Makalah ini membahas mengenai evaluasi kinerja dan kompensasi SDM. Pembahasan dimulai dari pengertian kinerja SDM, pengukuran kinerja melalui HR Scorecard, motivasi dan kepuasan kerja, pengelolaan potensi kecerdasan emosional, peningkatan kapabilitas dan kompetensi, serta konsep dan pelaksanaan audit kinerja."
1. MAKALAH
EVALUASI KINERJA DAN KOMPENSASI
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah evaluasi kinerja dan kompensasi
Dosen pengampu: Ade Fauji SE, MM.
Oleh:
AANG ROMDONI
11150436
7H-MSDM
JURUSAN MANAJEMEN SDM
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS BINA BANGSA
2018
2. KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan
Rahmat dan karunia-Nya. Sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan
kemampuan yang penulis miliki, dengan ini penulis menyajikan makalah yang berjudul
“EVALUASI KINERJA DAN KOMPENSASI.”
Kami menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini belum sempurna baik
dari segi teknik penyajian maupun dari segi materi, namun penulis mengharapkan saran
dan kritik dari semua pihak terutama bagi dosen pembimbing agar penulis dapat
memperbaiki kesalahan yang ada dalam makalah ini. Penulis berusaha agar makalah
yang disajikan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, khususnya bagi penulis dan
pembaca pada umumnya.
Serang, 17 November 2018
3. DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................. ...................................... ..............................................i
DAFTAR ISI... ............................. ...................................... ..............................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ...................................................................................................... 1
1.2. Tujuan Pembahasan................................................................................................ 1
BAB 2 PEMBAHASAN
2.1. Kinerja SDM ......................................................................................................... 2
2.2. HR Score Card (Pengukuran Kinerja SDM) ......................................................... 4
2.3. Motivasi dan Kepuasan Kerja ................................................................................ 9
2.4. Mengelola Potensi Kecerdasan dan Emosional SDM .......................................... 15
2.5. Membangun Kapabilitas dan Kompetensi SDM .................................................. 22
2.6. Konsep Audit Kinerja............................................................................................ 25
2.7. Pelaksanaan Audit Kinerja.................................................................................... 27
BAB 3 PENUTUP
3.1. Simpulan ............................................................................................................... 35
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 36
4. BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Sebagai mahasiswa jurusan manajemen harus dapat menguasai berbagai ilmu
yang berkaitan dengan manajemen dan kepemimpinan. Salah satu yang dipelajari yaitu
mengenai Evaluasi kinerja karyawan dan Kompensasi. Evaluasi Kinerja merupakan
proses yang harus dijalani sebuah perusahaan kepada karyawan perusahaan untuk
mengetahui etos kerja karyawan di perusahaan tersebut.
Hasil dari Evaluasi kinerja dapat berkaitan dengan kompensasi, yakni jika
seorang karyawan berkerja dengan sangat baik pada suatu periode tertentu, maka akan
mendapat reward dapi perusahaan. Dan sebaliknya jika kinerja dari karyawan dinilai
buruk maka perusahaan dapat mengurangi berbagai kompensasi (selain gaji pokok)
yaitu berupa tunjangan, atau kendaraan dinas yang ditarik dll.
1.2 Tujuan Pembahasan
a) Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami serta mempelajari evaluasi
kinerja dan kompensasi.
b) Mahasiswa mampu menerangkan kinerja SDM.
c) Mahasiswa mampu menerangkan HR score card (pengukuran kinerja SDM).
d) Mahasiswa mampu menerangkan motivasi dan kepuasan kerja.
e) Mahasiswa mampu menerangkan mengelola potensi kecerdasan dan emosional
SDM.
f) Mahasiswa mampu menerangkan membangun kapabilitas dan kompetensi SDM.
g) Mahasiswa mampu menerangkan konsep audit kinerja.
h) Mahasiswa mampu menerangkan pelaksanaan audit kinerja.
5. BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Kinerja SDM
2.1.1. Definisi Kinerja
Kinerja karyawan (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas
yang dicapai oleh seseorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung
jawab yang diberikan kepadanya (Mangkunegara, 2009:18). Tingkat keberhasilan suatu
kinerja meliputi aspek kuantitatif dan kualitatif. Sedangkan, menurut Siswanto (dalam
Muhammad Sandy, 2015:11) kinerja ialah prestasi yang dicapai oleh seseorang dalam
melaksanakan tugas dan pekerjaan yang diberikan kepadanya.
Berdasarkan pengertian kinerja dari beberapa pendapat para ahli tersebut, dapat
ditafsirkan bahwa kinerja karyawan erat kaitannya dengan hasil pekerjaan seseorang dalam
suatu organisasi, hasil pekerjaan tersebut dapat menyangkut kualitas, kuantitas dan ketepatan
waktu.
2.1.2. Standar Kinerja
Standar kinerja merupakan tingkat kinerja yang diharapkan dalam suatu organisasi,
dan merupakan pembanding (benchmark) atau tujuan atau target tergantung pada pendekatan
yang diambil. Standar kerja yang baik harus realistis, dapat diukur dan mudah dipahami
dengan jelas sehingga bermanfaat baik bagi organisasi maupun para karyawan (Abdullah,
2014:114).
Standar kinerja menurut Wilson (dalam Da Silva, 2012:53) merupakan tingkat yang
diharapkan suatu pekerjaan tertentu untuk dapat diselesaikan, dan merupakan pembanding
(benchmark) atas tujuan atau target yang ingin dicapai.sedangkan hasil pekerjaan merupakan
hasil yang diperoleh seorang karyawan dalam mengerjakan pekerjaan sesuai persyaratan
pekerjaan atau standar kinerja.
6. 2.1.2.1. Fungsi Standar Kinerja
Standar kinerja sebagaimana yang dijelaskan Abdullah (2014:115) memiliki funsgsi antara
lain:
a) Sebagai tolak ukur (benchmark) untuk menentukan keberhasilan dan
ketidakberhasilan kinerja ternilai.
b) Memotivasi karyawan agar bekerja lebih keras untuk mencapai standar. Untuk
menjadikan standar kinerja yang benar-benar dapat memotivasi karyawan perlu
dikaitkan dengan reward atau imbalan dalam sistem kompensasi.
c) Memberikan arah pelaksanaan pekerjaan yang harus dicapai, baik kuantitas maupun
kualitas.
d) Memberikan pedoman kepada karyawan berkenaan dengan proses pelaksanaan
pekerjaan guna mencapai standar kinerja yang ditetapkan.
2.1.2.2. Persyaratan Standar Kinerja
Agar dapat digunakan sebagai tolak ukur (benchmark), maka standar kinerja harus memiliki
persyaratan-persyaratan tertentu. Persyaratan-persyaratan standar kinerja sebagaimana yang
dijelaskan oleh Abdullah (2015:115-116) antara lain:
1. Terdapat hubungan yang relevan dengan strategi organisasi.
2. Mencerminkan keseluruhan tanggung jawab karyawan dalam melaksanakan
pekerjaannya.
3. Memperlihatkan pengaruh faktor-faktor di luar kontrol karyawan.
4. Memperlihatkan teknologi dan proses produksi.
5. Sensitif, dapatb membedakan antara kinerja yang dapat diterima dan yang tidak
dapat diterima.
6. Memberikan tantangan kepada karyawan.
7. Realistis, dapat dicapai oleh karyawan.
8. Berhubungan dengan waktu pencapaian standar.
9. Dapat diukur dan ada alat ukur untuk mengukur pencapaian standar.
10. Standar harus konsisten.
11. Standar harus adil.
12. Standar harus memenuhi ketentuan undang-undang dan peraturan ketenegakerjaan.
7. 2.2 Human Resources Scorecard (HR Scorecard)
2.2.1. Definisi Human Resources Scorecard (HR Scorecard)
Menurut Brian E. Becker, Mark A Huselid & Dave Ulrich (2009:xii), human
resource scorecard adalah kapasitas untuk merancang dan menerapkan sistem pengukuran
SDM yang strategis dengan merepresentasikan “alat pengungkit yang penting” yang
digunakan perusahaan untuk merancang dan mengerahkan strategi SDM yang lebih efektif
secara cermat.
Menurut Surya Dharma dan Yuanita Sunatrio (2001:1), human resource scorecard
adalah pengukuran terhadap strategi SDM dalam menciptakan nilai- nilai (value creation)
dalam suatu organisasi yang sangat di dominasi oleh “human capital” dan modal intangible
lainnya.
Human Resources Scorecard adalah suatu atat untuk mengukur dan mengelola
kontribusi stategik dari peran human resources dalam menciptakan nilai untuk mencapai
strategi perusahaan.
Human Resources Scorecard adalah suatu sistem pengukuran sumber daya manusia
yang mengaitkan orang - strategi - kinerja untuk menghasilkan perusahaan yang unggul.
Human Resources Scorecard menjabarkan misi, visi, strategi menjadi aksi human resources
yang dapat diukur kontribusinya. Human Resources Scorecard menjabarkan sesuatu yang tak
berwujud/intangible (leading/sebab) menjadi berwujud/ltangible (lagging/akibat).
Human Resources Scorecard merupakan kombinasi antara indikator lagging (akibat) dan
indikator leading (sebab). Di dalam Human Resources Scorecard itu harus ada hubungan
sebabnya dulu baru akibatnya apa. Dasar pemikiran HRSC adalah 'Gets Managed, Gets
Done", artinya apa yang diukur itulah yang dikelola barulah bisa diimplementasi dan dinilai.
Berdasarkan kesimpulan diatas pengertian HR Scorecard adalah suatu sistem
pengukuran pada kontribusi departemen sumber daya manusia sebagai aset untuk
menciptakan nilai-nilai bagi suatu organisasi.
