2. Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu
proses di mana pemerintah daerah dan
masyarakatnya mengelola sumber daya-
sumber daya yang ada dan membentuk suatu
pola kemitraan antara pemerintah daerah
dengan sektor swasta untuk menciptakan
suatu lapangan kerja baru dan merangsang
perkembangan kegiatan ekonomi
(pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah
tersebut.
3. Tujuan utama dari setiap pembangunan ekonomi
daerah adalah untuk meningkatkan jumlah dan
jenis peluang kerja untuk masyarakat daerah.
Untuk mencapai tujuan tersebut, pemerintah
daerah dan masyarakatnya harus bersama-sama
mengambil inisiatif pembangunan daerah. Oleh
karena itu, pemerintah daerah dengan
partisipasi masyarakatnya, dengan dukungan
sumber daya yang ada harus mampu menghitung
potensi sumber daya-sumber daya yang
diperlukan untuk merancang dan membangun
ekonomi daerahnya.
4. a. Ketimpangan Pembangunan Sektor Industri
Terjadinya ketimpangan pembangunan sektor industri atau tingkat industrialisasi
antar daerah adalah sebagai salah satu faktor penyebab terjadinya ketimpangan
ekonomi antar daerah. Kurang berkembangnya sektor industri di luar Jawa
merupakan salah satu penyebab terjadinya kesenjangan ekonomi antara Jawa
dengan wilayah di luar Jawa. Pada daerah di luar Jawa, seperti sumatera,
kalimantan timur, papua, bisa menjadi wilayah-wilayah yang sangat potensial
untuk pengembangan sektor industri manufaktur. Hal ini dapat dilihat dari dua
hal yaitu (1) Ketersediaan bahan baku, (2) Letak Geografis yang dekat dengan
negara tetangga yang bisa menjadi potensi pasar yang besar yang baru di
samping pasar domestik.
b. Kurang merata nya investasi
Harrod-Domar adalah korelasi positif antara tingkat investasi dengan laju
pertumbuhan ekonomi, sehingga dengan kurangnya investasi dengan laju
pertumbuhan ekonomi, sehingga dengan kurangnya investasi di suatu daerah
membuat pertumbuhan dan tingkat pendapatan perkapita masyarakat di daerah
tersebut rendah. Hal ini dikarenakan tidak adanya kegiatan-kegiatan ekonomi yang
produktif seperti industri manufaktur.
Terhambatnya perkembangan investasi di daerah disebabkan banyak faktor,
diantaranya kebijakan dan birokrasi yang selama orde baru terpusat, keterbatasan
infrastruktur dan sumber daya manusia di daerah-daerah luar jawa.
5. c. Tingkat Mobilitas Faktor Produksi yang Rendah
Kurang mobilitas faktor produksi seperti tenaga kerja dan kapitas antar daerah juga merupaka
penyebabterjadinya ketimpangan ekonomi regional. Hal ini karena perbedaan laju pertumbuhan
ekonomi antar daerah membuat terjadinya perbedaan tingkat pendapatan perkapita antar
daerah, dengan asumsi bahwa mekanisme pasar output dan input bebas (tanpa distorsi yang
direkayasa, misalnya kebijakan pemerintah) memengaruhi mobilitas faktor produksi antar
daerah.
d. Perbedaan Sumber Daya Alam (SDA)
Pemikiran klasik yang mengatakan bahwa pembangunan ekonomi daerah yang kaya SDA akan
lebih maju dan masyarakatnya lebih makmur dibandingkan dengan daerah yang miskin SDA.
