Dokumen tersebut membahas tentang perkembangan ekonomi daerah di Indonesia dan faktor-faktor penyebab ketimpangan ekonomi antar daerah. Beberapa faktor yang disebutkan antara lain konsentrasi kegiatan ekonomi di pulau Jawa, alokasi investasi yang terpusat, mobilitas faktor produksi yang rendah, perbedaan sumber daya alam, dan kondisi demografis antar provinsi. Dokumen ini juga membahas berbagai teori pembangunan ekonomi daerah
2. 6 POINT TENTANG INDIKATOR EKONOMI DAERAH :
1. Distribusi PDB Nasional Menurut Provinsi
2. PDRB Rata-rata per Kapita antar Provinsi
.
3. Konsumsi rumah Tangga per Kapita antar Provinsi
4. Indeks Pembangunan Manusia
5. Tingkat Kemiskinan
6. Kontribusi Sektoral terhadap PDRB
3. Faktor Penyebab Ketimpangan
. A . Konsentrasi Kegiatan ekonomi
Konsentrasi kegiatan ekonomi yang tinggi di daerah tertentu merupakan salah
satu faktor yang menyebabkan terjadinya ketimpangan pembangunan antar
daerah. Ekonomi daerah dengan konsentrasi kegiatan ekonomi tinggi cenderung
tumbuh pesat. Sedangkan daerah dengan tingkat ekonomi yang rendah
cenderung mempunyai tingkat pembanguan dan pertumbuhan ekonomi yang
lebih rendah.
Jika keadaan ini terus dibiarkan maka, daerah di luar pulau Jawa akan rugi dan
semakin miskin saja, karena:
1. daerah akan kekurangan L yang terampil, K serta SDA yang dapat diolah
untuk keperluan sendiri.
2. Daerah akan semakin sulit dalam mengembangkan sektor non primer
khususnya industri manufaktur, dan akan semakin sulit mengubah struktur
ekonominya yang berbasis pertanian atau pertambangan ke industri.
3. Tingkat pendapatan masyarakat di daerah semakin rendah sehingga pasar
output semakin lama, dan menyebabkan perkembangan investasi di daerah
semakin kecil.
4. B. Alokasi Investasi
Indikator lain juga yang menunjukkan pola serupa adalah distribusi investasi (I) langsung,
baik yang bersumber dari luar negeri (PMA) maupun dari dalam negeri (PMDN).
Berdasarkan teori pertumbuhan ekonomi Harrod-Domar, bahwa krangnya I di suatu
wilayah membuat pertumbuhan ekonomi dan tingkat pendapatan masyarakat per kapita
di wilayah tersebut menjadi rendah, karena tidak adanya kegiatan ekonomi yang
produktif, seperti industri manufaktur.
Terpusatnya I di wilayah Jawa, disebabkan oleh banyak faktor seperti kebijakan dan
birokrasi yang terpusat selama ini (terutama sebelum pelaksanaan otonomi daerah
daerah), konsentrasi penduduk di Jawa dan keterbatasan infrastruktur serta SDM di
wilayah luar Jawa. Persebaran sumber daya alam tidak selamanya melimpah. Ada
beberapa sumber daya alam yang terbatas dalam jumlahnya dan dalam proses
pembentukannya membutuhkan jangka waktu yang relatif lama. Sumber daya alam
merupakan segala sesuatu yang tersedia di alam dan dimanfaatkan untuk kebutuhan
manusia. Sumber daya alam secara umum dibagi menjadi 2, yaitu: sumber daya alam
yang dapat diperbarui dan sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui.
5. C. Mobilitas antar Faktor Produksi yang Rendah antar Daerah
Kehadiran buruh migran kelas bawah adalah pertanda semakin majunya suatu
negara. Ini berlaku baik bagi migran legal dan ilegal. Ketika sebuah negara
semakin sejahtera, lapisan-lapisan masyarakatnya naik ke posisi ekonomi lebih
tinggi (teori Marxist: naik kelas).
Fenomena “move up the ladder” ini dengan sendirinya membawa kepada
konsekuensi kosongnya lapisan terbawah. Walaupun demikian lapisan ini tidak
bisa dihilangkan begitu saja. Sebenarnya lapisan ini sangat substansial, karena
menopang “ladders” atau lapisan-lapisan yang berada di atasnya. Lapisan inilah
yang diisi oleh para migran kelas bawah.
