Beberapa faktor yang diduga menyebabkan timbulnya sariwan berulang pada kasus ini antara lain:
1. Defisiensi nutrisi seperti zat besi, vitamin B12, dan asam folat
2. Riwayat penyakit gastritis yang dapat menyebabkan gangguan pencernaan dan absorpsi nutrisi
2. SKENARIO 1 BLOK 13
Seorang wanita berusia 20 th dtg ke RSGM UNIMUS ingin berkonsultasi tentang sariwan yang
dideritanya. Wanita tersebut bercerita sering mengalami sariawan yang hampir muncul setiap bulan,
padahal tidak ada riwayat tergigit atau terbentur sesuatu, wanita tersebut tidak memiliki riwayat alergi,
setiap kali sariwan bisa muncul 2 sampai 5 tempat sekaligus dan lama sekali sembuhnya (bisa > 2
minggu) masalah lain yang disampaikan wanita tersebut adalah bau mulut yang tidak sedap serta bau
asam terutama kalau bersendawa.
Berdasarkan pemeriksaan klinis didapatkan lesi ulserasi berbentuk oval, multiple berwarna putih
kekuningan pada labial mukosa superior. riwayat kebersihan gigi dan mulut baik. OHIS pasien baik, rajin
menggosok gigi, dan membersihkan lidah setiap hari setelah sarapan dan sebelum tidur, riwayat makan
dan minum, pasien tersebut tidak suka makan buah dan sayur. Riwayat penyakit dahulu memiliki
penyakit gastritis selama 3 tahun yang hilang timbul jika diobati.
KEYWORD : LESI ULSERASI, RAS, GASTRITIS, PENYAKIT JARINGAN LUNAK RONGGA MULUT.
3. APA ITU LESI ULSERASI?
Lesi (Bahasa latin: Laesio = cedera) adalah kerusakan / perubahan abnormal pada suatu
jaringan, dapat disebabkan karena suatu proses penyakit atau karena trauma.
Lesi pada jaringan lunak kepala & leher dapat dikelompokkan berdasarkan:
• Letak (Perioral skin, Lip, Oral Cavity Proper, Oropharynx)
• Morfologi (Elevated, Depressed, Flat)
• Warna (Red, Pink, White, Red and White, Blue, Purple, Grey, Yellow, Black, Brown, Translucent)
• Ukuran
• Konsistensi (Fixed, Freely Movable, Indurated/mengeras, Rubbery, Soft, Fluid, dll)
The ADA Practical Guide to Soft Tissue Oral Disease 2nd Edition. 2018. Wiley Blackwell.
4. Lesi berupa ulser termasuk dalam pengelompokan lesi berdasarkan morfologinya, yaitu
depressed lesion.
Lesi ulser adalah luka yang tidak tertutupi oleh jaringan cutaneous / jaringan mukosa yang
memperlihatkan adanya kerusakan atau nekrosis dengan hilangnya kontinuitas dari epidermis
atau epitelium yang meluas melampaui lapisan basal hingga ke jaringan ikat.
Biasanya terasa sakit (karena ujung saraf yang ada pada jaringan ikat terekspose secara
langsung), Intinya dapat berwarna kuning keabu-abuan terkadang merah, pinggirannya
biasanya berwarna kemerahan/erythematous/Halo.
The ADA Practical Guide to Soft Tissue Oral Disease 2nd Edition. 2018. Wiley Blackwell.
5. Terdapat 5 gambaran mengenai lesi ulcer yang harus diperhatikan:
• Jumlah
1. Solitary
2. Multiple (Separate/Berpisah & Coalsced/Bergabung)
• Outline
1. Regular (Batasnya kontinu dan linier, menyerupai lingkaran/oval)
2. Irregular (Batasnya menyimpang dari pola lingkaran/oval)
• Margin
1. Raised (Tepi ulcer lebih meninggi dari bidang mukosa sekelilingnya)
2. Smooth (Tepi ulcer tingginya sama dengan bidang mukosa sekelilingnya)
• Kedalaman (diukur sebagai jarak dari dasar ulcer ke margin ulcer)
1. Superficial ( ≤ 0,3cm)
2. Deep (>0,3cm)
• Diameter, diklasifikasikan secara garis besr menjadi:
1. ≤0,5 cm
2. >5 cm
The ADA Practical Guide to Soft Tissue Oral Disease 2nd Edition. 2018. Wiley Blackwell.