Hingga tingkat tertentu pendapat tersebut dapat dibenarkan, dalam arti sumber daya manusia
dilihat hanya sebagai modal awal untuk pembangunan, dan selanjutnya harus dikembangkan
terus-menerus
e. Perbedaan Demografis
Ketimpangan ekonomi regional di Indonesia juga disebabkan oleh perbedaan kondisi geografis
antar daerah. Kondisi ini berpengaruh terhadap jumlah dan pertumbuhan penduduk, tingkat
kepadatan penduduk, pendidikan, kesehatan, kedisiplinan, dan etos kerja. Faktor-fator ini
mempengaruhi tingkat pembangunan dan pertumbuhan ekonomi dari sisi permintaan dan
penawaran.
f. Kurang lancarnya Perdagangan antar Daerah
Kurang lancarnya perdagangan antara daerah (intra-trade) juga merupakan faktor yang turut
menciptakan ketimpangan ekonomi regional Indonesia. Tidak lancarnya intra trade disebabkan
oleh keterbatasan transportasi dan komunikasi. Jadi, tidak lancarnya arus barang dan jasa antar
daerah mempengaruhi pembangunan dan pertumbuhan ekonomi suatu daerah dari sisi
permintaan dan penawaran.
6. a. Entrepreneur
Peran pemerintah daerah sebagai entrepreneur, adalah merupakan
tanggung jawab untuk menjalankan suatu usaha bisnis di daerahnya.
Dalam hal ini pemeritah daerah bisa mengengembangkan suatu usaha
sendiri dengan membentuk badan usaha milik daerah (BUMD) atau
bermitra dengan dunia usaha swasta namun kegiatan usahanya tetap
dalam pengendalian pemerintah daerah. Pemerintah daerah harus mampu
mengelola aset-aset pemerintah daerah dengan lebih baik dan ekonomis
sehingga mampu memberikan keuntungan bagi pemerintah daerah.
b. Koordinator
Pemerintah daerah harus mampu bertindak sebagai koordinator dalam
pembangunan ekonomi di daerahnya, yaitu melalui penetapan kebijakan-
kebijakan atau mengusulkan strategi-strategi pembangunan ekonomi yang
komprehensip bagi kemajuan daerahnya. Dalam peran ini pemerintah
daerah bisa melibatkan kelompok-kelompok dalam masyarakat untuk
proses pengumpulan data dan evaluasi tentang informasi yang berkaitan
tentang kondisi perekonomian di daerah.
7. c. Fasilitator
Pemerintah daerah dapat berperan sebagai fasilitator dengan cara
mempercepat pembagunan melalui perbaikan lingkungan
attitudinal (perilaku atau budaya masyarakat) didaerahnya. Hal ini
perlu dilakukan untuk mempercepat proses pembangunan dan
prosedur perencanaan, peraturan penetapan tata ruang daerah
(Zoning) yang lebih baik.
d. Stimulator
Pemerintah daerah dapat berperan sebagai stimulan dalam
penciptaan dan pengembangan usaha melalui tindakan-tindakan
khusus yang dapat mempengaruhi dunia usaha untuk masuk ke
daerah tersebut dan menjaga agar perusahaan-perusahaan yang
telah ada tetap eksis berada di daerah tersebut. Stimulus ini dapat
dilakukan antara lain dengan pembuatan brosur-brosur,
pembangunan kawasan industri pembuatan outlet untuk produk-
produk UKM, membantu UKM melakukan pameran dan
sebagainya.[6]
8. Selain paradigma baru, paradigma pembangunan berkelanjutan juga dapat digunakan sebagai
paradigma pembangunan ekonomi daerah. Pembangunan Berkelanjutan sebagai Paradigma
Pembangunan merupakan kenyataan bahwa teori-teori ekonomi yang diajarkan selama ini telah
banyak membantu dalam usaha meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Ilmu ekonomi dengan
rangkaian teori-teori di dalamnya dipercaya dapat mengarahkan roda pembangunan secara
umum, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Sehingga dalam pelaksanaanya dimensi
ekonomi selalu ditempatkan sebagai acuan pertimbangan yang dominan.