Salah satu pilar ekonomi liberal adalah kebebasan mobilitas faktor produksi,
termasuk faktor buruh. Seharusnya yurisdiksi administratif negara tidak menjadi
penghalang mobilitas tersebut. Namun, tetap saja perpindahan ini perlu ditinjau
dan dikontrol agar tetap teratur.
6. D. Perbedaan SDA antar Provinsi
Dasar pemikiran klasik mengatakan bahwa pembanguan ekonomi di daerah yang kaya SDA akan
lebih maju dan masyarakatnya lebih makmur dibandingkan dengan daerah yang miskin SDA.
Sebenarnya samapai dengan tingkat tertebntu pendapat ini masih dapat dikatakan, dengan catatan
SDA dianggap sebagai modal awal untuk pembangunan. Namun, belum tentu juga daerah yang kaya
akan SDA akan mempunyai tingkat pembanguan ekonomi yang lebih tinggi juga jika tidak didukung
oleh teknologi yang ada (T).
Penguasaan T dan peningkatan taraf SDM semakin penting, maka sebenarnya 2 faktor ini lebih
penting daripada SDA. Memang SDA akan mendukung pembangunan dan perkembangan, tetapi
akan percuma jika memiliki SDA tapoi minim dengan T dan SDM.
Program desentralisasi dan otonomi daerah merupakan pekerjaan besar dan harus berhasil dengan
baik. Keragaman kemampuan dalam pelaksanaannya harus didasarkan pada sequencing yang jelas
dan penerapan bertahap menurut kemampuan daerah.
Dalam proses pemulihan ekonomi nasional, pelaksanaan program desentralisasi yang tergesa-gesa
tanpa kesiapan memadai sebaliknya malah akan mengganggu pemulihan ekonomi yang pada
gilirannya akan merugikan pembangunan ekonomi daerah sendiri. Oleh karena itu, proses
desentralisasi tidak perlu diakselerasi. Yang perlu diakselerasi adalah pengembangan kelembagaan
dan kemampuan, termasuk untuk pengembangan kebijakan, pada tingkat daerah, khususnya daerah
Tingkat II. Hal ini merupakan kerja nasional yang harus mendapat prioritas pertama dan dilaksanakan
terutama di daerah. Inilah inti dari pemberdayaan ekonomi daerah yang merupakan kunci bagi
pembangunan ekonomi daerah yang kompetitif dan efisien.
Pembangunan ekonomi yang efisien membutuhkan secara seimbang perencanaan yang lebih teliti
mengenai penggunaan sumber daya publik dan sektor swasta: petani, pengusaha kecil, koperasi,
pengusaha besar, organisasi sosial harus mempunyai peran dalam proses perencanaan.
7. E. Perbedaan Kondisi Demografis antar Provinsi
Kondisi demografis antar provinsi berbeda satu dengan lainnya, ada yang disominasi oleh sektor
pertanian, ada yang didominiasi oleh sektor pariwisata, dan lain sebagainya. Perbedaan kondisi
demografis ini biasanya menyebabkan pembangunan ekonomi tiap daerah berbeda-beda. Contoh
kasusnya, kita tengok ke daerah Tegal.
Penduduk Kota Tegal pada tahun 2007 adalah 247,076 jiwa yang terdiri dari laki-laki 123.792 jiwa
(50,10 %) dan perempuan 123,284 jiwa (49,90 %) dengan laju pertumbuhan 0,55 % per tahun,
sedangkan jumlah penduduk usia produktif (15-64 tahun ) 170.124 jiwa (68,86 %).
Ternyata kepadatan penduduk rata – rata di Kota Tegal pada tahun 2007 sebesar 6.193 jiwa/Km²
dengan kepadatan penduduk tertinggi di Kelurahan Kejambon sebesar 13.723 jiwa/Km² dan
kepadatan terendah di Kelurahan Muarareja sebesar 750 jiwa/Km².
Jumlah penduduk usia kerja di Kota Tegal tahun 2007 tercatat berjumlah 204.517 dengan jumlah
angkatan kerja sebesar 168.575 jiwa atau 82,43 % yang terdiri dari 87.537 jiwa laki-laki dan 81.038
jiwa perempuan. Dari jumlah tersebut 112.660 sudah bekerja dan 55.915 tidak bekerja.
Mata pencaharian penduduk Kota Tegal menurut jenis mata pencahariannya adalah petani sendiri
3.739 orang, buruh tani 6.457 orang, nelayan 12.013 orang, pengusaha 2.303 orang, buruh industri
20.310 orang, buruh bangunan 18.704 orang, pedagang 21.887 orang, pengangkutan 6.687 orang,
PNS/ABRI 9.223 orang, pensiunan 4.473 orang dan lain-lain 11.930 orang.
