SlideShare a Scribd company logo
1 of 17
Corak Keagamaan di Indonesia Pada Abad 16 
OKTOBER 26, 2012 BY RIF'AN 
1 
1 Vote 
Pendahuluan 
Keadaan geografis Indonesia yang berpulau-pulau dan jumlahnya mencapai ribuan pulau besar kecil 
menyebabkan daerah pesisir telah memegang peranan yang cukup penting di bidang perdagangan 
maupun kekuasaan politik dan ekonomi. Melihat kenyataan bahwa sejak permulaan berdirinya kerajaan 
Islam di Indonesia baik yang terletak di Sumatera, Jawa, Sulawesi, Kalimantan dan Maluku, maka daerah 
pesisirlah yang menjadi pusat kerajaan, hal ini tidak mengenyampingkan peranan kerajaan Mataram 
Islam yang berpusat di pedalaman. Dengan keadaan geografis semacam ini akan sulit untuk 
membayangkan adanya suatu kekuasaan tunggal untuk menguasai seluruh Indonesia pada saat itu. 
Dalam perkembangan masyarakat Indonesia-Hindu yang berpindah secara perlahan dan lambat ke 
masyarakat Indonesia Islam dan lenyapnya kekuasan raja Indonesia-Hindu yang digantikan oleh 
munculnya kekuasaan kerajaan Indonesia Islam telah membawa akibat pula dalam transformasi politik 
dan sosial untuk menuju ke sistem masyarakat baru. 
Keberadaan tulisan menunjukan kemajuan peradaban manusia, tulisan di nusantara di perkenalkan ejak 
adanya proses Indianisasi pada madaawal Hindu-Buda, yang selanjutnya budaya baru tulis menulis 
dilaanjutkan Islam . 
Tulisan Jawi telah lama ada dalam khasanah kebudayaan melayu yang diperkirakan sekitar abad ke 10 
Masehi atau 3 Hijrah hingga kemasa kini dan ia berasal daripada tulisan Arab[1]. Tulisan inilah yang 
membangun kebudayaan melayu, keberadaan tulisan arab melayu di Nusantara identik dengan 
penyebaran islam ke daerah melayu. 
Masa sejak awal abad ke-13 M sampai penghujung abad ke-15 M dalam khazanah kesusastraan melayu 
disebut masa peralihan,yaitu masa peralihan dari peradaban Hindu ke peradaban Islam. Dengan 
masuknya peradaban Islam,orang melayu mulai mengenal tradisi tulis. Sebelumnya, mereka hanya 
memiliki tradisi lisan. Aksara Jawi sudah wujud dan digunakan di wilayah Sumatra dan Semenanjung 
Malaya jauh sebelum orang/pulau Jawa memeluk agama Islam (883 H/1468 M). 
Bukti historis bahwa adanya tulisan jawi dalam kebudayaan Melayu lama dapat dilihat pada bahan-bahan 
bertulis seperti : batu bersurat, manuskrip lama, kertas lama, majalah, batu nisan, bahan-bahan
yang dibuat daripada logam, kulit, alat senjata , batu lontar, tembikar dan sejenisnya, ukiran-ukiran pada 
masjid, rumah, dan istana, azimat, rajah atau penangkal. 
Penemuan pertama batu nisan yang tertulis dalam bahasa Arab di Sumatera bertarikh 55 Hijrah atau 
setara dengan 674 M. Selain itu juga ditemukan di Kedah bertarikh 290 Hijrah. Kedua hal ini jelas telah 
menunjukkan bahwa tulisan Jawi berasal dari orang Arab yang kemudian telah disesuaikan dengan 
menambahkan beberapa huruf tambahan kepada huruf Arab untuk menyesuaikannya dengan gaya 
bahasa orang Melayu. Penambahan ini lebih kepada melengkapi ejaan yang tidak ada dalam bahasa 
Arab tetapi ditemui dalam bahasa Melayu[2]. 
Yang kedua, masih di abad 14, pada tahun 1310, ditemukan syair tentang keislaman yang ditulis dalam 
bahasa Melayu dengan huruf Jawi di Minya’ Tujoh, Aceh. Karenanya para pakar sepakat bahwa 
perkembangan karya ulama yang ditulis dengan huruf Jawi sudah berkembang pada Abad 14 pada 
massa Kekhalifahan Samudra Pasai dan Kekhalifahan Islam lain di Semenanjung Malaka. 
Pembahasan 
Corak keagamaan pada abad 16 di Nusantara adalah corak keagamaan tasawuf, hal iini dapat dilihat dari 
para ulama dan karya-karyanya. Berikut adalah para ulama abad 16 di nusantara: 
Hamzah Fansuri 
Hamzah Fansuri adalah seorang penganut mazhab tasawuf wahdat al-wujud atau wujudiyah atau 
Martabat Tujuh. Keyakinannya itu terungkap baik dalam karya-karya teologisnya maupun dalam karya-karya 
sastranya. Kesusastraan keagamaan Melayu pada masa Hamzah Fansuri hidup memang 
berkembang pesat, seiring dengan penyebaran agama Islam di seluruh kepulauan Nusantara dan 
pendirian berbagai kerajaan Melayu-Islam di beberapa tempat, yaitu di Pasai, Melaka dan Aceh. 
Kesusastraan jenis ini berisi yurisprudensi, doktrin, mistisisme dan sebagainya. Dalam hal ini, Hamzah 
Fansuri adalah salah seorang penulis kesusastraan keagamaan yang termasyhur dan sejajar dengan 
Syeikh Nuruddin Ar-Raniri, Abadul Samad al-Falimbani, Syihabuddin bin Abdullah Muhammad, Syeikh 
Muhammad Nafis bin Idris al-Banjari, dan Syeikh Daud bin Abdullah al-Fatani[3].
Wahdat al-wujud yang dianut oleh Hamzah Fansuri adalah salah satu doktrin tasawuf yang dipengaruhi 
oleh filsafat dan berbagai sumber non-dogmatik lain. Tradisi wahdat al-wujud adalah bagian dari silsilah 
intelektual yang dikembangkan dari teks-teks Yunani, Persia, dan India yang diterjemahkan ke dalam 
bahasa Arab. Para pemikirnya antara lain adalah al-Kindi (sekitar 958 M), al-Farabi (sekira 958 M), Ibnu 
Sina (958-1137 M), Ibnu Bajah (sekira 1138 M), Ibnu Taufail (sekira 1185 M), Ibnu Rusydi (1126-1198). 
Sedangkan gagasan awalnya dapat dilacak hingga Plato dan Plotinus. 
Doktrin ini juga mempunyai hubungan dengan tipe mistisisme Islam yang dapat ditemukan dalam studi - 
studi mistik oleh Abu Yazid al-Bistami (sekira 874 M), al-Hallaj (sekira 921 M), dan Ibnu al-Farid (sekira 
1235). Pengaruh terbesar datang dari Ibnu Arabi (sekira 1240 M), terutama di dalam kitabnya yang 
berjudul Fusus al-Hikam. 
Pengaruh: 
Pengaruh doktrin ini di Melaka dapat ditemukan dalam Sejarah Melayu, yang mendeskripsikan bahwa 
balairung Melaka mencari jawaban dari Pasai bagi pertanyaan tentang apakah para penghuni surga dan 
neraka akan tetap tinggal kekal di dalamnya. Pertanyaan inilah yang diajukan juga oleh Ibnu Arabi. 
Setelah jatuhnya Melaka ke tangan Portugis, pengaruh filsafat dan doktrin wujudiyah terutama telah 
bergeser dari Melaka ke Aceh. Pada saat inilah Hamzah Fansuri menulis karya-karya keagamannya. 
Situasi di Aceh pada masa itu memang memungkinkan para penulis untuk berkarya di sana. Setelah 
Melaka jatuh, Aceh berkembang bukan hanya sebagai pusat perdagangan tetapi juga sebagai kerajaan 
Islam yang terkemuka. 
Hamzah Fansuri yakin dan mengajarkan bahwa, karena manusia berasal dari Tuhan, maka manusia tidak 
merdeka. Kebebasannya adalah cerminan dari kebebasan Tuhan yang absolut. Maka, manusia dapat 
saja mengikuti kehendaknya sendiri yang disesuaikan dengan kehendak sejati Tuhan, atau ia dapat juga 
mengikuti kehendak dan nafsunya sendiri di dunia ini. Dunia ini juga berasal Tuhan, tetapi wujudnya 
bukanlah wujud yang sejati. Jika manusia mengikuti dunia ini, berarti ia tertipu. Sedangkan jika ia 
meninggalkan dunia ini, berarti ia menemukan hakikat dan nasibnya yang sejati[4] (al -Attas, 1970: 233- 
353 via Piah dkk, 2002: 374). 
Karena doktrin wujudiyah sangat populer pada akhir abad ke-16 dan awal abad ke-17 di berbagai 
daerah, khususnya Aceh, pemikiran dan syair-syair Hamzah Fansuri tentu cukup luas tersebar di 
kalangan kaum Sufi di aliran tersebut. Bahkan, penyebarannya tidak hanya di Aceh, melainkan juga di 
beberapa daerah lain.
Di Jawa, misalnya, karya-karya Hamzah Fansuri disebarkan hingga ke Banten, Cirebon, Pajang, dan 
Mataram, serta diterjemahkan atau digarap ke dalam bahasa Jawa. Sejak abad ke-17, mistik dan ajaran 
yang ada di Jawa terwujud dalam bentuk manunggaling kawulo gusti, yang dalam berbagai bentuk tetap 
hadir dalam sejarah agama Islam di Jawa[5] (Teeuw, 1995: 67). 
Tetapi pandangan ini ditentang oleh ulama besar yang lain, yaitu Nurruddin ar-Raniri, yang berhasil 
membujuk Sultan Iskandar Thani untuk memberantas ajaran wujudiyah Hamzah Fansuri. Walaupun 
demikian, ada beberapa karya Hamzah Fansuri yang berhasil selamat – dari api pembakaran itu. 
Karyanya: 
Syair Si Burung Pingai 
Syair Sidang Fakir 
Syair Syarab al-‘Asikin 
Syair Dagang 
Syair Perahu 
Asrar al-‘Arifin fi Bayan Ilmu Suluk wa al-Tauhid 
Ruba‘i Hamzah Fansuri 
Al-Muntahi 
Abdul Rauf bin Ali al-Jawi al-Fansuri al-Singkili 
Abdul Rauf Singkel, yang bernama panjang Syeh Abdul Rauf bin Ali al -Jawi al-Fansuri al-Singkili, lahir di 
Fansur, lalu dibesarkan di Singkil pada awal abad ke-17 M. Ayahnya adalah Syeh Ali Fansuri, yang masih 
bersaudara dengan Syeh Hamzah Fansuri. A. Rinkes memperkirakan bahwa Abdul Rauf lahir pada tahun 
1615 M. Ini didasarkan perhitungan, ketika Abdul Rauf kembali dari Mekah, usianya antara 25 dan 30 
tahun[6]. 
Selama sekitar 19 tahun menghimpun ilmu di Timur Tengah, Abdul Rauf tidak hanya belajar di Mekah 
saja. Ia juga mempelajari ilmu keagamaan dan tasawuf di bawah bimbingan guru-guru yang termasyhur 
di Madinah. Di kota ini, ia belajar kepada khalifah (pengganti) dari tarekat Syattariyah, yaitu Ahmad 
Kusyasyi dan penggantinya, Mula Ibrahim Kurani (Braginsky, 1998: 474). Dalam kata penutup salah satu 
karya tasawufnya, Abdul Rauf menyebutkan guru-gurunya. Data yang cukup lengkap tentang pendidikan 
dan tradisi pengajaran yang diwarisinya ini merupakan data pertama tentang pewarisan sufisme di 
kalangan para sufi Melayu. Ia juga menyebutkan beberapa kota Yaman (Zabit, Moha, Bait al -Fakih, dan 
lain-lain), Doha di Semenanjung Qatar, Madinah, Mekah, dan Lohor di India. Di samping itu, ia juga
menyebutkan daftar 11 tarekat sufi yang diamalkannya, antara lain Syattariyah, Kadiriyah, Kubrawiyah, 
Suhrawardiyah, dan Naqsyabandiyah (Braginsky, 1998: 474). 
Sepeninggal Ahmad Kusyasyi, Abdul Rauf memperoleh izin dari Mula Ibrahim Kurani untuk mendirikan 
sebuah sekolah di Aceh. Sejak 1661 hingga hampir 30 tahun berikutnya, Abdul Rauf mengajar di Aceh. 
Liaw Yock Fang (1975) menyebutkan bahwa muridnya ramai sekali dan datang dari seluruh penjuru 
Nusantara. Dan, karena pandangan-pandangan keagamaannya sejalan dengan pandangan Sultan Taj al - 
‘Alam Safiatun Riayat Syah binti Iskandar Muda (1645-1675), Abdul Rauf kemudian diangkat menjadi 
