SlideShare a Scribd company logo
MAKALAH
EVALUASI KINERJA DAN KONPENSASI
Dosen Ade Fauji SE, MM.
Disusun Oleh :
Faeshal Lutfi
11150832
7I-MSDM
Jurusan Manajemen SDM
Universitas Bina Bangsa Banten
2018/2019
Kata Pengantar
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, saya
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya kepada kami, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ilmiah tentang
limbah dan manfaatnya untuk perkuliahan.
Makalah ini telah disusun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai
pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu saya menyampaikan
banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, saya menyadari sepenuhnya behwa masih ada kekurangan baik
dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka,
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.
Akhir kata saya berharap semoga makalah “Evaluasi Kinerja dan Kompensasi“ ini
dapat memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.
Serang, November 2018
Penyusun
Faeshal Lutfi
Daftar isi
Kata Pengantar
Daftar isi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
1.2 Rumusan masalah
1.3 Batasan masalah
1.4 Tujuan peneitian
1.5 Manfaat penelitian
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Kinerja SDM
A. Pengertian Kinerja SDM
B. Manfaat SDM
C. Factor-faktor yang mempengaruhi kinerja
D. Teknik-teknik penilaian prestasi/kinerja
2.2 HR Score Card (pengukuran kinerja SDM)
A. Pengertian Human Resource Scordcard
B. Manfaat Human Resource Scordcard
2.3 Motivasi dan keputusan kerja
A. Pengertian Motivasi kerja & kepuasan kerja
B. Teori motivasi dan kepuasan kerja
2.4 Mengelola potensi kecerdasan dan emosional SDM
A. Pengertian Potensi Kecerdasan dan Emosional SDM
B. Metodologi Penelitian
2.5 Membangun kapabilitas dari kompensasi SDM
A. Sumber Daya Manusia Kapabilitas
B. Kompetensi SDM berkarir dibidang SDM
2.6 Konsep Audit Kinerja
A. Tujuan Audit Kinerja
B. Fungsi
C. Konsep Audit Kinerja
D. Karakteristik Audit
2.7 Pelaksanaan Audit Kinerja
A. Prosedur Pelaksanaan
B. Perencanaan Audit Kinerja
C. Persiapan Audit Kinerja
D. Pengendalian Manajemen
E. Pengukuran dan Pengujian Indikator Kinerja Kunci
F. Review Operasional
G. Kertas Kinerja Audit
H. Pelaporan Hasil Audit
I. Pemantauan tindak lanjut hasil audit
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penilaian kinerja (performance appraisal), juga disebut tinjauan kinerja, evaluasi kinerja,
atau penilaian karyawan, adalah upaya menilai prestasi dengan tujuan meningkatkan
produktivitas karyawan maupun perusahaan. Akan tetapi tujuan tersebut sering tidak tercapai
karena banyak perusahaan yang melakukan penilaian kinerja yang kurang baik.dampaknya
adalah demotivasi kerja dan turunnya pencapaian sasaran perusahaan dari tahun ke tahun.
Penilaian kinerja karyawan yang bagus tidak hanya dilihat dari hasil yang dikerjakannya, namun
juga dilihat dari proses karyawan tersebut dalam menyelesaikan pekerjaannya. Kinerja
merupakan hasil kerja, hasil dari keseluruhan proses seseorang dalam mengerjakan tugasnya.
Penilaian kinerja karyawan dilakukan setahun sekali untuk melihat kualitas karyawan demi
membangun peusahaan.
Penilaian kinerja memiliki banyak arti, salah satunya menurut Schuler dan Jackson, 1996
: 3, penilaian kinerja merupakan suatu system formal dan terstruktur yang mengukur, menilai
dan juga mempengaruhi sifat-sifat yang berkaitan dengan pekerjaan perilaku dan hasil termasuk
tingkat ketidak hadiran. Yang menjadi focus adalah mengetahui seberapa produktif kah seorang
karyawan dan apakah memiliki kinerja yang sama atau lebih efektif pada masa yang akan dating,
sehingga karyawan, masyarakat dan organisasi.
1.2 Rumusan Masalah
Permasalahan diatas dapat dirumuskan : bagaimana membangun suatu bentuk prototype
system pendukung keputusan guna memberikan rekomendasi penilaian kinerja karyawan.
1.3 Batasan Masalah
Hasil system ini berupa perangkingan terhadapat penilaian kinerja.
1.4 Tujuan Penelitian
Agar dapat menunjang keputusan untuk dapat melakukan penilaian keryawan pada
instansi atau perusahan yang menerangkan system ini.
1.5 Manfaat Penelitian
1. Penilai dapat mengukur kinerja karyawan dan perrbaikan pada masa yang akan
datang.
2. Dapat mengembangkan system pengawasan terhadap karyawan yang dinilai.
BAB II PEMBAHASA
2.1 Kinerja SDM
A. Pengertian Kinerja
Kinerja berasal dari kata to perform yang artinya melakukan suatu kegiatan dan
menyempurnakan sesuai dengan tanggung jawabnya dengan hasil seperti yang
diharapkan. Sementara itu dalam praktek manajemen sumber daya manusia banyak
terminologi yang muncul dengan kata kinerja yaitu evaluasi kinerja (performance
evaluation), dikenal juga dengan istilah penilaian kinerja (performance appraisal,
performance rating, performance assessment, employe evaluation, rating, efficiency
rating, service rating) pada dasarnya merupakan proses yang digunakan organisasi untuk
mengevaluasi job performance.
Menurut para ahli kinerja dirumuskan menjadi berikut: Stoner, 1989 dalam
bukunya Management mengemukakan bahwa kinerja adalah fungsi dari motivasi,
kecakapan, dan persepsi peranan. Bernardin (dalam bukunya Ahmad S. Ruky)
mendefinisikan kinerja sebagai pencatatan hasil-hasil yang diperoleh dari fungsi-fungsi
pekerjaan atau kegiatan tertentu selama kurun waktu tertentu. Handoko dalam bukunya
Manajemen Personalia dan Sumber Daya mendefinisikan kinerja sebagai proses di mana
organisasi mengevaluasi atau menilai prestasi kerja karyawan. Prawiro Suntoro, 1999
(dalam bukunya Merry Anoraga Pandji) mengemukakan bahwa kinerja adalah hasil kerja
yang dapat dicapai seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi dalam
rangka mencapai tujuan organisasi dalam priode waktu tertentu.
Kinerja adalah suatu hasil prestasi kerja optimal yang dilakukan oleh seseorang
ataupun kelompok ataupun badan usaha. Pengukuran kinerja secara tradisional adalah
pengukuran kinerja yang berorientasi kepada bidang keuangan dan kemampuan untuk
mendapatkan laba. Suatu organisasi dikatakan mempunyai kinerja yang baik kalau dalam
laporan keuangannya mendapat keuntungan, sesuai dengan target yang telah ditetapkan
sebelumnya (Muhyadi, 1989).
Kinerja pegawai dalam organisasi mengarah kepada kemampuan pegawai dalam
melaksanakan keseluruhan tugas-tugas yang menjadi tanggung jawabnya. Tugas-tugas
tersebut biasanya berdasarkan indicator indikator keberhasilan yang sudah ditetapkan.
Sebagai hasilnya akan diketahui bahwa seseorang pegawai masuk dalam tingkatan
kinerja tertentu. Kinerja merupakan kombinasi antara kemampuan dan usaha untuk
menghasilkan apa yang dikerjakan. Supaya menghasilkan kinerja yang baik seseorang
harus memiliki kemampuan, kemauan usaha agar serta setiap kegiatan yang dilaksanakan
tidak mengalami hambatan yang berat dalam lingkungannya., Berry dan Houston dalam
Kasim, (1993).
Menurut Mahsun (2006), bahwa kinerja merupakan gambaran mengenai tingkat
pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan, program, kebijakan dalam mewujudkan sasaran,
tujuan, misi, dan visi yang tertuang dalam perencanaan strategi organisasi. Sedangkan
Simanjuntak (2005), menyatakan bahwa kinerja adalah tingkatan pencapaian hasil atas
pelaksanaan tugas tertentu dalam rangka mewujudkan pencapaian hasil untuk mencapai
tujuan organisasi.
Robbins (1994), menyatakan kinerja sebagai fungsi interaksi antara kemampuan
atau ability. (A), Motivasi atau Motivation. (M) dan kesempatan atau opportunity.(O),
yaitu: Kinerja = f (A, M, O). Artinya, kinerja merupakan fungsi dari kemampuan,
motivasi, dan kesempatan.
B. Manfaat Kinerja SDM
Penilaian kinerja (Performance Appraisal) adalah suatu cara yang dilakukan untuk
menilai prestasi kerja seorang pegawai apakah mencapai target pekerjaan yang
dibebankan kepadanya. Pelaksanaan penilaian hasil kerja atau kinerja organisasi maupun
kinerja individual dilakukan oleh sistem manajemen yang bertugas untuk melakukan
penilaian hasil kerja karyawan yang disebut manajemen kinerja. Maupun kinerja
memfokuskan perhatiannya pada prestasi kerja karyawan dan objek pembahasannya
sama yaitu prestasi kerja karyawan. Program manajemen kerja yang mempunyai ruang
lingkup yang besar dan menjamah semua elemen yang didayagunakan untuk
meningkatkan kinerja organisasi. Penilaian kinerja mengacu kepada suatu sistem formal
dan terstruktur yang digunakan untuk mengukur, menilai dan mempengaruhi sifat-sifat
yang berkaitan dengan pekerjaan, perilaku dan hasil, termasuk tingkat ketidakhadiran.
Dengan demikian penilaian prestasi adalah merupakan hasil kerja karyawan dalam
lingkup tanggung jawabnya. Penilaian kinerja karyawan dapat diartikan sebagai sebuah
mekanisme yang baik untuk mengendalikan karyawan. Penilaian kinerja karyawan yang
dilakukan dengan benar akan menguntungkan organisasikarena adanya kepastian bahwa
upaya-upaya individu memberikan kontribusi kepada fokus strategik perusahaan. (Rivai,
2006).
Penilaian kinerja (performance appraisal) adalah proses dengannya organisasi
mengevaluasi pelaksanaan kerja individu. Dalam penilaian kinerja dinilai kontribusi
kepada organisasi selama periode waktu tertentu. Umpan balik kinerja (performance
feedback) memungkinkan karyawan mengetahui seberapa baik mereka bekerja jika
dibandingkan dengan standar-standar organisasi. Penilaian kinerja adalah tentang kinerja
karyawan dan akuntabilitas. Dalam dunia yang bersaing secara global, organisasiyang
menuntut kinerja yang tinggi.
Menurut Kaplan dan Northon (1996) ada 4 perspektif dalam penilaian kinerja
suatu perusahaan, yaitu: (1)Perspektif keuangan, terdiri dari: pertumbuhan pendapatan,
pertumbuhan produktivitas, penghematan biaya dan pemanfaatan aktiva; (2)Perspektif
proses bisnis internal, yaitu: meningkatkan inovasi, proses operasi, pelayanan purna jual;
(3)Perspektif pelanggan, terdiri dari: kepuasan pelanggan, akuisisi pelanggan (sejauh
mana organisasidapat menarik pelanggan), retensi pelanggan, pangsa pasar,
kemampulabaan pelanggan; (4)Perpektif pembelajaran dan pertumbuhan, yaitu:
meningkatkan kapabilitas personil, meningkatkan kapabilitas sistem informasi serta
motivasi, pemberdayaan dan keselarasan.
Menurut Mangkuprawira (2002), bahwa, .penilaian kinerja merupakan proses
yang dilakukan organisasidalam mengevaluasi kinerja pekerjaan seseorang. Apabila hal
itu dilakukan dengan benar maka para karyawan, penyelia mereka, departemen sumber
daya manusia dan Organisasi akhirnya akan memperoleh keuntungan dengan jaminan
bahwa upaya para individu karyawan mampu berkontribusi pada focus strategic
perusahaan. Penilaian kinerja meliputi dimensi kinerja karyawan. Departemen SDM
menggunakan informasi yang dikumpulkan melalui penilaian kinerja untuk mengevaluasi
keberhasilan kegiatan rekrutmen, seleksi, orientasi penempatan, pelatihan/pengembangan
dan kegiatan lainnya..
Lebih lanjut Rahman (2009), menguraikan bahwa: .penilaian kinerja
(performance appraisal) adalah proses mengevaluasi seberapa baik karyawan melakukan
pekerjaan mereka jika dibandingkan dengan seperangkat standar, dan kemudian
mengomunikasikan informasi tersebut kepada karyawan. Penilaian kinerja juga disebut
pemeringkatan karyawan, evaluasi karyawan, tinjauan kinerja, evaluasi kinerja, dan
penilaian hasil. Penilaian kinerja digunakan secara luas untuk mengelola upah dan gaji,
memberikan umpan balik kinerja, dan mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan
karyawan individual.
Kreitner dan Kinicki (2003), mengutarakan untuk pengukuran kinerja atau hasil
kerja dari seseorang karyawan digunakan sebuah daftar pertanyaan yang berisikan
beberapa dimensi tentang hasil kerja atau kinerja. Ada 6 (enam) kriteria untuk menilai
kinerja karyawan (Kreitner dan Kinicki, 2003) yaitu:
1) Quality Adalah sebagai "the degree to which the process or either conforming to some
ideal way performing the activity or fulfilling the activity.s intended purpose". Ini berarti
quality berarti suatu tingkatan yang rnenunjukkan proses pekerjaan atau hasil yang telah
dicapai dari suatu pekerjaan yang mendekati kesempurnaan.
2) Quantity Yaitu "the amount produced, expressed in such term as dollar value, number
of unit or number of compIeted activity cycler" artinya quantity merupakan jumlah yang
diproduksi yang dinyatakan dalam nilai mata uang, jumlah unit produksi ataupun dalam
jumlah siklus aktivitas yang telah terselesaikan.
3) Timeliness Yaitu "the degree to which an activiy completed, or a result produced, at
the earliest time desirable from the stand points of both coordinating with the outputs of
other and maximizing the time available for ather activities", ini berarti timeliness
merupakan suatu tingkatan yang rnenunjukkan bahwa suatu pekerjaan dapat terselesaikan
lebih cepat dari waktu yang telah ditentukan.
4) Cost effectiveness Yaitu "the degree to which the use of organization resources (eg:
human, monetary, technological, material) is maximized in the sense of getting the
highest gain or reduction in loss form each unit instead of use of resource", ini berarti
cost effectiveness merupakan suatu tingkatan yang paling maksimal dari penggunaan
sumber daya (manusia, keuangan, teknologi) yang dimiliki organisasi untuk mendapatkan
keuntungan yang maksimal atau mengurangi kerugian dari masing-masing unit atau
sebagai pengganti dari penggunaan sumber daya.
5) Need for supervision Yaitu "the degree to which a performer can carry out a job
function without either having to request supervisory intervention to prevent an adverse
outcome", ini berarti need for supervision merupakan suatu tingkatan di mana seseorang
karyawan dapat melaksanakan suatu fungsi pekerjaan tanpa harus meminta bimbingan
atau campur tangan dari penyelia.
6) Interpersonal impact Yaitu "the degree to which a perfomer promotes feelings
selfesteem, goodwill, and cooperation among cowokerr and subordinates", ini berarti
interpersonal impact merupakan suatu tingkatan keadaan di mana karyawan dapat
menciptakan suasana nyaman dalam bekerja, percaya diri, berbuat baik dan kerjasama
antar rekan sekerja.
Secara umum kriteria yang digunakan adalah kualitas, kuantitas, waktu yang
digunakan, jabatan yang dipegang, absensi dan ketenangan dalam melaksanakan
pekerjaan. Kriteria mana yang digunakan adalah berbeda antara pekerjaan yang satu
dengan yang lain, jadi pengukuran kinerja tergantung pada jenis pekerjaan dan apa yang
dihasilkan oleh organisasi atau institusi yang berkepentingan.
Pelaksanaan penilaian kinerja itu sendiri bermanfaat bagi pihak manajemen
organisasi dalam mengambil berbagai kebijakan, karena penilaian yang dilakukan dapat
menjelaskan tingkatan-tingkatan kinerja pegawai dalam organisasi. Tingkatan kinerja ini
dikelompokkan kedalam tingkat kinerja tinggi, menengah atau rendah, sesuai target atau
di bawah target.
Menurut Siagian (2002) bahwa penilaian kinerja bermanfaat untuk : Perbaikan
prestasi kinerja, Penyesuaian kompensasi, Keputusan penempatan, Kebutuhan latihan dan
pengembangan, Perencanaan dan pengembangan karir, Memperbaiki penyimpangan
proses staffing, Mengurangi ketidakakuratan informasi, Memperbaiki kesalahan desain
pekerjaan, Kesempatan kerja yang adil, Membantu menghadapi tantangan external.
Dengan adanya penilaian kinerja dapat diketahui secara tepat apa yang sedang
dihadapi dan target apa yang harus dicapai. Melalui penilaian kinerja dapat disusun
rencana, strategi dan menentukan langkah-langkah yang perlu diambil sehubungan
dengan pencapaian tujuan karir yang diinginkan. Bagi pihak manajemen, penilaian
kinerja sangat membantu dalam mengambil keputusan seperti promosi, pengembangan
karir, mutasi, PHK, penyesuaian kompensasi, dan kebutuhan pelatihan.
C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja
Menurut Suwarsono (2004), bahwa kinerja seseorang tergantung pada kombinasi
dari kemampuan, usaha dan kesempatan yang diperoleh. Lingkungan kerja yang
menyenangkan mungkin menjadi kunci pendorong bagi karyawan untuk menghasilkan
kinerja puncak.
Pada dasarnya kinerja dari seseorang merupakan hal yang bersifat individu karena
masing-masing dari karyawan rnempunyai tingkat kemampuan yang berbeda. Kinerja
seseorang tergantung pada kombinasi dari kemampuan, usaha dan kesempatan yang
diperoleh. Lingkungan kerja yang menyenangkan mungkin menjadi kunci pendorong
bagi karyawan untuk menghasilkan kinerja puncak. Suwarsono (2004).
Kinerja ditentukan oleh faktor-faktor tersebut. (Rahman, 2009), menyatakan
bahwa .kesempatan pengembangan karir yang adil dan transparan dan kepemilikan
kemampuan teknis dapat meningkatkan kinerja karyawan.
Faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja adalah faktor kemampuan (ability)
dan faktor motivasi (motivation). Hal ini sesuai dengan pendapat Keith Davis (2000)
yang merumuskan : Human Performance = Ability x Motivatio, Ability = Knowledge x
Skill, Motivation = Attitude x Situation.
Faktor Kemampuan (Ability), secara psikologis, kemampuan (ability) terdiri atas
kemampuan potensi pendidikan (knowledge) dan keterampilan (skill), dengan kata lain
pendidikan yang memadai dan terampil dalam mengerjakan pekerjaan sehari-hari maka
akan lebih mudah mencapai kinerja maksimal.
Faktor Motivasi (Motivation) diartikan suatu sikap (attitude) pimpinan dan
karyawan terhadap situasi kerja (situation) di lingkungan organisasinya. Motivasi
merupakan kondisi atau energi yang menggerakkan diri karyawan yang terarah atau
tertuju untuk mencapai tujuan organisasi perusahaan. Sikap mental karyawan yang pro
dan positif terhadap situasi kerja itulah yang memperkuat motivasi kerjanya untuk
mencapai kinerja maksimal.
Menurut Henry Simamora (1995), kinerja (performance) dipengaruhi 3 faktor
yaitu :
1)Faktor Individual, terdiri dari : kemampuan dan keahlian, latar belakang.
2)Faktor Psikologis, terdiri dari : pembelajaran,personality dan motivasi.
3)Faktor Organisasi, terdiri dari :penghargaan, job design dan kepemimpinan.
Dengan kata lain, kinerja individu adalah hasil :
1). Atribut individu, yang menentukan kapasitas untuk mengerjakan sesuatu. Atribut
individu meliputi faktor individu (kemampuan, keahlian, dan latar belakang) dan faktor
psikologis (pembelajaran, motivasi, dan personality).
2). Upaya kerja (work effort), yang membentuk keinginan untuk mencapai sesuatu.
3). Dukungan Organisasi, yang memberikan kesempatan kepada karyawan untuk berbuat
sesuatu.
D. Teknik-teknik penilaian prestasi/kinerja
Beberapa metode yang dapat dipertimbangkan organisasi untuk melakukan
evaluasi prestasi bagi karyawan adalah sebagai berikut :
1) Rating Scale
Penilaian prestassi metode ini didassarkan pada suatu skala dari sangat baik, baik,
kurang baik, dan jelek.
2) Checklist
Checklist adalah penilaian yang didasarkan pada suatu standar unatuk kerja yang
sudah dideskripsikan terlebih dahulu, kemudian penilaian memeriksa apakah
keryawan sudah mengerjakannya.
3) Critical Incident Technique
Critical inci ent technique adalah penilaian yang didasarkan pada perilaku khusus
yang dilakukan ditempat kerja, baik perilaku yang baik maupun perilaku yang tidak
baik.
4) Skala penilaian berjangkarkan perilaku
Skala penilaian berjangkarkan perilaku (behaviourally anchored rating scale-BARS)
adalah penilaian yang dilakukan dengan membuat spesifikasi untuk kerja dalam
elemen-elemen tertentu.
5) Pengamatan dan Tes Untuk Kerja
Pengamatan dan tes untuk kerja adalah penilaian yang dilakukan melalui tes
dilapangan.
6) Metode Perbandingan Kelompok
Metode ini dilakukan dengan membandingkan seorang pegawai dengan rekan
sekerjanya, yang dilakukan oleh atasan dengan beberapa teknik seperti pemeringkatan
(ranking method), pengelompokan pada klasifikasi yang sudah ditentukan (force
distribution), pemberian poin atau angka (point allocation method), dan metode
perbandingan dengan karyawan lain (ppaired comparsion)
a. Metode pemberian poin, yaitu semua pegawai yang dinilai diberi poin atau yang
diurutkan dari yang terbesar hingga yang terkecil.
b. Metode perbandingan dengan pegawai lain, yaitu setiap pegawai dibandingkan
dengan pegawai lain untuk menentukan siapa yang terbaik kemudian pegawai
yang terbaik adalah pegawai ysng memiliki jumlah terbaik di bandingkan dengan
yang lain.
7) Penilaian diri sendiri
Penilaian diri sendiri adalah karyawan untuk dirinya sendiri dengan harapan pegawai
tersebut dapat mengidentifikasi aspek-aspek perilaku kerja yang perlu diperbaiki pada
masa yang akan datang.
8) Management By Objective (MBO)
Management by objective adalah program manajemen yang mengikut sertakan
karyawan dalam proses pengambilan keputusan untuk menentukan tujuan-tujuan
yang dicapai.
9) Penilaian secara psikologis
Penilaian secara psikologis adalah proses penilaian yang dilakukan oleh para ahli
psikologis untuk mengetahui potensi seseorang yang berkaitain dengan pelaksanaan
pekerjaan seperti kemampuan intelektual, motivasi, dan lain-lain yang bersifat
psikologi.
10) Assesment center
Assesment center atau pusat penilain adalah yang dilakukan melalui serangkaian
tektnik penilaian dan dilakukan oleh sejumlah penilai untuk mengetahui potensi
seseorang dalam melakukan tanggung jawab yang lebih besar.
2.2 HR Score Card (pengukuran kinerja SDM)
A. Pengertian Human Resource Scordcard
Human Resource Scordcard adalah suatu alat untuk mengukur dan mengelola
kontribusi strategic dari peran human resources dalam menciptakan nilai untuk mencapai
stategi perusahaan.
Menurut Brian E. Becker, Mark A Huselid & Dave Ulrich (2009,pxii) human
resource scorecard adalah kapasitas untuk merancang dan menerapkan system SDM
yang strategis dengan merepresentasikan “alat pengikut yang penting” yang digunakan
untuk merancang dan mengarahkan strategi SDM yang lebih efektif secara cermat.
Menurut Gary Desler(2006,p16) human resource scorecard adalah mengukur ke
efektifan dan efesiensi fungsi human resource dalam membentuk perilaku karyawan yang
dibutuhkan untuk mencapai tujuan strategis prusahaan.
Menurut Nurman (2008,p1) human resource scorecard adalah suatu alat untuk
megukur dan mengelola kontribusi strategic dari peran human resource dlam
menciptakan nilai untuk mencapai strategi perusahaan.
Menurut Riana Sitawati, Sodikin Manaf, dan Endah Winarti (2009,p5) human
resource scorecard adalah pendekatan yang digunakan dengan sedikit modifikasi dari
model balance scorecard awal yang saat ini paling umun digunakan pada tingkat
korporasi yang difokuskan pada strategi jangka panjang dan koneksi yang jelas pada hasil
bisnisnya.
Menurut Surya Dharma dan Yuanita Susantrio (2001,p1) human scorecard adalah
pengukuran terhadap strategi SDM dalam menciptakan nilai-nilai ( value creation) dalam
suatu organisasi yang sangat di dominasi oleh “human capital”dan modal intangible
lainnya.
Menurut Uwe Eigenman (2005,p32) human resource scorecard adalah secara khusus
dirancang untuk menanamkan system sumber daya manusia dalam strategi keseluruhan
perusahaandan mengelola SDM arsitektursebagai asset strategi. Scorecard sumber daya
manusia tidak menggantikan balanced scorecard tradisional tetapi melengkapi itu.
Perbedaan antara human resouces scorecard dengan balanced scorecard adalah
bahwa balance scorecard lebih mengukur kinerja perusahaan berupa tangible assets
sedangkan human resources scorecard lebih mengukur kinerja sumber daya manusia
perusahaan yang berupa intangible assets.
Human Resource Scorecard adalah suatu system pengukuran sumberdaya manusia
yangbmengaitkan orang – strategi – kinerja untuk menghassilkan perrusahaan yang
unggul. Human resource scorecard menjabarkan misi,visi, strategi menjadi aksi human
resource yang dapat diukur kontribusinya. Human resource scorecard menjabarkan
sesuatu yang tidak berwujud/intangible (leading/sebab) menjadi berwujud/intangible
(langging/akibat). Human resource scorecard merupakan suatu system pengukuran yang
mengaitkan sumber daya manusia dengan strategi dan kinerja organisasi yang akhirnya
akan mampu menimbulkan kesadaran mengenai konsekuensi keputusan investasi sumber
daya manusia, sehingga investasi tersebut dapat dilakukan secara tepat arah dan tepat
jumlah. Selain itu, human resource scorecard dapat manjadi alat bantu bagi manajer
sumber daya manusia untuk memasitikan bahwa semua keputusan sumber daya manusia
mendukunng atau mempunyai kontribusi langsung pada implemantasi strategi usaha.
Berdasarkan kesimpulan diatass pengertian HR Scorecard adalah suatu system
pengukuran pada kontribusi departemen sumber daya manusia sebagai aset untuk
menciptakan nilai-nilai bagi suatu organisasi.
HR Scorecard Sebagai Model Pengukuran Kinerja Sumber Daya Manusia
Human Resource Scorecard mengukur keefektifan dan efesiensi fungsi sumber daya
manusia dalam mengerahkan perilaku karyawan untuk mencapai tujuan strategis
perusahaan sehingga dapat membantu menunjukan bagaimana sumber daya manusia
memberikan kontribusi dalam kesuksesan keuangan dan strategi perusahaan. Human
Resource Scorecard merupakan bagian dari perusahaan. Human resource scorecord ibarat
sebuah bangunan, yang menjadi bagian dari apa yang kita turunkan dari strategi
perusahaan.
Menurut Becker Et Al. (2001), dasar dari peran sumber daya manusia yang strategis
terdiri dari tiga dimensi rantai nilai (value chain) yang dikembangkan oleh arsitektur
sumber daya manusia perusahaan, yaitu fungsi, system dan perilaku karyawan. Arsitektur
SDM dapat dilihat Gambar dibawah ini :
Gambar 2.1 Arsitektur Strategi Sumber Daya Manusia
1. Fungsi Sumber Daya Manusia (The HR Function).
Dasar penciptaan nilai strategi sumber daya manusia adalah mengelola infrastruktur untuk
memahami dan mengimplementasikan strategi perusahaan.
Biasanya propesi dalam fungsi sumber daya manusia diharapkan dapat mengarahkan usaha
ini. Becker et al (2001) menemukan bahwa kebanyakan manajer sumber daya manusia lebih
memusatkan kegiatannya pada penyemapaian (delivery) yang tradisional atau kegiatan
manajemen sumber daya manajemen teknis dan kurang memperhatikan kepada dimemnsi
manajemen sumber daya manusia yang strategic. Kompetensi yang perlu dikembangkan bagi
menajer sumber daya manusia masas depan memiliki pengaruh yang sayat besar terhadap
kinerja organisasi adalah kompetensi manajemen sumber daya manusia strategic dan bisnis.
2. System Sumber Daya Manusia (The HR System)
System sumber daya manusia adalah unsur utama yang berpengaruh dalah sumber daya
manusia strategic. Model system ini yang disebut sebagai high performance work system
(HPWS) dalam HPWS setiam elemen pada system the HR function sumber daya manusia
dirancang untuk memaksimalkan seluruh kualitas human capital melalui organisasi. Untuk
membangun dan memelihara kesedian human hapitas yang berkualitas, HPWS melakukan
hal-hal sebagai berikut:
 Mengembangkan keputusan seleksi dan promosi untuk memvalidasi model kompetensi.
 Mengembangkan strategi yang menyediakan waktu dan dukungan yang efektif untuk
keterampulan yang dituntut oleh implementasi strategi organisasi.
 Melaksanakan kebijaksanaan kompetensi dan menajemen kinerja yang menari,
mempertahankan dan memotivasi kinerja keryawan yang tinggi.
Hal diatas merupakan langkah penting dalam pembuatan keputusan peningkatan kualitas
karyawan dalam organisasi, sehingga memungkinkan kinerja organisasi berkualitas, Agar
sumber daya manusia mampu menciptakan value, organisasi perlu membuat struktur untuk
setiap elemen dari system sumber daya manusia dengan cara menekankan, mendukung
HPWS.
3. Perilaku karyawan (Employee Behaviour)
Peran sumber daya manusia yang statejik akan memfokuskan pada produktivitas perilaku
karyawan dalam organisasi. Perilaku stratejik adalah prilaku produktif yang
secaralangsung mengimplementasikan strategi organisasi. Strategi ini terdiri dari dua
kategori umum seperti :
 Perilaku ini (core behaviour) adalah alur yang langsung berasal dari kopentensi
inti perilaku yang didefinisikan organisasi. Perilaku tersebut sangat fundamental
untuk keberhasilan organisasi.
 Perilaku spesifik yang situasional yang essential sebagai key point dalam
organisasi atau rantai nilai dari suatu bisnis. Mengintegrasikan perhatian pada
prilaku kedalam keseluruhanusaha untuk mempengaruhi dan mengukur kontribusi
sumber daya manusia terhadap organisasi merupakan suatu tantangan.
B. Manfaat Human Resource Scorecard
Human resources scorecard memberikan manfaat yaitu memgambargan peran dan
kontribusi sumber daya manusia kepda pencapaian visi perusahaan secara jelas dan
terukur, agar professional sumber daya manusia mampu dalam mengendalikan biaya
yang dikeluarkan dan nilai yang dikontribusikan dan memberikan gambaran
hubungan sebab akibat. Adapun menurut Bryan E.Becker (2009,p80-82) sebagai
berikut :
1. Memperkuat perbedaan antara HR do able dan HR deliverable
sistem pengukuran SDM harus membedakan secara jelas antara deliverable, yang
mempengaruhi implementasi strategi, dan do able yang tidak. Sebagai contoh,
implementasi kebijakan bukan suatu deliverbale hingga ia menciptakan prilaku
karyawan yang mendorong implementasi strategi. Suatu sistem pengukuran SDM
tepat secara kontinu mendorong professional SDM untuk berfikir secara strategis
serta secara operasional.
2. Mengendalikan biaya dan menciptakan nilai
SDM selalu diharapkan mengendalikan biaya bagi perusahaan. Pada saat yang
sama, memainkan peran strategis berarti SDM harus pula menciptakan nilai. HR
Scorecard membantu para manajemen sumber daya manusia untuk
menyembunyikan secara efektif kedua tujuan tersebut. Hal itu bukan saja
mendorong para praktisi untuk menghapus biaya yang tidak tepat, tetapi juga
membantu mereka mempertahankan “investasi” dengan menguraikan manfaat
potensial dalam pengertian konkrit.
3. HR Scorecard mengukur leading indicators
Model kontribusi strategis SDM kami menghubungkan keputusa-keputusan dan
system SDM dengan HR deliverable, yang selanjutnya mempengaruhi pendorong
kinerja kunci dalam implementasi perusahaan. Sebagaimana terdapat leading dan
langging indicator dalam system pengukuran kinerja seeimbang keseluruhan
perusahaan, didalam rantai nilai SDM terdapat pendorong (delivery) dan hasil
(outcome). Hal ini bersifat essensial untuk memantau keselarasan antara
keputusan-keputusan SDM dan unsur-unsur system yang mendorong HR
deliverable. Menilai keselarasan ini memberikan umpan balik mengenai kamajuan
SDM menuju deliverable tersebut dan meletakan fondasi bagi pengaruh strategi
SDM.
4. HR Scorecard memungkinkan professional SDM mengelola secara efektif
tanggung jawab strategi mereka. HR Scorecard mendorong sumber daya manusia
untuk focus secara tepat pada bagaimana keputusan mereka mempengaruhi
keberhasilan implementasi strategi perusahaan. Sebagaimana kami menyoroti
pentingnya “focus strategi karyawan” bagi keseluruhan perusahaan, HR
Scorecard harus memperkuat focus strategis para manajer SDM dan karena para
professional SDM dapat mencapai pengaruh strategis itu sebagian besar dengan
cara mengadopsi porspektif sistemik dari pada dengan cara memainkan kebijakan
individual, scorecard mendorong mereka lebih jauh untuk berfikir secara system
matis mengenai strategi SDM.
5. HR Scorecard mendorong fleksibelitas dan perusahaan.
Kritik yang umum terhadap system pengukuran kinerja ialah system ini menjadi
terlembagaan dan secara actual merintangi perubahan. Strategi –strategi tumbuh,
organisasi perlu bergerak dalam arah yang berbeda, namun sasaran-sasaran
kinerja yang sudah tertinggal menyebabkan manajer dan karyawan ingin
memelihara status quo. Memang, salah satu kritik terhadap amajeman
berdasarkan pengukuran ini ialah bahwa orang-orang menjadi trampil dalam
mencapai angka-angka yang diisyaratkan dalam system nama dan mengubah
pendekatan manajemen mereka ketika kondisi yang bergeser menuntutnya. HR
Scorecard memunculkan fleksibelitas dan perubahan, sebab ia focus pada
implemantasi strategi perusahaan, yang akan secara konstan menurut perubahan.
Dengan pendekatan ini, ukuran-ukuran mendapat makna yang baru.
2.3 Motivasi dan Kepuasan Kerja
A. Pengertian Motivasi Kerja & Kepuasan Kerja
Motivasi Kerja
Menurut Hasibuan (1999) menyebutkan bahwa motivasi kerja adalah pemberian
daya penggerak yang menciptakan kegairahan kerja seseorang, agar mereka mau bekerja
sama, bekerja efektif dan terintegrasi dengan segala daya upayanya untuk mencapai
kepuasan. Senada dengan definisi di atas, Siagian (1996) mengemukakan bahwa motivasi
sebagai daya pendorong yang mengakibatkan seorang anggota organisasi mau dan rela
untuk menggerakkan kemampuannya (dalam bentuk keahlian atau keterampilan) tenaga
dan waktunya untuk menyelenggarakan berbagai kegiatan yang menjadi
tanggungjawabnya dan menunaikan kewajibannya, dalam rangka pencapaian tujuan dan
berbagai sasaran organisasi yang telah ditentukan sebelumnya. Motivasi juga merupakan
usaha-usaha yang dapat menyebabkan seseorang atau kelompok orang tertentu bergerak
melakukan sesuatu karena ingin mencapai tujuan yang dikehendakinya atau mendapatkan
kepuasan dengan perbuatannya.
Motivasi merupakan salah satu unsur yang mempunyai peranan dalam
meningkatkan kinerja (performance). Motivasi adalah dorongan seseorang untuk
melakukan suatu tindakan karena orang tersebut ingin melakukannya juga. Jika seseorang
didorong, mereka akan bereaksi untuk menekan. Mereka bereaksi, sebab mereka merasa
bahwa mereka harus melakukan. Bagaimanapun juga, jika mereka dimotivasi, maka
mereka akan membuat pilihan positif untuk melakukan sesuatu, sebab mereka
melihat bahwa aksi tersebut sangat berarti bagi mereka. Aksi mereka, sebagai contoh,
dapat memuaskan beberapa dari kebutuhan-kebutuhan mereka (Chung, 1987).
Motif seringkali diistilahkan sebagai dorongan. Dorongan atau tenaga tersebut
merupakan gerak jiwa dan jasmani untuk berbuat, sehingga motif tersebut merupakan