2.2.2. HR Scorecard Sebagai Model Pengukuran Kinerja Sumber Daya Manusia
Human Resources Scorecard mengukur keefektifan dan efisiensi fungsi sumber
daya manusia dalam mengerahkan perilaku karyawan untuk mencapai tujuan strategis
perusahaan, sehingga dapat membantu menunjukan bagaimana sumber daya manusia
memberikan kontribusi dalam kesuksesan keuangan dan strategi perusahaan. Human
Resources Scorecard merupakan bagian dari perusahaan. Human Resources Scorecard ibarat
sebuah bangunan, yang menjadi bagian dari apa yang kita turunkan dari strategi perusahaan.
8. Menurut Becker et al. (2001), dasar dari peran sumber daya manusia yang strategis
terdiri dari tiga dimensi rantai nilai (value chain) yang dikembangkan oleh arsitektur sumber
daya manusia perusahaan, yaitu fungsi, sistem dan perilaku karyawan. Arsitektur SDM dapat
dilihat pada Gambar di bawah ini;
The HR Functin
HR profesional with
Strategik
competencies
The HR systems
High performance,
Strategically alligned
Policies and practicies
Employee Behaviour
Strategically focused,
Competencies,
Motivation and assosiated
Gambar 2.1 Asitektur Strategi Sumber Daya Manusia
2.2.2.1. Fungsi sumber daya manusia (The HR Function).
Dasar penciptaan nilai strategi sumber daya manusia adalah mengelola infrastruktur
untuk memahami dan mengimplementasikan strategi perusahaan. Biasanya profesi dalam
fungsi sumber daya manusia diharapkan dapat mengarahkan usaha ini. Becker et al (2001)
menemukan bahwa kebanyakan manajer sumber daya manusia lebih memusatkan
kegiatannya pada penyampaian (delivery) yang tradisional atau kegiatan manajemen sumber
daya manajemen teknis, dan kurang memperhatikan pada dimensi manajemen sumber daya
manusia yang stratejik. Kompetensi yang perlu dikembangkan bagi manajer sumber daya
manusia masa depan dan memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap kinerja organisasi
adalah kompetensi manajemen sumber daya manusia stratejik dan bisnis.
2.2.2.2. Sistem sumber daya manusia (The HR System).
Sistem sumber daya manusia adalah unsur utama yang berpengaruh dalam sumber
daya manusia stratejik. Model sistem ini yang disebut sebagai High performance work
system (HPWS). Dalam HPWS setiap elemen pada sistem The HR Function, sumber daya
manusia dirancang untuk memaksimalkan seluruh kualitas human capital melalui organisasi.
Untuk membangun dan memelihara persediaan human capital yang berkualitas, HPWS
melakukan hal-hal sebagai berikut :
9. 1. Mengembangkan keputusan seleksi dan promosi untuk memvalidasi model
kompetensi.
2. Mengembangkan strategi yang menyediakan waktu dan dukungan yang efektif
untuk ketermpilan yang dituntut oleh implementasi strategi organisasi.
3. Melaksanakan kebijaksanaan kompensasi dan manajemen kinerja yang menarik,
mempertahankan dan memotivasi kinerja karyawan yang tinggi.
Hal diatas merupakan langkah penting dalam pembuatan keputusan peningkatan
kualitas karyawan dalam organisasi, sehingga memungkinkan kinerja organisasi berkualitas.
Agar sumber daya manusia mampu menciptakan value, organisasi perlu membuat struktur
untuk setiap elemen dari sistem sumber daya manusia dengan cara menekankan, mendukung
HPWS.
2.2.2.3. Perilaku karyawan (Employee Behaviour).
Peran sumber daya manusia yang stratejik akan memfokuskan pada produktivitas
perilaku karyawan dalam organisasi. Perilaku stratejik adalah perilaku produktif yang secara
langsung mengimplementasikan strategi organisasi. Strategi ini terdiri dari dua kategori
umum seperti :
a. Perilaku inti (core behaviour) adalah alur yang langsung berasal dari kompetensi inti
perilaku yang didefinisikan organisasi. Perilaku tersebut sangat fundamental untuk
keberhasilan organisasi.
b. Perilaku spesifik yang situasional yang essential sebagai key point dalam organisasi
atau rantai nilai dari suatu bisnis. Mengintegrasikan perhatian pada perilaku kedalam
keseluruhan usaha untuk mempengaruhi dan mengukur kontribusi sumber daya
manusia terhadap organisasi merupakan suatu tantangan.
2.2.3 Manfaat Human Resource Scorecard
Human Resource Scorecard memberikan manfaat yaitu menggambarkan peran dan
kontribusi sumber daya manusia kepada pencapaian visi perusahaan secara jelas dan terukur,
agar profesional sumber daya manusia mampu dalam mengendalikan biaya yang dikeluarkan
dan nilai yang dikontribusikan dan memberikan gambaran hubungan sebab akibat. Adapun
menurut Bryan E.Becker (2009:80-82) sebagai berikut :
10. a. Memperkuat perbedaan antara HR do able dan HR deliverable.
Sistem pengukuran SDM harus membedakan secara jelas antara deliverable, yang
mempengaruhi implementasi strategi, dan do able yang tidak. Sebagai contoh,
implementasi kebijakan bukan suatu deliverable hingga ia menciptakan perilaku
karyawan yang mendorong implementasi strategi. Suatu sistem pengukuran SDM tepat
secara kontinu mendorong professional SDM untuk berfikir secara strategis serta secara
operasional.
b. Mengendalikan biaya dan menciptakan nilai.
SDM selalu di harapkan mengendalikan biaya bagi perusahaan. Pada saat yang
sama, memainkan peran strategis berarti SDM harus pula menciptakan nilai. HR
Scorecard membantu para manajemen sumber daya manusia untuk menyeimbangkan
secara efektif kedua tujuan tersebut. Hal itu bukan saja mendorong para praktisi untuk
menghapus biaya yang tidak tepat, tetapi juga membantu mereka mempertahankan
“investasi” dengan menguraikan manfaatpotensial dalam pengertian kongkrit.
c. HR Scorecard mengukur leading indicators.
Model kontribusi strategis SDM kami menghubungkan keputusan- keputusan dan
sistem SDM dengan HR deliverable, yang selanjutnya mempengarui pendorong kinerja
kunci dalam implementasi perusahaan. Sebagaimana terdapat leading dan lagging
indicator dalam sistem pengukuran kinerja seimbang keseluruhan perusahaan, di dalam
rantai nilai SDM terdapat pendorong (deliver) dan hasil (outcome). Hal ini bersifat
essensial untuk memantau keselarasan antara keputusan-keputusan SDM dan unsur-unsur
sistem yang mendorong HR deliverable. Menilai keselarasan ini memberikan umpan
balik mengenai kemajuan SDM menuju deliverable tersebut dan meletakan fondasi bagi
pengaruh strategi SDM.
HR Scorecard menilai kontribusi SDM dalam implementasi strategi dan pada
akhirnya kepada “bottom line”. Sistem pengukuran kinerja strategi apapun harus
memberikan jawaban bagi chief HR officer atas pertanyaannya, “apa kontribusi SDM
terhadap kinerja perusahaan?” efek kumulatif ukuran - ukuran HR deliverable pada
scorecard harus memberikan jawaban itu. Para manajer SDM harus memiliki alasan
strategi yang ringkas, kredibel dan jelas, untuk semua ukuran deliverable. Jika alasan itu
tidak ada, begitu pula pada ukuran itu tidak ada. Pada manajer lini harus menemukan
11. ukuran deliverable ini sekredibel seperti yang dilakukan manajer SDM, sebab matrik-
matriks itu merepresentasikan solusi- solusi bagi persoalan bisnis, bukan persoalan SDM.
d. HR Scorecard memungkinkan professional SDM mengelola secara efektiftanggung
jawab strategi mereka.
HR Scorecard mendorong sumber daya manusia untuk fokus secara tepat pada
bagaimana keputusan mereka mempengaruhi keberhasilan implementasi strategi
perusahaan. Sebagaimana kami menyoroti pentingnya “fokus strategis karyawan”
bagi keseluruhan perusahaan, HR Scorecard harus memperkuat fokus strategis para
manajer SDM dan karena para professional SDM dapat mencapai pengaruh strategis
itu sebagian besar dengan cara mengadopsi perspektif sistemik dari pada dengan cara
memainkan kebijakan individual, scorecard mendorong mereka lebih jauh untuk
berfikir secara sistematis mengenai strategi SDM.
e. HR Scorecard mendorong Fleksibilitas dan perubahan.
Kritik yang umum terhadap sistem pengukuran kinerja ialah sistem ini menjadi
terlembagakan dan secara aktual merintangi perubahan. Strategi-strategi tumbuh,
organisasi perlu bergerak dalam arah yang berbeda, namun sasaran- sasaran kinerja
yang sudah tertinggal menyebabkan manajer dan karyawan ingin memelihara status
quo. Memang, salah satu kritik terhadap manajemen berdasarkan pengukuran ini ialah
bahwa orang-orang menjadi trampil dalam mencapai angka-angka yang diisyaratkan
dalam sistem nama dan mengubah pendekatan manajemen mereka ketika kondisi
yang bergeser menuntutnya. HR Scorecard memunculkan fleksibilitas dan perubahan,
sebab ia fokus pada implementasi strategi perusahaan, yang akan secara konstan
menuntut perubahan.
12. 2.3 Motivasi dan Kepuasan Kerja
2.3.1. Definisi Motivasi Kerja
Menurut Luthan (1992) Motivasi berasal dari kata latin movere, artinya “bergerak”.
