1. Pola Belajar-Mengajar
di Era Milenial
Shoffan Shoffa, M.Pd.
This Photo by Unknown Author is licensed under CC BY-NC-ND
Online Ghatering dan Seminar Pendidikan Matematika
8 November 2020
4. Mereka mengkrtisi
bagaimana cara gurunya
mengajar bukan hanya pada
metodenya, justru sampai
pada materinya dan
kualifikasi gurunya.
5. Sebagian besar mereka berharap agar gurunya
memiliki kualifikasi dan bahkan prestasi
dibidang pelajaran yang diajarkan.
“Guru meminta kami aktif di internet,
namun hanya sebaian kecil guru yang
aktif pak” begitu kata mereka.
“kami diminta aktif menulis dan pandai
membuat tulisan tapi guru guru jarang
ada yang menulis, hanya dua tiga guru
saja yang saya lihat aktif”.
“kami juga diminta tenang waktu
pelajaran tapi tidak dikondisikan, ada yg
ngobrol dibiarkan”, “sewaktu ibadah juga
demikian, tidak bisa khusyuk karena
rame”, “kok gak pak guru A yang ngajar
ya pak, ilmu dan pengalamannya sesuai
dengan pelajaran ini”.
“Sekolah cuman ngejar nilai pak, ya
akhirnya target kami yang penting nilai
minimal KKM”, “kenapa bukan bekal hiup
yang diajarkan ya pak?”. Itulah mereka
dialog ini riil dari siswa.
6. Mereka begitu faham apa yang seharusnya
didapat, faham apa yang musti dipelajari,
dan faham kemana akan melangkah kelak.
Seringkali kita mengecilkan mereka, maka
jadinya adalah mereka hanya akan
berusaha memenuhi keinginan-keinginan
para guru, orang tua dan sekolah.
Mereka mengambil jalan sendiri diluar
tuntunan yang benar dalam mengejar apa
yang dicita-citakan.
Mereka menjadi kendaran yang tak
terkendali dengan petunjuk arah yang tak
jelas dan semestinya kita guru, orang
tua, dan sekolahlebih memahami
ini dan segera membuat perubahan
mendasar.
This Photo by Unknown Author is licensed under CC BY-SA
8. Mereka pun mulai menganggap sekolah
bukan dunianya.
Menurut mereka sekolah hanya punya
tujuan sendiri untuk lembaganya, bukan
untuk kemajuan siswanya. Masukan dari
siswa sering kali putus ditengah jalan atau
bahkan tak didengar.
“Kenapa ya pak kok setiap program
sepertinya asal berjalan atau sekedar
dijalankan karena terlanjur diprogram”.
Mendengar pertanyaan tersebur saya jadi
diam. Ketika harus menjelaskan yang
sebenarnya atau mengiyakan justru akan
melemahkan sekolah. Ketika saya menjawab
dengan diplomasi berarti saya tidak
menyampaikan dengan jujur.
Akhirnya saya sampaikan agar mereka
menyampaikan lewat sistem yg ada, mereka
menjawab “capek pak”.
This Photo by Unknown Author is licensed under CC BY-SA
9. Jangan dikira mereka tidak melihat
bahkan mengamati.
“jangan takutkan anak-anak itu tidak
menuruti perintah kita, tapi takutkan
mereka memperhatikan kita”.
Sekolah adalah tempat pertunjukkan para
tauladan dan siswa adalah para
penontonnya. Buatlah pertunjukan yang
sebagus mungkin dan sejujur mungkin.
Karena perunjukkan yang dikemas
dengan hati murni akan mampu memikat
dan mengikat penontonnya.
Bagaimana Bapak Ibu GURU dan Calon
GURU?
This Photo by Unknown Author is licensed under CC BY-NC-ND
10. Generasi Milenial
(1981-1999)
• Generasi ini umumnya
ditandai oleh peningkatan
penggunaan dan keakraban
dengan komunikasi, media,
dan teknologi digital.
• Lingkungan kerja yang disukai
Fleksibel, suasana kantor yang
kekeluargaan, selalu ada tantangan baru,
bekerja sama baik dengan rekan-rekan
sekantor.
• Kehidupan sosial media
Sosmed yang digunakan umumnya
Facebook, Twitter, dan
Instagram. Sharing karena kebutuhan
sosial, menggunakan sosmed untuk
menunjukkan eksistensi diri.
