SlideShare a Scribd company logo
1 of 25
0
MAKALAH
MANHAJ AL-MUFASSIRIN
Tentang
TAFSIR AL-AZHAR KARANGAN BUYA HAMKA
Disusun Oleh
RAHMAT HIDAYAT
NIM. 2120080031
Dosen Pembimbing
Prof. Dr. Syafruddin, M.Ag
Dr. Sobhan Lubis, MA
JURUSAN ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
IMAM BONJOL PADANG
2022 M / 1443 H
1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Qur'an itu seperti batu mulia, setiap ujungnya menghasilkan cahaya
yang tidak sama dengan yang terpancar dari titik lain, dan tidak terbayangkan
jika kita mengizinkan orang lain untuk melihatnya, dia akan melihat lebih dari
apa pun yang kita lihat. Penggambaran ini memberikan gambaran kepada kita
bahwa Al-Qur'an sebagai teks telah memberdayakan banyak individu untuk
melihat berbagai implikasi di dalamnya. Dengan diperkenalkannya prosedur-
prosedur yang berbeda, para analis sering kali memiliki gaya mereka sendiri
yang menarik untuk diselidiki. Mulai dari menguraikan kata-kata di setiap
bagian hingga mengaitkannya dengan Fiqh, Masalah Legislasi, Masalah
Keuangan, Tasawuf, Penulisan, dan lain-lain.
Kemunculan tafsir Al-Azhar karya Haji Abdul Malik Karim Amrullah
(Hamka) telah menjadi tolak ukur bahwa umat Islam Indonesia ternyata tidak
bisa dilihat sebelah mata. Kwalitas tafsir ini tidak kalah jika dibandingkan
dengan tafsir-tafsir yang pernah muncul dalam dunia Islam. Jika dilihat dari
isinya, tafsir setebal 30 jilid ini mempunyai keistimewaan yang luar biasa,
diantaranya ; Pertama, dari sisi sajian redaksi kalimatnya yang kental nuansa
sastra. Kedua, pola penafsirannya. Ketiga, kontekstualisasi penafsirannya
dengan kondisi keindonesiaan.
Hamka sampai saat ini masih pantas dikatakan sebagai intelektual
terbesar dan tersohor yang dimiliki oleh Organisasi Muhammadiyah. Statemen
ini menurut saya tidak berlebihan jika disematkan pada sosok diri Hamka. Ada
banyak jasa yang telah ditorehkan oleh Hamka dalam pengembangan umat
Islam di Indonesia. Dan di antara jasa yang paling berharga menurut saya
adalah lahirnya sebuah karya yang bermutu tinggi yang diberi nama “Tafsir
Al-Azhar setebal 30 Jilid”.
Di saat umat Islam masih diselimuti oleh rasa ketakutan dalam
menafsirkan al-Qur’an, Hamka telah berani mendobrak kejumudan itu dengan
prestasinya membuat karya tafsir yang begitu tebal dan yang pertama kali di
2
Indonesia. Tafsir Al-Azhar ternyata tidak hanya memiliki ketebalan yang luar
biasa, akan tetapi tafsir ini mempunyai kualitas tinggi yang tidak kalah jika
dibandingkan dengan tafsir-tafsir yang muncul di Timur Tengah. Buktinya,
setelah tafsir ini selesai ditulis dan dipublikasikan, penghargaan tinggi (Dr.
Hc) yang diterima oleh Hamka dari senat Universitas Al-Azhar Mesir
langsung diberikan.
Kemunculan tafsir ini jika dibandingkan dengan karya-karya tafsir al-
Qur’an di Indonesia yang pernah muncul sangatlah unik. Tafsir ini berbeda
dengan karya-karya tafsir sebelum maupun semasanya, terutama dari segi
metodologi yang digunakan atau pun hasil penafsirannya. Karena alasan
itulah, maka kajian atas tafsir ini mempunyai daya tariknya tersendiri.
Salah satu karya tafsir di Indonesia yang cukup ternama juga sebagai
objek pembahasan dalam makalah ini adalah Tafsir al-Azhar Karya Prof. Dr.
Hamka.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana biografi Buya Hamka?
2. Apa saja karya Buya Hamka?
3. Bagaimana penulisan Tafsir Al-Azhar?
4. Bagaimana Langkah-langkah penafsiran Tafsir Al-Azhar?
5. Bagaimana Sistematika Kitab Tafsir Al-Azhar?
6. Apa Kelebihan dan Kekurangan Tafsir Al-Azhar?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui biografi Hamka
2. Untuk mengetahui apa saja karya Buya Hamka
3. Untuk mengetahui penulisan tafsir Al-Azhar
4. Untuk mengetahui Langkah-langkah penafsiran Tafsir Al-Azhar
5. Untuk mengetahui Sistematika Kiab Tafsir Al-Azhar
7. Untuk mengetahui Apa saja Kelebihan dan Kekurangan Tafsir Al-Azhar
3
PEMBAHASAN
A. Sekilas Biografi Buya Hamka
Nama Hamka merupakan singkatan dari Haji Abdul Malik Karim
Amarullah (HAMKA), lahir di Sungai Batang, Maninjau-Sumatera Barat,
pada tanggal 16 Pebuari 1908 M./13 Muharram 1326 H.1 Dari pasangan Haji
Abdul Karim Amarullah dan Shafiyah Tanjung. Ia lahir lingkungan keluarga
yang taat beragama. Ayahnya adalah seorang ulama besar dan pembawa
faham-faham pembaruan Islam di Minangkabau.2 Beliau adalah sastrawan
Indonesia sekaligus ulama ahli filsafat, dan aktivis politik.3
Keilmuan dan ketokohan ayahnya merupakan penerus kakeknya yang
juga merupakan ulama terkemuka, dan pada akhirnya diteruskan Hamka.
Keilmuan yang dimiliki dan digeluti Hamka seakan memberikan
kesempurnaan dari keilmuan kakek dan ayahnya. Hal demikian dapat dilihat
dari cakupan sosok Hamka menjadi tokoh multi dimensi. Di antara status
keilmuan yang melekat pada diri Hamka antara lain adalah: sastrawan,
budayawan, mubaligh, akademisi, mufassir, sajarawan bahkan menjadi
seorang politikus. Setatus tersebut kelak memberikan warna tersendiri dalam
karya tafsirnya yang terkenal dengan tafsir Al-Azhar.4
Mengingat ayahnya (Haji Rasul) adalah seorang tokoh pembaharu di
Sumatera Barat, tidak mengherankan jika Hamka lahir dan tumbuh dalam
suasana pembaharuan yang diperjuangkan ayahnya sejak tahun 1906 di
Minangkabau-yakni setelah ayahnya kembali dari menuntut ilmu di Mekkah
pada Syekh Ahmad Khatib, akibatnya ketegangan dan polarisasi sosial akibat
1 Hamka, Kenang-kenangan Hidup, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), h. 9
2 Syamsul Nizar, Ensiklopedia Tokoh Pendidikan Islam, (Ciputat: Ciputat Press GROUP,
2010), h. 246
3 Hamka, Islam dan Adat Minangkabau, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1984), h. 73
4 Noor Chozin sufri dkk., Analisis jurnala Studi Keislaman, (Bandar Lampung: pusat
penelitian IAIN Raden Intan Bandar Lampung, 2004), h. 175.
4
penolakan ‘orang tua’ terhadap ide pembaruan ‘kaum muda’ yang dipelopori
ayahnya juga ikut membentuk jati diri Hamka pada masa mendatang.5
Buya Hamka adalah seorang punjangga, ulama, pengarang, sekaligus
politikus. Dia banyak mengubah sya’ir dan sajak, menulis karya sastra dan
mengarang buku-buku bernafaskan keagamaan. Kegiatan tulis menulis ia
rintis pada usia yang relatif muda, yaitu pada usia 17 tahun. Karya-karya
Hamka umumnya mudah dibaca karena bahasa yang digunakan umumnya
bahasa yang indah dan menawan setiap pembaca dan isinya mudah dipahami.6
Hamka masuk SD (Sekolah Desa) ketika memasuki delapan tahun
(1916). Oleh ayahnya, dia juga dimasukkan ke sekolah Diniyah, yang
didirikan oleh Zainudin Lebay El-Yunusi. Tidak lama kemudian, Hamka
ditarik dari Sekolah Desa dan dialihkan ke Madrasah Tawalib Madrasah ini
tidak lain embrionya adalah surau tempat ayahnya mengajar- hal ini
dimaksudkan ayahnya untuk menggembleng Hamka menjadi ulama’ besar
dimasa mendatang. Menurut penuturan Hamka, pelajaran-pelajaran yang
diberikan didua lembaga pendidikan itu tidak ada yang menarik hatinya,
kecuali pelajaran ‘Arudl, timbangan sya’ir ‘Arab.7 Hal ini rupanya merupakan
manifestasi dari kecenderungan jiwanya kepada dunia sastera dan
kepujanggaan.
Menginjak usia tahun ke-16, Hamka rihlah ke tanah Jawa, tepatnya
Yogyakarta dan Pekalongan (1924-1925). Rihlah tersebut pada akhirnya
membawa dampak besar terhadap pola pandang keislaman Hamka. Di
Yogyakarta, Hamka berkesempatan bertemu langsung dengan tokoh Islam
terkemuka saat itu, pertama; Ki Bagus Hadikusumo; darinya Hamka, untuk
pertama kali, memperoleh metode baru mempelajari tafsir, yaitu
mementingkan maksud/kandungan ayat al-Qur’an, bukan membaca matan
tafsir dengan nahwu yang tepat-sebagaiamana pengalamannya di Padang
5 Yunan Yusuf, Corak Pemikiran Kalam Tafsir al-Azhar, (Jakarta: Pustaka Panjimas,
1990), h. 22-23
6 Yuyun Affandi, Konsep Demokrasi Menurut Pandangan Hamka dalam Tafsir Al-Azhar,
Laporan Penelitian Individu, (Semarang: 2010), h. 47
7 Hamka, Kenang-kenangan Hidup……. h. 58
5
Panjang-. Ia juga bertemu dengan HOS Cokroaminoto (Pimpinan Syarikat
Islam), RM. Suryopronoto dan Haji Fachruddin (Tokoh Muhammadiyah).
Dari ketiga tokoh ini Hamka masing-masing mendapatkan nilai kehidupan
yang berbeda-beda, Islam dan sosialisme, sosiologi, dan nama yang terakhir ia
mendapatkan kajian khusus ‘Agama Islam’. Di Pekalongan, jasa Ahmad
Rasyid Sutan Mansur tidak pernah dilupakan Hamka yang telah
mempertemukannya dengan aktifis pemuda Islam Osman Pujotomo,
Muhammad Rum dan Iskandar Idris. Secara keseluruhan, akumulasi pengaruh
kedua tokoh itu (Ayah dan pamannya) dan tokoh lainnya turut membentuk
mission, cita-cita hidup Hamka, yaitu “Bergerak untuk kebangkitan kembali
umat Islam” ungkapnya sendiri.
Kiprah Hamka dalam bidang keilmuan, memperoleh pengakuan dari
beberapa Universitas terkemuka dunia. Tahun 1958 ia dianugerahi gelar
Doctor Honoris Causa oleh Universitas Al-Azhar, Mesir dengan pidato
pengukuhan Pengaruh Muhammad Abduh di Indonesia. Gelar serupa juga
disematkan Hamka oleh Universitas Kebangsaan Malaysia, pada tahun 1974.8
Hamka wafat pada hari Jum’at pada tanggal 24 juli 1981 setelah
menyelesaikan 84 judul buku meliputi bidang agama, filsafat, dan sastra yang
ia tulis dalam jangka 57 tahun . Tidak lama sebelum wafat, ia mengundurkan
diri dari jabatan ketua umum MUI, sehubungan dengan kontroversi fatwa
keharaman keikutsertaan umat Islam dalam perayaan Natal. Namun
pemerintah (dalam hal ini Menteri Agama RI) keberatan dengan fatwa
tersebut dan memerintahkan MUI untuk mencabutnya. Meskipun pada
akhirnya fatwa tersebut dicabut, namun perlu dicatat ungkap Hamka “Fatwa
boleh dicabut, tetapi kebenaran tak bisa diingkari”.9
Catatan dan kepribadian yang tak bisa dibantah dari sosok Hamka
adalah kegigihan dan keuletannya, begitu juga sebagaimana Gus Dur menulis
“bahwa pada dasarnya Buya Hamka adalah seorang optimistis, dan dengan
8 Yunus Amirhamzah, Hamka Sebagai Pengarang Roman, (Jakarta: Puspita Sari Indah,
1993), h. 6-7.
9 Husnul Hidayat, “Metodologi Tafsir Kontekstual al-Azhar Karya Buya Hamka”. Ilmu
al-Qur‟an dan Tafsir, Vol.1, no.1 (Januari-Juni 2018): h. 5.
6
modal itulah ia mampu untuk terus-menerus menghargai orang lain secara
tulus, karena ia percaya bahwa pada dasarnya manusia itu baik”.10
B. Karya Buya Hamka
Karangan Buya Hamka sangatlah banyak diantara karya-karya tersebut
berjumlah 49 karya adalah :
1. Beberapa Tantangan terhadap Umat Isla m pada Masa Kini, Jakarta: Bulan
Bintang, 1973.
2. Kedudukan Perempuan dalam Islam, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1973.
3. Muhammadiyah di Minangkabau, Jakarta: Nurul Islam, 1974.
4. Tanya Jawab Islam, Jilid I dan II cet. 2, Jakarta: Bulan Bintang, 1975.
5. Studi Islam, Aqidah, Syari’ah, Ibadah, Jakarta: Yayasan Nurul Iman,
1976.
6. Perkembangan Kebatinan di Indonesia, Jakarta: Yayasan Nurul Islam,
1976.
7. Tasawuf, Perkembangan dan Pemurniannya, cet. 8, Jakarta: Yayasan
Nurul Islam, 1980.
8. Ghirah dan Tantangan Terhadap Islam, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1982.
9. Kebudayaan Islam di Indonesia, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1982.
10. Lembaga Budi, cet. 7, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1983.
11. Tasawuf Modern, cet. 9, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1983.
12. Doktrin Islam yang Menimbulkan Kemerdekaan dan Keberanian, Jakarta:
Yayasan Idayu, 1983.
13. Islam: Revolusi Ideologi dan Keadilan Sosial, Jakarta: Pustaka Panjimas,
1984.
14. Iman dan Amal Shaleh, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1984.
15. Renungan Tasawuf, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1985.
16. Filsafat Ketuhanan, cet. 2, Surabaya: Karunia, 1985.
17. Keadilan Sosial dalam Islam, Jakarta: Pustaka Antara, 1985.
18. Tafsir al-Azhar, Juz I sampai Juz XXX, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1986.