Motivasi merupakan suatu proses yang dimulai dengan adanya kekurangan psikologis atau
kebutuhan yang menimbulkan suatu dorongan dengan maksud mencapai suatu tujuan atau
insentif. Pengertian proses motivasi ini dapat dipahami melalui hubungan antara kebutuhan,
dorongan dan insentif (tujuan). Motivasi dalam dunia kerja adalah suatu yang dapat
menimbulkan semangat atau dorongan kerja.
Menurut As’ad (2004) motivasi kerja dalam psikologi karya biasa disebut
pendorong semangat kerja. Kuat dan lemahnya motivasi seseorang tenaga kerja ikut
menentukan besar kecilnya prestasinya.
Menurut Munandar (2001) motivasi kerja memiliki hubungan dengan prestasi kerja.
Prestasi kerja adalah hasil dari interaksi antara motivasi kerja, kemampuan, dan peluang.
Bila kerja rendah, maka prestasi kerja akan rendah meskipun kemampuannya ada
dan baik, serta memiliki peluang. Motivasi kerja seseorang dapat bersifat proaktif atau
reaktif. Pada motivasi yang proaktif, seseorang akan berusaha meningkatkan kemampuan-
kemampuannya sesuai dengan yang dituntut oleh pekerjaanya atau akan berusaha untuk
mencari, menemukan atau menciptakan peluang dimana ia akan menggunakan kemampuan-
kemampuannya untuk dapat berprestasi tinggi. Sebaliknya motivasi yang bersifat reaktif,
cenderung menunggu upaya atau tawaran dari lingkunganya.
Menurut Martoyo (2000) motivasi kerja adalah suatu yang menimbulkan dorongan
atau semangat kerja. Menurut Gitosudarmo dan Mulyono (1999) motivasi adalah suatu faktor
yang mendorong seseorang untuk melakukan suatu perbuatan atau kegiatan tertentu, oleh
karena itu motivasi sering kali diartikan pula sebagai faktor pendorong perilaku seseorang.
Motivasi dan dorongan kepada karyawan untuk bersedia bekerja bersama demi tercapainya
tujuan bersama ini terdapat dua macam yaitu :
a. Motivasi Finansial adalah dorongan yang dilakukan dengan memberikan imbalan
finansial kepada karyawan.
b. Motivasi nonfinansial adalah dorongan yang diwujudkan tidak dalam bentuk
finansial/uang, akan tetapi berupa hal-hal seperti penghargaan, pendekatan manusia
dan lain-lain.
13. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa motivasi pada dasarnya adalah kondisi mental yang
mendorong dilakukannya suatu tindakan (action atau activities)dan memberikan kekuatan
yang mengarahkan kepada pencapaian kebutuhan, memberi kepuasan ataupun mengurai
ketidakseimbangan.
2.3.2. Definisi Kepuasan Kerja
Dikemukan oleh Robbin (2001) bahwa kepuasan kerja adalah sikap yang umum
terhadap suatu pekerjaan seseorang, selisih antara banyaknya ganjaran yang diterima seorang
pekerja dan banyaknya yang mereka yakini seharusnya mereka terima. Pendapat lain bahwa
kepuasan kerja merupakan suatu sikap yang dimiliki oleh para individu sehubungan dengan
jabatan atau pekerjaan mereka (Winardi,1992). Selain itu pendapat Indrawidjaja (2000)
bahwa kepuasan kerja secar umum menyangkut berbagai hal seperti kognisi, emosi, dan
kecenderungan perilaku seseorang. Adapun yang menentukan kepuasan kerja adalah :
a. Kerja yang secara mental menantang, pegawai yang cenderung menyukai pekerjaan
yang memberikan kesempatan menggunakan keterampilan dan kemampuan dalam
bekerja.
b. Gagasan yang pantas, pegawai menginginkan sistem upah/gaji dan kebijakan
promosi, tidak meragukan dan sesuai dengan pengharapan mereka.
c. Kondisi kerja mendukung, pegawai peduli lingkungan kerja baik untuk kenyamanan
pribadi maupun untuk memudahkan mengerjakan tugas yang baik.
d. Rekan sekerja yang mendukung, adanya interaksi sosial antara sesama pegawai yang
saling mendukung meningkatkan kepuasan kerja.
e. Jangan melupakan kesesuaian antara kepribadian pekerjaan, Holand dalam Robbin
(2001) mengungkapkan bahwa kecocokan yang tinggi antara kepribadian seorang
pegawai dan pengharapan akan menghasilkan individual yang lebih terpuaskan.
f. Ada dalam gen bahwa 30% dari kepuasan individual dapat dijelaskan oleh keturunan.
Dalam mengelola personalia (kepegawaian) harus senantiasa memonitor kepuasan
kerja, karena hal itu mempengaruhi tingkat absensi, perputaran tenaga kerja, semangat kerja,
keluhan dan masalah personalia vital lainnya (Handoko,2000). Oleh karena itu fungsi
personalia mempunyai pengaruh baik langsung maupun tidak langsung, selain itu berbagai
kebijakan dalam kegiatan personalia berdampak pada iklim organisasi memberikan suatu
lingkungan kerja yang menyenangkan maupun tidak menyenangkan bagi anggota organisasi
yang akhirnya memenuhi kepuasan kerja anggota organisasi.
14. 2.3.3. Teori-teori Tentang Motivasi Kerja
2.3.3.1. Teori Disposisional Motivasi Kerja
a. Teori Hirarki Kebutuhan Maslow
Menurut teori Maslow, setiap kebutuhan harus dipenuhi sebelum memotivasi
perilaku berikutnya; dalam situasi kerja, ini berarti bahwa orang- orang mengerahkan usaha
untuk mengisi kepuasan kebutuhan yang terendah.
1) Physiological needs (kebutuhan bersifat biologis) adalah suatu kebutuhan yang sangat
mendasar. Contohnya: kita memerlukan makan, air, dan udara untuk hidup.
Kebutuhan ini merupakan kebutuhan yang sangat primer, karena kebutuhan ini telah
ada sejak lahir. Jika kebutuhan ini tidak dipenuhi, maka individu berhenti
eksistensinya.
2) Safety needs (kebutuhan rasa aman) adalah kebutuhan untuk merasa aman baik secara
fisik maupun psikologis dari gangguan. Apabila kebutuhan ini diterapkan dalam dunia
kerja maka individu membutuhkan keamanan jiwanya ketika bekerja.
3) Social needs (kebutuhan-kebutuhan sosial) adalah Manusia pada dasarnya adalah
makhluk sosial, sehingga mereka memiliki kebutuhan- kebutuhan sosial
4) Esteem needs (kebutuhan akan harga diri) merupakan penghargaan meliputi faktor
internal, sebagai contoh, harga diri, kepercayaan diri, otonomi, dan prestasi serta
faktor eksternal. Dalam dunia kerja, kebutuhan harga diri dapat terungkap dalam
keinginan untuk dipuji dan keinginan untuk diakui prestasi kerjanya.
5) Self Actualization adalah kebutuhan akan aktualisasi diri, termasuk kemampuan
berkembang, kemampuan mencapai sesuatu, kemampuan mencukupi diri sendiri.
pada tingkatan ini, contohnya karyawan cenderung untuk selalu mengembangkan diri
dan berbuat yang terbaik.
Teori Maslow telah dipublikasikan lebih dari setengah abad yang itu adalah
penelitian yang cukup menarik minat pada saat itu, namun ketertarikan ini hampir seluruhnya
mati beberapa tahun lalu disebabkan adanya nonsupport untuk proposisi dasar. Di antara
praktisi manajer, mahasiswa, dan banyak konsultan manajemen, bagaimanapun, "segitiga
Maslow" telah sangat influental.
15. b. Teori ERG Alderfer
Sebuah teori motivasi kerja didasarkan pada hirarki kebutuhan Maslow, tetapi
menggabungkan perubahan penting, diusulkan oleh Alderfer. Teori ERG mengadakan
hipotesis tiga set kebutuhan mulai dari yang paling tinggi ke paling konkret (dasar).
1. Existence (E) merupakan kebutuhan akan substansi material, seperti keinginan untuk
memperoleh makanan, air, perumahan, uang, mebel, dan mobil. Kebutuhan ini
merupakan kebutuhan fisiological dan rasa aman dari Maslow.
2. Relatedness (R) merupakan kebutuhan untuk memelihara hubungan antarpribadi yang
penting. Individu berkeinginan untuk berkomunikasi secara terbuka dengan orang lain
yang dianggap penting dalam kehidupan mereka dan mempunyai hubungan yang
bermakna dengan keluarga, teman dan rekan kerja.
3. Growth (G) merupakan kebutuhan-kebutuhan yang dimiliki seseorang untuk
mengembangkan kecakapan mereka secara penuh. Selain kebutuhan aktualisasi, juga
termasuk bagian intrinsik dari kebutuhan harga diri Maslow.
Menurut ERG Theory, jika upaya untuk memenuhi kebutuhan pada satu level itu
secara terus menerus mengalami frustasi, individu mungkin mengalami kemunduran (jatuh
lagi) kepada perilaku kebutuhan yang lebih konkret.
c. Teori Dua Faktor Herzberg
Penelitian Herzberg menghasilkan dua kesimpulan khusus mengenai teori tersebut
yaitu:
1. Serangkaian kondisi ekstrinsik adalah kondisi kerja ekstrinsik seperti upah dan
kondisi kerja tersebut bersifat ekstern tehadap pekerjaan sepeti: jaminan status,
prosedur, perusahaan, mutu supervisi dan mutu hubungan antara pribadi diantara
rekan kerja, dan hubungan atasan dengan bawahan.