• Pola pikir
Cenderung idealis, jika ada aturan yang
tidak sesuai maka tak ragu ditinggalkan.
Suka atau tidak Generasi Y akan tergeser oleh Generasi Z
11. Bawa GURU MATEMATIKA
ke Wilayah 11C
• Creative and Innovation
• Critical thinking and Problem Solving
• Communicator
• Collaboration
• Credibility
• Character
• Capasity
• Collateral
• Capital
• Connecity
• Consitency
4C (abad 21) + 7C
This Photo by Unknown Author is licensed under CC BY
This Photo by Unknown Author is licensed under CC BY
Pola Mengajar Guru Harus
Menyesuaikan Generasi
Milenial
12. Creativity &
Innovation
This Photo by Unknown Author is licensed under CC BY-NC-ND
Daya imaginasi dan inovasi tidak terbatas
Gak kreatif dan inovatif tidak slamet
13. Critical thinking &
Problem Solving
Kemampuan untuk berpikir secara jernih
dan rasional tentang apa yang harus
dilakukan atau apa yang harus dipercaya.
Mengajak untuk bisa berpikir secara
deduktif dan induktif secara mandiri yang
bertujuan untuk menguasai dan mampu
menyelesaikan masalah yang rumit.
This Photo by Unknown Author is licensed under CC BY
14. Communicator
Mampu menyampaikan semua
informasi baik secara lisan atau secara
tulisan yang berhubungan dengan
menyampaikan gagasan, berdiskusi
hingga memecahkan masalah yang ada
dengan baik.
This Photo by Unknown Author is licensed under CC BY-NC-ND
15. Collaboration
Kerjasama ini akan melatih untuk bisa
bertanggung jawab, mudah beradaptasi
dengan lingkungan, dan masyarakat.
Aktivitas ini penting diterapkan dalam proses
pembelajaran agar anak mampu dan siap
untuk bekerja sama dengan siapa saja dalam
kehidupannya mendatang. Saat berkolaborasi
bersama orang lain, anak akan terlatih untuk
mengembangkan solusi terbaik yang bisa
diterima oleh semua orang dalam
kelompoknya.
23. “Menanam sikap mental posisitf, lahir kreasi yang dahsyat untuk siswa”
This Photo by Unknown Author is licensed under CC BY-NC
24. Pedagogy Andragogy Heutagogy Peeragogy Cybergogy
C
C
C
Instructor-led Self-Directed Self-Determined Peer-Feedback Online learning
environment
Pendekatan dalam Pendidikan
25. Pedagogy
• Pembelajar disebut siswa atau anak didik.
• Gaya belajar dependen
• Tujuan ditentukan sebelumnya
• Diasumsikan bahwa siswa tidak berpengalaman dan/atau
kurang informasi
• Metode pelatihan pasif, seperti metode kuliah/ceramah
• Guru mengontrol waktu dan kecepatan
• Peserta berkontribusi sedikit pengalaman
• Belajar berpusat pada isi atau pengetahuan teoritis
• Guru sebagai sumber utama yang memberikan ide-ide dan contoh
26. Kelebihan
• Guru merupakan unsur yang sangat urgen dan berperan dalam
pembelajaran.
• Guru menjadi sumber informasi utama dalam transfer ilmu.
• Pendekatan ini mampu menjaga mata rantai ilmu (kemutawatiran
ilmu). Karena gurulah sebagai pusat keilmuan.
Suatu ilmu atau seni
mengajar anak-anak.
Kelemahan
• Siswa menjadi pasif. Siswa hanya diibaratkan hanya botol kosong yang siap memerima isi apaun dari
sang penuangnya. Siswa tidak dibenarkan berpartisipasi aktif ataupun mengeksplor dirinya.
• Masa lalu dinilai kebenaran yang mutlak. Guru berperan sebagai pusat informasi. Apa yang disampaikan
guru lah yang menjadi pembelajaran. Pengalaman siswa diangap kesalahan dan pengalaman gurulah yang
dianggap kebenaran mutlak.
