2. Terdapat 4 area utama dalam penyakit periodontal, yang mana
indeksnya yang diperlukan antara lain:
Plaque atau deposit yang
lunak pada gigi
Kalkulus
Gingivitis
Periodontal destruction or
loss of attachment
• Dental Caries
• Fluorosis
• Malocclusion
3.
4.
5. Periodontal index
◦ Rusel (1956) menggambarkan indeks untuk mengukur penyakt periodontal yang dapat di
gunakan dalam survey populasi.
◦ Dapat didasarkan pada pemeriksaan klins atau dapat menggunakan x-ray jika tersedia.Hal itu
lebih menekankan pada penyakit lanjut.
◦ Dalam studi epidemiologi, PI digunakan untuk menentukan status penyakit periodontal
populasi.
◦ Penggunaan yang luas memiliki alasan,karena kemudahan penggunaan.kejelasan kriteria,dan
komparabilitas hasil yang masuk akal
◦ Setiap gigi dinilai sesuai kondisi jaringan disekitarnya.pada pemeriksaan ,setiap gigi diberi skor
menggunakan kriteria tersebut;
◦ 1.setiap gigi diberi skor secara terpisah sesuai dengan kriteria berikut
◦ 2.Aturan :jika ragu tetapkan skor yang rendah.
6. Kriteria penilaian untuk periodontal indeks◦
Kriteria untuk studi lapangan Tambahan Kriteria X-ray Skor
Negatif (baik peradangan terbuka
pada jaringan melekat, maupun
hilangnya fungsi akibat rusaknya
jaringan pendukung)
Gambaran radiografi normal 0
Gingivitis ringan (area peradangan
terbuka pada gingiva bebas) tetapi
daerah ini tidak membatasi gigi
gingivitis (peradangan sepenuhnya
membatasi gigi)
1
Gingivitis (inflamasi komplit
gigi, tetapi tidak ada keruskan pada
perlekatan epitel
2
Tidak digunakan dalam studi Awal, tidak seperti resopsi alveolar crast 3
Gingivitis dengan pembentukan
(perlekatan epitel rusak, dan ada
poket. Tidak ada gangguan pada
fungsi pengunyahan normal, gigi
kencang pada soketnya dan belum
melayang).
Kehilangan tulang horizontal yang melibatkan seluruh
puncak alveolar, hingga setelah dari Panjang akar gigi
(jarak dari puncak ke dentinoenamel junction).
6
Parah kerusakan lanjut fungsi
pengunyahan (gigi mungkin longgar,
gigi mungkin telah melayang, gigi
mungkin terdengar kusam pada
perkusi dengan instrument logam,
mungkin pertekan pada soketnya).
Kehilangan tulang parah, melibatakan lebih dari
setengan Panjang akar gigi atau poket intrabony
dengan terjadi pelebaran membrane periodontal yang
pasti. Munking ada resorpsi akar, atau rarefaction di
apex.
8
7. Periodontal index
◦ Nilai skor (1,2, 6 dan 8) berhubungan dengan tahapan penyakit yang di nilai dalam survey
epidemiologi dengan kondisi penyakit dari ginggivitis berat menjadi penyakit periodontal destruktif
yang jelas dengan adanya loss attchment .PI dapat dianggap sebagai skala interval yang baru.
Skor PI dihitung dengan cara,skor setiap gigi ditambahkan,dan total dibagi dengan jumlah gigi yang
diperiksa.skor dapat diartikan sebagai berikut;
◦ Skor individu = rata-rata(skor semua gigi
skor populasi = rata-rata (skor individu dalam populasi yang diperksa)
0,0 – 0,2 Jaringan pendukung normal secara
klinis.
0,3 – 0,9 Gingivitis sederhana.
0,7 – 1,9 Awal penyakit periodontal yang
merusak
1,6 – 5,0 Menetapkan penyakit periodontal
yang merusak
3,8 – 8,0 Penyakit periodontal terminal
8. PERIODONTAL DISEASE INDEX (PDI)
◦ Oleh Ramfjord 1959, untuk menilai tingkat pocket.
◦ Gigi yang diperiksa : 16,21,24,36,41,44. Jika ada gigi yang hilang/ tidak erupsi tidak dilakukan,
maka hanya gigi yang ada yang diperiksa.
◦ Scoring PDI
◦ Individu : tambahkan skor untuk masing maisng gigi dan bagi dengan jumlah gigi yang
diperiksa. Berkisar 0-6
◦ Group : total skor PDI individu dibagi dengan jumlah individu yang diperiksa.
10. GINGIVAL INDEX
◦ Menentukan derajat inflamasi gingiva yang diperkenalkan oleh Loe and Silness.