Syeikh Jamiah al-Rahman dan mufti atau kadi dengan sebutan Malik al-Adil, menggantikan Syeh Saif al- 
Rijal yang wafat tidak lama setelah ia kembali ke Aceh (Abdul Hadi WM, 2006: 241-242). Selain itu, ia 
juga bersikap keras terhadap orang-orang yang menolak berkuasanya seorang raja perempuan (lihat 
Mat Piah et.al, 2002: 61). 
Dalam banyak tulisannya, Abdul Rauf Singkel menekankan tentang transendensi Tuhan di atas makhluk 
ciptaan-Nya. Ia menyanggah pandangan wujudiyyah yang menekankan imanensi Tuhan dalam makhluk 
ciptaan-Nya. Dalam karyanya yang berjudul Kifayat al-Muhtajin, Abdul Rauf berpendapat bahwa 
sebelum Tuhan menciptakan alam semesta, Dia menciptakan Nur Muhammad. Dari Nur Muhammad 
inilah Tuhan kemudian menciptakan permanent archetypes (al -a‘yan al-kharijiyyah), yaitu alam semesta 
yang potensial, yang menjadi sumber bagi exterior archetypes (al-a‘yan al-kharijiyyah), bentuk konkret 
makluk ciptaan. Selanjutnya, Abdul Rauf menyimpulkan bahwa walaupun a‘yan al -kharijiyyah adalah 
emanasi (pancaran) dari Wujud Yang Mutlak, ia tetap berbeda dari Tuhan. Abdul Rauf mengumpamakan 
perbedaan ini dengan tangan dan bayangannya. Walaupun tangan sangat sukar untuk dipisahkan dari 
banyangannya, tetapi bayangan itu bukanlah tangan yang sebenarnya (lihat Azyumardi Azra dalam 
Osman, 1997: 174). 
Secara umum, Abdul Rauf ingin mengajarkan harmoni antara syariat dan sufisme. Dalam karya-karyanya 
ia menyatakan bahwa tasawuf harus bekerjasama dengan syariat. Hanya dengan kepatuhan yang total 
terhadap syariat-lah maka seorang pencari di jalan sufi dapat memperoleh pengalaman hakikat yang 
sejati. Pendekatannya ini tentu saja berbeda dari pendekatan Nuruddin al -Raniri yang tanpa kompromi. 
Abdul Rauf cenderung memilih jalan yang lebih damai dan sejuk dalam berinteraksi dengan aliran 
wujudiyyah. Maka, walaupun ia menentang aliran yang diajarkan oleh Hamzah Fansuri itu, ia tidak 
menyatakannya secara terbuka. Lagipula, ia juga tidak setuju dengan cara-cara radikal yang ditempuh 
oleh Nuruddin (lihat Azyumardi Azra dalam Osman, 1997: 174). 
Menariknya, dalam karya-karyanya ia tidak menyebut Nuruddin al-Raniri, yang karya-karyanya mungkin 
sekali telah dikenalinya, tetapi seolah-olah mengisyaratkan peristiwa tragis yang pernah terjadi, melalui 
kutipan sebuah hadis: “Jangan sampai terjadi seorang muslim menyebut muslim lain sebagai kafir. 
Karena jika ia berbuat demikian, dan memang demikianlah kenyataannya, lalu apakah manfaatnya. 
Sedangkan jika ia salah menuduh, maka tuduhan ini akan dibalikkan melawan ia sendiri” (Johns dalam 
Braginsky, 1998: 476).
Dengan caranya yang lebih damai ini, ia dapat menahan berkembangnya heterodoksi dalam Islam yang 
disebabkan oleh tafsir yang kurang tepat terhadap ajaran Hamzah Fansuri dan Syamsuddin as -Sumatrani 
(Abdul Hadi WM, 2006: 241). 
Pengaruh: 
Syeh Abdul Rauf Singkel memiliki banyak murid yang tersebar di kepulauan Nusantara. Dua muridnya 
juga masyhur, yaitu Syeh Jamaluddin al-Tursani dan Syeh Yusuf al-Makasari. Jamaluddin al-Tursani 
adalah seorang ahli hukum ketatanegaraan terkenal dan pernah menjadi Kadi Malik al -Adil di istana 
Aceh pada awal abad ke-18 M. Ia terkenal berkat karya hukum ketatanegaraannya yang komprehensif, 
Syafinat al Hukam (Bahtera Para Hakim), yang merupakan perluasan baik terhadap Taj al -Salatin 
maupun Bustan al-Salatin. Sedangkan Syeh Yusuf al-Makasari adalah seorang ulama dari Makassar. 
Ulama inilah yang mendampingi Sultan Ageng Tirtayasa dalam perjuangannya melawan kolonialisme 
Belanda (Abdul Hadi WM, 2006: 246). 
Pada saat Abdul Rauf menjadi mufti, Aceh adalah kesultanan yang sangat penting di dunia Melayu 
karena menjadi tempat persinggahan para jemaah haji. Orang dari Jawa dan daerah lain di Indonesia 
yang pergi naik haji, harus singgah di Aceh. Sewaktu di Aceh, tidak sedikit pula dari jemaah haji belajar 
agama dan ilmu tasawuf kepada Abdul Rauf (A.H. Johns dalam Liaw Yock Fang, 1975: 197). Mungkin 
inilah sebabnya tarekat Syattariyah agak populer di Jawa dan nama Abdul Rauf sering disebut dalam 
silsilah tarekat tersebut. Sebuah karangan Abdul Rauf, yaitu Dakai‘ik al -Huruf, dikutip dalam al-Tuhfa al-mursala 
ila ruh al-nabi, sebuah risalah ilmu tasawuf yang sangat penting di Jawa (Liaw Yock Fang, 1975: 
197). 
Bersama dengan Nuruddin al-Raniri, Abdul Rauf Singkel menunjukkan bahwa Islam, sebagaimana yang 
dipraktekkan di Asia Tenggara, adalah bagian dari pasang surut gagasan dan praktek religius dan 
mistisisme di dunia. Gagasan dan praktek ini berakar pada Al -Qur‘an dan kehidupan komunitas Islam 
awal, tetapi kemudian berkembang ke berbagai arah yang berbeda-beda. Perdebatan yang terjadi di 
Aceh, dan juga di dunia Melayu pada umumnya, tidak bersifat unik bagi daerah ini saja, karena telah 
muncul juga di berbagai belahan dunia Islam lainnya. Menurut Piah dkk (2002), Aceh menangkap 
gagasan dan praktek-praktek ini dan mengeskpresikannya dengan cara yang rumit dan menantang bagi 
kaum Muslim yang memahami keimanan mereka melalui medium bahasa Melayu. 
Karyanya:
Oman Fathurrahman (dalam Osman, 1997: 242) mencatat tidak kurang dari 36 kitab berkenaan dengan 
fikih dan syariat, tasawuf, dan tafsir Al-Qur‘an dan hadis, di antaranya adalah: 
Daka‘ik al-Huruf (Kehalusan-kehalusan Huruf), dikutip dalam al-Tuhfa al-mursala ila ruh al-nabi, risalah 
ilmu tasawuf yang sangat penting di Jawa. 
Tafsir Baidhawi (terjemahan, 1884, diterbitkan di Istambul). 
Mirat al-Turab fi Tashil Ma‘rifah al-Ahkam al-Syar‘iyyah li al-Malik al-Wahab (Cermin Para Penuntut Ilmu 
untuk Memudahkan Tahu Hukum-hukum Syara‘ dari Tuhan, bahasa Melayu). 
Umdat al-muhtajin ila Suluk Maslak al-Mufradin (Pijakan bai Orang-orang yang Menempuh Jalan 
Tasawuf). 
Tanbih al-Masyi al-Mansub ila Tariq al-Qusyasyi (Pedoman bagi Penempuh Tarekat al-Qusyasyi, bahasa 
Arab). 
Bayan al-Arkan (Penjelasan tentang Rukun-rukun Islam, bahasa Melayu). 
Bidayah al-Baligah (Permulaan yang Sempurna, bahasa Melayu). 
Sullam al-Mustafiddin (Tangga Setiap Orang yang Mencari Faedah, bahasa Melayu). 
Piagam tentang Zikir (bahasa Melayu). 
Tarjuman al-Mustafid bi al-Jawy. 
Syarh Latif ‘Ala Arba‘ Hadisan li al-Imam al-Nawawiy (Penjelasan Terperinci atas Kitab empat Puluh Hadis 
Karangan Imam Nawawi, bahasa Melayu). 
Al-Mawa‘iz al-Ba‘diah (Petuah-petuah Berharga, bahasa Melayu). 
Kifayat al-Muhtajin. 
Bayan Tajilli (Penjelasan tentang Konsep Manifestasi Tuhan). 
Syair Makrifat. 
Al-Tareqat al-Syattariyah (Untuk Memahami jalan Syattariyah). 
Majmu al-Masa‘il (Himpunan Petranyaan). 
Syam al-Ma‘rifat (Matahari Penciptaan). 
Syamsuddin Sumatrani 
Syamsuddin Sumatrani dikenal sebagai seorang sufi yang mengajarkan faham wahdatul wujud (keesaan 
wujud) dengan mengikuti faham wahdatul wujud Ibnu Arabi. Istilah wahdatul wujud itu sendiri
sebenarnya bukan diberikan oleh Ibnu Arabi sendiri. Artinya, Ibnu Arabi tidak pernah menyatakan 
bahwa sistem pemikiran tasawufnya itu merupakan paham wahdatul wujud. 
Dari hasil penelitian WC. Chittick, Sadr al-Din al-Qunawi (w. 673/1274) adalah orang pertama yang 
menggunakan istilah wahdatul wujud, hanya saja al-Qunawi tidak menggunakannya sebagai suatu istilah 
teknis yang independen. Selain al-Qunawi, masih banyak lagi yang menggunakan istilah wahdatul wujud. 
Namun tokoh yang paling besar peranannya dalam mempopulerkan istilah wahdatul wujud adalah Taqi 
al-Din Ibn Taymiyyah (w. 728/1328). Ia adalah pengecam keras ajaran Ibnu Arabi dan para pengikutnya. 
Di antara kaum sufi yang mengikuti jejak pemikiran Ibnu Arabi tersebut adalah Syamsuddin Sumatrani. 
Pengajaran Syamsuddin Sumatrani tentang Tuhan dengan corak paham wahdatul wujud dapat dikenal 
dari pembicaraannya tentang maksud kalimat tauhid la ilaha illallah, yang secara harfiah berarti tiada 
Tuhan selain Allah. Ia menjelaskan bahwa kalimat tauhid tersebut bagi salik (penempuh jalan tasawuf) 
tingkat pemula (al-mubtadi) dipahami dengan pengertian bahwa tiada ada ma’bud (yang disembah) 
kecuali Allah. 
Sementara bagi salik yang sudah berada pada tingkat menengah (al -mutawassith), kalimat tauhid 
tersebut dipahami dengan pengertian bahwa tidak ada maksud (yang dikehendaki) kecuali Allah. 
Adapun bagi salik yang sudah berada pada tingkat penghabisan (al -muntaha), kalimat tauhid tersebut 
difahami dengan pengertian bahwa tidak ada wujud kecuali Allah. 
Namun ia mengingatkan bahwa terdapat perbedaan prinsipil antara pemahaman wahdatul wujud dari 
para penganut tauhid yang benar (al-muwahhidin al-shiddiqin), dengan paham wahdatul wujud dari 
kaum zindiq penganut panteisme. Di lihat dari satu sisi, kedua pihak itu memang nampak sependapat 
dalam menetapkan makna kalimat tauhid la ilaha illallah, yakni tiada wujud selain Allah, sedang wujud 
segenap alam adalah bersifat bayang-bayang atau majazi. Tetapi sebenarnya kedua belah pihak memiliki 
perbedaan pemahaman yang sangat prinsipil. Bagi kaum panteisme yang zindiq alias sesat, mereka 
memahaminya bahwa wujud Tuhan itu tidak ada, kecuali dalam kandungan wujud alam. Jadi bagi 
kalangan panteis ini, segenap wujud alam adalah wujud Tuhan dan wujud Tuhan adalah wujud alam 
(baik dari segi wujud maupun dari segi penampakannya). 
Jadi para penganut paham panteisme itu mengidentikkan Tuhan dengan alam. Mereka menetapkan 
adanya kesatuan hakikat dalam kejamakan alam tanpa membedakan antara martabat Tuhan dengan 
martabat alam. Paham demikian menurut Syamsuddin Sumatrani adalah paham yang batil dan ditolak 
oleh para penganut tauhid yang benar. 
Bagi Syamsuddin Sumatrani, sebagaimana faham Ibnu Arabi, asdalah Keesaan Wujud berarti tidak ada 
sesuatu pun yang memiliki wujud hakiki kecuali Tuhan. Sementara alam atau segala sesuatu selain
Tuhan keberadaannya adalah karena diwujudkan (maujud) oleh Tuhan. Karena itu dilihat dari segi 
keberadaannya dengan dirinya sendiri, alam itu tidak ada (ma’dum); tetapi jika dilihat dari segi 