19. Prinsip-prinsip dan Kebijaksanaan Dakwah Islam, Jakarta: Pustaka
Panjimas, 1990.
20. Tuntunan Puasa, Tarawih, dan Idul Fitri, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1995.
21. Adat Minangkabau Menghadapi Revolusi, Jakarta: Tekad, 1963.
22. Islam dan Adat Minangkabau, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1984.
23. Mengembara di Lembah Nil, Jakarta: NV. Gapura, 1951.
10 Abdurrahman Wahid, “Benarkah Buya Hamka Seorang Besar? Sebuah Pengantar”
dalam Nasir Tamara (ed), Hamka Di Mata Hati Umat, (Jakarta: PT Sinar Agape Press, 1984), h.
47
7
24. Di Tepi Sungai Dajlah, Jakarta: Tintamas, 1953.
25. Mandi Cahaya di Tanah Suci, Jakarta: Tintamas, 1953.
26. Empat Bulan di Amerika, 2 Jilid, Jakarta: Tintamas, 1954.
27. Merantau ke Deli, cet. 7, Jakarta: Bulan Bintang, 1977 (ditulis pada tahun
1939).
28. Si Sabariah (roman dalam bahasa Minangkabau), Padang Panjang: 1926.
29. Laila Majnun, Jakarta: Balai Pustaka, 1932.
30. Salahnya Sendiri, Medan: Cerdas, 1939.
31. Keadilan Ilahi, Medan: Cerdas, 1940.
32. Angkatan Baru, Medan: Cerdas, 1949.
33. Cahaya Baru, Jakarta: Pustaka Nasional, 1950.
34. Menunggu Beduk Berbunyi, Jakarta: Firma Pustaka Antara, 1950.
35. Terusir, Jakarta: Firma Pustaka Antara, 1950.
36. Di Dalam Lembah Kehidupan (kumpulan cerpen), Jakarta: Balai Pustaka,
1958.
37. Di Bawah Lindungan Ka'bah, cet. 7, Jakarta: Balai Pustaka, 1957.
38. Tuan Direktur, Jakarta: Jayamurni, 1961.
39. Dijemput Mamaknya, cet. 3, Jakarta: Mega Bookstrore, 1962.
40. Cermin Kehidupan, Jakarta: Mega Bookstrore, 1962.
41. Tenggelamnya Kapal Van der Wijck, cet. 13, Jakarta: Bulan Bintang,
1979.
42. Pembela Islam (Tarikh Sayyidina Abubakar Shiddiq), Medan: Pustaka
Nasional, 1929.
43. Ringkasan Tarikh Ummat Islam, Medan: Pustaka Nasional,1929.
44. Sejarah Islam di Sumatera, Medan: Pustaka Nasional, 1950.
45. Dari Perbendaharaan Lama, Medan: M. Arbi, 1963.
46. Antara Fakta dan Khayal Tuanku Rao, cet. 1, Jakarta: Bulan Bintang,
1974.
47. Sejarah Umat Islam, 4 Jilid, Jakarta: Bulan Bintang, 1975.
48. Sullam al-Wushul; Pengantar Ushul Fiqih (terjemahan karya Dr. H. Abdul
Karim Amrullah), Jakarta: Pustaka Panjimas, 1984.
49. Margaretta Gauthier (terjemahan karya Alexandre Dumas), cet. 7, Jakarta:
Bulan Bintang, 1975.11
Tulisan-tulisan Buya Hamka banyak mengkaji berbagai macam
keilmuan seperti, politik, sejarah, budaya, akhlak, tasawuf, ilmu pendidikan
dan ilmu Tafsir. Karangan dan serta pemikiran Buya Hamka banyak dipelajari
11 Ahmad Muslim, “Skripsi dengan judul Corak Penafsiran Tasawuf Hamka (Studi
Penafsiran Ayat-ayat Tasawuf dalam Tafsir Al-Azhar), UIN Raden Intan Lampung: 2016), h. 47-
48. Disalin tgl 07 Juni 2022, jam 22.15
8
oleh banyak kalangan terutama bagi para pelajar, yang buku serta karangan
Buya Hamka yang lainnya dapat dijadikan sebagai sumber dari sebuah
penelitian. Hal tersebut sangat berdampak positif, bagi banyak kalangan
khusnya dikalangan umat Islam.
Kecintaan Buya Hamka menulis yang menghasilkan puluhan bahkan
ratusan karya dalam bentuk yang telah beredar di masyarakat semenjak Orde
Baru sampai aat ini. Belum lagi ribuan tulisan Buya Hamka dalam bentuk
buletin atau opini di berbagai majalah, surat kabar nasional maupun dareah.
Ceramah Buya Hamka di RRI dan TVRI juga tak terhitung jumlah
rekamannya.
C. Penulisan Tafsir Al-Azhar
1. Latar Belakang Penulisan
Tafsir Al-Azhar, pada mulanya, merupakan ceramah-ceramah
Hamka setelah shalat subuh, sejak tahun 1958, di sebuah masjid di depan
rumahnya, yang ketika itu masih bernama Masjid Agung Kebayoran Baru,
Jakarta.
Hamka berkata: "Maka hanya beberapa hari saja setelah saya
sampai di rumah saya (yakni dari Mesir untuk menerima gelar Doktor
Honorius Causa pada 1958) mulailah bersembahyang masjid itu, karena
kebetulan letaknya di hadapan rumah saya. Dari jamaah yang mulanya
hanya lima atau enam orang, berangsurlah dia ramai. Dan hanya beberapa
bulan saja setelah dimulai, di tiap-tiap sehabis selesai sembahyang subuh
saya mulai menafsirkan al-Qur'an beberapa ayat. Setelah habis
menafsirkan itu di dalam masa kira-kira 45 menit setiap pagi, jamaahpun
pergilah ketempat pekerjaan masing-masing"12
Pada bulan Desember 1960, nama masjid ini berganti dengan Al-
Azhar, atau Masjid Agung Al-Azhar. Nama tersebut diberikan oleh Rektor
Universitas Al-Azhar, Kairo, Syaikh Mahmoud Syaltout, yang berkunjung
ke Indonesia sebagai tamu negara.
Dalam wejangannya di Masjid Agung Kebayoran, Syaikh
Mahmoud Syaltout, antara lain berkata: "Bahwa mulai hari ini, saya
12 Hamka, "Mengapa Dinamai Tafsir Al-Azhar" dalam Tafsir Al-Azhar, Juz I, h. 61
9
sebagai Syaikh (Rektor) dari Jami' Al Azhar memberikan bagi masjid ini
nama "Al-Azhar", moga-moga dia menjadi Al-Azhar di Jakarta,
sebagaimana adanya Al-Azhar di Kairo"13
Atas usulan Haji Yusuf Ahmad (tata usaha majalah Gema Islam),
segala pelajaran tafsir di waktu subuh di masjid tersebut dimuat di dalam
majalah Gema Islam, tepatnya sejak Januari 1962 sampai Januari 1964,
ketika Hamka ditangkap oleh pemerintah orde lama. Dalam kurun waktu
itu, yang dapat dimuat dalam majalah tersebut hanyalah satu setengah juz,
yaitu dari juz 18 sampai 19.14
Tulisan-tulisan tafsirnya di dalam majalah ini dinamai oleh Hamka
sendiri dengan Tafsir Al-Azhar. Menurut Hamka, ada dua alasan bagi
penamaan tersebut. Pertama, karena tafsir tersebut timbul di dalam Masjid
Agung Al-Azhar. Kedua, sebagai tanda terima kasih atas penghargaan Al-
Azhar yang telah diberikan kepadanya.
Hamka ditahan salam dua tahun empat bulan. Tepatnya dari 27
Januari 1964 sampai 21 Januari 1966, Dalam masa tahanan ini, Hamka
ditempatkan di beberapa rumah peristirahatan di kawasan Puncak, yaitu
Bunglow Herlina, Harjuna, Bunglow Brimob Megamendung dan Kamar
Tahanan Polisi Cimacan. Kemudian karena kondisi kesehatan yang tidak
baik, Hamka dipindahkan ke Rumah Sakit Persahabatan Rawamangun
Jakarta. Kemudian ditambah tahanan rumah selama dua bulan dan tahanan
kota selama dua bulan. Selama dalam tahanan inilah, Hamka memiliki
kesempatan yang cukup lapang meneruskan penulisan tafsir al-Qur'an.
Selama dalam tahanan ini, Hamka menjelaskan kegiatannya
sebagai berikut: "Mengarang tafsir di waktu pagi, membaca buku-buku di
petang hari, tilawah al-Qur'an di antara maghrib dan 'Isya dan tahajjud
serta munajat lepas tengah malam".15
13 Ibid, h. 64
14 Hamka, "Hikamat Ilahi" dalamTafsir Al-Azhar, Juz 1, h. 66
15 Ibid, h. 75
10
Menurut M. Yunan Yusuf, meskipun menurut Hamka sendiri
bahwa di setiap juz tafsirnya terdapat keterangan tempat penulisannya,
tetapi ternyata tidak semua keterangan tempat penulisan tafsir tersebut
tercantum keterangan tempat penulisannya. Juz 1, 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11,
12, 30, 26 tidak tercantum keterangan tempat penulisannya. Juz 4, 13, 14,
15, 16, 17 dan 19, ditulis di Rumah Sakit Persahabatan, Rawamangun
Jakarta. Juz 20 di Rumah Tahanan Sukabumi. Juz 21, 22, 23, 24 dan
sebagian juz 27, 28, 29 dan sebagian juz 25 ditulis di Asrama Brimob
Megamendung.
Penerbitan pertama Tafsir Al-Azhar dilakukan oleh penerbit
Pembimbing Masa, pimpinan Haji Mahmud. Cetakan pertama oleh
Pembimbing Masa, merampungkan penerbitan dari juz pertama sampai juz
keempat. Kemudian diterbitkan pula juz 30 dan juz 15 sampai dengan juz
29 oleh Pustaka Islam Surabaya. Dan akhirnya juz 5 sampai dengan juz 14
diterbitkan oleh Yayasan Nurul Islam, Jakarta.
Setelah tahun 1981, meskipun tidak mendapat izin dari keluarga
penafsir, Tafsir Al-Azhar terbit di Malaysia. Tafsir terbitan ini beredar di
Malaysia, Singapura, Brunai, Muangtahi dan bahkan di Indonesia.
2. Metode dan Aliran Tafsir Al-Azhar
a. Menurut Sumber Penafsirannya
Buya HAMKA menggunakan metode tafsîr bi al-Iqtirân karena
penafsirannya tidak hanya menggunakan al-Qur’an, hadis, pendapat
sahabat dan tabi’in, serta riwayat dari kitab-kitab tafsir al-mu’tabarah
saja, tetapi juga memberikan penjelasan secara ilmiah (ra’yu) apalagi
yang terkait dengan masalah ayat-ayat kauniyah. Buya HAMKA tidak
pernah lepas dengan penggunaan metode tafsîr bi al-ma’tsûr saja, tapi
ia juga menggunakan metode tafsîr bi al-ra'y yang mana keduanya
dihubungkan dengan berbagai pendekatan-pendekatan umum, seperti
bahasa, sejarah, interaksi sosio-kultur dalam masyarakat, bahkan dia
juga memasukan unsur-unsur keadaan geografi suatu wilayah, serta
11
memasukan unsur cerita masyarakat tertentu untuk mendukung
maksud dari kajian tafsirnya.
Dalam mukaddimah Tafsir al-Azhar, Buya sempat membahas kekuatan
dan pengaruh karya-karya tafsir yang dirujuknya, seperti Tafsîr al-
Râzî, al-Kasysyâf karya al-Zamakhsyâri, Rûh al-Ma’ânî karya al-
Alûsi,16 al-Jâmi’ li Ahkâm al-Qur’ân karya al-Qurthûbî, Tafsîr al-
Marâghî, al-Qâsimî, al-Khâzin, al-Thabarî, dan al-Manâr.
HAMKA memelihara sebaik-baiknya hubungan di antara naql dengan
aql.17 Di antara riwâyah dengan dirâyah. Ia tidak hanya mengutip atau
memindah pendapat orang yang terdahulu, tetapi mempergunakan juga
tinjauan dan pengalaman sendiri.”.18
b. Menurut Susunan Penafsirannya
HAMKA menggunakan metode tahlîlî karena dimulai dari Surah al-
Fâtihah hingga surah al-Nâs. Manhaj yang ditempuh tafsir Al-Azhar
adalah Tahlili. Dalam arti menafsir ayat demi ayat sesuai urutannya
dalam mushhaf serta menganalisis begitu rupa hal-hal penting yang
terkait langsung dengan ayat, baik dari segi makna atau aspek-aspek
lain yang dapat memperkaya wawasan pembaca tafsirnya.19
c. Menurut Keluasan Penjelasan
HAMKA menggunakan metode tafshîlî yaitu tafsir yang penafsirannya
terhadap al-Qur’an berdasarkan urutan-urutan ayat secara ayat per
ayat, dengan suatu uraian yang terperinci tetapi jelas dan ia
menggunakan bahasa yang sederhana sehingga dapat dikonsumsi bagi
oleh masyarakat awam maupun intelektual.
16 Hamka, Tafsir al-Azhar, h. 6
17 Hamka, Tafsir al-Azhar, h. 255.
18 Hamka, Tafsir al-Azhar, h. 40
19 Dewi Murni. “Tafsir Al-Azhar: Suatu Tinjauan Biografis dan Metodologis”. Syahadah,
Vol. 3, No. 2. (2015), h. 25.
12
3. Corak yang Dipakai
Corak yang mendominasi dalam penafsiran HAMKA adalah lawn
adâbiî wa ijtimâ’î yang nampak terlihat dari latar belakang HAMKA
sebagai seorang sastrawan sehingga ia berupaya agar menafsirkan ayat
dengan bahasa yang dipahami semua golongan dan bukan hanya di tingkat
akademisi atau ulama. Di samping itu, ia memberikan penjelasan
berdasarkan kondisi sosial yang sedang berlangsung (pemerintahan Orde
Lama) dan situasi politik waktu itu.
Corak ini menitik beratkan penjelasan ayat-ayat al-Qur’an dengan
ungkapan-ungkapan yang teliti, menjelaskan makna-makna yang
dimaksud al-Qur’an dengan bahasa yang indah dan menarik, tafsir ini
berusaha menghubungkan nash-nash al-Qur’an yang tengah dikaji dengan
kenyataan sosial dan sistem budaya yang ada. Misalnya
Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai)
sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada
barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berhutang). Akan tetapi jika
sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang
dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia
bertakwa kepada Allah Tuhannya dan janganlah kamu (para saksi)
menyembunyikan persaksian. Dan barangsiapa yang
menyembunyikannya, Maka Sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa
hatinya; dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Adapun terkait kisah isrâ’iliyyât, HAMKA memberikan
penjelasannya bahwa itu adalah dinding yang menghambat orang dari
kebenaran al-Qur’an. Kalau di dalam tafsir ini ditemukan riwayat-riwayat
isrâ’iliyyât, maka tidak lain hanyalah sebagai peringatan saja
D. Langkah-langkah Penafsiran Tafsir Al-Azhar : Surat Al-Fatihah
Berikut ini adalah langkah-langkah yang dilakukan oleh HAMKA
dalam menafsirkan suatu ayat:
1. Al-Qur’an dengan al-Qur’an
Bunyi potongan Surah al-Fâtihah ayat 7
13
….