Pengertian pembanguan yang bercirikan pada tingginya angka pertumbuhan ekonomi sangat
berkaitan dengan masalah alokasi sumber daya yang dimiliki. Sumber daya yang diperlukan
sebagai faktor produksi utama, yaitu sumber daya alam, tenaga kerja dan modal. Paradigma
yang terdapat pada teori-teori ekonomi tersebut ampuh dalam mendongkrak angka pertumbuhan
ekonomi. Meskipun demikian, seiring dengan kemajuan dibidang teknologi, saat ini banyak orang
mulai tidak puas dengan pola pembangunan yang diterapkan selama ini (konvensional) dan
mempertanyakan keberhasilan pembangunan itu sendiri.
Teori pembangunan yang ada sekarang ini sudah tidak mampu untuk menjelaskan kegiatan-
kegiatan pebangunan ekonomi daerah secara tuntas dan komprehensip. Oleh karena itu, perlu
dirumuskan suatu pendekatan alternatif untuk kepentingan pembangunan ekonomi daerah.
Rumusan ini sebenarnya merupakan sintesa dan perumusan kembali konsep-konsep yang telah
ada. Pendekatan ini diharapkan dapat memberikan dasar bagi kerangka pikir dan rencana
tindakan yang akan diambil dalam konteks pembangunan ekonomi daerah. Seperti kita kettahui
bersama bahwa kerangka berpikir dalam konsep
9. Secara garis besar strategi pembangunan ekonomi daerah menurut Arsyad (1999) dapat dikelompokan menjadi
empat yaitu:
a. Strategi Pengembangan Fisik (Locality Or Physical Development Strategy)
Melalui pengembangan program perbaikan kondisi fisik/lokalitas daerah yang ditujukan untuk kepentingan
pembangunan industri dan perdagangan, pemerintah daerah akan berpengaruh positif bagi pembangunan dunia
usaha di daerah. Secara khusus, tujuan strategi pembangunan fisik ini adalah untukmenciptakan identitas
daerah/kota, memperbaiki pesona (amenity base) atau kualitas hidup masayarakat, dan memperbaiki daya tarik
pusat kota (civic center) dalam upaya memperbaiki dunia usaha daerah.
Untuk mencapai tujuan pembangunan fisik tersebut diperlukan alat-alat pendukung, antara lain :
Pembuatan bank tanah (landbanking), dengan tujuan agar memiliki data tentang tanah yang kurang optimal
penggunaannya, tanah yang belum dikembangkan, atau salah dalam penggunaannya, dan sebagainya.
Pengendalian perencanaan dan pembangunan, dengan tujuan untuk memperbaiki iklim investasi di daerah dan
memperbaiki citra pemerintah daerah.
Penataan kota (townscaping), dengan tujuan untuk memperbaiki sarana jalan, penataan pusat-pusat pertokoan,
dan penataan standar fisik suatu bangunan.
Pengaturan tata ruang (zoning) dengan baik untuk meragsang perrtumbuhan dan pembangunan ekonomi daerah.
Penyediaan perumahan dan pemukiman yang baik akan berpengaruh positif bagi dunia usaha, di samping
menciptakan lapangan kerja.
Penyadiaan infrastruktur seperti: sarana air bersih, listrik, taman, sarana parkir, tempat olahraga, dan sebagain
10. b. Strategi Pengembangan Dunia Usaha (Bussines Development Strategi)
Pengembangan dunia usaha meruakan komponen penting dalam pembangunan
ekonomi daerah, karena daya tarik, kreativitas atau daya tahan kegiatan dunia
usaha merupakan cara terbaik untuk menciptakan perekonomian daerah yang sehat.
Untuk mencapai tujuan pembangunan fisik tersebut diperlukan alat-alat pendukung,
antaa lain:
Penciptaan iklim usaha yang baik bagi dunia usaha, melalui pengaturan dan
kebijakan yang memberikan kemudahan bagi dunia usaha dan pada saat yang sama
mencegah penurunan kualitas lingkungan
Pembuatan informasi terpadu yang dapat memudahkan masyarakat dan dunia usaha
untuk berhubungan dengan aparat pemerintah daerah yang berkaitan dengan
peirjinan dan informasi rencana pembangunan ekonomi daerah.