“keberadaannya karena wujud Tuhan” maka jelaslah bahwa alam itu ada (maujud). 
Dengan demikian martabat Tuhan sangat berbeda dengan martabat alam. Hal ini diuraikan dalam 
ajarannya mengenai martabat tujuh, yakni satu wujud dengan tujuh martabatnya. Tulisnya: I’lam, 
ketahui olehmu bahwa (se)sungguhnya martabat wujud Allah itu tujuh martabat; pertama martabat 
ahadiyyah, kedua martabat wahdah, ketiga martabat wahidiyyah, keempat martabat alam arwah, 
kelima martabat alam mitsal, keenam martabt alam ajsam dan ketujuh martabat alam insan. 
Maka ahadiyyah bernama hakikat Allah Ta’ala, martabat Dzat Allah Ta’ala dan wahdah itu bernama 
hakikat Muhammad, ia itu bernama sifat Allah, dan wahidiyyah bernama (hakikat) insan dan Adam 
‘alaihi al-Salam dan kita sekalian, ia itu bernama asma Allah Ta’ala, maka alam arwah martabat (hakikat) 
segala nyawa, maka alam mitsal martabat (hakikat) segala rupa, maka alam ajsam itu martabat (hakikat) 
segala tubuh, maka alam insan itu martabat (hakikat) segala manusia. Adapun martabat ahadiyyah, 
wahdah dan wahidiyyah itu anniyyat Allah Ta’ala, maka alam arwah, alam mitsal alam ajsam dan alam 
insan itu martabat anniyyat al-makhluk. 
Atas uraian Syamsuddin Sumatrani tersebut Prof. Dr. Abdul Aziz Dahlan memberikan ulasan: terhadap 
tiga martabat pertama yang disebutnya dengan ‘anniyyat Allah, maksudnya adalah martabat wujud 
aktual Tuhan; Sedang terhadap empat martabat berikutnya yang disebut martabat anniyyat al -makhluk, 
maka yang dimaksudkannya adalah wujud aktual makhluk. 
Dengan demikian, tiga martabat pertama adalah qadim (dahulu tanpa permulaan) dan baqa (kekal tanpa 
kesudahan); Sedang empat martabat berikutnya disebut muhdats (yang dijadikan/diciptakan). Karena 
itu pula istilah ‘alam tidak digunakan untuk tiga martabat pertama, tapi jelas dipergunakan untuk empat 
martabat berikutnya. Dari semua itu dapatlah dipahami bahwa martabat ketuhanan itu tidak lain dari 
tiga martabat pertama, sedang martabat alam atau makhluk mengacu pada empat martabat berikutnya. 
Wallahu A’lam. 
Peranan dan Pengaruhnya: 
Pada masa pemerintahan Sayyid Mukammil (1589-1604), Syamsuddin Sumatrani sudah menjadi orang 
kepercayaan sultan Aceh. Sayang dalam kitab Bustan al -Salathin sendiri tidak disingkapkan bagaimana 
perjalanan Syamsuddin Sumatrani sehingga ia menjadi ulama yang paling dipercaya dalam l ingkungan 
istana kerajaan Aceh selama tiga atau empat dasawarsa.
Syamsuddin Sumatrani wafat pada tahun 1039 H/1630 M, dan selama beberapa dasawarsa terakhir dari 
masa hidupnya ia merupakan tokoh agama terkemuka yang dihormati dan disegani. Ia berada dalam 
lindungan dan bahkan berhubungan erat dengan penguasa Kerajaan Aceh Darussalam. 
Syamsuddin Sumatrani adalah satu dari empat ulama yang paling terkemuka. Ia berpengaruh serta 
berperan besar dalam sejarah pembentukan dan pengembangan intelektualitas keislaman di Aceh pada 
kisaran abad ke-l7 dan beberapa dasawarsa sebelumnya. Keempat ulama tersebut adalah Hamzah 
Fansuri (?-?), Syamsuddin Sumatrani (?-1630), Nuruddin Raniri (?-1658), dan Abdur Rauf Singkel 
(1615/20-1693). Mengenai ada tidaknya hubungan antara Syamsuddin Sumatrani dengan ketiga ulama 
lainnya, ada baiknya disinggung seperlunya. 
Mengenai hubungan Hamzah Fansuri dengan Syamsuddin Sumatrani, sejarawan A. Hasjmy cenderung 
memandang Syamsuddin Sumatrani sebagai murid dari Hamzah Fansuri. Pandangannya ini diperkuat 
dengan ditemukannya dua karya tulis Syamsuddin Sumatrani yang merupakan ulasan (syarah) terhadap 
pengajaran Hamzah Fansuri. Kedua karya tulis Syamsuddin Sumatrani itu adalah Syarah Ruba’i Hamzah 
Fansuri dan Syarah Syair Ikan Tongkol. 
Adapun hubungannya dengan Nuruddin ar-Raniri, hal ini tidak diketahui secara pasti. Yang jelas adalah 
bahwa tujuh tahun setelah Syamsuddin Sumatrani wafat, Raniri memperoleh kedudukan seperti 
sebelumnya diperoleh Syamsuddin Sumatrani. Ia diangkat menjadi mufti Kerajaan Aceh Darussalam 
pada tahun 1637 oleh Sultan Iskandar Tsani. Karena fatwanya yang men-zindiq-kan (mengkafirkan) 
paham wahdatul wujud Syamsuddin Sumatrani, maka para pengikut Hamzah Fansuri dan Syamsuddin 
Sumatrani dihukum oleh pihak penguasa dengan hukuman bunuh. Bahkan literatur-literatur yang 
mereka miliki dibakar habis. Namun demikian, para pengikut paham Sumatrani itu ternyata tidak punah 
semuanya. 
Pada kisaran tahun 1644 Raniri disingkirkan dari kedudukannya selaku mufti kerajaan Aceh Darussalam. 
Ia pun terpaksa pulang ke Ranir, Gujarat. Sebagai penggantinya, Sultanah Tajul Alam Safiatuddin (1641- 
1675) kemudian mempercayakan jabatan mufti kerajaan kepada Saifur Rijal. Saifur Rijal adalah seorang 
Minang yang juga penganut paham wahdatul wujud. Pada waktu itu ia baru pulang kembali ke Aceh dari 
pendalaman kajian agama di India. Dengan demikian, paham tasawuf Syamsuddin Sumatrani itu kembali 
mewarnai corak keislaman di Kerajaan Aceh Darussalam. 
Karyanya: 
Jawhar al-Haqa’iq 
Risalah Tubayyin Mulahazhat al-Muwahhidin wa al-Mulhidin fi Dzikr Allah 
Mir’at al-Mu’minin
Syarah Ruba’i Hamzah Fansuri 
Syarah Sya’ir Ikan Tongkol 
Nur al-Daqa’iq 
Thariq al-Salikin 
Mir’at al-Iman atau Kitab Bahr al-Nur 
Kitab al-Harakah 
Al-Raniri 
Ar-Raniri berperan penting saat berhasil memimpin ulama Aceh menghancurkan ajaran tasawuf 
falsafinya Hamzah Fansuri yang dikhawatirkan dapat merusak akidah umat Islam awam terutama yang 
baru memeluknya. Tasawuf falsafi berasal dari ajaran Al -Hallaj, Ibnu Arabi, dan Suhrawardi, yang khas 
dengan doktrin Wihdatul Wujud (Menyatunya Kewujudan) di mana sewaktu dalam keadaan sukr 
(‘mabuk’ dalam kecintaan kepada Allah Ta’ala) dan fana’ fillah (‘hilang’ bersama Allah), seseorang wali 
itu mungkin mengeluarkan kata-kata yang lahiriahnya sesat atau menyimpang dari syariat Islam. 
Maka oleh mereka yang tidak mengerti hakikat ucapan-ucapan tersebut, dapat membahayakan akidah 
dan menimbulkan fitnah pada masyarakat Islam. Karena individu-individu tersebut syuhud 
(‘menyaksikan’) hanya Allah sedang semua ciptaan termasuk dirinya sendiri tidak wujud dan kelihatan. 
Maka dikatakan wahdatul wujud karena yang wajib wujudnya itu hanyalah Allah Ta’ala sedang para 
makhluk tidak berkewajiban untuk wujud tanpa kehendak Allah. Sama seperti bayang-bayang pada 
pewayangan kulit. 
Konstruksi wahdatul wujud ini jauh berbeda malah dapat dikatakan berlawanan dengan faham 
manunggaling kawula lan Gusti’. Karena pada konsep manunggaling kawula lan Gusti’, dapat diibaratkan 
umpama bercampurnya kopi dengan susu, maka substansi dua-duanya sesudah menyatu adalah 
berbeda dari sebelumnya. Sedangkan pada faham wihdatul wujud, dapat di umpamakan seperti satu 
tetesan air murni pada ujung jari yang dicelupkan ke dalam lautan air murni. Sewaktu itu, tidak dapat 
dibedakan air pada ujung jari dari air lautan. Karena semuanya kembali kepada Allah. 
Maka pluralisme (menyamakan semua agama) menjadi lanjutan terhadap gagasan beliau dimana yang 
penting dan utama adalah Pencipta, dan semua ciptaan adalah sama, hadir di alam mayapada hanya 
karena kehendak Allah saja. Maka faham ini, tanpa dibarengi dengan pemahaman dan kepercayaan 
syariat, dapat membelokkan aqidah. Pada zaman dulu, para waliyullah di negara-negara Islam Timur 
Tengah sering, apabila di dalam keadaan seperti ini, dianjurkan untuk tidak tampil di khalayak ramai. 
Tasawuf falsafi diperkenalkan di Nusantara oleh Fansuri dan Syekh Siti Jenar. Syekh Siti Jenar kemudian 
dieksekusi mati oleh dewan wali (Wali Songo). Ini adalah hukuman yang disepakati bagi pelanggaran
syariat, manakala hakikatnya hanya Allah yang dapat maha mengetahui. Al-Hallaj setelah dipancung 
lehernya, badannya masih dapat bergerak, dan lidahnya masih dapat berzikir. Darahnya pula mengalir 
mengeja asma Allah, ini semua karomah untuk mempertahankan keberadaan Allah. Di Jawa, tasawuf 
falsafi bersinkretisme dengan aliran kebatinan dalam ajaran Hindu dan Budha sehingga menghasilkan 
ajaran Islam kejawen. 
Ronggowarsito (Bapak Kebatinan Indonesia) dianggap sebagai penerus Siti Jenar. Karya-karyanya, 
seperti Suluk Jiwa, Serat Pamoring Kawula Gusti, Suluk Lukma Lelana, dan Serat Hidayat Jati, sering 
diaku-aku Ronggowarsito berdasarkan kitab dan sunnah. Namun banyak terdapat kesalahan tafsir dan 
transformasi pemikiran dalam karya-karyanya itu. Ronggowarsito hanya mengandalkan terjemahan 
buku-buku tasawuf dari bahasa Jawa dan tidak melakukan perbandingan dengan naskah asli bahasa 
Arab. Tanpa referensi kepada kitab-kitab Arab yang ditulis oleh ulama ahli syariat dan hakikat yang 
muktabar seperti Syekh Abdul Qadir Jailani dan Ibn Arabi, maka ini adalah sangat berbahaya. 
Ar-Raniri dikatakan pulang kembali ke India setelah beliau dikalahkan oleh dua orang murid Hamzah 
Fansuri pada suatu perdebatan umum. Ada riwayat mengatakan beliau wafat di India. 
Pengaruh Al-Raniri 
Al-Raniri merupakan sosok ulama yang memiliki banyak keahlian. Dia seorang sufi, teolog, faqih (ahli 
hukum), dan bahkan politisi. Keberadaan Al -Raniri seperti ini sering menimbulkan banyak 
kesalahpahaman, terutama jika dilihat dari salah satu aspek pemikiran saja. Maka sangat wajar, jika 
beliau dinilai sebagai seorang sufi yang sibuk dengan praktek-praktek mistik, padahal di sisi lain, Al-Raniri 
adalah seorang faqih yang memiliki perhatian terhadap praktek-praktek syariat. Oleh karena itu, untuk 
memahaminya secara benar, haruslah dipahami semua aspek pemikiran, kepribadian dan aktivitasnya 
(Azra: 1994). 
Keragaman keahlian Al-Raniri dapat dilihat kiprahnya selama. di Aceh. Meski hanya bermukim dalam 
waktu relatif singkat, peranan Al-Raniri dalam perkembangan Islam Nusantara tidak dapat diabaikan. Dia 
berperan membawa tradisi besar Islam sembari mengeliminasi masuknya tradisi lokal ke dalam tradisi 
yang dibawanya tersebut. Tanpa mengabaikan peran ulama lain yang lebih dulu menyebarkan Islam di 