6. MACAM LESI ULSER BERDASARKAN PENYEBAB
Oral & Maxillofacial Medicine 3rd Edition. 2013. Elsevier
8. CARA MENDIAGNOSA
Dalam menentukan diagnosis dari ulserasi oral didasarkan terutama pada riwayat dan gambaran klinis.
Seperti lamanya waktu lesi tersebut menetap (lesi akut atau kronis), riwayat lesi yang serupa (penyakit
primer atau berulang), jumlah lesi yang muncul (tunggal atau multipel), dan lokasi lesi.
Dapat juga melakukan investigasi pada:
Blood; ESR, CRP or PV; a full blood picture; haemoglobin; white cell count and differential; red cell
indices; red cell folate assay; Serum; ferritin levels (or other iron studies); vitamin B measurements;
calcium measurements (low in coeliac disease); tissue transglutaminase and IgA anti-endomysial
antibody assays (positive in coeliac disease)
Oral & Maxillofacial Medicine 3rd Edition. 2013. Elsevier
9.
10.
11.
12. APA ITU RECCURENT APHTHOUS
STOMATITIS (RAS)?
RAS merupakan suatu kelainan umum yang ditandai dengan adanya ulser berulang yang
terbatas pada mukosa mulut pasien dengan tanpa adanya tanda-tanda lain dari penyakit
sistemik.
Penyakit sistemik yang berkaitan dengan adanya gangguan atau kelainan pada
darah/hemtologic, infeksi, penykit gastrointestinal, penyakit kulit, gangguan system imun dapat
sebabkan timbulnya Aphthous-Like Ulcers (ALU) pada rongga mulut yang secara klinis mirip
dengan RAS. Ulser ini akan sembuh sendirinya ketika kondisi sistemik yang mendasarinya
teratasi.
Burket's Oral Medicine 12th Edition. 2015. PMPH-USA
13. GAMBARAN / CIRI RECCURENT
APHTHOUS STOMATITIS (RAS)
1. Terdapat multiple ulser yang terjadi secara berulang, ulser berbentuk bulat/oval yang dikenal
juga sebagai Aphthae / Canker Sores, ulser mempunyai margin yang membatasinya,
terdapat erythematous haloes, dasar ulser berwarna kuning atau abu-abu
2. Umumnya terdapat pada mukosa non-keratinized dan mukosa bergerak, jarang terjadi pada
gingva dan palatum
3. Onset pertama terjadi pada anak-anak atau remaja
4. Dengan tanpa adanya penyakit sistemik yang menyertai
5. Umumnya cenderung dialami wanita
Oral & Maxillofacial Medicine 3rd Edition. 2013. Elsevier
14. KLASIFIKASI RAS BERDASARKAN
KARAKTERISTIK KLINIS
A. MINOR APHTHOUS ULCER (MiAU; MIKULICZ ULCER)
- Paling umum terjadi, mengenai >80% pasien yang alami RAS
- Terjadi terutama pada kelompok usia 10-40 tahun
- sering menyebabkan gejala minimal
- Terdiri dari ulcer kecil berbentuk bulat/oval, dengan diameter 2-4mm,
ulcer yang timbul hanya beberapa saja (1-6) pada suatu waktu, dengan
dasarnya yang pada awalnya berwarna kekuningan, dikelilingi oleh
erythematous halo dan beberapa oedema, tetapi selama proses
penyembuhan dan epitelisasi berlangsung warna dasarnya menjadi rona
keabu-abuan
- Terjadi terutama pada mukosa bergerak non-keratinized, seperti pada
bibir, pipi, dasar mulut, sulci atau ventrum lidah
- Waktu penyembuhan 7-10 hari
- Ulcer dapat terjadi/berulang kembali dalam interval 1-4 bulan
- Meninggalkan sedikit atau bahkan tidak meninggalkan scar / jaringan
parut
Oral & Maxillofacial Medicine 3rd
Edition. 2013. Elsevier
Burket's Oral Medicine 12th Edition.