• Perbedaan dianggap sebagai ancaman. Dalam pendekatan ini, siswa tidak diberi kesempatan untuk
mengeksplor pengalamnnya. Sehingga perbedaan merupakan ancaman yang akan merusak mata rantai
kelimuan
Pedagogi
27. Andragogy
• Pembelajar disebut peserta didik atau warga belajar
• Gaya belajar independen
• Tujuan fleksibel
• Diasumsikan bahwa peserta didik memiliki pengalaman untuk
berkontribusi
• Menggunakan metode pelatihan aktif
• Pembelajar mempengaruhi waktu dan kecepatan
• Keterlibatan atau kontribusi peserta sangat penting
• Belajar terpusat pada masalah kehidupan nyata
• Peserta dianggap sebagai sumber daya utama untuk ide-ide dan contoh.
28. ilmu atau seni dalam
membantu orang
dewasa belajar
Kelemahan
• Membutuhkan waktu yang relatif lama.
• Tidak semua guru bisa memakai metode ini, karena guru dituntut untuk mampu
menguasai kelas jika terjadi kesalahfahaman dan gaduh dalam kelas.
• Guru harus benar-benar menyiapkan semua media dengan matang agar dalam
menerapkan metode Andragogi tidak mengalami kesulitan.
• Tidak semua siswa bisa dengan matang memahami tentang luasnya ilmu yang
dibahas kemudian dibebaskan memilih apa yang mereka sukai.
Kelebihan
• Meningkatkan kemampuan otak dan skill siswa.
• Membantu meningkatkan pembelajaran.
• Meningkatkan kemampuan siswa dalam menghubungkan materi pembelajaran dengan kehidupan nyata.
• Melatih siswa untuk lebih kritis dalam memahami dan mengatasi segala persoalan yang muncul dalam pembelajaran.
• Melatih siswa untuk berani mengambil keputusan dan berani untuk mempertanggungjawabkannya.
• Melatih siswa untuk menghargai pendapat orang lain.
• Melibatkan siswa secara aktif dalam pembelajaran.
• Siswa lebih mudah menyerap pelajaran karena pengalaman dan pengetahuan peserta didik merupakan sumber utama
belajar selain guru dan buku pelajaran.
Andragogi
31. Heutagogy
Studi tentang pembelajaran mandiri dan menerapkan
pendekatan holistik untuk mengembangkan kemampuan pelajar
dengan pembelajaran yang berfungsi sebagai agen utama di
pembelajaran mereka sendiri, yang terjadi, sebagai akibat dari
pengalaman pribadi
(Stewart Hase & Chris Kenyon, 2007)
32. Heutagogy Bagaimana orang belajar, menjadi kreatif, memiliki efektivitas
diri tingkat tinggi, dapat menerapkan kompetensi dalam
situasi kehidupan, dan dapat bekerja secara baik dengan orang
lain.
This Photo by Unknown Author is licensed under CC BY
33. Pedagogy
Teacher-led learning
Andragogy
Self-directed learning
Heutagogy
Self-determined learning
Dependence
Peserta didik bergantung Guru
menentukan apa, bagaimana, di mana,
dan kapan sesuatu dipelajari
Peserta didik mandiri. Mereka
mengusahakan otonomi dalam belajar,
sampai pada tujuan yang ditentukan oleh
orang lain. Mereka adalah 'pemecah
masalah'
Peserta didik adalah 'pencari masalah'.
Mereka mengetahui tujuan mereka dan
menjadi saling bergantung pada orang yang
dapat membantu mereka menentukan rute
Reason for learning
Peserta didik menempatkan
kepercayaan mereka pada guru dan
keefektifan pembelajaran sekuensial
linier. Peserta didik mengambil sedikit
atau tidak bertanggung jawab atas
pembelajaran mereka
Peserta didik mencari bimbingan, tetapi
bercita-cita untuk meningkatkan tanggung
jawab atas arah pembelajaran mereka
Pembelajaran tidak harus berurutan atau
linier. Peserta didik menerima tanggung
jawab penuh atas pembelajaran mereka.
Menyambut tantangan dan kebetulan
Focus of learning
Pembelajaran berpusat pada subjek dan
berfokus pada kurikulum yang
ditentukan
Pembelajaran digerakkan oleh tujuan,
dengan fokus pada tugas-tugas yang
memungkinkan pemikiran dan otonomi
lintas disiplin
Peserta didik didorong oleh pertanyaan -
mereka mengambil pandangan jangka
panjang dari pembelajaran mereka,
mencari kompleksitas dan ketidakpastian
lebih lanjut
Motivation for
learning
Motivasi berasal dari sumber eksternal /
ekstrinsik, mis. orang tua, guru, rasa
persaingan, dll.
