Perekonomian Indonesia telah mengalami berbagai perubahan sejak masa demokrasi liberal hingga masa transisi. Pada masa demokrasi liberal (1950-1959), ekonomi Indonesia mengalami kesulitan karena ketidakstabilan politik dan ketergantungan pada ekspor komoditas perkebunan. Pemerintah kemudian menerapkan berbagai program seperti Program Benteng dan nasionalisasi Bank Indonesia, namun belum berhasil meningkatkan perekonomian. Pada masa Orde Baru (1966
3. 1. Demokrasi liberal
a. Kondisi Ekonomi Indonesia Pada Masa Demokrasi Liberal
(1950-1959) Hal ini disebakan oleh hal-hal sebagai
berikut.
1. Politik keuangan Indonesia tidak dibuat di Indonesia
melainkan dirancang di Belanda.
2. Pemerintah belanda tidak mewarisi ahli-ahli yang cukup
untuk mengubah sistem ekonomi kolonial menjadi sistem
ekonomi nasional.
3. Tidak stabilnya situasi politik dalam negeri
mengakibatkan pengeluaran pemerintah untuk operasi-
operasi keamanan sangat meningkat.
4. Defisit yang harus ditanggung pemerintah RI pada waktu
itu sebesar Rp 5,1 miliar.
5. Ekspor Indonesia hanya bergantung pada hasil
perkebunan.
4. 2. Program Benteng (benteng
group)
Gagasan program benteng dituangkan oleh Dr.
Sumitro Djojohadikusumo dalam program kabinet
Natsir (September-April 1951). Pada saat itu Sumitro
menjabat sebagai menteri perdagangan. Selama 3
tahun (1950-1953) lebih kurang 700 perusahaan
bangsa Indonesia menerima bantuan kredit dari
program benteng ini. Akan tetapi tujuan dari program
ini tidak dapat dicapai dengan baik. Kegagalan
program ini disebabkan para pengusaha pribumi
tidak dapat bersaing dengan perusahaan non
pribumi dalam kerangka sistem ekonomi liberal.
Kegagalan program benteng menjadi salah satu
sumber defisit keuangan.
5. 3. Nasionalisme de javasche
bank
Pada tanggal 19 Juni 1951, kabinet
Sukiman membentuk nasionalisme De
Javache Bank. Kemudian berdasarkan
keputusan-keputusan pemerintah RI N. 122
dan 123, tanggal 12 Juli 1951, pemerintah
memberhentikan Dr. Houwink sebagai
presiden De Javache Bank dan mengangkat
Syarifuddin Prawiranegara sebagai presiden
De Javache Bank yang baru. Pada tanggal 15
Desember 1951 diumumkan undang-undang
No. 24 tahun 1951 tentang nasionalisi De
Javache Bank menjadi Bank Indonesia.
Sebagai Bank sentral dan Bank Sirkulasi.
6. 4. Sistem Ekonomi Ali-Baba
Diprakarsai oleh Iskaq Tjokrohadisurjo, menteri
perekonomian dalam kabinet Ali Sastromijoyo l.
Dalam sistem ini Ali digambarakan sebagai
pengusaha pribumi, sedangkan Baba digambarkan
sebagai pengusaha non pribumi. Dalam kebijakan Ali
Baba, pengusaha non pribumi diwajibkan
memberikan latihan-latihan dan tanggung jawab
kepada tenaga-tenaga bangsa indonesia agar dapat
menduduki jabatan-jabatan staf. Selanjutnya,
pemerintah menyediakan kredit dan lisensi bagi
usaha-usaha swasta nasional dan memberikan
perlindungan agar mampu bersaing dengan
perusahaan-perusahaan asing yang ada.
7. 5. Persetujuan Finansial
Ekonomi (finek)
Pada masa pemerintah kabinet Burhanuddin
Harahap dikirimkan suatu delegasi k Jenewa untuk
merundingkan masalah finansial-ekonomi antara
pihak Indonesia dengan pihak Belanda. Misi yang
dipimpin oleh Anak Agung Gede Agung pada tanggal
7 Januari 1956 dicapai kesepakatan sebagai berikut:
- Persetujuan Finek hasil KMB dibubarkan.
- Hubungan Finek Indonesia-Belanda didasarkan atas
hubungan bilateral.
- Hubungan Finek didasarkan pada Undang-undang
Nasional, tidak boleh diikat oleh perjanjian lain
antara kedua belah pihak.