Sektor pendidikan merupakan salah satu prioritas utama kebijakan Pemerintah Kota Tegal, sebagai
salah satu upaya untuk meningkatkan kapasitas dan kualitas sumber daya manusia. Pembangunan
sektor ini diarahkan kepada penyediaan sarana dan prasarana serta memberikan kemudahan akses
pendidikan kepada masyarakat.
8. . F . Kurang Lancarnya Perdagangan antar Provinsi
Kurang lancarnya perdagangan antar daerah juga menyebabkan ketimpangan
ekonomi regional di Indonesia. Pada umumnya ketidaklancaran tersebut
disebabkan karena keterbatasan transportasi dan komunikasi. Perdagangan
antarprovinsi meliputi barang jadi, barang modal, input perantara, dan
bahan baku untuk keperluan produksi dan jasa. Ketidaklancaran perdagangan
ini mempengaruhi pembangunan dan pertumbuhan lewat sisi permintaan
(Demand) dan sisi penawaran (Supply). Dari sisi permintaan, kelangkaan
akan barang dan jasa akan berdampak juga pada permnitaan pasar terhadap
kegiatan eonomi lokal yang sifatnya komplementer dengan
barang tersebut. Sedangkan dari sisi penawaran, sulitnya memperoleh
barang modal seperti mesin, dapat menyebabkan kegiatan ekonomi di
suatu provinsi menjadi lumpuh, selanjutnya dapat menyebabkan tingkat
pertumbuhan ekonomi yang rendah.
9. Teori Pembangunan Ekonomi Daerah
A. Teori Basis Ekonomi
Teori ini berdasarkan pada ekspor barang (komoditas). Sasaran pengembangan
teori ini adalah peningkatan laju pertumbuhan, penciptaan lapangan kerja, dan
peningkatan pendapatan. Proses pengembangan kawasan adalah merespon
permintaan luar negeri atau dalam negeri atau di luar nodalitas serta multiplier
effect ( Geltner, 2005).
Teori ini hanya mampu memprediksi jangka pendek dan tidak mampu merespon
perubahan jangka panjang. Hanya menekankan perlunya mengembangkan
sektor industri non basis, tidak mengenal bahwa ekonomi regional adalah
mengintegrasikan seluruh aktivitas ekonomi yang saling mendukung. Penerapan
pengembangan industri ini berorientasi ekspor dan subtitusi impor, promosi dan
pengerahan industri, peningkatan efisiensi ekonomi ekspor melalui perbaikan
infrastruktur Oleh karena itu, dibutuhkan integrasi antara jenis industri,
prasarana, dan perluasan industri. Dapat disusun hipotesa selain lokasi juga
peranan sektoral serta LQ ( Location Qoutient) sektor konstruksi perumahan
realestat dalam satu kawasan.
10. B. Teori Lokasi
Teori lokasi adalah suatu teori yang dikembangkan untuk memperhitungkan pola lokasi kegiatan-
kegiatan ekonomi termasuk di dalamnya kegiatan industri dengan cara yang konsisten. Lokasi dalam
ruang dibedakan menjadi dua yaitu:
1. Lokasi absolut.
Lokasi absolut adalah lokasi yang berkenaan dengan posisi menurut koordinat garis lintang dan garis
bujur (letak astronomis). Lokasi absolut suatu tempat dapat diamati pada peta (kelihatan).
2. Lokasi relatif.
Lokasi relatif adalah lokasi suatu tempat yang bersangkutan terhadap kondisi wilayah-wilayah lain
yang ada di sekitarnya.
Dari sekian banyak teori lokasi, pada prinsipnya sama, yaitu membicarakan bagaimana menentukan
lokasi industri. Teori lokasi yang dikemukakan oleh Alfred Weber berawal dari tulisannya yang
berjudul Uber den Standort der Industrien pada tahun 1909. Prinsip teori Weber adalah: “Penentuan
lokasi industri ditempatkan di tempat-tempat yang resiko biaya atau ongkosnya paling murah atau
minimal (least cost location) “. Asumsi Weber yang bersifat prakondisi adalah sebagai berikut:
1. Wilayah yang seragam dalam hal topografi, iklim dan penduduknya. Keadaan penduduk yang
dimaksud adalah menyangkut jumlah dan kualitasnya.