2015. PMPH-USA
15. B. Mayor APHTHOUS ULCER (MjAU; Sutton's ulcers; periadenitis
mucosa necrotica recurrens {PMNR})
- Berbentuk bulat/oval
- Dapat mecapai ukuran besar, biasanya berdiameter sekitar 1 cm atau
bahkan lebih
- Dapat ditemukan pada berbagai area di mukosa oral, termasuk
daerah yang terkeratinisasi seperti dorsum lidah dan palatum
- Ulcer yang timbul hanya beberapa saja (1-6) pada suatu waktu
- Waktu penyembuhan lambat, sekitar 10-40 hari
- Ulcer dapat terjadi/berulang kembali dalam interval yang singkat
(sering)
- Meniggalkan Scar / Jaringan Parut
- Kadang-kadang ditemukan Erythrocyte Sedimentation Rate
(ESR), C-Reactive Protein (CRP)dan Plasma Viscosity (PV) yang
meningkat (Merupakan tes darah yag biasanya digunakan untuk
mendeteksi peningkatan protein dalam darah.Cara ini digunakan
sebagai penanda adanya inflamasi/peradangan)
16. C. HERPETIFORM ULCERATION (HU)
- Namanya tidak dimaksudkan untuk menyiratkan adanya hubungan
dengan virus herpes simpleks. Nomenklatur ini dipilih karena pola ulserasi
mukosa menyerupai yang terlihat pada herpes simpleks
- Ditemukan dalam kelompok usia yang sedikit lebih tua dibanding
kelompok RAS lainnya
- Kebanyakan ditemukan pada wanita
- Dimulai dengan vesikulasi, yang melewati dengan cepat menjadi beberapa
diskrit ulser berukuran pinhead-sized
- Mengalami peningkatkan ukuran, yang kemudian dapat menyatu dan
membentuk ulcer yang besar, bulat, tidak beraturan
- Melibatkan berbagai area di mukosa oral, termasuk daerah mukosa yang
terkeratinisasi
- Jumlah ulcer yang timbul dalam satu waktu cenderung tinggi, sering
mendekati sebanyak 100
- Waktu penyembuhan sekitar 10 hari atau lebih
- Seringkali menyakitkan
- Ulcer dapat terjadi/berulang kembali dalam interval yang sangat singkat
(sering), sehingga ulserasi mungkin akan terus berlanjut
17. E. SEVERE MINOR RECCURENT APHTHOUS STOMATITIS
Ada beberapa kasus di mana perbedaan yang jelas antara ulser minor dan mayor kabur/tidak jelas, terutama
pada pasien yang mengalami ketidaknyamanan parah dari munculnya ulser secara kontinu. Lesi ini telah
disebut sebagai ulser minor “Parah".
Burket's Oral Medicine 12th Edition. 2015. PMPH-USA
Oral & Maxillofacial Medicine 3rd Edition. 2013. Elsevier
18. FAKTOR PREDISPOSISI RAS
1. Faktor Genetik (Inhritance/diturunkan), diketahui bahwa terdapat hubungan positif antara kejadian RAS
dengan riwayat keluarga (anak-anak dari orang tua yang positif RAS menunjukkan peningkatan kerentanan
terhadap RAS)
2. Stres
3. Trauma karena menggigit mukosa atau penggunaan dental appliance
4. Penghentian merokok dapat memicu atau memperburuk RAS (The nicotine metabolites are believed to
decrease levels of proinflammatory cytokines and increase anti-inflammatory cytokines)
5. Defisiensi Haematinics (Zat-zat yang diperlukan untuk pembentukan sel-sel darah dalam proses
Hematopoiesis, seperti Zat besi, Vitamin B12 / Cobalamine, dan Asam Folat)
6. Faktor hormon, relevan dengan wanita di mana RAS terkait dengan penurunan tingkat
progestogen(merupakan salah satu kelas dari hormon steroid yang mengikat dan mengaktifkan reseptor
progesteron) pada fase luteal dari siklus menstruasi
7. Alergi / Atopy (merupakan kecenderungan genetik untuk mengembangkan penyakit alergi seperti rinitis
alergi, asma dan dermatitis atopik (eksim). Atopy biasanya dikaitkan dengan peningkatan respons imun
terhadap suatu alergen yang umum, terutama alergen yang dihirup dan alergen dari makanan)
8. Sodium lauryl sulphate (SLS), merupakan deterjen yang dapat ditemukan di beberapa pasta gigi dan produk
perawatan kesehatan mulut lainnya, yang mana dapat menghasilkan ulserasi oral
Oral & Maxillofacial Medicine 3rd Edition. 2013. Elsevier
19. ETIOLOGI RECCURENT APHTHOUS
STOMATITIS (RAS)
The aetiology of RAS is not entirely clear, and therefore aphthae are termed
‘idiopathic’. Indeed, RAS may not be a single condition, but rather may be the manifestation of
a group of disorders of quite different aetiology.
Many studies have explored an infectious aetiology, but there is no evidence of
transmissibility and RAS does not at present appear to be infectious, contagious, or sexually
shared.
It seems likely that a minor degree of immunological dysregulation underlies aphthae,
and a genetic tendency to ulceration, and cross-reacting antigens between the oral mucosa
and microorganisms may be involved.