……
“Bukan jalan mereka yang dimurkai atasnya”
Tafsirannya: Siapakah yang dimurkai Tuhan? Ialah orang yang
telah diberi kepadanya petunjuk, telah diutus kepadanya Rasul-Rasul telah
diturunkan kepadanya kitab-kitab wahyu, namun ia masih saja
memperturutkan hawa nafsunya. Telah ditegur berkali-kali, namun teguran
itu tidak diperdulikannya. Ia merasa lebih pintar daripada Allah, Rasul-
rasul dicemoohnya, petunjuk Tuhan diletakkannya ke samping, perdayaan
setan diperturutkannya.
Ayat tersebut ditafsiri dengan Surah Ali ‘Imrân ayat 77:




















“Itulah orang yang tidak ada bagian untuk mereka di akhirat dan
tidaklah Allah akan bercakap dengan mereka dan tidak akan
memandang kepada mereka di hari kiamat dan tidak Dia akan
membersihkan mereka, dan bagi mereka azab yang pedih”.
Dan seperti itulah, tidak diajak bercakap oleh Tuhan, tidak
dipandang oleh Tuhan, seakan-akan Tuhan dalam bahasa umum
“membuang muka” apabila berhadapan dengannya. Begitulah nasib orang
yang dimurkai.
2. Al-Qur’an dengan Hadis
Surah al-Fâtihah ayat 6 :




“Tunjukilah kami jalan yang lurus”.
14
Menurut riwayat Ibn Hatim dari Ibn ‘Abbas, menurut beliau
dengan meminta ditunjuki jalan yang lurus, tafsirnya ialah mohon
ditunjuki agama-Mu yang benar.
Menurut beberapa riwayat dari ahli hadis, dari Jabir bin ‘Abdullah
bahwa yang dimaksud shirâth al-mustaqîm adalah agama Islam. Dan
menurut riwayat yang lain, Ibn Mas‘ud mentafsirkan bahwa yang
dimaksud adalah kitab Allah (al-Qur’an).
3. Al-Qur’an dengan qaul sahabat atau tabi’in
Surah al-Fâtihah ayat 6 :




“Tunjukilah kami jalan yang lurus”.
Buya HAMKA memaparkan pendapat salah seorang ulama’ yaitu
Fudhail bin ‘Iyadh, ia mengatakan kalau yang dimaksud shirâth al-
mustaqîm adalah jalan pergi naik haji, yakni menunaikan haji sebagai
rukun Islam yang kelima, dengan penuh keinsafan dan kesadaran sehingga
mencapai haji yang mabrur.
4. Al-Qur’an dengan riwayat dari kitab tafsir al-Mu’tabarah
Surah al-Fâtihah ayat 7



“Dan bukan jalan mereka yang sesat”.
Sayyid Rasyid Ridha di dalam kitab tafsirnya al-Manar
menguraikan penafsiran gurunya Syaikh Muhammad Abduh tentang orang
yang tersesat, terbagi atas empat tingkat, yaitu:
a) Yang tidak sampai kepadanya dakwah, atau ada sampai tetapi hanya
didapat dengan panca indra dan akal, tidak ada tuntutan agama.
b) Sampai kepada mereka dakwah, atas jalan yang dapat membangun
pikiran. Mereka telah mulai tertarik oleh dakwah itu, sebelum sampai
menjadi keimanannya, ia pun mati.
c) Dakwah sampai kepada mereka dan mereka akui, tetapi tidak mereka
pergunakan akal buat berpikir dan menyelidiki dari pokoknya, tetapi
15
mereka berpegang teguh juga kepada hawa nafsu atau kebiasaan lama
atau menambah-nambah.
d) Yang sesat dalam beramal, atau memutar-mutarkan hukum dari
maksud yang sebenarnya.
Kesesatan orang-orang ini timbul dari kepintaran otak tetapi
batinnya kosong daripada iman. Diruntuhkan agamanya, tetapi dia sendiri
yang hancur.
5. Al-Qur’an dengan pendapat (ra’y) sendiri
Pemakaian kalimat “Tuhan” dalam kata sehari-hari terpisah
menjadi dua; Tuhan khusus untuk Allah dan tuan untuk menghormati
sesama manusia. Untuk raja disebut Tuanku. Yang terpenting terlebih
dahulu adalah memupuk perhatian yang telah ada dalam dasar jiwa, bahwa
Zat Yang Maha Kuasa itu mustahil berbilang. Adapun tentang pemakaian
bahasa terhadap-Nya dengan nama apa Dia mesti disebut, terserahlah
kepada perkembangan bahasa itu sendiri.
Selain dari pemakaian bahasa Melayu tentang Tuhan itu, sebagian
bangsa kitapun memakai juga kalimat lain untuk Allah itu. Dalam bahasa
Jawa terhadap Allah disebut dengan Gusti Allah, padahal dalam bahasa
Melayu Banjar, Gusti adalah gelar orang bangsawan. Demikian juga
kalimat Pangeran untuk Allah dalam bahasa Sunda, padahal didaerah lain
Pangeran adalah gelar bangsawan atau anak raja. Dalam bahasa Bugis dan
Makassar disebut Poang Allah Ta‘âlâ. Padahal kepada raja atau orang tua
yang dihormati mereka pengucapkan Poang juga.
E. Sistematika Kiab Tafsir Al-Azhar
Dalam menyusun Tafsir al-Azhar, HAMKA menggunakan sistematika
tersendiri yang akan dijelaskan sebagai berikut, yaitu:
1. Menurut susunan penafsirannya, Buya HAMKA menggunakan metode
tartîb utsmânî yaitu menafsirkan ayat secara runtut berdasarkan
penyusunan Mushaf Utsmânî, yang dimulai dari Surah al-Fâtihah sampai
16
Surah al-Nâs. Metode tafsir yang demikian disebut juga dengan metode
tahlîli.
2. Dalam setiap surah dicantumkan sebuah pendahuluan dan pada bagian
akhir dari tafsirnya, Buya HAMKA senantiasa memberikan ringkasan
berupa pesan nasehat agar pembaca bisa mengambil ibrah-ibrah dari
berbagai surah dalam al-Qur'an yang ia tafsirkan.
3. Sebelum memulai menafsirkan surat al-Fatihah beliau menulis ayat-ayat
yang termasuk dalam surat al-Fatihah disebelah kanan dan terjemahannya
disebelah kirinya. Setelah penulisan ayat, ia menjelaskan terlebih dahulu
tentang surat al-Fatihah yang ia letakan dalam halaman pendahuluan.
Dalam pendahuluan surat al-Fatihah ia menjelaskan kedudukan surat al-
Fatihah dengan surat lainnya, menjelaskan Asbab an-Nuzul-nya dengan
mengutip bebera riwayat hadits bahkan ia kerap kali mengutip beberapa
pendapat ulama tentang surat al-Fatihah, uarian tentang munasabah,
jumlah turunnya surat al-Fatihah, nama-nama lain dari surat al-Fatihah,
mengunkapkan perbedaan pendapat para ulama dalam menghitung jumlah
ayat misalnya kontraversi tentang kedudukan ayat Bismillah al-Rahman
al-Rahim dengan menguraikan susunan katanya.
4. Penyajiannya ditulis dalam bagian-bagian pendek yang terdiri dari
beberapa ayat satu sampai lima ayat– dengan terjemahan bahasa Indonesia
bersamaan dengan teks Arabnya. Kemudian diikuti dengan penjelasan
panjang, yang mungkin terdiri dari satu sampai limabelas halaman.
5. Dalam tafsirnya dijelaskan tentang sejarah dan peristiwa kontemporer.
Sebagai contoh yakni komentar HAMKA terhadap pengaruh orientalisme
atas gerakan-gerakan kelompok nasionalisme di Asia pada awal abad ke-
20.
6. Terkadang disebutkan pula kualitas hadis yang dicantumkan untuk
memperkuat tafsirannya tentang suatu pembahasan. Sebagai contoh yakni
dalam pembahasan tentang Surah al-Fâtihah sebagai rukun sembahyang,
hadis tentang imam yang membaca Surah al-Fâtihah dengan jahr,
hendaklah makmum berdiam diri mendengarkan.
17
“Dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah Saw. berkata: sesungguhnya
iman itu lain tidak telah dijadikan menjadi ikutan kamu, maka apabila dia
telah takbir, hendaklah kamu takbir pula dan apabila ia membaca, maka
hendaklah kamu berdiam diri.” (Diriwayatkan oleh yang berlima, kecuali
al-Turmudzi, dan berkata Muslim: hadis ini shahih).
7. Dalam tiap surah, HAMKA menambahkan tema-tema tertentu dan
mengelompokkan beberapa ayat yang menjadi bahan bahasan. Contohnya
dalam Surah al-Fâtihah terdapat tema antara lain:
a. Al-Fâtihah sebagai rukun sembahyang
b. Di antara jahr dan sir
c. Dari hal Amin
d. Al-Fâtihah dengan Bahasa Arab.
Dalam penjelasan tafsirannya, terkadang HAMKA menambahkan syair.
Contoh dalam penafsiran Surah al-Fâtihah ayat 4:




Dijelaskan sebagai berikut:
Di dunia ini tidak ada pembalasan yang sebenarnya dan di sini tidak ada
perhitungan yang adil. Sebagaimana syair yang dicantumkan:
Dan Mata keridhaan gelap tidak melihat cacat
Sebagai juga mata kebencian hanya melihat yang buruk saja
F. Kelebihan dan Kekurangan Tafsir Al-Azhar
Berbagai Komentar terhadap Tafsir Al-Azhar. Ciri khas Buya HAMKA
yang menarik adalah, ia tidak pernah menimba ilmu di Timur Tengah secara
formal, tetapi mampu menafsirkan al-Qur’an yang standar dengan tafsir-tafsir
yang ada di dunia Islam. Secara sosio-kultural Tafsir al-Azhar penuh dengan
sentuhan problem-problem umat Islam di Indonesia dan juga menzahirkan
upaya pentafsir dalam mengetengahkan corak pemikiran dan pentafsiran yang
kontemporer.”.
Berikut ini adalah pendapat para ulama’ mengenai Tafsir al-Azhar:
18
1. Abû Syâkirîn menegaskan: “Tafsir al-Azhar merupakan karya HAMKA
yang memperlihatkan keluasan pengetahuan dan hampir mencakupi semua
disiplin ilmu penuh berinformasi.”
2. Moh. Syauqi Md Zhahir: “Tafsir al-Azhar merupakan kitab tafsir Al-
Qur’an yang lengkap dalam bahasa Melayu yang boleh dianggap sebagai
yang terbaik pernah dihasilkan untuk masyarakat Melayu Muslim.”
Keistimewaan yang didapatkan dari tafsir ini antara lain:
1. Diawali dengan pendahuluan yang berbicara tentang ilmu-ilmu al-Qur’an,
seperti definisi al Qur’an, Makkiyah atau Madaniyah, Nuzûl al-Qur’ân,
Pembukuan Mushhaf, haluan tafsir, sejarah Tafsir al-Azhar, dan î’jâz.20
2. Menggunakan bahasa Indonesia atau Melayu sehingga memudahkan
pembaca Indonesia memahami tafsirannya.
3. Beliau tidak hanya menafsiri dengan menggunakan pendekatan bahasa,
ilmu-ilmu sosial, dan Ushul al-Fiqh saja, tetapi juga dengan bidang yang
lain.21
4. Selektif terhadap pendapat dari sahabat atau ulama’ tentang suatu
pembahasan karena beliau akan tetap menolak pendapat mereka jika
bertentangan dengan al-Qur’an atau hadis.
Di samping kelebihannya itu, Tafsir al-Azhar juga mengandung
beberapa kelemahan, di antaranya:
1. Yang dicantumkan terkadang hanya arti hadis saja tanpa mencantumkan
teks hadisnya, dan terkadang juga tidak ditemukan sumber hadisnya.
Contohnya seperti “… Hadis Abu Hurairah secara umum menyuruh takbir
apabila imam telah takbir dan berdiam diri apabila imam telah membaca
al-Fâtihah. Inipun umum. Maka dikecualikan dia oleh hadis ‘Ubadah tadi,
yang menegaskan larangan Rasulullah membaca apapun, kecuali al-
Fâtihah. (Tanpa teks hadis arab dan mukharrij-nya).
20 Abu Syakirin, “Metodologi HAMKA dalam Penafsiran al-Qur’an”, dalam
http://abusyakirin.wordpress.com, 11
21Mohd Syauqi bin Md Zahir Al-Kulimi, Studi Mengenai Tafsir Al-Azhar (Kertas kerja
Seminar Tafsir al-Qur’an, 7 Ogos 2010, Islamic Renaisance Front – IIUM) dalam
http://abusyakirin.wordpress.com, 14.
19
2. Bahasa yang digunakan dalam menafsirkan dan menjelaskan tentang suatu
bahasan terkadang tidak mengikuti kaidah EYD, karena masih bercampur
antara Bahasa Indonesia dengan Melayu.
Kemudian komentar penulis tentang unsur kelebihan yang terdapat
dalam tafsir al-Azhar karya Hamka diantaranya adalah:
Dalam penyajiannya Hamka terkadang membicarakan permasalan,
antropologi, sejarah; seperti ketika menafsirkan lafad “Allah” ia mengaikatkan
dengan sejarah Melayu dengan mengutip sebuah tuisan kelasik yang terdapat
pada batu kira-kira ditulis pada tahun 1303, atau peristiwa-peristiwa
kontemporen. Sebagai contoh ketika ia menafsirkan tentang pengaruh
orientalisme terhadap gerakan-gerakan kelompok nasionalis di Asia pada abad
ke-20.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Howard M. Federspiel, tafsir
yang ditulis oleh Hamka mempunyai kelebihan yaitu diantaranya, tafsir ini
menyajikan pengungkapan kembali teks dan maknanya serta penjelasan dalam
istilah-istilah agama mengenai maksud bagian-bagian tertentu dari teks.
Disamping itu semua, tafsir ini delengkapi materi pendukung lainnya seperti
ringkasan surat, yang membantu pembaca dalam memahami materi apa yang
dibicarakan dalam surat-surat tertentu dari al-Quran.22 Dalam tafsir ini juga
Hamka berusaha mendemonstrasikan keluasan pengetahuannya pada hampir
semua disiplin bidang-bidang ilmu agama Islam, ditambah juga dengan
pengetahuan-pengetahuan non-keagamaannya yang begitu kaya dengan
informatif.23
Karakteristik seperti tersebut di atas sebagaiman diungkapkan oleh
Karel Steenbrink bahwa secara umum, Hamka dalam melakukukan tekhnik
penafsirannya “mencontoh” tafsir al-Manar karya rasyid Ridho dan tafsir al-
Jawahir karya Tantawi Jauhari.24 Dan yang terakhir Hamka lebih banyak
22 Howard M. Federspiel, Kajian Al-Qur’an di Indonesia, Terj. Tajul Arifin, (Jakarta:
Mizan, 1996), h. 143.
23 Fakhruddin Faiz, Hermeneutika Qur’ani; Antara Teks, Konteks, dan Kontekstualisasi,
(melacak Hermeneutika Tafsir Al-Azhar dan Tafsir Al-Manar, (Yogyakarta: Qolam, 2002), h. 73.
24 Karel Steenbrink, Qur’an Interpretations of Hamzah Fansuri (CA.1600) and Hamka
(1908-1982): A Comparison, (Jurnal Studi Islamika, Vol. 2, No. 2, 1995), h. 83.
20
menekankan pada pemahaman ayat secara menyeluruh. Oleh karena itu dalam
tafsirnya Hamka lebih banyak mengutip pendapat para ulama terdahulu.25
Sikap tersebut diambil oleh Hamka karena menurutnya menafsirkan al-Qur’an
tanpa melihat terlebih dahulu pada pendapat para mufassir dikatakan tahajjum
atau ceroboh dan bekerja dengan serampangan.
Adapun diantara kekurangan dari tafsir al-Azhar adalah pada usaha
penterjemahan ayat. Nampaknya Hamka dalam melakukan penterjemahan
menggunakan penterjemahan harfiah. Terjemhan seperti itu terkadang
membuat terjemahan kurang jelas dan sulit ditangkap maksudnya secara
langsung.
25 Muhammad Yunan Yusuf, Karakteristik Tafsir Al-Qur’an di Indonesia Abad Ke-20,
(Jurnal Ilmu dan Kebudayaan Ulumul Qur’an, Volume III, No.4, 1992), h. 57.
21
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan penafsiran-penafsiran Hamka di atas, dapat
dikemukakan bahwa sistematika penafsiran dalam Tafsir Al- Azhar adalah
sebagai berikut: (1) ayat, (2) terjemahan (3) munâsabah, (4) tafsir ayat / kosa
kata, (5) asbâb al-nuzûl dan (6) kandungan ayat/kesimpulan.
Sebelum menulis ayat dan terjemahannya, ia mencantumkan terlebih
dahulu nama surat dan terjemahannya, urutan surat danjumlah ayatnya tempat
turunnya. Kemudian ia menulis ayat dan terjemahannya. Kelompok ayat yang
ditampilkannya biasa terdiri atas beberapa ayat, seperti 7, 6, 5, 4, 3 atau 2 ayat
dengan disertai terjemahannya masing-masing.
Kemudian ia memberi pendahuluan yang isinya menjelaskan sebab
penamaan surat tersebut, menyebutkan jumlah ayatnya lagi, menjelaskan
sedikit sejarah yang mengantar cakupan pembahasan surat itu, dan inti
sarinya. Sebelum mengemukakan munâsabah ayat, ia terlebih dahulu memberi
judul pembahasan yang akan disorot dalam ayat tersebut, namun terkadang ia
juga tidak memberinya.
Setelah itu ia mengemukakan munâsabah ayat (Tampaknya pada
awal surat Al-Fatihah itu ia tidak menjelaskan munâsabah-nya), kemudian
mencantumkan terjemahan ayat yang akan ditafsirkan, lalu diikuti dengan
penjelasan, ayat yaitu dengan menjelaskan kosakata yang penting dalam ayat
tersebut. Selanjutnya ia menjelaskan asbâb al-nuzûl ayat itu bila ada, dengan
mengemukakan hadis untuk memperkuat penafsirannya. Kemudian ia
menjelaskan kandungan atau kesimpulan ayat tersebut, meskipun tidak
selamanya ia lakukan hal itu.
Melihat lebih jauh penafsiran Hamka dalam Tafsir Al-Azhar,
tampaknya ada yang spesifik dan sekaligus menjadi karakteristik
penafsirannya dibanding mufasir-mufasir yang lain, yaitu ketika ayat yang
ditafsirkannya itu relevan dengan apa yang pernah ia alami dalam kehidupan
22
maka pengalaman yang ia alami sendiri itu dikemukakannya dalam rangka
memperkuat penafsirannya.
B. Saran
Penulis menyadari makalah ini jauh dari kesempurnaan, untuk itu
penulis menyarankan kepada pembaca untuk pemahaman yang lebih dalam
dapat membaca tentang hal tersebut lebih banyak lagi dari sumber-sumber
yang lain. Dan penulis mengharapkan masukkan yang konstruktif kepada kita
semua, demi penyempurnaan tulisan ini.
23
DAFTAR PUSTAKA
Affandi, Yuyun. 2010. Konsep Demokrasi Menurut Pandangan Hamka dalam
Tafsir Al-Azhar, Laporan Penelitian Individu. Semarang.
Al-Kulimi, Mohd Syauqi bin Md Zahir. Studi Mengenai Tafsir Al-Azhar (Kertas
kerja Seminar Tafsir al-Qur’an, 7 Ogos 2010, Islamic Renaisance
Front – IIUM) dalam http://abusyakirin.wordpress.com.
Ali, Yunasril. 2012. Buku Induk Rahasia dan Makna Ibadah. Jakarta: Zaman.
Amirhamzah, Yunus. 1993. Hamka Sebagai Pengarang Roman. Jakarta: Puspita
Sari Indah.
Faiz, Fakhruddin. 2002. Hermeneutika Qur’ani; Antara Teks, Konteks, dan
Kontekstualisasi, (melacak Hermeneutika Tafsir Al-Azhar dan Tafsir
Al-Manar. Yogyakarta: Qolam, 2002)
Federspiel, Howard M. 1996. Kajian Al-Qur’an di Indonesia, Terj. Tajul Arifin.
Jakarta: Mizan, 1996
Hamka. 1979. Kenang-kenangan Hidup. Jakarta: Bulan Bintang.
______. 1984. Islam dan Adat Minangkabau. Jakarta: Pustaka Panjimas.
______. 2004. Tafsir al-Azhar. Jilid I. Juz I-II. Jakarta: Pustaka Panjimas.
Hidayat, Husnul. 2018. “Metodologi Tafsir Kontekstual al-Azhar Karya Buya
Hamka”. Ilmu al-Qur‟an dan Tafsir, Vol.1, no.1. Januari-Juni 2018.
Murni, Dewi. 2015. “Tafsir Al-Azhar: Suatu Tinjauan Biografis dan
Metodologis”. Syahadah, Vol. 3, No. 2. (2015).
Muslim, Ahmad. 2016. “Skripsi dengan judul Corak Penafsiran Tasawuf Hamka
(Studi Penafsiran Ayat-ayat Tasawuf dalam Tafsir Al-Azhar), UIN
Raden Intan Lampung: 2016),. Disalin tgl 07 Juni 2022, jam 22.15
Nizar, Syamsul. 2010. Ensiklopedia Tokoh Pendidikan Islam. Ciputat: Ciputat
Press GROUP.
Sufri, Noor Chozin. Dkk. 2004. Analisis jurnala Studi Keislaman. Bandar
Lampung: pusat penelitian IAIN Raden Intan Bandar Lampung.
24
Steenbrink, Karel. 1995. Qur’an Interpretations of Hamzah Fansuri (CA.1600)
and Hamka (1908-1982): A Comparison, (Jurnal Studi Islamika,
Vol. 2, No. 2, 1995)
Syakirin, Abu. “Metodologi HAMKA dalam Penafsiran al-Qur’an”, dalam
http://abusyakirin.wordpress.com.
Wahid, Abdurrahman. 1984. “Benarkah Buya Hamka Seorang Besar? Sebuah
Pengantar” dalam Nasir Tamara (ed), Hamka Di Mata Hati Umat.
Jakarta: PT Sinar Agape Press.
Yusuf, Yunan. 1990. Corak Pemikiran Kalam Tafsir al-Azhar. Jakarta: Pustaka
Panjimas.
Yusuf, Muhammad Yunan. 1992. Karakteristik Tafsir Al-Qur’an di Indonesia
Abad Ke-20, (Jurnal Ilmu dan Kebudayaan Ulumul Qur’an, Volume
III, No.4, 1992)

