enzim kallikrein dan prostaglandin E2 yang disintesa dari arachidonic acid melewati aksi cyclooxygenase, dimana kedua substans tersebut (BK dan
  • 15. 15 MODUL PEMBELAJARAN FT NYERI | Heru Purbo Kuntono, Dipl.PT, M.Kes PGE2) akan meningkatkan sensitivitas nociceptor terhadap rangsangan dari luar, hal ini sering disebut sebagai peripheral sensitization. Neuropeptides pada nociceptor otot tidak hanya dikeluarkan ketika terjadi rangsang di jaringan tepi, namun nociceptor otot juga akan mengeluarkan neuropeptides ketika terjadi kompresi saraf spinal, kompresi/tekanan pada saraf akan mengakibatkan luapan impuls/aksi potensial menuju ke proksimal dan menuju ke distal, ketika impuls/aksi potensial menuju ke distal, yakni menuju ke nerve ending, akan mengaktivasi nociceptive dan nosiseptor otot mengeluarkan vasoactive neuropeptides. Rangsang nyeri yang dibawa oleh nosiseptor otot menuju ke posterior horn cell (PHC) dan meningkatkan eksitasi sel-sel saraf sensoris pada tingkat tersebut, dalam beberapa jam dapat meningkatkan jumlah sel-sel saraf yang tereksitasi, hal ini merupakan dampak dari eksitasi berlebih (overexcitability). Terdapat 2 mekanisme eksitabilitas berlebih yakni, a. Perubahan struktur channel ion, dimana membran lebih mudah ditembus oleh ion Na+ dan Ca+ , sehingga sinap serabut saraf yang tidak aktif menjadi aktif dalam menghantar rangsang nyeri. b. Perubahan transkripsi gen pada inti sel saraf, dimana terjadi hipereksitasi pada sel saraf, glial sel, dan juga microglial, sehingga terjadi sensitisasi pada tingkat saraf pusat dengan cara mensekresi tumor necrosis factor α (TNF α). Meningkatnya eksitabilitas sel saraf pada tingkat pusat merupakan langkah awal terjadinya nyeri kronis otot, dimana hal ini akan merubah struktur proses di sistem saraf pusat yang membuka jalur-jalur nyeri baru sehingga nyeri dirasakan lebih lama. Nyeri pada satu otot sering dirujuk pada otot lainnya yang mempunyai sel-sel saraf tingkat segmen spinal yang sama dan bahkan tingkat segmen vertebra disekitarnya
  • 16. 16 MODUL PEMBELAJARAN FT NYERI | Heru Purbo Kuntono, Dipl.PT, M.Kes meskipun nociceptor otot tersebut tidak aktif, inilah mengapa nyeri rujukan yang diakibatkan oleh nyeri otot tidak mengikuti distribusi dermatom-myotom, misal nyeri myofascial trigger point (MTrP) pada otot soleus dirujuk pada sendi sacroilliac. Gambar 2. Nyeri rujukan otot (referred)
  • 17. 17 MODUL PEMBELAJARAN FT NYERI | Heru Purbo Kuntono, Dipl.PT, M.Kes MODUL PEMBELAJARAN 4 MYOFASCIAL TRIGGER POINTS (MTrPs) Oleh : Heru Purbo Kuntono, Dipl.PT, M.Kes Myofascial trigger points (MTrPs) dapat terpalpasi, dimana terdapat area jaringan yang mengeras (terkadang ditunjukkan adanya nodule) dan dirasakan sangat nyeri ketika ditekan ata bahkan digerakkan (kontraksi otot), dalam pemeriksaan mikroskopis ditemukan adanya penebalan lokal dari sebagian kecil sarkomer serabut otot yang berkontraksi yang sring juga disebut sebagai contraction knot atau taut band. Hipotesa yang berkembang menyatakan bahwa myofascial trigger point terjadi akibat kerusakan/cedera pada neuromuscular endplate (junction), sehingga ujung saraf tepi mengeluarkan neurotransmitter berupa acetylcholine secara berlebih sehingga terjadi kontraksi lokal pada sebagian kecil sarkomer serabut otot yang kemudian menekan kapiler didaerah sekitarnya dan menimbulkan ischemia jaringan lokal, ischemia jaringan lokal tersebut selanjutnya memicu keluarnya substans yang mensensitisasi nociceptor otot. Gambaran klinis pasien MTrPs ini ditunjukkan dengan gejala nyeri pada 3 tempat, yakni pada tempat MTrPs, origo atau insersio otot yang mengalami MTrPs dan nyeri pada otot lainnya dikarenakan rujukan (referred). Dikarenakan MTrPs menyebabkan ischemia jaringan lokal, sehingga obat-obatan seperti NSAID tidak efektif dalam menurunkan gejala, namun terapi injeksi anastesi cenderung lebih efektif dalam menurunkan nyeri, dalam penanganan MTrPs ini fisioterapi dapat melakukan terapi elektro baik menggunakan elektro frekuensi rendah ataupun medium dengan metode trigger point untuk mengurangi nyeri MTrPs.