driving force yang menggerakkan manusia untuk bertingkah laku dan didalam
perbuatannya itu mempunyai tujuan tertentu (Moch. As’ad, 1995: 45). Motivasi secara
sederhana dapat diartikan “Motivating” yang secara implisit berarti bahwa pimpinan
suatu organisasi berada di tengah-tengah bawahannya, dengan demikian dapat
memberikan bimbingan, instruksi, nasehat dan koreksi jika diperlukan (Siagian, 1985:
129). Sedangkan pendapat lain mengatakan bahwa motivasi adalah keinginan yang
terdapat pada seorang individu yang merangsang untuk melakukan tindakan (Winardi,
2000: 312). Motivasi adalah dorongan yang ada dalam diri manusia yang menyebabkan
ia melakukan sesuatu (Wursanto, 1987: 132).
Dalam kehidupan manusia selalu mengadakan bermacam-macam aktifitas. Salah
satu aktivitas itu diwujudkan dalam gerakan-gerakan yang dinamakan kerja. Menurut
Moch As’ad (1999: 46) bekerja mengandung arti melaksanakan suatu tugas yang diakhiri
dengan buah karya yang dapat dinikmati oleh manusia yang bersangkutan. Faktor
pendorong penting yang menyebabkan manusia bekerja, adalah adanya kebutuhan yang
harus dipenuhi. Aktifitas dalam kerja mengandung unsur suatu kegiatan sosial,
menghasilkan sesuatu, dan pada akhirnya bertujuan untuk memenuhi kebutuhannya.
Namun demikian dibalik dari tujuan yang tidak langsung tersebut orang bekerja juga
untuk mendapatkan imbalan, upah atau gaji dari hasil kerjanya. Jadi pada hakekatnya
orang bekerja, tidak saja untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya tapi juga untuk
mencapai taraf hidup yang lebih baik. Menurut Smith dan Wakeley (Moch As’ad, 1999:
47) menyatakan bahwa seseorang didorong untuk beraktivitas karena dia berharap
bahwa hal ini akan membawa pada keadaan yang lebih memuaskan daripada keadaaan
sekarang. Pendapat dari Gilmer (Moch As’ad, 1999: 47), bahwa bekerja itu merupakan
proses fisik maupun mental manusia dalam mencapai tujuannya. Dari beberapa pendapat
di atas dapat disimpulkan bahwa bekerja adalah aktivitas manusia baik fisik maupun
mental yang dasarnya mempunyai tujuan yaitu untuk mendapatkan kepuasan. Ini tidak
berarti bahwa semua aktivitas itu adalah bekerja, hal ini tergantung padamotivasi yang
mendasari dilakukannya aktivitas tersebut.
Dari berbagai pendapat mengenai definisi motivasi dan definisi kerja di atas dapat
disimpulkan bahwa motivasi kerja adalah dorongan yang tumbuh dalam diri seseorang,
baik yang berasal dari dalam dan luar dirinya untuk melakukan suatu pekerjaan dengan
semangat tinggi menggunakan semua kemampuan dan ketrampilan yang dimilikinya
yang bertujuan untuk mendapatkan hasil kerja sehingga mencapai kepuasan sesuai
dengan keinginannya. Untuk dapat memberikan hasil kerja yang berkualitas dan
berkuantitas maka seorang pegawai/ guru membutuhkan motivasi kerja dalam dirinya
yang akan berpengaruh terhadap semangat kerjanya sehingga meningkatkan kinerjanya.
Telah lama diketahui bahwa manusia adalah makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial ia
membutuhkan rasa sayang, pengakuan keberadaan, rasa ingin memiliki berbagai
kebutuhan tersebut, manusia bekerja dan berusaha dengan sekuat tenaga untuk memenuhi
keinginan itu.
Kepuasan Kerja
Salah satu sarana penting pada manjemen sumber daya manusia dalam sebuah
organisasi adalah terciptanya kepuasan kerja para pegawai/ karyawan. Kepuasan kerja
menurut Susilo Martoyo (1992: 115), pada dasarnya merupakan salah satu aspek
psikologis yang mencerminkan perasaan seseorang terhadap pekerjaannya, ia akan
merasa puas dengan adanya kesesuaian antara kemampuan, keterampilan dan harapannya
dengan pekerjaan yang ia hadapi. Kepuasan sebenarnya merupakan keadaan yang
sifatnya subyektif yang merupakan hasil kesimpulan yang didasarkan pada suatu
perbandingan mengenai apa yang diterima pegawai dari pekerjaannya dibandingkan
dengan yang diharapkan diinginkan, dan dipikirkannya sebagai hal yang pantas atau
berhak atasnya. Sementara setiap tenaga kerja/ pegawai secara subyektif menentukan
bagaimana pekerjaan itu memuaskan.
Dalam tulisannya Jewell & Siegell (M. Idrus, 2006: 96) mengungkap bahwa
kepuasan kerja merupakan sikap yang timbul berdasarkan penilaian terhadap situasi
kerja. Lebih lanjut diungkap oleh Jewell & Siegell bahwa karyawan yang puas lebih
menyukai situasi kerjanya dibandingkan yang tidak. Lebih lanjut diungkap oleh Jewell &
Siegell, mengingat kepuasan kerja adalah sikap, dan karenanya merupakan konstruksi
hipotesis sesuatu yang tidak dilihat, tetapi ada atau tidak adanya diyakini berkaitan
dengan pola perilaku tertentu.
Menurut Hani Handoko (2000: 193) kepuasan kerja adalah keadaan emosional
yang menyenangkan atau tidak menyenangkan dengan mana para pegawai memandang
pekerjaan mereka. Sedangkan menurut Blum (Moch. As’ad, 1995: 104 ) mengemukakan
bahwa kepuasan kerja merupakan sikap umum yang merupakan hasil dari beberapa sikap
khusus terhadap factor-faktor pekerjaan, penyesuaian diri dan hubungan sosial individu
diluar kerja.
Dari berbagai pendapat mengenai kepuasan kerja di atas penulis menyimpulkan
bahwa kepuasan kerja merupakan hal yang bersifat individual yang merupakan sikap dan
perasaan seseorang yang timbul berdasarkan penilaian terhadap situasi kerja dan apa
yang diperoleh dari pekerjaannya, kepuasan akan dirasakan jika adanya kesesuaian antara
kemampuan, keterampilan dan harapannya dengan pekerjaan yang ia hadapi. Setiap
individu akan memiliki tingkat kepuasan yang berbeda–beda sesuai dengan sistem nilai–
nilai yang berlaku dalam dirinya. Ini disebabkan karena adanya perbedaan pada masing–
masing individu. Semakin banyak aspek–aspek dalam pekerjaan yang sesuai dengan
keinginan individu, maka akan semakin tinggi tingkat kepuasan yang dirasakan dan
sebaliknya.
B. Teori Motivasi dan Kepuasan Kerja
Teori Motivasi Kerja
Motivasi sebenarnya memiliki beberapa teori dari beberapa pendapat tokoh, teori
tersebut antara lain teori Motivasi Klasik oleh F.W Taylor; teori Maslow’s Need
Hierarchy oleh A.H. Maslow; Herzberg’s two factor theory oleh Frederick Herzberg; Mc.
Clelland’s achievement Motivation Theory oleh Mc. Clelland; Alderfer Existence,
Relatedness And Growth (ERG) Theory oleh Alderfer; teori Motivasi Human Relation;
teori Motivasi Claude S. Geogre. Namun, dari beberapa teori di atas peneliti
mencantumkan dua teori Maslow’s Need Hierarchy oleh A.H. Maslow dan Herzberg’s
two factor theory oleh Frederick Herzberg dalam penelitian ini.
a. Teori Motivasi menurut Abraham Maslow
Setiap manusia mempunyai needs (kebutuhan, dorongan, intrinsic dan extrinsic factor),
yang pemunculannya sangat tergantung darikepentingan individu. Dengan kenyataan ini,
kemudian A. Maslow (Siagian, 1996: 149) membuat needs hierarchy theory untuk
menjawab tentang tingkatan kebutuhan manusia tersebut. Kebutuhan manusia
diklasifikasi menjadi lima hierarki kebutuhan yaitu :
1) Kebutuhan Fisiologis ( Physiological Needs )
Perwujudan dari kebutuhan fisiologis adalah kebutuhan pokok manusia yaitu
sandang, pangan, papan, dan kesejahteraan individu. Kebutuhan ini dipandang sebagai
kebutuhan yang paling mendasar, karena tanpa pemenuhan kebutuhan tersebut, seseorang
tidak dapat dikatakan hidup normal. Meningkatnya kemampuan seseorang cenderung
mereka berusaha meningkatkan pemuas kebutuhan dengan pergeseran dari kuntitatif ke
kualitatif. Kebutuhan ini merupakan kebutuhan yang amat primer, karena kebutuhan ini
telah ada dan terasa sejak manusia dilahirkan. Misalnya dalam hal sandang. Apabila
tingkat kemampuan seseorang masih rendah, kebutuhan akan sandang akan dipuaskan
sekedarnya saja. Jumlahnya terbatas dan mutunya pun belum mendapat perhatian utama
karena kemampuan untuk itu memang masih terbatas. Akan tetapi bila kemampuan
seseorang meningkat, pemuas akan kebutuhan sandang pun akan ditingkatkan, baik sisi
jumlah maupun mutunya.
Demikian pula dengan pangan, seseorang dalam hal ini guru
yang ekonominya masih rendah, kebutuhan pangan biasanya masih sangat sederhana.
Akan tetapi jika kemampuan ekonominya meningkat, maka pemuas kebutuhan akan
pangan pun akan meningkat. Hal serupa dengan kebutuhan akan papan/perumahan.
Kemampuan ekonomi seseorang akan mendorongnya untuk memikirkan pemuas
kebutuhan perumahan dengan pendekatan kuantitiatif dan kualitatif sekaligus.
2) Kebutuhan Rasa Aman ( Safety Needs )
Kebutuhan keamanan harus dilihat dalam arti luas, tidak hanya diartikan dalam
arti keamanan fisik semata, tetapi juga keamanan psikologis dan perlakuan yang adil
dalam pekerjaan.Karena pemuas kebutuhan ini terutama dikaitkan dengan kekaryaan
seseorang, artinya keamanan dalam arti fisik termasuk keamanan seseorang
didaerah tempat tinggal, dalam perjalanan menuju ke tempat bekerja, dan keamanan di
tempat kerja.
3) Kebutuhan Sosial ( Social Needs )
Manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial, tidak dapat memenuhi
kebutuhan sendiri dan pasti memerlukan bantuan orang lain, sehingga mereka harus
berinteraksi dalam memenuhi kebutuhan tersebut. Kebutuhan sosial tercermin dalam
empat bentuk perasaan yaitu:
a) Kebutuhan akan perasaaan diterima orang lain dengan siapa ia bergaul dan berinteraksi
dalam organisasi dan demikian ia memiliki sense of belonging yang tinggi.
b) Harus diterima sebagai kenyataan bahwa setiap orang mempunyai jati diri yang khas
dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Dengan jati dirinya itu, setiap manusia
merasa dirinya penting, artinya ia memiliki sense of importance.
c) Kebutuhan akan perasaan maju dan tidak akan gagal sering disebut sense of
accomplishment. Tidak ada orang yang merasa senang apabila ia menemui kegagalan,
sebaliknya, ia senang apabila ia menemui keberhasilan.
d) Kebutuhan akan perasaan diikutsertakan ( sense of participation ). Kebutuhan ini
sangat terasa dalam hal pengambilan keputusan yang menyangkut diri dan tugas sendiri.
Sudah barang tentu bentuk dari partisipasi itu dapat beraneka ragam seperti
dikonsultasikan, diminta memberikan informasi, didorong memberikan saran.
4) Kebutuhan akan Harga Diri ( Esteem Needs )
Semua orang memerlukan pengakuan atas keberadaan statusnya oleh orang lain.
Situasi yang ideal adalah apabila prestise itu timbul akan menjadikan prestasi seseorang.
Akan tetapi tidak selalu demikian, karena dalam hal ini semakin tinggi kedudukan
seseorang, maka akan semakin banyak hal yang digunakan sebagai simbol statusnya itu.
Dalam kehidupan organisasi banyak fasilitas yang diperoleh seseorang dari organisasi
untuk menunjukkan kedudukan statusnya dalam organisasi. Pengalaman menunjukkan
bahwa baik dimasyarakat yang masih tradisional maupun di lingkungan masyarakat yang
sudah maju, simbol – simbol status tersebut tetap mempunyai makna penting dalam
kehidupan berorganisasi.
5) Aktualisasi Diri (Self Actualization )
Hal ini dapat diartikan bahwa dalam diri seseorang terdapat kemampuan yang
perlu dikembangkan, sehingga dapat memberikan sumbangsih yang besar terhadap
kepentingan organisasi. Melalui kemampuan kerja yang semakin meningkat akan
semakin mampu memuaskan berbagai kebutuhannya dan pada tingkatan ini orang
cenderung untuk selalu mengembangkan diri serta berbuat yang lebih baik.
Teori Dua Faktor Herzberg
Menurut Herzberg (Hasibuan, 1996: 108), ada dua jenis faktor yang mendorong
seseorang untuk berusaha mencapai kepuasan dan menjauhkan diri dari ketidakpuasan.
Dua faktor itu disebutnya faktorhigiene (faktor ekstrinsik) dan faktor motivator (faktor
intrinsik). Faktor higiene memotivasi seseorang untuk keluar dari ketidakpuasan,
termasuk di dalamnya adalah hubungan antar manusia, imbalan, kondisi lingkungan, dan
sebagainya (faktor ekstrinsik), sedangkan faktor motivator memotivasi seseorang untuk
berusaha mencapai kepuasan, yang termasuk di dalamnya adalah achievement,
pengakuan, kemajuan tingkat kehidupan, dsb (faktor intrinsik).
Herzberg (Hasibuan, 1996: 108) berdasarkan hasil penelitiannya menyatakan ada
tiga hal penting yang harus diperhatikan dalam memotivasi bawahan yaitu :
1) Hal-hal yang mendorong pegawai/ karyawan adalah pekerjaan yang menantang yang
mencakup perasaan untuk berprestasi, bertanggungjawab, kemajuan dapat menikmati
pekerjaan itu sendiri dan adanya pengakuan atas semua itu.
2) Hal-hal yang mengecewakan pegawai/ karyawan adalah terutama faktor yang bersifat
embel-embel saja pada pekerjaan, peraturan pekerjaan, penerangan, istirahat, sebutan
jabatan, hak, gaji, tunjangan dan lain-lainnya.
3) Pegawai/ karyawan, jika peluang untuk berprestasi terbatas. Mereka akan menjadi
sensitif pada lingkungannya serta mulai mencari-cari kesalahan.
Herzberg (Hasibuan, 1996: 109) menyatakan bahwa orang dalam melaksanakan
pekerjaannya dipengaruhi oleh dua faktor yang merupakan kebutuhan, yaitu :
1) Maintenance Factor
Adalah faktor-faktor pemeliharaan yang berhubungan dengan hakikat manusia
yang ingin memperoleh ketentraman badaniah. Kebutuhan kesehatan ini menurut
Herzberg merupakan kebutuhan yang berlangsung terus menerus, karena kebutuhan ini
akan kembali pada titik nol setelah dipenuhi. Misalnya orang lapar akan makan,
kemudian lapar lagi lalu makan lagi dan seterusnya.
Faktor-faktor pemeliharaan ini meliputi hal-hal yang masuk dalam kelompok
dissatisfiers seperti gaji, kondisi kerja fisik, kepastian pekerjaan, supervisi yang
menyenangkan, kendaraan dinas, rumah dinas dan macam-macam tunjangan lainnya.
Hilangnya faktor pemeliharaan ini dapat menyebabkan timbulnya ketidakpuasan dan
absennya pegawai/ karyawan, bahkan dapat menyebabkan banyak pegawai/ karyawan
yang keluar.
Faktor-faktor pemeliharaan ini perlu mendapat perhatian yang wajar dari
pimpinan, agar kepuasan dan kegairahan bekerja bawahan dapat ditingkatkan. Menurut
Herzberg maintenance factors bukanlah alat motivator melainkan keharusan yang harus
diberikan oleh pimpinannya kepada mereka demi kesehatan dan kepuasan bawahannya,
sedangkan menurut Maslow merupakan alat motivator bagi pegawai/ karyawan.
2) Motivation Factors
Motivation Factors adalah faktor motivasi yang menyangkut kebutuhan psikologis
seseorang yaitu perasaan sempurna dalam melakukan pekerjaan. Faktor motivasi ini
berhubungan dengan penghargaan terhadap pribadi yang secara langsung berkaitan
dengan pekerjaan, misalnya kursi yang empuk, ruangan yang nyaman, penempatan yang
tepat dan lain sebagainya. Hal tersebut merupakan kelompok Satisfiers, adapun yang
masuk dalam kelompok satisfiers antara lain:
a) Prestasi
b) Pengakuan
c) Pekerjaan itu sendiri
d) Tanggungjawab
e) Pengembangan potensi individu (Hasibuan, 1996: 110).
Pada dasarnya kedua teori ini sama-sama bertujuan mendapatkan alat dan cara
yang terbaik dalam memotivasi semangat kerja tenaga kerja/ pegawai agar mereka mau
bekerja giat untuk mencapai prestasi kerja yang optimal.
Perbedaan antara teori Hierarki Maslow dengan teori Dua Faktor Motivasi
Herzberg, yaitu :
1) Maslow mengemukakan bahwa kebutuhan-kebutuhan manusia itu terdiri dari lima
tingkat (kebutuhan fisiologis, rasa aman/ kenyamanan, kebutuhan sosial, kebutuhan akan
penghargaan, dan aktualisasi diri), sedang Herzberg mengelompokkan atas dua kelompok
(satisfiers dan dissatisfiers).
2) Menurut Maslow semua tingkat kebutuhan itu merupakan alat motivator, sedang
Herzberg ( gaji, upah, dsb) bukan alat motivasi, hanya merupakan alat pemeliharaan
(Dissatisfiers) saja, yang menjadi motivator (Satisfiers) ialah yang berkaitan langsung
dengan pekerjaan itu sendiri.
3) Teori Maslow dikembangkan hanya atas pengamatan saja dan belum pernah diuji coba
kebenarannya, sedang teori Herzberg di dasarkan atas hasil penelitiannya sebagai
pengembangan teori Maslow.
Komponen Motivasi dalam Penelitian
Untuk memahami motivasi pegawai dalam penelitian ini digunakan
komponen teori motivasi dua arah yang dikemukakan oleh Herzberg. Adapun komponen
tersebut yaitu terdapat pada komponen Satisfiers (motivator factors), komponen ini
meliputi :
1) Prestasi
2) Pengakuan
3) Penghargaan
4) Pekerjaan itu sendiri
5) Pengembangan potensi individu (Hasibuan, 1996: 110).
Adapun pertimbangan peneliti menggunakan teori ini adalah berdasar dari
perbedaan dan perbandingan antara teori Maslow dengan teori Herzberg.
Metode-Metode Motivasi
Terdapat dua metode dalam motivasi, metode tersebut adalah metode langsung
dan metode tidak langsung, menurut Hasibuan (1996:100). Kedua metode motivasi
tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Metode Langsung (Direct Motivation), merupakan motivasi materiil atau non materiil
yang diberikan secara langsung kepada seseorang untuk pemenuhan kebutuhan dan
kepuasannya. Motivasi ini dapat diwujudkan misalnya dengan memberikan pujian,
penghargaan, bonus dan piagam.
b. Metode Tidak Langsung (Indirect Motivation),merupakan motivasi yang berupa
fasilitas dengan maksud untuk mendukung serta menunjang gairah kerja dan kelancaran
tugas. Contohnya adalah dengan pemberian ruangan kerja yang nyaman, penciptaan
suasana dan kondisi kerja yang baik.
Pada instansi pendidikan/ sekolah, tentunya dalam hal ini pimpinan/ kepala sekolah
memiliki tugas penting dalam meningkatkan kualitas guruyang dipimpinnya sehingga
sekolah. Untuk dapat menciptakan kualitas guruyang baik, pimpinan/ kepala sekolah
dapat menggunakan metode seperti di atas agar mampu meningkatkan motivasi guru dan
mampu menunjang kepuasan kerja guru itu sendiri.
Teori – Teori Kepuasan Kerja
Menurut Wexley dan Yulk (Moch. As’ad, 1995: 105), pada dasarnya teori – teori
tentang kepuasan kerja yang lazim dikenal ada tiga macam yaitu:
a. Discrepancy theory
Discrepancy theory yang dipelopori oleh Porter menjelaskan bahwa kepuasan kerja
seseorang diukur dengan menghitung selisih apa yang seharusnya diinginkan dengan
kenyataan yang dirasakan. Kemudian Locke menerangkan bahwa kepuasan kerja
seseorang tergantung pada perbedaan antara apa yang diinginkan dengan apa yang
menurut persepsinya telah diperoleh melalui pekerjaannya. Orang akan puas apabila tidak
ada perbedaan antara yang diinginkan dengan persepsinya atas kenyataan, karena batas
minimum yang diinginkan maka orang akan menjadi lebih puas lagi walaupun terdapat
“discrepancy”, tetapi merupakan discrepancy positif. Sebaliknya, semakin jauh dari
kenyataan yang dirasakan itu dibawah standar minimum sehingga menjadi discrepancy
negatif, maka makin besar pula ketidakpuasan terhadap pekerjaannya.
b. Equity theory
Equity theory dikembangkan oleh Adams tahun 1963. Dalam equity theory, kepuasan
kerja seseorang tergantung apakah ia merasakan keadilan atau tidak atas situasi. Perasaan
keadilan atau ketidakadilan atas suatu situasi diperoleh dengan membandingkan dirinya
dengan orang lain yang sekelas, sekantor maupun di tempat lain.
Menurut Wexley dan Yulk (Moch. As’ad, 1995: 105), teori elemen–elemen dari
equity ada tiga yaitu :
1) Input adalah sesuatu yangberharga yang dirasakan pegawai sebagai sumbangan
terhadappekerjaannya, seperti pendidikan, pengalaman kerja, dan kecakapan.
2) Out Comes adalah sesuatu yang berharga yang dirasakan pegawai sebagai hasil dari
pekerjaannya, seperti gaji, status, simbol, dan penghargaan.
3) Comparation Person adalah dengan membandingkan input, out comes terhadap orang
lain. Bila perbandingan itu tidak seimbang tetapimenguntungkan bisa menimbulkan
kepuasan, tetapi bisa pula tidak. Akan tetapi bila perbandingan itu tidak seimbang dan
merugikan, akan menimbulkan ketidakpuasan. Kelemahan dari teori ini adalah kenyataan
bahwa kepuasan kerja seseorang juga ditentukan oleh individual differences (misalnya
pada waktu orang melamar kerja apabila ditanya tentang besarnya upah/ gaji yang
diinginkan. Selain itu, menurut Locke tidak liniernya hubungan antara besarnya
kompensasi dengan tingkat kepuasan lebih banyak bertentangan dengan kenyataan
(Moch. As’ad, 1995: 105).
c. Two Factor Teory
Menurut two factor theory, kepuasan kerja itu merupakan dua hal yang berbeda,
artinya kepuasan dan ketidakpuasan terhadap pekerjaan itu tidak merupakan suatu
variable kontinyu. Herzberg membagi situasi yang mempengaruhi perasaan seseorang
terhadap pekerjaannya menjadi dua kelompok yaitu kelompok satisfiers atau motivator
yang terdiri dari prestasi pengakuan, tanggungjawab. Kedua yaitu kelompok sebagai
sumber ketidakpuasan atau dissatisfiers yang terdiri dari prosedur kerja, upah atau gaji,
hubungan antar pegawai.
Menurut Herzberg, perbaikan terhadap kondisi dalam kelompok disatisfiers ini
akan mengurangi ketidakpuasan, tetapi tidak akan menimbulkan kepuasan kerja karena
bukan merupakan sumber kepuasan kerja. Sedangkan kelompok satisfiers merupakan
faktor yang menimbulkan kepuasan kerja.Selain teori di atas ada pula teori lain lagi
mengenai kepuasan kerja, adapun teori lainnya adalah sebagai berikut :
a. Value Theory
Menurut teori ini kepuasan kerja terjadi pada tingkatan dimana hasil pekerjaan
diterima individu seperti diharapkan. Semakin banyak orang menerima hasil, akan
semakin puas dan sebaliknya. Kunci menuju kepuasan pada teori ini adalah perbedaan
antara aspek pekerjaan yang dimiliki dengan yang diinginkan seseorang. Semakin besar
perbedaan, semakin rendah kepuasan orang.
b. Model dari Kepuasan Bidang/ Bagian (Facet Satisfication)
Model Lawler dari kepuasan bidang berkaitan erat dengan teori keadilan dari
Adams, menurut model Lawler orang akan puas dengan bidang tertentu dari pekerjaan
mereka jika jumlah dari bidang mereka persepsikan harus mereka terima untuk
melaksanakan kerja mereka sama dengan jumlah yang mereka persepsikan dari yang
secara aktual mereka terima. Jumlah dari bidang yang dipersepsikan orang sebagai sesuai
tergantung dari bagaimana orang mempersepsikan masukan pekerjaan, ciri-ciri pekerjaan,
dan bagaimana mereka mempersepsikan masukan dan keluaran dari orang lain yang
dijadikan pembanding.
c. Teori Proses-Bertentangan (Opponent-Proses Theory)
Teori proses bertentangan dari Landy memandang kepuasan kerja dari perspektif
yang berbeda secara mendasar daripada pendekatan yang lain. Teori ini menekankan
bahwa orang ingin mempertahankan suatu keseimbangan emosional (emotional
equilibrium), berdasarkan asumsi bahwa kepuasan kerja yang bervariasi secara mendasar
dari waktu ke waktu akibatnya ialah bahwa pengukuran kepuasan kerja perlu dilakukan
secara periodik dengan interval waktu yang sesuai.
Faktor – Faktor Timbulnya Kepuasan Kerja
Sebagian besar orang berpendapat bahwa gaji atau upah merupakan faktor utama
untuk dapat menimbulkan kepuasan kerja. Sampai taraf tertentu, hal ini memang bisa
diterima, terutama dalam negara yang sedang berkembang, dimana uang merupakan
kebutuhan yang sangat vital untuk bisa memenuhi kebutuhan pokok sehari – hari. Akan
tetapi kalau masyarakat sudah bisa memenuhi kebutuhan keluarganya secara wajar, maka
gaji atau upah ini tidak menjadi faktor utama. Sesuai dengan tingkatan motivasi manusia
yang dikemukakan oleh Maslow, maka upah atau gaji merupakan kebutuhan dasar.
Harold E. Burt (Moch. As’ad, 1995: 112) mengemukakan pendapatnya tentang
faktor – faktor yang dapat menimbulkan kepuasan kerja antara lain:
a. Faktor hubungan antar pegawai, antara lain hubungan antara pimpinan dengan
pegawai, faktor fisik dan kondisi kerja, hubungan sosial diantara pegawai, sugesti dari
teman kerja, emosi dan situasi kerja.
b. Faktor individual, antara lain sikap kerja seseorang terhadap pekerjaannya, umur orang
sewaktu bekerja, serta jenis kelamin pegawai.
c. Faktor – faktor dari luar (ekstern) antara lain keadaan keluarga pegawai, rekreasi,
pendidikan (training, up grading dan lain – lain).Sedangkan menurut pendapat Gilmer
(Moch. As’ad, 1995: 114) tentang faktor – faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja
sebagai berikut :
a. Kesempatan untuk maju.
Dalam hal ini ada tidaknya kesempatan untuk memperoleh kesempatan
peningkatan pengalaman dan kemampuan kerja selama bekerja.
b. Keamanan kerja.
Faktor ini sering disebut sebagai penunjang kepuasan kerja, baik pegawai pria
maupun wanita. Keadaan yang aman sangat mempengaruhi perasaan kerja pegawai
selama bekerja.
c. Gaji
Gaji lebih banyak menyebabkan ketidakpuasan, dan jarang orang yang
mengekspresikan kepuasan kerjanya dengan sejumlah uang yang diperolehnya.
d. Manajemen kerja.
Manajemen kerja yang baik adalah yang memberikan situasi dan kondisi kerja
yang stabil, sehingga pegawai dapat bekerja dengan nyaman.
e. Kondisi kerja.
Dalam hal ini adalah tempat kerja, ventilasi, penyinaran, kantin, dan tempat
parkir.
f. Komunikasi.
Komunikasi yang lancar antara karyawan dengan pimpinan banyak dipakai untuk
menyukai jabatannya. Dalam hal ini adanya kesediaan pihak pimpinan untuk mau
mendengar, memahami dan mengakui pendapat atau prestasi pegawainya sangat berperan
dalam menimbulkan kepuasan kerja.
Menurut pendapat Moch. As’ad (1995: 115), faktor yang mempengaruhi
kepuasan kerja antara lain :
a. Faktor psikologis, merupakan faktor yang berhubungan dengan kejiwaan pegawai yang
meliputi minat, ketentraman kerja, sikap terhadap kerja, perasaan kerja.
b. Faktor fisik, merupakan faktor yang berhubungan dengan fisik lingkungan kerja dan
kondisi fisik pegawai, meliputi jenis pekerjaan, pengaturan waktu kerja, perlengkapan
kerja, sirkulasi udara, kesehatan pegawai.
c. Faktor finansial, merupakan faktor yang berhubungan dengan jaminan serta
kesejahteraan pegawai, yang meliputi sistem penggajian, jaminan sosial, besarnya
tunjangan, fasilitas yang diberikan, promosi dan lain-lain.
Menurut Chruden & Sherman (Rita Johan, 2002: 8) faktor-faktor yang biasanya
digunakan untuk mengukur kepuasan kerja seorang pegawai adalah:
a. Isi pekerjaan, penampilan tugas pekerjaan yang aktual dan sebagai kontrol terhadap
pekerjaan
b. Supervisi
c. Organisasi dan manajemen
d. Kesempatan untuk maju
e. Gaji dan keuntungan dalam bidang finansial lainnya seperti adanya insentif
f. Rekan kerja
g. Kondisi pekerjaan.
Kepuasan kerja dapat dirumuskan sebagai respon umum pekerja berupaperilaku
yang ditampilkan oleh tenaga kerja sebagai hasil persepsi mengenai hal-hal yang
berkaitan dengan pekerjaannya. Seorang pekerja yang masuk danbergabung dalam suatu
organisasi/ institusi/ perusahaan mempunyai seperangkat keinginan, kebutuhan , hasrat
dan pengalaman masa lalu yang menyatu dan membentuk suatu harapan yang diharapkan
dapat dipenuhi ditempatnya bekerja. Kepuasan kerja akan didapat apabila ada kesesuaian
antara harapan pekerja dengan kenyataan yang ditemui dan didapatkannya dari tempatnya
bekerja.
Persepsi pekerja mengenai hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaannya dan
kepuasan kerja melibatkan rasa aman, rasa adil, rasa menikmati, rasa bergairah, status
dan kebanggaan. Dalam persepsi ini juga dilibatkan situasi kerja pekerja yang
bersangkutan yang meliputi interaksi kerja, kondisi kerja, pengakuan, hubungan dengan
atasan, dan kesempatan promosi. Selain itu di dalam persepsi ini juga tercakup
kesesuaian dengan antara kemampuan dan keinginan pekerja dengan kondisi organisasi
tempat mereka bekerja yang meliputi jenis pekerjaan, minat, bakat, penghasilan, dan
insentif.
Komponen Kepuasan Kerja
Ada beberapa komponen kepuasan kerja menurut beberapa tokoh. Komponen tersebut
antara lain :
a. Menurut Yudha (Agoes Dariyo, 2003: 76) kepuasan kerja merupakan kombinasi dari
beberapa komponen pendekatan, yaitu :
1) Pendekatan Psikologi Sosial (The Social Psychological Approach)
Berkaitan dengan bagaimana persepsi individu terhadap pekerjaan itu sendiri. meliputi
minat, ketentraman kerja, sikap terhadap kerja, perasaan kerja.
2) Pendekatan Ekonomi Neo -Klasik (Neo-Classical Economic Approach)
Berhubungan dengan berapa jumlah kompensasi yang diperoleh melalui pekerjaan
tersebut guna memenuhi kebutuhan hidupnya (termasuk keluarganya), seperti gaji,
tunjangan, fasilitas yang diberikan, promosi kesempatan untuk maju, dll.
3) Pendekatan Sosiologi (Sociological Approach)
Menekankan bagaimana kondisi hubungan interpersonal dalam konteks lingkungan
sosial. Misalkan lebih pada aktualisasi diri, hubungan dengan sesama tenaga kerja,
hubungan bawahan dengan pimpinannya.
b. Menurut Greenberg dan Baron (Agoes Dariyo, 2003: 76) kepuasan kerja meliputi
beberapa komponen, yaitu :
1) Komponen Evaluatif (Evaluative Component) adalah dasar afeksi (perasaan, emosi)
yang berfungsi untuk menilai suatu objek. Dalam komponen ini seperti minat kerja,
perasaan terhadap pekerjaannya, perasaan terhadap hasil kerja, perasaan terhadap aturan/
kebijaksanaan, lingkungan kerja dan kepemimpinan.
2) Komponen Kognitif (Cognitive Component), yaitu mengacu pada unsur kecerdasan
(intelektual) untuk mengetahui suatu objek, yakni sejauh mana individu mengetahui hal-
hal yang berkaitan dengan objek yang dimaksud, seperti anggapan seseorang tentang
kesesuaian gaji dengan beban kerjanya, kompensasi/ tunjangan di luar jam kerja,
penghargaan yang sesuai dengan prestasi kerja, pandangan terhadap aturan sekolah,
sebagai contoh: seorang guru berpendapat bahwa dirinya lebih pantas mendapatkan
promosi daripada rekan kerjanya yang menurutnya prestasi rekannya tidak lebih baik dari
pada prestasi dirinya.
3) Komponen Perilaku (Behavioral Component) adalah bagaimana individu menentukan
tindakan terhadap apa yang diketahui ataupun yang dirasakan. Sebagai contoh:
penyelesaian tugas kerja, keaktifan dan sikap dalam berkerja, loyalitas dalam bekerja.
Robert Kreitner dan Angelo Kinicki (2003: 271) mendefinisikan kepuasan kerja
sebagai suatu efektifitas atau respon emosional terhadap berbagai aspek pekerjaan.
Definisi ini berarti bahwa kepuasan kerja bukanlah suatu konsep tunggal. Seseorang
dapat relatif puas dengan suatu aspek dalam pekerjaanya dan tidak puas dengan
salah satu atau lebih aspek yang lain. Lima model kepuasan kerja yang menonjol akan
menggolongkan penyebabnya. Lima model kepuasan kerja tersebut diantaranya:
a. Pemenuhan Kebutuhan. Kepuasan kerja ditentukan oleh karakteristik dari suatu
pekerjaan yang memungkinkan seorang individu untuk memenuhi kebutuhannya.
b. Ketidakcocokan. Kepuasan adalah hasil dari harapan yang terpenuhi. Pada saat
harapan lebih besar dari output yang diterima maka karyawan akan merasakan
ketidakpuasan. Namun, apabila output yang diterima sama atau lebih besar dari
harapan maka karyawan akan merasa puas.
c. Pencapaian Nilai. Kepuasan berasal dari persepsi yang menganggap bahwa suatu
pekerjaan memungkinkan untuk memenuhi nilai kerja yang penting dari seseorang.
Oleh karena itu, manajer dapat menciptakan nilai kerja bagi karyawan melalui
strukturisasi lingkungan kerja, penghargaan dan pengakuan yang berhubungan
dengan nilai-nilai karyawan.
d. Persamaan. Model ini, kepuasan kerja dipandang sebagai fungsi dari bagaimana
seorang individu diperlakukan secara adil di tempat kerja.
e. Komponen watak/ genetik. Model kepuasaan ini berusaha menjelaskan secara khusus
bahwa model ini didasarkan pada keyakinan bahwa kepuasan kerja merupakan sebagai
fungsi dari sifat pribadi maupun faktor genetik. Oleh karenanya, model ini menunjukkan
bahwa perbedaan individu yang stabil adalah sama pentingnya dalam menjelaskan
kepuasan kerja dengan karakteristik lingkungan.
Robbins dan Judge (2008: 108) mengemukakan beberapa komponen yang
merupakan faktor penentu kepuasan kerja yang berdasarkan skala standar,yaitu :
1. Pekerjaan itu Sendiri/ Sifat Pekerjaan
Tingkat dimana sebuah pekerjaan menyediakan tugas yang menyenangkan,
kesempatan belajar dan kesempatan untuk mendapatkan tanggung jawab. Hal ini mejadi
sumber mayoritas kepuasan kerja. Menurut Locke, ciri-ciri intrinsik yang menentukan
kepuasan kerja adalah keragaman, kesulitan, jumlah pekerjaan, tanggung jawab, otonomi,
kendali terhadap metode kerja, kemajemukan, dan kreativitas.
2. Gaji
Menurut penelitian Theriault, kepuasan kerja merupakan fungsi dari jumlah
absolute dari gaji yang diterima, derajat sejauh mana gaji memenuhi harapan-harapan
tenaga kerja, dan bagaimana gaji diberikan. Upah dan gaji diakui merupakan faktor yang
signifikan terhadap kepuasan kerja.
3. Kesempatan atau Promosi
Karyawan memiliki kesempatan untuk mengembangkan diri dan memperluas
pengalaman kerja, dengan terbukanya kesempatan untuk kenaikan jabatan.
4. Supervisor
Kemampuan supervisor untuk menyediakan bantuan teknis dan perilaku
dukungan. Menurut Locke, hubungan fungsional dan hubungan keseluruhan yang positif
memberikan tingkat kepuasan kerja yang paling besar dengan atasan.
5. Rekan Kerja
Kebutuhan dasar manusia untuk melakukan hubungan sosial akan terpenuhi
dengan adanya rekan kerja yang mendukung karyawan. Jika terjadi konflik dengan rekan
kerja, maka akan berpengaruh pada tingkat kepuasan karyawan terhadap pekerjaan.
Adapun salah satu cara untuk menentukan apakah pekerja puas dengan
pekerjaannya ialah dengan membandingkan pekerjaan mereka dengan beberapa
pekerjaan ideal tertentu (teori kesenjangan). Dari beberapa pendapat di atas kepuasan
kerja di atas dapat dirumuskan komponen yang merupakan faktor penentu kepuasan kerja
yang akan digunakan peneliti dalam penelitian antara lain:
1. Gaji
Sebagai tenaga kerja menginginkan gaji dan kebijakan yang mereka persepsikan
sebagai adil, tidak meragukan dan segaris dengan penghargaan mereka. Gaji dilihat
sebagai adil apabila didasarkan pada tuntutan pekerjaan, tingkat keterampilan individu,
dan standar penggajian, komunitas. Mengenai upah ini tidak semua tenaga kerja akan
mengejar gaji ini, karena banyak tenaga kerja yang bersedia menerima gaji yang lebih
kecil untuk bekerja dilokasi yang lebih diinginkan.
2. Pekerjaan itu Sendiri (Pekerjaan sebagai Guru)
Tenaga kerja cenderung lebih menyukai pekerjaan-pekerjaan yang memberi
kesempatan untuk menggunakan keterampilan, kemampuan yang menawarkan beragam
tugas, kebebasan dan umpan balik. Kesesuaian pekerjaannya dengan keterampilan yang
dimiliki akan memberikan pengaruh pada pelaksanaan kerja dan berujung pada kepuasan
kerja seseorang.
3. Rekan Kerja
Bagi kebanyakan tenaga kerja khususnya guru, kerja juga butuh interaksi sosial,