8. 6. Rencana Pembangunan
Lima Tahun (RPLT)
Pada masa kabinet Ali Sastroamijoyo ll,
pemerintah membentuk Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional yang disebut Biro
Perancang Negara. Ir. Djuanda diangakat
sebagai menteri perancang nasional. Pada
bulan Mei 1956, Biro ini berhasil menyusun
Rencana Pembangunan Lima Tahun (RPLT)
yang rencananya akan dilaksanakan antara
tahun 1956-1961. Rencana Undang-undang
tentang rencana pembangunan ini disetujui
oleh DPR pada tanggal 11 November 1958.
9. 7. Musyawarah Nasional
Pembangunan (Munap)
Ketegangan antara pusat dan daerah pada masa
Kabinet Djuanda untuk sementara waktu dapat
diredakan dengan diadakan Musyawarah Nasional
Pembanguna (Munap). Ir. Djuanda sebagai perdana
Menteri memberikan kesempatan kepada Munap
untuk mengubah rencana pembangunan yang
menyeluruh untuk jangka panjang. Akan tetapi,
rencana pembangunan ini tidak dapat berjalan
dengan baik karena menemukan kesulitan dalam
menemukan prioritas. Selain itu ketegangan politik
yang tidak bisa diredakan juga mengakibatkan
pecahnya pemberontakan PRRI/Permesta. Untuk
mengatasi pemberontakan ini diperlukan biaya yang
sangat besar sehingga meningkatkan defisit.
10. 2. Demokrasi Terpimpin (1959-
1965)
Strukur Ekonomi Indonesia pada waktu itu
menjurus kepada sistem etatisme, artinya
segala-galanya diatur dan dipegang oleh
pemerintah. Kegiatan-kegiatan ekonomi
banyak diatur oleh peraturan-peraturan
pemerintah, sedangkan prinsip-prinsip
ekonomi banyak diabaikan. Akibatnya, defisit
dari tahun ke tahun meningkat 40 kali lipat.
Dari Rp. 60,5 miliar pada tahun 1965,
sedangkan penerimaan negara pada tahun
1960 sebanyak Rp. 2.514 miliar, hanya
meningkat 17 kali lipat menjadi Rp. 923,4
miliar.
11. b. Ekonomi Indonesia Pada
Masa Orde Baru (1966-1998)
Tepatnya sejak bulan Maret 1966 Indonesia
memasuki pemerintahan Orde Lama, dalam era
Orde Baru ini perhatian pemerintah lebih ditunjukan
pada peningkatan kesejahteraan masyarakat lewat
pembangunan ekonomi dan sosial di tanah air.
Pemerintah Orde Baru menjalin kembali hubungan
baik dengan pihak barat dan menjauhi pengaruh
ideologi komunis. Indonesia juga kembali menjadi
anggota perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan
lembaga-lembaga dunia lainnya, seperti Bank Dunia
dan Dana Moneter (IMF). Sebelum rencana
pembangunan lewat Repelita dimulai terlebih dahulu
pemerintah melakukan pemulihan stabilitas ekonomi,
sosial, dan politik serta rehabilitas ekonomi di dalam
negeri.
12. c. Ekonomi Indonesia Pada
Masa Transisi.
Pada tanggal 14 dan 15 Mei 1997, nilai tukar baht
Thailand terhadap dolar AS mengalami suatu goncangan
hebat akibat para investor asing mengambil keputusan
‘jual’. Apa yang terjadi di thailand akhiranya merembet ke
Indonesia dan beberapa negara Asia lainnya, awal dari
krisis keuangan di Asia. Sejak saat itu, posisi mata uang
Indonesia mulai tidak stabil. Sekitar bulan September
1997, nilai tukar rupiah yang terus melemah mulai
menggoncang perekonomian nasional. Keadaan sistem
ekonomi Indonesia pada masa pemerintahan transisis
memiliki karateristik sebagai berikut:
- Kegoncangan terhadap rupiah tejadi pertengahan 1997.
- Krisis rupiah akhirnya menjadi semakin parah.
- Pada awal pemerintahan yang dipimpin oleh Pak Habibie.
13. Sumber Referesi
Mustofo, Habib dkk. 2006. Sejarah XII
Untuk program IPS. Jakarta; Yudhistitira
http://anggion7.blogspot.com/2011/03/seja
rah-ekonomi-indonesia-sejak-orde.html
http://indahndahpurnamasari.blogspot.com
/2010/01/normal-0-false-false-false-en-
us-x-none.html