  • 18. 18 MODUL PEMBELAJARAN FT NYERI | Heru Purbo Kuntono, Dipl.PT, M.Kes Keluarnya acetylcholine yang berlebih memicu sacroplasmic reticulum mengeluarkan ion calcium, ion calcium selanjutnya terikat pada troponin serabut otot dan terjadi kontraksi otot, untuk melepas ikatan calcium pada troponin otot dibutuhkan adenosin triphosphate (ATP), dikarenakan acetylcholine yang dikeluarkan dalam jumlah yang banyak melebihi keadaan normal dikarenakan terdapat cedera/kerusakan neuromuscular endplate, maka produksi ATP tidak bisa tercukupi, sehingga terjadi ketidak seimbangan aetylcholin dan produksi ATP di otot, hal ini menyebabkan otot kurang ATP dan mengakibatkan beberapa troponin otot tidak bisa lepas dari ikatan ion calcium, hal ini menjelaskan bagaimana beberapa kecil sarkomer serabut otot tetap dalam keadaan kontraksi yang mengakibatkan fenomena contraction knot atau taut band. Dikarenakan produksi ATP tidak tercukupi, sehingga terjadi apa yang dinamakan sebagai energy crisis, hal ini akan memicu terlepasnya susbstan neuroactive seperti P, seretonin, bradykinin yang kemudian mensensitisasi nociceptor. Myofascial trigger point (MTrPs) sering terjadi pada otot otot cervical dan otot postural, dimana otot otot tersebut didominasi oleh tipe otot slow twitch yang bekerja dengan intensitas rendah namun dalam jangka waktu yang lama (lebih dari 30 menit), kontraksi dalam waktu yang lama menyebabkan penurunan perfusi intramuscular, penurunan perfusi intramuscular selanjutnya mengakibatkan terjadinya ischemia jaringan lokal dan diikuti penurunan produksi ATP (energy crisis). Nyeri MTrPs juga dirujuk pada otot lain yang diinervasi oleh sel sel saraf pada tingkat segmen vertebra yang sama atau tingkat segmen vertebra disekitarnya, hal ini disebabkan oleh adanya overeksitasi sel saraf pada tingkat spinal.
  • 19. 19 MODUL PEMBELAJARAN FT NYERI | Heru Purbo Kuntono, Dipl.PT, M.Kes Gambar 1. Nyeri rujukan otot Nyeri MTrPs ini dalam klinis dibagi menjadi 2, yakni MTrPs aktif dan MTrPs laten, pada pasien dengan MTrPs aktif, selain terpalpasi adanya contraction knot atau taut band, nyeri dirasakan dalam keadaan istirahat dan bertambah ketika dilakukan tekanan pada tempat taut band ataupun saat mengkontraksikan otot, sedangkan pada pasien MTrPs laten pada umumnya nyeri hanya terjadi saat dilakukan tekanan pada taut band ataupun pada saat dilakukan tes kontraksi otot. Bentuk pendekatan fisioterapi pada pasien MTrPs ini meliputi penggunaan modalitas elektroterapi baik dengan menggunakan frekuensi rendah (TENS) ataupun frekuensi medium (IFC) menggunakan metode trigger point, frekuensi yang sering digunakan dalam seting alat elektro adalah 2-5 Hz, intensitas boleh di atur sampai timbul kontraksi minimal (brisk contraction) dengan penggunaan output elektro constant voltage (CV), selain itu metode trigger point juga dapat dilakukan dengan kombinasi modalitas elektro dan ultrasound ataupun dengan terapi masase (pemijatan) dengan tehnik friction.