2. Serangkaian kondisi intrinsik adalah kondisi kerja intrinsik seperti tantangan
pekerjaan atau rasa berprestasi, melakukan pekerjaan yang baik, terbentuk dalam
pekerjaan itu sendiri. Faktor-faktor dari rangkaian kondisi intrinsik dsebut pemuas
atau motivator yang meliputi: prestasi (achivement), pengakuan (recognation),
tanggung jawab (responsibility), kemajuan (advencement), dan kemungkinan
berkembang (the possibility of growth).
16. d. Teori Motivasi Berprestasi McClelland
Menurut David McClelland (dalam Anoraga & Suyati, 1995) ada tiga macam motif
atau kebutuhan yang relevan dengan situasi kerja, yaitu:
1. The need for achievement (nAch), yaitu kebutuhan untuk berprestasi, untuk mencapai
sukses.
2. The need for power (nPow), kebutuhan untuk dapat memerintah orang lain.
3. The need for affiliation (nAff), kebutuhan akan kawan, hubungan akrab antar pribadi.
Karyawan yang memiliki nAch tinggi lebih senang menghadapi tantangan untuk
berprestasi dari pada imbalannya. Perilaku diarahkan ke tujuan dengan kesukaran menengah.
Karyawan yang memiliki nPow tinggi, punya semangat kompetisi lebih pada jabatan dari
pada prestasi. Ia adalah tipe seorang yang senang apabila diberi jabatan yang dapat
memerintah orang lain. Sedangkan pada karyawan yang memiliki nAff tinggi, kurang
kompetitif. Mereka lebih senang berkawan, kooperatif dan hubungan antar personal yang
akrab.
2.3.3.2. Teori Kognitif Motivasi Kerja
a. Teori Penetapan Tujuan
Teori ini dikemukakan oleh Locke (dalam Berry, 1998). Locke berpendapat bahwa
maksud-maksud untuk bekerja kearah suatu tujuan merupakan sumber utama dari motivasi
kerja. Artinya, tujuan memberitahukan karyawan apa yang perlu dikerjakan dan betapa
banyak upaya akan dihabiskan. Lima komponen dasar tujuan untuk meningkatkan tingkat
motivasi karyawan, yaitu:
1. Tujuan harus jelas (misalnya jumlah unit yang harus diselesaikan).
2. Tujuan harus mempunyai tingkat kesulitan menengah sampai tinggi.
3. Karyawan harus menerima tujuan itu.
4. Karyawan harus menerima umpan balik mengenai kemajuannya dalam usaha
mencapai tujuan tersebut.
5. Tujuan yang ditentukan secara partisipasif lebih baik dari pada tujuan yang ditentukan
begitu saja.
17. b. Teori Keadilan (Equilty Theory)
Teori keadilan dari Adam menunjukkan bagaimana upah dapat memotivasi.
Individu dalam dunia kerja akan selalu membandingkan dirinya dengan orang lain. Apabila
terdapat ketidakwajaran akan mempengaruhi tingkat usahanya untuk bekerja dengan baik. Ia
membuat perbandingan sosial dengan orang lain dalam pekerjaan yang dapat menyebabkan
mereka merasa dibayar wajar atau tidak wajar. Perasaan ketidakadilan mengakibatkan
perubahan kinerja. Menurut Adam, bahwa keadaan tegangan negatif akan memberikan
motivasi untuk melakukan sesuatu dalam mengoreksinya.
2.3.4. Faktor-faktor yang mempengaruhi Motivasi dan Kepuasan Kerja
Adapun yang menjadi faktornya adalah sebagai berikut :
a) Pekerja itu sendiri (Work It Self) adalah setiap pekerjaan memerlukan suatu
keterampilan tertentu sesuai dengan bidangnya masing-masing.
b) Atasan (Supervisor) merupakan atasan yang baik berarti mau menghargai pekerjaan
bawahannya.
c) Teman sekerja (Workers) merupakan faktor yang menghubungkan pegawai dengan
pegawai atau pegawai dengan atasannya, baik yang sama ataupun yang beda
pekerjaannya.
d) Promosi (Promotion) merupakan faktor yang berhubungan dengan ada tidaknya
kesempatan untuk memperoleh peningkatan karier selam bekerja
e) Gaji/upah (Pay) merupakan aktor pemenuhan kebutuhan hidup pegawai yang
dianggap layak atau tidak.
18. 2.4. Mengelola Potensi Kecerdasan dan Emosional SDM
Perkembangan jaman yang semakin melaju pesat, khususnya ilmu psikologi dan
perkembangan dalam mengelola sumber daya manusia, diketahui bahwa kesuksesan
seseorang bekerja bukan semata-mata didasarkan keterampilan dan kecerdasan intelektual
(IQ) yang tinggi, tetapi didasarkan juga pada kecerdasan emosional (Emotional
Quotient/EQ). EQ memiliki pengaruh yang cukup besar dalam meraih kesuksesan manusia
baik secara individu maupun kelompok dalam menghadapi tantangan jaman yang semakin
majemuk.
Namun pada akhir abad keduapuluh, serangkaian data ilmiah terbaru yang sejauh ini
belum banyak dibahas, menunjukkan adanya jenis kecerdasan ketiga yaitu kecerdasan
spiritual (SQ). SQ memungkinkan manusia menjadi kreatif, dapat mengubah aturan dan
situasi. SQ memberi kemampuan untuk membedakan, memberi kita rasa moral, kemampuan
menyesuaikan aturan yang kaku dibarengi dengan pemahaman dan cinta serta kemampuan
setara untuk melihat kapan cinta dan pemahaman sampai pada batasannya.
2.4.1. Definisi Kecerdasan
Menurut Derk dalam Scott (1996), kecerdasan adalah kemampuan memproses
informasi dan memecahkan masalah.
Kecerdasan Intelektual (Intelligence Quotient/IQ) adalah ukuran kemampuan
intelektual, analisis, logika, dan rasio seseorang. IQ merupakan kecerdasan otak untuk
menerima, menyimpan, dan mengolah informasi menjadi fakta.
Kecerdasan Emosi (Emotional Quotient/EQ) adalah suatu kecerdasan yang merujuk
kepada kemampuan mengenali perasaan diri sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan
memotivasi diri sendiri, dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan
dalam hubungannya dengan orang lain (Goleman,2000). Sedangkan Salovey dan Mayer
dalam Goleman (2000) mendefinisi kecerdasan emosi sebagai kemampuan memantau dan
mengendalikan perasaan sendiri dan orang lain, serta menggunakan perasaan itu untuk
memandu pikiran dan tindakan. Dan secara lebih praktis, Scott (1996) menyatakan bahwa
kecerdasan emosi adalah kemampuan memecahkan masalah yang berhubungan dengan
situasi sosial dan hubungan antara manusia.
Kecerdasan Spiritual (Spiritual Quotient/SQ) adalah kemampuan seseorang untuk
mengerti dan memberi maknapada apa yang di hadapi dalam kehidupan, sehingga seseorang
akan memiliki fleksibilitas dalam menghadapi persoalan dimasyarakat.
19. 2.4.2. Mengelola IESQ
Dalam sebuah perusahaan yang banyak mengandalkan kerja kelompok atau tim, EQ
mempunyai peran yang sangat besar dalam mendukung keberhasilan tim. Menurut Druskat
dan Wolf (2001) hasil studi menunjukkan bahwa sebuah tim akan lebih kreatif dan produktif
ketika di dalam tim tersebut tercipta suatu partisipasi, kooperasi dan kolaborasi di antara
anggotanya. Akan tetapi perilaku interaktif tersebut memerlukan tiga kondisi yang harus
dipenuhi, yaitu pertama, adanya saling percaya di antara anggota (mutual trust among
member) , kedua, setiap anggota mempunyai sense of identity, yaitu bahwa timnya adalah
suatu yang unik, kemudian yang ketiga, setiap anggota tim mempunyai sense of efficacy,
yaitu suatu kepercayaan bahwa tim akan bekerja lebih efektif jika setiap anggota bekerjasama
dibandingkan apabila setiap anggota bekerja sendiri-sendiri tanpa ada koordinasi yang cukup
baik. Syarat tersedianya kondisi tersebut di atas adalah adanya emosi. Ketiga hal tersebut
akan muncul dalam suatu lingkungan yang dalam hal ini emosi dikelola dengan baik.
EQ sama pentingnya dengan kecerdasan intelektual (IQ). EQ memberi kita
kesadaran mengenai perasaan diri sendiri dan perasaan orang lain. Goleman (2000)
menyatakan bahwa EQ merupakan persyaratan dasar untuk menggunakan IQ secara efektif.
Menyusul temuan tentang EQ ini, pada akhir abad kedua puluh ditemukan lagi jenis
kecerdasan yang ketiga yaitu kecerdasan spiritual, yang melengkapi gambaran utuh mengenai
kecerdasan manusia. Zohar dan Marshall (2000) mendefinisi kecerdasan spiritual (SQ)
sebagai kecerdasan untuk menghadapi persoalan makna atau value, yaitu kecerdasan untuk
menempatkan perilaku dan hidup kita dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya,
kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna
dibandingkan yang lain. SQ merupakan landasan yang diperlukan untuk memfungsikan IQ
dan EQ secara efektif, dan SQ ini merupakan kecerdasan manusia yang paling tinggi
tingkatannya.
SQ digunakan untuk menghadapi masalah-masalah eksistensial, yaitu ketika orang
secara pribadi merasa terpuruk, terjebak oleh kebiasaan, kekhawatiran dan masalah masa lalu
akibat penyakit dan kesedihan. SQ dapat juga menjadikan orang lebih cerdas secara spiritual
dalam beragama, artinya seseorang yang memiliki SQ tinggi mungkin menjalankan
agamanya tidak secara picik, eksklusif, fanatik atau prasangka. SQ juga memungkinkan
orang untuk menyatukan hal-hal yang bersifat intrapersonal dan interpersonal, serta
menjembatani kesenjangan antara diri sendiri dan orang lain. Seseorang yang memiliki SQ
tinggi cenderung menjadi seorang pemimpin yang penuh pengabdian, bertanggung jawab
20. untuk membawakan visi dan nilai yang lebih tinggi kepada orang lain, dan bisa memberi
inspirasi kepada orang lain.