negeri ini, Al-Ranirilah yang menghubungkan satu mata rantai tradisi Islam di Timur Tengah dengan 
tradisi Islam Nusantara. 
Bahkan, Al-Raniri merupakan ulama pertama yang membedakan penafsiran doktrin dan praktek sufi 
yang salah dan benar. Upaya seperti ini memang pernah dilakukan oleh para ulama terdahulu, seperti 
Fadhl Allah Al-Burhanpuri. Namun, Al-Burhanpuri tidak berhasil merumuskannya dalam penjabaran yang 
sisternatis dan sederhana, malahan membingungkan para pengikutnya, sehingga Ibrahim Al-Kurani
harus memperjelasnya. Upaya-upaya lebih lanjut tampaknya pernah juga dilakukan oleh Hamzah Fansuri 
dan Samsuddin Al-Sumaterani, tetapi keduanya gagal memperjelas garis perbedaan antara Tuhan 
dengan alam dan makhluk ciptaannya (Azra: 1994). 
Oleh karena itu, dalam pandangan Al-Raniri, masalah besar yang dihadapi umat Islam, terutama di 
Nusantara, adalah aqidah. paham immanensi antara Tuhan makhluknya sebagaimana dikembangkan 
oleh paham wujudi”ah merupakan praktek sufi yang berlebihan. Mengutip doktrin Asy’ariyyah, Al -Raniri 
berpandangan bahwa antara Tuhan dan alam raya terdapat perbedaan (mukhalkfah), sementara antara 
manusia dan Tuhan terdapat hubunpn transenden. 
Selain secara umum Al-Raniri dikenal sebagai syeikh Rifaiyyah, ia juga memiliki mata rantai dengan 
tarekat Aydarusiyyah dan Qadiriyyah. Dari tarekat Aydarusiyyah inilah Al -Raniri dikenal sebagai ulama 
yang teguh mernegang akar-akar tradisi Arab, bahkan simbol-simbol fisik tertentu dari budayanya, 
dalam menghadapi lokal. Tidak hanya itu, ketegasan Al -Raniri dalam menekankan adanya keselarasan 
antara praktek mistik dan syari’at merupakan bagian dari ajaran tarekat Aydarusiyyah. 
Dari paparan di atas, sepintas memang belum banyak pembaruan yang telah dilakukan oleh Al -Raniri, 
kecuali mempertegas paham Asy’ariyyah, memperjelas praktek-praktek syariat, dan sanggahan 
terhadap paham wujudiyyah. Di sinilah dibutuhkaan kejelian untuk memandang Al-Raniri secara utuh, 
baik kirah, pikiran maupun karya-karyanya (Azra: 1994). Bahkan, dari catatan sanggahan Al-Raniri 
terhadap paham wujudiyyahlah dapat ditemukan, sejumlah pembaruanterutama dalam hal metodologi. 
penulisan ilmiah, dimana beliau selalu mencantumkaan argumentasi berikut referensinya. Dari cara 
seperti ini pula dalam perkembangannya ditemukan sejumlah ulama -ulama baru yang belum pernah 
diungkap oleh penulis-penulis lain sebelumnya, berikut pemikiran-pemikiran yang baru. 
Meski Al-Raniri berpengaruh besar dalam perkembangan Islam Nusantara, tetapi hingga kini belum 
ditemukan para muridnya secara langsung, kecuali Syeikh Yusuf Al -Maqassari. Al-Maqassari dalam 
kitabnya, Safinat al-Najah menjelaskan bahwa dari Al-Ranirilah diperoleh silsilah tarekat Qadiriyyah, 
karena Al-Raniri adalah guru sekaligus syeikhnya. Hanya saia, bukti ini belum dianggap valid, karena 
belum diketahui kapan dan dimana mereka bertemu. Kesulitan lainnya juga akan muncul ketika dicari 
hubungan dan jaringan Al-Raniri dengan para ulama lain penyebar agama Islam di wilayah Nusantara, 
ataupun para ulama asli Nusantara yang berkelana sampai ke Timur-Tengah. Yang ada hanyalah 
kemungkinan bertemunya Al-Raniri dengan para jamaah haji dan para pedatang dari Nusantara yang 
kebetulan menuntut ilmu di tanah haram, tepatnya ketika Al -Raniri bermukim di Makkah dan Madinah 
(1621 M). Pertemuan inilah yang diduga adanya komunikasi langsung dengan para muridnya dari 
Nusantara, termasuk dengan Al-Maqassari.
Kesulitan ini juga terus berlanjut, jika dikaitkan dengan keingianan mencari hubungan Al -Raniri dengan 
dunia pesantren di wilayah Nusantara. Pasalnya, selain tiada literatur yang menunjukkan hal tersebut, 
manuskrip-manuskrip yang berkaitan dengan pesantren pun tidak menunjukkan adanya hubungan 
tersebut. Meski demikian, bukan berarti Al-Raniri tidak memiliki keterkaitan sama sekah dengan dunia 
pesantren. Setidaknya, peran Al-Maqassari dan para jamaah haji serta para muridnya di Makkah dan 
Madinah yang kemudian kembali ke tanah air merupakan keterkaitan tidak langsung Al-Raniri dengan 
dunia pesantren di Indonesia. 
Ada yang berpendapat bahawa beliau meninggal dunia di India. Pendapat lain menyebut bahawa beliau 
meninggal dunia di Aceh. Ahmad Daudi, menulis: “Maka tiba-tiba dan tanpa sebab-sebab yang 
diketahui, Syeikh Nuruddin ar-Raniri meninggalkan Serambi Mekah ini, belayar kembali ke tanah tumpah 
darahnya yang tercinta, Ranir untuk selama-lamanya. Peristiwa ini terjadi pada tahun 1054 H (1644 M).” 
Bahawa beliau meninggal dunia pada 22 Zulhijjah 1069 H/21 September 1658 M. Tetapi Karel A. 
Steenbrink dalam bukunya, Mencari Tuhan Dengan Kacamata Barat berpendapat lain, bahawa hingga 
tahun 1644 M bererti Syeikh Nuruddin masih berada di Aceh. Menurutnya terjadi diskusi yang terlalu 
tajam antara beberapa kelompok pemerintah: Seorang uskup agung (ar-Raniri) di satu pihak dan 
beberapa hulubalang dan seorang ulama dari Sumatera Barat di pihak lain. Pihak yang anti ar-Raniri 
akhirnya menang, sehingga ar-Raniri dengan tergesa-gesa kembali ke Gujarat. Tulisan Karel itu 
barangkali ada benarnya, kerana secara tidak langsung Syeikh Nuruddin mengaku pernah kalah 
berdebat dengan Saiful Rijal, penyokong fahaman Syeikh Hamzah al -Fansuri dan Syeikh Syamsuddin as- 
Sumatra-i, perkara ini beliau ceritakan dalam kitab Fath al-Mubin. 
Ada pun tempat meninggalnya, H.M. Zainuddin, berbeza pendapat dengan Ahmad Daudi di atas. 
Menurut Zainuddin dalam Tarich Atjeh Dan Nusantara, jilid 1, bahawa terjadi pertikaian di istana, dalam 
perebutan itu telah terbunuh seorang ulama, Faqih Hitam yang menentang tindakan Puteri Seri Alam. 
Dalam pada itu Syeikh Nuruddin diculik orang, kemudian mayatnya diketemukan di Kuala Aceh. 
Menurut H.M. Zainuddin pula, bahawa makam Syeikh Nuruddin itu dikenal dengan makam keramat 
Teungku Syiahdin (Syeikh Nuruddin ar-Raniri) terletak di Kuala Aceh. 
Dalam masa pemerintahan Iskandar Muda, kerajaan Aceh maju, ajaran sufi tidak menghalang kemajuan 
yang berasaskan Islam. Sebaliknya masa pemerintahan Iskandar Tsani, ajaran sufi dianggap sesat, 
ternyata kerajaan Aceh mulai menurun. Bantahan terhadap sesuatu pegangan yang pernah berkembang 
di dunia Islam perlulah ditangani dengan penuh kebijaksanaan. Siapa saja yang memegang urusan 
keislaman janganlah tersalah penilaian, sering terjadi yang benar menjadi salah, atau sebaliknya yang 
salah menjadi benar. 
karyanya: 
Kitab Al-Shirath al-Mustaqim (1634)
Kitab Durrat al-faraid bi Syarh al-‘Aqaid an Nasafiyah (1635) 
Kitab Hidayat al-habib fi al Targhib wa’l-Tarhib (1635) ? 
Kitab Error! Hyperlink reference not valid. (1638) 
Kitab Nubdzah fi da’wa al-zhill ma’a shahibihi 
Kitab Latha’if al-Asrar 
Kitab Asral an-Insan fi Ma’rifat al-Ruh wa al-Rahman 
Kitab Tibyan fi ma’rifat al-Adyan 
Kitab Akhbar al-Akhirah fi Ahwal al-Qiyamah 
Kitab Hill al-Zhill 
Kitab Ma’u’l Hayat li Ahl al-Mamat 
Kitab Aina’l-‘Alam qabl an Yukhlaq 
Kitab Syifa’u’l-Qulub 
Kitab Hujjat al-Shiddiq li daf’I al-Zindiq 
Kitab Al-Fat-hu’l-Mubin ‘a’l-Mulhiddin 
Kitab Al-Lama’an fi Takfir Man Qala bi Khalg al-Qur-an 
Kitab Shawarim al- Shiddiq li Qath’I al-Zindiq 
Kitab Rahiq al-Muhammadiyyah fi Thariq al-Shufiyyah. 
Kitab Ba’du Khalg al-samawat wa’l-Ardh 
Kitab Kaifiyat al-Shalat 
Kitab Hidayat al-Iman bi Fadhli’l-Manaan 
Kitab ‘Aqa’id al-Shufiyyat al-Muwahhiddin 
Kitab ‘Alaqat Allah bi’l-‘Alam 
Kitab Al-Fat-hu’l-Wadud fi Bayan Wahdat al-Wujud 
Kitab ‘Ain al-Jawad fi Bayan Wahdat al-Wujud 
Kitab Awdhah al-Sabil wa’l-Dalil laisal li Abathil al-Mulhiddin Ta’wil 
Kitab Awdhah al-Sabil laisan li Abathil al-Mulhiddin Ta’wil. 
Kitab Syadar al-Mazid 
Kitab Jawahir al-‘ulum fi Kasyfi’l-Ma’lum 
Sumber:
http://melayuonline.com/ind/personage/dig 341 hamzah-fansuri.htm 
http://acehpedia.org/Nuruddin_al-Raniri.htm 
http://melayuonline.com/ind/personage/dig/348 abdul -rauf-singkel.htm 
http://sufiroad.blogspot.com/2010/11/sufi-road-syeikh-hamzah-al-fansuri.html 
http://taufikirawan.wordpress.com/2011/11/01/nuruddin-al-raniri.htm 
http://www.gusmus.net/page.php mod=dinamis&sub=7&id=261.htm 
http://www.ipuisi.com/penulisan-puisi-oleh-ulama-asia-tenggara.htm 
Referensi: 
Braginsky, V.I. Yang Indah, Berfaedah dan Kamal Sejarah Sastra Melayu Dalam Abad 7-19. Jakarta: INIS, 
1998. 
Harun Mat Piah, et,al. Traditional Malay Literature. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, 2002. 
Liaw Yock Fang. Sejarah Kesusastraan Melayu Klasik. Singapura: Pustaka Nasional Singapura, 1975. 
Abdul Hadi WM, “Aceh dan Kesusastraan Melayu”, dalam Sardono W. Kusumo (ed.). Aceh dalam 
Lintasan Sejarah. Jakarta: IKJ Press, 2006. Hlm. 173-276. 
Azyumardi Azra, “Education, Law, Mysticism: Constructing Social Realities”, dalam Mohd. Taib Osman 
(ed.). Islam Civilization in the Malay World. Kuala Lumpur: 1997. Hlm. 141-195 
Teeuw, A., 1994. Iindonesia Antara Kelisanan dan Keberaksaraan. Jakarta: Pustaka Jaya 
Harun Nasution, dkk., Ensiklopedi Islam Indonesia, IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 1992. 
[1] Menurut Jelprison, tulisan arab melayu mulai berkembang pada awal abad 12. Menurut Hashim Haji 
Musa dalam bukunya “Sejarah Perkembangan Tulisan Jawi” tulisan arab melayu berkembang pada 
pertengahan abad 14. (Jelprison. 2008. Arab Melayu Sebuah Pengenalan. 
kampungrison.wordpress.com). 
[2] Azwar. Manuskrip Melayu dan Tulisan Jawi. ( Padang, sebuah website)
[3] Harun Mat Piah, dkk. Traditional Malay Literature. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, 2002. 
xvii 
[4] Harun Mat Piah, dkk. Traditional Malay Literature. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, 2002. 
374 
[5] Teeuw, A. Iindonesia Antara Kelisanan dan Keberaksaraan. Jakarta: Pustaka Jaya, 1995. 67. 
[6] Abdul Hadi WM, “Aceh dan Kesusastraan Melayu”, dalam Sardono W. Kusumo (ed.). Aceh dalam 
Lintasan Sejarah. Jakarta: IKJ Press, 2006. 241