More Related Content

What's hot

Pengantar perbandingan mazhab
Pengantar perbandingan mazhabPengantar perbandingan mazhab
Pengantar perbandingan mazhabMarhamah Saleh
 
Ulumul Qur'an (2)
Ulumul Qur'an (2)Ulumul Qur'an (2)
Ulumul Qur'an (2)Ibnu Ahmad
 
ikhtilaf, Sebab Ikhtilaf ahlu ra’yi & ahlu hadis
ikhtilaf, Sebab Ikhtilaf ahlu ra’yi & ahlu hadisikhtilaf, Sebab Ikhtilaf ahlu ra’yi & ahlu hadis
ikhtilaf, Sebab Ikhtilaf ahlu ra’yi & ahlu hadisMarhamah Saleh
 
Tafsir pada masa nabi saw dan sahabat
Tafsir pada masa nabi saw dan sahabatTafsir pada masa nabi saw dan sahabat
Tafsir pada masa nabi saw dan sahabatJumal Ahmad
 
Semangat menuntut ilmu
Semangat menuntut ilmuSemangat menuntut ilmu
Semangat menuntut ilmuZhafirah Yumna
 
Qiyas-Ushul Fiqh Powerpoint (Miftah'll Everafter)
Qiyas-Ushul Fiqh Powerpoint (Miftah'll Everafter)Qiyas-Ushul Fiqh Powerpoint (Miftah'll Everafter)
Qiyas-Ushul Fiqh Powerpoint (Miftah'll Everafter)Miftah Iqtishoduna
 
Makalah makki-dan-madani
Makalah makki-dan-madaniMakalah makki-dan-madani
Makalah makki-dan-madaniFidhin Cilick
 
Modul SKI - KB 1 Perkembangan Kebudayaan Pada Masa Khulafaur Rasyidin
Modul SKI - KB 1 Perkembangan Kebudayaan Pada Masa Khulafaur RasyidinModul SKI - KB 1 Perkembangan Kebudayaan Pada Masa Khulafaur Rasyidin
Modul SKI - KB 1 Perkembangan Kebudayaan Pada Masa Khulafaur RasyidinIstna Zakia Iriana
 
Aliran wahabi
Aliran wahabiAliran wahabi
Aliran wahabiaswajanu
 
Maslahah mursalah(kelompok 5)
Maslahah mursalah(kelompok 5)Maslahah mursalah(kelompok 5)
Maslahah mursalah(kelompok 5)Nurul Fajriyah
 
Pendekatan sejarah dalam studi islam
Pendekatan sejarah dalam studi islamPendekatan sejarah dalam studi islam
Pendekatan sejarah dalam studi islamThony Hermansyah
 
Perkembangan Ilmu Tasawuf
Perkembangan Ilmu TasawufPerkembangan Ilmu Tasawuf
Perkembangan Ilmu TasawufUlfiatu Rochmah
 

What's hot (20)

Ppt Dinasti Abbasiyah
Ppt Dinasti AbbasiyahPpt Dinasti Abbasiyah
Ppt Dinasti Abbasiyah
 
Pengantar perbandingan mazhab
Pengantar perbandingan mazhabPengantar perbandingan mazhab
Pengantar perbandingan mazhab
 
Presentasi Fiqh Zakat
Presentasi Fiqh ZakatPresentasi Fiqh Zakat
Presentasi Fiqh Zakat
 
Ulumul Qur'an (2)
Ulumul Qur'an (2)Ulumul Qur'an (2)
Ulumul Qur'an (2)
 
ikhtilaf, Sebab Ikhtilaf ahlu ra’yi & ahlu hadis
ikhtilaf, Sebab Ikhtilaf ahlu ra’yi & ahlu hadisikhtilaf, Sebab Ikhtilaf ahlu ra’yi & ahlu hadis
ikhtilaf, Sebab Ikhtilaf ahlu ra’yi & ahlu hadis
 
Tafsir pada masa nabi saw dan sahabat
Tafsir pada masa nabi saw dan sahabatTafsir pada masa nabi saw dan sahabat
Tafsir pada masa nabi saw dan sahabat
 
Jual beli dalam islam
Jual beli dalam islamJual beli dalam islam
Jual beli dalam islam
 
PPT Pengertian muhkam
PPT Pengertian muhkamPPT Pengertian muhkam
PPT Pengertian muhkam
 
Semangat menuntut ilmu
Semangat menuntut ilmuSemangat menuntut ilmu
Semangat menuntut ilmu
 
Ushul fiqh ppt
Ushul fiqh pptUshul fiqh ppt
Ushul fiqh ppt
 
Qiyas-Ushul Fiqh Powerpoint (Miftah'll Everafter)
Qiyas-Ushul Fiqh Powerpoint (Miftah'll Everafter)Qiyas-Ushul Fiqh Powerpoint (Miftah'll Everafter)
Qiyas-Ushul Fiqh Powerpoint (Miftah'll Everafter)
 
Makalah makki-dan-madani
Makalah makki-dan-madaniMakalah makki-dan-madani
Makalah makki-dan-madani
 
Ulumul hadits 1 (Pengantar)
Ulumul hadits 1 (Pengantar)Ulumul hadits 1 (Pengantar)
Ulumul hadits 1 (Pengantar)
 
Hadist Riwayah dan Diroyah
Hadist Riwayah dan DiroyahHadist Riwayah dan Diroyah
Hadist Riwayah dan Diroyah
 
Bahan ajar ushul fiqh
Bahan ajar ushul fiqhBahan ajar ushul fiqh
Bahan ajar ushul fiqh
 
Modul SKI - KB 1 Perkembangan Kebudayaan Pada Masa Khulafaur Rasyidin
Modul SKI - KB 1 Perkembangan Kebudayaan Pada Masa Khulafaur RasyidinModul SKI - KB 1 Perkembangan Kebudayaan Pada Masa Khulafaur Rasyidin
Modul SKI - KB 1 Perkembangan Kebudayaan Pada Masa Khulafaur Rasyidin
 
Aliran wahabi
Aliran wahabiAliran wahabi
Aliran wahabi
 
Maslahah mursalah(kelompok 5)
Maslahah mursalah(kelompok 5)Maslahah mursalah(kelompok 5)
Maslahah mursalah(kelompok 5)
 
Pendekatan sejarah dalam studi islam
Pendekatan sejarah dalam studi islamPendekatan sejarah dalam studi islam
Pendekatan sejarah dalam studi islam
 
Perkembangan Ilmu Tasawuf
Perkembangan Ilmu TasawufPerkembangan Ilmu Tasawuf
Perkembangan Ilmu Tasawuf
 

Similar to TAFSIR AL-AZHAR

Review tafsir al manar
Review tafsir al manarReview tafsir al manar
Review tafsir al manarDodyk Fallen
 
PEMIKIRAN PENDIDIKAN ISLAM SYED MUHAMMAD NAQUIB AL.docx
PEMIKIRAN PENDIDIKAN ISLAM SYED MUHAMMAD NAQUIB AL.docxPEMIKIRAN PENDIDIKAN ISLAM SYED MUHAMMAD NAQUIB AL.docx
PEMIKIRAN PENDIDIKAN ISLAM SYED MUHAMMAD NAQUIB AL.docxDinaAuliyaRahma
 
Konsep klasifikasi ilmu menurut ibnu khaldun
Konsep klasifikasi ilmu menurut ibnu khaldunKonsep klasifikasi ilmu menurut ibnu khaldun
Konsep klasifikasi ilmu menurut ibnu khaldunLtfltf
 
DR. Hasani Ahmad Said, M.A. - Corak dan Jaringan Ulama Tafsir Nusantara
DR. Hasani Ahmad Said, M.A. - Corak dan Jaringan Ulama Tafsir NusantaraDR. Hasani Ahmad Said, M.A. - Corak dan Jaringan Ulama Tafsir Nusantara
DR. Hasani Ahmad Said, M.A. - Corak dan Jaringan Ulama Tafsir NusantaraHasaniahmadsaid
 
PEMIKIRAN ISLAM SEMASA - TOKOH HAMKA
PEMIKIRAN ISLAM SEMASA - TOKOH HAMKAPEMIKIRAN ISLAM SEMASA - TOKOH HAMKA
PEMIKIRAN ISLAM SEMASA - TOKOH HAMKAIZZATIZULKEFLI1
 
Ilmu pengetahuan masa d. abbasiah makalah hd
Ilmu pengetahuan masa d. abbasiah makalah hdIlmu pengetahuan masa d. abbasiah makalah hd
Ilmu pengetahuan masa d. abbasiah makalah hdIdris Miaus
 