2.4.3 Kecerdasan Emosi-Spiritual (ESQ)
Kecerdasan emosi-spiritual (ESQ) merupakan sinergi dari EQ dan SQ yang pertama
kali digagas oleh Ginanjar (2001) sebagai penggabungan antara kepentingan dunia (EQ) dan
kepentingan spiritual (SQ). Kecerdasan emosi-spiritual merupakan dasar mengenali dan
memahami bagian terdalam dari suara hati kita sendiri dan juga perasaan serta suara hati
orang lain, di mana suara hati adalah dasar kecerdasan emosi-spiritual dalam membangun
ketangguhan pribadi sekaligus membangun ketangguhan sosial (Ginanjar, 2001).
Kecerdasan emosi-spiritual juga merupakan kemampuan untuk merasakan,
memahami, dan secara efektif menerapkan daya kepekaan emosi sebagai informasi, koneksi
dan pengaruh yang manusiawi untuk mencapai sinergi, yakni saling menjalin kerjasama
antara seseorang atau kelompok orang dengan orang lain atau kelompok lain dan saling
menghargai berbagai perbedaan, yang bersumber dari suara hati manusia sebagai dasar
mengenali dan memahami bagian terdalam dari suara hati kita sendiri, juga perasaan serta
suara hati orang lain.
Selama ini IQ, EQ dan bahkan SQ yang ada hanya berorientasi pada hubungan antar
manusia, sedangkan nilai-nilai transendental (Ketuhanan) baru sebatas filosofis saja. SQ yang
dipaparkan Danah Zohar dan Ian Marshall baru membahas sebatas adanya God-Spot pada
otak manusia, tetapi tidak memiliki nilai transendental atau hubungan dengan Tuhan.
Sedangkan kecerdasan emosi- spiritual (ESQ) sebagai sinergi dari EQ dan SQ ini sudah
menjangkau nilai-nilai Ketuhanan. ESQ Model yang dikembangkan ini merupakan perangkat
kerja dalam hal pengembangan karakter dan kepribadian berdasarkan nilai-nilai Rukun Iman
dan Rukun Islam, yang pada akhirnya akan menghasilkan manusia unggul di sektor emosi
dan spiritual, yang mampu mengeksplorasi dan menginternalisasi kekayaan ruhiyah dan
jasadiyah dalam hidupnya (Ginanjar, 2001).
Kecerdasan emosi-spiritual senantiasa berpusat pada prinsip atau kebenaran yang
hakiki yang bersifat universal dan abadi. Ginanjar (2001) mengungkapkan beberapa tahapan
yang digunakan membangun kecerdasan emosi-spiritual, yaitu:
a) Penjernihan emosi (Zero Mind Process); tahap ini merupakan titik tolak dari
kecerdasan emosi, yaitu kembali pada hati dan pikiran yang bersifat merdeka serta
bebas dari segala belenggu. Ada tujuh hal yang dapat membelenggu dan menutupi
fitrah (God-Spot), yaitu: prasangka, prinsip- prinsip hidup, pengalaman, kepentingan
21. dan prioritas, sudut pandang, pembanding literatur. Tanpa disadari semua itu
membuat manusia menjadi buta, sehingga tidak memiliki radar hati sebagai
pembimbing. Manusia terjerumus ke dalam kejahatan, kecurangan, kekerasan,
kerusakan dan kehancuran, dan pada akhirnya mengakibatkan kegagalan.
b) Membangun mental (Mental Building); berkenaan dengan pembentukan alam berpikir
dan emosi secara sistematis berdasarkan Rukun Iman. Pada bagian ini diharapkan
akan tercipta format berpikir dan emosi berdasarkan kesadaran diri, serta sesuai
dengan hati nurani terdalam dari diri manusia. Di sini akan terbentuk karakter
manusia yang memiliki tingkat kecerdasan emosi-spiritual sesuai dengan fitrah
manusia, yang mencakup enam prinsip:
1) Star Principle (prinsip bintang); terkait dengan rasa aman, kepercayaan diri,
intuisi, integritas, kebijaksanaan dan motivasi yang tinggi, yang dibangun
dengan landasan iman kepada Allah SWT.
2) Angel Principle (prinsip malaikat); yakni keteladanan malaikat, antara lain
mencakup loyalitas, integritas, komitmen, kebiasaan memberi dan mengawali,
suka menolong dan saling percaya.
3) Leadership Principle (prinsip kepemimpinan); setiap orang adalah pemimpin
bagi dirinya sendiri untuk mengarahkan hidupnya. Untuk menjadi seorang
pemimpin yang baik disyaratkan melampaui lima tangga kepemimpinan
(Ginanjar, 2001), yaitu pemimpin yang dicintai, pemimpin yang dipercaya,
pemimpin yang menjadi pembimbing, pemimpn yang berkepribadian, dan
menjadi pemimpin yang abadi. Dengan demikian pemimpin sejati adalah
seorang yang selalu mencintai dan memberi perhatian kepada orang lain
sehingga ia pun dicintai, memiliki integritas yang kuat sehingga dipercaya
pengikutnya, selalu membimbing dan mengajarkan kepada pengikutnya,
memiliki kepribadian yang kuat dan konsisten, dan yang terpenting adalah
memimpin berlandaskan atas suara hati yang fitrah.
4) Learning Principle (prinsip pembelajaran); mencakup kebiasaan membaca
buku, membaca situasi, kebiasaan berpikir kritis, kebiasaan mengevaluasi,
menyempurnakan dan memiliki pedoman. Manusia diberi kelebihan akal
untuk berpikir, dan firman Tuhan yang pertama adalah berupa perintah
membaca (Iqra’). Umat manusia diperintahkan untuk membaca apa saja
selama bacaan tersebut bermanfaat untuk kemanusiaan. Membaca merupakan
awal mulanya ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan keberhasilan manusia.
22. 5) Vision Principle (prinsip masa depan); yakni selalu berorientasi pada tujuan
akhir dalam setiap langkah yang ditempuh, setiap langkah tersebut dilakukan
secara optimal dan sungguh-sungguh, memiliki kendali diri dan sosial dengan
kesadaran akan adanya “Hari Kemudian,” memiliki kepastian akan masa
depan dan memiliki ketenangan batin yang tinggi, yang tercipta oleh adanya
keyakinan akan “Hari Pembalasan.”
6) Well Organized Principle (prinsip keteraturan); selalu berorientasi pada
manajemen yang teratur, disiplin, sistematis dan integratif.
Perusahaan yang berhasil umumnya memiliki keteraturan manajemen yang
baik, di samping diawali dengan misi dan visi yang jelas. Setiap bagian
organisasi harus menyadari adanya saling keterkaitan satu dengan yang lain
dalam kesatuan misi dan visi. Setiap orang harus memiliki perasaan yang sama
bahwa mereka mempunyai tugas suci di dalam perusahaan untuk mencapai
tujuan bersama.
7) Ketangguhan pribadi (Personal Strength); merupakan langkah pengasahan hati
yang telah terbentuk, yang dilakukan secara berurutan dan sangat sistematis
berdasarkan Rukun Islam, yang terdiri atas:
a) Mission Statement; penetapan misi melalui syahadat yakni membangun misi
kehidupan, membulatkan tekad, membangun visi, menciptakan wawasan,
transformasi visi, dan komitmen total.
b) Character Building; pembangunan karakter melalui shalat, yang merupakan
relaksasi, membangun kekuatan afirmasi, meningkatkan ESQ, membangun
pengalaman positif, pembangkit dan penyeimbang energi batiniah dan
pengasahan prinsip.
c) Self Contolling; pengendalian diri melalui puasa guna meraih kemerdekaan
sejati, memelihara fitrah, mengendalikan suasana hati, meningkatkan
kecakapan emosi secara fisiologis, serta pengendalian prinsip.
d) Ketangguhan sosial (Social Strength); merupakan suatu pembentukan dan
pelatihan untuk melakukan aliansi, atau sinergi dengan orang lain, serta
lingkungan sosialnya. Hal ini merupakan suatu perwujudan tanggung jawab
sosial seorang manusia yang telah memiliki ketangguhan pribadi, yang dapat
diperoleh melalui hal-hal berikut:
23. 1. Collaboration Strategy; sinergi melalui zakat, hal ini dapat membangun
landasan kooperatif, investasi kepercayaan, komitmen, kredibilitas,
keterbukaan, empati dan kompromi.
2. Tatal Action; aplikasi total melalui haji, yang dalam hal ini haji memiliki
landasan zero mind (melalui ihram), meningkatkan pengasahan komitmen dan
integritas (melalui thawaf), pengasahan Adversity Quotient (AQ) yakni
kecerdasan seseorang untuk mengatasi kesulitan dan sanggup bertahan hidup
atau tidak berputus asa (melalui sa’i), evaluasi dan visualisasi (melalui wukuf),
mampu menghadapi tantangan (dengan melontar jumrah) serta melakukan
sinergi (dengan berjama’ah haji).
2.4.4. Peran ESQ dalam Perbaikan Kualitas Sumber Daya Manusia
Efek yang akan merugikan perusahaan apabila kecerdasan emosi tidak dikelola
dengan baik adalah moral yang buruk dari sumber daya manusia yang ada di perusahaan,
munculnya pemimpin yang arogan, banyaknya pekerja yang diintimidasi dan sebagainya.