More Related Content

What's hot

Essay urgensi dq terhadap profesi
Essay urgensi dq terhadap profesiEssay urgensi dq terhadap profesi
Essay urgensi dq terhadap profesiAbu Alif Al-Muhajir
 
Bab-3- Keunikan-karya-agung
Bab-3- Keunikan-karya-agungBab-3- Keunikan-karya-agung
Bab-3- Keunikan-karya-agungfiro HAR
 
PPT SKI Tokoh dan peran bani abbasyiah
PPT SKI Tokoh dan peran bani abbasyiahPPT SKI Tokoh dan peran bani abbasyiah
PPT SKI Tokoh dan peran bani abbasyiahSunja Dewi
 
2. ilmuhadits pengertian, sejarah dan cabang nya
2. ilmuhadits pengertian, sejarah dan cabang nya2. ilmuhadits pengertian, sejarah dan cabang nya
2. ilmuhadits pengertian, sejarah dan cabang nyaFakhri Cool
 
Pengaruh Israiliyyat dalam kitab tafsir jawi di Nusantara
Pengaruh Israiliyyat dalam kitab tafsir jawi di NusantaraPengaruh Israiliyyat dalam kitab tafsir jawi di Nusantara
Pengaruh Israiliyyat dalam kitab tafsir jawi di NusantaraNurul Farhana
 
Sejarah Ilmu Pengetahuan Islam
Sejarah Ilmu Pengetahuan IslamSejarah Ilmu Pengetahuan Islam
Sejarah Ilmu Pengetahuan IslamBrenda Andreansyah
 
konsep klasifikasi ilmu menurut ibnu rusyd
konsep klasifikasi ilmu menurut ibnu rusydkonsep klasifikasi ilmu menurut ibnu rusyd
konsep klasifikasi ilmu menurut ibnu rusydLtfltf
 
7575777 makalah-ulumul-hadist
7575777 makalah-ulumul-hadist7575777 makalah-ulumul-hadist
7575777 makalah-ulumul-hadistgigin ginanjar
 
Konsep klasifikasi ilmu menurut ibnu khaldun
Konsep klasifikasi ilmu menurut ibnu khaldunKonsep klasifikasi ilmu menurut ibnu khaldun
Konsep klasifikasi ilmu menurut ibnu khaldunLtfltf
 
Ppt india kelompok 4 ambar,delly,yeni
Ppt india kelompok 4 ambar,delly,yeniPpt india kelompok 4 ambar,delly,yeni
Ppt india kelompok 4 ambar,delly,yeniDewi_Sejarah
 
Quran Sebagai sumber Ajaran Islam
Quran Sebagai sumber Ajaran IslamQuran Sebagai sumber Ajaran Islam
Quran Sebagai sumber Ajaran IslamMarhamah Saleh
 

What's hot (18)

Essay urgensi dq terhadap profesi
Essay urgensi dq terhadap profesiEssay urgensi dq terhadap profesi
Essay urgensi dq terhadap profesi
 
Bab-3- Keunikan-karya-agung
Bab-3- Keunikan-karya-agungBab-3- Keunikan-karya-agung
Bab-3- Keunikan-karya-agung
 
Modul 8 kb 3
Modul 8 kb 3Modul 8 kb 3
Modul 8 kb 3
 
Agama
AgamaAgama
Agama
 
PPT SKI Tokoh dan peran bani abbasyiah
PPT SKI Tokoh dan peran bani abbasyiahPPT SKI Tokoh dan peran bani abbasyiah
PPT SKI Tokoh dan peran bani abbasyiah
 
Sumber hukum
Sumber hukumSumber hukum
Sumber hukum
 
2. ilmuhadits pengertian, sejarah dan cabang nya
2. ilmuhadits pengertian, sejarah dan cabang nya2. ilmuhadits pengertian, sejarah dan cabang nya
2. ilmuhadits pengertian, sejarah dan cabang nya
 
TEORI MASUKNYA AGAMA HINDU
TEORI MASUKNYA AGAMA HINDUTEORI MASUKNYA AGAMA HINDU
TEORI MASUKNYA AGAMA HINDU
 
Pengaruh Israiliyyat dalam kitab tafsir jawi di Nusantara
Pengaruh Israiliyyat dalam kitab tafsir jawi di NusantaraPengaruh Israiliyyat dalam kitab tafsir jawi di Nusantara
Pengaruh Israiliyyat dalam kitab tafsir jawi di Nusantara
 
Sejarah Ilmu Pengetahuan Islam
Sejarah Ilmu Pengetahuan IslamSejarah Ilmu Pengetahuan Islam
Sejarah Ilmu Pengetahuan Islam
 
konsep klasifikasi ilmu menurut ibnu rusyd
konsep klasifikasi ilmu menurut ibnu rusydkonsep klasifikasi ilmu menurut ibnu rusyd
konsep klasifikasi ilmu menurut ibnu rusyd
 
Daulah abbasiyah 'ilmi
Daulah abbasiyah 'ilmiDaulah abbasiyah 'ilmi
Daulah abbasiyah 'ilmi
 
7575777 makalah-ulumul-hadist
7575777 makalah-ulumul-hadist7575777 makalah-ulumul-hadist
7575777 makalah-ulumul-hadist
 
TUGAS-1 TAFSIR TEMATIK OLEH Shania AZHARI. SM IV MD-C FDK UINSU 2019/2020
TUGAS-1 TAFSIR TEMATIK OLEH Shania AZHARI. SM IV MD-C FDK UINSU 2019/2020TUGAS-1 TAFSIR TEMATIK OLEH Shania AZHARI. SM IV MD-C FDK UINSU 2019/2020
TUGAS-1 TAFSIR TEMATIK OLEH Shania AZHARI. SM IV MD-C FDK UINSU 2019/2020
 
Konsep klasifikasi ilmu menurut ibnu khaldun
Konsep klasifikasi ilmu menurut ibnu khaldunKonsep klasifikasi ilmu menurut ibnu khaldun
Konsep klasifikasi ilmu menurut ibnu khaldun
 
Kel 3,
Kel 3,Kel 3,
Kel 3,
 
Ppt india kelompok 4 ambar,delly,yeni
Ppt india kelompok 4 ambar,delly,yeniPpt india kelompok 4 ambar,delly,yeni
Ppt india kelompok 4 ambar,delly,yeni
 
Quran Sebagai sumber Ajaran Islam
Quran Sebagai sumber Ajaran IslamQuran Sebagai sumber Ajaran Islam
Quran Sebagai sumber Ajaran Islam
 

Similar to Keagamaan Abad 16

PPT Islamisasi dan Silang Budaya di Nusantara [SEJARAH ISLAM]
PPT Islamisasi dan Silang Budaya di Nusantara [SEJARAH ISLAM]PPT Islamisasi dan Silang Budaya di Nusantara [SEJARAH ISLAM]
PPT Islamisasi dan Silang Budaya di Nusantara [SEJARAH ISLAM]Lydia Nurkumalawati
 
masuk-dan-berkembanganya-islam.ppt
masuk-dan-berkembanganya-islam.pptmasuk-dan-berkembanganya-islam.ppt
masuk-dan-berkembanganya-islam.pptAchmadArifudin4
 
Kedatangan islam dan pembudayaan alam melayu
Kedatangan islam dan pembudayaan alam melayuKedatangan islam dan pembudayaan alam melayu
Kedatangan islam dan pembudayaan alam melayuskst2
 
Perkembangan Islam di Indonesia
Perkembangan Islam di IndonesiaPerkembangan Islam di Indonesia
Perkembangan Islam di IndonesiaFernalia Halim
 
Masuk dan-berkembanganya-islam
Masuk dan-berkembanganya-islamMasuk dan-berkembanganya-islam
Masuk dan-berkembanganya-islamnovianingrum2
 
Manhaj Tafsir Al-Azhar.doc
Manhaj Tafsir Al-Azhar.docManhaj Tafsir Al-Azhar.doc
Manhaj Tafsir Al-Azhar.docRahmat Hidayat
 
Perkembangan ilmu pengetahuan di dunia islam222
Perkembangan ilmu pengetahuan di dunia islam222Perkembangan ilmu pengetahuan di dunia islam222
Perkembangan ilmu pengetahuan di dunia islam222Kodogg Kritingg
 
Makalah awal masuknya islam ke nusantara
Makalah awal masuknya islam ke nusantaraMakalah awal masuknya islam ke nusantara
Makalah awal masuknya islam ke nusantaraRavindra Prahaswara
 
Biografi syeikh hamzah fansuri
Biografi syeikh hamzah fansuriBiografi syeikh hamzah fansuri
Biografi syeikh hamzah fansuririna nurjanah
 
Perkembangan islam di indonesia kampus bit
Perkembangan islam di indonesia kampus bitPerkembangan islam di indonesia kampus bit
Perkembangan islam di indonesia kampus bitMuhammad sobri maulana
 
Perkembangan islam di indonesia
Perkembangan islam di indonesiaPerkembangan islam di indonesia
Perkembangan islam di indonesiaMuhammad Firdaus
 
Perkembanganislamdiindonesia 130204033309-phpapp01 (1)
Perkembanganislamdiindonesia 130204033309-phpapp01 (1)Perkembanganislamdiindonesia 130204033309-phpapp01 (1)
Perkembanganislamdiindonesia 130204033309-phpapp01 (1)fuji10
 
Masuk dan berkembangnya islam di indonesia
Masuk dan berkembangnya islam di indonesiaMasuk dan berkembangnya islam di indonesia
Masuk dan berkembangnya islam di indonesiaMaya Sy
 
Makalah_Sejarah_Masuknya_Islam_di_Indonesia.docx
Makalah_Sejarah_Masuknya_Islam_di_Indonesia.docxMakalah_Sejarah_Masuknya_Islam_di_Indonesia.docx
Makalah_Sejarah_Masuknya_Islam_di_Indonesia.docxMyAdobe
 
Makalah Mempelajari Tasawuf di Indonesia UNZAH GENGGONG By_ Zuket Printing.docx
Makalah Mempelajari Tasawuf di Indonesia UNZAH GENGGONG By_ Zuket Printing.docxMakalah Mempelajari Tasawuf di Indonesia UNZAH GENGGONG By_ Zuket Printing.docx
Makalah Mempelajari Tasawuf di Indonesia UNZAH GENGGONG By_ Zuket Printing.docxZukét Printing
 
Makalah Mempelajari Tasawuf di Indonesia UNZAH GENGGONG By_ Zuket Printing.pdf
Makalah Mempelajari Tasawuf di Indonesia UNZAH GENGGONG By_ Zuket Printing.pdfMakalah Mempelajari Tasawuf di Indonesia UNZAH GENGGONG By_ Zuket Printing.pdf
Makalah Mempelajari Tasawuf di Indonesia UNZAH GENGGONG By_ Zuket Printing.pdfZukét Printing
 

Similar to Keagamaan Abad 16 (20)

Mengenal Tokoh tasawuf indonesia dari masa kemasa.docx
Mengenal Tokoh tasawuf indonesia dari masa kemasa.docxMengenal Tokoh tasawuf indonesia dari masa kemasa.docx
Mengenal Tokoh tasawuf indonesia dari masa kemasa.docx
 
Materi Ke-NU-an 7 smt gasal
Materi Ke-NU-an 7 smt gasalMateri Ke-NU-an 7 smt gasal
Materi Ke-NU-an 7 smt gasal
 
PPT Islamisasi dan Silang Budaya di Nusantara [SEJARAH ISLAM]
PPT Islamisasi dan Silang Budaya di Nusantara [SEJARAH ISLAM]PPT Islamisasi dan Silang Budaya di Nusantara [SEJARAH ISLAM]
PPT Islamisasi dan Silang Budaya di Nusantara [SEJARAH ISLAM]
 
masuk-dan-berkembanganya-islam.ppt
masuk-dan-berkembanganya-islam.pptmasuk-dan-berkembanganya-islam.ppt
masuk-dan-berkembanganya-islam.ppt
 
Kedatangan islam dan pembudayaan alam melayu
Kedatangan islam dan pembudayaan alam melayuKedatangan islam dan pembudayaan alam melayu
Kedatangan islam dan pembudayaan alam melayu
 
Perkembangan Islam di Indonesia
Perkembangan Islam di IndonesiaPerkembangan Islam di Indonesia
Perkembangan Islam di Indonesia
 
Ppt sejarah bab 4 sma x wajib
Ppt sejarah bab 4 sma x wajibPpt sejarah bab 4 sma x wajib
Ppt sejarah bab 4 sma x wajib
 
Masuk dan-berkembanganya-islam
Masuk dan-berkembanganya-islamMasuk dan-berkembanganya-islam
Masuk dan-berkembanganya-islam
 
Manhaj Tafsir Al-Azhar.doc
Manhaj Tafsir Al-Azhar.docManhaj Tafsir Al-Azhar.doc
Manhaj Tafsir Al-Azhar.doc
 
Perkembangan ilmu pengetahuan di dunia islam222
Perkembangan ilmu pengetahuan di dunia islam222Perkembangan ilmu pengetahuan di dunia islam222
Perkembangan ilmu pengetahuan di dunia islam222
 
Sastra islam melayu
Sastra islam melayuSastra islam melayu
Sastra islam melayu
 
Makalah awal masuknya islam ke nusantara
Makalah awal masuknya islam ke nusantaraMakalah awal masuknya islam ke nusantara
Makalah awal masuknya islam ke nusantara
 
Biografi syeikh hamzah fansuri
Biografi syeikh hamzah fansuriBiografi syeikh hamzah fansuri
Biografi syeikh hamzah fansuri
 