oleh karena itu tidaklah mengejutkan bila mempunyai rekan kerja yang ramah dan
mendukung kerja kita maka kepuasan kerja dapat kita capai.
4. Atasan
Kemampuan atasan untuk memberikan dukungan secara teknis dan dukungan
perilaku kerja (dukungan sosial), seperti dalam atasan yang berusaha memberikan
perhatian, melakukan pengawasan dengan baik terhadap tenaga kerjanya.
5. Promosi
Promosi adalah perencanaan karir seseorang pada pekerjaan yang lebih baik
dalam bentuk tanggung jawab yang lebih besar, prestise atau status yang lebih, skill yang
lebih besar, dan khususnya meningkatnya upah atau gaji. Dalam era manajemen modern,
promosi telah dianggap sebagai imbalan yang cukup efektif untuk meningkatkan moral
pekerja dan mempertinggi loyalitas terhadap organisasi. Selain itu, promosi berfungsi
sebagai perangsang bagi mereka yang memiliki ambisi dan prestasi kerja tinggi. Dengan
demikian, usaha-usaha menciptakan kepuasan atau komponen promosi dapat mendorong
mereka untuk berprestasi lebih baik di masa-masa yang akan datang.
6. Kondisi Kerja
Pegawai yang peduli kepada lingkungan kerja baik untuk kenyamanan pribadi
atau untuk memudahkan mengerjakan tugas. Pegawai akan lebih menyukai keadaan fisik
sekitar yang tidak berbahaya atau merepotkan, temperatur, cahaya, keributan dan faktor
pendukung lainnya.Dalam penelitian ini kepuasan kerja yang dimaksud lebih mengacu
pada salah satu model/ aspek kepuasan kerja tentang pemenuhan kebutuhan yang
komponennya ditentukan oleh karakteristik dari suatu pekerjaan yang memungkinkan
seorang individu untuk memenuhi kebutuhannya.Komponen yang digunakan dalam
penelitian ini adalah komponen yang telah dirumuskan di atas, meliputi gaji, pekerjaan
itu sendiri (pekerjaan sebagai guru), rekan kerja, atasan, promosi dan kondisi kerja.
2.4 Mengelola Potensi Kecerdasan dan Emosional SDM
A. Pengertian Potensi Kecerdasan dan Emosional SDM
Konsep inteligensi atau kecerdasan bukanlah konsep yang statis. Mulai dikembangkan
oleh Sir Farncis Galton pada tahun1869 dengan dasar pandangan bahwa kecerdasan pada
dasarnya adalah kecerdasan intelektual atau kemudian dikenal dengan istilah IQ. Konsep
ini kemudian terus berkembang menjadi EQ (emotional quotient) atau kecerdasan
emosional, SQ (social quiotient) atau kecerdasan social, ESQ (emotional social quotient)
atau kecerdasan social dan emosional, AQ (adversity quotient) atau kecerdasan adversity,
dan yang paling mutakhir kecerdasan kenabian (prophetic intelligence).
Sampai saat ini ada beberapa konsep inteligensi atau kecerdasan yang sudah berkembang,
antara lain:
(1). Kecerdasan intelektual (intellectual intelligence / IQ),
(2). Kecerdasan emosional (emotional intelligence / EQ),
(3). Kecerdasan spiritual (spiritual intelligence / SQ),
(4). Kecerdasan emosional spiritual (emotional spiritual intelligence /ESQ),
(5). Kecerdasan adversity (adversity intelligence / AQ), dan
(6). Kecerdasan kenabian (prophetic intelligence).
Dalam Makalah ini yang akan dipaparkan mengenai pengertian EQ, SQ dan IQ,
hubungan antara ketiganya, dan pengaruhanya terhadap kesuksesan seseorang dalam hal
ini pegwai, serta model mencapai keefektivitasan yang dapat dilakukan yang didasarkan
pada EQ, SQ dan IQ.
Selanjutnaya akan penulis bahas adalah Kecerdasan Emosional dan Kecerdasan Spiritual
serta Kecerdasan Inteligensi.
1. Kecerdasan Emosional
Kecerdasan emosional atau hati (Emotional Quotient, EQ) : Kemampuan untuk mengenal
diri sendiri, kesadaran diri, kepekaan sosial, empati dan kemampauan untuk
berkomunikasi secara baik dengan orang lain. Termasuk kepekaan mengenai waktu yang
tepat, kepatutan secara sosial, keberanian mengakui kelemahan, serta menyatakan dan
menghormati perbedaan.
Emotional Quotient (EQ) merupakan kemampuan merasakan, memahami, dan secara
efektif menerapkan daya serta kepekaan emosi sebagai sumber energi, informasi, koneksi
dan pengaruh yang manusiawi (Cooper dan Sawaf, dalam Armansyah, 2002). Peter
Salovey dan Jack Mayer (dalam Armansyah, 2002) mendefenisikan kecerdasan
emosional sebagai kemampuan untuk mengenali perasaan, meraih dan membangkitkan
perasaan untuk membantu pikiran, memahami perasaan dan maknanya, dan
mengendalikan perasaan secara mendalam sehingga membantu perkembangan emosi dan
intelektual.Goleman (Armansyah, 2002) mempopulerkan pendapat para pakar teori
kecerdasan bahwa ada aspek lain dalam diri manusia yang berinteraksi secara aktif
dengan aspek kecerdasan IQ dalam menentukan efektivitas penggunaan kecerdasan yang
konvensional tersebut. Ia menyebutnya dengan istilah kecerdasan emosional dan
mengkaitkannya dengan kemampuan untuk mengelola perasaan, yakni kemampuan untuk
mempersepsi situasi, bertindak sesuai dengan persepsi tersebut, kemampuan untuk
berempati, dan lain-lain. Jika kita tidak mampu mengelola aspek rasa kita dengan baik,
maka kita tidak akan mampu untuk menggunakan aspek kecerdasan konvensional kita
(IQ) secara efektif. Penelitian tentang EQ dengan menggunakan instrumen BarOn EQ-
i membagi EQ ke dalam lima skala: Skala intrapersonal: penghargaan diri, emosional
kesadaran diri, ketegasan, kebebasan, aktualisasi diri; Skala interpersonal: empati,
pertanggungjawaban sosial, hubungan interpersonal; Skala kemampuan penyesuaian diri:
tes kenyataan, flexibilitas, pemecahan masalah; Skala manajemen stress: daya tahan
stress, kontrol impuls (gerak hati); Skala suasana hati umum: optimisme, kebahagiaan
(Stein dan Book, dalam Armansyah, 2002). Spiritual Quotient (SQ) adalah aspek konteks
nilai sebagai suatu bagian dari proses berpikir/berkecerdasan dalam hidup yang bermakna
Zohar dan Marshal, dalam Armansyah, 2002). Indikasi-indikasi kecerdasan spiritual ini
dalam pandangan Danah Zohar dan Ian Marshal meliputi kemampuan untuk menghayati
nilai dan makna-makna, memiliki kesadaran diri, fleksibel dan adaptif, cenderung untuk
memandang sesuatu secara holistik, serta berkecenderungan untuk mencari jawaban-
jawaban fundamental atas situasi-situasi hidupnya, dan lain-lain.Bagi Danah Zohar dan
Ian Marshal spiritualitas tidak harus dikaitkan dengan kedekatan seseorang dengan aspek
ketuhanan, sebab menurutnya seorang humanis ataupun atheis pun dapat memiliki
spiritualitas tinggi. Hal ini berbeda dengan pandangan Ary Ginanjar Agustian (2001)
bahwa penemuan tentang SQ ini justru telah membuktikan kebenaran agama Islam
tentang konsep fitrah sebagai pusat spiritualitas. Dalam kajian Zohar dan Marshal, pusat
spiritualitas secara neuro-biologis disebut God Spot yang terletak pada bagian kanan
depan otak. God Spot ini akan bersinar saat terjadi aktivitas spiritual. Dalam konsep
Islam, God Spot itu diasosiakan dengan nurani, mata hati atau fitrah. Fitrah adalah pusat
pengendali kebenaran yang secara built-in ada pada diri manusia yang dihunjamkan oleh
Allah SWT pada jiwa manusia pada saat perjanjian primordial (QS. al-A’raf : 179).
Pada tahun 1995an, berdasar berbagai hasil penelitian para pakar Psikologi dan
Neurologi, Daniel Goleman mempopulerkan konsep Kecerdasan Emosional atau populer
dengan singkatan EQ. Konsep ini menyatakan bahwa kecerdasan emosional sama
pentingnya dengan kecerdasan rasional atau intelektual; bahkan dalam kehidupan sosial
EQ bisa lebih berperan dibanding IQ
2. Kecerdasan Spiritual
Spiritual adalah keyakinan yang berhubungan dengan Yang Maha Kuasa dan Maha
Pencipta, contohnya seseorang yang percaya kepada Allah sebagai pencipta atau
Penguasa (Achir Yani S.Hamid 1999).
Spiritual adalah keyakinan atau hubungan dengan suatu kekuatan yang paling tinggi,
kekuatan kreatif, makhluk yang berketuhanan, atau sumber keterbatasan enegi (Ozier,
Erb, Blais & Wilkinson, 1995).
Kebutuhan spiritual adalah kebutuhan dengan suatu kekuatan untuk mempertahankan
atau mengembalikan keyakinan dan memenuhi kewajiban agama, serta kebutuhan untuk
mendapatkan pengampunan, mencintai, menjalin hubungan penuh rasa percaya dengan
Tuhan (Carson, 1089).
Dimensi spiritual berupaya untuk mempertahankan keharmonisan atau keselarasan
dengna dunia luar, berjuang untuk menjawab atau mendapatkan kekuatan ketika sedang
menghadapi stress emosional, penyakit fisik, atau kematian. Kekuatan yang timbul diluar
kekuatan manusia. (Kozie, Eerb.Blais & Wilkinson, 1995; Murray & Zentner, 1993).
Spiritual Quotient (SQ) adalah kecerdasan yang berkaitan dengan kemampuan seseorang
untuk menarik makna dari setiap kejadian yang dialaminya.
Disaat EQ masih hangat dalam pembicaraan para ahli atau praktisi, pada awal tahun
2000-an, Danah Zohar dan Ian Marshal mengungkapkan ada kecerdasan lain yang lebih
paripurna yaitu Spiritual Quotient (SQ). Mereka merangkum berbagai penelitian
sekaligus menyajikan model SQ sebagai kecerdasan paripurna (Ultimate Intellegence).
Akan tetapi, SQ yang dikenalkan oleh Danah Zohar dan Ian Marshal belum menyentuh
aspek ketuhanan dalam kaitannya dengan nilai-nilai agama. Aktivitas spiritual tersebut
dapat juga dilakukan oleh seorang Atheis dalam bentuk kontemplasi atau perenungan
tentang makna hidup atau sering juga disebut meditasi. Pada tahun 2001, Ary Ginanjar
Agustian memberikan sentuhan spiritualitas Islam pada IQ, EQ, dan SQ dalam bukunya,
“Rahasia sukses membangun kecerdasan emosi dan spiritual berdasarkan 6 rukun Iman
dan 5 rukun Islam”. Ary Ginanjar Agustian menyatakan bahwa IQ baru sebagai syarat
perlu tetapi tidak cukup untuk meraih kesuksesan. Sementara EQ yang dipahami hanya
sebatas hubungan antar manusia. Sementara SQ sering dipahami sebagai sikap
menghindar dari kehidupan dunia.
Hal ini mengakibatkan lahirnya manusia yang berorientasi pada dunia dan di sisi lain ada
manusia yang lari dari permasalahan dunia untuk menemukan kehidupan yang damai.
Dalam Islam kehidupan dunia dan akhirat harus terintegrasi dalam pikiran, sikap dan
perilaku seorang muslim.
3. Kecerdasan Intelektual
Kecerdasan pikiran atau mental (Intelligence Quotient (IQ) : Kemampuan manusia untuk
menganalisis, berpikir, dan menentukan hubungan sebab-akibat, berpikir secara abstrak,
menggunakan bahasa, memvisualisasikan sesuatu dan memahami sesuatu.
Kecerdasan intelektual atau sering disebut dengan istilah IQ (intelligence quotient)
sempat dimitoskan sebagai satu-satunya kriteria kecerdasan manusia. Adalah Sir Francis
Galton ilmuwan yang memelopori studi IQ dengan mengembangkan tes sensori (1883).
Galton berpendapat bahwa makin bagus sensori seseorang makin cerdas dia. Dalam
bukunya Heredity Genius (1869) yang kemudian disempurnakan oleh Alfred Binet dan
Simon. Dengan kecerdasan intelektual atau rasional kita mampu memahami,
menganalisa, membandingkan, dan mengambil hikmah dari setiap masalah, peristiwa,
dan kejadian yang terjadi pada masa lalu, saat ini, dan masa yang akan datang. Dalam
kehidupan sehari-hari, pada umumnya kita menggunakan cara berpikir seperti ini.
Bahkan konon, perkembangan ilmu dan teknologi yang sangat pesat sebagian besar
terjadi karena berfungsinya secara optimal cara berpikir rasional. IQ pada umumnya
mengukur kemampuan yang berkaitan dengan pengetahuan praktis, daya ingat (memory),
daya nalar (reasoning), perbendaharaan kata, dan pemecahan masalah. Mitos ini
dipatahkan oleh Daniel Goleman yang memperkenalkan kecerdasan emosional atau
disingkat EQ (emotional quotient) dalam bukunya Working with Emotional Intelligence
(1990) dengan menunjukkan bukti empirik dari hasil penelitiannya yang menunjukkan
bahwa orang-orang yang IQnya tinggi tidak terjamin hidupnya akan sukses. Sebaliknya
orang yang memiliki EQ tinggi, banyak yang menempati posisi kunci di dunia eksekutif.
Asumsi ini diperkuat oleh Danah Zohar, sarjana fisika dan filsafat di MIT
(Massachussetts Institute of Technology) yang memelopori munculnya kecerdasan
spiritual atau disingkat SQ (spiritual quotient) dalam bukunya Spiritual Intelligence – The
Ultimate Intelligence (2000).
B. Metodolgi Penelitian
“Metodologi penelitian” berasal dari kata “Metode” yang artinya cara yang
tepatuntuk melakukan sesuatu; dan “Logos” yang artinya ilmu atau pengetahuan. Jadi,
metodologi artinya cara melakukan sesuatu dengan menggunakan pikiran secara saksama
untuk mencapai suatu tujuan. Sedangkan “Penelitian” adalah suatu kegiatan untuk mencari,
mencatat, merumuskan dan menganalisis sampai menyusun laporannya. Tentang istilah
“Penelitian” banyak para sarjana yang mengenukakan pendapatnya, seperti :
a. David H. Penny
Penelitian adalah pemikiran yang sistematis mengenai berbagai jenis masalah yang
pemecahannya memerlukan pengumpulan dan penafsiran fakta-fakta.
b. J. Suprapto MA
Penelitian ialah penyelididkan dari suatu bidang ilmu pengetahuan yang dijalankan untuk
memperoleh fakta-fakta atau prinsip-prinsip dengan sabar, hati-hati serta sistematis.
c. Sutrisno Hadi MA
Sesuai dengan tujuannya, penelitian dapat didefinisikan sebagai usaha untuk menemukan,
mengembangkan dan menguji kebenaran suatu pengetahuan.
d. Mohammad Ali
Penelitian adalah suatu cara untuk memahami sesuatu dengan melalui penyelidikan atau
melalui usaha mencari bukti-bukti yang muncul sehubungan dengan masalah itu, yang
dilakukan secara hati-hati sekali sehingga diperoleh pemecahannya.
Dari batasan-batasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan
metodologi penelitian adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang
membicarakan/mempersoalkan mengenai cara-cara melaksanakan penelitian sampai
menyusun laporannya) berdasarkan fakta-fakta atau gejala-gejala secara ilmiah.
Lebih luas lagi dapat dikatakan bahwa metodologi penelitian adalah ilmu yang
mempelajari cara-cara melakukan pengamatan dengan pemikiran yang tepat secara terpadu
melalui tahapan-tahapan yang disusun secara ilmiah untuk mencari, menyusun serta
menganalisis dan menyimpulkan data-data, sehingga dapat dipergunakan untuk menemukan,
mengembangkan dan menguji kebenaran sesuatu pengetahuan berdasarkan bimbingan
Tuhan.
Metodologi penelitian terdiri dari kata metodologi yang berarti ilmu tentang jalan yang
ditempuh untuk memperoleh pemahaman tentang sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya.
Sejalan dengan makna penelitian tersebut di atas, penelitian juga dapat diartikan sebagai
usaha/kegiatan yang mempersyaratkan keseksamaan atau kecermatan dalam memahami
kenyataan sejauh mungkin sebagaimana sasaran itu adanya. Jadi, metodologi penelitian
adalah ilmu mengenai jalan yang dilewati untuk mencapai pemahaman. Jalan tersebut harus
ditetapkan secara bertanggung jawab ilmiah dan data yang dicari untuk membangun/
memperoleh pemahaman harus melalui syarat ketelitian, artinya harus dipercaya
kebenarannya.
Perkembangan Metodologi Penelitian
Ilmu pengetahuan memiliki sifat utama yaitu tersusun secara sistematik dan runtut
dengan menggunakan metode ilmiah. Karenanya sementara orang menganggap perlunya
memiliki sikap ilmiah untuk menyusun ilmu pengetahuan tersebut atau dengan kata lain ilmu
pengetahuan memiliki tiga sifat utama tersebut, yaitu :
1) Sikap ilmiah
2) Metode ilmiah
3) Tersusun secara sistematik dan runtut
Sikap ilmiah menuntun orang untuk berpikir dengan sikap tertentu. Dari sikap tersebut
orang dituntun dengan cara tertentu untuk menghasilkan ilmu pengetahuan. Selanjutnya cara
tertentu itu disebut metode ilmiah. Jadi dengan sikap ilmiah dan metode ilmiah diharapkan
dapat disusun ilmu pengetahuan dengan sistematik dan runtut. Periode perkembangan
metodologi penelitian yang dikemukakan oleh Rummel yang dikutip oleh Prof. Sutrisno Hadi
MA digolongkan sebagai berikut :
a. Periode Trial and Error
Dalam periode ini diisyaratkan bahwa ilmu pengetahuan masih dalam keadaan
embrional. Dalam periode ini orang menyusun ilmu pengetahuan dengan cara mencoba- coba
berulang kali sampai dijumpia suatu pemecahan masalah yang dianggap memuaskan.
b. Periode Authority and Tradition
Pada periode ini kebenaran ilmu pengetahuan didasarkan atas pendapat para pemimpin
atau penguasa waktu itu. Pendapat-pendapat itu dijadikan ajaran yang harus diikuti begitu
saja oleh rakyat banyak dan mereka harus menerima bahwa ajaran tersebut benar. Di
samping pendapat para penguasa atau pemimpin, tradisi dalam kehidupan manusia memang
memegang peranan yang sangat penting di masa lampau dan menentang tradisi merupakan
hal yang tabu. Karenanya tradisi dipercaya sebagai hal yang benar, sehingga tradisi
menguasai cara berpikir dan cara kerja manusia berabad-abad lamanya. Sebagai
contoh,sampai pertengahan abad 20, petani Jawa masih memegang tradsisi bahwa mereka
akan segera turun ke aswaah apabila telah melihat bintang biduk (gubuk penceng) sebagai
pertanda mulai turun hujan.
c. Periode Speculation and Argumentation
Pada periode ini ajaran atau doktrin para pemimpin atau penguasa serta tradisi yang
bercakal dalam kehidupan masyrakat mulai menggunakan dialektika untuk mengadakan
diskusi dalam memecahkan masalah untuk memperoleh kebenaran. Dengan kata lain,
masyarakat mulai membentuk kelompok-kelompok spekulasi untuk memperoleh kebenaran
dan menggunakan argumen-argumen. Masing-masing kelompok membuat spekulasi dan
argumen yang berbeda dalam memperoleh kebenran. Oleh sebab itu, pada saat ini orang
terlalu mendewakan akal dan kepandaian silat lidahnya, yang kadang- kadang dibuat-buta
supaya tampak masuk akal.
d. Periode Hypothesis and Experimentation
Pada periode ini orang mulai mencari rangkaian tata cara untuk mnerangkan suatu
kejadian. Mula-mula membuat dugaan-dugaan (hipotesis-hipotesis), kemudian
mengumpulkan fakta-fakta kemudian dianalisis dan diolah, hingga akhirnya ditarik
kesimpulan. Fakta-fakta tersebut diperoleh dengan eksperimen atau observasi-observasi serta
dokumen-dokumen. (Narbuko, Drs. Cholid dan Drs. H. Abu Achmadi. 2012. Metodologi
Penelitian. Jakarta : Bumi Aksara).
2.5 Membangun Kapabilitas dari Kompensasi SDM
A. Sumber Daya Manusia Kapabilitas
Semua organisasi baik organisasi lembaga publik maupun organisasi perusahaan,
memiliki ciri-ciri organisasi yang sama yaitu suatu bentuk kerja sama manusia untuk
mencapai tujuan tertentu atas unsur-unsur individu, kelompok dan struktur organisasi.
Sedangkan yang menjadi perbedaan hanya pada tujuan organisasi yang ingin dicapai. Dari
unsur manusianya baik pimpinan, staf, pegawai maupun aparatusnya semuanya diperlukan
persyaratan adanya kemampuan kerja (abilities, capabilities, skills) untuk kinerja
(performance) bidang-bidang tugas yang dipercayakan.
Kapabilitas dapat diartikan sebagai kemampuan yang dimiliki oleh seseorang.
Kemampuan merupakan kapasitas seorang individu untuk melakukan beragam tugas dalam
suatu pekerjaan.Pemaknaan kapabilitas tidak sebatas memiliki keterampilan (skill) saja
namun lebih dari itu, yaitu lebih paham secara mendetail sehingga benar-benar menguasai
kemampuannya dari titik kelemahan hingga cara mengatasinya.
Menurut Hagell III dan Brown, kapabilitas merupakan kemampuan untuk
memobilisasi sumber daya untuk menghasilkan nilai yang melebihi ongkos. Sumber daya
yang dimaksud mencakup sumber daya yang memiliki wujud fisik (tangible resources)
dan yang memiliki sifat nirwujud (intangible resources). Sumber daya yang memiliki
sifat wujud yang kongkrit antara lain adalah sumber daya financial, sumber daya
manusia, dan sumber daya fisik. Sedangkan yang biasanya dianggap merupakan sumber
daya yang nirwujud antara lain adalah talenta, hak milik intelektual, jejaring kerja sama,
dan merk (Brands), ada juga seperti potensi atau kekuatan karakternya, kompetensi yang
dimilikinya, dan kapabilitasnya untuk mengambil keputusan dan tindakan yang
diperlukan untuk menciptakan nilai.
Pekerja adalah orang yang memiliki kapabilitas atau kekuasaan untuk mengatur
dan menggunakan sumber daya fisik dan nirwujud sebagai instrumennya untuk
menciptakan nilai. Misalnya, pelaku bisnis dapat menggunakan merk dengan instrumen
pencipta nilai karena dengan merk itu dapat mengungkit harga produknya. Hal ini dapat
terjadi sebab nilai yang dimiliki suatu merk (brand) pada dasarnya mencerminkan
kapabilitas pelaku bisnis untuk memenuhi harapan pelanggan, merk adalah simbol dari
kapabilitas tersebut. Pekerja dapat memilih untuk bekerja keras dan cerdas untuk
menghasilkan kinerja yang melebihi ekspektasi, meskipun tidak ada perintah untuk itu.
Pekerja sebagai anggota perusahaan berpartisipasi dalam proses penciptaan nilai.
Sifat partisipasi pekerja berbeda-beda, ada yang terpaksa, karena tidak ada pilihan lain,
ada yang merasa berkewajiban untuk bekerja sesuai ketentuan yang berlaku, dan ada
yang dengan rela ingin memberikan kontribusi dan kerjanya yang terbaik pada proses
penciptaan nilai. Tentu saja, hasil terbaik hanya bisa diharapkan dari orang yang bekerja
dengan rela dan semangat tinggi. Oleh karena itu, untuk mengusahakan agar sebanyak
mungkin anggota perusahaan mau bekerja dengan rela dan semangat tinggi didalam
proses penciptaan nilai yang berkelanjutan, manajemen berkewajiban mengusahakan agar
di lingkungan perusahaan terdapat iklim yang kondusif bagi kerja seperti itu.
Hal tersebut penting untuk diperhatikan karena sudah terdapat banyak bukti
empiris yang menunjukkan bahwa pekerja yang diperlakukan seperti sumber daya dan
diperintah untuk bekerja dengan cara manajemen command and control, pada umumnya
kurang mampu menghasilkan kinerja yang istimewa. Pekerja biasanya perlu diberi
sentuhan insan bersamaan dengan perintah dan pengendalian yang mempertimbangkan
aspek moral dan etika apabila mereka diharapakan untuk bekerja serta melibatkan diri
secara konsisten, positif, dan emosional di dalam kegiatan kerja.
Tujuan lembaga ataupun perusahaan mengembangkan kapabilitas karyawan
secara berkelanjutan, supaya karyawan dapat berprestasi secara optimal dan memberikan
kontribusi yang maksimal bagi perusahaan. Dengan meningkatkan kapabilitas, baik
lembaga ataupun perusahaan berusaha agar karyawan mempunyai KSA (Knowledge,
Skill, and Attitude) yang dapat menjamin individu agar dapat mencapai kerja yang baik.
Jika individu mempunyai kompetensi dan kinerja yang baik, dia juga akan kompetitif
dalam pasar tenaga kerja. Jika suatu saat perusahaan terpaksa melakukan perubahan dan
harus melepaskan Sumber Daya Manusianya, SDM tersebut akan menjadi kompetitif
dalam pasar tenaga kerja.
2. Hakikat Public Relations Officer di Sebuah Organisasi
Public Relations Officer lebih dikenal dengan istilah hubungan masyarakat
(humas). Dikatakan demikian, karena humas merupakan bagian vital dari suatu institusi
baik yang bersifat swasta maupun negeri. Dianggap vital karena sebagai ujung tombak
suatu institusi dalam menjaga citra positif dan hubungan baik dengan para stakeholders,
maka tidak heran jika praktisi humas selalu berada paling depan dan selalu paling
pertama untuk menangani setiap kasus yang menimpa institusi tersebut. Definisi Public
Relations, yang diambil dari The British Institute of Public Relations, adalah:
Public Relations activity is management of communications between an
organization and its publics”. (Aktivitas Public Relations adalah mengelola komunikasi
antara organisasi dan publiknya). “Public Relations practice is deliberate, planned and
sustain effort to establish and maintain mutual understanding between an organization
and its public”. (Praktik Public Relations adalah memikirkan, merencanakan, dan
mencurahkan daya untuk membangun dan menjaga saling pengertian antara organisasi
dan publiknya).
Rex Harlow menyatakan bahwa definisi dari Public Relations adalah;
“Public Relations adalah fungsi manajemen yang khas dan mendukung
pembinaan, pemeliharaan jalur bersama antara organisasi dengan publiknya, menyangkut
aktivitas komunikasi, pengertian, penerimaan dan kerja sama, melibatkan manajemen
dalam menghadapi persoalan/permasalahan, membantu manajemen untuk mampu
menanggapi opini publik, mendukung manajemen dalam mengikuti dan memanfaatkan
perubahan secara efektif, bertindak sebagai sistem peringatan dini dalam mengantisipasi
kecenderungan penggunaan penelitian serta teknik komunikasi yang sehat dan etis
sebagai sarana utama”.
Dari definisi diatas terdapat banyak kesamaan dalam unsur-unsur utamanya yang
menyangkut suatu proses yang mencakup hubungan timbal balik antara organisasi dan
publiknya. Analisis dan evaluasi melalui penelitian lapangan terhadap sikap, opini dan
kecenderungan sosial, serta mengkomunikasikannya kepada pihak manajemen/pimpinan.
Konseling manajemen untuk dapat memastikan kebijaksanaan dan tata cara kegiatan
dapat dipertanggungjawabkan secara sosial dalam konteks demi kepentingan bersama
bagi kedua belah pihak. Pelaksanaan program aktivitas yang didalamnya terdapat
perencanaan, pengkomunikasian, dan pengevaluasian. Perencanaan dengan i’tikad yang
baik, saling pengertian, dan penerimaan dari pihak publiknya (internal dan eksternal)
sebagai hasil akhir dari aktivitas Public Relations.
Public Relation merupakan usaha yang direncanakan secara terusmenerus dengan
sengaja, guna membangun dan mempertahankan pengertian timbal balik antara organisasi
dan masyarakatnya. Berdasarkan pengertian diatas maka Public Relations adalah
komunikasi terencana baik kedalam maupun keluar organisasi dengan semua
khalayaknya dalam rangka mencapai tujuan-tujuan spesifik yang berlandaskan pada
saling pengertian. Public Relations yang professional adalah seorang yang bisa
berkomunikasi dengan jujur sekaligus menjadikan image perusahaan tetap baik, apapun
situasi yang dihadapinya.
3. Public Relations dan Organisasi/Perusahaan
Public Relations sangat erat kaitannya dengan perkembangan sosial, ekonomi,
maupun politik yang muncul di organisasi/perusahaan berada. PR muncul dalam
organisasi karena adanya kebutuhan untuk memperbaiki hubungan baik dengan publik
sehingga terdapat saling pengertian, public bisa mengerti bagaimana organisasi tersebut,
publik bisa mengenal dan mengerti lebih jelas, muncul saling mempercayai antara kedua
belah pihak, membawa kemajuan dan kebutuhan publik. Adanya keinginan untuk
bersikap terbuka terhadap publik dengan menggunakan komunikasi dua arah, juga
dengan menciptakan opini publik untuk perkembangan kelangsungan organisasi. Adanya
kebutuhan untuk memasyarakat yang merupakan proses mencapai kemenangan dalam
mempengaruhi hal-hal penting bagi kepentingan umum sehingga membuat publik
semakin mengenal organisasi/perusahaan. Adanya komunikasi dua arah dalam
menghadapi permasalahan sosial yang kompleks dan semakin berkembang.
Public Relations dapat berkembang dalam organisasi karena perkembangan media
masa pesat, sedangkan komunikasi berbentuk apapun tetap sentral dalam organisasi.
Adanya sikap dan perilaku yang jujur menuju adanya saling pengertian, saling
menghormati, dan saling mempercayai. Adanya citra organisasi yang jelas, baik, dan
benar yang perlu dikomunikasikan dengan tepat akan saling menguntungkan kedua belah
pihak. Diperlukan pengetahuan jurnalistik, promosi, dan reklame yang professional.
4. Fungsi Public Relations di Sebuah Lembaga atau Perusahaan
Fungsi utama yang dilakukan oleh Public Relations dalam organisasinya meliputi
berbagai bidang dan segi. Fungsi Public Relations yang paling utama adalah
menumbuhkan dan mengembangkan hubungan baik antara lembaga/organisasi dengan
publiknya, baik public intern maupun public extern dalam rangka mananamkan
pengertian. Menilai dan menentukan pendapat umum yang berkaitan dengan
organisasinya. Memberikan saran kepada pemimpin tentang cara-cara mengendalikan
pendapat umum sebagaimana mestinya, menumbuhkan motivasi dan partisipasi publik
dalam rangka menciptakan iklim pendapat publik yang menguntungkan
organisasi/lembaga. Menggunakan komunikasi untuk mempengaruhi pendapat umum.
Menurut pakar Humas Internasional, Cutlip & Centre, and Canfield (1982) fungsi
humas dapat dirumuskan sebagai berikut: menunjang aktivitas utama manajemen dalam
mencapai tujuan bersama (fungsi melekat pada manajemen lembaga/organisasi).
Membina hubungan yang harmonis antara badan/organisasi dengan publiknya yang
merupakan khalayak sasaran. Mengidentifikasi segala sesuatu yang berkaitan dengan
opini, persepsi, dan tanggapan masyarakat terhadap badan/organisasi yang diwakilinya,
atau sebaliknya. Melayani keinginan publiknya dan memberikan sumbang saran kepada
pimpinan manajemen demi tujuan dan manfaat bersama. Menciptakan komunikasi dua
arah timbal balik, dan mengatur arus informasi, publikasi serta pesan dari
badan/organisasi ke publiknya atau sebaliknya, demi tercapainya citra positif bagi kedua
belah pihak.
5. Kedudukan Public Relations dalam Suatu Organisasi
Public Relations dapat ditempatkan pada posisi yang berbeda-beda menurut
pandangan Hugo A. de Roode. Posisi yang berbeda tersebut ditentukan oleh tipe
manajemen, apa yang diharapkan PR, mengapa dibutuhkan PR, tugas yang dipercayakan,
hubungan dengan organisasi, tersedianya tenaga PR, arti kehadiran PR dan bagaimana
kepekaannya dengan lingkungan.
Namun pengalaman para ahli, PR harus diposisikan secara langsung berdekatan
dengan manajemen. Jadi, menjadi staf manajemen puncak. Hal ini sesuai dengan fungsi
manajemen di organisasi. PR harus terletak pada garis manajemen tersebut. Adapun
Public Relations Officer seharusnya masuk di dalam direksi karena salah satu tugasnya
adalah mengorganisir seluruh kegiatan komunikasi, baik secara internal maupun
eksternal. Hal itu bisa dilaksanakan dengan baik apabila PR mengetahui sesuatu dengan
transparan atau objektif, masalah yang dihadapi, hal-hal yang harus cepat diatasi, arah
perkembangan atau pembaruan. Berikut adalah gambaran PR ditempatkan dalam
organisasi.
6. Peranan Public Relations Officer dalam Suatu Organisasi
Saat ini secara struktural Public Relations merupakan bagian integral dari suatu
lembaga atau organisasi. Public Relations bukanlah merupakan fungsi terpisah dari
fungsi kelembagaan atau organisasi tersebut. Peran Public Relations berkaitan dengan
tujuan utama dan fungsi-fungsi manajemen organisasi dapat dibagi empat kategori:11
1) Penasehat Ahli (Expert Prescriber)
Seorang praktisi pakar Public Relations yang berpengalaman dan memiliki
kemampuan tinggi dapat membantu mencarikan solusi dalam penyelesaian masalah
hubungan dengan publiknya (public relationship).
2) Fasilitator Komunikasi (Communication Fasilitator)
Dalam hal ini, praktisi PR bertindak sebagai komunikator atau mediator untuk
membantu pihak manajemen dalam hal untuk mendengar apa yang diinginkan dan
diharapkan oleh publiknya. Di pihak lain, dia juga dituntut mampu menjelaskan kembali
keinginan, kebijakan dan harapan organisasi kepada pihak publiknya. Sehingga dengan
komunikasi timbal balik tersebut dapat tercipta saling pengertian, mempercayai,
menghargai, mendukung, dan toleransi yang baik dari kedua belah pihak.
3) Fasilitator Proses Pemecahan Masalah (Problem Solving Process
Fasilitator) Peranan praktisi PR dalam proses pemecahan persoalan Public
Relations ini merupakan bagian dari tim manajemen. Hal ini dimaksudkan untuk
membantu pimpinan organisasi baik sebagai penasihat (adviser) hingga mengambil
tindakan eksekusi (keputusan) dalam mengatasi persoalan atau krisis yang tengah
dihadapi secara rasional dan professional. Biasanya dalam menghadapi suatu krisis yang
terjadi, maka di bentuk suatu tim posko yang dikoordinir praktisi ahli PR dengan
melibatkan berbagai departemen dan keahlian dalam satuan tim khusus untuk membantu
organisasi, perusahaan dan produk yang tengah menghadapi atau mengatasi persoalan
krisis tertentu.
4) Teknisi Komunikasi (Communication Technician)
Peranan Communications Technician ini menjadikan praktisi PR sebagai
journalist in resident yang hanya menyediakan layanan teknis komunikasi atau dikenal
dengan method of communications in organization. Sistem komunikasi dalam organisasi
tergantung dari masing-masing bagian atau tingkatan (level), yaitu secara teknis
komunikasi, baik arus maupun media komunikasi yang dipergunakan dari tingkat
pimpinan dengan bawahan akan berbeda dari bawahan ke tingkat atasan. Hal yang sama
juga berlaku pada arus dan media komunikasi antara satu level, misalnya komunikasi
antar karyawan satu departemen dengan lainnya.
Dari keempat peranan Public Relations tersebut, dapat terlihat mana yang
berperan dan berfungsi pada tingkat manajerial, keterampilan hubungan antar individu
dan keterampilan dalam manajemen humas.
7. Ruang Lingkup Aktivitas Public Relations dalam Sebuah Organisasi
Keberadaan Public Relations saat ini sangat dibutuhkan bagi setiap organisasi
ataupun lembaganya. Adapun ruang lingkup organisasi/lembaga antara lain meliputi
aktivitas:
1) Membina hubungan ke dalam (Publik Internal)
Yang dimaksud dengan publik internal adalah publik yang menjadi bagian dari
unit/badan/perusahaan atau organisasi itu sendiri. Seorang Public Relations harus mampu
mengidentifikasi atau mengenali hal-hal yang menimbulkan gambaran negatif di dalam
masyarakat, sebelum kebijakan itu dijalankan oleh organisasi.
2) Membina hubungan keluar (Publik Eksternal)
Yang dimaksud public ekternal adalah publik umum (masyarakat),
Mengusahakan tumbuhnya sikap dan gambaran public yang positif terhadap lembaga
yang diwakilinya. Selain ruang lingkup Public Relations, ada juga beberapa kegiatan
MAKALAH 2 EVALUASI DAN KOMPENSASI
MAKALAH 2 EVALUASI DAN KOMPENSASI
MAKALAH 2 EVALUASI DAN KOMPENSASI
MAKALAH 2 EVALUASI DAN KOMPENSASI
MAKALAH 2 EVALUASI DAN KOMPENSASI
MAKALAH 2 EVALUASI DAN KOMPENSASI
MAKALAH 2 EVALUASI DAN KOMPENSASI
MAKALAH 2 EVALUASI DAN KOMPENSASI
MAKALAH 2 EVALUASI DAN KOMPENSASI
MAKALAH 2 EVALUASI DAN KOMPENSASI
MAKALAH 2 EVALUASI DAN KOMPENSASI
MAKALAH 2 EVALUASI DAN KOMPENSASI
MAKALAH 2 EVALUASI DAN KOMPENSASI
MAKALAH 2 EVALUASI DAN KOMPENSASI
MAKALAH 2 EVALUASI DAN KOMPENSASI
MAKALAH 2 EVALUASI DAN KOMPENSASI
MAKALAH 2 EVALUASI DAN KOMPENSASI
MAKALAH 2 EVALUASI DAN KOMPENSASI
MAKALAH 2 EVALUASI DAN KOMPENSASI
MAKALAH 2 EVALUASI DAN KOMPENSASI