  • 20. 20 MODUL PEMBELAJARAN FT NYERI | Heru Purbo Kuntono, Dipl.PT, M.Kes MODUL PEMBELAJARAN 5 NYERI RADICULAR Oleh : Heru Purbo Kuntono, Dipl.PT, M.Kes Nyeri radicular (radicular pain) berbeda dengan nyeri rujukan (referred pain), nyeri radicular merupakan bentuk nyeri yang disebabkan oleh cedera pada root saraf sensoris atau cedera pada dorsal root ganglion saraf sensoris, nyeri dirasakan mengikuti area dermatome root saraf yang terjadi cedera, berbeda dengan nyeri rujukan baik dikarenakan oleh myofascial trigger point (MTrPs) ataupun nyeri rujukan dari visceral yang tidak mengikuti area dermatome saraf. Nyeri radicular yang disebabkan cedera pada segmen cervical dari root cervical C6, C7 dan C8, nyeri akan dirasakan menjalar sepanjang lengan atas, lengan bawah dan tangan, begitupula nyeri radicular pada segmen lumbal, maka nyeri akan dijalarkan sesuai dengan area dermatome dari root vertebra lumbal yang mengalami cedera, sehingga nyeri dari cedera pada root segmen lumbal dijalarkan ke distal menuju tungkai bawah bahkan sampai ke kaki. Nyeri radicular berbeda dengan radiculopathy, semakin berat kerusakan saraf sensoris akan mengganggu transmisi rangsang sensoris, pada keadaan radiculopathy saraf sensoris terputus sehingga transmisi nyeri tidak dapat disampaikan ke kortek somatosensori (postcentral gyrus/sulcus), dapat dikatakan bahwa semakin berat derajat kerusakan saraf sensoris yang awalnya dirasakan sebagai nyeri radicular menjadi radiculopathy, dimana saraf sensoris terputus dan gejala ditunjukkan dengan hilangnya fungsi sensoris.
  • 21. 21 MODUL PEMBELAJARAN FT NYERI | Heru Purbo Kuntono, Dipl.PT, M.Kes Gambar 1. Dermatome Root saraf merupakan serabut saraf yang melekat pada spinal cord, root bagian ventral dilewati oleh serabut saraf motoris, sedangkan root bagian dorsal dilewati oleh serabut saraf sensoris, kedua root tersebut menyatu dalam perjalanannya disebut sebagai nerve trunk, selanjutnya nerve trunk akan terpisah/terbagi menjadi 2 bagian yang disebut sebagai divisi, yakni divisi anterior dan divisi posterior, selanjutnya divisi akan membentuk cord dan berakhir membentuk terminal branch. Perjalanan serabut saraf dari root menuju ke terminal branch terlihat membentuk seperti anyaman saraf yang sering disebut sebagai plexus. Dengan demikian berdasar anatomi struktur saraf tepi, maka cedera pada root saraf, trunk, divisi, cord dan terminal branch akan menampilkan tanda gejala yang berbeda-beda, istilah yang digunakan pun juga berbeda, pada umumnya cedera hanya pada bagian terminal branch sering diistilahkan
  • 22. 22 MODUL PEMBELAJARAN FT NYERI | Heru Purbo Kuntono, Dipl.PT, M.Kes sebagai neuropathy, cedera root saraf disebut sebagai radiculopathy, sedangkan cedera pada nerve trunk, divisi atau cord sering diistilahkan sebagai plexopathy. Gambar 2. Brachial Plexus Nyeri radicular sering didapatkan dalam klinis pada pasien lumbar herniated disc ataupun sondylosis, dimana terjadi kompresi/tekanan pada root saraf vertebra segmen lumbal, segmen lumbal yang sering terjadi kompresi/tekanan adalah pada tingkat segmen vertebra lumbal L4, L5 atau L5 dan Sacral 1, dimana pada tingkat segmen tersebut dominan terjadinya gerakan fleksi, ekstensi ataupun rotasi. Bahkan hampir 90% kejadian