◦ Pengukuran dilakukan pada gigi 16, 12, 24, 36, 32, dan 44. Setiap gigi dibagi ke dalam empat
unit penilaian:
1. Papila disto labial
2. Margin gingiva labial
3. Papila mesio labial
4. Margin gingiva lingual keseluruhan
◦ Cara Pemeriksaan
Probe digunakan untuk menekan gingiva untuk menentukan derajat ketegasan, dan
berjalan sepanjang dinding jaringan lunak yang berdekatan pintu masuk ke sulcus gingiva
11. GINGIVAL INDEX
◦ SCORING CRITERIA
SCORE INTERPRETASI
0 Gingiva normal
1 Peradangan normal: sedikit perubahan
warna, sedikit edema, BOP (-)
2 Peradangan sedang: edema kemerahan. BOP
(+)
3 Peradangan parah: ditandai kemerahan dan
edema. Ulserasi cenderung berdarah
spontan
12. GINGIVAL INDEX
◦ CARA PERHTUNGAN
Setiap permukaan diberi skor, kemudian skor dari setiap permukaan gigi yang diperiksa
dijumlahkan dan dibagi 4 jumlah permukaan yang diperiksa. Total skor dibagi dengan jumlah gigi
yang diperiksa merupakan hasil skor GI perorang.
GI = Jumlah skor keseluruhan/4
Jumlah gigi yang diperiksa
<0.1 Sangat baik
0,1 - 1,0 Gingivitis ringan
1,1 - 2,0 Gingivitis sedang
2,1 – 3,0 Gingivitis parah
13. Community Periodontal Index of
Treatment Needs (CPITN)
◦ Oleh kerjasama antara FDI-WHO mendukung
penggunaan CPITN untuk kebutuhan
perawatan penyakit periodontal dalam
populasi. Penilaian ada tidaknya pocket
periodontal, kalkulus dan perdarahan gingiva.
◦ Untuk epidemiologis dewasa 10 tahun indeks
gigi diperiksa, untuk dibawah 20 tahun hanya 6
indeks gigi yang diperiksa
◦ Gigi yang diperksa : Total 6 sektan
◦ Molar 3 tidak digunakan kecuali menggantikan
molar 2
Rahang atas Rahang bawah
Sektan 1 = 17 – 14 Sektan 4 = 37 – 34
Sektan 2 = 13 – 23 Sektan 5 = 33 – 43
Sektan 3 = 24 – 27 Sektan 6 = 44 – 47
14. Community Periodontal Index of
Treatment Needs (CPITN)
Usia 20 tahun dan lebih yang diperiksa 10 gigi yaitu : 17 16 11 26 27 47 46 31 36 37.
Usia muda hingga 19 tahun yang diperiksa 6 gigi index yaitu : 16 11 26 46 31 36. Gigi molar dua
tidak termasuk index
Setiap satu sektan hanya dipilih 1 skor yaitu yang tertinggi
Ketika memeriksa anak kurang dari 15 tahun, pocket tidak di catat
INTERPRETASI
0 Tidak ada tanda-tanda peradangan atau
kantung.
1 Pendarahan gingiva setelah pemeriksaan.
2 Kalkulus supragingiva atau subgingiva hadir.
3 Kantong patologis 4,0 hingga 5,5 mm.
4 Kantong patologis 6 mm atau lebih.
KATEGORI PERAWATAN
0 Tidak ada perawatan (kode 0 saja)
1 Peningkatan kebersihan mulut (hanya kode 1)
2 Kategori I + scaling (kode 2 dan 3)
3 Kategori I + II + perawatan periodontal
kompleks (kode 2, 3, dan 4)
15. COMMUNITY PERIODONTAL INDEX
(CPI)
Indikator : pendarahan gingiva, kalkulus, dan pocket periodontal
Sektan : 18-14, 13-23, 24-28, 38-34, 33-43, dan 44-48 hanya untuk gigi yang utuh dan tidak
indikasi ekstraksi
Pemilihan gigi dewasa umur 20 tahun keatas : 17 16 11 26 27 47 46 31 36 37
Setiap satu sektan hanya dipilih 1 skor yaitu yang tertinggi
Ketika memeriksa anak kurang dari 15 tahun, pocket tidak di catat
17. PLAQUE CONTROL RECORD
◦ Dibuat oleh O’leary, Drake TJ, dan Naylor JE (1972)
◦ Semua gigi diperiksa. Jika ada gigi yang hilang, maka tidak dinilai, namun ditandai.
◦ Ada 4 permukaan yang di periksa, yaitu fasial, lingual, mesial distal. Namun, bisa juga diperiksa
dengan 6 bagian, yaitu fasial atau bukal, mesiofasial, mesiolingual, lingual, distolingual, dan
distofasial.
◦ Digunakan disclosing agent.
19. SULKUS GINGIVA
• Sulcus Gingiva adalah celah atau ruang dangkal yang mengelilingi gigi, yang dibatasi oleh
permukaan gigi di satu sisi dan epitel yang melapisi margin gingiva di sisi lain.
• Dalam kondisi yang benar-benar normal atau ideal, kedalaman sulkus gingiva adalah 0mm atau
mendekati 0mm. Kondisi normal yang ketat ini hanya dapat ditemui secara eksperimental pada
hewan yang bebas kuman atau setelah kontrol plak yang intens dan berkepanjangan
• Pada gingiva manusia yang sehat, secara klinis, sulkus dengan kedalaman tertentu dapat
ditemukan. Kedalaman sulkus ini, sebagaimana ditentukan dalam bagian histologis, telah
dilaporkan sebagai 1,8 mm, dengan variasi dari 0 hingga 6 mm; penelitian lain juga melaporkan 1,5
mm dan 0,69 mm.