More Related Content

What's hot

Makalah evaluasi kinerja
Makalah evaluasi kinerja Makalah evaluasi kinerja
Makalah evaluasi kinerja
asri andayani
 
Makalah evaluasi kerja dan kompensasi 1
Makalah evaluasi kerja dan kompensasi 1Makalah evaluasi kerja dan kompensasi 1
Makalah evaluasi kerja dan kompensasi 1
alistananda
 
Penilaian prestasi 2 bentang
Penilaian prestasi 2 bentangPenilaian prestasi 2 bentang
Penilaian prestasi 2 bentangKhairul Azli
 
Makalah 1
Makalah 1Makalah 1
Makalah 1
tantialiyah
 
Makalah evaluasi kerja dan kompensasi
Makalah evaluasi kerja dan kompensasiMakalah evaluasi kerja dan kompensasi
Makalah evaluasi kerja dan kompensasi
dharmawan01
 
Dhea prameswari 11150585
Dhea prameswari 11150585Dhea prameswari 11150585
Dhea prameswari 11150585
dheaprameswari
 
UTS Evaluasi Kinerja dan Kompensasi | Wulan Sari Nur Awalia 11150377
UTS Evaluasi Kinerja dan Kompensasi | Wulan Sari Nur Awalia 11150377UTS Evaluasi Kinerja dan Kompensasi | Wulan Sari Nur Awalia 11150377
UTS Evaluasi Kinerja dan Kompensasi | Wulan Sari Nur Awalia 11150377
Wulan Sari Nur Awalia
 
Makalah evaluasi kinerja marwati 1
Makalah evaluasi kinerja marwati 1Makalah evaluasi kinerja marwati 1
Makalah evaluasi kinerja marwati 1
marwati1
 
ita puspitasari
ita puspitasariita puspitasari
ita puspitasari
ita_puspitasari
 
Makalah 1 evaluasi kinerja ayyu tugas 1
Makalah 1 evaluasi kinerja ayyu tugas 1Makalah 1 evaluasi kinerja ayyu tugas 1
Makalah 1 evaluasi kinerja ayyu tugas 1
Fuziati
 
Makalah 2 (UAS) Dinda Ayoe Ningtyas- 11150404- 7C MSDM
Makalah 2 (UAS) Dinda Ayoe Ningtyas- 11150404- 7C MSDMMakalah 2 (UAS) Dinda Ayoe Ningtyas- 11150404- 7C MSDM
Makalah 2 (UAS) Dinda Ayoe Ningtyas- 11150404- 7C MSDM
DindaAyoeNingtyas
 
Makalah evaluasi kinerja
Makalah evaluasi kinerjaMakalah evaluasi kinerja
Makalah evaluasi kinerja
usep setiawan
 
Makalah 2 nanah
Makalah 2 nanahMakalah 2 nanah
Makalah 2 nanah
sitirukmanah
 
Resume evaluasiu kinerja dan kompensasi tugas 1
Resume evaluasiu kinerja dan kompensasi tugas 1Resume evaluasiu kinerja dan kompensasi tugas 1
Resume evaluasiu kinerja dan kompensasi tugas 1
evirizkiyah
 
Tugas.makalah2.euis jahrotul afifah.11150255.7 n.msdm.evaluasikinerja&kom...
Tugas.makalah2.euis jahrotul afifah.11150255.7 n.msdm.evaluasikinerja&kom...Tugas.makalah2.euis jahrotul afifah.11150255.7 n.msdm.evaluasikinerja&kom...
Tugas.makalah2.euis jahrotul afifah.11150255.7 n.msdm.evaluasikinerja&kom...
euisafifah
 
Tugas evaluasi kinerja dan kompensasi
Tugas evaluasi kinerja dan kompensasiTugas evaluasi kinerja dan kompensasi
Tugas evaluasi kinerja dan kompensasi
fahmi ami
 
Tugas makalah 1 yayaf firdaus 11140835
Tugas makalah 1 yayaf firdaus 11140835Tugas makalah 1 yayaf firdaus 11140835
Tugas makalah 1 yayaf firdaus 11140835
Yayaf Firdaus
 
Tugas makalah uas
Tugas makalah uasTugas makalah uas
Tugas makalah uas
suhartipasaribu1
 

What's hot (18)

Makalah evaluasi kinerja
Makalah evaluasi kinerja Makalah evaluasi kinerja
Makalah evaluasi kinerja
 
Makalah evaluasi kerja dan kompensasi 1
Makalah evaluasi kerja dan kompensasi 1Makalah evaluasi kerja dan kompensasi 1
Makalah evaluasi kerja dan kompensasi 1
 
Penilaian prestasi 2 bentang
Penilaian prestasi 2 bentangPenilaian prestasi 2 bentang
Penilaian prestasi 2 bentang
 
Makalah 1
Makalah 1Makalah 1
Makalah 1
 
Makalah evaluasi kerja dan kompensasi
Makalah evaluasi kerja dan kompensasiMakalah evaluasi kerja dan kompensasi
Makalah evaluasi kerja dan kompensasi
 
Dhea prameswari 11150585
Dhea prameswari 11150585Dhea prameswari 11150585
Dhea prameswari 11150585
 
UTS Evaluasi Kinerja dan Kompensasi | Wulan Sari Nur Awalia 11150377
UTS Evaluasi Kinerja dan Kompensasi | Wulan Sari Nur Awalia 11150377UTS Evaluasi Kinerja dan Kompensasi | Wulan Sari Nur Awalia 11150377
UTS Evaluasi Kinerja dan Kompensasi | Wulan Sari Nur Awalia 11150377
 
Makalah evaluasi kinerja marwati 1
Makalah evaluasi kinerja marwati 1Makalah evaluasi kinerja marwati 1
Makalah evaluasi kinerja marwati 1
 
ita puspitasari
ita puspitasariita puspitasari
ita puspitasari
 
Makalah 1 evaluasi kinerja ayyu tugas 1
Makalah 1 evaluasi kinerja ayyu tugas 1Makalah 1 evaluasi kinerja ayyu tugas 1
Makalah 1 evaluasi kinerja ayyu tugas 1
 
Makalah 2 (UAS) Dinda Ayoe Ningtyas- 11150404- 7C MSDM
Makalah 2 (UAS) Dinda Ayoe Ningtyas- 11150404- 7C MSDMMakalah 2 (UAS) Dinda Ayoe Ningtyas- 11150404- 7C MSDM
Makalah 2 (UAS) Dinda Ayoe Ningtyas- 11150404- 7C MSDM
 
Makalah evaluasi kinerja
Makalah evaluasi kinerjaMakalah evaluasi kinerja
Makalah evaluasi kinerja
 
Makalah 2 nanah
Makalah 2 nanahMakalah 2 nanah
Makalah 2 nanah
 
Resume evaluasiu kinerja dan kompensasi tugas 1
Resume evaluasiu kinerja dan kompensasi tugas 1Resume evaluasiu kinerja dan kompensasi tugas 1
Resume evaluasiu kinerja dan kompensasi tugas 1
 
Tugas.makalah2.euis jahrotul afifah.11150255.7 n.msdm.evaluasikinerja&kom...
Tugas.makalah2.euis jahrotul afifah.11150255.7 n.msdm.evaluasikinerja&kom...Tugas.makalah2.euis jahrotul afifah.11150255.7 n.msdm.evaluasikinerja&kom...
Tugas.makalah2.euis jahrotul afifah.11150255.7 n.msdm.evaluasikinerja&kom...
 