Nama lengkapnya adalah syed muhammad naquib ibn ali ibn abdullah ibn muhsin al
Nama lengkapnya adalah syed muhammad naquib ibn ali ibn abdullah ibn muhsin alNama lengkapnya adalah syed muhammad naquib ibn ali ibn abdullah ibn muhsin al
Nama lengkapnya adalah syed muhammad naquib ibn ali ibn abdullah ibn muhsin alAulia Kindy
 
Teori dan Gagasan Hermeneutika Nasr Hamid Abu Zaid
Teori dan Gagasan Hermeneutika Nasr Hamid Abu ZaidTeori dan Gagasan Hermeneutika Nasr Hamid Abu Zaid
Teori dan Gagasan Hermeneutika Nasr Hamid Abu ZaidIndah KumaLa
 
Peranan ulamak dalam negara bangsa
Peranan ulamak dalam negara bangsaPeranan ulamak dalam negara bangsa
Peranan ulamak dalam negara bangsafaizah12
 
Corak keagamaan di indonesia pada abad 16
Corak keagamaan di indonesia pada abad 16Corak keagamaan di indonesia pada abad 16
Corak keagamaan di indonesia pada abad 16Dedy Irawan
 
MAKALAH KLM 4 SEJARAH ISLAM MODERN (1).pdf
MAKALAH KLM 4 SEJARAH ISLAM MODERN (1).pdfMAKALAH KLM 4 SEJARAH ISLAM MODERN (1).pdf
MAKALAH KLM 4 SEJARAH ISLAM MODERN (1).pdfNovyNovitaSari
 
laporan Hp sosial-pdf
laporan Hp sosial-pdflaporan Hp sosial-pdf
laporan Hp sosial-pdfshafirahmalek
 
Tafsir Quran Karim Karya Mahmud Yunus pdf
Tafsir Quran Karim Karya Mahmud Yunus pdfTafsir Quran Karim Karya Mahmud Yunus pdf
Tafsir Quran Karim Karya Mahmud Yunus pdfRulHas SulTra
 
Critical Review - Disertasi Transmisi Hadis Nusantara (Fatihunnada)
Critical Review - Disertasi Transmisi Hadis Nusantara (Fatihunnada)Critical Review - Disertasi Transmisi Hadis Nusantara (Fatihunnada)
Critical Review - Disertasi Transmisi Hadis Nusantara (Fatihunnada)Fatihunnada
 
MAKALAH_KH_HASYIM_docx.docx
MAKALAH_KH_HASYIM_docx.docxMAKALAH_KH_HASYIM_docx.docx
MAKALAH_KH_HASYIM_docx.docxssuser18b7e8
 

Similar to TAFSIR AL-AZHAR (20)

Review tafsir al manar
Review tafsir al manarReview tafsir al manar
Review tafsir al manar
 
PEMIKIRAN PENDIDIKAN ISLAM SYED MUHAMMAD NAQUIB AL.docx
PEMIKIRAN PENDIDIKAN ISLAM SYED MUHAMMAD NAQUIB AL.docxPEMIKIRAN PENDIDIKAN ISLAM SYED MUHAMMAD NAQUIB AL.docx
PEMIKIRAN PENDIDIKAN ISLAM SYED MUHAMMAD NAQUIB AL.docx
 
Konsep klasifikasi ilmu menurut ibnu khaldun
Konsep klasifikasi ilmu menurut ibnu khaldunKonsep klasifikasi ilmu menurut ibnu khaldun
Konsep klasifikasi ilmu menurut ibnu khaldun
 
DR. Hasani Ahmad Said, M.A. - Corak dan Jaringan Ulama Tafsir Nusantara
DR. Hasani Ahmad Said, M.A. - Corak dan Jaringan Ulama Tafsir NusantaraDR. Hasani Ahmad Said, M.A. - Corak dan Jaringan Ulama Tafsir Nusantara
DR. Hasani Ahmad Said, M.A. - Corak dan Jaringan Ulama Tafsir Nusantara
 
PEMIKIRAN ISLAM SEMASA - TOKOH HAMKA
PEMIKIRAN ISLAM SEMASA - TOKOH HAMKAPEMIKIRAN ISLAM SEMASA - TOKOH HAMKA
PEMIKIRAN ISLAM SEMASA - TOKOH HAMKA
 
SII KEL.5.pptx
SII KEL.5.pptxSII KEL.5.pptx
SII KEL.5.pptx
 
Ilmu pengetahuan masa d. abbasiah makalah hd
Ilmu pengetahuan masa d. abbasiah makalah hdIlmu pengetahuan masa d. abbasiah makalah hd
Ilmu pengetahuan masa d. abbasiah makalah hd
 
Nama lengkapnya adalah syed muhammad naquib ibn ali ibn abdullah ibn muhsin al
Nama lengkapnya adalah syed muhammad naquib ibn ali ibn abdullah ibn muhsin alNama lengkapnya adalah syed muhammad naquib ibn ali ibn abdullah ibn muhsin al
Nama lengkapnya adalah syed muhammad naquib ibn ali ibn abdullah ibn muhsin al
 
Teori dan Gagasan Hermeneutika Nasr Hamid Abu Zaid
Teori dan Gagasan Hermeneutika Nasr Hamid Abu ZaidTeori dan Gagasan Hermeneutika Nasr Hamid Abu Zaid
Teori dan Gagasan Hermeneutika Nasr Hamid Abu Zaid
 
Peranan ulamak dalam negara bangsa
Peranan ulamak dalam negara bangsaPeranan ulamak dalam negara bangsa
Peranan ulamak dalam negara bangsa
 
Corak keagamaan di indonesia pada abad 16
Corak keagamaan di indonesia pada abad 16Corak keagamaan di indonesia pada abad 16
Corak keagamaan di indonesia pada abad 16
 
MAKALAH KLM 4 SEJARAH ISLAM MODERN (1).pdf
MAKALAH KLM 4 SEJARAH ISLAM MODERN (1).pdfMAKALAH KLM 4 SEJARAH ISLAM MODERN (1).pdf
MAKALAH KLM 4 SEJARAH ISLAM MODERN (1).pdf
 
laporan Hp sosial-pdf
laporan Hp sosial-pdflaporan Hp sosial-pdf
laporan Hp sosial-pdf
 
Biografi al makmun
Biografi al makmunBiografi al makmun
Biografi al makmun
 
Tafsir Quran Karim Karya Mahmud Yunus pdf
Tafsir Quran Karim Karya Mahmud Yunus pdfTafsir Quran Karim Karya Mahmud Yunus pdf
Tafsir Quran Karim Karya Mahmud Yunus pdf
 
Critical Review - Disertasi Transmisi Hadis Nusantara (Fatihunnada)
Critical Review - Disertasi Transmisi Hadis Nusantara (Fatihunnada)Critical Review - Disertasi Transmisi Hadis Nusantara (Fatihunnada)
Critical Review - Disertasi Transmisi Hadis Nusantara (Fatihunnada)
 
MAKALAH_KH_HASYIM_docx.docx
MAKALAH_KH_HASYIM_docx.docxMAKALAH_KH_HASYIM_docx.docx
MAKALAH_KH_HASYIM_docx.docx
 
Biodata
BiodataBiodata
Biodata
 
Kel 3,
Kel 3,Kel 3,
Kel 3,
 
Resensi buku ilmu kalam
Resensi buku ilmu kalamResensi buku ilmu kalam
Resensi buku ilmu kalam
 

Recently uploaded

Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdfAksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdfDimanWr1
 
421783639-ppt-overdosis-dan-keracunan-pptx.pptx
421783639-ppt-overdosis-dan-keracunan-pptx.pptx421783639-ppt-overdosis-dan-keracunan-pptx.pptx
421783639-ppt-overdosis-dan-keracunan-pptx.pptxGiftaJewela
 
Lembar Observasi Pembelajaran di Kelas.docx
Lembar Observasi Pembelajaran di  Kelas.docxLembar Observasi Pembelajaran di  Kelas.docx
Lembar Observasi Pembelajaran di Kelas.docxbkandrisaputra
 
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]Abdiera
 
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5KIKI TRISNA MUKTI
 
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdfContoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdfCandraMegawati
 
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptxMiftahunnajahTVIBS
 
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAMODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAAndiCoc
 
Lembar Catatan Percakapan Pasca observasidocx
Lembar Catatan Percakapan Pasca observasidocxLembar Catatan Percakapan Pasca observasidocx
Lembar Catatan Percakapan Pasca observasidocxbkandrisaputra
 
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docxTugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docxmawan5982
 
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdfsdn3jatiblora
 
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdfTUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdfElaAditya
 
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptxMateri Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptxRezaWahyuni6
 
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptxAKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptxWirionSembiring2
 
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptxsoal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptxazhari524
 
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxMateri Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxRezaWahyuni6
 
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genapDinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genapsefrida3
 
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docx
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docxTugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docx
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docxmawan5982
 
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdfKelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdfCloverash1
 
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)3HerisaSintia
 

Recently uploaded (20)

Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdfAksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
 
421783639-ppt-overdosis-dan-keracunan-pptx.pptx
421783639-ppt-overdosis-dan-keracunan-pptx.pptx421783639-ppt-overdosis-dan-keracunan-pptx.pptx
421783639-ppt-overdosis-dan-keracunan-pptx.pptx
 
Lembar Observasi Pembelajaran di Kelas.docx
Lembar Observasi Pembelajaran di  Kelas.docxLembar Observasi Pembelajaran di  Kelas.docx
Lembar Observasi Pembelajaran di Kelas.docx
 
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
 
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
 
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdfContoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
 
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx
 
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAMODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
 
Lembar Catatan Percakapan Pasca observasidocx
Lembar Catatan Percakapan Pasca observasidocxLembar Catatan Percakapan Pasca observasidocx
Lembar Catatan Percakapan Pasca observasidocx
 
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docxTugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
 
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdf
 
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdfTUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
 
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptxMateri Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
 
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptxAKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
 
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptxsoal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
 
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxMateri Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
 
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genapDinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
 
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docx
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docxTugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docx
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docx
 
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdfKelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
 
