A. Penerapan budaya positif di sekolah memerlukan kerja sama antara semua pihak, termasuk guru, siswa, kepala sekolah, orang tua, dan masyarakat. Guru berperan kunci dalam menciptakan lingkungan belajar yang aman dan mendorong tumbuhnya motivasi internal siswa.
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docx
MODUL 1.4.a.8 KONEKSI ANTAR MATERI.pdf
1. MODUL 1.4.a.8
KONEKSI ANTAR MATERI
BUDAYA POSITIF
Oleh:
MUHAMMAD SYUKRON DIAN, S.Pd.SD
CGP-ANGKATAN 9
PEMERINTAH KABUPATEN SIDOARJO
DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
SD NEGERI JUWETKENONGO
Jl. Bhayangkari No. 328 Juwetkenongo Porong Sidoarjo
Tahun 2023
2. KESIMPULAN TENTANG PERAN
MENCIPTAKAN BUDAYA POSITIF DI SEKOLAH
BUDAYA POSITIF
1. Motivasi Internal
2. Disiplin Positif
3. Keyakinan Kelas
4. Posisi Kontrol
5. Segitiga Restitusi
FILOSOFI
KI HAJAR
DEWANTARA
NILAI DAN PERAN
GURU PENGGERAK
VISI GURU
PENGGERAK
IA BAGJA
PROFIL PELAJAR
PANCASILA
Guru menutun segala kodrat yang dimiliki
anak agar mereka dapat mencapai
keselamatan dan kebahagiaan yang
setinggi-tingginya.
“Ing Ngarso Sung Tuladha Ing Madya
Mbangun Karso. TuT Wuri Handayani”
Nilai dapat bertumbuh lewat keteladanan
dan pembiasaan perilaku yang konsisten di
suatu lingkungan. Peran Guru Penggerak
sebagai pendorong transformasi
Pendidikan.
KARIM: Kolaboratif, Anak (berpihak
pada Murid), Reflektif, Inovatif, Mandiri
Menjadi Agen Transformasi dalam
ekosistem pendidikan yang berkarakter
untuk mewujudkan Profil Pelajar Pancasila
B- Buat pertanyaan utama
A-Ambil pelajaran
G-Gali mimpi
J-Jabarkan rencana
A-Atur eksekusi
Gambar.1:
Peta Konsep Budaya Positif dan Peran Guru
3. A. Guru yang baik mampu mewujudkan budaya positif di sekolah
Budaya positif tersebut dapat dijalankan dengan menerapkan konsep-konsep inti
seperti disiplin positif, memahami motivasi perilaku manusia berkaitan dengan
hukuman dan penghargaan, posisi kontrol seorang guru, pembuatan keyakinan
kelas seklah/kelas dan penerapan segitiga restitusi dalam penyelesaian
masalah.
B. Tanggungjawab Calon Guru Penggerak
Sebagai calon guru penggerak saya memiliki tanggungjawab untuk
mengimplemenentasikan pemahaman baru yang sudah dipelajari di lingkungan
sekolah. Salah satu implementasi yang dilakukan adalah penerapan budaya
positif.
Penerapan budaya positif yang dipelajari pada modul 1.4 erat kaitannya
dengan materi modul sebelumnya yaitu : modul 1.1 filosofi pendidikan nasional
Ki hajar Dewantara, modul 1.2 nilai-nilai dan peran guru penggerak, serta modul
1.3 visi guru penggerak.
Dalam menerapkan budaya positif di sekolah peran seorang guru sangat
penting, karena guru adalah sebagai agen perubahan yang berhadapan
langsung dengan siswa. Seorang guru harus memahami filosofi pemikiran Ki
Hajar dewantara yaitu:
1. Pendidikan harus berpihak kepada murid (student centered)
2. Dalam mendidik harus harus menyesuaikan dengan kodrat alam dan kodrat
zaman.