Sangat dimungkinkan efek tersebut tidak bisa segera dirasakan secara langsung oleh
manajemen, tetapi efek tersebut akan muncul dalam bentuk yang berbeda misalnya
produktivitas yang menurun, tidak tercapainya target waktu yang telah ditentukan dan
sebagainya (Scott, 1996).
Peran manajemen sumber daya manusia menjadi semakin kompleks karena harus
selalu mengembangkan kompetensi untuk membentuk budaya dan kebiasaan masing-masing
individu yang ada dengan cara membangun EQ yang baik untuk individu, tim maupun
organisasi melalui pelatihan dan pengembangan sumber daya manusia (Harrison, 1997).
Pfeffer (1995), mengemukakan praktek-praktek pengelolaan karyawan, yang
mencakup: jaminan kerja, selektif dalam perekrutan, upah yang tinggi, pemberian insentif,
kepemilikan karyawan, sharing informasi, partisipasi dan pemberdayaan, self-managed team,
pelatihan dan pengembangan skill, cross- utilization dan cross-training, egalitarianisme
simbolik, penekanan upah, dan promosi dari dalam perusahaan.
Managing
The human
Resouce
Environment
Acquiring and
Preparing
Human
Resource
Assesment and
Development of
Human resource
Competitiveness
Compen-sating
human resource
Sumber . Noe,et al. (2000)
24. Di dalam praktek, aktivitas-aktivitas dalam masing-masing fungsi tersebut sangat
dinamis dan selalu mengalami banyak perubahan. Aktivitas tersebut harus selalu terkait
dengan manajemen strategis yang dimiliki perusahaan. Tiga pertanyaan strategis yang harus
dijawab oleh perusahaan sebagaimana diungkapkan Noe, et al. (2000) adalah:
a.Di mana kita berkompetisi
b.Bagaimana kita berkompetisi
c.Dengan apa kita berkompetisi
Manajemen sumber daya manusia mempunyai peran yang besar dalam menjawab
pertanyaan terakhir dari tiga pertanyaan strategis di atas. Pengelola sumber daya manusia
bertanggung jawab terhadap kapabilitas sumber daya manusia, baik keterampilan,
kemampuan dan pengetahuan serta kecerdasan emosi dan spiritual yang memegang peranan
yang sangat besar. Kecerdasan emosi merupakan bagian kapabilitas sumber daya manusia.
Menurut Goleman (2000) kemampuan kecerdasan emosi terdiri atas:
a. Mandiri: masing-masing menyumbang secara unik kepada performa kerja.
b. Saling tergantung: masing-masing sampai batas tertentu memerlukan hal- hal tertentu
pada yang lain, dengan interaksi intensif.
c. Hirarki:kemampuan kecerdasan emosi membentuk bangun yang bertingkat. Sebagai
contoh, kesadaran diri penting sekali untuk pengaturan diri dan empati. Pengaturan
diri dan kesadaran diri ikut membangun motivasi.
d. Perlu, tapi tidak cukup: artinya dengan memiliki kemampuan kecerdasan emosi
sebagai dasar, belum menjamin orang akan mengembangkan atau memperlihatkan
kecakapan-kecakapan terkait, misalnya dalam hal kerjasama dan kepemimpinan.
Faktor-faktor seperti iklim perusahaan, atau minat seseorang terhadap pekerjaannya,
juga akan menentukan apakah kecakapannya akan terwujud.
e. Generik: walaupun daftar umum ini sampai batas tertentu berlaku bagi semua
pekerjaan, pekerjaan berbeda memerlukan kecakapan yang berbeda pula.
Sebagaimana dikemukakan oleh Ashor dalam Harrison (1997) bahwa dalam
menghadapi suatu persaingan, perusahaan harus melakukan inovasi terus menerus, mengatasi
masalah secara kreatif, proses belajar yang terus menerus dan mengelola keanekaragaman
yang semakin besar. Namun demikian dalam lingkungan yang dinamis, hal-hal lain yang
diperlukan adalah adanya keinginan bersama untuk melakukan efisiensi, yang dapat dicapai
25. melalui kerjasama di dalam tim dan antar tim, gaya kepemimpinan yang menekankan pada
semangat efisiensi dan keunggulan mutu dalam organisasi. Semua hal tersebut mensyaratkan
adanya kecerdasan emosi-spiritual, yang dalam hal ini sebagaimana telah diungkapkan di atas
bahwa kecerdasan emosi-spiritual merupakan dasar mengenali dan memahami bagian
terdalam dari suara hati kita sendiri dan juga perasaan serta suara hati orang lain, di mana
suara hati adalah dasar kecerdasan emosi-spiritual dalam membangun ketangguhan pribadi
sekaligus membangun ketangguhan sosial (Ginanjar, 2001).
2.5. Membangun Kapabilitas dan Kompetensi SDM
2.5.1. Definisi Kapabilitas dan Kompetensi
Menurut Amir (2011:86) menjelaskan bahwa kapabilitas ialah kemampuan
mengeksploitasi secara baik sumber daya yang dimiliki dalam diri maupun di dalam
organisasi, serta potensi diri untuk menjalankan aktivitas tertentu ataupun serangkaian
aktivitas. Ibarat individu, belum tentu seorang yang memiliki bakat, misalnya pemain piano
bisa bermain piano dengan baik. Ini sangat ditentukan dengan bagaimana ia
mengembangkannya dengan latihan, dan belajar.
Kompetensi merupakan sebuah konsep yang dapat diartikan sebagai kombinasi
antara ketrampilan (skills), atribut personal (personal’s attribute), dan pengetahuan
(knowledge) yang tercermin melalui perilaku kinerja (jobbehaviour), yang dapat diamati,
diukur dan dievaluasi.
Kompetensi merupakan faktor penentu keberhasilan kinerja. Fokus kompetensi
adalah perilaku yang merupakan aplikasi dari ketrampilan, atribut personal, dan pengetahuan.
2.5.2. Ruang Lingkup Pengelolaan Kompetensi
a. Organisasi dan uraian jabatan.
b. Pengelolaan kamus kompetensi yang mencakup kompetensi manajerial (soft
competency) dan kompetensi teknis (hard competenc).
c. Pengeloaan data jabatan, kebutuhan kompetensi jabatan, dan penentuan level
kebutuhan kompetensi jabatan.
d. Pengeloaan data pegawai dan kompetensi individu.
26. e. Aplikasi gap and match competency.
f. Aplikasi sistem perencanaan karier (jalur karier, rotasi, promosi, suksesi).
g. Aplikasi sistem manajemen kinerja.
2.5.3. Cara Membangun Sistem Manajemen SDM Berbasis Kompetensi
Untuk meningkatkan sumber daya manusia sebuah perusahaan, sudah selayaknya
jika perusahaan memperhatikan kualitas sumber dayanya dalam hal ini adalah kualitas
pegawainya, sehingga dapat diperoleh kualitas pegawai yang berdaya saing tinggi. Terdapat
dua macam kompetensi, yaitu :
a. Soft Competency atau Kompetensi Manajerial, yakni sebuah kompetensi yang
berhubungan dengan kemampuan mengelola pegawai, serta membangun hubungan
dengan orang lain. seperti kemampuan untuk memecahkan masalah, kemampuan
memimpin, dan kemampuan untuk membangun komunikasi.
b. Hard Competency atau Kompetensi Teknis, yakni sebuah kompetensi yang
berhubungan dengan kapasitas fungsional sebuah pekerjaan yang berkaitan dengan
keteknisan yang berhubungan dengan pekerjaan yang dilakoni. seperti kemampuan
pemasaran/marketing, akuntansi, dll.
Karakteristik Manajemen Sumber Daya Manusia Berbasis Kompetensi adalah selalu
fokus pada tujuan perusahaan/organisasi, sehingga seluruh karyawan sebuah
perusahaan/organisasi dapat mencapai hasil seperti yang sudah direncanakan dan diharapkan
di awal waktu, dengan mereferensikan karyawan yang memiliki etos kerja yang berkualitas
kepada karyawan yang lain sehingga tercipta persaingan yang sehat.
Jika ada karyawan yang belum bisa mencapai seperti yang diharapkan, maka
karyawan tersebut harus mengikuti trainning peningkatan kemampuan, yang telah
direncanakan sehingga diharapkan melalui pelatihan ini akan membuat semua karyawan
dapat memiliki standar kerja dan kemampuan yang sepadan.
Area lingkup MSDM BK dalam sebuah pengelolaan Kompetensi meliputi:
a. Organisasi/perusahaan itu sendiri berikut semua orang yang menduduki jabatan
dalam perusahaan/organisasi itu.
b. Pengelolaan kompetensi dengan melibatkan kompetensi teknis yang dikombinasikan
dengan kompetensi manajerial.
c. Mengelola data semua jabatan, sehingga kebutuhan dari kompetensi setiap jabatan,
hingga menentukan tingkat kebutuhan kompetensi jabatan.
27. d. Mengelola data semua karyawan/anggota maupun kompetensi perseorangan.
e. Mengeterapkan prinsip mengisi celah yang kosong dengan sebuah persaingan
kompoetensi yang sehat.
f. Mengaplikasikan sistem dalam merencanakan karier yang meliputi tata cara
pencapaian sebuah karir, rotasi jabatan, pengajuan promosi jabatan dan suksesi
kepemimpinan.
g. Menghaplikasikan sistem dari manajemen sebuah kinerja.
Langkah yang diperlukan untuk mencapai Manajemen Sumber Daya Manusia
Berbasis Kompetensi, seperti :
1. Pengidentifikasian posisi.
2. Analisa kegiatan dan pekerjaan.
3. Pengenalan dan penelusuran secara terperinci sebagai sebuah kebutuhan pertama.
4. Pengenalan dan penelusuran kompetensi yang diperlukan untuk sebuah posisi.
5. Prioritas kompetensi dengan memakai sistem peringkat dan kualitas yang paling
baik.