Pendirian pusat konsultasi dan pengembangan usaha kecil, karena usaha kecil
perannya sangat penting sebagai penyerap tenaga kerja dan sebagai
sumberdorongan memajukan kewirausahaan.
Pembuatan sistem pemasaran bersama untuk menghindari skala yang tidak
ekonomis dala produksi, dan meningkatkan daya saing terhadap produk impor, serta
sikap kooperatif sesama pelaku bisnis.
Pembuatan lembaga penelitian dan pengembangan (Litbang). Lembaga ini
diperlukan untuk melakukan kajian tentang pengembangan produk baru, teknologi
baru, dan pencarian pasar baru.
11. c. Strategi Pengembangan Sumber Daya Manusia (Human Resources
Development Strategy)
Strategi pengembangan sumber daya manusia merupakan aspek paling
penting dalam proses pembangunan ekonomi. Oleh karena itu,
pembangunan ekonomi tanpa dibarengi dengan peningkatan kualitas dan
keterampilan sumber daya manusia adalah suatu keniscayaaan.
Pengembangan kualitas sumber daya manusia dapat dilakukan dengan
cara:
Pelatihan dengan sistem customized training, yaitu sistem pelatihan yang
dirancang secara khusus untuk memenuhi kebutuhan dan harapan siemberi
kerja.
Pembuatan bank keahlian (skillbanks), sebagai bank informasi yang berisi
data tentang keahlian dan latar belakang oarng yang menganggur di
daerah.
Penciptaan iklim yang mendukung bai perkembangan lembaga-lembaga
pendidikan dan keterampilan di darah.
Pengenmbangan lembaga pelatihan bagi para penyandang cacat.
12. d. Strategi Pengembangan Masyarakat (Community-Based
Development Strategy)
Startegi pengembangan masyarakat ini merupakan
kegiatan yang ditujukan untuk memberdayakan
(empowerment) suatu kelompok masyarakat tertentu
pada suatu daerah. Kegiatan-kegiatan ini berkembang
baik di Idonesia belakangan ini, karena ternyata
kebijakan umum ekonomi tidak mampu membetikan
manfaat begi kelompok-kelompok tetentu.
Tujuan kegiatan ini adalah untuk menciptakan manfaat
sosial, seperti mislanya dengan menciptakan proyek-
proyek padat karya untuk memenuhi kebutuhan
hidupatau untuk memperoleh keuntungan dari
usahanya.
13. Hasil pembangunan ekonomi nasional selama pemerintahan orde
baru menunjukkan bahwa walaupun secara nasional laju
pertumbuhan ekonomi nasional rata-rata per tahun tinggi namun
pada tingkat regional proses pembangunan selama itu telah
menimbulkan suatu ketidak seimbangan pembangunan yang
menyolok antara indonesia bagian barat dan indonesia bagian
timur. Dalam berbagai aspek pembangunan ekonomi dan sosial,
indonesia bagian timur jauh tertinggal dibandingkan indonesia
bagian barat.
Tahun 2001 merupakan tahun pertama pelaksanaan otonomi
daerah yang dilakukan secara serentak diseluruh wilayah
indonesia. Pelaksanaan otonomi daerah diharapakan dapat
menjadi suatu langkah awal yang dapat mendorong proses
pembangunan ekonomi di indonesia bagian timur yang jauh lebih
baik dibanding pada masa orde baru. Hanya saja keberhasilan
pembangunan ekonomi indonesia bagian timur sangat ditentukan
oleh kondisi internal yang ada, yakni berupa sejumlah
keunggunlan atau kekeuatan dan kelemahan yang dimiliki
wilayah tersebut.