3. Dalam mendidik seorang guru harus bertindak sebagi pamong atau penuntun
yaitu menjalankan trilogi pendidikan Ki Hajra Dewantra: Ing Ngarso Sung
Tulodo, Ing Madyo Mangun Karso, Tut Wuri handayani (di depan memberikan
contoh yang baik, di tengah membangun motivasi internal, dan dibelakang
memberikan dorongan dengan segala sumber daya yang dimiliki).
C. Penerapan Budaya Positif di Sekolah
Selanjutnya untuk menerapkan budaya positif seorang guru harus
memahami nilai guru penggerak yaitu : mandiri, reflektif, kolaboratif, inovatif,
serta berpihak pada peserta didik dan memahni peran guru penggerak yaitu :
mampu menjadi pemimpin pembelajaran, menggerakkan komunitas baik di
4. sekolah maupun lingkungan sekolah, mampu berkolaborasi dengan rekan dan
membimbing rekan di sekolah, dan mampu mewujudkan kepemimpinan murid.
Untuk menerapkan budaya postif di sekolah seorang guru juga harus
memahami dan memiliki visi guru penggerak yaitu dengan menerapkan
pendekakatan inkuari apresiatif moderl BAGJA.
Dalam melakukan penerapan budaya positif di lingkungan sekolah yaitu
di SD Negeri Juwetkenongo Porong Sidoarjo saya melakukanny sesuai dengan
pemahaman modul guru penggerak yang sudah saya pelajari yaitu modul 1.1,
1.2, dan modul 1.3. Adapun langkah-langkah yang saya lakukan adalah sebagai
berikut:
1. Memberikan contoh tindakan positif kepada siswa seperti hadir di
kelas pada jam pelajaran pertama lebih dulu dibandingakan siswa
Gambar 2: Hadir di kelas pada jam pertama lebih dulu
2. Besama-sama dengan siswa membuat keyakinan
Gambar 3: Membuat keyakinan kelas bersama dengan siswa
5. 3. Penggunaan model pembelajaran yang menyenangkan siswa
Gambar 4: Menggunakan model Pembelajaran yang menyenangkan
4. Mulai mempraktikan peran kontrol sebagai manajer dengan
menggunakan segitiga restitusi untuk menangani permasalahan
siswa
Gambar 5: Menggunakan segitiga restitusi dalam menangani permasalahan siswa
6. D. Kesimpulan
Kesimpulan mengenai penerapan budaya positif yang saya lakukan di
lingkungan sekolah adalah bahwa penerapan ini memerlukan dukungan dari
berbagai pemangku kepentingan di sekolah, diantaranya siswa, kepala
sekolah, rekan guru dan orang tua.
Penerapan budaya positif akan sukses dilakukan apabila semua pihak
mampu berkolaborasi dan menjalankan perannya masing-masing dengan
maksimal. Sebagai contoh orang tua memiliki peran yang luar biasa dalam
menyukseskan budaya positif karena waktu terlama anak ada dalam
bimbingan dan pengasuhan orang tuanya tidak seperti guru yang memiliki
waktu terbatas.
Namun guru tetap menjadi tokoh utama dalam penerapan budaya positif di
sekolah karena berperan sebagai pemantik kebiasaan positif yang nantinya
akan di internalisasi oleh siswa menjadi perubahan positif yang bersifat
intrinsik.
E. Refleksi Pemahaman Modul 1.4. Budaya Positif
a. Sejauh mana pemahaman Anda tentang konsep-konsep inti yang telah
Anda pelajari di modul ini, yaitu: disiplin positif, teori kontrol, teori motivasi,
hukuman dan penghargaan, posisi kontrol guru, kebutuhan dasar manusia,
keyakinan kelas, dan segitiga restitusi. Adakah hal-hal yang menarik untuk
Anda dan di luar dugaan?
b. Berikut ini adalah pemahaman saya tentang konsep-konsep inti dari modul
budaya positif:
1. Disiplin positif merupakan pendekatan mendidik anak untuk melakukan
kontrol diri dan pembentukan kepercayaan diri. Disiplin berbeda sama
sekali dengan hukuman meskipun disiplin sering diterapkan dengan
menggunakan teknik hukuman.