Perkembangan islam di indonesia kampus bit
Perkembangan islam di indonesia kampus bitPerkembangan islam di indonesia kampus bit
Perkembangan islam di indonesia kampus bit
 
Perkembangan islam di indonesia
Perkembangan islam di indonesiaPerkembangan islam di indonesia
Perkembangan islam di indonesia
 
Perkembanganislamdiindonesia 130204033309-phpapp01 (1)
Perkembanganislamdiindonesia 130204033309-phpapp01 (1)Perkembanganislamdiindonesia 130204033309-phpapp01 (1)
Perkembanganislamdiindonesia 130204033309-phpapp01 (1)
 
Masuk dan berkembangnya islam di indonesia
Masuk dan berkembangnya islam di indonesiaMasuk dan berkembangnya islam di indonesia
Masuk dan berkembangnya islam di indonesia
 
Makalah_Sejarah_Masuknya_Islam_di_Indonesia.docx
Makalah_Sejarah_Masuknya_Islam_di_Indonesia.docxMakalah_Sejarah_Masuknya_Islam_di_Indonesia.docx
Makalah_Sejarah_Masuknya_Islam_di_Indonesia.docx
 
Makalah Mempelajari Tasawuf di Indonesia UNZAH GENGGONG By_ Zuket Printing.docx
Makalah Mempelajari Tasawuf di Indonesia UNZAH GENGGONG By_ Zuket Printing.docxMakalah Mempelajari Tasawuf di Indonesia UNZAH GENGGONG By_ Zuket Printing.docx
Makalah Mempelajari Tasawuf di Indonesia UNZAH GENGGONG By_ Zuket Printing.docx
 
Makalah Mempelajari Tasawuf di Indonesia UNZAH GENGGONG By_ Zuket Printing.pdf
Makalah Mempelajari Tasawuf di Indonesia UNZAH GENGGONG By_ Zuket Printing.pdfMakalah Mempelajari Tasawuf di Indonesia UNZAH GENGGONG By_ Zuket Printing.pdf
Makalah Mempelajari Tasawuf di Indonesia UNZAH GENGGONG By_ Zuket Printing.pdf
 

Recently uploaded

AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..ikayogakinasih12
 
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdfsdn3jatiblora
 
Membuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docx
Membuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docxMembuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docx
Membuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docxNurindahSetyawati1
 
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CModul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CAbdiera
 
PPT PENELITIAN TINDAKAN KELAS MODUL 5.pptx
PPT PENELITIAN TINDAKAN KELAS MODUL 5.pptxPPT PENELITIAN TINDAKAN KELAS MODUL 5.pptx
PPT PENELITIAN TINDAKAN KELAS MODUL 5.pptxSaefAhmad
 
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptx
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptxPendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptx
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptxdeskaputriani1
 
LK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docx
LK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docxLK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docx
LK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docxPurmiasih
 
Dasar-Dasar Sakramen dalam gereja katolik
Dasar-Dasar Sakramen dalam gereja katolikDasar-Dasar Sakramen dalam gereja katolik
Dasar-Dasar Sakramen dalam gereja katolikThomasAntonWibowo
 
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7IwanSumantri7
 
Hiperlipidemiaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa
HiperlipidemiaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaHiperlipidemiaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa
Hiperlipidemiaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaafarmasipejatentimur
 
PELAKSANAAN + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY & WAREHOUSING M...
PELAKSANAAN + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY & WAREHOUSING M...PELAKSANAAN + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY & WAREHOUSING M...
PELAKSANAAN + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY & WAREHOUSING M...Kanaidi ken
 
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptArkhaRega1
 
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ikabab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ikaAtiAnggiSupriyati
 
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptx
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptxMODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptx
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptxSlasiWidasmara1
 
UT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk Hidup
UT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk HidupUT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk Hidup
UT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk Hidupfamela161
 
PPT AKSI NYATA KOMUNITAS BELAJAR .ppt di SD
PPT AKSI NYATA KOMUNITAS BELAJAR .ppt di SDPPT AKSI NYATA KOMUNITAS BELAJAR .ppt di SD
PPT AKSI NYATA KOMUNITAS BELAJAR .ppt di SDNurainiNuraini25
 
1.3.a.3. Mulai dari Diri - Modul 1.3 Refleksi 1 Imajinasiku tentang Murid di ...
1.3.a.3. Mulai dari Diri - Modul 1.3 Refleksi 1 Imajinasiku tentang Murid di ...1.3.a.3. Mulai dari Diri - Modul 1.3 Refleksi 1 Imajinasiku tentang Murid di ...
1.3.a.3. Mulai dari Diri - Modul 1.3 Refleksi 1 Imajinasiku tentang Murid di ...MetalinaSimanjuntak1
 
MODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdf
MODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdfMODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdf
MODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdfNurulHikmah50658
 
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdfBab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdfbibizaenab
 
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfREFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfirwanabidin08
 

Recently uploaded (20)

AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
 
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdf
 
Membuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docx
Membuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docxMembuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docx
Membuat Komik Digital Berisi Kritik Sosial.docx
 
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CModul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
 
PPT PENELITIAN TINDAKAN KELAS MODUL 5.pptx
PPT PENELITIAN TINDAKAN KELAS MODUL 5.pptxPPT PENELITIAN TINDAKAN KELAS MODUL 5.pptx
PPT PENELITIAN TINDAKAN KELAS MODUL 5.pptx
 
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptx
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptxPendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptx
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptx
 
LK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docx
LK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docxLK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docx
LK.01._LK_Peta_Pikir modul 1.3_Kel1_NURYANTI_101.docx
 
Dasar-Dasar Sakramen dalam gereja katolik
Dasar-Dasar Sakramen dalam gereja katolikDasar-Dasar Sakramen dalam gereja katolik
Dasar-Dasar Sakramen dalam gereja katolik
 
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
 
Hiperlipidemiaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa
HiperlipidemiaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaHiperlipidemiaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa
Hiperlipidemiaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa
 
PELAKSANAAN + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY & WAREHOUSING M...
PELAKSANAAN + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY & WAREHOUSING M...PELAKSANAAN + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY & WAREHOUSING M...
PELAKSANAAN + Link-Link MATERI Training_ "Effective INVENTORY & WAREHOUSING M...
 
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
 
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ikabab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
 
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptx
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptxMODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptx
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptx
 
UT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk Hidup
UT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk HidupUT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk Hidup
UT PGSD PDGK4103 MODUL 2 STRUKTUR TUBUH Pada Makhluk Hidup
 
PPT AKSI NYATA KOMUNITAS BELAJAR .ppt di SD
PPT AKSI NYATA KOMUNITAS BELAJAR .ppt di SDPPT AKSI NYATA KOMUNITAS BELAJAR .ppt di SD
PPT AKSI NYATA KOMUNITAS BELAJAR .ppt di SD
 
1.3.a.3. Mulai dari Diri - Modul 1.3 Refleksi 1 Imajinasiku tentang Murid di ...
1.3.a.3. Mulai dari Diri - Modul 1.3 Refleksi 1 Imajinasiku tentang Murid di ...1.3.a.3. Mulai dari Diri - Modul 1.3 Refleksi 1 Imajinasiku tentang Murid di ...
1.3.a.3. Mulai dari Diri - Modul 1.3 Refleksi 1 Imajinasiku tentang Murid di ...
 
MODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdf
MODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdfMODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdf
MODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdf
 
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdfBab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
 
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfREFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
 