Cawson's Essentials of Oral Pathology and Oral Medicine 8th Edition. 2018. Elsevier
20. PATOFISIOLOGI LESI ULSER PADA
KASUS DI SKENARIO
A. Defisiensi Nutrisi (Hematinics: Vitamin B12/Cobalamine, Vitamin B9/Asam Folat, Zat Besi)
Deficiencies of iron, vitamin B12, or folic acid may lead to anemia in RAS patients. Because RAS
patients with anemia have reduced capacity of the blood to carry oxygen to oral mucosa, finally
resulting in atrophy of oral mucosa.20 Moreover, iron is essential to the normal functioning of oral
epithelial cells,21 and both vitamin B12 and folic acid play important roles in DNA synthesis and cell
division.22,23 Oral epithelial cells have a high turnover rate. Therefore, deficiencies of iron, vitamin
B12, and folic acid may result in oral epithelial atrophy. Atrophic oral epithelium in hematinic-deficient
patients may explain why some patients with deficiencies of hematinics are prone to have RAS.20
Furthermore, high blood homocysteine level (due to deficiencies of mainly vitamins B6 and B12 and
folic acid) in some RAS patients may result in an elevated frequency of thrombosis in the feeding
arterioles that supply the oral epithelial cells.24e28 This in turn leads to a breakdown of oral
epithelium and finally produces an oral ulceration. Taken these together, anemia, hematinic
deficiencies, and a high blood homocysteine level can decrease oral epithelial barrier and thus
increase the frequency of RAS occurrence.
Recurrent aphthous stomatitis: Etiology,serum auto antibodies, anemia, hematinic deficiencies, and
management. 2018. Science Direct
21. B. Infeksi Bakteri
Bacterial (Streptococcus oralis, Helicobacter pylori) and viral (HSV, varicella-zoster virus, cytomegalovirus,
and adenoviruses) antigens have been reported to be potential factors that may modify the
immunologic response and subsequently induce recurrent aphthae in predisposed subjects. However,
the results of these studies are ambiguous and conflicting. In addition, Greenspan et al. concluded that
neither cell-mediated hypersensitivity to streptococcal or viral antigens nor cross-reactivity between oral
mucosal and streptococcal antigens is likely to play a role in the pathogenesis of RAS.
C. Hormon
Women in the luteal phase of the menstrual cycle and in the menopause are prone to have RAS, while
those on contraceptives or during pregnancy often have remission of RAS, suggesting the role of
hormonal imbalance in the development of RAS.
D. Genetik
diketahui bahwa terdapat hubungan positif antara kejadian RAS dengan riwayat keluarga (anak-anak
dari orang tua yang positif RAS menunjukkan peningkatan kerentanan terhadap RAS). Ditemukan
Human Leukocyte Antigen (HLA, yg secara genetic diturunkan dari orang tua) pada pasien dengan RAS.
Kemudian terdapat juga genotipe G/G dari interleukin IL-1B dan IL-6 (mengontrol pelepasan cytokine
proinflammatory) yang diturunkan, yang mana bertindak sebagai prediktor kuat untuk RAS.
Recurrent aphthous stomatitis: Etiology,serum auto antibodies, anemia, hematinic deficiencies, and management.
2018. Science Direct
22. G. Hipersensitifitas
merupakan kecenderungan genetik untuk mengembangkan penyakit alergi seperti rinitis alergi,
asma dan dermatitis atopik (eksim). Atopy biasanya dikaitkan dengan peningkatan respons imun
terhadap suatu alergen yang umum, terutama alergen yang dihirup dan alergen dari makanan
H. Autoimun
Aphthous ulcerations are initially and primarily the result of T cell-mediated immune dysfunction
but also may involve neutrophil and mast cell-mediated destruction of the mucosal epithelium.
Lesions can have alterations in several intercellular mediators, such as elevations in interferon
gamma, tumor necrosis factor-alpha, and interleukins (IL)-2, IL-4 and IL-5, as well as various
adhesion molecules involved in cell communication and epithelial integrity. This inflammatory
process results in a pseudomembrane containing fibrinous exudate, bacteria, inflammatory cells,
and necrotic mucosal cells.