Tugas evaluasi kinerja dan kompensasi
Tugas evaluasi kinerja dan kompensasiTugas evaluasi kinerja dan kompensasi
Tugas evaluasi kinerja dan kompensasi
 
Tugas makalah 1 yayaf firdaus 11140835
Tugas makalah 1 yayaf firdaus 11140835Tugas makalah 1 yayaf firdaus 11140835
Tugas makalah 1 yayaf firdaus 11140835
 
Tugas makalah uas
Tugas makalah uasTugas makalah uas
Tugas makalah uas
 

Similar to MAKALAH 2 EVALUASI DAN KOMPENSASI

Makalah uts evaluasi kinerja dan kompensasi yeyen kurniati, 11160968, 7 h msdm
Makalah uts evaluasi kinerja dan kompensasi yeyen kurniati, 11160968, 7 h msdmMakalah uts evaluasi kinerja dan kompensasi yeyen kurniati, 11160968, 7 h msdm
Makalah uts evaluasi kinerja dan kompensasi yeyen kurniati, 11160968, 7 h msdm
YeyenKurniati
 
Makalah uts evaluasi kinerja dan kompensasi yeyen kurniati, 11160968, 7 h msdm
Makalah uts evaluasi kinerja dan kompensasi yeyen kurniati, 11160968, 7 h msdmMakalah uts evaluasi kinerja dan kompensasi yeyen kurniati, 11160968, 7 h msdm
Makalah uts evaluasi kinerja dan kompensasi yeyen kurniati, 11160968, 7 h msdm
YeyenKurniati
 
Makalah sebelum uts penilaian kinerja
Makalah sebelum uts penilaian kinerjaMakalah sebelum uts penilaian kinerja
Makalah sebelum uts penilaian kinerja
SerpatiSaid
 
Makalah evaluasi kinerja
Makalah evaluasi kinerjaMakalah evaluasi kinerja
Makalah evaluasi kinerja
SerpatiSaid
 
Makalah
Makalah Makalah
Makalah
SerpatiSaid
 
Tugas makalah uts
Tugas makalah utsTugas makalah uts
Tugas makalah uts
suhartipasaribu1
 
Makalah 1 kompensasi
Makalah 1 kompensasiMakalah 1 kompensasi
Makalah 1 kompensasi
azharialim
 
Makalah 1 evaluasi kinerja
Makalah 1 evaluasi kinerjaMakalah 1 evaluasi kinerja
Makalah 1 evaluasi kinerja
Nafis Imron
 
Makalah UTS Evaluasi Kinerja dan Kompensasi | Wulan Sari Nur Awalia 11150377
Makalah UTS Evaluasi Kinerja dan Kompensasi | Wulan Sari Nur Awalia 11150377Makalah UTS Evaluasi Kinerja dan Kompensasi | Wulan Sari Nur Awalia 11150377
Makalah UTS Evaluasi Kinerja dan Kompensasi | Wulan Sari Nur Awalia 11150377
Wulan Sari Nur Awalia
 
Makalah uts evaluasi kinerja dan kompensasi
Makalah uts evaluasi kinerja dan kompensasiMakalah uts evaluasi kinerja dan kompensasi
Makalah uts evaluasi kinerja dan kompensasi
chairunnissanissa
 
Makalah jadi1
Makalah jadi1Makalah jadi1
Makalah jadi1
tantowiyusuf
 
Makalah jadi1
Makalah jadi1Makalah jadi1
Makalah jadi1
tantowiyusuf
 
Makalah Sebelum UTS
Makalah Sebelum UTSMakalah Sebelum UTS
Makalah Sebelum UTS
Ucon123
 
Makalah 1 evaluasi kinerja dan kompensasi
Makalah 1 evaluasi kinerja dan kompensasi Makalah 1 evaluasi kinerja dan kompensasi
Makalah 1 evaluasi kinerja dan kompensasi
Elma Magdalena
 
Tugas makalah sebelum uts (evaluasi kinerja dan kompensasi)
Tugas makalah sebelum uts (evaluasi kinerja dan kompensasi)Tugas makalah sebelum uts (evaluasi kinerja dan kompensasi)
Tugas makalah sebelum uts (evaluasi kinerja dan kompensasi)
rizalfadli5
 
Makalah 1
Makalah 1Makalah 1
Makalah 1
IsmaelTariparTua
 
makalah uts
makalah uts makalah uts
makalah uts
AyuApriyanti2
 
Makalah 1 evaluasi ridho mutaqin 11150032
Makalah 1 evaluasi ridho mutaqin 11150032Makalah 1 evaluasi ridho mutaqin 11150032
Makalah 1 evaluasi ridho mutaqin 11150032
Ridhomutaqin68
 
2.penilaian prestasi kerja
2.penilaian prestasi kerja2.penilaian prestasi kerja
2.penilaian prestasi kerja
Tesya Suha Berra
 
Makalah evaluasi kinerja dan konpensasi
Makalah evaluasi kinerja dan konpensasiMakalah evaluasi kinerja dan konpensasi
Makalah evaluasi kinerja dan konpensasi
Eva Adiputra
 

Similar to MAKALAH 2 EVALUASI DAN KOMPENSASI (20)

Makalah uts evaluasi kinerja dan kompensasi yeyen kurniati, 11160968, 7 h msdm
Makalah uts evaluasi kinerja dan kompensasi yeyen kurniati, 11160968, 7 h msdmMakalah uts evaluasi kinerja dan kompensasi yeyen kurniati, 11160968, 7 h msdm
Makalah uts evaluasi kinerja dan kompensasi yeyen kurniati, 11160968, 7 h msdm
 
Makalah uts evaluasi kinerja dan kompensasi yeyen kurniati, 11160968, 7 h msdm
Makalah uts evaluasi kinerja dan kompensasi yeyen kurniati, 11160968, 7 h msdmMakalah uts evaluasi kinerja dan kompensasi yeyen kurniati, 11160968, 7 h msdm
Makalah uts evaluasi kinerja dan kompensasi yeyen kurniati, 11160968, 7 h msdm
 
Makalah sebelum uts penilaian kinerja
Makalah sebelum uts penilaian kinerjaMakalah sebelum uts penilaian kinerja
Makalah sebelum uts penilaian kinerja
 
Makalah evaluasi kinerja
Makalah evaluasi kinerjaMakalah evaluasi kinerja
Makalah evaluasi kinerja
 
Makalah
Makalah Makalah
Makalah
 
Tugas makalah uts
Tugas makalah utsTugas makalah uts
Tugas makalah uts
 
Makalah 1 kompensasi
Makalah 1 kompensasiMakalah 1 kompensasi
Makalah 1 kompensasi
 
Makalah 1 evaluasi kinerja
Makalah 1 evaluasi kinerjaMakalah 1 evaluasi kinerja
Makalah 1 evaluasi kinerja
 
Makalah UTS Evaluasi Kinerja dan Kompensasi | Wulan Sari Nur Awalia 11150377
Makalah UTS Evaluasi Kinerja dan Kompensasi | Wulan Sari Nur Awalia 11150377Makalah UTS Evaluasi Kinerja dan Kompensasi | Wulan Sari Nur Awalia 11150377
Makalah UTS Evaluasi Kinerja dan Kompensasi | Wulan Sari Nur Awalia 11150377
 
Makalah uts evaluasi kinerja dan kompensasi
Makalah uts evaluasi kinerja dan kompensasiMakalah uts evaluasi kinerja dan kompensasi
Makalah uts evaluasi kinerja dan kompensasi
 
Makalah jadi1
Makalah jadi1Makalah jadi1
Makalah jadi1
 
Makalah jadi1
Makalah jadi1Makalah jadi1
Makalah jadi1
 
Makalah Sebelum UTS
Makalah Sebelum UTSMakalah Sebelum UTS
Makalah Sebelum UTS
 
Makalah 1 evaluasi kinerja dan kompensasi
Makalah 1 evaluasi kinerja dan kompensasi Makalah 1 evaluasi kinerja dan kompensasi
Makalah 1 evaluasi kinerja dan kompensasi
 
Tugas makalah sebelum uts (evaluasi kinerja dan kompensasi)
Tugas makalah sebelum uts (evaluasi kinerja dan kompensasi)Tugas makalah sebelum uts (evaluasi kinerja dan kompensasi)
Tugas makalah sebelum uts (evaluasi kinerja dan kompensasi)
 
Makalah 1
Makalah 1Makalah 1
Makalah 1
 
makalah uts
makalah uts makalah uts
makalah uts
 
Makalah 1 evaluasi ridho mutaqin 11150032
Makalah 1 evaluasi ridho mutaqin 11150032Makalah 1 evaluasi ridho mutaqin 11150032
Makalah 1 evaluasi ridho mutaqin 11150032
 
2.penilaian prestasi kerja
2.penilaian prestasi kerja2.penilaian prestasi kerja
2.penilaian prestasi kerja
 
Makalah evaluasi kinerja dan konpensasi
Makalah evaluasi kinerja dan konpensasiMakalah evaluasi kinerja dan konpensasi
Makalah evaluasi kinerja dan konpensasi
 

Recently uploaded

Ppt_perdagangan_luar_negeri_proteksi_dan.ppt
Ppt_perdagangan_luar_negeri_proteksi_dan.pptPpt_perdagangan_luar_negeri_proteksi_dan.ppt
Ppt_perdagangan_luar_negeri_proteksi_dan.ppt
mariapasaribu13
 
METODE STEPPING STONE (BATU LONCATANA) REVISI.pptx
METODE STEPPING STONE (BATU LONCATANA) REVISI.pptxMETODE STEPPING STONE (BATU LONCATANA) REVISI.pptx
METODE STEPPING STONE (BATU LONCATANA) REVISI.pptx
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BERAU
 
Pendapatan dan beban dalam Akuntansi.pptx
Pendapatan dan beban dalam Akuntansi.pptxPendapatan dan beban dalam Akuntansi.pptx
Pendapatan dan beban dalam Akuntansi.pptx
LidyaManuelia1
 
EKONOMI INDUSTRI ilmu tentang industri dan disiplin
EKONOMI INDUSTRI ilmu tentang industri dan disiplinEKONOMI INDUSTRI ilmu tentang industri dan disiplin
EKONOMI INDUSTRI ilmu tentang industri dan disiplin
anthoniusaldolemauk
 
reksadana syariah lutfi nihayatul khusniah
reksadana syariah lutfi nihayatul khusniahreksadana syariah lutfi nihayatul khusniah
reksadana syariah lutfi nihayatul khusniah
AhmadVikriKhoirulAna
 
PPT PAJAK DAERAH PERPAJAKAN MANAJEMEN S1
PPT PAJAK DAERAH PERPAJAKAN MANAJEMEN S1PPT PAJAK DAERAH PERPAJAKAN MANAJEMEN S1
PPT PAJAK DAERAH PERPAJAKAN MANAJEMEN S1
IndahMeilani2
 
PPT SEMPRO PENGARUH JIWA KEWIRAUSAHAAN MOTIVASI DAN MODAL USAHA TERHADAP PERK...
PPT SEMPRO PENGARUH JIWA KEWIRAUSAHAAN MOTIVASI DAN MODAL USAHA TERHADAP PERK...PPT SEMPRO PENGARUH JIWA KEWIRAUSAHAAN MOTIVASI DAN MODAL USAHA TERHADAP PERK...
PPT SEMPRO PENGARUH JIWA KEWIRAUSAHAAN MOTIVASI DAN MODAL USAHA TERHADAP PERK...
hoiriyono
 
460012937-Rpp-kelas-rangkap-model-221-docx.docx
460012937-Rpp-kelas-rangkap-model-221-docx.docx460012937-Rpp-kelas-rangkap-model-221-docx.docx
460012937-Rpp-kelas-rangkap-model-221-docx.docx
JefryColter
 
Dapat SP2DK, Harus Apa? Bagimana cara merespon surat cinta DJP?
Dapat SP2DK, Harus Apa? Bagimana cara merespon surat cinta DJP?Dapat SP2DK, Harus Apa? Bagimana cara merespon surat cinta DJP?
Dapat SP2DK, Harus Apa? Bagimana cara merespon surat cinta DJP?
EnforceA Real Solution
 
Pengertian Surplus Konsumen dan Produsen.pdf
Pengertian Surplus Konsumen dan Produsen.pdfPengertian Surplus Konsumen dan Produsen.pdf
Pengertian Surplus Konsumen dan Produsen.pdf
fadilahsaleh427
 
Sesi 4_Kelompok 3 Kode Etik Profesi Akuntan Publik.pptx
Sesi 4_Kelompok 3 Kode Etik Profesi Akuntan Publik.pptxSesi 4_Kelompok 3 Kode Etik Profesi Akuntan Publik.pptx
Sesi 4_Kelompok 3 Kode Etik Profesi Akuntan Publik.pptx
bidakara2016
 
DJP - RUU KUP.pdf RUU Perubahan Kelima UU KUP
DJP - RUU KUP.pdf RUU Perubahan Kelima UU KUPDJP - RUU KUP.pdf RUU Perubahan Kelima UU KUP
DJP - RUU KUP.pdf RUU Perubahan Kelima UU KUP
adjhe17ks1
 
Cost Benefit Analysisss perhitunngan.ppt
Cost Benefit Analysisss perhitunngan.pptCost Benefit Analysisss perhitunngan.ppt
Cost Benefit Analysisss perhitunngan.ppt
meincha1152
 
PPT Reksadana (Reksadana ekonomi syariah).pptx
PPT Reksadana (Reksadana ekonomi syariah).pptxPPT Reksadana (Reksadana ekonomi syariah).pptx
PPT Reksadana (Reksadana ekonomi syariah).pptx
f4hmizakaria123
 
Konsep Perbankan Syariah di Indonesia.ppt
Konsep Perbankan Syariah di Indonesia.pptKonsep Perbankan Syariah di Indonesia.ppt
Konsep Perbankan Syariah di Indonesia.ppt
AchmadHasanHafidzi
 
METODE MODI (MODIFIED DISTRIBUTION METHODE).pptx
METODE MODI (MODIFIED DISTRIBUTION METHODE).pptxMETODE MODI (MODIFIED DISTRIBUTION METHODE).pptx
METODE MODI (MODIFIED DISTRIBUTION METHODE).pptx
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BERAU
 
Modul Ajar Kurikulum Merdeka Tahun 2024.pptx
Modul Ajar Kurikulum Merdeka Tahun 2024.pptxModul Ajar Kurikulum Merdeka Tahun 2024.pptx
Modul Ajar Kurikulum Merdeka Tahun 2024.pptx
MarkusPiyusmanZebua
 
Prosedur Ekspor : Studi Kasus Ekspor Briket ke Yaman dan Proses Produksi Brik...
Prosedur Ekspor : Studi Kasus Ekspor Briket ke Yaman dan Proses Produksi Brik...Prosedur Ekspor : Studi Kasus Ekspor Briket ke Yaman dan Proses Produksi Brik...
Prosedur Ekspor : Studi Kasus Ekspor Briket ke Yaman dan Proses Produksi Brik...
Anisa Rizki Rahmawati
 

Recently uploaded (18)

Ppt_perdagangan_luar_negeri_proteksi_dan.ppt
Ppt_perdagangan_luar_negeri_proteksi_dan.pptPpt_perdagangan_luar_negeri_proteksi_dan.ppt
Ppt_perdagangan_luar_negeri_proteksi_dan.ppt
 
METODE STEPPING STONE (BATU LONCATANA) REVISI.pptx
METODE STEPPING STONE (BATU LONCATANA) REVISI.pptxMETODE STEPPING STONE (BATU LONCATANA) REVISI.pptx
METODE STEPPING STONE (BATU LONCATANA) REVISI.pptx
 
Pendapatan dan beban dalam Akuntansi.pptx
Pendapatan dan beban dalam Akuntansi.pptxPendapatan dan beban dalam Akuntansi.pptx
Pendapatan dan beban dalam Akuntansi.pptx
 
EKONOMI INDUSTRI ilmu tentang industri dan disiplin
EKONOMI INDUSTRI ilmu tentang industri dan disiplinEKONOMI INDUSTRI ilmu tentang industri dan disiplin
EKONOMI INDUSTRI ilmu tentang industri dan disiplin
 
reksadana syariah lutfi nihayatul khusniah
reksadana syariah lutfi nihayatul khusniahreksadana syariah lutfi nihayatul khusniah
reksadana syariah lutfi nihayatul khusniah
 
PPT PAJAK DAERAH PERPAJAKAN MANAJEMEN S1
PPT PAJAK DAERAH PERPAJAKAN MANAJEMEN S1PPT PAJAK DAERAH PERPAJAKAN MANAJEMEN S1
PPT PAJAK DAERAH PERPAJAKAN MANAJEMEN S1
 
PPT SEMPRO PENGARUH JIWA KEWIRAUSAHAAN MOTIVASI DAN MODAL USAHA TERHADAP PERK...
PPT SEMPRO PENGARUH JIWA KEWIRAUSAHAAN MOTIVASI DAN MODAL USAHA TERHADAP PERK...PPT SEMPRO PENGARUH JIWA KEWIRAUSAHAAN MOTIVASI DAN MODAL USAHA TERHADAP PERK...
PPT SEMPRO PENGARUH JIWA KEWIRAUSAHAAN MOTIVASI DAN MODAL USAHA TERHADAP PERK...
 
460012937-Rpp-kelas-rangkap-model-221-docx.docx
460012937-Rpp-kelas-rangkap-model-221-docx.docx460012937-Rpp-kelas-rangkap-model-221-docx.docx
460012937-Rpp-kelas-rangkap-model-221-docx.docx
 
Dapat SP2DK, Harus Apa? Bagimana cara merespon surat cinta DJP?
Dapat SP2DK, Harus Apa? Bagimana cara merespon surat cinta DJP?Dapat SP2DK, Harus Apa? Bagimana cara merespon surat cinta DJP?
Dapat SP2DK, Harus Apa? Bagimana cara merespon surat cinta DJP?
 
Pengertian Surplus Konsumen dan Produsen.pdf
Pengertian Surplus Konsumen dan Produsen.pdfPengertian Surplus Konsumen dan Produsen.pdf
Pengertian Surplus Konsumen dan Produsen.pdf
 
Sesi 4_Kelompok 3 Kode Etik Profesi Akuntan Publik.pptx
Sesi 4_Kelompok 3 Kode Etik Profesi Akuntan Publik.pptxSesi 4_Kelompok 3 Kode Etik Profesi Akuntan Publik.pptx
Sesi 4_Kelompok 3 Kode Etik Profesi Akuntan Publik.pptx
 
DJP - RUU KUP.pdf RUU Perubahan Kelima UU KUP
DJP - RUU KUP.pdf RUU Perubahan Kelima UU KUPDJP - RUU KUP.pdf RUU Perubahan Kelima UU KUP
DJP - RUU KUP.pdf RUU Perubahan Kelima UU KUP
 
Cost Benefit Analysisss perhitunngan.ppt
Cost Benefit Analysisss perhitunngan.pptCost Benefit Analysisss perhitunngan.ppt
Cost Benefit Analysisss perhitunngan.ppt
 
PPT Reksadana (Reksadana ekonomi syariah).pptx
PPT Reksadana (Reksadana ekonomi syariah).pptxPPT Reksadana (Reksadana ekonomi syariah).pptx
PPT Reksadana (Reksadana ekonomi syariah).pptx
 
Konsep Perbankan Syariah di Indonesia.ppt
Konsep Perbankan Syariah di Indonesia.pptKonsep Perbankan Syariah di Indonesia.ppt
Konsep Perbankan Syariah di Indonesia.ppt
 
METODE MODI (MODIFIED DISTRIBUTION METHODE).pptx
METODE MODI (MODIFIED DISTRIBUTION METHODE).pptxMETODE MODI (MODIFIED DISTRIBUTION METHODE).pptx
METODE MODI (MODIFIED DISTRIBUTION METHODE).pptx
 
Modul Ajar Kurikulum Merdeka Tahun 2024.pptx
Modul Ajar Kurikulum Merdeka Tahun 2024.pptxModul Ajar Kurikulum Merdeka Tahun 2024.pptx
Modul Ajar Kurikulum Merdeka Tahun 2024.pptx
 
Prosedur Ekspor : Studi Kasus Ekspor Briket ke Yaman dan Proses Produksi Brik...
Prosedur Ekspor : Studi Kasus Ekspor Briket ke Yaman dan Proses Produksi Brik...Prosedur Ekspor : Studi Kasus Ekspor Briket ke Yaman dan Proses Produksi Brik...
Prosedur Ekspor : Studi Kasus Ekspor Briket ke Yaman dan Proses Produksi Brik...
 