2. Teori Kontrol adalah tentang siapa yang sebetulnya bisa mengontrol
atas sebuah tindakan, yang bisa mengontol adalah dirinya sendiri.
Seorang guru tidak bisa mengotrol perilaku siswa, yang bisa hanya
pribadi siswanya itru sendiri.
3. Teori motivasi. Menurut Diane Gosse nada 3 motivasi perilaku manusia:
7. ❑ Untuk menghindari ketidaknyamanan atau hukuman
❑ Untuk mendapatkan imbalan atau penghargaan dari orang lain;
❑ Untuk menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai diri
sendiri dengan nilai-nilai yang mereka percaya.
Menurut saya kebanyakan motivasi perilaku siswa di sekolah adalah
menghindari ketidaknyamanan atau hukuman.
4. Hukuman dan penghargaan, merupakan hal yang biasa dilakukan di
lingkungan sekolah, namun setelah mempelajari modul 1.4 budaya
positif saya baru mengetahui ternyata hukuman dan penghargaan itu
tidak efektif dalam pembentukan budaya positif karena hanya berlaku
sesaat saja yaitu pada saat mendapat penghargaan atau hukuman saja.
Kita tidak mendapatkan penghargaan atau tidak ada hukuman maka
perilakunya akan berubah kembali.
5. Posisi kontrol guru. Ada lima posisi control yaitu (1) Penghukum, (2)
Pembuat Rasa Bersalah, (3) Teman, (4) Pemantau dan (5) Manajer.
Posisi control dari seorang guru yang paling baik adalah sebagia
manajer, yaitu adalah posisi mentor di mana guru berbuat sesuatu
bersama dengan murid, mempersilakan murid
mempertanggungjawabkan perilakunya, mendukung murid agar dapat
menemukan solusi atas permasalahannya sendiri. Seorang manajer
telah memiliki keterampilan di posisi teman maupun pemantau, dan
dengan demikian, bisa jadi di waktu-waktu tertentu kembali kepada
kedua posisi tersebut bila diperlukan. Namun bila kita menginginkan
murid-murid kita menjadi manusia yang merdeka, mandiri dan
bertanggung jawab, maka kita perlu mengacu kepada Restitusi yang
dapat menjadikan murid kita seorang manajer bagi dirinya sendiri.
6. Keyakinan kelas merupakan nilai-nilai kebajikan (prinsip-prinsip)
universal yang disepakati bersama secara universal, lepas dari latar
belakang suku, negara, bahasa maupun agama. Keyakinan kelas
bersifat lebih 'abstrak' daripada peraturan, yang lebih rinci dan konkrit.
Pernyataan keyakinan kelas senantiasa dibuat dalam bentuk positif.
8. 7. Segitiga restitusi. Restitusi memberikan kesempatan kepada murid
untuk disiplin positif, memulihkan diri dari kesalahan sehingga memiliki
tujuan yang jelas. Penekanannya pada cara mereka menghargai nilai-
nilai kebaikan yang diyakini, bukan berperilaku untuk menyenangkan
orang lain. Restitusi membantu murid untuk jujur pada dirinya sendiri
dan mengevaluasi dampak dari kesalahan yng dilakukan. Restitusi
memberikan penawaran bukan paksaan. Sangat penting bagi guru
menciptakan kondisi yang membuat murid bersedia menyelesaikan
masalahnya dan berbuat lebih baik lagi. Guru dapat menggunakan
kalimat seperti “Semua orang pasti pernah berbuat salah”, bukan malah
menyudutkan dengan memperjelas kesalahannya. Terdapat tiga
langkah pada restitusi atau kita kenal dengan segitiga restitusi, yaitu 1)
menstabilkan identitas; 2) validasi tindakan yang salah;3) menanyakan
keyakinan. Karena terdiri dari tiga langkah restitusi sehingga pada
akhirnya disebut segitiga restitusi.