2. Ketersediaan sunber daya bahan mentah. Invetarisasi sumber daya bahan mentah sangat
diperlukan dalam industri.
3. Persaingan antar kegiatan industri.
4. Upah tenaga kerja. Upah atau gaji bersifat mutlak harus ada dalam industri yakni untuk membayar
para tenaga kerja.
5. Biaya pengangkutan (ongkos angkut) bahan baku ke lokasi pabrik yang ditentukan oleh bobot
bahan baku dan lokasi bahan baku.
6. Manusia berpikir rasional.
11. C. Teori Daya Tarik Industri
Teori daya tarik industri adalah model pembangunan ekonomi yang paling banyak digunakan oleh
masyarakat. Teori ekonomi yang mendasarinya adalah bahwa suatu masyarakat dapat memperbaiki
posisi pasarnya terhadap industri melalui pemberian subsidi dan insentif.
Faktor-faktor daya tarik industri adalah:
1. NT tinggi per pekerja.
Ini berarti industri tersebut memiliki sumbangan yang penting, tak hanya terhadap peningkatan
pendapatan masyarakat tapi juga pada pembentukan PDRB.
2. Industri-industri ikatan.
Ini berarti perkembangan industri-industri tersebut akak menigkatkan total NT daerah, atau
mengurangi ‘kebocoran ekonomi’ dan ketergantungan impor.
3. Daya saing di masa depan.
Hal ini sangat menentukan prospek dari pengembangan industri yang bersangkutan, agar ke
depannya pasar memiliki kekuatan untuk bersaing. Meningkatkan daya saing adalah dengan
meningkatkan persaingan itu sendiri. Ini berarti perlakuan-perlakukan khusus harus ditinggalkan.
Proteksi perlu ditiadakan segera ataupun bertahap. Pengembangan produk yang sukses adalah yang
berorientasi pasar, ini berarti pemerintah daerah perlu mendorong pengusaha untuk selalu
meningkatkan efisiensi teknis dan ekonomis. Peraturan perdagangan internasional harus
diperkenalkan dan diterapkan. Perlu ada upaya perencanaan agar setiap pejabat pemerinah daerah
mengerti peraturan-peraturan perdagangan internasional ini, untuk dapat mendorong pengusaha-
pengusaha daerah menjadi pemain-pemain yang tangguh dalam perdagangan bebas, baik pada
lingkup daerah, nasional maupun internasional.
4. Spesialisasi industri.
Suatu daerah sebaiknya berspesialisasi di mana daerah tersebut unggul (teori klasik perdagangan
internasional), dan dengan demikian daerah tersebut akan menikmati keuntungan dari perdagangan.
12. KESIMPULAN
1.Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakat
mengelola sumber daya yang ada dan selanjutnya membentuk suatu pola kemitraan antara
pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan
merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut.
(Lincolin Arsyad, 1999).
2. Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses, yaitu proses yang mencakup
pembentukan-pembentukan institusi baru, pembangunan industri-industri alternatif, perbaikam
kapasitas tenaga kerja yang ada untuk menghasilkan produk dan jasa yang lebih baik, identifikasi
pasar-pasar baru, dan pengembangan perusahaan-perusahan baru.
3. Setiap upaya pembangunan ekonomi daerah mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan
jumlah dan jenis peluang kerja untuk masyarakat daerah. Untuk mencapai tujuan tesebut,
pemerintah daerah dan masyarakat harus secara bersama-sama mengambil inisiatif pembangunan
daerah. Oleh karena itu, pemerintah daerah beserta daerah beserta partisipasi masyarakatnya dan
dengan dengan menggunakan sumberdaya yang ada harus memperkirakan potensi sumberdaya
yang diperlukan untuk merancang dan membangun perekonomian daerah. (Lincolin Arsyad, 1999).
4. Teori basis ekonomi berdasarkan pada ekspor barang (komoditas). Sasaran pengembangan teori
ini adalah peningkatan laju pertumbuhan, penciptaan lapangan kerja, dan peningkatan pendapatan.
5. Teori lokasi adalah suatu teori yang dikembangkan untuk memperhitungkan pola lokasi kegiatan-
kegiatan ekonomi termasuk di dalamnya kegiatan industri dengan cara yang konsisten.
6. Teori daya tarik industri adalah model pembangunan ekonomi yang paling banyak digunakan oleh
masyarakat. Teori ekonomi yang mendasarinya adalah suatu masyarakat dapat memperbaiki posisi
pasarnya terhadap industri lewat pemberian subsidi dan insentif.