MAKALAH 2 EVALUASI DAN KOMPENSASI

  • 1. MAKALAH EVALUASI KINERJA DAN KONPENSASI Dosen Ade Fauji SE, MM. Disusun Oleh : Faeshal Lutfi 11150832 7I-MSDM Jurusan Manajemen SDM Universitas Bina Bangsa Banten 2018/2019
  • 2. Kata Pengantar Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, saya panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ilmiah tentang limbah dan manfaatnya untuk perkuliahan. Makalah ini telah disusun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu saya menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini. Terlepas dari semua itu, saya menyadari sepenuhnya behwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka, menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar dapat memperbaiki makalah ilmiah ini. Akhir kata saya berharap semoga makalah “Evaluasi Kinerja dan Kompensasi“ ini dapat memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca. Serang, November 2018 Penyusun Faeshal Lutfi
  • 3. Daftar isi Kata Pengantar Daftar isi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang 1.2 Rumusan masalah 1.3 Batasan masalah 1.4 Tujuan peneitian 1.5 Manfaat penelitian BAB II PEMBAHASAN 2.1 Kinerja SDM A. Pengertian Kinerja SDM B. Manfaat SDM C. Factor-faktor yang mempengaruhi kinerja D. Teknik-teknik penilaian prestasi/kinerja 2.2 HR Score Card (pengukuran kinerja SDM) A. Pengertian Human Resource Scordcard B. Manfaat Human Resource Scordcard 2.3 Motivasi dan keputusan kerja A. Pengertian Motivasi kerja & kepuasan kerja B. Teori motivasi dan kepuasan kerja
  • 4. 2.4 Mengelola potensi kecerdasan dan emosional SDM A. Pengertian Potensi Kecerdasan dan Emosional SDM B. Metodologi Penelitian 2.5 Membangun kapabilitas dari kompensasi SDM A. Sumber Daya Manusia Kapabilitas B. Kompetensi SDM berkarir dibidang SDM 2.6 Konsep Audit Kinerja A. Tujuan Audit Kinerja B. Fungsi C. Konsep Audit Kinerja D. Karakteristik Audit 2.7 Pelaksanaan Audit Kinerja A. Prosedur Pelaksanaan B. Perencanaan Audit Kinerja C. Persiapan Audit Kinerja D. Pengendalian Manajemen E. Pengukuran dan Pengujian Indikator Kinerja Kunci F. Review Operasional G. Kertas Kinerja Audit H. Pelaporan Hasil Audit I. Pemantauan tindak lanjut hasil audit BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan 3.2 Saran
  • 5. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penilaian kinerja (performance appraisal), juga disebut tinjauan kinerja, evaluasi kinerja, atau penilaian karyawan, adalah upaya menilai prestasi dengan tujuan meningkatkan produktivitas karyawan maupun perusahaan. Akan tetapi tujuan tersebut sering tidak tercapai karena banyak perusahaan yang melakukan penilaian kinerja yang kurang baik.dampaknya adalah demotivasi kerja dan turunnya pencapaian sasaran perusahaan dari tahun ke tahun. Penilaian kinerja karyawan yang bagus tidak hanya dilihat dari hasil yang dikerjakannya, namun juga dilihat dari proses karyawan tersebut dalam menyelesaikan pekerjaannya. Kinerja merupakan hasil kerja, hasil dari keseluruhan proses seseorang dalam mengerjakan tugasnya. Penilaian kinerja karyawan dilakukan setahun sekali untuk melihat kualitas karyawan demi membangun peusahaan. Penilaian kinerja memiliki banyak arti, salah satunya menurut Schuler dan Jackson, 1996 : 3, penilaian kinerja merupakan suatu system formal dan terstruktur yang mengukur, menilai dan juga mempengaruhi sifat-sifat yang berkaitan dengan pekerjaan perilaku dan hasil termasuk tingkat ketidak hadiran. Yang menjadi focus adalah mengetahui seberapa produktif kah seorang karyawan dan apakah memiliki kinerja yang sama atau lebih efektif pada masa yang akan dating, sehingga karyawan, masyarakat dan organisasi. 1.2 Rumusan Masalah Permasalahan diatas dapat dirumuskan : bagaimana membangun suatu bentuk prototype system pendukung keputusan guna memberikan rekomendasi penilaian kinerja karyawan. 1.3 Batasan Masalah Hasil system ini berupa perangkingan terhadapat penilaian kinerja. 1.4 Tujuan Penelitian Agar dapat menunjang keputusan untuk dapat melakukan penilaian keryawan pada instansi atau perusahan yang menerangkan system ini.
  • 6. 1.5 Manfaat Penelitian 1. Penilai dapat mengukur kinerja karyawan dan perrbaikan pada masa yang akan datang. 2. Dapat mengembangkan system pengawasan terhadap karyawan yang dinilai. BAB II PEMBAHASA 2.1 Kinerja SDM A. Pengertian Kinerja Kinerja berasal dari kata to perform yang artinya melakukan suatu kegiatan dan menyempurnakan sesuai dengan tanggung jawabnya dengan hasil seperti yang diharapkan. Sementara itu dalam praktek manajemen sumber daya manusia banyak terminologi yang muncul dengan kata kinerja yaitu evaluasi kinerja (performance evaluation), dikenal juga dengan istilah penilaian kinerja (performance appraisal, performance rating, performance assessment, employe evaluation, rating, efficiency rating, service rating) pada dasarnya merupakan proses yang digunakan organisasi untuk mengevaluasi job performance. Menurut para ahli kinerja dirumuskan menjadi berikut: Stoner, 1989 dalam bukunya Management mengemukakan bahwa kinerja adalah fungsi dari motivasi, kecakapan, dan persepsi peranan. Bernardin (dalam bukunya Ahmad S. Ruky) mendefinisikan kinerja sebagai pencatatan hasil-hasil yang diperoleh dari fungsi-fungsi pekerjaan atau kegiatan tertentu selama kurun waktu tertentu. Handoko dalam bukunya Manajemen Personalia dan Sumber Daya mendefinisikan kinerja sebagai proses di mana organisasi mengevaluasi atau menilai prestasi kerja karyawan. Prawiro Suntoro, 1999 (dalam bukunya Merry Anoraga Pandji) mengemukakan bahwa kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi dalam rangka mencapai tujuan organisasi dalam priode waktu tertentu. Kinerja adalah suatu hasil prestasi kerja optimal yang dilakukan oleh seseorang ataupun kelompok ataupun badan usaha. Pengukuran kinerja secara tradisional adalah
  • 7. pengukuran kinerja yang berorientasi kepada bidang keuangan dan kemampuan untuk mendapatkan laba. Suatu organisasi dikatakan mempunyai kinerja yang baik kalau dalam laporan keuangannya mendapat keuntungan, sesuai dengan target yang telah ditetapkan sebelumnya (Muhyadi, 1989). Kinerja pegawai dalam organisasi mengarah kepada kemampuan pegawai dalam melaksanakan keseluruhan tugas-tugas yang menjadi tanggung jawabnya. Tugas-tugas tersebut biasanya berdasarkan indicator indikator keberhasilan yang sudah ditetapkan. Sebagai hasilnya akan diketahui bahwa seseorang pegawai masuk dalam tingkatan kinerja tertentu. Kinerja merupakan kombinasi antara kemampuan dan usaha untuk menghasilkan apa yang dikerjakan. Supaya menghasilkan kinerja yang baik seseorang harus memiliki kemampuan, kemauan usaha agar serta setiap kegiatan yang dilaksanakan tidak mengalami hambatan yang berat dalam lingkungannya., Berry dan Houston dalam Kasim, (1993). Menurut Mahsun (2006), bahwa kinerja merupakan gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan, program, kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi, dan visi yang tertuang dalam perencanaan strategi organisasi. Sedangkan Simanjuntak (2005), menyatakan bahwa kinerja adalah tingkatan pencapaian hasil atas pelaksanaan tugas tertentu dalam rangka mewujudkan pencapaian hasil untuk mencapai tujuan organisasi. Robbins (1994), menyatakan kinerja sebagai fungsi interaksi antara kemampuan atau ability. (A), Motivasi atau Motivation. (M) dan kesempatan atau opportunity.(O), yaitu: Kinerja = f (A, M, O). Artinya, kinerja merupakan fungsi dari kemampuan, motivasi, dan kesempatan. B. Manfaat Kinerja SDM Penilaian kinerja (Performance Appraisal) adalah suatu cara yang dilakukan untuk menilai prestasi kerja seorang pegawai apakah mencapai target pekerjaan yang dibebankan kepadanya. Pelaksanaan penilaian hasil kerja atau kinerja organisasi maupun kinerja individual dilakukan oleh sistem manajemen yang bertugas untuk melakukan penilaian hasil kerja karyawan yang disebut manajemen kinerja. Maupun kinerja
  • 8. memfokuskan perhatiannya pada prestasi kerja karyawan dan objek pembahasannya sama yaitu prestasi kerja karyawan. Program manajemen kerja yang mempunyai ruang lingkup yang besar dan menjamah semua elemen yang didayagunakan untuk meningkatkan kinerja organisasi. Penilaian kinerja mengacu kepada suatu sistem formal dan terstruktur yang digunakan untuk mengukur, menilai dan mempengaruhi sifat-sifat yang berkaitan dengan pekerjaan, perilaku dan hasil, termasuk tingkat ketidakhadiran. Dengan demikian penilaian prestasi adalah merupakan hasil kerja karyawan dalam lingkup tanggung jawabnya. Penilaian kinerja karyawan dapat diartikan sebagai sebuah mekanisme yang baik untuk mengendalikan karyawan. Penilaian kinerja karyawan yang dilakukan dengan benar akan menguntungkan organisasikarena adanya kepastian bahwa upaya-upaya individu memberikan kontribusi kepada fokus strategik perusahaan. (Rivai, 2006). Penilaian kinerja (performance appraisal) adalah proses dengannya organisasi mengevaluasi pelaksanaan kerja individu. Dalam penilaian kinerja dinilai kontribusi kepada organisasi selama periode waktu tertentu. Umpan balik kinerja (performance feedback) memungkinkan karyawan mengetahui seberapa baik mereka bekerja jika dibandingkan dengan standar-standar organisasi. Penilaian kinerja adalah tentang kinerja karyawan dan akuntabilitas. Dalam dunia yang bersaing secara global, organisasiyang menuntut kinerja yang tinggi. Menurut Kaplan dan Northon (1996) ada 4 perspektif dalam penilaian kinerja suatu perusahaan, yaitu: (1)Perspektif keuangan, terdiri dari: pertumbuhan pendapatan, pertumbuhan produktivitas, penghematan biaya dan pemanfaatan aktiva; (2)Perspektif proses bisnis internal, yaitu: meningkatkan inovasi, proses operasi, pelayanan purna jual; (3)Perspektif pelanggan, terdiri dari: kepuasan pelanggan, akuisisi pelanggan (sejauh mana organisasidapat menarik pelanggan), retensi pelanggan, pangsa pasar, kemampulabaan pelanggan; (4)Perpektif pembelajaran dan pertumbuhan, yaitu: meningkatkan kapabilitas personil, meningkatkan kapabilitas sistem informasi serta motivasi, pemberdayaan dan keselarasan. Menurut Mangkuprawira (2002), bahwa, .penilaian kinerja merupakan proses yang dilakukan organisasidalam mengevaluasi kinerja pekerjaan seseorang. Apabila hal
  • 9. itu dilakukan dengan benar maka para karyawan, penyelia mereka, departemen sumber daya manusia dan Organisasi akhirnya akan memperoleh keuntungan dengan jaminan bahwa upaya para individu karyawan mampu berkontribusi pada focus strategic perusahaan. Penilaian kinerja meliputi dimensi kinerja karyawan. Departemen SDM menggunakan informasi yang dikumpulkan melalui penilaian kinerja untuk mengevaluasi keberhasilan kegiatan rekrutmen, seleksi, orientasi penempatan, pelatihan/pengembangan dan kegiatan lainnya.. Lebih lanjut Rahman (2009), menguraikan bahwa: .penilaian kinerja (performance appraisal) adalah proses mengevaluasi seberapa baik karyawan melakukan pekerjaan mereka jika dibandingkan dengan seperangkat standar, dan kemudian mengomunikasikan informasi tersebut kepada karyawan. Penilaian kinerja juga disebut pemeringkatan karyawan, evaluasi karyawan, tinjauan kinerja, evaluasi kinerja, dan penilaian hasil. Penilaian kinerja digunakan secara luas untuk mengelola upah dan gaji, memberikan umpan balik kinerja, dan mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan karyawan individual. Kreitner dan Kinicki (2003), mengutarakan untuk pengukuran kinerja atau hasil kerja dari seseorang karyawan digunakan sebuah daftar pertanyaan yang berisikan beberapa dimensi tentang hasil kerja atau kinerja. Ada 6 (enam) kriteria untuk menilai kinerja karyawan (Kreitner dan Kinicki, 2003) yaitu: 1) Quality Adalah sebagai "the degree to which the process or either conforming to some ideal way performing the activity or fulfilling the activity.s intended purpose". Ini berarti quality berarti suatu tingkatan yang rnenunjukkan proses pekerjaan atau hasil yang telah dicapai dari suatu pekerjaan yang mendekati kesempurnaan. 2) Quantity Yaitu "the amount produced, expressed in such term as dollar value, number of unit or number of compIeted activity cycler" artinya quantity merupakan jumlah yang diproduksi yang dinyatakan dalam nilai mata uang, jumlah unit produksi ataupun dalam jumlah siklus aktivitas yang telah terselesaikan. 3) Timeliness Yaitu "the degree to which an activiy completed, or a result produced, at the earliest time desirable from the stand points of both coordinating with the outputs of
  • 10. other and maximizing the time available for ather activities", ini berarti timeliness merupakan suatu tingkatan yang rnenunjukkan bahwa suatu pekerjaan dapat terselesaikan lebih cepat dari waktu yang telah ditentukan. 4) Cost effectiveness Yaitu "the degree to which the use of organization resources (eg: human, monetary, technological, material) is maximized in the sense of getting the highest gain or reduction in loss form each unit instead of use of resource", ini berarti cost effectiveness merupakan suatu tingkatan yang paling maksimal dari penggunaan sumber daya (manusia, keuangan, teknologi) yang dimiliki organisasi untuk mendapatkan keuntungan yang maksimal atau mengurangi kerugian dari masing-masing unit atau sebagai pengganti dari penggunaan sumber daya. 5) Need for supervision Yaitu "the degree to which a performer can carry out a job function without either having to request supervisory intervention to prevent an adverse outcome", ini berarti need for supervision merupakan suatu tingkatan di mana seseorang karyawan dapat melaksanakan suatu fungsi pekerjaan tanpa harus meminta bimbingan atau campur tangan dari penyelia. 6) Interpersonal impact Yaitu "the degree to which a perfomer promotes feelings selfesteem, goodwill, and cooperation among cowokerr and subordinates", ini berarti interpersonal impact merupakan suatu tingkatan keadaan di mana karyawan dapat menciptakan suasana nyaman dalam bekerja, percaya diri, berbuat baik dan kerjasama antar rekan sekerja. Secara umum kriteria yang digunakan adalah kualitas, kuantitas, waktu yang digunakan, jabatan yang dipegang, absensi dan ketenangan dalam melaksanakan pekerjaan. Kriteria mana yang digunakan adalah berbeda antara pekerjaan yang satu dengan yang lain, jadi pengukuran kinerja tergantung pada jenis pekerjaan dan apa yang dihasilkan oleh organisasi atau institusi yang berkepentingan. Pelaksanaan penilaian kinerja itu sendiri bermanfaat bagi pihak manajemen organisasi dalam mengambil berbagai kebijakan, karena penilaian yang dilakukan dapat menjelaskan tingkatan-tingkatan kinerja pegawai dalam organisasi. Tingkatan kinerja ini
  • 11. dikelompokkan kedalam tingkat kinerja tinggi, menengah atau rendah, sesuai target atau di bawah target. Menurut Siagian (2002) bahwa penilaian kinerja bermanfaat untuk : Perbaikan prestasi kinerja, Penyesuaian kompensasi, Keputusan penempatan, Kebutuhan latihan dan pengembangan, Perencanaan dan pengembangan karir, Memperbaiki penyimpangan proses staffing, Mengurangi ketidakakuratan informasi, Memperbaiki kesalahan desain pekerjaan, Kesempatan kerja yang adil, Membantu menghadapi tantangan external. Dengan adanya penilaian kinerja dapat diketahui secara tepat apa yang sedang dihadapi dan target apa yang harus dicapai. Melalui penilaian kinerja dapat disusun rencana, strategi dan menentukan langkah-langkah yang perlu diambil sehubungan dengan pencapaian tujuan karir yang diinginkan. Bagi pihak manajemen, penilaian kinerja sangat membantu dalam mengambil keputusan seperti promosi, pengembangan karir, mutasi, PHK, penyesuaian kompensasi, dan kebutuhan pelatihan. C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Menurut Suwarsono (2004), bahwa kinerja seseorang tergantung pada kombinasi dari kemampuan, usaha dan kesempatan yang diperoleh. Lingkungan kerja yang menyenangkan mungkin menjadi kunci pendorong bagi karyawan untuk menghasilkan kinerja puncak. Pada dasarnya kinerja dari seseorang merupakan hal yang bersifat individu karena masing-masing dari karyawan rnempunyai tingkat kemampuan yang berbeda. Kinerja seseorang tergantung pada kombinasi dari kemampuan, usaha dan kesempatan yang diperoleh. Lingkungan kerja yang menyenangkan mungkin menjadi kunci pendorong bagi karyawan untuk menghasilkan kinerja puncak. Suwarsono (2004). Kinerja ditentukan oleh faktor-faktor tersebut. (Rahman, 2009), menyatakan bahwa .kesempatan pengembangan karir yang adil dan transparan dan kepemilikan kemampuan teknis dapat meningkatkan kinerja karyawan. Faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja adalah faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation). Hal ini sesuai dengan pendapat Keith Davis (2000)
  • 12. yang merumuskan : Human Performance = Ability x Motivatio, Ability = Knowledge x Skill, Motivation = Attitude x Situation. Faktor Kemampuan (Ability), secara psikologis, kemampuan (ability) terdiri atas kemampuan potensi pendidikan (knowledge) dan keterampilan (skill), dengan kata lain pendidikan yang memadai dan terampil dalam mengerjakan pekerjaan sehari-hari maka akan lebih mudah mencapai kinerja maksimal. Faktor Motivasi (Motivation) diartikan suatu sikap (attitude) pimpinan dan karyawan terhadap situasi kerja (situation) di lingkungan organisasinya. Motivasi merupakan kondisi atau energi yang menggerakkan diri karyawan yang terarah atau tertuju untuk mencapai tujuan organisasi perusahaan. Sikap mental karyawan yang pro dan positif terhadap situasi kerja itulah yang memperkuat motivasi kerjanya untuk mencapai kinerja maksimal. Menurut Henry Simamora (1995), kinerja (performance) dipengaruhi 3 faktor yaitu : 1)Faktor Individual, terdiri dari : kemampuan dan keahlian, latar belakang. 2)Faktor Psikologis, terdiri dari : pembelajaran,personality dan motivasi. 3)Faktor Organisasi, terdiri dari :penghargaan, job design dan kepemimpinan. Dengan kata lain, kinerja individu adalah hasil : 1). Atribut individu, yang menentukan kapasitas untuk mengerjakan sesuatu. Atribut individu meliputi faktor individu (kemampuan, keahlian, dan latar belakang) dan faktor psikologis (pembelajaran, motivasi, dan personality). 2). Upaya kerja (work effort), yang membentuk keinginan untuk mencapai sesuatu. 3). Dukungan Organisasi, yang memberikan kesempatan kepada karyawan untuk berbuat sesuatu.
  • 13. D. Teknik-teknik penilaian prestasi/kinerja Beberapa metode yang dapat dipertimbangkan organisasi untuk melakukan evaluasi prestasi bagi karyawan adalah sebagai berikut : 1) Rating Scale Penilaian prestassi metode ini didassarkan pada suatu skala dari sangat baik, baik, kurang baik, dan jelek. 2) Checklist Checklist adalah penilaian yang didasarkan pada suatu standar unatuk kerja yang sudah dideskripsikan terlebih dahulu, kemudian penilaian memeriksa apakah keryawan sudah mengerjakannya. 3) Critical Incident Technique Critical inci ent technique adalah penilaian yang didasarkan pada perilaku khusus yang dilakukan ditempat kerja, baik perilaku yang baik maupun perilaku yang tidak baik. 4) Skala penilaian berjangkarkan perilaku Skala penilaian berjangkarkan perilaku (behaviourally anchored rating scale-BARS) adalah penilaian yang dilakukan dengan membuat spesifikasi untuk kerja dalam elemen-elemen tertentu. 5) Pengamatan dan Tes Untuk Kerja Pengamatan dan tes untuk kerja adalah penilaian yang dilakukan melalui tes dilapangan. 6) Metode Perbandingan Kelompok Metode ini dilakukan dengan membandingkan seorang pegawai dengan rekan sekerjanya, yang dilakukan oleh atasan dengan beberapa teknik seperti pemeringkatan (ranking method), pengelompokan pada klasifikasi yang sudah ditentukan (force distribution), pemberian poin atau angka (point allocation method), dan metode perbandingan dengan karyawan lain (ppaired comparsion) a. Metode pemberian poin, yaitu semua pegawai yang dinilai diberi poin atau yang diurutkan dari yang terbesar hingga yang terkecil.
  • 14. b. Metode perbandingan dengan pegawai lain, yaitu setiap pegawai dibandingkan dengan pegawai lain untuk menentukan siapa yang terbaik kemudian pegawai yang terbaik adalah pegawai ysng memiliki jumlah terbaik di bandingkan dengan yang lain. 7) Penilaian diri sendiri Penilaian diri sendiri adalah karyawan untuk dirinya sendiri dengan harapan pegawai tersebut dapat mengidentifikasi aspek-aspek perilaku kerja yang perlu diperbaiki pada masa yang akan datang. 8) Management By Objective (MBO) Management by objective adalah program manajemen yang mengikut sertakan karyawan dalam proses pengambilan keputusan untuk menentukan tujuan-tujuan yang dicapai. 9) Penilaian secara psikologis Penilaian secara psikologis adalah proses penilaian yang dilakukan oleh para ahli psikologis untuk mengetahui potensi seseorang yang berkaitain dengan pelaksanaan pekerjaan seperti kemampuan intelektual, motivasi, dan lain-lain yang bersifat psikologi. 10) Assesment center Assesment center atau pusat penilain adalah yang dilakukan melalui serangkaian tektnik penilaian dan dilakukan oleh sejumlah penilai untuk mengetahui potensi seseorang dalam melakukan tanggung jawab yang lebih besar. 2.2 HR Score Card (pengukuran kinerja SDM) A. Pengertian Human Resource Scordcard Human Resource Scordcard adalah suatu alat untuk mengukur dan mengelola kontribusi strategic dari peran human resources dalam menciptakan nilai untuk mencapai stategi perusahaan. Menurut Brian E. Becker, Mark A Huselid & Dave Ulrich (2009,pxii) human resource scorecard adalah kapasitas untuk merancang dan menerapkan system SDM
  • 15. yang strategis dengan merepresentasikan “alat pengikut yang penting” yang digunakan untuk merancang dan mengarahkan strategi SDM yang lebih efektif secara cermat. Menurut Gary Desler(2006,p16) human resource scorecard adalah mengukur ke efektifan dan efesiensi fungsi human resource dalam membentuk perilaku karyawan yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan strategis prusahaan. Menurut Nurman (2008,p1) human resource scorecard adalah suatu alat untuk megukur dan mengelola kontribusi strategic dari peran human resource dlam menciptakan nilai untuk mencapai strategi perusahaan. Menurut Riana Sitawati, Sodikin Manaf, dan Endah Winarti (2009,p5) human resource scorecard adalah pendekatan yang digunakan dengan sedikit modifikasi dari model balance scorecard awal yang saat ini paling umun digunakan pada tingkat korporasi yang difokuskan pada strategi jangka panjang dan koneksi yang jelas pada hasil bisnisnya. Menurut Surya Dharma dan Yuanita Susantrio (2001,p1) human scorecard adalah pengukuran terhadap strategi SDM dalam menciptakan nilai-nilai ( value creation) dalam suatu organisasi yang sangat di dominasi oleh “human capital”dan modal intangible lainnya. Menurut Uwe Eigenman (2005,p32) human resource scorecard adalah secara khusus dirancang untuk menanamkan system sumber daya manusia dalam strategi keseluruhan perusahaandan mengelola SDM arsitektursebagai asset strategi. Scorecard sumber daya manusia tidak menggantikan balanced scorecard tradisional tetapi melengkapi itu. Perbedaan antara human resouces scorecard dengan balanced scorecard adalah bahwa balance scorecard lebih mengukur kinerja perusahaan berupa tangible assets sedangkan human resources scorecard lebih mengukur kinerja sumber daya manusia perusahaan yang berupa intangible assets. Human Resource Scorecard adalah suatu system pengukuran sumberdaya manusia yangbmengaitkan orang – strategi – kinerja untuk menghassilkan perrusahaan yang unggul. Human resource scorecard menjabarkan misi,visi, strategi menjadi aksi human
  • 16. resource yang dapat diukur kontribusinya. Human resource scorecard menjabarkan sesuatu yang tidak berwujud/intangible (leading/sebab) menjadi berwujud/intangible (langging/akibat). Human resource scorecard merupakan suatu system pengukuran yang mengaitkan sumber daya manusia dengan strategi dan kinerja organisasi yang akhirnya akan mampu menimbulkan kesadaran mengenai konsekuensi keputusan investasi sumber daya manusia, sehingga investasi tersebut dapat dilakukan secara tepat arah dan tepat jumlah. Selain itu, human resource scorecard dapat manjadi alat bantu bagi manajer sumber daya manusia untuk memasitikan bahwa semua keputusan sumber daya manusia mendukunng atau mempunyai kontribusi langsung pada implemantasi strategi usaha. Berdasarkan kesimpulan diatass pengertian HR Scorecard adalah suatu system pengukuran pada kontribusi departemen sumber daya manusia sebagai aset untuk menciptakan nilai-nilai bagi suatu organisasi. HR Scorecard Sebagai Model Pengukuran Kinerja Sumber Daya Manusia Human Resource Scorecard mengukur keefektifan dan efesiensi fungsi sumber daya manusia dalam mengerahkan perilaku karyawan untuk mencapai tujuan strategis perusahaan sehingga dapat membantu menunjukan bagaimana sumber daya manusia memberikan kontribusi dalam kesuksesan keuangan dan strategi perusahaan. Human Resource Scorecard merupakan bagian dari perusahaan. Human resource scorecord ibarat sebuah bangunan, yang menjadi bagian dari apa yang kita turunkan dari strategi perusahaan. Menurut Becker Et Al. (2001), dasar dari peran sumber daya manusia yang strategis terdiri dari tiga dimensi rantai nilai (value chain) yang dikembangkan oleh arsitektur sumber daya manusia perusahaan, yaitu fungsi, system dan perilaku karyawan. Arsitektur SDM dapat dilihat Gambar dibawah ini :
  • 17. Gambar 2.1 Arsitektur Strategi Sumber Daya Manusia 1. Fungsi Sumber Daya Manusia (The HR Function). Dasar penciptaan nilai strategi sumber daya manusia adalah mengelola infrastruktur untuk memahami dan mengimplementasikan strategi perusahaan. Biasanya propesi dalam fungsi sumber daya manusia diharapkan dapat mengarahkan usaha ini. Becker et al (2001) menemukan bahwa kebanyakan manajer sumber daya manusia lebih memusatkan kegiatannya pada penyemapaian (delivery) yang tradisional atau kegiatan manajemen sumber daya manajemen teknis dan kurang memperhatikan kepada dimemnsi manajemen sumber daya manusia yang strategic. Kompetensi yang perlu dikembangkan bagi menajer sumber daya manusia masas depan memiliki pengaruh yang sayat besar terhadap kinerja organisasi adalah kompetensi manajemen sumber daya manusia strategic dan bisnis. 2. System Sumber Daya Manusia (The HR System) System sumber daya manusia adalah unsur utama yang berpengaruh dalah sumber daya manusia strategic. Model system ini yang disebut sebagai high performance work system (HPWS) dalam HPWS setiam elemen pada system the HR function sumber daya manusia dirancang untuk memaksimalkan seluruh kualitas human capital melalui organisasi. Untuk membangun dan memelihara kesedian human hapitas yang berkualitas, HPWS melakukan hal-hal sebagai berikut:  Mengembangkan keputusan seleksi dan promosi untuk memvalidasi model kompetensi.  Mengembangkan strategi yang menyediakan waktu dan dukungan yang efektif untuk keterampulan yang dituntut oleh implementasi strategi organisasi.  Melaksanakan kebijaksanaan kompetensi dan menajemen kinerja yang menari, mempertahankan dan memotivasi kinerja keryawan yang tinggi.
  • 18. Hal diatas merupakan langkah penting dalam pembuatan keputusan peningkatan kualitas karyawan dalam organisasi, sehingga memungkinkan kinerja organisasi berkualitas, Agar sumber daya manusia mampu menciptakan value, organisasi perlu membuat struktur untuk setiap elemen dari system sumber daya manusia dengan cara menekankan, mendukung HPWS. 3. Perilaku karyawan (Employee Behaviour) Peran sumber daya manusia yang statejik akan memfokuskan pada produktivitas perilaku karyawan dalam organisasi. Perilaku stratejik adalah prilaku produktif yang secaralangsung mengimplementasikan strategi organisasi. Strategi ini terdiri dari dua kategori umum seperti :  Perilaku ini (core behaviour) adalah alur yang langsung berasal dari kopentensi inti perilaku yang didefinisikan organisasi. Perilaku tersebut sangat fundamental untuk keberhasilan organisasi.  Perilaku spesifik yang situasional yang essential sebagai key point dalam organisasi atau rantai nilai dari suatu bisnis. Mengintegrasikan perhatian pada prilaku kedalam keseluruhanusaha untuk mempengaruhi dan mengukur kontribusi sumber daya manusia terhadap organisasi merupakan suatu tantangan. B. Manfaat Human Resource Scorecard Human resources scorecard memberikan manfaat yaitu memgambargan peran dan kontribusi sumber daya manusia kepda pencapaian visi perusahaan secara jelas dan terukur, agar professional sumber daya manusia mampu dalam mengendalikan biaya yang dikeluarkan dan nilai yang dikontribusikan dan memberikan gambaran hubungan sebab akibat. Adapun menurut Bryan E.Becker (2009,p80-82) sebagai berikut : 1. Memperkuat perbedaan antara HR do able dan HR deliverable sistem pengukuran SDM harus membedakan secara jelas antara deliverable, yang mempengaruhi implementasi strategi, dan do able yang tidak. Sebagai contoh, implementasi kebijakan bukan suatu deliverbale hingga ia menciptakan prilaku karyawan yang mendorong implementasi strategi. Suatu sistem pengukuran SDM
  • 19. tepat secara kontinu mendorong professional SDM untuk berfikir secara strategis serta secara operasional. 2. Mengendalikan biaya dan menciptakan nilai SDM selalu diharapkan mengendalikan biaya bagi perusahaan. Pada saat yang sama, memainkan peran strategis berarti SDM harus pula menciptakan nilai. HR Scorecard membantu para manajemen sumber daya manusia untuk menyembunyikan secara efektif kedua tujuan tersebut. Hal itu bukan saja mendorong para praktisi untuk menghapus biaya yang tidak tepat, tetapi juga membantu mereka mempertahankan “investasi” dengan menguraikan manfaat potensial dalam pengertian konkrit. 3. HR Scorecard mengukur leading indicators Model kontribusi strategis SDM kami menghubungkan keputusa-keputusan dan system SDM dengan HR deliverable, yang selanjutnya mempengaruhi pendorong kinerja kunci dalam implementasi perusahaan. Sebagaimana terdapat leading dan langging indicator dalam system pengukuran kinerja seeimbang keseluruhan perusahaan, didalam rantai nilai SDM terdapat pendorong (delivery) dan hasil (outcome). Hal ini bersifat essensial untuk memantau keselarasan antara keputusan-keputusan SDM dan unsur-unsur system yang mendorong HR deliverable. Menilai keselarasan ini memberikan umpan balik mengenai kamajuan SDM menuju deliverable tersebut dan meletakan fondasi bagi pengaruh strategi SDM. 4. HR Scorecard memungkinkan professional SDM mengelola secara efektif tanggung jawab strategi mereka. HR Scorecard mendorong sumber daya manusia untuk focus secara tepat pada bagaimana keputusan mereka mempengaruhi keberhasilan implementasi strategi perusahaan. Sebagaimana kami menyoroti pentingnya “focus strategi karyawan” bagi keseluruhan perusahaan, HR Scorecard harus memperkuat focus strategis para manajer SDM dan karena para professional SDM dapat mencapai pengaruh strategis itu sebagian besar dengan cara mengadopsi porspektif sistemik dari pada dengan cara memainkan kebijakan individual, scorecard mendorong mereka lebih jauh untuk berfikir secara system matis mengenai strategi SDM.
  • 20. 5. HR Scorecard mendorong fleksibelitas dan perusahaan. Kritik yang umum terhadap system pengukuran kinerja ialah system ini menjadi terlembagaan dan secara actual merintangi perubahan. Strategi –strategi tumbuh, organisasi perlu bergerak dalam arah yang berbeda, namun sasaran-sasaran kinerja yang sudah tertinggal menyebabkan manajer dan karyawan ingin memelihara status quo. Memang, salah satu kritik terhadap amajeman berdasarkan pengukuran ini ialah bahwa orang-orang menjadi trampil dalam mencapai angka-angka yang diisyaratkan dalam system nama dan mengubah pendekatan manajemen mereka ketika kondisi yang bergeser menuntutnya. HR Scorecard memunculkan fleksibelitas dan perubahan, sebab ia focus pada implemantasi strategi perusahaan, yang akan secara konstan menurut perubahan. Dengan pendekatan ini, ukuran-ukuran mendapat makna yang baru. 2.3 Motivasi dan Kepuasan Kerja A. Pengertian Motivasi Kerja & Kepuasan Kerja Motivasi Kerja Menurut Hasibuan (1999) menyebutkan bahwa motivasi kerja adalah pemberian daya penggerak yang menciptakan kegairahan kerja seseorang, agar mereka mau bekerja sama, bekerja efektif dan terintegrasi dengan segala daya upayanya untuk mencapai kepuasan. Senada dengan definisi di atas, Siagian (1996) mengemukakan bahwa motivasi sebagai daya pendorong yang mengakibatkan seorang anggota organisasi mau dan rela untuk menggerakkan kemampuannya (dalam bentuk keahlian atau keterampilan) tenaga dan waktunya untuk menyelenggarakan berbagai kegiatan yang menjadi tanggungjawabnya dan menunaikan kewajibannya, dalam rangka pencapaian tujuan dan berbagai sasaran organisasi yang telah ditentukan sebelumnya. Motivasi juga merupakan usaha-usaha yang dapat menyebabkan seseorang atau kelompok orang tertentu bergerak melakukan sesuatu karena ingin mencapai tujuan yang dikehendakinya atau mendapatkan kepuasan dengan perbuatannya. Motivasi merupakan salah satu unsur yang mempunyai peranan dalam meningkatkan kinerja (performance). Motivasi adalah dorongan seseorang untuk melakukan suatu tindakan karena orang tersebut ingin melakukannya juga. Jika seseorang didorong, mereka akan bereaksi untuk menekan. Mereka bereaksi, sebab mereka merasa