14. Keunggulan atau kekeuatan yang dimiliki Indonesia bagian timur adalah sebagai
berikut:
1. Kekayaan sumber daya alam
2. Posisi geografis yang strategis
3. Potensi lahan pertanian yang cukup luas
4. Potensi sumber daya manusia
Sebenarnya dengan keunggulan-keunggulan yang dimiliki indonesia bagian timur
tersebut, kawasan ini sudah lama harus menjadi suatu wilayah di Indonesia dimana
masyarakatnya makmur dan memiliki sektor pertanian, sektor pertambangan, dan
sektor industri manufaktur yang sangat kuat. Namun selama ini kekayaan tersebut
disatu pihak tidak digunakan secara optimal dan dipihak lain kekayaan tersebut
dieksploitasi oleh pihak luar yang tidak memberi keuntungan ekonomi yang berarti
bagi indonesia bagian timur itu sendiri.
Indonesia bagian tinur juga memiliki bagian kelemahan yang membutuhkan sejumlah
tindakan pembenahan dan perbaikan. Kalau tidak, kelemahan-kelemahan tersebut
akan menciptakan ancaman bagi kelangsungan pembangunan ekonomi di kawasan
tersebut. Kelemahan yang dimiliki Indonesia bagian timur diantaranya adalah:
1. Kualitas sumber daya manuasia yang masih rendah
2. Keterbatasan sarana infrastruktur
3. Kapasitas kelembagaan pemerintah dan publik masih lemah
4. Partisipasi masyarakat dalam pembangunan masih rendah
15. Tantangan dan Peluang
Pembanguanan ekonomi di Indonesia bagian timur juga menghadapai berbagai
macam tantangan, yang apabila dapat diantisipasi dengan persiapan yang baik bisa
berubah menjadi peluang besar. Salah satu peluang besar yang akan muncul di masa
mendatang adalah akibat liberalisasi perdagangan dan investasi dunia (paling cepat
adalah era AFTA tahun 2003). Liberalisasi ini akan membuka peluang bagi IBT,
seperti juga IBB, untuk mengembangkan aktivitas ekonomi dan perdagangna yang
ada di daerahnya masing- masing.
Langkah –langkah yang Harus Dilakukan
Pada era otonomi dan dalam menghadapi era perdagangan bebas nanti, IBT harus
menerapkan suatu strategi pembangunan ekonomi yang berkelanjutan yang
mendorong pemanfaatan sebaik-baiknya semua keunggulan–keunggulan yang dimiliki
kawasan tersebut tanpa eksploitasi yang berlebihan yang dapat merusak lingkungan.
Dalam new development paradigm ini, ada sejumlah langkah yang harus dilakukan,
diantaranya sebagai berikut.
1. Kualitas sumber daya manusia harus ditingkatkan secara merata di seluruh
daerah di IBT. Peningkatan kualitas sumber daya manusia harus merupakan prioritas
utama dalam kebijakan pembangunanekonomi dan sosial di IBT. Untuk maksud ini,
kebijakan pendidikan, baik pada tingkat nasional maupun daerah, harus diarahkan
pada penciptaan sumber daya manusia berkualitas tinggi sesuai kebutuhan setiap
kawasan di Indonesia. IBT harus memiliki ahli-ahli khususnya dibidang kelautan,
perhutanan, peternakan, pertambangan, industri, pertanian,dan perdagangan
global.
2. Pembangunan sarana infrastuktur juga harus merupakan prioritas utama,
termasuk pembangunan sentra-sentra industri dan pelabuhan-pelabuhan laut dan
16. 3. Kegiatan-kegiatan ekonomi yang memiliki
keunggulan komparatif berdasarkan kekayaan sumber
daya alam yang ada harus dikembangkan seoptimal
mungkin, di antaranya adalah sektor pertanian dan
sektor industri manufaktur. Setiap daerah/provinsi
IBT harus berspesialisasi dalam suatu kegiatan
ekonomi yang sepenuhnya didasarkan pada
keunggulan komparatif yang dimiliki oleh masing-
masing daerah atau provinsi.
4. Pembangunan ekonomi di IBT harus dimonitori oleh
industrialisasi yang dilandasi oleh keterkaitan
produksi yang kuat antara industri manufaktur dan
sektor-sektor primer, yakni pertanian dan
pertambangan.