Motivasi adalah pelajar intrinsik menikmati
dorongan untuk harga diri yang datang dari
berhasil menyelesaikan tantangan
Motivasi terletak pada pengalaman
'mengalir' dan mengetahui bagaimana
belajar. Peserta didik mencari situasi asing
dan memperoleh 'kompetensi adaptif'
Role of teacher
Pedagogi-merancang proses
pembelajaran, menyarankan dan
memberikan materi yang dianggap
efektif untuk mencapai hasil yang
diinginkan
Fasilitator menetapkan tugas tetapi
mendorong berbagai rute menuju solusi.
Meta-kognisi Purseus pada peserta didik
Pelatih menyatukan peluang, konteks,
relevansi eksternal, dan kompleksitas yang
diperluas. Menumbuhkan budaya
kolaborasi dan keingintahuan
34. HeutagogyAndragogy
• Pembelajaran yang ditentukan sendiri
• Proses terfokus
• Pelajar diarahkan
• Pembelajaran putaran ganda
• Desain pembelajaran non linier
• Pengembangan kemampuan
Perbedaan Andragogy dengan Heutagogy
• Pembelajaran Mandiri
• Berfokus pada konten
• Koordinasi instruktur/pelajar
• Pembelajaran satu putaran
• Desain pembelajaran linier
• Pengembangan kompetensi
36. Peeragogy
(Paragogy)
• Lingkungan belajar terbuka dan cara baru untuk
melihat dan berkolaborasi serta belajar
• Seringkali tidak terstruktur dalam praktiknya, dan
pembelajaran bersifat kolaboratif, bukan hanya
kooperatif atau kontributif.
• Peningkatan aksesibilitas ke jaringan online,
memungkinkan pengembangan pembelajaran
kolaboratif yang pada gilirannya membangun
keterampilan dan kompetensi yang dibutuhkan
komunitas belajar.
37. Peeragogy ini adalah strategi pendidikan yang membiasakan siswa untuk
terlatih fokus pada belajar bekerjasama dan mencipta bersama-sama.
Keterampilan abad 21 mensyaratkan kompetensi siswa untuk mampu
berkolaborasi dengan individu lainnya.
Kompetensi berkolaborasi ini perlu ditanamkan melalui strategi peeragogy.
38. Pembelajaran sebaya dan
produksi sebaya mungkin setua
umat manusia itu sendiri,
tetapi mereka mengambil
peran baru di era digital
(Rheingold, 2014)
40. Cybergogy ini merupakan strategi pendidikan yang mendorong para pembelajar untuk terlibat
dalam lingkungan belajar dalam jaringan.
Lingkungan Online, serba terkoneksi, kini telah menjadi keseharian dari kehidupan para siswa.
Media komunikasi dan interaksi, suka tidak suka kini telah beralih dari bentuk fisik ke bentuk maya.
Menciptakan suatu peluang baru dalam proses pendidikan maupun belajar mengajar.
Guru dapat menciptakan lingkungan dan iklim belajar yang lebih luas tanpa dibatasi oleh sekat-
sekat tradisional: ruang kelas, jadwal dan kurikulum.
Proses pendidikan dapat menjelajah kehidupan siswa secara lebih luas, dan membuat iklim
eksplorasi pengetahuan menjadi menarik dan relevan dengan kondisi kekinian.
42. Pemikiran, perilaku, dan emosi pelajar sangat terkait dengan budaya
komputer, teknologi, dan Internet.
(Wang & Kang, 2006)
43. Engaged
learning
Cognitive factors
• Pengetahuan/pengalaman
sebelumnya
• Pencapaian tujuan
• Kegiatan belajar
• Gaya kognitif/belajar
Emotive factors
• Perasaan diri
• Perasaan
komunitas
• Perasaan
suasana belajar
• Perasaan proses
belajar
Social factors
• Atribut pribadi
• Konteks
• Masyarakat
• Komunikasi
Online learning environment
Cybergogy for engaged
learning
(wang & kang, 2006)
44. Thank
you
Shoffan Shoffa, S.Pd., M.Pd.
I : Universitas Muhammadiyah Surabaya
E : shoffanshoffa@gmail.com
H : 082141201983
W : https://sites.google.com/view/shoffanshoffa21
T : https://t.me/cafeidea_shoffanshoffa
L : https://www.linkedin.com/in/shoffanshoffa/