  • 21. bahwa mereka harus melakukan. Bagaimanapun juga, jika mereka dimotivasi, maka mereka akan membuat pilihan positif untuk melakukan sesuatu, sebab mereka melihat bahwa aksi tersebut sangat berarti bagi mereka. Aksi mereka, sebagai contoh, dapat memuaskan beberapa dari kebutuhan-kebutuhan mereka (Chung, 1987). Motif seringkali diistilahkan sebagai dorongan. Dorongan atau tenaga tersebut merupakan gerak jiwa dan jasmani untuk berbuat, sehingga motif tersebut merupakan driving force yang menggerakkan manusia untuk bertingkah laku dan didalam perbuatannya itu mempunyai tujuan tertentu (Moch. As’ad, 1995: 45). Motivasi secara sederhana dapat diartikan “Motivating” yang secara implisit berarti bahwa pimpinan suatu organisasi berada di tengah-tengah bawahannya, dengan demikian dapat memberikan bimbingan, instruksi, nasehat dan koreksi jika diperlukan (Siagian, 1985: 129). Sedangkan pendapat lain mengatakan bahwa motivasi adalah keinginan yang terdapat pada seorang individu yang merangsang untuk melakukan tindakan (Winardi, 2000: 312). Motivasi adalah dorongan yang ada dalam diri manusia yang menyebabkan ia melakukan sesuatu (Wursanto, 1987: 132). Dalam kehidupan manusia selalu mengadakan bermacam-macam aktifitas. Salah satu aktivitas itu diwujudkan dalam gerakan-gerakan yang dinamakan kerja. Menurut Moch As’ad (1999: 46) bekerja mengandung arti melaksanakan suatu tugas yang diakhiri dengan buah karya yang dapat dinikmati oleh manusia yang bersangkutan. Faktor pendorong penting yang menyebabkan manusia bekerja, adalah adanya kebutuhan yang harus dipenuhi. Aktifitas dalam kerja mengandung unsur suatu kegiatan sosial, menghasilkan sesuatu, dan pada akhirnya bertujuan untuk memenuhi kebutuhannya. Namun demikian dibalik dari tujuan yang tidak langsung tersebut orang bekerja juga untuk mendapatkan imbalan, upah atau gaji dari hasil kerjanya. Jadi pada hakekatnya orang bekerja, tidak saja untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya tapi juga untuk mencapai taraf hidup yang lebih baik. Menurut Smith dan Wakeley (Moch As’ad, 1999: 47) menyatakan bahwa seseorang didorong untuk beraktivitas karena dia berharap bahwa hal ini akan membawa pada keadaan yang lebih memuaskan daripada keadaaan sekarang. Pendapat dari Gilmer (Moch As’ad, 1999: 47), bahwa bekerja itu merupakan proses fisik maupun mental manusia dalam mencapai tujuannya. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa bekerja adalah aktivitas manusia baik fisik maupun
  • 22. mental yang dasarnya mempunyai tujuan yaitu untuk mendapatkan kepuasan. Ini tidak berarti bahwa semua aktivitas itu adalah bekerja, hal ini tergantung padamotivasi yang mendasari dilakukannya aktivitas tersebut. Dari berbagai pendapat mengenai definisi motivasi dan definisi kerja di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi kerja adalah dorongan yang tumbuh dalam diri seseorang, baik yang berasal dari dalam dan luar dirinya untuk melakukan suatu pekerjaan dengan semangat tinggi menggunakan semua kemampuan dan ketrampilan yang dimilikinya yang bertujuan untuk mendapatkan hasil kerja sehingga mencapai kepuasan sesuai dengan keinginannya. Untuk dapat memberikan hasil kerja yang berkualitas dan berkuantitas maka seorang pegawai/ guru membutuhkan motivasi kerja dalam dirinya yang akan berpengaruh terhadap semangat kerjanya sehingga meningkatkan kinerjanya. Telah lama diketahui bahwa manusia adalah makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial ia membutuhkan rasa sayang, pengakuan keberadaan, rasa ingin memiliki berbagai kebutuhan tersebut, manusia bekerja dan berusaha dengan sekuat tenaga untuk memenuhi keinginan itu. Kepuasan Kerja Salah satu sarana penting pada manjemen sumber daya manusia dalam sebuah organisasi adalah terciptanya kepuasan kerja para pegawai/ karyawan. Kepuasan kerja menurut Susilo Martoyo (1992: 115), pada dasarnya merupakan salah satu aspek psikologis yang mencerminkan perasaan seseorang terhadap pekerjaannya, ia akan merasa puas dengan adanya kesesuaian antara kemampuan, keterampilan dan harapannya dengan pekerjaan yang ia hadapi. Kepuasan sebenarnya merupakan keadaan yang sifatnya subyektif yang merupakan hasil kesimpulan yang didasarkan pada suatu perbandingan mengenai apa yang diterima pegawai dari pekerjaannya dibandingkan dengan yang diharapkan diinginkan, dan dipikirkannya sebagai hal yang pantas atau berhak atasnya. Sementara setiap tenaga kerja/ pegawai secara subyektif menentukan bagaimana pekerjaan itu memuaskan. Dalam tulisannya Jewell & Siegell (M. Idrus, 2006: 96) mengungkap bahwa kepuasan kerja merupakan sikap yang timbul berdasarkan penilaian terhadap situasi kerja. Lebih lanjut diungkap oleh Jewell & Siegell bahwa karyawan yang puas lebih
  • 23. menyukai situasi kerjanya dibandingkan yang tidak. Lebih lanjut diungkap oleh Jewell & Siegell, mengingat kepuasan kerja adalah sikap, dan karenanya merupakan konstruksi hipotesis sesuatu yang tidak dilihat, tetapi ada atau tidak adanya diyakini berkaitan dengan pola perilaku tertentu. Menurut Hani Handoko (2000: 193) kepuasan kerja adalah keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan dengan mana para pegawai memandang pekerjaan mereka. Sedangkan menurut Blum (Moch. As’ad, 1995: 104 ) mengemukakan bahwa kepuasan kerja merupakan sikap umum yang merupakan hasil dari beberapa sikap khusus terhadap factor-faktor pekerjaan, penyesuaian diri dan hubungan sosial individu diluar kerja. Dari berbagai pendapat mengenai kepuasan kerja di atas penulis menyimpulkan bahwa kepuasan kerja merupakan hal yang bersifat individual yang merupakan sikap dan perasaan seseorang yang timbul berdasarkan penilaian terhadap situasi kerja dan apa yang diperoleh dari pekerjaannya, kepuasan akan dirasakan jika adanya kesesuaian antara kemampuan, keterampilan dan harapannya dengan pekerjaan yang ia hadapi. Setiap individu akan memiliki tingkat kepuasan yang berbeda–beda sesuai dengan sistem nilai– nilai yang berlaku dalam dirinya. Ini disebabkan karena adanya perbedaan pada masing– masing individu. Semakin banyak aspek–aspek dalam pekerjaan yang sesuai dengan keinginan individu, maka akan semakin tinggi tingkat kepuasan yang dirasakan dan sebaliknya. B. Teori Motivasi dan Kepuasan Kerja Teori Motivasi Kerja Motivasi sebenarnya memiliki beberapa teori dari beberapa pendapat tokoh, teori tersebut antara lain teori Motivasi Klasik oleh F.W Taylor; teori Maslow’s Need Hierarchy oleh A.H. Maslow; Herzberg’s two factor theory oleh Frederick Herzberg; Mc. Clelland’s achievement Motivation Theory oleh Mc. Clelland; Alderfer Existence, Relatedness And Growth (ERG) Theory oleh Alderfer; teori Motivasi Human Relation; teori Motivasi Claude S. Geogre. Namun, dari beberapa teori di atas peneliti mencantumkan dua teori Maslow’s Need Hierarchy oleh A.H. Maslow dan Herzberg’s two factor theory oleh Frederick Herzberg dalam penelitian ini.
  • 24. a. Teori Motivasi menurut Abraham Maslow Setiap manusia mempunyai needs (kebutuhan, dorongan, intrinsic dan extrinsic factor), yang pemunculannya sangat tergantung darikepentingan individu. Dengan kenyataan ini, kemudian A. Maslow (Siagian, 1996: 149) membuat needs hierarchy theory untuk menjawab tentang tingkatan kebutuhan manusia tersebut. Kebutuhan manusia diklasifikasi menjadi lima hierarki kebutuhan yaitu : 1) Kebutuhan Fisiologis ( Physiological Needs ) Perwujudan dari kebutuhan fisiologis adalah kebutuhan pokok manusia yaitu sandang, pangan, papan, dan kesejahteraan individu. Kebutuhan ini dipandang sebagai kebutuhan yang paling mendasar, karena tanpa pemenuhan kebutuhan tersebut, seseorang tidak dapat dikatakan hidup normal. Meningkatnya kemampuan seseorang cenderung mereka berusaha meningkatkan pemuas kebutuhan dengan pergeseran dari kuntitatif ke kualitatif. Kebutuhan ini merupakan kebutuhan yang amat primer, karena kebutuhan ini telah ada dan terasa sejak manusia dilahirkan. Misalnya dalam hal sandang. Apabila tingkat kemampuan seseorang masih rendah, kebutuhan akan sandang akan dipuaskan sekedarnya saja. Jumlahnya terbatas dan mutunya pun belum mendapat perhatian utama karena kemampuan untuk itu memang masih terbatas. Akan tetapi bila kemampuan seseorang meningkat, pemuas akan kebutuhan sandang pun akan ditingkatkan, baik sisi jumlah maupun mutunya. Demikian pula dengan pangan, seseorang dalam hal ini guru yang ekonominya masih rendah, kebutuhan pangan biasanya masih sangat sederhana. Akan tetapi jika kemampuan ekonominya meningkat, maka pemuas kebutuhan akan pangan pun akan meningkat. Hal serupa dengan kebutuhan akan papan/perumahan. Kemampuan ekonomi seseorang akan mendorongnya untuk memikirkan pemuas kebutuhan perumahan dengan pendekatan kuantitiatif dan kualitatif sekaligus. 2) Kebutuhan Rasa Aman ( Safety Needs ) Kebutuhan keamanan harus dilihat dalam arti luas, tidak hanya diartikan dalam arti keamanan fisik semata, tetapi juga keamanan psikologis dan perlakuan yang adil dalam pekerjaan.Karena pemuas kebutuhan ini terutama dikaitkan dengan kekaryaan seseorang, artinya keamanan dalam arti fisik termasuk keamanan seseorang
  • 25. didaerah tempat tinggal, dalam perjalanan menuju ke tempat bekerja, dan keamanan di tempat kerja. 3) Kebutuhan Sosial ( Social Needs ) Manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial, tidak dapat memenuhi kebutuhan sendiri dan pasti memerlukan bantuan orang lain, sehingga mereka harus berinteraksi dalam memenuhi kebutuhan tersebut. Kebutuhan sosial tercermin dalam empat bentuk perasaan yaitu: a) Kebutuhan akan perasaaan diterima orang lain dengan siapa ia bergaul dan berinteraksi dalam organisasi dan demikian ia memiliki sense of belonging yang tinggi. b) Harus diterima sebagai kenyataan bahwa setiap orang mempunyai jati diri yang khas dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Dengan jati dirinya itu, setiap manusia merasa dirinya penting, artinya ia memiliki sense of importance. c) Kebutuhan akan perasaan maju dan tidak akan gagal sering disebut sense of accomplishment. Tidak ada orang yang merasa senang apabila ia menemui kegagalan, sebaliknya, ia senang apabila ia menemui keberhasilan. d) Kebutuhan akan perasaan diikutsertakan ( sense of participation ). Kebutuhan ini sangat terasa dalam hal pengambilan keputusan yang menyangkut diri dan tugas sendiri. Sudah barang tentu bentuk dari partisipasi itu dapat beraneka ragam seperti dikonsultasikan, diminta memberikan informasi, didorong memberikan saran. 4) Kebutuhan akan Harga Diri ( Esteem Needs ) Semua orang memerlukan pengakuan atas keberadaan statusnya oleh orang lain. Situasi yang ideal adalah apabila prestise itu timbul akan menjadikan prestasi seseorang. Akan tetapi tidak selalu demikian, karena dalam hal ini semakin tinggi kedudukan seseorang, maka akan semakin banyak hal yang digunakan sebagai simbol statusnya itu. Dalam kehidupan organisasi banyak fasilitas yang diperoleh seseorang dari organisasi untuk menunjukkan kedudukan statusnya dalam organisasi. Pengalaman menunjukkan bahwa baik dimasyarakat yang masih tradisional maupun di lingkungan masyarakat yang
  • 26. sudah maju, simbol – simbol status tersebut tetap mempunyai makna penting dalam kehidupan berorganisasi. 5) Aktualisasi Diri (Self Actualization ) Hal ini dapat diartikan bahwa dalam diri seseorang terdapat kemampuan yang perlu dikembangkan, sehingga dapat memberikan sumbangsih yang besar terhadap kepentingan organisasi. Melalui kemampuan kerja yang semakin meningkat akan semakin mampu memuaskan berbagai kebutuhannya dan pada tingkatan ini orang cenderung untuk selalu mengembangkan diri serta berbuat yang lebih baik. Teori Dua Faktor Herzberg Menurut Herzberg (Hasibuan, 1996: 108), ada dua jenis faktor yang mendorong seseorang untuk berusaha mencapai kepuasan dan menjauhkan diri dari ketidakpuasan. Dua faktor itu disebutnya faktorhigiene (faktor ekstrinsik) dan faktor motivator (faktor intrinsik). Faktor higiene memotivasi seseorang untuk keluar dari ketidakpuasan, termasuk di dalamnya adalah hubungan antar manusia, imbalan, kondisi lingkungan, dan sebagainya (faktor ekstrinsik), sedangkan faktor motivator memotivasi seseorang untuk berusaha mencapai kepuasan, yang termasuk di dalamnya adalah achievement, pengakuan, kemajuan tingkat kehidupan, dsb (faktor intrinsik). Herzberg (Hasibuan, 1996: 108) berdasarkan hasil penelitiannya menyatakan ada tiga hal penting yang harus diperhatikan dalam memotivasi bawahan yaitu : 1) Hal-hal yang mendorong pegawai/ karyawan adalah pekerjaan yang menantang yang mencakup perasaan untuk berprestasi, bertanggungjawab, kemajuan dapat menikmati pekerjaan itu sendiri dan adanya pengakuan atas semua itu. 2) Hal-hal yang mengecewakan pegawai/ karyawan adalah terutama faktor yang bersifat embel-embel saja pada pekerjaan, peraturan pekerjaan, penerangan, istirahat, sebutan jabatan, hak, gaji, tunjangan dan lain-lainnya. 3) Pegawai/ karyawan, jika peluang untuk berprestasi terbatas. Mereka akan menjadi sensitif pada lingkungannya serta mulai mencari-cari kesalahan.
  • 27. Herzberg (Hasibuan, 1996: 109) menyatakan bahwa orang dalam melaksanakan pekerjaannya dipengaruhi oleh dua faktor yang merupakan kebutuhan, yaitu : 1) Maintenance Factor Adalah faktor-faktor pemeliharaan yang berhubungan dengan hakikat manusia yang ingin memperoleh ketentraman badaniah. Kebutuhan kesehatan ini menurut Herzberg merupakan kebutuhan yang berlangsung terus menerus, karena kebutuhan ini akan kembali pada titik nol setelah dipenuhi. Misalnya orang lapar akan makan, kemudian lapar lagi lalu makan lagi dan seterusnya. Faktor-faktor pemeliharaan ini meliputi hal-hal yang masuk dalam kelompok dissatisfiers seperti gaji, kondisi kerja fisik, kepastian pekerjaan, supervisi yang menyenangkan, kendaraan dinas, rumah dinas dan macam-macam tunjangan lainnya. Hilangnya faktor pemeliharaan ini dapat menyebabkan timbulnya ketidakpuasan dan absennya pegawai/ karyawan, bahkan dapat menyebabkan banyak pegawai/ karyawan yang keluar. Faktor-faktor pemeliharaan ini perlu mendapat perhatian yang wajar dari pimpinan, agar kepuasan dan kegairahan bekerja bawahan dapat ditingkatkan. Menurut Herzberg maintenance factors bukanlah alat motivator melainkan keharusan yang harus diberikan oleh pimpinannya kepada mereka demi kesehatan dan kepuasan bawahannya, sedangkan menurut Maslow merupakan alat motivator bagi pegawai/ karyawan. 2) Motivation Factors Motivation Factors adalah faktor motivasi yang menyangkut kebutuhan psikologis seseorang yaitu perasaan sempurna dalam melakukan pekerjaan. Faktor motivasi ini berhubungan dengan penghargaan terhadap pribadi yang secara langsung berkaitan dengan pekerjaan, misalnya kursi yang empuk, ruangan yang nyaman, penempatan yang tepat dan lain sebagainya. Hal tersebut merupakan kelompok Satisfiers, adapun yang masuk dalam kelompok satisfiers antara lain:
  • 28. a) Prestasi b) Pengakuan c) Pekerjaan itu sendiri d) Tanggungjawab e) Pengembangan potensi individu (Hasibuan, 1996: 110). Pada dasarnya kedua teori ini sama-sama bertujuan mendapatkan alat dan cara yang terbaik dalam memotivasi semangat kerja tenaga kerja/ pegawai agar mereka mau bekerja giat untuk mencapai prestasi kerja yang optimal. Perbedaan antara teori Hierarki Maslow dengan teori Dua Faktor Motivasi Herzberg, yaitu : 1) Maslow mengemukakan bahwa kebutuhan-kebutuhan manusia itu terdiri dari lima tingkat (kebutuhan fisiologis, rasa aman/ kenyamanan, kebutuhan sosial, kebutuhan akan penghargaan, dan aktualisasi diri), sedang Herzberg mengelompokkan atas dua kelompok (satisfiers dan dissatisfiers). 2) Menurut Maslow semua tingkat kebutuhan itu merupakan alat motivator, sedang Herzberg ( gaji, upah, dsb) bukan alat motivasi, hanya merupakan alat pemeliharaan (Dissatisfiers) saja, yang menjadi motivator (Satisfiers) ialah yang berkaitan langsung dengan pekerjaan itu sendiri. 3) Teori Maslow dikembangkan hanya atas pengamatan saja dan belum pernah diuji coba kebenarannya, sedang teori Herzberg di dasarkan atas hasil penelitiannya sebagai pengembangan teori Maslow. Komponen Motivasi dalam Penelitian Untuk memahami motivasi pegawai dalam penelitian ini digunakan komponen teori motivasi dua arah yang dikemukakan oleh Herzberg. Adapun komponen tersebut yaitu terdapat pada komponen Satisfiers (motivator factors), komponen ini meliputi :
  • 29. 1) Prestasi 2) Pengakuan 3) Penghargaan 4) Pekerjaan itu sendiri 5) Pengembangan potensi individu (Hasibuan, 1996: 110). Adapun pertimbangan peneliti menggunakan teori ini adalah berdasar dari perbedaan dan perbandingan antara teori Maslow dengan teori Herzberg. Metode-Metode Motivasi Terdapat dua metode dalam motivasi, metode tersebut adalah metode langsung dan metode tidak langsung, menurut Hasibuan (1996:100). Kedua metode motivasi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Metode Langsung (Direct Motivation), merupakan motivasi materiil atau non materiil yang diberikan secara langsung kepada seseorang untuk pemenuhan kebutuhan dan kepuasannya. Motivasi ini dapat diwujudkan misalnya dengan memberikan pujian, penghargaan, bonus dan piagam. b. Metode Tidak Langsung (Indirect Motivation),merupakan motivasi yang berupa fasilitas dengan maksud untuk mendukung serta menunjang gairah kerja dan kelancaran tugas. Contohnya adalah dengan pemberian ruangan kerja yang nyaman, penciptaan suasana dan kondisi kerja yang baik. Pada instansi pendidikan/ sekolah, tentunya dalam hal ini pimpinan/ kepala sekolah memiliki tugas penting dalam meningkatkan kualitas guruyang dipimpinnya sehingga sekolah. Untuk dapat menciptakan kualitas guruyang baik, pimpinan/ kepala sekolah dapat menggunakan metode seperti di atas agar mampu meningkatkan motivasi guru dan mampu menunjang kepuasan kerja guru itu sendiri.
  • 30. Teori – Teori Kepuasan Kerja Menurut Wexley dan Yulk (Moch. As’ad, 1995: 105), pada dasarnya teori – teori tentang kepuasan kerja yang lazim dikenal ada tiga macam yaitu: a. Discrepancy theory Discrepancy theory yang dipelopori oleh Porter menjelaskan bahwa kepuasan kerja seseorang diukur dengan menghitung selisih apa yang seharusnya diinginkan dengan kenyataan yang dirasakan. Kemudian Locke menerangkan bahwa kepuasan kerja seseorang tergantung pada perbedaan antara apa yang diinginkan dengan apa yang menurut persepsinya telah diperoleh melalui pekerjaannya. Orang akan puas apabila tidak ada perbedaan antara yang diinginkan dengan persepsinya atas kenyataan, karena batas minimum yang diinginkan maka orang akan menjadi lebih puas lagi walaupun terdapat “discrepancy”, tetapi merupakan discrepancy positif. Sebaliknya, semakin jauh dari kenyataan yang dirasakan itu dibawah standar minimum sehingga menjadi discrepancy negatif, maka makin besar pula ketidakpuasan terhadap pekerjaannya. b. Equity theory Equity theory dikembangkan oleh Adams tahun 1963. Dalam equity theory, kepuasan kerja seseorang tergantung apakah ia merasakan keadilan atau tidak atas situasi. Perasaan keadilan atau ketidakadilan atas suatu situasi diperoleh dengan membandingkan dirinya dengan orang lain yang sekelas, sekantor maupun di tempat lain. Menurut Wexley dan Yulk (Moch. As’ad, 1995: 105), teori elemen–elemen dari equity ada tiga yaitu : 1) Input adalah sesuatu yangberharga yang dirasakan pegawai sebagai sumbangan terhadappekerjaannya, seperti pendidikan, pengalaman kerja, dan kecakapan. 2) Out Comes adalah sesuatu yang berharga yang dirasakan pegawai sebagai hasil dari pekerjaannya, seperti gaji, status, simbol, dan penghargaan.
  • 31. 3) Comparation Person adalah dengan membandingkan input, out comes terhadap orang lain. Bila perbandingan itu tidak seimbang tetapimenguntungkan bisa menimbulkan kepuasan, tetapi bisa pula tidak. Akan tetapi bila perbandingan itu tidak seimbang dan merugikan, akan menimbulkan ketidakpuasan. Kelemahan dari teori ini adalah kenyataan bahwa kepuasan kerja seseorang juga ditentukan oleh individual differences (misalnya pada waktu orang melamar kerja apabila ditanya tentang besarnya upah/ gaji yang diinginkan. Selain itu, menurut Locke tidak liniernya hubungan antara besarnya kompensasi dengan tingkat kepuasan lebih banyak bertentangan dengan kenyataan (Moch. As’ad, 1995: 105). c. Two Factor Teory Menurut two factor theory, kepuasan kerja itu merupakan dua hal yang berbeda, artinya kepuasan dan ketidakpuasan terhadap pekerjaan itu tidak merupakan suatu variable kontinyu. Herzberg membagi situasi yang mempengaruhi perasaan seseorang terhadap pekerjaannya menjadi dua kelompok yaitu kelompok satisfiers atau motivator yang terdiri dari prestasi pengakuan, tanggungjawab. Kedua yaitu kelompok sebagai sumber ketidakpuasan atau dissatisfiers yang terdiri dari prosedur kerja, upah atau gaji, hubungan antar pegawai. Menurut Herzberg, perbaikan terhadap kondisi dalam kelompok disatisfiers ini akan mengurangi ketidakpuasan, tetapi tidak akan menimbulkan kepuasan kerja karena bukan merupakan sumber kepuasan kerja. Sedangkan kelompok satisfiers merupakan faktor yang menimbulkan kepuasan kerja.Selain teori di atas ada pula teori lain lagi mengenai kepuasan kerja, adapun teori lainnya adalah sebagai berikut : a. Value Theory Menurut teori ini kepuasan kerja terjadi pada tingkatan dimana hasil pekerjaan diterima individu seperti diharapkan. Semakin banyak orang menerima hasil, akan semakin puas dan sebaliknya. Kunci menuju kepuasan pada teori ini adalah perbedaan antara aspek pekerjaan yang dimiliki dengan yang diinginkan seseorang. Semakin besar perbedaan, semakin rendah kepuasan orang.
  • 32. b. Model dari Kepuasan Bidang/ Bagian (Facet Satisfication) Model Lawler dari kepuasan bidang berkaitan erat dengan teori keadilan dari Adams, menurut model Lawler orang akan puas dengan bidang tertentu dari pekerjaan mereka jika jumlah dari bidang mereka persepsikan harus mereka terima untuk melaksanakan kerja mereka sama dengan jumlah yang mereka persepsikan dari yang secara aktual mereka terima. Jumlah dari bidang yang dipersepsikan orang sebagai sesuai tergantung dari bagaimana orang mempersepsikan masukan pekerjaan, ciri-ciri pekerjaan, dan bagaimana mereka mempersepsikan masukan dan keluaran dari orang lain yang dijadikan pembanding. c. Teori Proses-Bertentangan (Opponent-Proses Theory) Teori proses bertentangan dari Landy memandang kepuasan kerja dari perspektif yang berbeda secara mendasar daripada pendekatan yang lain. Teori ini menekankan bahwa orang ingin mempertahankan suatu keseimbangan emosional (emotional equilibrium), berdasarkan asumsi bahwa kepuasan kerja yang bervariasi secara mendasar dari waktu ke waktu akibatnya ialah bahwa pengukuran kepuasan kerja perlu dilakukan secara periodik dengan interval waktu yang sesuai. Faktor – Faktor Timbulnya Kepuasan Kerja Sebagian besar orang berpendapat bahwa gaji atau upah merupakan faktor utama untuk dapat menimbulkan kepuasan kerja. Sampai taraf tertentu, hal ini memang bisa diterima, terutama dalam negara yang sedang berkembang, dimana uang merupakan kebutuhan yang sangat vital untuk bisa memenuhi kebutuhan pokok sehari – hari. Akan tetapi kalau masyarakat sudah bisa memenuhi kebutuhan keluarganya secara wajar, maka gaji atau upah ini tidak menjadi faktor utama. Sesuai dengan tingkatan motivasi manusia yang dikemukakan oleh Maslow, maka upah atau gaji merupakan kebutuhan dasar. Harold E. Burt (Moch. As’ad, 1995: 112) mengemukakan pendapatnya tentang faktor – faktor yang dapat menimbulkan kepuasan kerja antara lain:
  • 33. a. Faktor hubungan antar pegawai, antara lain hubungan antara pimpinan dengan pegawai, faktor fisik dan kondisi kerja, hubungan sosial diantara pegawai, sugesti dari teman kerja, emosi dan situasi kerja. b. Faktor individual, antara lain sikap kerja seseorang terhadap pekerjaannya, umur orang sewaktu bekerja, serta jenis kelamin pegawai. c. Faktor – faktor dari luar (ekstern) antara lain keadaan keluarga pegawai, rekreasi, pendidikan (training, up grading dan lain – lain).Sedangkan menurut pendapat Gilmer (Moch. As’ad, 1995: 114) tentang faktor – faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja sebagai berikut : a. Kesempatan untuk maju. Dalam hal ini ada tidaknya kesempatan untuk memperoleh kesempatan peningkatan pengalaman dan kemampuan kerja selama bekerja. b. Keamanan kerja. Faktor ini sering disebut sebagai penunjang kepuasan kerja, baik pegawai pria maupun wanita. Keadaan yang aman sangat mempengaruhi perasaan kerja pegawai selama bekerja. c. Gaji Gaji lebih banyak menyebabkan ketidakpuasan, dan jarang orang yang mengekspresikan kepuasan kerjanya dengan sejumlah uang yang diperolehnya. d. Manajemen kerja. Manajemen kerja yang baik adalah yang memberikan situasi dan kondisi kerja yang stabil, sehingga pegawai dapat bekerja dengan nyaman. e. Kondisi kerja. Dalam hal ini adalah tempat kerja, ventilasi, penyinaran, kantin, dan tempat parkir.
  • 34. f. Komunikasi. Komunikasi yang lancar antara karyawan dengan pimpinan banyak dipakai untuk menyukai jabatannya. Dalam hal ini adanya kesediaan pihak pimpinan untuk mau mendengar, memahami dan mengakui pendapat atau prestasi pegawainya sangat berperan dalam menimbulkan kepuasan kerja. Menurut pendapat Moch. As’ad (1995: 115), faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja antara lain : a. Faktor psikologis, merupakan faktor yang berhubungan dengan kejiwaan pegawai yang meliputi minat, ketentraman kerja, sikap terhadap kerja, perasaan kerja. b. Faktor fisik, merupakan faktor yang berhubungan dengan fisik lingkungan kerja dan kondisi fisik pegawai, meliputi jenis pekerjaan, pengaturan waktu kerja, perlengkapan kerja, sirkulasi udara, kesehatan pegawai. c. Faktor finansial, merupakan faktor yang berhubungan dengan jaminan serta kesejahteraan pegawai, yang meliputi sistem penggajian, jaminan sosial, besarnya tunjangan, fasilitas yang diberikan, promosi dan lain-lain. Menurut Chruden & Sherman (Rita Johan, 2002: 8) faktor-faktor yang biasanya digunakan untuk mengukur kepuasan kerja seorang pegawai adalah: a. Isi pekerjaan, penampilan tugas pekerjaan yang aktual dan sebagai kontrol terhadap pekerjaan b. Supervisi c. Organisasi dan manajemen d. Kesempatan untuk maju e. Gaji dan keuntungan dalam bidang finansial lainnya seperti adanya insentif f. Rekan kerja g. Kondisi pekerjaan.
  • 35. Kepuasan kerja dapat dirumuskan sebagai respon umum pekerja berupaperilaku yang ditampilkan oleh tenaga kerja sebagai hasil persepsi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaannya. Seorang pekerja yang masuk danbergabung dalam suatu organisasi/ institusi/ perusahaan mempunyai seperangkat keinginan, kebutuhan , hasrat dan pengalaman masa lalu yang menyatu dan membentuk suatu harapan yang diharapkan dapat dipenuhi ditempatnya bekerja. Kepuasan kerja akan didapat apabila ada kesesuaian antara harapan pekerja dengan kenyataan yang ditemui dan didapatkannya dari tempatnya bekerja. Persepsi pekerja mengenai hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaannya dan kepuasan kerja melibatkan rasa aman, rasa adil, rasa menikmati, rasa bergairah, status dan kebanggaan. Dalam persepsi ini juga dilibatkan situasi kerja pekerja yang bersangkutan yang meliputi interaksi kerja, kondisi kerja, pengakuan, hubungan dengan atasan, dan kesempatan promosi. Selain itu di dalam persepsi ini juga tercakup kesesuaian dengan antara kemampuan dan keinginan pekerja dengan kondisi organisasi tempat mereka bekerja yang meliputi jenis pekerjaan, minat, bakat, penghasilan, dan insentif. Komponen Kepuasan Kerja Ada beberapa komponen kepuasan kerja menurut beberapa tokoh. Komponen tersebut antara lain : a. Menurut Yudha (Agoes Dariyo, 2003: 76) kepuasan kerja merupakan kombinasi dari beberapa komponen pendekatan, yaitu : 1) Pendekatan Psikologi Sosial (The Social Psychological Approach) Berkaitan dengan bagaimana persepsi individu terhadap pekerjaan itu sendiri. meliputi minat, ketentraman kerja, sikap terhadap kerja, perasaan kerja.
  • 36. 2) Pendekatan Ekonomi Neo -Klasik (Neo-Classical Economic Approach) Berhubungan dengan berapa jumlah kompensasi yang diperoleh melalui pekerjaan tersebut guna memenuhi kebutuhan hidupnya (termasuk keluarganya), seperti gaji, tunjangan, fasilitas yang diberikan, promosi kesempatan untuk maju, dll. 3) Pendekatan Sosiologi (Sociological Approach) Menekankan bagaimana kondisi hubungan interpersonal dalam konteks lingkungan sosial. Misalkan lebih pada aktualisasi diri, hubungan dengan sesama tenaga kerja, hubungan bawahan dengan pimpinannya. b. Menurut Greenberg dan Baron (Agoes Dariyo, 2003: 76) kepuasan kerja meliputi beberapa komponen, yaitu : 1) Komponen Evaluatif (Evaluative Component) adalah dasar afeksi (perasaan, emosi) yang berfungsi untuk menilai suatu objek. Dalam komponen ini seperti minat kerja, perasaan terhadap pekerjaannya, perasaan terhadap hasil kerja, perasaan terhadap aturan/ kebijaksanaan, lingkungan kerja dan kepemimpinan. 2) Komponen Kognitif (Cognitive Component), yaitu mengacu pada unsur kecerdasan (intelektual) untuk mengetahui suatu objek, yakni sejauh mana individu mengetahui hal- hal yang berkaitan dengan objek yang dimaksud, seperti anggapan seseorang tentang kesesuaian gaji dengan beban kerjanya, kompensasi/ tunjangan di luar jam kerja, penghargaan yang sesuai dengan prestasi kerja, pandangan terhadap aturan sekolah, sebagai contoh: seorang guru berpendapat bahwa dirinya lebih pantas mendapatkan promosi daripada rekan kerjanya yang menurutnya prestasi rekannya tidak lebih baik dari pada prestasi dirinya. 3) Komponen Perilaku (Behavioral Component) adalah bagaimana individu menentukan tindakan terhadap apa yang diketahui ataupun yang dirasakan. Sebagai contoh: penyelesaian tugas kerja, keaktifan dan sikap dalam berkerja, loyalitas dalam bekerja. Robert Kreitner dan Angelo Kinicki (2003: 271) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai suatu efektifitas atau respon emosional terhadap berbagai aspek pekerjaan.
  • 37. Definisi ini berarti bahwa kepuasan kerja bukanlah suatu konsep tunggal. Seseorang dapat relatif puas dengan suatu aspek dalam pekerjaanya dan tidak puas dengan salah satu atau lebih aspek yang lain. Lima model kepuasan kerja yang menonjol akan menggolongkan penyebabnya. Lima model kepuasan kerja tersebut diantaranya: a. Pemenuhan Kebutuhan. Kepuasan kerja ditentukan oleh karakteristik dari suatu pekerjaan yang memungkinkan seorang individu untuk memenuhi kebutuhannya. b. Ketidakcocokan. Kepuasan adalah hasil dari harapan yang terpenuhi. Pada saat harapan lebih besar dari output yang diterima maka karyawan akan merasakan ketidakpuasan. Namun, apabila output yang diterima sama atau lebih besar dari harapan maka karyawan akan merasa puas. c. Pencapaian Nilai. Kepuasan berasal dari persepsi yang menganggap bahwa suatu pekerjaan memungkinkan untuk memenuhi nilai kerja yang penting dari seseorang. Oleh karena itu, manajer dapat menciptakan nilai kerja bagi karyawan melalui strukturisasi lingkungan kerja, penghargaan dan pengakuan yang berhubungan dengan nilai-nilai karyawan. d. Persamaan. Model ini, kepuasan kerja dipandang sebagai fungsi dari bagaimana seorang individu diperlakukan secara adil di tempat kerja. e. Komponen watak/ genetik. Model kepuasaan ini berusaha menjelaskan secara khusus bahwa model ini didasarkan pada keyakinan bahwa kepuasan kerja merupakan sebagai fungsi dari sifat pribadi maupun faktor genetik. Oleh karenanya, model ini menunjukkan bahwa perbedaan individu yang stabil adalah sama pentingnya dalam menjelaskan kepuasan kerja dengan karakteristik lingkungan. Robbins dan Judge (2008: 108) mengemukakan beberapa komponen yang merupakan faktor penentu kepuasan kerja yang berdasarkan skala standar,yaitu : 1. Pekerjaan itu Sendiri/ Sifat Pekerjaan Tingkat dimana sebuah pekerjaan menyediakan tugas yang menyenangkan, kesempatan belajar dan kesempatan untuk mendapatkan tanggung jawab. Hal ini mejadi
  • 38. sumber mayoritas kepuasan kerja. Menurut Locke, ciri-ciri intrinsik yang menentukan kepuasan kerja adalah keragaman, kesulitan, jumlah pekerjaan, tanggung jawab, otonomi, kendali terhadap metode kerja, kemajemukan, dan kreativitas. 2. Gaji Menurut penelitian Theriault, kepuasan kerja merupakan fungsi dari jumlah absolute dari gaji yang diterima, derajat sejauh mana gaji memenuhi harapan-harapan tenaga kerja, dan bagaimana gaji diberikan. Upah dan gaji diakui merupakan faktor yang signifikan terhadap kepuasan kerja. 3. Kesempatan atau Promosi Karyawan memiliki kesempatan untuk mengembangkan diri dan memperluas pengalaman kerja, dengan terbukanya kesempatan untuk kenaikan jabatan. 4. Supervisor Kemampuan supervisor untuk menyediakan bantuan teknis dan perilaku dukungan. Menurut Locke, hubungan fungsional dan hubungan keseluruhan yang positif memberikan tingkat kepuasan kerja yang paling besar dengan atasan. 5. Rekan Kerja Kebutuhan dasar manusia untuk melakukan hubungan sosial akan terpenuhi dengan adanya rekan kerja yang mendukung karyawan. Jika terjadi konflik dengan rekan kerja, maka akan berpengaruh pada tingkat kepuasan karyawan terhadap pekerjaan. Adapun salah satu cara untuk menentukan apakah pekerja puas dengan pekerjaannya ialah dengan membandingkan pekerjaan mereka dengan beberapa pekerjaan ideal tertentu (teori kesenjangan). Dari beberapa pendapat di atas kepuasan kerja di atas dapat dirumuskan komponen yang merupakan faktor penentu kepuasan kerja yang akan digunakan peneliti dalam penelitian antara lain: 1. Gaji