8. Dari semua hal tersebut yang paling menarik bagi saya adalah peran
guru sebagai seorang manajer yang menerapkan segitiga restitusi
dalam menangani permasalah anak, ini adalah sesuatu hal yang baru
dan sangat menarik buat saya. dan setelah di paraktikkan hasilnya
ternyata sangat positif.
9. Sejalan dengan filosofi Ki Hadjar Dewantara, dalam mewujudkan
budaya positif ini, sebagai guru kita harus memahami bahwa tujuan
pendidikan yaitu: "menuntun segala kodrat yang ada pada anak-anak,
baik kodrat alam maupun kodrat zaman, agar mereka dapat mencapai
keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai
manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Dalam proses
“menuntun”, anak diberi kebebasan namun pendidik sebagai ‘pamong’
dalam memberi tuntunan dan arahan agar anak tidak kehilangan arah
dan membahayakan dirinya. Seorang ‘pamong’ dapat memberikan
‘tuntunan’ agar anak dapat menemukan kemerdekaannya dalam
belajar.
9. F. Rancangan Tindakan Aksi Nyata
Judul Modul : Menumbuhkan Budaya Positif di Sekolah
Nama Peserta : Muhammad Syukron Dian CGP-9 Kabupaten Sidoarjo
Latar Belakang
Sekolah diibaratkan sebagai tanah tempat bercocok tanam sehingga guru
harus mengusahakan sekolah jadi lingkungan yang menyenangkan, menjaga,
dan melindungi murid dari hal-hal yang tidak baik. Dengan demikian, karakter
murid tumbuh dengan baik. Murid akan mampu menerima dan menyerap suatu
pembelajaran bila lingkungan di sekelilingnya terasa aman dan nyaman.
Selama seseorang merasakan tekanan-tekanan dari lingkungannya, maka
proses pembelajaran akan sulit terjadi.
Tujuan
1. Mendukung tumbuh kembang murid secara holistic
2. Mendorong tumbuhnya motivasi internal pada murid
Tolok Ukur
Terbentuknya disiplin positif yang muncul dari motivasi internal, yang dapat
diukur dengan semakin sedikitnya pelanggaran yang dilakukan oleh murid.
Lini Masa Tindakan yang akan Dilakukan:
1. 5-7 Oktober 2023 : Membuat program aksi nyata
2. 9-11 Oktober 2023 : Membuat skenario aksi nyata, angket, orang yang
terlibat, dan inventarisasi daya dukung.
3. 12-14 Oktober 2023 : Finalisasi persiapan aksi nyata
4. 16-18 Oktober 2023 : Sosialisasi dengan warga sekolah tentang filosofi
KHD dan Budaya Positif.
5. 19-20 Oktober : Membangun komunikasi dengan KS dan rekan
guruserta seluruh warga sekolah tentang aksi nyata yang akan diterapkan.
6. 21-24 Oktober 2023 : Take video diskusi dan presentasi tentang budaya
positif di sekolah
10. Dukungan yang dibutuhkan
Kepala Sekolah, Rekan Guru, TU, Operator Sekolah, Orang tua murid,
sarana dan prasarana, quota internet, angket tentang kepuasan murid
tentang penerapan budaya positif di sekolah.
Pesan Moral:
Hal lain yang penting dipelajari dalam proses menciptakan budaya positif
adalah melakukan kolaborasi antara sekolah dan orangtua murid, agar
budaya positif ini jangan hanya dilakukan di kelas/sekolah saja, namun juga
di rumah, agar menjadi suatu kebiasaan/karakter saat berada di lingkungan
sekolah atau di lingkungan dimanapun.