Keagamaan Abad 16

  • 1. Corak Keagamaan di Indonesia Pada Abad 16 OKTOBER 26, 2012 BY RIF'AN 1 1 Vote Pendahuluan Keadaan geografis Indonesia yang berpulau-pulau dan jumlahnya mencapai ribuan pulau besar kecil menyebabkan daerah pesisir telah memegang peranan yang cukup penting di bidang perdagangan maupun kekuasaan politik dan ekonomi. Melihat kenyataan bahwa sejak permulaan berdirinya kerajaan Islam di Indonesia baik yang terletak di Sumatera, Jawa, Sulawesi, Kalimantan dan Maluku, maka daerah pesisirlah yang menjadi pusat kerajaan, hal ini tidak mengenyampingkan peranan kerajaan Mataram Islam yang berpusat di pedalaman. Dengan keadaan geografis semacam ini akan sulit untuk membayangkan adanya suatu kekuasaan tunggal untuk menguasai seluruh Indonesia pada saat itu. Dalam perkembangan masyarakat Indonesia-Hindu yang berpindah secara perlahan dan lambat ke masyarakat Indonesia Islam dan lenyapnya kekuasan raja Indonesia-Hindu yang digantikan oleh munculnya kekuasaan kerajaan Indonesia Islam telah membawa akibat pula dalam transformasi politik dan sosial untuk menuju ke sistem masyarakat baru. Keberadaan tulisan menunjukan kemajuan peradaban manusia, tulisan di nusantara di perkenalkan ejak adanya proses Indianisasi pada madaawal Hindu-Buda, yang selanjutnya budaya baru tulis menulis dilaanjutkan Islam . Tulisan Jawi telah lama ada dalam khasanah kebudayaan melayu yang diperkirakan sekitar abad ke 10 Masehi atau 3 Hijrah hingga kemasa kini dan ia berasal daripada tulisan Arab[1]. Tulisan inilah yang membangun kebudayaan melayu, keberadaan tulisan arab melayu di Nusantara identik dengan penyebaran islam ke daerah melayu. Masa sejak awal abad ke-13 M sampai penghujung abad ke-15 M dalam khazanah kesusastraan melayu disebut masa peralihan,yaitu masa peralihan dari peradaban Hindu ke peradaban Islam. Dengan masuknya peradaban Islam,orang melayu mulai mengenal tradisi tulis. Sebelumnya, mereka hanya memiliki tradisi lisan. Aksara Jawi sudah wujud dan digunakan di wilayah Sumatra dan Semenanjung Malaya jauh sebelum orang/pulau Jawa memeluk agama Islam (883 H/1468 M). Bukti historis bahwa adanya tulisan jawi dalam kebudayaan Melayu lama dapat dilihat pada bahan-bahan bertulis seperti : batu bersurat, manuskrip lama, kertas lama, majalah, batu nisan, bahan-bahan
  • 2. yang dibuat daripada logam, kulit, alat senjata , batu lontar, tembikar dan sejenisnya, ukiran-ukiran pada masjid, rumah, dan istana, azimat, rajah atau penangkal. Penemuan pertama batu nisan yang tertulis dalam bahasa Arab di Sumatera bertarikh 55 Hijrah atau setara dengan 674 M. Selain itu juga ditemukan di Kedah bertarikh 290 Hijrah. Kedua hal ini jelas telah menunjukkan bahwa tulisan Jawi berasal dari orang Arab yang kemudian telah disesuaikan dengan menambahkan beberapa huruf tambahan kepada huruf Arab untuk menyesuaikannya dengan gaya bahasa orang Melayu. Penambahan ini lebih kepada melengkapi ejaan yang tidak ada dalam bahasa Arab tetapi ditemui dalam bahasa Melayu[2]. Yang kedua, masih di abad 14, pada tahun 1310, ditemukan syair tentang keislaman yang ditulis dalam bahasa Melayu dengan huruf Jawi di Minya’ Tujoh, Aceh. Karenanya para pakar sepakat bahwa perkembangan karya ulama yang ditulis dengan huruf Jawi sudah berkembang pada Abad 14 pada massa Kekhalifahan Samudra Pasai dan Kekhalifahan Islam lain di Semenanjung Malaka. Pembahasan Corak keagamaan pada abad 16 di Nusantara adalah corak keagamaan tasawuf, hal iini dapat dilihat dari para ulama dan karya-karyanya. Berikut adalah para ulama abad 16 di nusantara: Hamzah Fansuri Hamzah Fansuri adalah seorang penganut mazhab tasawuf wahdat al-wujud atau wujudiyah atau Martabat Tujuh. Keyakinannya itu terungkap baik dalam karya-karya teologisnya maupun dalam karya-karya sastranya. Kesusastraan keagamaan Melayu pada masa Hamzah Fansuri hidup memang berkembang pesat, seiring dengan penyebaran agama Islam di seluruh kepulauan Nusantara dan pendirian berbagai kerajaan Melayu-Islam di beberapa tempat, yaitu di Pasai, Melaka dan Aceh. Kesusastraan jenis ini berisi yurisprudensi, doktrin, mistisisme dan sebagainya. Dalam hal ini, Hamzah Fansuri adalah salah seorang penulis kesusastraan keagamaan yang termasyhur dan sejajar dengan Syeikh Nuruddin Ar-Raniri, Abadul Samad al-Falimbani, Syihabuddin bin Abdullah Muhammad, Syeikh Muhammad Nafis bin Idris al-Banjari, dan Syeikh Daud bin Abdullah al-Fatani[3].
  • 3. Wahdat al-wujud yang dianut oleh Hamzah Fansuri adalah salah satu doktrin tasawuf yang dipengaruhi oleh filsafat dan berbagai sumber non-dogmatik lain. Tradisi wahdat al-wujud adalah bagian dari silsilah intelektual yang dikembangkan dari teks-teks Yunani, Persia, dan India yang diterjemahkan ke dalam bahasa Arab. Para pemikirnya antara lain adalah al-Kindi (sekitar 958 M), al-Farabi (sekira 958 M), Ibnu Sina (958-1137 M), Ibnu Bajah (sekira 1138 M), Ibnu Taufail (sekira 1185 M), Ibnu Rusydi (1126-1198). Sedangkan gagasan awalnya dapat dilacak hingga Plato dan Plotinus. Doktrin ini juga mempunyai hubungan dengan tipe mistisisme Islam yang dapat ditemukan dalam studi - studi mistik oleh Abu Yazid al-Bistami (sekira 874 M), al-Hallaj (sekira 921 M), dan Ibnu al-Farid (sekira 1235). Pengaruh terbesar datang dari Ibnu Arabi (sekira 1240 M), terutama di dalam kitabnya yang berjudul Fusus al-Hikam. Pengaruh: Pengaruh doktrin ini di Melaka dapat ditemukan dalam Sejarah Melayu, yang mendeskripsikan bahwa balairung Melaka mencari jawaban dari Pasai bagi pertanyaan tentang apakah para penghuni surga dan neraka akan tetap tinggal kekal di dalamnya. Pertanyaan inilah yang diajukan juga oleh Ibnu Arabi. Setelah jatuhnya Melaka ke tangan Portugis, pengaruh filsafat dan doktrin wujudiyah terutama telah bergeser dari Melaka ke Aceh. Pada saat inilah Hamzah Fansuri menulis karya-karya keagamannya. Situasi di Aceh pada masa itu memang memungkinkan para penulis untuk berkarya di sana. Setelah Melaka jatuh, Aceh berkembang bukan hanya sebagai pusat perdagangan tetapi juga sebagai kerajaan Islam yang terkemuka. Hamzah Fansuri yakin dan mengajarkan bahwa, karena manusia berasal dari Tuhan, maka manusia tidak merdeka. Kebebasannya adalah cerminan dari kebebasan Tuhan yang absolut. Maka, manusia dapat saja mengikuti kehendaknya sendiri yang disesuaikan dengan kehendak sejati Tuhan, atau ia dapat juga mengikuti kehendak dan nafsunya sendiri di dunia ini. Dunia ini juga berasal Tuhan, tetapi wujudnya bukanlah wujud yang sejati. Jika manusia mengikuti dunia ini, berarti ia tertipu. Sedangkan jika ia meninggalkan dunia ini, berarti ia menemukan hakikat dan nasibnya yang sejati[4] (al -Attas, 1970: 233- 353 via Piah dkk, 2002: 374). Karena doktrin wujudiyah sangat populer pada akhir abad ke-16 dan awal abad ke-17 di berbagai daerah, khususnya Aceh, pemikiran dan syair-syair Hamzah Fansuri tentu cukup luas tersebar di kalangan kaum Sufi di aliran tersebut. Bahkan, penyebarannya tidak hanya di Aceh, melainkan juga di beberapa daerah lain.
  • 4. Di Jawa, misalnya, karya-karya Hamzah Fansuri disebarkan hingga ke Banten, Cirebon, Pajang, dan Mataram, serta diterjemahkan atau digarap ke dalam bahasa Jawa. Sejak abad ke-17, mistik dan ajaran yang ada di Jawa terwujud dalam bentuk manunggaling kawulo gusti, yang dalam berbagai bentuk tetap hadir dalam sejarah agama Islam di Jawa[5] (Teeuw, 1995: 67). Tetapi pandangan ini ditentang oleh ulama besar yang lain, yaitu Nurruddin ar-Raniri, yang berhasil membujuk Sultan Iskandar Thani untuk memberantas ajaran wujudiyah Hamzah Fansuri. Walaupun demikian, ada beberapa karya Hamzah Fansuri yang berhasil selamat – dari api pembakaran itu. Karyanya: Syair Si Burung Pingai Syair Sidang Fakir Syair Syarab al-‘Asikin Syair Dagang Syair Perahu Asrar al-‘Arifin fi Bayan Ilmu Suluk wa al-Tauhid Ruba‘i Hamzah Fansuri Al-Muntahi Abdul Rauf bin Ali al-Jawi al-Fansuri al-Singkili Abdul Rauf Singkel, yang bernama panjang Syeh Abdul Rauf bin Ali al -Jawi al-Fansuri al-Singkili, lahir di Fansur, lalu dibesarkan di Singkil pada awal abad ke-17 M. Ayahnya adalah Syeh Ali Fansuri, yang masih bersaudara dengan Syeh Hamzah Fansuri. A. Rinkes memperkirakan bahwa Abdul Rauf lahir pada tahun 1615 M. Ini didasarkan perhitungan, ketika Abdul Rauf kembali dari Mekah, usianya antara 25 dan 30 tahun[6]. Selama sekitar 19 tahun menghimpun ilmu di Timur Tengah, Abdul Rauf tidak hanya belajar di Mekah saja. Ia juga mempelajari ilmu keagamaan dan tasawuf di bawah bimbingan guru-guru yang termasyhur di Madinah. Di kota ini, ia belajar kepada khalifah (pengganti) dari tarekat Syattariyah, yaitu Ahmad Kusyasyi dan penggantinya, Mula Ibrahim Kurani (Braginsky, 1998: 474). Dalam kata penutup salah satu karya tasawufnya, Abdul Rauf menyebutkan guru-gurunya. Data yang cukup lengkap tentang pendidikan dan tradisi pengajaran yang diwarisinya ini merupakan data pertama tentang pewarisan sufisme di kalangan para sufi Melayu. Ia juga menyebutkan beberapa kota Yaman (Zabit, Moha, Bait al -Fakih, dan lain-lain), Doha di Semenanjung Qatar, Madinah, Mekah, dan Lohor di India. Di samping itu, ia juga
  • 5. menyebutkan daftar 11 tarekat sufi yang diamalkannya, antara lain Syattariyah, Kadiriyah, Kubrawiyah, Suhrawardiyah, dan Naqsyabandiyah (Braginsky, 1998: 474). Sepeninggal Ahmad Kusyasyi, Abdul Rauf memperoleh izin dari Mula Ibrahim Kurani untuk mendirikan sebuah sekolah di Aceh. Sejak 1661 hingga hampir 30 tahun berikutnya, Abdul Rauf mengajar di Aceh. Liaw Yock Fang (1975) menyebutkan bahwa muridnya ramai sekali dan datang dari seluruh penjuru Nusantara. Dan, karena pandangan-pandangan keagamaannya sejalan dengan pandangan Sultan Taj al - ‘Alam Safiatun Riayat Syah binti Iskandar Muda (1645-1675), Abdul Rauf kemudian diangkat menjadi Syeikh Jamiah al-Rahman dan mufti atau kadi dengan sebutan Malik al-Adil, menggantikan Syeh Saif al- Rijal yang wafat tidak lama setelah ia kembali ke Aceh (Abdul Hadi WM, 2006: 241-242). Selain itu, ia juga bersikap keras terhadap orang-orang yang menolak berkuasanya seorang raja perempuan (lihat Mat Piah et.al, 2002: 61). Dalam banyak tulisannya, Abdul Rauf Singkel menekankan tentang transendensi Tuhan di atas makhluk ciptaan-Nya. Ia menyanggah pandangan wujudiyyah yang menekankan imanensi Tuhan dalam makhluk ciptaan-Nya. Dalam karyanya yang berjudul Kifayat al-Muhtajin, Abdul Rauf berpendapat bahwa sebelum Tuhan menciptakan alam semesta, Dia menciptakan Nur Muhammad. Dari Nur Muhammad inilah Tuhan kemudian menciptakan permanent archetypes (al -a‘yan al-kharijiyyah), yaitu alam semesta yang potensial, yang menjadi sumber bagi exterior archetypes (al-a‘yan al-kharijiyyah), bentuk konkret makluk ciptaan. Selanjutnya, Abdul Rauf menyimpulkan bahwa walaupun a‘yan al -kharijiyyah adalah emanasi (pancaran) dari Wujud Yang Mutlak, ia tetap berbeda dari Tuhan. Abdul Rauf mengumpamakan perbedaan ini dengan tangan dan bayangannya. Walaupun tangan sangat sukar untuk dipisahkan dari banyangannya, tetapi bayangan itu bukanlah tangan yang sebenarnya (lihat Azyumardi Azra dalam Osman, 1997: 174). Secara umum, Abdul Rauf ingin mengajarkan harmoni antara syariat dan sufisme. Dalam karya-karyanya ia menyatakan bahwa tasawuf harus bekerjasama dengan syariat. Hanya dengan kepatuhan yang total terhadap syariat-lah maka seorang pencari di jalan sufi dapat memperoleh pengalaman hakikat yang sejati. Pendekatannya ini tentu saja berbeda dari pendekatan Nuruddin al -Raniri yang tanpa kompromi. Abdul Rauf cenderung memilih jalan yang lebih damai dan sejuk dalam berinteraksi dengan aliran wujudiyyah. Maka, walaupun ia menentang aliran yang diajarkan oleh Hamzah Fansuri itu, ia tidak menyatakannya secara terbuka. Lagipula, ia juga tidak setuju dengan cara-cara radikal yang ditempuh oleh Nuruddin (lihat Azyumardi Azra dalam Osman, 1997: 174). Menariknya, dalam karya-karyanya ia tidak menyebut Nuruddin al-Raniri, yang karya-karyanya mungkin sekali telah dikenalinya, tetapi seolah-olah mengisyaratkan peristiwa tragis yang pernah terjadi, melalui kutipan sebuah hadis: “Jangan sampai terjadi seorang muslim menyebut muslim lain sebagai kafir. Karena jika ia berbuat demikian, dan memang demikianlah kenyataannya, lalu apakah manfaatnya. Sedangkan jika ia salah menuduh, maka tuduhan ini akan dibalikkan melawan ia sendiri” (Johns dalam Braginsky, 1998: 476).