radiculopathy yang disebabkan oleh kompresi, terjadi pada tingkat segmen tersebut. Nyeri radicular yang disebabkan oleh kompresi sering terjadi cedera saraf bagian proksimal, baik pada root saraf ataupun pada dorsal root ganglia, dimana gejala ditunjukkan dengan terganggunya fungsi sensoris pada root yang mengalami cedera, akan tetapi jika kompresi tersebut terjadi pada rami maka gejala yang ditunjukkan bukan hanya terganggunya fungsi sensoris namun juga sering melibatkan fungsi motoris, dengan demikian cedera pada rami, baik rami ventral maupun rami dorsal selain dilakukan pemeriksaan fungsi sensoris juga perlu dilakukan pemeriksan fungsi motoris dengan
  • 23. 23 MODUL PEMBELAJARAN FT NYERI | Heru Purbo Kuntono, Dipl.PT, M.Kes melakukan tes kekuatan otot dan pemeriksaan reflek tendon (deep tendon reflex), sebagaimana serabut saraf sensoris mempunyai area dermatome, serabut saraf motoris juga mempunyai distribusi pada daerah tertentu yang disebut sebagai myotome. Gambar 3. Myotome Derajat kerusakan/cedera saraf tepi dapat diklasifikasikan menurut Seddon ataupun klasifikasi menurut Sunderland, klasifikasi derajat kerusakan saraf tepi menurut Seddon dibagi menjadi 3, yakni neuropraxia dimana terjadi gangguan hantar impuls (transmisi) akibat adanya tekanan (block) pada tingkat akson, axonotmesis yakni terputusnya akson dan neurotmesis ditandai dengan serabut saraf terputus total, sedangkan Sunderland membagi klasifikasi kerusakan saraf tepi menjadi 5 dengan menggunakan penomoran romawi.
  • 24. 24 MODUL PEMBELAJARAN FT NYERI | Heru Purbo Kuntono, Dipl.PT, M.Kes Klasifikasi derajat kerusakan saraf tepi menurut Sunderland didasarkan pada kerusakan struktur pembentuk serabut saraf, dimana klasifikasi tipe I kerusakan terjadi pada tingkat myelin sehingga terjadi blok konduksi saraf pada akson, pada tingkat kerusakan ini serabut saraf masih dapat pulih secara total (complete recovery), pada tipe II kerusakan terjadi pada myelin dan akson, pada tingkat kerusakan ini akan terjadi proses degenerasi Wallerian dan diikuti dengan proses recovery secara total, namun pada tipe III kerusakan juga terjadi pada lapisan endoneurium, kerusakan yang melibatkan endoneurium tidak dapat terjadi total recovery/complete recovery, sehingga perlu untuk dilakukan tindakan operatif bedah penyambungan saraf (nerve grafting), begitupula pada klasifikasi kerusakan saraf tepi tipe IV dan V. Gambar 4. Klasifikasi Derajat Kerusakan Saraf Tepi
  • 25. 25 MODUL PEMBELAJARAN FT NYERI | Heru Purbo Kuntono, Dipl.PT, M.Kes Daftar Pustaka 1. Arthur Kleinman, M.D & David Mechanic, Ph.D. 1987. Pain and Disability: Clinical, Behavioral, and Public Policy Prespective. Washington D.C. National Academy Press ISBN: 0-309-54267-7 2. Fishbain, A.A., Goldberg, M., Meagher, B.R., Steele, R., and Rosomoff, H. 1986. Male and female chronic pain patients categorized by DSM-III psychiatric diagnostic criteria. Pain 26:181-197 3. Fricton, J.R., Kroening, R., Haley, D., and Siegert, R. 1985. Myofascial pain syndrome of the head and neck: a review of clinical characteristics of 164 patients. Oral Surgery 60:615-623 4. Siegfried Mense. 2008. Muscle Pain: Mechanism and Clinical Significance. Germany. Deutsches Ärzteblatt International. DOI: 10.3238/artzebl.2008.0214