Recurrent aphthous stomatitis: Etiology,serum auto antibodies, anemia, hematinic deficiencies, and
management. 2018. Science Direct
23. DIAGNOSIS BANDING DARI
RECCURENT APHTHOUS STOMATITIS
A. Behçet syndrome (Oculo-Oral-Genital Syndrome)
Ditandai denga adanya:
- Reccurent Oral Aphthous, Reccurent Ocular,
Reccurent Genital Aphthous
- Skin Lesion
- Keterlibatan CNS
- Vascular Lesion
B. PFAPA (Periodic Fever, Aphthous Stomatitis, Pharyngitis,
Adenitis)
Ditandai dengan adanya demam selama 3-6 hari, yang disertai
Aphthous Stomatitis, Pharyngitis, Abdominal Pain dan Joint Pain
Burket's Oral Medicine 12th Edition. 2015. PMPH-USA
24. C. Erythema Multiforme (EM)
Erythema multiforme (EM) is an acute, self-limited, inflammatory
mucocutaneous disease that manifests on the skin and often oral
mucosa, although other mucosal surfaces, such as the genitalia, may
also be involved. It represents a hypersensitivity reaction to
infectious agents (majority of cases) or medications. There is still
controversy over how best to classify EM.
D. Viral Stomatitis (Herpes Simplex Virus Infection)
The primary infection, which occurs on initial contact with the virus,
is acquired by inoculation of the mucosa, skin, and eye with infected
secretions. The virus then travels along the sensory nerve axons and
establishes chronic, latent infection in the sensory ganglion (such as
the trigeminal ganglion).
Extraneuronal latency (i.e., HSV remaining latent in cells other than
neurons such as the epithelium) may play a role in recurrent lesions
of the lips. Recurrent HSV results when HSV reactivates at latent sites
and travels centripetally to the mucosa or the skin, where it is
directly cytopathic to epithelial cells, causing recrudescent HSV
infection in the form of localized vesicles or ulcers
Burket's Oral Medicine 12th Edition. 2015. PMPH-USA
25. PERAWATAN LESI ULSER
1. Kortikosteroid Therapy (paling efektif)
- Pemberian Topikal Kortikosteroid sediaan gel, cream 4-6x sehari untuk lesi awal
- Intralesi kortikosteroid injeksi
- Kortikosteroid sistemik durasi pendek (dosis rendah-sedang) 20-40mg perhari selama satu minggu
- Imunomodulating (Dapsone, Hydroxychloroquine)
2. Jika ada faktor penyebab sistemik sebaiknya dihilangkan terlebih dahulu, jika tidak ada diberikan
obat dengan sediaan topical
- Kortikosteroid (Prednisolone)
- Imunosupresan (Cyclosporine, Chloroquinolone)
- Imunomodulator (Thalidomide), digunakan pada pasien AIDS/parah
3. Antibiotik
Bilas dengan tetracycline, 4x sehari selama 4 hari
Cawson's Essentials of Oral Pathology and Oral Medicine 8th Edition. 2018. Elsevier
Regezi J.A. Sciubba J.J, Jordon R.C.K. Oral Pathology Clinical Pathologic Correlations 7th Edition. 2017.
India:Elsevier
26. 4. Pengobatan Aphthae Mayor: Perawatan yang dilaporkan efektif termasuk azathioprine,
cyclosporin, colchicine dan dapson, tetapi thalidomide mungkin yang paling efektif. Thalidomide
dapat sebabkan efek samping yang parah dan sangat teratogenic, hanya dapat diberikan dibwah
pengawasan spesialis.
5. Topical Salicylate: Memiliki aksi antiinflamasi, juga memiliki efek local
6. Perawatan topikl lain yang telah digunakan dalam RAS adalah Asam Hyaluronat 0,2% dalam
bentuk gel, digunakan 2x sehari selama dua minggu; anestesi topical spt. Lidocaine 2% dalam
bentuk spray/gel; Pasta gigi perekat yang mengandung Polydocanol; atau tablet Benzocaine.
Cawson's Essentials of Oral Pathology and Oral Medicine 8th Edition. 2018. Elsevier
Regezi J.A. Sciubba J.J, Jordon R.C.K. Oral Pathology Clinical Pathologic Correlations 7th Edition. 2017.
India:Elsevier
27. AYAT / HADIST TERKAIT
ِس اَمَف ٍضَرَم ْنِم ىًذَأ ُهُبيِصُي ٍمِل ْسُم ْنِم اَمِهِب ُ ااَّلل اطَح اَّلِإ ُاهَو
اَهَقَرَو ُةَرَج االش ُّطُحَت اَمَك ِهِتاَئِي َس
“Tidaklah seorang muslim tertimpa suatu penyakit dan
sejenisnya, melainkan Allah akan mengugurkan bersamanya
dosa-dosanya seperti pohon yang mengugurkan daun-
daunnya.” [HR. Bukhari dan Muslim]