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
 

TAFSIR AL-AZHAR

  • 1. 0 MAKALAH MANHAJ AL-MUFASSIRIN Tentang TAFSIR AL-AZHAR KARANGAN BUYA HAMKA Disusun Oleh RAHMAT HIDAYAT NIM. 2120080031 Dosen Pembimbing Prof. Dr. Syafruddin, M.Ag Dr. Sobhan Lubis, MA JURUSAN ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) IMAM BONJOL PADANG 2022 M / 1443 H
  • 2. 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Al-Qur'an itu seperti batu mulia, setiap ujungnya menghasilkan cahaya yang tidak sama dengan yang terpancar dari titik lain, dan tidak terbayangkan jika kita mengizinkan orang lain untuk melihatnya, dia akan melihat lebih dari apa pun yang kita lihat. Penggambaran ini memberikan gambaran kepada kita bahwa Al-Qur'an sebagai teks telah memberdayakan banyak individu untuk melihat berbagai implikasi di dalamnya. Dengan diperkenalkannya prosedur- prosedur yang berbeda, para analis sering kali memiliki gaya mereka sendiri yang menarik untuk diselidiki. Mulai dari menguraikan kata-kata di setiap bagian hingga mengaitkannya dengan Fiqh, Masalah Legislasi, Masalah Keuangan, Tasawuf, Penulisan, dan lain-lain. Kemunculan tafsir Al-Azhar karya Haji Abdul Malik Karim Amrullah (Hamka) telah menjadi tolak ukur bahwa umat Islam Indonesia ternyata tidak bisa dilihat sebelah mata. Kwalitas tafsir ini tidak kalah jika dibandingkan dengan tafsir-tafsir yang pernah muncul dalam dunia Islam. Jika dilihat dari isinya, tafsir setebal 30 jilid ini mempunyai keistimewaan yang luar biasa, diantaranya ; Pertama, dari sisi sajian redaksi kalimatnya yang kental nuansa sastra. Kedua, pola penafsirannya. Ketiga, kontekstualisasi penafsirannya dengan kondisi keindonesiaan. Hamka sampai saat ini masih pantas dikatakan sebagai intelektual terbesar dan tersohor yang dimiliki oleh Organisasi Muhammadiyah. Statemen ini menurut saya tidak berlebihan jika disematkan pada sosok diri Hamka. Ada banyak jasa yang telah ditorehkan oleh Hamka dalam pengembangan umat Islam di Indonesia. Dan di antara jasa yang paling berharga menurut saya adalah lahirnya sebuah karya yang bermutu tinggi yang diberi nama “Tafsir Al-Azhar setebal 30 Jilid”. Di saat umat Islam masih diselimuti oleh rasa ketakutan dalam menafsirkan al-Qur’an, Hamka telah berani mendobrak kejumudan itu dengan prestasinya membuat karya tafsir yang begitu tebal dan yang pertama kali di
  • 3. 2 Indonesia. Tafsir Al-Azhar ternyata tidak hanya memiliki ketebalan yang luar biasa, akan tetapi tafsir ini mempunyai kualitas tinggi yang tidak kalah jika dibandingkan dengan tafsir-tafsir yang muncul di Timur Tengah. Buktinya, setelah tafsir ini selesai ditulis dan dipublikasikan, penghargaan tinggi (Dr. Hc) yang diterima oleh Hamka dari senat Universitas Al-Azhar Mesir langsung diberikan. Kemunculan tafsir ini jika dibandingkan dengan karya-karya tafsir al- Qur’an di Indonesia yang pernah muncul sangatlah unik. Tafsir ini berbeda dengan karya-karya tafsir sebelum maupun semasanya, terutama dari segi metodologi yang digunakan atau pun hasil penafsirannya. Karena alasan itulah, maka kajian atas tafsir ini mempunyai daya tariknya tersendiri. Salah satu karya tafsir di Indonesia yang cukup ternama juga sebagai objek pembahasan dalam makalah ini adalah Tafsir al-Azhar Karya Prof. Dr. Hamka. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana biografi Buya Hamka? 2. Apa saja karya Buya Hamka? 3. Bagaimana penulisan Tafsir Al-Azhar? 4. Bagaimana Langkah-langkah penafsiran Tafsir Al-Azhar? 5. Bagaimana Sistematika Kitab Tafsir Al-Azhar? 6. Apa Kelebihan dan Kekurangan Tafsir Al-Azhar? C. Tujuan Penulisan 1. Untuk mengetahui biografi Hamka 2. Untuk mengetahui apa saja karya Buya Hamka 3. Untuk mengetahui penulisan tafsir Al-Azhar 4. Untuk mengetahui Langkah-langkah penafsiran Tafsir Al-Azhar 5. Untuk mengetahui Sistematika Kiab Tafsir Al-Azhar 7. Untuk mengetahui Apa saja Kelebihan dan Kekurangan Tafsir Al-Azhar
  • 4. 3 PEMBAHASAN A. Sekilas Biografi Buya Hamka Nama Hamka merupakan singkatan dari Haji Abdul Malik Karim Amarullah (HAMKA), lahir di Sungai Batang, Maninjau-Sumatera Barat, pada tanggal 16 Pebuari 1908 M./13 Muharram 1326 H.1 Dari pasangan Haji Abdul Karim Amarullah dan Shafiyah Tanjung. Ia lahir lingkungan keluarga yang taat beragama. Ayahnya adalah seorang ulama besar dan pembawa faham-faham pembaruan Islam di Minangkabau.2 Beliau adalah sastrawan Indonesia sekaligus ulama ahli filsafat, dan aktivis politik.3 Keilmuan dan ketokohan ayahnya merupakan penerus kakeknya yang juga merupakan ulama terkemuka, dan pada akhirnya diteruskan Hamka. Keilmuan yang dimiliki dan digeluti Hamka seakan memberikan kesempurnaan dari keilmuan kakek dan ayahnya. Hal demikian dapat dilihat dari cakupan sosok Hamka menjadi tokoh multi dimensi. Di antara status keilmuan yang melekat pada diri Hamka antara lain adalah: sastrawan, budayawan, mubaligh, akademisi, mufassir, sajarawan bahkan menjadi seorang politikus. Setatus tersebut kelak memberikan warna tersendiri dalam karya tafsirnya yang terkenal dengan tafsir Al-Azhar.4 Mengingat ayahnya (Haji Rasul) adalah seorang tokoh pembaharu di Sumatera Barat, tidak mengherankan jika Hamka lahir dan tumbuh dalam suasana pembaharuan yang diperjuangkan ayahnya sejak tahun 1906 di Minangkabau-yakni setelah ayahnya kembali dari menuntut ilmu di Mekkah pada Syekh Ahmad Khatib, akibatnya ketegangan dan polarisasi sosial akibat 1 Hamka, Kenang-kenangan Hidup, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), h. 9 2 Syamsul Nizar, Ensiklopedia Tokoh Pendidikan Islam, (Ciputat: Ciputat Press GROUP, 2010), h. 246 3 Hamka, Islam dan Adat Minangkabau, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1984), h. 73 4 Noor Chozin sufri dkk., Analisis jurnala Studi Keislaman, (Bandar Lampung: pusat penelitian IAIN Raden Intan Bandar Lampung, 2004), h. 175.
  • 5. 4 penolakan ‘orang tua’ terhadap ide pembaruan ‘kaum muda’ yang dipelopori ayahnya juga ikut membentuk jati diri Hamka pada masa mendatang.5 Buya Hamka adalah seorang punjangga, ulama, pengarang, sekaligus politikus. Dia banyak mengubah sya’ir dan sajak, menulis karya sastra dan mengarang buku-buku bernafaskan keagamaan. Kegiatan tulis menulis ia rintis pada usia yang relatif muda, yaitu pada usia 17 tahun. Karya-karya Hamka umumnya mudah dibaca karena bahasa yang digunakan umumnya bahasa yang indah dan menawan setiap pembaca dan isinya mudah dipahami.6 Hamka masuk SD (Sekolah Desa) ketika memasuki delapan tahun (1916). Oleh ayahnya, dia juga dimasukkan ke sekolah Diniyah, yang didirikan oleh Zainudin Lebay El-Yunusi. Tidak lama kemudian, Hamka ditarik dari Sekolah Desa dan dialihkan ke Madrasah Tawalib Madrasah ini tidak lain embrionya adalah surau tempat ayahnya mengajar- hal ini dimaksudkan ayahnya untuk menggembleng Hamka menjadi ulama’ besar dimasa mendatang. Menurut penuturan Hamka, pelajaran-pelajaran yang diberikan didua lembaga pendidikan itu tidak ada yang menarik hatinya, kecuali pelajaran ‘Arudl, timbangan sya’ir ‘Arab.7 Hal ini rupanya merupakan manifestasi dari kecenderungan jiwanya kepada dunia sastera dan kepujanggaan. Menginjak usia tahun ke-16, Hamka rihlah ke tanah Jawa, tepatnya Yogyakarta dan Pekalongan (1924-1925). Rihlah tersebut pada akhirnya membawa dampak besar terhadap pola pandang keislaman Hamka. Di Yogyakarta, Hamka berkesempatan bertemu langsung dengan tokoh Islam terkemuka saat itu, pertama; Ki Bagus Hadikusumo; darinya Hamka, untuk pertama kali, memperoleh metode baru mempelajari tafsir, yaitu mementingkan maksud/kandungan ayat al-Qur’an, bukan membaca matan tafsir dengan nahwu yang tepat-sebagaiamana pengalamannya di Padang 5 Yunan Yusuf, Corak Pemikiran Kalam Tafsir al-Azhar, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1990), h. 22-23 6 Yuyun Affandi, Konsep Demokrasi Menurut Pandangan Hamka dalam Tafsir Al-Azhar, Laporan Penelitian Individu, (Semarang: 2010), h. 47 7 Hamka, Kenang-kenangan Hidup……. h. 58
  • 6. 5 Panjang-. Ia juga bertemu dengan HOS Cokroaminoto (Pimpinan Syarikat Islam), RM. Suryopronoto dan Haji Fachruddin (Tokoh Muhammadiyah). Dari ketiga tokoh ini Hamka masing-masing mendapatkan nilai kehidupan yang berbeda-beda, Islam dan sosialisme, sosiologi, dan nama yang terakhir ia mendapatkan kajian khusus ‘Agama Islam’. Di Pekalongan, jasa Ahmad Rasyid Sutan Mansur tidak pernah dilupakan Hamka yang telah mempertemukannya dengan aktifis pemuda Islam Osman Pujotomo, Muhammad Rum dan Iskandar Idris. Secara keseluruhan, akumulasi pengaruh kedua tokoh itu (Ayah dan pamannya) dan tokoh lainnya turut membentuk mission, cita-cita hidup Hamka, yaitu “Bergerak untuk kebangkitan kembali umat Islam” ungkapnya sendiri. Kiprah Hamka dalam bidang keilmuan, memperoleh pengakuan dari beberapa Universitas terkemuka dunia. Tahun 1958 ia dianugerahi gelar Doctor Honoris Causa oleh Universitas Al-Azhar, Mesir dengan pidato pengukuhan Pengaruh Muhammad Abduh di Indonesia. Gelar serupa juga disematkan Hamka oleh Universitas Kebangsaan Malaysia, pada tahun 1974.8 Hamka wafat pada hari Jum’at pada tanggal 24 juli 1981 setelah menyelesaikan 84 judul buku meliputi bidang agama, filsafat, dan sastra yang ia tulis dalam jangka 57 tahun . Tidak lama sebelum wafat, ia mengundurkan diri dari jabatan ketua umum MUI, sehubungan dengan kontroversi fatwa keharaman keikutsertaan umat Islam dalam perayaan Natal. Namun pemerintah (dalam hal ini Menteri Agama RI) keberatan dengan fatwa tersebut dan memerintahkan MUI untuk mencabutnya. Meskipun pada akhirnya fatwa tersebut dicabut, namun perlu dicatat ungkap Hamka “Fatwa boleh dicabut, tetapi kebenaran tak bisa diingkari”.9 Catatan dan kepribadian yang tak bisa dibantah dari sosok Hamka adalah kegigihan dan keuletannya, begitu juga sebagaimana Gus Dur menulis “bahwa pada dasarnya Buya Hamka adalah seorang optimistis, dan dengan 8 Yunus Amirhamzah, Hamka Sebagai Pengarang Roman, (Jakarta: Puspita Sari Indah, 1993), h. 6-7. 9 Husnul Hidayat, “Metodologi Tafsir Kontekstual al-Azhar Karya Buya Hamka”. Ilmu al-Qur‟an dan Tafsir, Vol.1, no.1 (Januari-Juni 2018): h. 5.
  • 7. 6 modal itulah ia mampu untuk terus-menerus menghargai orang lain secara tulus, karena ia percaya bahwa pada dasarnya manusia itu baik”.10 B. Karya Buya Hamka Karangan Buya Hamka sangatlah banyak diantara karya-karya tersebut berjumlah 49 karya adalah : 1. Beberapa Tantangan terhadap Umat Isla m pada Masa Kini, Jakarta: Bulan Bintang, 1973. 2. Kedudukan Perempuan dalam Islam, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1973. 3. Muhammadiyah di Minangkabau, Jakarta: Nurul Islam, 1974. 4. Tanya Jawab Islam, Jilid I dan II cet. 2, Jakarta: Bulan Bintang, 1975. 5. Studi Islam, Aqidah, Syari’ah, Ibadah, Jakarta: Yayasan Nurul Iman, 1976. 6. Perkembangan Kebatinan di Indonesia, Jakarta: Yayasan Nurul Islam, 1976. 7. Tasawuf, Perkembangan dan Pemurniannya, cet. 8, Jakarta: Yayasan Nurul Islam, 1980. 8. Ghirah dan Tantangan Terhadap Islam, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1982. 9. Kebudayaan Islam di Indonesia, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1982. 10. Lembaga Budi, cet. 7, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1983. 11. Tasawuf Modern, cet. 9, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1983. 12. Doktrin Islam yang Menimbulkan Kemerdekaan dan Keberanian, Jakarta: Yayasan Idayu, 1983. 13. Islam: Revolusi Ideologi dan Keadilan Sosial, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1984. 14. Iman dan Amal Shaleh, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1984. 15. Renungan Tasawuf, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1985. 16. Filsafat Ketuhanan, cet. 2, Surabaya: Karunia, 1985. 17. Keadilan Sosial dalam Islam, Jakarta: Pustaka Antara, 1985. 18. Tafsir al-Azhar, Juz I sampai Juz XXX, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1986. 19. Prinsip-prinsip dan Kebijaksanaan Dakwah Islam, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1990. 20. Tuntunan Puasa, Tarawih, dan Idul Fitri, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1995. 21. Adat Minangkabau Menghadapi Revolusi, Jakarta: Tekad, 1963. 22. Islam dan Adat Minangkabau, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1984. 23. Mengembara di Lembah Nil, Jakarta: NV. Gapura, 1951. 10 Abdurrahman Wahid, “Benarkah Buya Hamka Seorang Besar? Sebuah Pengantar” dalam Nasir Tamara (ed), Hamka Di Mata Hati Umat, (Jakarta: PT Sinar Agape Press, 1984), h. 47
  • 8. 7 24. Di Tepi Sungai Dajlah, Jakarta: Tintamas, 1953. 25. Mandi Cahaya di Tanah Suci, Jakarta: Tintamas, 1953. 26. Empat Bulan di Amerika, 2 Jilid, Jakarta: Tintamas, 1954. 27. Merantau ke Deli, cet. 7, Jakarta: Bulan Bintang, 1977 (ditulis pada tahun 1939). 28. Si Sabariah (roman dalam bahasa Minangkabau), Padang Panjang: 1926. 29. Laila Majnun, Jakarta: Balai Pustaka, 1932. 30. Salahnya Sendiri, Medan: Cerdas, 1939. 31. Keadilan Ilahi, Medan: Cerdas, 1940. 32. Angkatan Baru, Medan: Cerdas, 1949. 33. Cahaya Baru, Jakarta: Pustaka Nasional, 1950. 34. Menunggu Beduk Berbunyi, Jakarta: Firma Pustaka Antara, 1950. 35. Terusir, Jakarta: Firma Pustaka Antara, 1950. 36. Di Dalam Lembah Kehidupan (kumpulan cerpen), Jakarta: Balai Pustaka, 1958. 37. Di Bawah Lindungan Ka'bah, cet. 7, Jakarta: Balai Pustaka, 1957. 38. Tuan Direktur, Jakarta: Jayamurni, 1961. 39. Dijemput Mamaknya, cet. 3, Jakarta: Mega Bookstrore, 1962. 40. Cermin Kehidupan, Jakarta: Mega Bookstrore, 1962. 41. Tenggelamnya Kapal Van der Wijck, cet. 13, Jakarta: Bulan Bintang, 1979. 42. Pembela Islam (Tarikh Sayyidina Abubakar Shiddiq), Medan: Pustaka Nasional, 1929. 43. Ringkasan Tarikh Ummat Islam, Medan: Pustaka Nasional,1929. 44. Sejarah Islam di Sumatera, Medan: Pustaka Nasional, 1950. 45. Dari Perbendaharaan Lama, Medan: M. Arbi, 1963. 46. Antara Fakta dan Khayal Tuanku Rao, cet. 1, Jakarta: Bulan Bintang, 1974. 47. Sejarah Umat Islam, 4 Jilid, Jakarta: Bulan Bintang, 1975. 48. Sullam al-Wushul; Pengantar Ushul Fiqih (terjemahan karya Dr. H. Abdul Karim Amrullah), Jakarta: Pustaka Panjimas, 1984. 49. Margaretta Gauthier (terjemahan karya Alexandre Dumas), cet. 7, Jakarta: Bulan Bintang, 1975.11 Tulisan-tulisan Buya Hamka banyak mengkaji berbagai macam keilmuan seperti, politik, sejarah, budaya, akhlak, tasawuf, ilmu pendidikan dan ilmu Tafsir. Karangan dan serta pemikiran Buya Hamka banyak dipelajari 11 Ahmad Muslim, “Skripsi dengan judul Corak Penafsiran Tasawuf Hamka (Studi Penafsiran Ayat-ayat Tasawuf dalam Tafsir Al-Azhar), UIN Raden Intan Lampung: 2016), h. 47- 48. Disalin tgl 07 Juni 2022, jam 22.15