  • 39. Sebagai tenaga kerja menginginkan gaji dan kebijakan yang mereka persepsikan sebagai adil, tidak meragukan dan segaris dengan penghargaan mereka. Gaji dilihat sebagai adil apabila didasarkan pada tuntutan pekerjaan, tingkat keterampilan individu, dan standar penggajian, komunitas. Mengenai upah ini tidak semua tenaga kerja akan mengejar gaji ini, karena banyak tenaga kerja yang bersedia menerima gaji yang lebih kecil untuk bekerja dilokasi yang lebih diinginkan. 2. Pekerjaan itu Sendiri (Pekerjaan sebagai Guru) Tenaga kerja cenderung lebih menyukai pekerjaan-pekerjaan yang memberi kesempatan untuk menggunakan keterampilan, kemampuan yang menawarkan beragam tugas, kebebasan dan umpan balik. Kesesuaian pekerjaannya dengan keterampilan yang dimiliki akan memberikan pengaruh pada pelaksanaan kerja dan berujung pada kepuasan kerja seseorang. 3. Rekan Kerja Bagi kebanyakan tenaga kerja khususnya guru, kerja juga butuh interaksi sosial, oleh karena itu tidaklah mengejutkan bila mempunyai rekan kerja yang ramah dan mendukung kerja kita maka kepuasan kerja dapat kita capai. 4. Atasan Kemampuan atasan untuk memberikan dukungan secara teknis dan dukungan perilaku kerja (dukungan sosial), seperti dalam atasan yang berusaha memberikan perhatian, melakukan pengawasan dengan baik terhadap tenaga kerjanya. 5. Promosi Promosi adalah perencanaan karir seseorang pada pekerjaan yang lebih baik dalam bentuk tanggung jawab yang lebih besar, prestise atau status yang lebih, skill yang lebih besar, dan khususnya meningkatnya upah atau gaji. Dalam era manajemen modern, promosi telah dianggap sebagai imbalan yang cukup efektif untuk meningkatkan moral pekerja dan mempertinggi loyalitas terhadap organisasi. Selain itu, promosi berfungsi sebagai perangsang bagi mereka yang memiliki ambisi dan prestasi kerja tinggi. Dengan
  • 40. demikian, usaha-usaha menciptakan kepuasan atau komponen promosi dapat mendorong mereka untuk berprestasi lebih baik di masa-masa yang akan datang. 6. Kondisi Kerja Pegawai yang peduli kepada lingkungan kerja baik untuk kenyamanan pribadi atau untuk memudahkan mengerjakan tugas. Pegawai akan lebih menyukai keadaan fisik sekitar yang tidak berbahaya atau merepotkan, temperatur, cahaya, keributan dan faktor pendukung lainnya.Dalam penelitian ini kepuasan kerja yang dimaksud lebih mengacu pada salah satu model/ aspek kepuasan kerja tentang pemenuhan kebutuhan yang komponennya ditentukan oleh karakteristik dari suatu pekerjaan yang memungkinkan seorang individu untuk memenuhi kebutuhannya.Komponen yang digunakan dalam penelitian ini adalah komponen yang telah dirumuskan di atas, meliputi gaji, pekerjaan itu sendiri (pekerjaan sebagai guru), rekan kerja, atasan, promosi dan kondisi kerja. 2.4 Mengelola Potensi Kecerdasan dan Emosional SDM A. Pengertian Potensi Kecerdasan dan Emosional SDM Konsep inteligensi atau kecerdasan bukanlah konsep yang statis. Mulai dikembangkan oleh Sir Farncis Galton pada tahun1869 dengan dasar pandangan bahwa kecerdasan pada dasarnya adalah kecerdasan intelektual atau kemudian dikenal dengan istilah IQ. Konsep ini kemudian terus berkembang menjadi EQ (emotional quotient) atau kecerdasan emosional, SQ (social quiotient) atau kecerdasan social, ESQ (emotional social quotient) atau kecerdasan social dan emosional, AQ (adversity quotient) atau kecerdasan adversity, dan yang paling mutakhir kecerdasan kenabian (prophetic intelligence). Sampai saat ini ada beberapa konsep inteligensi atau kecerdasan yang sudah berkembang, antara lain: (1). Kecerdasan intelektual (intellectual intelligence / IQ), (2). Kecerdasan emosional (emotional intelligence / EQ), (3). Kecerdasan spiritual (spiritual intelligence / SQ),
  • 41. (4). Kecerdasan emosional spiritual (emotional spiritual intelligence /ESQ), (5). Kecerdasan adversity (adversity intelligence / AQ), dan (6). Kecerdasan kenabian (prophetic intelligence). Dalam Makalah ini yang akan dipaparkan mengenai pengertian EQ, SQ dan IQ, hubungan antara ketiganya, dan pengaruhanya terhadap kesuksesan seseorang dalam hal ini pegwai, serta model mencapai keefektivitasan yang dapat dilakukan yang didasarkan pada EQ, SQ dan IQ. Selanjutnaya akan penulis bahas adalah Kecerdasan Emosional dan Kecerdasan Spiritual serta Kecerdasan Inteligensi. 1. Kecerdasan Emosional Kecerdasan emosional atau hati (Emotional Quotient, EQ) : Kemampuan untuk mengenal diri sendiri, kesadaran diri, kepekaan sosial, empati dan kemampauan untuk berkomunikasi secara baik dengan orang lain. Termasuk kepekaan mengenai waktu yang tepat, kepatutan secara sosial, keberanian mengakui kelemahan, serta menyatakan dan menghormati perbedaan. Emotional Quotient (EQ) merupakan kemampuan merasakan, memahami, dan secara efektif menerapkan daya serta kepekaan emosi sebagai sumber energi, informasi, koneksi dan pengaruh yang manusiawi (Cooper dan Sawaf, dalam Armansyah, 2002). Peter Salovey dan Jack Mayer (dalam Armansyah, 2002) mendefenisikan kecerdasan emosional sebagai kemampuan untuk mengenali perasaan, meraih dan membangkitkan perasaan untuk membantu pikiran, memahami perasaan dan maknanya, dan mengendalikan perasaan secara mendalam sehingga membantu perkembangan emosi dan intelektual.Goleman (Armansyah, 2002) mempopulerkan pendapat para pakar teori
  • 42. kecerdasan bahwa ada aspek lain dalam diri manusia yang berinteraksi secara aktif dengan aspek kecerdasan IQ dalam menentukan efektivitas penggunaan kecerdasan yang konvensional tersebut. Ia menyebutnya dengan istilah kecerdasan emosional dan mengkaitkannya dengan kemampuan untuk mengelola perasaan, yakni kemampuan untuk mempersepsi situasi, bertindak sesuai dengan persepsi tersebut, kemampuan untuk berempati, dan lain-lain. Jika kita tidak mampu mengelola aspek rasa kita dengan baik, maka kita tidak akan mampu untuk menggunakan aspek kecerdasan konvensional kita (IQ) secara efektif. Penelitian tentang EQ dengan menggunakan instrumen BarOn EQ- i membagi EQ ke dalam lima skala: Skala intrapersonal: penghargaan diri, emosional kesadaran diri, ketegasan, kebebasan, aktualisasi diri; Skala interpersonal: empati, pertanggungjawaban sosial, hubungan interpersonal; Skala kemampuan penyesuaian diri: tes kenyataan, flexibilitas, pemecahan masalah; Skala manajemen stress: daya tahan stress, kontrol impuls (gerak hati); Skala suasana hati umum: optimisme, kebahagiaan (Stein dan Book, dalam Armansyah, 2002). Spiritual Quotient (SQ) adalah aspek konteks nilai sebagai suatu bagian dari proses berpikir/berkecerdasan dalam hidup yang bermakna Zohar dan Marshal, dalam Armansyah, 2002). Indikasi-indikasi kecerdasan spiritual ini dalam pandangan Danah Zohar dan Ian Marshal meliputi kemampuan untuk menghayati nilai dan makna-makna, memiliki kesadaran diri, fleksibel dan adaptif, cenderung untuk memandang sesuatu secara holistik, serta berkecenderungan untuk mencari jawaban- jawaban fundamental atas situasi-situasi hidupnya, dan lain-lain.Bagi Danah Zohar dan Ian Marshal spiritualitas tidak harus dikaitkan dengan kedekatan seseorang dengan aspek ketuhanan, sebab menurutnya seorang humanis ataupun atheis pun dapat memiliki spiritualitas tinggi. Hal ini berbeda dengan pandangan Ary Ginanjar Agustian (2001) bahwa penemuan tentang SQ ini justru telah membuktikan kebenaran agama Islam tentang konsep fitrah sebagai pusat spiritualitas. Dalam kajian Zohar dan Marshal, pusat spiritualitas secara neuro-biologis disebut God Spot yang terletak pada bagian kanan depan otak. God Spot ini akan bersinar saat terjadi aktivitas spiritual. Dalam konsep Islam, God Spot itu diasosiakan dengan nurani, mata hati atau fitrah. Fitrah adalah pusat pengendali kebenaran yang secara built-in ada pada diri manusia yang dihunjamkan oleh Allah SWT pada jiwa manusia pada saat perjanjian primordial (QS. al-A’raf : 179).
  • 43. Pada tahun 1995an, berdasar berbagai hasil penelitian para pakar Psikologi dan Neurologi, Daniel Goleman mempopulerkan konsep Kecerdasan Emosional atau populer dengan singkatan EQ. Konsep ini menyatakan bahwa kecerdasan emosional sama pentingnya dengan kecerdasan rasional atau intelektual; bahkan dalam kehidupan sosial EQ bisa lebih berperan dibanding IQ 2. Kecerdasan Spiritual Spiritual adalah keyakinan yang berhubungan dengan Yang Maha Kuasa dan Maha Pencipta, contohnya seseorang yang percaya kepada Allah sebagai pencipta atau Penguasa (Achir Yani S.Hamid 1999). Spiritual adalah keyakinan atau hubungan dengan suatu kekuatan yang paling tinggi, kekuatan kreatif, makhluk yang berketuhanan, atau sumber keterbatasan enegi (Ozier, Erb, Blais & Wilkinson, 1995). Kebutuhan spiritual adalah kebutuhan dengan suatu kekuatan untuk mempertahankan atau mengembalikan keyakinan dan memenuhi kewajiban agama, serta kebutuhan untuk mendapatkan pengampunan, mencintai, menjalin hubungan penuh rasa percaya dengan Tuhan (Carson, 1089). Dimensi spiritual berupaya untuk mempertahankan keharmonisan atau keselarasan dengna dunia luar, berjuang untuk menjawab atau mendapatkan kekuatan ketika sedang menghadapi stress emosional, penyakit fisik, atau kematian. Kekuatan yang timbul diluar kekuatan manusia. (Kozie, Eerb.Blais & Wilkinson, 1995; Murray & Zentner, 1993). Spiritual Quotient (SQ) adalah kecerdasan yang berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk menarik makna dari setiap kejadian yang dialaminya. Disaat EQ masih hangat dalam pembicaraan para ahli atau praktisi, pada awal tahun 2000-an, Danah Zohar dan Ian Marshal mengungkapkan ada kecerdasan lain yang lebih
  • 44. paripurna yaitu Spiritual Quotient (SQ). Mereka merangkum berbagai penelitian sekaligus menyajikan model SQ sebagai kecerdasan paripurna (Ultimate Intellegence). Akan tetapi, SQ yang dikenalkan oleh Danah Zohar dan Ian Marshal belum menyentuh aspek ketuhanan dalam kaitannya dengan nilai-nilai agama. Aktivitas spiritual tersebut dapat juga dilakukan oleh seorang Atheis dalam bentuk kontemplasi atau perenungan tentang makna hidup atau sering juga disebut meditasi. Pada tahun 2001, Ary Ginanjar Agustian memberikan sentuhan spiritualitas Islam pada IQ, EQ, dan SQ dalam bukunya, “Rahasia sukses membangun kecerdasan emosi dan spiritual berdasarkan 6 rukun Iman dan 5 rukun Islam”. Ary Ginanjar Agustian menyatakan bahwa IQ baru sebagai syarat perlu tetapi tidak cukup untuk meraih kesuksesan. Sementara EQ yang dipahami hanya sebatas hubungan antar manusia. Sementara SQ sering dipahami sebagai sikap menghindar dari kehidupan dunia. Hal ini mengakibatkan lahirnya manusia yang berorientasi pada dunia dan di sisi lain ada manusia yang lari dari permasalahan dunia untuk menemukan kehidupan yang damai. Dalam Islam kehidupan dunia dan akhirat harus terintegrasi dalam pikiran, sikap dan perilaku seorang muslim. 3. Kecerdasan Intelektual Kecerdasan pikiran atau mental (Intelligence Quotient (IQ) : Kemampuan manusia untuk menganalisis, berpikir, dan menentukan hubungan sebab-akibat, berpikir secara abstrak, menggunakan bahasa, memvisualisasikan sesuatu dan memahami sesuatu. Kecerdasan intelektual atau sering disebut dengan istilah IQ (intelligence quotient) sempat dimitoskan sebagai satu-satunya kriteria kecerdasan manusia. Adalah Sir Francis Galton ilmuwan yang memelopori studi IQ dengan mengembangkan tes sensori (1883). Galton berpendapat bahwa makin bagus sensori seseorang makin cerdas dia. Dalam bukunya Heredity Genius (1869) yang kemudian disempurnakan oleh Alfred Binet dan Simon. Dengan kecerdasan intelektual atau rasional kita mampu memahami,
  • 45. menganalisa, membandingkan, dan mengambil hikmah dari setiap masalah, peristiwa, dan kejadian yang terjadi pada masa lalu, saat ini, dan masa yang akan datang. Dalam kehidupan sehari-hari, pada umumnya kita menggunakan cara berpikir seperti ini. Bahkan konon, perkembangan ilmu dan teknologi yang sangat pesat sebagian besar terjadi karena berfungsinya secara optimal cara berpikir rasional. IQ pada umumnya mengukur kemampuan yang berkaitan dengan pengetahuan praktis, daya ingat (memory), daya nalar (reasoning), perbendaharaan kata, dan pemecahan masalah. Mitos ini dipatahkan oleh Daniel Goleman yang memperkenalkan kecerdasan emosional atau disingkat EQ (emotional quotient) dalam bukunya Working with Emotional Intelligence (1990) dengan menunjukkan bukti empirik dari hasil penelitiannya yang menunjukkan bahwa orang-orang yang IQnya tinggi tidak terjamin hidupnya akan sukses. Sebaliknya orang yang memiliki EQ tinggi, banyak yang menempati posisi kunci di dunia eksekutif. Asumsi ini diperkuat oleh Danah Zohar, sarjana fisika dan filsafat di MIT (Massachussetts Institute of Technology) yang memelopori munculnya kecerdasan spiritual atau disingkat SQ (spiritual quotient) dalam bukunya Spiritual Intelligence – The Ultimate Intelligence (2000). B. Metodolgi Penelitian “Metodologi penelitian” berasal dari kata “Metode” yang artinya cara yang tepatuntuk melakukan sesuatu; dan “Logos” yang artinya ilmu atau pengetahuan. Jadi, metodologi artinya cara melakukan sesuatu dengan menggunakan pikiran secara saksama untuk mencapai suatu tujuan. Sedangkan “Penelitian” adalah suatu kegiatan untuk mencari, mencatat, merumuskan dan menganalisis sampai menyusun laporannya. Tentang istilah “Penelitian” banyak para sarjana yang mengenukakan pendapatnya, seperti : a. David H. Penny Penelitian adalah pemikiran yang sistematis mengenai berbagai jenis masalah yang pemecahannya memerlukan pengumpulan dan penafsiran fakta-fakta. b. J. Suprapto MA Penelitian ialah penyelididkan dari suatu bidang ilmu pengetahuan yang dijalankan untuk memperoleh fakta-fakta atau prinsip-prinsip dengan sabar, hati-hati serta sistematis.
  • 46. c. Sutrisno Hadi MA Sesuai dengan tujuannya, penelitian dapat didefinisikan sebagai usaha untuk menemukan, mengembangkan dan menguji kebenaran suatu pengetahuan. d. Mohammad Ali Penelitian adalah suatu cara untuk memahami sesuatu dengan melalui penyelidikan atau melalui usaha mencari bukti-bukti yang muncul sehubungan dengan masalah itu, yang dilakukan secara hati-hati sekali sehingga diperoleh pemecahannya. Dari batasan-batasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan metodologi penelitian adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang membicarakan/mempersoalkan mengenai cara-cara melaksanakan penelitian sampai menyusun laporannya) berdasarkan fakta-fakta atau gejala-gejala secara ilmiah. Lebih luas lagi dapat dikatakan bahwa metodologi penelitian adalah ilmu yang mempelajari cara-cara melakukan pengamatan dengan pemikiran yang tepat secara terpadu melalui tahapan-tahapan yang disusun secara ilmiah untuk mencari, menyusun serta menganalisis dan menyimpulkan data-data, sehingga dapat dipergunakan untuk menemukan, mengembangkan dan menguji kebenaran sesuatu pengetahuan berdasarkan bimbingan Tuhan. Metodologi penelitian terdiri dari kata metodologi yang berarti ilmu tentang jalan yang ditempuh untuk memperoleh pemahaman tentang sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya. Sejalan dengan makna penelitian tersebut di atas, penelitian juga dapat diartikan sebagai usaha/kegiatan yang mempersyaratkan keseksamaan atau kecermatan dalam memahami kenyataan sejauh mungkin sebagaimana sasaran itu adanya. Jadi, metodologi penelitian adalah ilmu mengenai jalan yang dilewati untuk mencapai pemahaman. Jalan tersebut harus ditetapkan secara bertanggung jawab ilmiah dan data yang dicari untuk membangun/
  • 47. memperoleh pemahaman harus melalui syarat ketelitian, artinya harus dipercaya kebenarannya. Perkembangan Metodologi Penelitian Ilmu pengetahuan memiliki sifat utama yaitu tersusun secara sistematik dan runtut dengan menggunakan metode ilmiah. Karenanya sementara orang menganggap perlunya memiliki sikap ilmiah untuk menyusun ilmu pengetahuan tersebut atau dengan kata lain ilmu pengetahuan memiliki tiga sifat utama tersebut, yaitu : 1) Sikap ilmiah 2) Metode ilmiah 3) Tersusun secara sistematik dan runtut Sikap ilmiah menuntun orang untuk berpikir dengan sikap tertentu. Dari sikap tersebut orang dituntun dengan cara tertentu untuk menghasilkan ilmu pengetahuan. Selanjutnya cara tertentu itu disebut metode ilmiah. Jadi dengan sikap ilmiah dan metode ilmiah diharapkan dapat disusun ilmu pengetahuan dengan sistematik dan runtut. Periode perkembangan metodologi penelitian yang dikemukakan oleh Rummel yang dikutip oleh Prof. Sutrisno Hadi MA digolongkan sebagai berikut : a. Periode Trial and Error Dalam periode ini diisyaratkan bahwa ilmu pengetahuan masih dalam keadaan embrional. Dalam periode ini orang menyusun ilmu pengetahuan dengan cara mencoba- coba berulang kali sampai dijumpia suatu pemecahan masalah yang dianggap memuaskan. b. Periode Authority and Tradition Pada periode ini kebenaran ilmu pengetahuan didasarkan atas pendapat para pemimpin atau penguasa waktu itu. Pendapat-pendapat itu dijadikan ajaran yang harus diikuti begitu saja oleh rakyat banyak dan mereka harus menerima bahwa ajaran tersebut benar. Di samping pendapat para penguasa atau pemimpin, tradisi dalam kehidupan manusia memang memegang peranan yang sangat penting di masa lampau dan menentang tradisi merupakan
  • 48. hal yang tabu. Karenanya tradisi dipercaya sebagai hal yang benar, sehingga tradisi menguasai cara berpikir dan cara kerja manusia berabad-abad lamanya. Sebagai contoh,sampai pertengahan abad 20, petani Jawa masih memegang tradsisi bahwa mereka akan segera turun ke aswaah apabila telah melihat bintang biduk (gubuk penceng) sebagai pertanda mulai turun hujan. c. Periode Speculation and Argumentation Pada periode ini ajaran atau doktrin para pemimpin atau penguasa serta tradisi yang bercakal dalam kehidupan masyrakat mulai menggunakan dialektika untuk mengadakan diskusi dalam memecahkan masalah untuk memperoleh kebenaran. Dengan kata lain, masyarakat mulai membentuk kelompok-kelompok spekulasi untuk memperoleh kebenaran dan menggunakan argumen-argumen. Masing-masing kelompok membuat spekulasi dan argumen yang berbeda dalam memperoleh kebenran. Oleh sebab itu, pada saat ini orang terlalu mendewakan akal dan kepandaian silat lidahnya, yang kadang- kadang dibuat-buta supaya tampak masuk akal. d. Periode Hypothesis and Experimentation Pada periode ini orang mulai mencari rangkaian tata cara untuk mnerangkan suatu kejadian. Mula-mula membuat dugaan-dugaan (hipotesis-hipotesis), kemudian mengumpulkan fakta-fakta kemudian dianalisis dan diolah, hingga akhirnya ditarik kesimpulan. Fakta-fakta tersebut diperoleh dengan eksperimen atau observasi-observasi serta dokumen-dokumen. (Narbuko, Drs. Cholid dan Drs. H. Abu Achmadi. 2012. Metodologi Penelitian. Jakarta : Bumi Aksara). 2.5 Membangun Kapabilitas dari Kompensasi SDM A. Sumber Daya Manusia Kapabilitas Semua organisasi baik organisasi lembaga publik maupun organisasi perusahaan, memiliki ciri-ciri organisasi yang sama yaitu suatu bentuk kerja sama manusia untuk mencapai tujuan tertentu atas unsur-unsur individu, kelompok dan struktur organisasi. Sedangkan yang menjadi perbedaan hanya pada tujuan organisasi yang ingin dicapai. Dari unsur manusianya baik pimpinan, staf, pegawai maupun aparatusnya semuanya diperlukan
  • 49. persyaratan adanya kemampuan kerja (abilities, capabilities, skills) untuk kinerja (performance) bidang-bidang tugas yang dipercayakan. Kapabilitas dapat diartikan sebagai kemampuan yang dimiliki oleh seseorang. Kemampuan merupakan kapasitas seorang individu untuk melakukan beragam tugas dalam suatu pekerjaan.Pemaknaan kapabilitas tidak sebatas memiliki keterampilan (skill) saja namun lebih dari itu, yaitu lebih paham secara mendetail sehingga benar-benar menguasai kemampuannya dari titik kelemahan hingga cara mengatasinya. Menurut Hagell III dan Brown, kapabilitas merupakan kemampuan untuk memobilisasi sumber daya untuk menghasilkan nilai yang melebihi ongkos. Sumber daya yang dimaksud mencakup sumber daya yang memiliki wujud fisik (tangible resources) dan yang memiliki sifat nirwujud (intangible resources). Sumber daya yang memiliki sifat wujud yang kongkrit antara lain adalah sumber daya financial, sumber daya manusia, dan sumber daya fisik. Sedangkan yang biasanya dianggap merupakan sumber daya yang nirwujud antara lain adalah talenta, hak milik intelektual, jejaring kerja sama, dan merk (Brands), ada juga seperti potensi atau kekuatan karakternya, kompetensi yang dimilikinya, dan kapabilitasnya untuk mengambil keputusan dan tindakan yang diperlukan untuk menciptakan nilai. Pekerja adalah orang yang memiliki kapabilitas atau kekuasaan untuk mengatur dan menggunakan sumber daya fisik dan nirwujud sebagai instrumennya untuk menciptakan nilai. Misalnya, pelaku bisnis dapat menggunakan merk dengan instrumen pencipta nilai karena dengan merk itu dapat mengungkit harga produknya. Hal ini dapat terjadi sebab nilai yang dimiliki suatu merk (brand) pada dasarnya mencerminkan kapabilitas pelaku bisnis untuk memenuhi harapan pelanggan, merk adalah simbol dari kapabilitas tersebut. Pekerja dapat memilih untuk bekerja keras dan cerdas untuk menghasilkan kinerja yang melebihi ekspektasi, meskipun tidak ada perintah untuk itu. Pekerja sebagai anggota perusahaan berpartisipasi dalam proses penciptaan nilai. Sifat partisipasi pekerja berbeda-beda, ada yang terpaksa, karena tidak ada pilihan lain, ada yang merasa berkewajiban untuk bekerja sesuai ketentuan yang berlaku, dan ada yang dengan rela ingin memberikan kontribusi dan kerjanya yang terbaik pada proses
  • 50. penciptaan nilai. Tentu saja, hasil terbaik hanya bisa diharapkan dari orang yang bekerja dengan rela dan semangat tinggi. Oleh karena itu, untuk mengusahakan agar sebanyak mungkin anggota perusahaan mau bekerja dengan rela dan semangat tinggi didalam proses penciptaan nilai yang berkelanjutan, manajemen berkewajiban mengusahakan agar di lingkungan perusahaan terdapat iklim yang kondusif bagi kerja seperti itu. Hal tersebut penting untuk diperhatikan karena sudah terdapat banyak bukti empiris yang menunjukkan bahwa pekerja yang diperlakukan seperti sumber daya dan diperintah untuk bekerja dengan cara manajemen command and control, pada umumnya kurang mampu menghasilkan kinerja yang istimewa. Pekerja biasanya perlu diberi sentuhan insan bersamaan dengan perintah dan pengendalian yang mempertimbangkan aspek moral dan etika apabila mereka diharapakan untuk bekerja serta melibatkan diri secara konsisten, positif, dan emosional di dalam kegiatan kerja. Tujuan lembaga ataupun perusahaan mengembangkan kapabilitas karyawan secara berkelanjutan, supaya karyawan dapat berprestasi secara optimal dan memberikan kontribusi yang maksimal bagi perusahaan. Dengan meningkatkan kapabilitas, baik lembaga ataupun perusahaan berusaha agar karyawan mempunyai KSA (Knowledge, Skill, and Attitude) yang dapat menjamin individu agar dapat mencapai kerja yang baik. Jika individu mempunyai kompetensi dan kinerja yang baik, dia juga akan kompetitif dalam pasar tenaga kerja. Jika suatu saat perusahaan terpaksa melakukan perubahan dan harus melepaskan Sumber Daya Manusianya, SDM tersebut akan menjadi kompetitif dalam pasar tenaga kerja. 2. Hakikat Public Relations Officer di Sebuah Organisasi Public Relations Officer lebih dikenal dengan istilah hubungan masyarakat (humas). Dikatakan demikian, karena humas merupakan bagian vital dari suatu institusi baik yang bersifat swasta maupun negeri. Dianggap vital karena sebagai ujung tombak suatu institusi dalam menjaga citra positif dan hubungan baik dengan para stakeholders, maka tidak heran jika praktisi humas selalu berada paling depan dan selalu paling pertama untuk menangani setiap kasus yang menimpa institusi tersebut. Definisi Public Relations, yang diambil dari The British Institute of Public Relations, adalah:
  • 51. Public Relations activity is management of communications between an organization and its publics”. (Aktivitas Public Relations adalah mengelola komunikasi antara organisasi dan publiknya). “Public Relations practice is deliberate, planned and sustain effort to establish and maintain mutual understanding between an organization and its public”. (Praktik Public Relations adalah memikirkan, merencanakan, dan mencurahkan daya untuk membangun dan menjaga saling pengertian antara organisasi dan publiknya). Rex Harlow menyatakan bahwa definisi dari Public Relations adalah; “Public Relations adalah fungsi manajemen yang khas dan mendukung pembinaan, pemeliharaan jalur bersama antara organisasi dengan publiknya, menyangkut aktivitas komunikasi, pengertian, penerimaan dan kerja sama, melibatkan manajemen dalam menghadapi persoalan/permasalahan, membantu manajemen untuk mampu menanggapi opini publik, mendukung manajemen dalam mengikuti dan memanfaatkan perubahan secara efektif, bertindak sebagai sistem peringatan dini dalam mengantisipasi kecenderungan penggunaan penelitian serta teknik komunikasi yang sehat dan etis sebagai sarana utama”. Dari definisi diatas terdapat banyak kesamaan dalam unsur-unsur utamanya yang menyangkut suatu proses yang mencakup hubungan timbal balik antara organisasi dan publiknya. Analisis dan evaluasi melalui penelitian lapangan terhadap sikap, opini dan kecenderungan sosial, serta mengkomunikasikannya kepada pihak manajemen/pimpinan. Konseling manajemen untuk dapat memastikan kebijaksanaan dan tata cara kegiatan dapat dipertanggungjawabkan secara sosial dalam konteks demi kepentingan bersama bagi kedua belah pihak. Pelaksanaan program aktivitas yang didalamnya terdapat perencanaan, pengkomunikasian, dan pengevaluasian. Perencanaan dengan i’tikad yang baik, saling pengertian, dan penerimaan dari pihak publiknya (internal dan eksternal) sebagai hasil akhir dari aktivitas Public Relations. Public Relation merupakan usaha yang direncanakan secara terusmenerus dengan sengaja, guna membangun dan mempertahankan pengertian timbal balik antara organisasi dan masyarakatnya. Berdasarkan pengertian diatas maka Public Relations adalah
  • 52. komunikasi terencana baik kedalam maupun keluar organisasi dengan semua khalayaknya dalam rangka mencapai tujuan-tujuan spesifik yang berlandaskan pada saling pengertian. Public Relations yang professional adalah seorang yang bisa berkomunikasi dengan jujur sekaligus menjadikan image perusahaan tetap baik, apapun situasi yang dihadapinya. 3. Public Relations dan Organisasi/Perusahaan Public Relations sangat erat kaitannya dengan perkembangan sosial, ekonomi, maupun politik yang muncul di organisasi/perusahaan berada. PR muncul dalam organisasi karena adanya kebutuhan untuk memperbaiki hubungan baik dengan publik sehingga terdapat saling pengertian, public bisa mengerti bagaimana organisasi tersebut, publik bisa mengenal dan mengerti lebih jelas, muncul saling mempercayai antara kedua belah pihak, membawa kemajuan dan kebutuhan publik. Adanya keinginan untuk bersikap terbuka terhadap publik dengan menggunakan komunikasi dua arah, juga dengan menciptakan opini publik untuk perkembangan kelangsungan organisasi. Adanya kebutuhan untuk memasyarakat yang merupakan proses mencapai kemenangan dalam mempengaruhi hal-hal penting bagi kepentingan umum sehingga membuat publik semakin mengenal organisasi/perusahaan. Adanya komunikasi dua arah dalam menghadapi permasalahan sosial yang kompleks dan semakin berkembang. Public Relations dapat berkembang dalam organisasi karena perkembangan media masa pesat, sedangkan komunikasi berbentuk apapun tetap sentral dalam organisasi. Adanya sikap dan perilaku yang jujur menuju adanya saling pengertian, saling menghormati, dan saling mempercayai. Adanya citra organisasi yang jelas, baik, dan benar yang perlu dikomunikasikan dengan tepat akan saling menguntungkan kedua belah pihak. Diperlukan pengetahuan jurnalistik, promosi, dan reklame yang professional. 4. Fungsi Public Relations di Sebuah Lembaga atau Perusahaan Fungsi utama yang dilakukan oleh Public Relations dalam organisasinya meliputi berbagai bidang dan segi. Fungsi Public Relations yang paling utama adalah menumbuhkan dan mengembangkan hubungan baik antara lembaga/organisasi dengan publiknya, baik public intern maupun public extern dalam rangka mananamkan
  • 53. pengertian. Menilai dan menentukan pendapat umum yang berkaitan dengan organisasinya. Memberikan saran kepada pemimpin tentang cara-cara mengendalikan pendapat umum sebagaimana mestinya, menumbuhkan motivasi dan partisipasi publik dalam rangka menciptakan iklim pendapat publik yang menguntungkan organisasi/lembaga. Menggunakan komunikasi untuk mempengaruhi pendapat umum. Menurut pakar Humas Internasional, Cutlip & Centre, and Canfield (1982) fungsi humas dapat dirumuskan sebagai berikut: menunjang aktivitas utama manajemen dalam mencapai tujuan bersama (fungsi melekat pada manajemen lembaga/organisasi). Membina hubungan yang harmonis antara badan/organisasi dengan publiknya yang merupakan khalayak sasaran. Mengidentifikasi segala sesuatu yang berkaitan dengan opini, persepsi, dan tanggapan masyarakat terhadap badan/organisasi yang diwakilinya, atau sebaliknya. Melayani keinginan publiknya dan memberikan sumbang saran kepada pimpinan manajemen demi tujuan dan manfaat bersama. Menciptakan komunikasi dua arah timbal balik, dan mengatur arus informasi, publikasi serta pesan dari badan/organisasi ke publiknya atau sebaliknya, demi tercapainya citra positif bagi kedua belah pihak. 5. Kedudukan Public Relations dalam Suatu Organisasi Public Relations dapat ditempatkan pada posisi yang berbeda-beda menurut pandangan Hugo A. de Roode. Posisi yang berbeda tersebut ditentukan oleh tipe manajemen, apa yang diharapkan PR, mengapa dibutuhkan PR, tugas yang dipercayakan, hubungan dengan organisasi, tersedianya tenaga PR, arti kehadiran PR dan bagaimana kepekaannya dengan lingkungan. Namun pengalaman para ahli, PR harus diposisikan secara langsung berdekatan dengan manajemen. Jadi, menjadi staf manajemen puncak. Hal ini sesuai dengan fungsi manajemen di organisasi. PR harus terletak pada garis manajemen tersebut. Adapun Public Relations Officer seharusnya masuk di dalam direksi karena salah satu tugasnya adalah mengorganisir seluruh kegiatan komunikasi, baik secara internal maupun eksternal. Hal itu bisa dilaksanakan dengan baik apabila PR mengetahui sesuatu dengan transparan atau objektif, masalah yang dihadapi, hal-hal yang harus cepat diatasi, arah
  • 54. perkembangan atau pembaruan. Berikut adalah gambaran PR ditempatkan dalam organisasi. 6. Peranan Public Relations Officer dalam Suatu Organisasi Saat ini secara struktural Public Relations merupakan bagian integral dari suatu lembaga atau organisasi. Public Relations bukanlah merupakan fungsi terpisah dari fungsi kelembagaan atau organisasi tersebut. Peran Public Relations berkaitan dengan tujuan utama dan fungsi-fungsi manajemen organisasi dapat dibagi empat kategori:11 1) Penasehat Ahli (Expert Prescriber) Seorang praktisi pakar Public Relations yang berpengalaman dan memiliki kemampuan tinggi dapat membantu mencarikan solusi dalam penyelesaian masalah hubungan dengan publiknya (public relationship). 2) Fasilitator Komunikasi (Communication Fasilitator) Dalam hal ini, praktisi PR bertindak sebagai komunikator atau mediator untuk membantu pihak manajemen dalam hal untuk mendengar apa yang diinginkan dan diharapkan oleh publiknya. Di pihak lain, dia juga dituntut mampu menjelaskan kembali keinginan, kebijakan dan harapan organisasi kepada pihak publiknya. Sehingga dengan komunikasi timbal balik tersebut dapat tercipta saling pengertian, mempercayai, menghargai, mendukung, dan toleransi yang baik dari kedua belah pihak. 3) Fasilitator Proses Pemecahan Masalah (Problem Solving Process Fasilitator) Peranan praktisi PR dalam proses pemecahan persoalan Public Relations ini merupakan bagian dari tim manajemen. Hal ini dimaksudkan untuk membantu pimpinan organisasi baik sebagai penasihat (adviser) hingga mengambil tindakan eksekusi (keputusan) dalam mengatasi persoalan atau krisis yang tengah dihadapi secara rasional dan professional. Biasanya dalam menghadapi suatu krisis yang terjadi, maka di bentuk suatu tim posko yang dikoordinir praktisi ahli PR dengan melibatkan berbagai departemen dan keahlian dalam satuan tim khusus untuk membantu
  • 55. organisasi, perusahaan dan produk yang tengah menghadapi atau mengatasi persoalan krisis tertentu. 4) Teknisi Komunikasi (Communication Technician) Peranan Communications Technician ini menjadikan praktisi PR sebagai journalist in resident yang hanya menyediakan layanan teknis komunikasi atau dikenal dengan method of communications in organization. Sistem komunikasi dalam organisasi tergantung dari masing-masing bagian atau tingkatan (level), yaitu secara teknis komunikasi, baik arus maupun media komunikasi yang dipergunakan dari tingkat pimpinan dengan bawahan akan berbeda dari bawahan ke tingkat atasan. Hal yang sama juga berlaku pada arus dan media komunikasi antara satu level, misalnya komunikasi antar karyawan satu departemen dengan lainnya. Dari keempat peranan Public Relations tersebut, dapat terlihat mana yang berperan dan berfungsi pada tingkat manajerial, keterampilan hubungan antar individu dan keterampilan dalam manajemen humas. 7. Ruang Lingkup Aktivitas Public Relations dalam Sebuah Organisasi Keberadaan Public Relations saat ini sangat dibutuhkan bagi setiap organisasi ataupun lembaganya. Adapun ruang lingkup organisasi/lembaga antara lain meliputi aktivitas: 1) Membina hubungan ke dalam (Publik Internal) Yang dimaksud dengan publik internal adalah publik yang menjadi bagian dari unit/badan/perusahaan atau organisasi itu sendiri. Seorang Public Relations harus mampu mengidentifikasi atau mengenali hal-hal yang menimbulkan gambaran negatif di dalam masyarakat, sebelum kebijakan itu dijalankan oleh organisasi. 2) Membina hubungan keluar (Publik Eksternal) Yang dimaksud public ekternal adalah publik umum (masyarakat), Mengusahakan tumbuhnya sikap dan gambaran public yang positif terhadap lembaga yang diwakilinya. Selain ruang lingkup Public Relations, ada juga beberapa kegiatan