• Kedalaman probing tidak harus persis sama dengan kedalaman histologis sulkus. Yang disebut
kedalaman probing dari sulkus gingiva normal, secara klinis pada manusia adalah 2 sampai 3 mm
Newman and Carranza Clinical Periodontology 13th Edition (2019 Elsevier)
20. MEKANISME PEMBENTUKAN DENTAL
PLAK
Proses pembentukan plak dapat dibagi menjadi beberapa fase:
1. Pembentukan pelikel pada permukaan
2. Initial Adhesion/Attachment dari bakteri
3. Kolonisasi / Maturasi plak
21. PEMBENTUKAN PELIKEL
• Semua permukaan di rongga mulut, termasuk jaringan keras dan lunak, dilapisi dengan lapisan
yang terdiri material organik yang dikenal sebagai ‘aquired pelice’.
• Pelikel pada permukaan gigi terdiri dari lebih 180 peptides, proteins, dan glycoproteins,
termasuk keratins, mucins, proline-rich proteins, phosphoproteins (seperti statherin), histidine-
rich proteins, dan molekul lain yang dapat berfungsi sebagai tempat perlekatan/adhesion
(receptor) bagi bakteri.
• Salivary pellicle dapat terdeteksi pada permukaan enamel yang bersih dalam 1 menit.
• Bakteri yang menempel pada permukaan gigi tidak langsung berkontak dengan enamel, tetapi
berkontak dengan acquired enamel pellicle.
22. INITIAL ADHESION/ATTACHMENT DARI
BAKTERI
• The initial steps of transport and interaction with the surface are essentially nonspeciic (i.e., they
are the same for all bacteria).
• The specific interactions between microbial cell surface “adhesin” molecules and receptors in the
salivary pellicle determine whether a bacterial cell will remain associated with the surface. Only a
relatively small proportion of oral bacteria possess adhesins that interact with receptors in the
host pellicle, and these organisms are generally the most abundant bacteria in biofilms on tooth
enamel shortly after cleaning.
• Over the first 4 to 8 hours, the genus Streptococcus tends to dominate, usually accounting for
>20% of bacteria present.
• Other bacteria that commonly present at this time include species that cannot survive without
oxygen (obligate aerobes), such as Haemophilus spp. and Neisseria spp., as well as organisms
that can grow in the presence or absence of oxygen (facultative anaerobes), including
Actinomyces spp. and Veillonella spp.
23. • These species are considered the “primary colonizers” of tooth surfaces. The primary colonizers
provide new binding sites for adhesion by other oral bacteria. The metabolic activity of the
primary colonizers modiies the local microenvironment in ways that can inluence the ability of
other bacteria to survive in the dental plaque bioilm. For example, by removing oxygen, the
primary colonizers provide conditions of low oxygen tension that permit the survival and growth
of obligate anaerobes.
• The initial steps in colonization of teeth by bacteria occur in three phases: Phase 1 is transport to
the surface; phase 2 is initial reversible adhesion; and phase 3 is strong attachment.
24. KOLONISASI / MATURASI PLAK
• The primary colonizing bacteria adhered to the tooth surface provide new receptors for attachment by other
bacteria as part of a process known as coadhesion.
• Together with the growth of adherent microorganisms, coadhesion leads to the development of microcolonies and
eventually to a mature biofilm.
• Secondary colonizers do not initially colonize clean tooth surfaces but rather adhere to bacteria that are already in
the plaque mass.
25. • Phase 1: Transport to the Surface
The first stage involves the initial transport of the bacterium to the tooth surface. Random contacts may
occur, for example, through Brownian motion (average displacement, 40 µm/hour), through sedimentation of
microorganisms, through liquid low (several orders of magnitude faster than diffusion), or through active
bacterial movement (chemotactic activity). However, relatively few oral bacteria are motile, and forces such as
saliva low or mechanical contact between oral soft tissues and teeth are almost certainly more important
than swimming for bringing the primary colonizing bacteria into contact with teeth.
• Phase 2: Initial Adhesion
• Phase 3: Strong Attachment
After initial adhesion, a firm anchorage between the bacterium and the surface is established. On a rough
surface, bacteria are more protected against shear forces so that a change from reversible to irreversible
binding may occur more easily and more frequently. The binding between the bacteria and the pellicle is
mediated by speciic adhesins on the bacterial cell surface (usually proteins) and complementary receptors
(proteins, glycoproteins, or polysaccharides) in the acquired pellicle. The binding between the bacteria and
the pellicle is mediated by speciic adhesins on the bacterial cell surface (usually proteins) and
complementary receptors (proteins, glycoproteins, or polysaccharides) in the acquired pellicle.
Newman and Carranza Clinical Periodontology 13th Edition (2019 Elsevier)