6. Membuat sebuah standar kinerja yang paling minim sehingga dapat dijadikan
sebagai acuan sebuah kompetensi.
7. Mengidentifikasikan kandidat yang berpotensi
8. Perbandingan antar kandidat, dengan prinsip penerapan standar kinerja minimum
yang telah ditetapkan.
28. 2.6. Konsep Audit Kinerja
2.6.1. Definisi Audit
Audit merupakan kegiatan pemeriksaan terhadap suatu kesatuan ekonomi yang
dilakukan seseorang atau kelompok/lembaga yang independen yang bertujuan untuk
mengevaluasi atau mengukur lembaga/perusahaan dalam melaksanakan tugas atau pekerjaan
dengan criteria yang telah ditentukan (Rivai dan Sagala, 2009).
Audit SDM diartikan sebagai pemeriksaan kualitas kegiatan Sumber Daya Manusia
secara menyeluruh dalam suatu departemen, divisi atau perusahaan, dalam arti mengevaluasi
kegiatan-kegiatan SDM dalam suatu perusahaan dengan menitikberatkan pada peningkatan
atau perbaikan (Rivai, 2004: 548).
Audit SDM merupakan suatu metode evaluasi untuk menjamin bahwa potensi SDM
dikembangkan secara optimal (Rosari, 12 Mei 2008). Secara lebih terinci, audit SDM juga
memberi feedback dan kesempatan untuk:
a. Mengevaluasi keefektifan berbagai fungsi SDM, yang meliputi: rekrutmen dan
seleksi, pelatihan, dan penilaian kinerja.
b. Menganalisis kontribusi fungsi SDM pada operasi bisnis perusahaan.
c. Melakukan benchmarking kegiatan SDM untuk mendorong perbaikan secara
berkelanjutan.
d. Mengidentifikasi berbagai masalah strategi dan administratif implementasi fungsi
SDM.
e. Menganalisis kepuasan para pengguna pelayanan departemen SDM.
f. Mengevaluasi ketaatan terhadap berbagai peraturan perundang-undangan, kebijakan
dan regulasi pemerintah.
g. Meningkatkan keterlibatan fungsi lini dalam implementasi fungsi SDM.
h. Mengukur dan menganalisis biaya dan manfaat setiap program dan kegiatan SDM
i. Memperbaiki kualitas staf SDM.
j. Memfokuskan staf SDM pada berbagai isu penting dan mempromosikan perubahan
serta kreatifitas.
29. 2.6.2. Manfaat Audit SDM
Menurut Rivai (2004,567), audit SDM mengevaluasi aktifitas SDM yang digunakan
dalam suatu perusahaan dan merupakan pengendalian kualitas keseluruhan yang
mengevaluasi aktifitas SDM dalam suatu perusahaan. Manfaat dari audit SDM ini antara lain
yaitu:
a. Mengidentifikasi kontribusi-kontribusi departemen SDM terhadap perusahaan.
b. Meningkatkan citra profesional departemen SDM.
c. Mendorong tanggungjawab dan profesionalisme yang lebih besar diantara karyawan
departemen SDM.
d. Memperjelas tugas-tugas dan tanggung jawab departemen SDM.
e. Menstimulasi keragaman kebijakan dan praktik-praktik SDM.
f. Menemukan masalah-masalah SDM yang kritis.
g. Menyelesaikan keluhan-keluhan dengan berpedoman pada aturan yang berlaku.
h. Mengurangi biaya-biaya SDM melalui prosedur yang efektif.
i. Meningkatkan kesediaan untuk mau menerima perubahan yang diperlukan didalam
departemen SDM.
2.6.3. Tujuan Audit SDM
Menurut Rivai (2004,567), audit SDM bertujuan untuk:
a. Menilai efektifitas SDM.
b. Mengenali aspek-aspek yang masih dapat diperbaiki.
c. Mempelajari aspek-aspek tersebut secara mendalam.
d. Menunjukkan kemungkinan perbaikan, serta membuat rekomendasi untuk
pelaksanaan perbaikan tersebut.
2.6.4. Ruang Lingkup Audit SDM
Dalam pelaksanaan audit SDM untuk mendukung jalannya kegiatan- kegiatan SDM
perlu dilakukan pembatasan terhadap aspek yang akan di audit. Secara garis besar, prospek
audit SDM dilakukan terhadap fungsi SDM yang berkaitan dengan kegiatan-kegiatan SDM
yang dimulai dari perencanaan SDM, perekrutan, penyeleksian, pelatihan, dan evaluasi
kinerja SDM (Handoko, 1997,226).
30. 2.7. Pelaksanaan Audit Kinerja
Penjelasan berikut ini adalah contoh-contoh kegiatan yang bisa dan biasa dilakukan
oleh auditor untuk memperoleh data dan informasi.
a. Mengamati Kegiatan
Auditor dapat memulai tugasnya dengan mengamati atau melakukan observasi secara
langsung atas aktivitas-aktivitas organisasi dalam perspektif manajemen SDM. Melalui
pengamatan ini auditor dapat mengumpulkan data / informasi dan mendeteksi apakah
terdapat gejala-gejala adanya penyimpangan atau kesenjangan-kesenjangan yang bersifat
kritis atau signifikan sehingga memerlukan perhatian lebih mendalam. Sebagai contoh,
auditor dapat mengamati suatu proses kerja untuk menilai kompentensi karyawan yang
tengah melaksanakan pekerjaan tersebut, atau mengamati kesibukan karyawan untuk menilai
tingkat efisiensi jumlah tenaga kerja dibandingkan dengan volume pekerjaan yang harus
diselesaikan.
Informasi signifikan seringkali dapat diperoleh dari pemeriksaan secara langsung atas
berbagai fasilitas pengelolaan SDM, misalnya mengamati kondisi tempat penyimpanan
dokumen-dokumen SDM yang penting dan rahasia. Bagaimana penanganan dokumen-
dokumen yang berkaitan dengan informasi gaji atau data-data tenaga kerja yang ada dalam
perangkat lunak. Apakah kondisinya aman, terhindar dari penyalahgunaan oleh pihak-pihak
yang tidak berhak.
b. Meminta Penjelasan atau Menanyakan
Auditor dapat menggali informasi dengan cara meminta penjelasan dari auditee
mengenai objek-objek audit yang telah direncanakan dalam lingkup audit. Pendekatan audit
dengan meminta penjelasan adalah pendekatan audit yang paling mudah dilakukan. Auditor
bebas meminta penjelasan objek apapun yang dipandang relevan dan signifikan untuk
menggali informasi. Untuk mendapatkan informasi yang banyak maka teknik bertanya
auditor sebaiknya menggunakan pertanyaan terbuka misalnya bagaimana, mengapa, atau
dengan kata “tolong jelaskan” Bila auditor telah memiliki informasi yang telah diperoleh dari
perusahaan lain misalnya auditor dapat meminta pendapat auditee mengenai kinerja
perusahaan lain dibandingkan dengan kinerja departemennya. Misalnya auditor meminta
penjelasan mengenai tingginya angka turn-over. Pada saat auditee memberikan penjelasan,
auditor mencatat hal-hal relevan dan signifikan untuk ditanyakan lebih jauh sampai data dan
informasi dirasa cukup untuk membuat suatu kesimpulan. Contoh lainnya, auditor meminta
31. penjelasan mengenai proyeksi kebutuhan tenaga kerja untuk tiga tahun kedepan. Apakah
perencanaan tenaga kerja telah sejalan dengan strategi dan kebijakan yang telah ditetapkan
oleh direksi
c. Meminta Peragaan
Dalam kasus tertentu auditor dapat meminta auditee memperagakan suatu kegiatan
yang sedang diamati. Misalnya auditor meminta seseorang karyawan untuk memberikan
contoh cara perhitungan lembur atau penghitungan pajak penghasilan
d. Menelaah Dokumen
Bila perusahaan telah memiliki manual manajemen SDM yang memuat penjelasan
mengenai mekanisme kegiatan manajemen SDM, termasuk program- program
pengembangan SDM secara lengkap dan terekomendasi. Auditor dapat meminjam dokumen-
dokumen tersebut untuk dipelajari atau ditelaah apakah terdapat azas-azas yang tidak dipatuhi
atau sudah using, tidak relevan lagi dengan perkembangan keadaan atau kebutuhan
organisasi. Melalui proses penelaahan dokumen auditor mencatat berbagai informasi
signifikan untuk ditanyakan lebih jauh kepada auditee. Auditor membandingkan kinerja
actual dengan kriteria yang tercantum dalam dokumen system manajemen SDM perusahaan.
Misalnya membandingkan antara kriteria dan prosedur rekrutmen dengan kebutuhan
organisasi secara actual. Apakah masih sejalan? Bila ditemukan adanya indikasi
permasalahan yang cukup signifikan untuk diberikan perhatian, auditor dapat memanggil
auditee untuk mendiskusikan dan mendapatkan penjelasan lebih jauh mengenai masalah
tersebut sampai bisa disimpulkan.
e. Memeriksa dengan Daftar Periksa
Auditor menyiapkan daftar periksa yang mencakup objek-objek audit atau
permasalahan yang ingin diketahui. Dengan menggunakan daftar periksa auditor akan
terbantu untuk mengingat aspek-aspek yang perlu ditanyakan kepada auditee selama proses
audit. Daftar periksa boleh dibuat untuk satu topic SDM spesifik misalnya daftar pertanyaan
untuk rekrutmen atau kumpulan dari berbagai fungsi manajemen SDM, misalnya, pelatihan,
rekrutmen, penilaian karya, dan sebagainya dalam satu daftar periksa.