  • 9. 8 oleh banyak kalangan terutama bagi para pelajar, yang buku serta karangan Buya Hamka yang lainnya dapat dijadikan sebagai sumber dari sebuah penelitian. Hal tersebut sangat berdampak positif, bagi banyak kalangan khusnya dikalangan umat Islam. Kecintaan Buya Hamka menulis yang menghasilkan puluhan bahkan ratusan karya dalam bentuk yang telah beredar di masyarakat semenjak Orde Baru sampai aat ini. Belum lagi ribuan tulisan Buya Hamka dalam bentuk buletin atau opini di berbagai majalah, surat kabar nasional maupun dareah. Ceramah Buya Hamka di RRI dan TVRI juga tak terhitung jumlah rekamannya. C. Penulisan Tafsir Al-Azhar 1. Latar Belakang Penulisan Tafsir Al-Azhar, pada mulanya, merupakan ceramah-ceramah Hamka setelah shalat subuh, sejak tahun 1958, di sebuah masjid di depan rumahnya, yang ketika itu masih bernama Masjid Agung Kebayoran Baru, Jakarta. Hamka berkata: "Maka hanya beberapa hari saja setelah saya sampai di rumah saya (yakni dari Mesir untuk menerima gelar Doktor Honorius Causa pada 1958) mulailah bersembahyang masjid itu, karena kebetulan letaknya di hadapan rumah saya. Dari jamaah yang mulanya hanya lima atau enam orang, berangsurlah dia ramai. Dan hanya beberapa bulan saja setelah dimulai, di tiap-tiap sehabis selesai sembahyang subuh saya mulai menafsirkan al-Qur'an beberapa ayat. Setelah habis menafsirkan itu di dalam masa kira-kira 45 menit setiap pagi, jamaahpun pergilah ketempat pekerjaan masing-masing"12 Pada bulan Desember 1960, nama masjid ini berganti dengan Al- Azhar, atau Masjid Agung Al-Azhar. Nama tersebut diberikan oleh Rektor Universitas Al-Azhar, Kairo, Syaikh Mahmoud Syaltout, yang berkunjung ke Indonesia sebagai tamu negara. Dalam wejangannya di Masjid Agung Kebayoran, Syaikh Mahmoud Syaltout, antara lain berkata: "Bahwa mulai hari ini, saya 12 Hamka, "Mengapa Dinamai Tafsir Al-Azhar" dalam Tafsir Al-Azhar, Juz I, h. 61
  • 10. 9 sebagai Syaikh (Rektor) dari Jami' Al Azhar memberikan bagi masjid ini nama "Al-Azhar", moga-moga dia menjadi Al-Azhar di Jakarta, sebagaimana adanya Al-Azhar di Kairo"13 Atas usulan Haji Yusuf Ahmad (tata usaha majalah Gema Islam), segala pelajaran tafsir di waktu subuh di masjid tersebut dimuat di dalam majalah Gema Islam, tepatnya sejak Januari 1962 sampai Januari 1964, ketika Hamka ditangkap oleh pemerintah orde lama. Dalam kurun waktu itu, yang dapat dimuat dalam majalah tersebut hanyalah satu setengah juz, yaitu dari juz 18 sampai 19.14 Tulisan-tulisan tafsirnya di dalam majalah ini dinamai oleh Hamka sendiri dengan Tafsir Al-Azhar. Menurut Hamka, ada dua alasan bagi penamaan tersebut. Pertama, karena tafsir tersebut timbul di dalam Masjid Agung Al-Azhar. Kedua, sebagai tanda terima kasih atas penghargaan Al- Azhar yang telah diberikan kepadanya. Hamka ditahan salam dua tahun empat bulan. Tepatnya dari 27 Januari 1964 sampai 21 Januari 1966, Dalam masa tahanan ini, Hamka ditempatkan di beberapa rumah peristirahatan di kawasan Puncak, yaitu Bunglow Herlina, Harjuna, Bunglow Brimob Megamendung dan Kamar Tahanan Polisi Cimacan. Kemudian karena kondisi kesehatan yang tidak baik, Hamka dipindahkan ke Rumah Sakit Persahabatan Rawamangun Jakarta. Kemudian ditambah tahanan rumah selama dua bulan dan tahanan kota selama dua bulan. Selama dalam tahanan inilah, Hamka memiliki kesempatan yang cukup lapang meneruskan penulisan tafsir al-Qur'an. Selama dalam tahanan ini, Hamka menjelaskan kegiatannya sebagai berikut: "Mengarang tafsir di waktu pagi, membaca buku-buku di petang hari, tilawah al-Qur'an di antara maghrib dan 'Isya dan tahajjud serta munajat lepas tengah malam".15 13 Ibid, h. 64 14 Hamka, "Hikamat Ilahi" dalamTafsir Al-Azhar, Juz 1, h. 66 15 Ibid, h. 75
  • 11. 10 Menurut M. Yunan Yusuf, meskipun menurut Hamka sendiri bahwa di setiap juz tafsirnya terdapat keterangan tempat penulisannya, tetapi ternyata tidak semua keterangan tempat penulisan tafsir tersebut tercantum keterangan tempat penulisannya. Juz 1, 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 30, 26 tidak tercantum keterangan tempat penulisannya. Juz 4, 13, 14, 15, 16, 17 dan 19, ditulis di Rumah Sakit Persahabatan, Rawamangun Jakarta. Juz 20 di Rumah Tahanan Sukabumi. Juz 21, 22, 23, 24 dan sebagian juz 27, 28, 29 dan sebagian juz 25 ditulis di Asrama Brimob Megamendung. Penerbitan pertama Tafsir Al-Azhar dilakukan oleh penerbit Pembimbing Masa, pimpinan Haji Mahmud. Cetakan pertama oleh Pembimbing Masa, merampungkan penerbitan dari juz pertama sampai juz keempat. Kemudian diterbitkan pula juz 30 dan juz 15 sampai dengan juz 29 oleh Pustaka Islam Surabaya. Dan akhirnya juz 5 sampai dengan juz 14 diterbitkan oleh Yayasan Nurul Islam, Jakarta. Setelah tahun 1981, meskipun tidak mendapat izin dari keluarga penafsir, Tafsir Al-Azhar terbit di Malaysia. Tafsir terbitan ini beredar di Malaysia, Singapura, Brunai, Muangtahi dan bahkan di Indonesia. 2. Metode dan Aliran Tafsir Al-Azhar a. Menurut Sumber Penafsirannya Buya HAMKA menggunakan metode tafsîr bi al-Iqtirân karena penafsirannya tidak hanya menggunakan al-Qur’an, hadis, pendapat sahabat dan tabi’in, serta riwayat dari kitab-kitab tafsir al-mu’tabarah saja, tetapi juga memberikan penjelasan secara ilmiah (ra’yu) apalagi yang terkait dengan masalah ayat-ayat kauniyah. Buya HAMKA tidak pernah lepas dengan penggunaan metode tafsîr bi al-ma’tsûr saja, tapi ia juga menggunakan metode tafsîr bi al-ra'y yang mana keduanya dihubungkan dengan berbagai pendekatan-pendekatan umum, seperti bahasa, sejarah, interaksi sosio-kultur dalam masyarakat, bahkan dia juga memasukan unsur-unsur keadaan geografi suatu wilayah, serta
  • 12. 11 memasukan unsur cerita masyarakat tertentu untuk mendukung maksud dari kajian tafsirnya. Dalam mukaddimah Tafsir al-Azhar, Buya sempat membahas kekuatan dan pengaruh karya-karya tafsir yang dirujuknya, seperti Tafsîr al- Râzî, al-Kasysyâf karya al-Zamakhsyâri, Rûh al-Ma’ânî karya al- Alûsi,16 al-Jâmi’ li Ahkâm al-Qur’ân karya al-Qurthûbî, Tafsîr al- Marâghî, al-Qâsimî, al-Khâzin, al-Thabarî, dan al-Manâr. HAMKA memelihara sebaik-baiknya hubungan di antara naql dengan aql.17 Di antara riwâyah dengan dirâyah. Ia tidak hanya mengutip atau memindah pendapat orang yang terdahulu, tetapi mempergunakan juga tinjauan dan pengalaman sendiri.”.18 b. Menurut Susunan Penafsirannya HAMKA menggunakan metode tahlîlî karena dimulai dari Surah al- Fâtihah hingga surah al-Nâs. Manhaj yang ditempuh tafsir Al-Azhar adalah Tahlili. Dalam arti menafsir ayat demi ayat sesuai urutannya dalam mushhaf serta menganalisis begitu rupa hal-hal penting yang terkait langsung dengan ayat, baik dari segi makna atau aspek-aspek lain yang dapat memperkaya wawasan pembaca tafsirnya.19 c. Menurut Keluasan Penjelasan HAMKA menggunakan metode tafshîlî yaitu tafsir yang penafsirannya terhadap al-Qur’an berdasarkan urutan-urutan ayat secara ayat per ayat, dengan suatu uraian yang terperinci tetapi jelas dan ia menggunakan bahasa yang sederhana sehingga dapat dikonsumsi bagi oleh masyarakat awam maupun intelektual. 16 Hamka, Tafsir al-Azhar, h. 6 17 Hamka, Tafsir al-Azhar, h. 255. 18 Hamka, Tafsir al-Azhar, h. 40 19 Dewi Murni. “Tafsir Al-Azhar: Suatu Tinjauan Biografis dan Metodologis”. Syahadah, Vol. 3, No. 2. (2015), h. 25.
  • 13. 12 3. Corak yang Dipakai Corak yang mendominasi dalam penafsiran HAMKA adalah lawn adâbiî wa ijtimâ’î yang nampak terlihat dari latar belakang HAMKA sebagai seorang sastrawan sehingga ia berupaya agar menafsirkan ayat dengan bahasa yang dipahami semua golongan dan bukan hanya di tingkat akademisi atau ulama. Di samping itu, ia memberikan penjelasan berdasarkan kondisi sosial yang sedang berlangsung (pemerintahan Orde Lama) dan situasi politik waktu itu. Corak ini menitik beratkan penjelasan ayat-ayat al-Qur’an dengan ungkapan-ungkapan yang teliti, menjelaskan makna-makna yang dimaksud al-Qur’an dengan bahasa yang indah dan menarik, tafsir ini berusaha menghubungkan nash-nash al-Qur’an yang tengah dikaji dengan kenyataan sosial dan sistem budaya yang ada. Misalnya Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berhutang). Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. Dan barangsiapa yang menyembunyikannya, Maka Sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. Adapun terkait kisah isrâ’iliyyât, HAMKA memberikan penjelasannya bahwa itu adalah dinding yang menghambat orang dari kebenaran al-Qur’an. Kalau di dalam tafsir ini ditemukan riwayat-riwayat isrâ’iliyyât, maka tidak lain hanyalah sebagai peringatan saja D. Langkah-langkah Penafsiran Tafsir Al-Azhar : Surat Al-Fatihah Berikut ini adalah langkah-langkah yang dilakukan oleh HAMKA dalam menafsirkan suatu ayat: 1. Al-Qur’an dengan al-Qur’an Bunyi potongan Surah al-Fâtihah ayat 7
  • 14. 13 ….    …… “Bukan jalan mereka yang dimurkai atasnya” Tafsirannya: Siapakah yang dimurkai Tuhan? Ialah orang yang telah diberi kepadanya petunjuk, telah diutus kepadanya Rasul-Rasul telah diturunkan kepadanya kitab-kitab wahyu, namun ia masih saja memperturutkan hawa nafsunya. Telah ditegur berkali-kali, namun teguran itu tidak diperdulikannya. Ia merasa lebih pintar daripada Allah, Rasul- rasul dicemoohnya, petunjuk Tuhan diletakkannya ke samping, perdayaan setan diperturutkannya. Ayat tersebut ditafsiri dengan Surah Ali ‘Imrân ayat 77:                     “Itulah orang yang tidak ada bagian untuk mereka di akhirat dan tidaklah Allah akan bercakap dengan mereka dan tidak akan memandang kepada mereka di hari kiamat dan tidak Dia akan membersihkan mereka, dan bagi mereka azab yang pedih”. Dan seperti itulah, tidak diajak bercakap oleh Tuhan, tidak dipandang oleh Tuhan, seakan-akan Tuhan dalam bahasa umum “membuang muka” apabila berhadapan dengannya. Begitulah nasib orang yang dimurkai. 2. Al-Qur’an dengan Hadis Surah al-Fâtihah ayat 6 :     “Tunjukilah kami jalan yang lurus”.
  • 15. 14 Menurut riwayat Ibn Hatim dari Ibn ‘Abbas, menurut beliau dengan meminta ditunjuki jalan yang lurus, tafsirnya ialah mohon ditunjuki agama-Mu yang benar. Menurut beberapa riwayat dari ahli hadis, dari Jabir bin ‘Abdullah bahwa yang dimaksud shirâth al-mustaqîm adalah agama Islam. Dan menurut riwayat yang lain, Ibn Mas‘ud mentafsirkan bahwa yang dimaksud adalah kitab Allah (al-Qur’an). 3. Al-Qur’an dengan qaul sahabat atau tabi’in Surah al-Fâtihah ayat 6 :     “Tunjukilah kami jalan yang lurus”. Buya HAMKA memaparkan pendapat salah seorang ulama’ yaitu Fudhail bin ‘Iyadh, ia mengatakan kalau yang dimaksud shirâth al- mustaqîm adalah jalan pergi naik haji, yakni menunaikan haji sebagai rukun Islam yang kelima, dengan penuh keinsafan dan kesadaran sehingga mencapai haji yang mabrur. 4. Al-Qur’an dengan riwayat dari kitab tafsir al-Mu’tabarah Surah al-Fâtihah ayat 7    “Dan bukan jalan mereka yang sesat”. Sayyid Rasyid Ridha di dalam kitab tafsirnya al-Manar menguraikan penafsiran gurunya Syaikh Muhammad Abduh tentang orang yang tersesat, terbagi atas empat tingkat, yaitu: a) Yang tidak sampai kepadanya dakwah, atau ada sampai tetapi hanya didapat dengan panca indra dan akal, tidak ada tuntutan agama. b) Sampai kepada mereka dakwah, atas jalan yang dapat membangun pikiran. Mereka telah mulai tertarik oleh dakwah itu, sebelum sampai menjadi keimanannya, ia pun mati. c) Dakwah sampai kepada mereka dan mereka akui, tetapi tidak mereka pergunakan akal buat berpikir dan menyelidiki dari pokoknya, tetapi
  • 16. 15 mereka berpegang teguh juga kepada hawa nafsu atau kebiasaan lama atau menambah-nambah. d) Yang sesat dalam beramal, atau memutar-mutarkan hukum dari maksud yang sebenarnya. Kesesatan orang-orang ini timbul dari kepintaran otak tetapi batinnya kosong daripada iman. Diruntuhkan agamanya, tetapi dia sendiri yang hancur. 5. Al-Qur’an dengan pendapat (ra’y) sendiri Pemakaian kalimat “Tuhan” dalam kata sehari-hari terpisah menjadi dua; Tuhan khusus untuk Allah dan tuan untuk menghormati sesama manusia. Untuk raja disebut Tuanku. Yang terpenting terlebih dahulu adalah memupuk perhatian yang telah ada dalam dasar jiwa, bahwa Zat Yang Maha Kuasa itu mustahil berbilang. Adapun tentang pemakaian bahasa terhadap-Nya dengan nama apa Dia mesti disebut, terserahlah kepada perkembangan bahasa itu sendiri. Selain dari pemakaian bahasa Melayu tentang Tuhan itu, sebagian bangsa kitapun memakai juga kalimat lain untuk Allah itu. Dalam bahasa Jawa terhadap Allah disebut dengan Gusti Allah, padahal dalam bahasa Melayu Banjar, Gusti adalah gelar orang bangsawan. Demikian juga kalimat Pangeran untuk Allah dalam bahasa Sunda, padahal didaerah lain Pangeran adalah gelar bangsawan atau anak raja. Dalam bahasa Bugis dan Makassar disebut Poang Allah Ta‘âlâ. Padahal kepada raja atau orang tua yang dihormati mereka pengucapkan Poang juga. E. Sistematika Kiab Tafsir Al-Azhar Dalam menyusun Tafsir al-Azhar, HAMKA menggunakan sistematika tersendiri yang akan dijelaskan sebagai berikut, yaitu: 1. Menurut susunan penafsirannya, Buya HAMKA menggunakan metode tartîb utsmânî yaitu menafsirkan ayat secara runtut berdasarkan penyusunan Mushaf Utsmânî, yang dimulai dari Surah al-Fâtihah sampai