32. f. Mencari Bukti-bukti
Dalam proses audit, orientasi auditor adalah mencari informasi dan bukti- bukti
objektif. Bukti objektif dapat berupa catatan, dokumen, atau kondisi factual yang dapat
dianalisa dan dibuktikan kebenarannya. Misalnya auditor telah sampai pada titik terang
bahwa telah terjadi praktek lembur fiktif yang telah berlangsung cukup lama dan merugikan
perusahaan secara moral maupun material, maka auditor perlu mencari bukti-bukti yang
dapat mendukung hasil observasinya atau untuk menguji kebenaran. Untuk itu auditor perlu
mencatat misalnya, nama-nama karyawan yang diduga melakukan lembur fiktif,
mengumpulkan dokumen- dokumen yang terkait dengan pencatatan lembur, misalnya
mencatat kartu absensi karyawan yang bersangkutan, mengumpulkan formulir perintah
lembur yang ditanda-tangani oleh atasan, dokumen pencatatan jumlah jam lembur dan
perhitungan lembur, bahkan bila perlu meminta copy payroll dari bagian keuangan. Semua
dokumen itu dapat dikategorikan sebagai bukti-bukti objektif. Temuan auditor harus selalu
disertai bukti-bukti objektif untuk menghindari pertanyaan atau perdebatan dengan auditee
yang tidak perlu, saat mendiskusikan temuan.
g. Memeriksa Silang
Auditor dapat mengumpulkan data dan informasi dari bagian-bagian lain sebagai
bahan untuk menilai fakta-fakta yang ada pada suatu fungsi yang tengah diaudit. Misalnya
untuk mengecek keabsahan penambahan tenaga kerja yang telah dilaksanakan oleh unit
SDM, maka auditor dapat meminta informasi dari unit pengguna tenaga kerja tersebut.
Apakah proses penambahan tenaga kerja telah dilaksanakan sesuai dengan kebijakan dan
ketentuan procedural yang berlaku.
h. Mewawancarai Auditor
Auditor dapat mewawancarai beberapa personil pada unit yang sedang diperiksa
untuk meminta penjelasan, menanyakan, mengklarifikasi permasalahan untuk memperoleh
data informasi. Karyawan yang dipilih untuk mewawancarai diundang ke ruangan yang telah
disediakan. Auditor mengarahkan pertanyaan untuk mendapat informasi mengenai hal-hal
yang tengah disoroti, misalnya mencari sumber penyebab komplik kronis yang terjadi dalam
suatu bagian sehingga berakibat terhambatnya proses kerja dan kualitas hasil kerja dari unit
kerja dimana karyawan tersebut terlibat di dalamnya. Contoh lainnya misalnya auditor
menanyakan masalah proses rekrutmen yang dilalui oleh seorang karyawan apakah ada
33. penyimpangan dari ketentuan yang berlaku. Untuk audit SA 8000, auditor bahkan dapat
menanyakan hal-hal berkaitan dengan aspek-aspek pelanggaran hak azasi manusia.
Metode wawancara dapat dengan menggunakan model terpimpin, bisa juga model
bebas. Wawancara terpimpin auditor mengarahkan Tanya jawab sesuai perencanaan yang
telah dibuat. Dalam wawancara bebas, auditor tidak secara ketat mengendalikan jalannya
wawancara, pertanyaanya bisa dibuat bebas oleh auditor sesuai kebutuhan dan perkembangan
dalam wawancara.
i. Melakukan Survei dengan Angket
Audit dengan perangkat angket survey dapat dilakukan untuk pengecekan hal-hal
tertentu, misalnya mengenai tingkat kepuasan kerja, efektivitas komunikasi, masalah
kepemimpinan dan sebagainya. Audit SDM dengan cara survey melalui angket seperti ini
tidak langsung menghasilkan informasi. Data yang masuk perlu diolah dan hasilnya dianalisa.
Dari hasil analisa akan bisa diketahui apakah ada indikasi awal mengenai aspek-aspek yang
ingin diketahui, misalnya rendahnya tingkat kepuasan kerja, potensi terjadinya pemogokan,
atau bentuk-bentuk pencetusan ketidakpuasan lainnya yang berdampak negative terhadap
produktivitas atau efisiensi. Dari indikasi awal yang diperoleh melalui angket dapat dikaji
lebih lanjut sampai dapat ditarik sebuah kesimpulan atau kepastian.
j. Melengkapi Informasi dari Sumber Luar
Untuk maksud tertentu, misalnya memperoleh informasi tentang penyebab-
penyebab tingginya angka karyawan yang keluar, auditor dapat mengumpulkan data primer
secara internal dari karyawan dengan pendekatan- pendekatan tertentu. Atau auditor
mengupayakan memperoleh data primer secara eksternal dari mantan karyawan.
k. Menilai Data dan Fakta (Menganalisa)
Akhirnya auditor melakukan penilaian atas data dan informasi yang telah
dikumpulkan samapi dapat ditarik suatu kesimpulan. Misalnya auditor ditugaskan untuk
memeriksa program alih teknologi yang dirancang dalam rangka mempersiapkan tenaga-
tenaga local untuk menggantikan tenaga asing dalam mengoperasikan sebuah pabrik
berteknologi tinggi. Program tersebut sesuai kebijakan top management ditargetkan harus
mencapai dalam kurun waktu tiga tahun terhitung sejak tahun 2001. Tanggung jawab proyek
ini dibebankan kepada divisi SDM.
34. Ketika menyoroti masalah ini, auditor dapat mengakses berbagai catatan atau bukti
tentang kegiatan yang telah dilaksanakan untuk mengumpulkan data dan informasi sebagai
dasar menilai kemajuan program auditor. Auditor dapat meminta pendapat beberapa
pimpinan unit untuk melengkapi data-data yang diperlukan untuk menilai secara tepat,
apakah ada indikasi kesenjangan yang mencolok, sehingga kemungkinan program alih
teknologi akan gagal. Bila ternyata ada tanda-tanda kegagalan yang cukup jelas dan
signifikan, auditor dapat mempermasalahkan lebih jauh untuk mencari fakta / data sehingga
dapat ditarik suatu kesimpulan yang lebih pasti.
l. Menyimpulkan
Berdasarkan data yang telah dikumpulkan dari berbagai kegiatan selama proses
audit, diolah menjadi informasi dan akhirnya auditor harus menyimpulkan. Kesimpulan
auditor dapat bersifat positif, artinya tidak ada permasalahan yang perlu ditindaklanjuti, dan
dapat berupa kesimpulan signifikan yang merupakan temuan audit yang mengandung nilai
substansial untuk ditindaklanjuti. Dalam Pelaksanaanya aktivitas-aktivitas yang disebutkan di
atas tidak mesti dilakukan secara terpisah-pisah melainkan dapat dikombinasikan dalam satu
kesempatan audit.
35. BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Berdasarkan pengertian kinerja dari beberapa pendapat para ahli tersebut, dapat
ditafsirkan bahwa kinerja karyawan erat kaitannya dengan hasil pekerjaan seseorang dalam
suatu organisasi, hasil pekerjaan tersebut dapat menyangkut kualitas, kuantitas dan ketepatan
waktu.
Berdasarkan kesimpulan diatas pengertian HR Scorecard adalah suatu sistem
pengukuran pada kontribusi departemen sumber daya manusia sebagai aset untuk
menciptakan nilai-nilai bagi suatu organisasi.
Kecerdasan Intelektual (Intelligence Quotient/IQ) adalah ukuran kemampuan
intelektual, analisis, logika, dan rasio seseorang. IQ merupakan kecerdasan otak untuk
menerima, menyimpan, dan mengolah informasi menjadi fakta.
Kecerdasan Emosi (Emotional Quotient/EQ) adalah suatu kecerdasan yang merujuk
kepada kemampuan mengenali perasaan diri sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan
memotivasi diri sendiri, dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan
dalam hubungannya dengan orang lain (Goleman,2000). Sedangkan Salovey dan Mayer
dalam Goleman (2000) mendefinisi kecerdasan emosi sebagai kemampuan memantau dan
mengendalikan perasaan sendiri dan orang lain, serta menggunakan perasaan itu untuk
memandu pikiran dan tindakan. Dan secara lebih praktis, Scott (1996) menyatakan bahwa
kecerdasan emosi adalah kemampuan memecahkan masalah yang berhubungan dengan
situasi sosial dan hubungan antara manusia.
Kecerdasan Spiritual (Spiritual Quotient/SQ) adalah kemampuan seseorang untuk
mengerti dan memberi maknapada apa yang di hadapi dalam kehidupan, sehingga seseorang
akan memiliki fleksibilitas dalam menghadapi persoalan dimasyarakat.
36. DAFTAR PUSTAKA
Danuarta,Adad.2014.kinerja karyawan menurut para ahli. di http:// Adaddanuarta
blogspot.com (di akses 17 November 2018)
Ermayanti,Dwi.2015.pengukuran kinerja SDM metode human resources scorecard. di
http://www.researchgate.net (di akses 17 November 2018)
Agustina,Maria.2013.Motivasi dan kepuasan kerja. di http://www.blogspot.com (di akses 17
November 2018)
Utama,Suardiana.2014.kecerdasan emosional-EQ. di http://www.putusuardiana.blogspot.com
(di akses 18 November 2018)
Putrilusitasari,Sindy.2014.Membangun SDM kapabilitas dan kompetensi. di
http:///www.wordpress.com (di akses 19 November 2018)
July,Gita.2012.prosedur pelaksanaan audit kinerja. di http://www.wordpress.com (di akses 19
November 2018)