  • 17. 16 Surah al-Nâs. Metode tafsir yang demikian disebut juga dengan metode tahlîli. 2. Dalam setiap surah dicantumkan sebuah pendahuluan dan pada bagian akhir dari tafsirnya, Buya HAMKA senantiasa memberikan ringkasan berupa pesan nasehat agar pembaca bisa mengambil ibrah-ibrah dari berbagai surah dalam al-Qur'an yang ia tafsirkan. 3. Sebelum memulai menafsirkan surat al-Fatihah beliau menulis ayat-ayat yang termasuk dalam surat al-Fatihah disebelah kanan dan terjemahannya disebelah kirinya. Setelah penulisan ayat, ia menjelaskan terlebih dahulu tentang surat al-Fatihah yang ia letakan dalam halaman pendahuluan. Dalam pendahuluan surat al-Fatihah ia menjelaskan kedudukan surat al- Fatihah dengan surat lainnya, menjelaskan Asbab an-Nuzul-nya dengan mengutip bebera riwayat hadits bahkan ia kerap kali mengutip beberapa pendapat ulama tentang surat al-Fatihah, uarian tentang munasabah, jumlah turunnya surat al-Fatihah, nama-nama lain dari surat al-Fatihah, mengunkapkan perbedaan pendapat para ulama dalam menghitung jumlah ayat misalnya kontraversi tentang kedudukan ayat Bismillah al-Rahman al-Rahim dengan menguraikan susunan katanya. 4. Penyajiannya ditulis dalam bagian-bagian pendek yang terdiri dari beberapa ayat satu sampai lima ayat– dengan terjemahan bahasa Indonesia bersamaan dengan teks Arabnya. Kemudian diikuti dengan penjelasan panjang, yang mungkin terdiri dari satu sampai limabelas halaman. 5. Dalam tafsirnya dijelaskan tentang sejarah dan peristiwa kontemporer. Sebagai contoh yakni komentar HAMKA terhadap pengaruh orientalisme atas gerakan-gerakan kelompok nasionalisme di Asia pada awal abad ke- 20. 6. Terkadang disebutkan pula kualitas hadis yang dicantumkan untuk memperkuat tafsirannya tentang suatu pembahasan. Sebagai contoh yakni dalam pembahasan tentang Surah al-Fâtihah sebagai rukun sembahyang, hadis tentang imam yang membaca Surah al-Fâtihah dengan jahr, hendaklah makmum berdiam diri mendengarkan.
  • 18. 17 “Dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah Saw. berkata: sesungguhnya iman itu lain tidak telah dijadikan menjadi ikutan kamu, maka apabila dia telah takbir, hendaklah kamu takbir pula dan apabila ia membaca, maka hendaklah kamu berdiam diri.” (Diriwayatkan oleh yang berlima, kecuali al-Turmudzi, dan berkata Muslim: hadis ini shahih). 7. Dalam tiap surah, HAMKA menambahkan tema-tema tertentu dan mengelompokkan beberapa ayat yang menjadi bahan bahasan. Contohnya dalam Surah al-Fâtihah terdapat tema antara lain: a. Al-Fâtihah sebagai rukun sembahyang b. Di antara jahr dan sir c. Dari hal Amin d. Al-Fâtihah dengan Bahasa Arab. Dalam penjelasan tafsirannya, terkadang HAMKA menambahkan syair. Contoh dalam penafsiran Surah al-Fâtihah ayat 4:     Dijelaskan sebagai berikut: Di dunia ini tidak ada pembalasan yang sebenarnya dan di sini tidak ada perhitungan yang adil. Sebagaimana syair yang dicantumkan: Dan Mata keridhaan gelap tidak melihat cacat Sebagai juga mata kebencian hanya melihat yang buruk saja F. Kelebihan dan Kekurangan Tafsir Al-Azhar Berbagai Komentar terhadap Tafsir Al-Azhar. Ciri khas Buya HAMKA yang menarik adalah, ia tidak pernah menimba ilmu di Timur Tengah secara formal, tetapi mampu menafsirkan al-Qur’an yang standar dengan tafsir-tafsir yang ada di dunia Islam. Secara sosio-kultural Tafsir al-Azhar penuh dengan sentuhan problem-problem umat Islam di Indonesia dan juga menzahirkan upaya pentafsir dalam mengetengahkan corak pemikiran dan pentafsiran yang kontemporer.”. Berikut ini adalah pendapat para ulama’ mengenai Tafsir al-Azhar:
  • 19. 18 1. Abû Syâkirîn menegaskan: “Tafsir al-Azhar merupakan karya HAMKA yang memperlihatkan keluasan pengetahuan dan hampir mencakupi semua disiplin ilmu penuh berinformasi.” 2. Moh. Syauqi Md Zhahir: “Tafsir al-Azhar merupakan kitab tafsir Al- Qur’an yang lengkap dalam bahasa Melayu yang boleh dianggap sebagai yang terbaik pernah dihasilkan untuk masyarakat Melayu Muslim.” Keistimewaan yang didapatkan dari tafsir ini antara lain: 1. Diawali dengan pendahuluan yang berbicara tentang ilmu-ilmu al-Qur’an, seperti definisi al Qur’an, Makkiyah atau Madaniyah, Nuzûl al-Qur’ân, Pembukuan Mushhaf, haluan tafsir, sejarah Tafsir al-Azhar, dan î’jâz.20 2. Menggunakan bahasa Indonesia atau Melayu sehingga memudahkan pembaca Indonesia memahami tafsirannya. 3. Beliau tidak hanya menafsiri dengan menggunakan pendekatan bahasa, ilmu-ilmu sosial, dan Ushul al-Fiqh saja, tetapi juga dengan bidang yang lain.21 4. Selektif terhadap pendapat dari sahabat atau ulama’ tentang suatu pembahasan karena beliau akan tetap menolak pendapat mereka jika bertentangan dengan al-Qur’an atau hadis. Di samping kelebihannya itu, Tafsir al-Azhar juga mengandung beberapa kelemahan, di antaranya: 1. Yang dicantumkan terkadang hanya arti hadis saja tanpa mencantumkan teks hadisnya, dan terkadang juga tidak ditemukan sumber hadisnya. Contohnya seperti “… Hadis Abu Hurairah secara umum menyuruh takbir apabila imam telah takbir dan berdiam diri apabila imam telah membaca al-Fâtihah. Inipun umum. Maka dikecualikan dia oleh hadis ‘Ubadah tadi, yang menegaskan larangan Rasulullah membaca apapun, kecuali al- Fâtihah. (Tanpa teks hadis arab dan mukharrij-nya). 20 Abu Syakirin, “Metodologi HAMKA dalam Penafsiran al-Qur’an”, dalam http://abusyakirin.wordpress.com, 11 21Mohd Syauqi bin Md Zahir Al-Kulimi, Studi Mengenai Tafsir Al-Azhar (Kertas kerja Seminar Tafsir al-Qur’an, 7 Ogos 2010, Islamic Renaisance Front – IIUM) dalam http://abusyakirin.wordpress.com, 14.
  • 20. 19 2. Bahasa yang digunakan dalam menafsirkan dan menjelaskan tentang suatu bahasan terkadang tidak mengikuti kaidah EYD, karena masih bercampur antara Bahasa Indonesia dengan Melayu. Kemudian komentar penulis tentang unsur kelebihan yang terdapat dalam tafsir al-Azhar karya Hamka diantaranya adalah: Dalam penyajiannya Hamka terkadang membicarakan permasalan, antropologi, sejarah; seperti ketika menafsirkan lafad “Allah” ia mengaikatkan dengan sejarah Melayu dengan mengutip sebuah tuisan kelasik yang terdapat pada batu kira-kira ditulis pada tahun 1303, atau peristiwa-peristiwa kontemporen. Sebagai contoh ketika ia menafsirkan tentang pengaruh orientalisme terhadap gerakan-gerakan kelompok nasionalis di Asia pada abad ke-20. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Howard M. Federspiel, tafsir yang ditulis oleh Hamka mempunyai kelebihan yaitu diantaranya, tafsir ini menyajikan pengungkapan kembali teks dan maknanya serta penjelasan dalam istilah-istilah agama mengenai maksud bagian-bagian tertentu dari teks. Disamping itu semua, tafsir ini delengkapi materi pendukung lainnya seperti ringkasan surat, yang membantu pembaca dalam memahami materi apa yang dibicarakan dalam surat-surat tertentu dari al-Quran.22 Dalam tafsir ini juga Hamka berusaha mendemonstrasikan keluasan pengetahuannya pada hampir semua disiplin bidang-bidang ilmu agama Islam, ditambah juga dengan pengetahuan-pengetahuan non-keagamaannya yang begitu kaya dengan informatif.23 Karakteristik seperti tersebut di atas sebagaiman diungkapkan oleh Karel Steenbrink bahwa secara umum, Hamka dalam melakukukan tekhnik penafsirannya “mencontoh” tafsir al-Manar karya rasyid Ridho dan tafsir al- Jawahir karya Tantawi Jauhari.24 Dan yang terakhir Hamka lebih banyak 22 Howard M. Federspiel, Kajian Al-Qur’an di Indonesia, Terj. Tajul Arifin, (Jakarta: Mizan, 1996), h. 143. 23 Fakhruddin Faiz, Hermeneutika Qur’ani; Antara Teks, Konteks, dan Kontekstualisasi, (melacak Hermeneutika Tafsir Al-Azhar dan Tafsir Al-Manar, (Yogyakarta: Qolam, 2002), h. 73. 24 Karel Steenbrink, Qur’an Interpretations of Hamzah Fansuri (CA.1600) and Hamka (1908-1982): A Comparison, (Jurnal Studi Islamika, Vol. 2, No. 2, 1995), h. 83.
  • 21. 20 menekankan pada pemahaman ayat secara menyeluruh. Oleh karena itu dalam tafsirnya Hamka lebih banyak mengutip pendapat para ulama terdahulu.25 Sikap tersebut diambil oleh Hamka karena menurutnya menafsirkan al-Qur’an tanpa melihat terlebih dahulu pada pendapat para mufassir dikatakan tahajjum atau ceroboh dan bekerja dengan serampangan. Adapun diantara kekurangan dari tafsir al-Azhar adalah pada usaha penterjemahan ayat. Nampaknya Hamka dalam melakukan penterjemahan menggunakan penterjemahan harfiah. Terjemhan seperti itu terkadang membuat terjemahan kurang jelas dan sulit ditangkap maksudnya secara langsung. 25 Muhammad Yunan Yusuf, Karakteristik Tafsir Al-Qur’an di Indonesia Abad Ke-20, (Jurnal Ilmu dan Kebudayaan Ulumul Qur’an, Volume III, No.4, 1992), h. 57.
  • 22. 21 PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan penafsiran-penafsiran Hamka di atas, dapat dikemukakan bahwa sistematika penafsiran dalam Tafsir Al- Azhar adalah sebagai berikut: (1) ayat, (2) terjemahan (3) munâsabah, (4) tafsir ayat / kosa kata, (5) asbâb al-nuzûl dan (6) kandungan ayat/kesimpulan. Sebelum menulis ayat dan terjemahannya, ia mencantumkan terlebih dahulu nama surat dan terjemahannya, urutan surat danjumlah ayatnya tempat turunnya. Kemudian ia menulis ayat dan terjemahannya. Kelompok ayat yang ditampilkannya biasa terdiri atas beberapa ayat, seperti 7, 6, 5, 4, 3 atau 2 ayat dengan disertai terjemahannya masing-masing. Kemudian ia memberi pendahuluan yang isinya menjelaskan sebab penamaan surat tersebut, menyebutkan jumlah ayatnya lagi, menjelaskan sedikit sejarah yang mengantar cakupan pembahasan surat itu, dan inti sarinya. Sebelum mengemukakan munâsabah ayat, ia terlebih dahulu memberi judul pembahasan yang akan disorot dalam ayat tersebut, namun terkadang ia juga tidak memberinya. Setelah itu ia mengemukakan munâsabah ayat (Tampaknya pada awal surat Al-Fatihah itu ia tidak menjelaskan munâsabah-nya), kemudian mencantumkan terjemahan ayat yang akan ditafsirkan, lalu diikuti dengan penjelasan, ayat yaitu dengan menjelaskan kosakata yang penting dalam ayat tersebut. Selanjutnya ia menjelaskan asbâb al-nuzûl ayat itu bila ada, dengan mengemukakan hadis untuk memperkuat penafsirannya. Kemudian ia menjelaskan kandungan atau kesimpulan ayat tersebut, meskipun tidak selamanya ia lakukan hal itu. Melihat lebih jauh penafsiran Hamka dalam Tafsir Al-Azhar, tampaknya ada yang spesifik dan sekaligus menjadi karakteristik penafsirannya dibanding mufasir-mufasir yang lain, yaitu ketika ayat yang ditafsirkannya itu relevan dengan apa yang pernah ia alami dalam kehidupan
  • 23. 22 maka pengalaman yang ia alami sendiri itu dikemukakannya dalam rangka memperkuat penafsirannya. B. Saran Penulis menyadari makalah ini jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis menyarankan kepada pembaca untuk pemahaman yang lebih dalam dapat membaca tentang hal tersebut lebih banyak lagi dari sumber-sumber yang lain. Dan penulis mengharapkan masukkan yang konstruktif kepada kita semua, demi penyempurnaan tulisan ini.
  • 24. 23 DAFTAR PUSTAKA Affandi, Yuyun. 2010. Konsep Demokrasi Menurut Pandangan Hamka dalam Tafsir Al-Azhar, Laporan Penelitian Individu. Semarang. Al-Kulimi, Mohd Syauqi bin Md Zahir. Studi Mengenai Tafsir Al-Azhar (Kertas kerja Seminar Tafsir al-Qur’an, 7 Ogos 2010, Islamic Renaisance Front – IIUM) dalam http://abusyakirin.wordpress.com. Ali, Yunasril. 2012. Buku Induk Rahasia dan Makna Ibadah. Jakarta: Zaman. Amirhamzah, Yunus. 1993. Hamka Sebagai Pengarang Roman. Jakarta: Puspita Sari Indah. Faiz, Fakhruddin. 2002. Hermeneutika Qur’ani; Antara Teks, Konteks, dan Kontekstualisasi, (melacak Hermeneutika Tafsir Al-Azhar dan Tafsir Al-Manar. Yogyakarta: Qolam, 2002) Federspiel, Howard M. 1996. Kajian Al-Qur’an di Indonesia, Terj. Tajul Arifin. Jakarta: Mizan, 1996 Hamka. 1979. Kenang-kenangan Hidup. Jakarta: Bulan Bintang. ______. 1984. Islam dan Adat Minangkabau. Jakarta: Pustaka Panjimas. ______. 2004. Tafsir al-Azhar. Jilid I. Juz I-II. Jakarta: Pustaka Panjimas. Hidayat, Husnul. 2018. “Metodologi Tafsir Kontekstual al-Azhar Karya Buya Hamka”. Ilmu al-Qur‟an dan Tafsir, Vol.1, no.1. Januari-Juni 2018. Murni, Dewi. 2015. “Tafsir Al-Azhar: Suatu Tinjauan Biografis dan Metodologis”. Syahadah, Vol. 3, No. 2. (2015). Muslim, Ahmad. 2016. “Skripsi dengan judul Corak Penafsiran Tasawuf Hamka (Studi Penafsiran Ayat-ayat Tasawuf dalam Tafsir Al-Azhar), UIN Raden Intan Lampung: 2016),. Disalin tgl 07 Juni 2022, jam 22.15 Nizar, Syamsul. 2010. Ensiklopedia Tokoh Pendidikan Islam. Ciputat: Ciputat Press GROUP. Sufri, Noor Chozin. Dkk. 2004. Analisis jurnala Studi Keislaman. Bandar Lampung: pusat penelitian IAIN Raden Intan Bandar Lampung.
  • 25. 24 Steenbrink, Karel. 1995. Qur’an Interpretations of Hamzah Fansuri (CA.1600) and Hamka (1908-1982): A Comparison, (Jurnal Studi Islamika, Vol. 2, No. 2, 1995) Syakirin, Abu. “Metodologi HAMKA dalam Penafsiran al-Qur’an”, dalam http://abusyakirin.wordpress.com. Wahid, Abdurrahman. 1984. “Benarkah Buya Hamka Seorang Besar? Sebuah Pengantar” dalam Nasir Tamara (ed), Hamka Di Mata Hati Umat. Jakarta: PT Sinar Agape Press. Yusuf, Yunan. 1990. Corak Pemikiran Kalam Tafsir al-Azhar. Jakarta: Pustaka Panjimas. Yusuf, Muhammad Yunan. 1992. Karakteristik Tafsir Al-Qur’an di Indonesia Abad Ke-20, (Jurnal Ilmu dan Kebudayaan Ulumul Qur’an, Volume III, No.4, 1992)