  • 6. Dengan caranya yang lebih damai ini, ia dapat menahan berkembangnya heterodoksi dalam Islam yang disebabkan oleh tafsir yang kurang tepat terhadap ajaran Hamzah Fansuri dan Syamsuddin as -Sumatrani (Abdul Hadi WM, 2006: 241). Pengaruh: Syeh Abdul Rauf Singkel memiliki banyak murid yang tersebar di kepulauan Nusantara. Dua muridnya juga masyhur, yaitu Syeh Jamaluddin al-Tursani dan Syeh Yusuf al-Makasari. Jamaluddin al-Tursani adalah seorang ahli hukum ketatanegaraan terkenal dan pernah menjadi Kadi Malik al -Adil di istana Aceh pada awal abad ke-18 M. Ia terkenal berkat karya hukum ketatanegaraannya yang komprehensif, Syafinat al Hukam (Bahtera Para Hakim), yang merupakan perluasan baik terhadap Taj al -Salatin maupun Bustan al-Salatin. Sedangkan Syeh Yusuf al-Makasari adalah seorang ulama dari Makassar. Ulama inilah yang mendampingi Sultan Ageng Tirtayasa dalam perjuangannya melawan kolonialisme Belanda (Abdul Hadi WM, 2006: 246). Pada saat Abdul Rauf menjadi mufti, Aceh adalah kesultanan yang sangat penting di dunia Melayu karena menjadi tempat persinggahan para jemaah haji. Orang dari Jawa dan daerah lain di Indonesia yang pergi naik haji, harus singgah di Aceh. Sewaktu di Aceh, tidak sedikit pula dari jemaah haji belajar agama dan ilmu tasawuf kepada Abdul Rauf (A.H. Johns dalam Liaw Yock Fang, 1975: 197). Mungkin inilah sebabnya tarekat Syattariyah agak populer di Jawa dan nama Abdul Rauf sering disebut dalam silsilah tarekat tersebut. Sebuah karangan Abdul Rauf, yaitu Dakai‘ik al -Huruf, dikutip dalam al-Tuhfa al-mursala ila ruh al-nabi, sebuah risalah ilmu tasawuf yang sangat penting di Jawa (Liaw Yock Fang, 1975: 197). Bersama dengan Nuruddin al-Raniri, Abdul Rauf Singkel menunjukkan bahwa Islam, sebagaimana yang dipraktekkan di Asia Tenggara, adalah bagian dari pasang surut gagasan dan praktek religius dan mistisisme di dunia. Gagasan dan praktek ini berakar pada Al -Qur‘an dan kehidupan komunitas Islam awal, tetapi kemudian berkembang ke berbagai arah yang berbeda-beda. Perdebatan yang terjadi di Aceh, dan juga di dunia Melayu pada umumnya, tidak bersifat unik bagi daerah ini saja, karena telah muncul juga di berbagai belahan dunia Islam lainnya. Menurut Piah dkk (2002), Aceh menangkap gagasan dan praktek-praktek ini dan mengeskpresikannya dengan cara yang rumit dan menantang bagi kaum Muslim yang memahami keimanan mereka melalui medium bahasa Melayu. Karyanya:
  • 7. Oman Fathurrahman (dalam Osman, 1997: 242) mencatat tidak kurang dari 36 kitab berkenaan dengan fikih dan syariat, tasawuf, dan tafsir Al-Qur‘an dan hadis, di antaranya adalah: Daka‘ik al-Huruf (Kehalusan-kehalusan Huruf), dikutip dalam al-Tuhfa al-mursala ila ruh al-nabi, risalah ilmu tasawuf yang sangat penting di Jawa. Tafsir Baidhawi (terjemahan, 1884, diterbitkan di Istambul). Mirat al-Turab fi Tashil Ma‘rifah al-Ahkam al-Syar‘iyyah li al-Malik al-Wahab (Cermin Para Penuntut Ilmu untuk Memudahkan Tahu Hukum-hukum Syara‘ dari Tuhan, bahasa Melayu). Umdat al-muhtajin ila Suluk Maslak al-Mufradin (Pijakan bai Orang-orang yang Menempuh Jalan Tasawuf). Tanbih al-Masyi al-Mansub ila Tariq al-Qusyasyi (Pedoman bagi Penempuh Tarekat al-Qusyasyi, bahasa Arab). Bayan al-Arkan (Penjelasan tentang Rukun-rukun Islam, bahasa Melayu). Bidayah al-Baligah (Permulaan yang Sempurna, bahasa Melayu). Sullam al-Mustafiddin (Tangga Setiap Orang yang Mencari Faedah, bahasa Melayu). Piagam tentang Zikir (bahasa Melayu). Tarjuman al-Mustafid bi al-Jawy. Syarh Latif ‘Ala Arba‘ Hadisan li al-Imam al-Nawawiy (Penjelasan Terperinci atas Kitab empat Puluh Hadis Karangan Imam Nawawi, bahasa Melayu). Al-Mawa‘iz al-Ba‘diah (Petuah-petuah Berharga, bahasa Melayu). Kifayat al-Muhtajin. Bayan Tajilli (Penjelasan tentang Konsep Manifestasi Tuhan). Syair Makrifat. Al-Tareqat al-Syattariyah (Untuk Memahami jalan Syattariyah). Majmu al-Masa‘il (Himpunan Petranyaan). Syam al-Ma‘rifat (Matahari Penciptaan). Syamsuddin Sumatrani Syamsuddin Sumatrani dikenal sebagai seorang sufi yang mengajarkan faham wahdatul wujud (keesaan wujud) dengan mengikuti faham wahdatul wujud Ibnu Arabi. Istilah wahdatul wujud itu sendiri
  • 8. sebenarnya bukan diberikan oleh Ibnu Arabi sendiri. Artinya, Ibnu Arabi tidak pernah menyatakan bahwa sistem pemikiran tasawufnya itu merupakan paham wahdatul wujud. Dari hasil penelitian WC. Chittick, Sadr al-Din al-Qunawi (w. 673/1274) adalah orang pertama yang menggunakan istilah wahdatul wujud, hanya saja al-Qunawi tidak menggunakannya sebagai suatu istilah teknis yang independen. Selain al-Qunawi, masih banyak lagi yang menggunakan istilah wahdatul wujud. Namun tokoh yang paling besar peranannya dalam mempopulerkan istilah wahdatul wujud adalah Taqi al-Din Ibn Taymiyyah (w. 728/1328). Ia adalah pengecam keras ajaran Ibnu Arabi dan para pengikutnya. Di antara kaum sufi yang mengikuti jejak pemikiran Ibnu Arabi tersebut adalah Syamsuddin Sumatrani. Pengajaran Syamsuddin Sumatrani tentang Tuhan dengan corak paham wahdatul wujud dapat dikenal dari pembicaraannya tentang maksud kalimat tauhid la ilaha illallah, yang secara harfiah berarti tiada Tuhan selain Allah. Ia menjelaskan bahwa kalimat tauhid tersebut bagi salik (penempuh jalan tasawuf) tingkat pemula (al-mubtadi) dipahami dengan pengertian bahwa tiada ada ma’bud (yang disembah) kecuali Allah. Sementara bagi salik yang sudah berada pada tingkat menengah (al -mutawassith), kalimat tauhid tersebut dipahami dengan pengertian bahwa tidak ada maksud (yang dikehendaki) kecuali Allah. Adapun bagi salik yang sudah berada pada tingkat penghabisan (al -muntaha), kalimat tauhid tersebut difahami dengan pengertian bahwa tidak ada wujud kecuali Allah. Namun ia mengingatkan bahwa terdapat perbedaan prinsipil antara pemahaman wahdatul wujud dari para penganut tauhid yang benar (al-muwahhidin al-shiddiqin), dengan paham wahdatul wujud dari kaum zindiq penganut panteisme. Di lihat dari satu sisi, kedua pihak itu memang nampak sependapat dalam menetapkan makna kalimat tauhid la ilaha illallah, yakni tiada wujud selain Allah, sedang wujud segenap alam adalah bersifat bayang-bayang atau majazi. Tetapi sebenarnya kedua belah pihak memiliki perbedaan pemahaman yang sangat prinsipil. Bagi kaum panteisme yang zindiq alias sesat, mereka memahaminya bahwa wujud Tuhan itu tidak ada, kecuali dalam kandungan wujud alam. Jadi bagi kalangan panteis ini, segenap wujud alam adalah wujud Tuhan dan wujud Tuhan adalah wujud alam (baik dari segi wujud maupun dari segi penampakannya). Jadi para penganut paham panteisme itu mengidentikkan Tuhan dengan alam. Mereka menetapkan adanya kesatuan hakikat dalam kejamakan alam tanpa membedakan antara martabat Tuhan dengan martabat alam. Paham demikian menurut Syamsuddin Sumatrani adalah paham yang batil dan ditolak oleh para penganut tauhid yang benar. Bagi Syamsuddin Sumatrani, sebagaimana faham Ibnu Arabi, asdalah Keesaan Wujud berarti tidak ada sesuatu pun yang memiliki wujud hakiki kecuali Tuhan. Sementara alam atau segala sesuatu selain
  • 9. Tuhan keberadaannya adalah karena diwujudkan (maujud) oleh Tuhan. Karena itu dilihat dari segi keberadaannya dengan dirinya sendiri, alam itu tidak ada (ma’dum); tetapi jika dilihat dari segi “keberadaannya karena wujud Tuhan” maka jelaslah bahwa alam itu ada (maujud). Dengan demikian martabat Tuhan sangat berbeda dengan martabat alam. Hal ini diuraikan dalam ajarannya mengenai martabat tujuh, yakni satu wujud dengan tujuh martabatnya. Tulisnya: I’lam, ketahui olehmu bahwa (se)sungguhnya martabat wujud Allah itu tujuh martabat; pertama martabat ahadiyyah, kedua martabat wahdah, ketiga martabat wahidiyyah, keempat martabat alam arwah, kelima martabat alam mitsal, keenam martabt alam ajsam dan ketujuh martabat alam insan. Maka ahadiyyah bernama hakikat Allah Ta’ala, martabat Dzat Allah Ta’ala dan wahdah itu bernama hakikat Muhammad, ia itu bernama sifat Allah, dan wahidiyyah bernama (hakikat) insan dan Adam ‘alaihi al-Salam dan kita sekalian, ia itu bernama asma Allah Ta’ala, maka alam arwah martabat (hakikat) segala nyawa, maka alam mitsal martabat (hakikat) segala rupa, maka alam ajsam itu martabat (hakikat) segala tubuh, maka alam insan itu martabat (hakikat) segala manusia. Adapun martabat ahadiyyah, wahdah dan wahidiyyah itu anniyyat Allah Ta’ala, maka alam arwah, alam mitsal alam ajsam dan alam insan itu martabat anniyyat al-makhluk. Atas uraian Syamsuddin Sumatrani tersebut Prof. Dr. Abdul Aziz Dahlan memberikan ulasan: terhadap tiga martabat pertama yang disebutnya dengan ‘anniyyat Allah, maksudnya adalah martabat wujud aktual Tuhan; Sedang terhadap empat martabat berikutnya yang disebut martabat anniyyat al -makhluk, maka yang dimaksudkannya adalah wujud aktual makhluk. Dengan demikian, tiga martabat pertama adalah qadim (dahulu tanpa permulaan) dan baqa (kekal tanpa kesudahan); Sedang empat martabat berikutnya disebut muhdats (yang dijadikan/diciptakan). Karena itu pula istilah ‘alam tidak digunakan untuk tiga martabat pertama, tapi jelas dipergunakan untuk empat martabat berikutnya. Dari semua itu dapatlah dipahami bahwa martabat ketuhanan itu tidak lain dari tiga martabat pertama, sedang martabat alam atau makhluk mengacu pada empat martabat berikutnya. Wallahu A’lam. Peranan dan Pengaruhnya: Pada masa pemerintahan Sayyid Mukammil (1589-1604), Syamsuddin Sumatrani sudah menjadi orang kepercayaan sultan Aceh. Sayang dalam kitab Bustan al -Salathin sendiri tidak disingkapkan bagaimana perjalanan Syamsuddin Sumatrani sehingga ia menjadi ulama yang paling dipercaya dalam l ingkungan istana kerajaan Aceh selama tiga atau empat dasawarsa.
  • 10. Syamsuddin Sumatrani wafat pada tahun 1039 H/1630 M, dan selama beberapa dasawarsa terakhir dari masa hidupnya ia merupakan tokoh agama terkemuka yang dihormati dan disegani. Ia berada dalam lindungan dan bahkan berhubungan erat dengan penguasa Kerajaan Aceh Darussalam. Syamsuddin Sumatrani adalah satu dari empat ulama yang paling terkemuka. Ia berpengaruh serta berperan besar dalam sejarah pembentukan dan pengembangan intelektualitas keislaman di Aceh pada kisaran abad ke-l7 dan beberapa dasawarsa sebelumnya. Keempat ulama tersebut adalah Hamzah Fansuri (?-?), Syamsuddin Sumatrani (?-1630), Nuruddin Raniri (?-1658), dan Abdur Rauf Singkel (1615/20-1693). Mengenai ada tidaknya hubungan antara Syamsuddin Sumatrani dengan ketiga ulama lainnya, ada baiknya disinggung seperlunya. Mengenai hubungan Hamzah Fansuri dengan Syamsuddin Sumatrani, sejarawan A. Hasjmy cenderung memandang Syamsuddin Sumatrani sebagai murid dari Hamzah Fansuri. Pandangannya ini diperkuat dengan ditemukannya dua karya tulis Syamsuddin Sumatrani yang merupakan ulasan (syarah) terhadap pengajaran Hamzah Fansuri. Kedua karya tulis Syamsuddin Sumatrani itu adalah Syarah Ruba’i Hamzah Fansuri dan Syarah Syair Ikan Tongkol. Adapun hubungannya dengan Nuruddin ar-Raniri, hal ini tidak diketahui secara pasti. Yang jelas adalah bahwa tujuh tahun setelah Syamsuddin Sumatrani wafat, Raniri memperoleh kedudukan seperti sebelumnya diperoleh Syamsuddin Sumatrani. Ia diangkat menjadi mufti Kerajaan Aceh Darussalam pada tahun 1637 oleh Sultan Iskandar Tsani. Karena fatwanya yang men-zindiq-kan (mengkafirkan) paham wahdatul wujud Syamsuddin Sumatrani, maka para pengikut Hamzah Fansuri dan Syamsuddin Sumatrani dihukum oleh pihak penguasa dengan hukuman bunuh. Bahkan literatur-literatur yang mereka miliki dibakar habis. Namun demikian, para pengikut paham Sumatrani itu ternyata tidak punah semuanya. Pada kisaran tahun 1644 Raniri disingkirkan dari kedudukannya selaku mufti kerajaan Aceh Darussalam. Ia pun terpaksa pulang ke Ranir, Gujarat. Sebagai penggantinya, Sultanah Tajul Alam Safiatuddin (1641- 1675) kemudian mempercayakan jabatan mufti kerajaan kepada Saifur Rijal. Saifur Rijal adalah seorang Minang yang juga penganut paham wahdatul wujud. Pada waktu itu ia baru pulang kembali ke Aceh dari pendalaman kajian agama di India. Dengan demikian, paham tasawuf Syamsuddin Sumatrani itu kembali mewarnai corak keislaman di Kerajaan Aceh Darussalam. Karyanya: Jawhar al-Haqa’iq Risalah Tubayyin Mulahazhat al-Muwahhidin wa al-Mulhidin fi Dzikr Allah Mir’at al-Mu’minin
  • 11. Syarah Ruba’i Hamzah Fansuri Syarah Sya’ir Ikan Tongkol Nur al-Daqa’iq Thariq al-Salikin Mir’at al-Iman atau Kitab Bahr al-Nur Kitab al-Harakah Al-Raniri Ar-Raniri berperan penting saat berhasil memimpin ulama Aceh menghancurkan ajaran tasawuf falsafinya Hamzah Fansuri yang dikhawatirkan dapat merusak akidah umat Islam awam terutama yang baru memeluknya. Tasawuf falsafi berasal dari ajaran Al -Hallaj, Ibnu Arabi, dan Suhrawardi, yang khas dengan doktrin Wihdatul Wujud (Menyatunya Kewujudan) di mana sewaktu dalam keadaan sukr (‘mabuk’ dalam kecintaan kepada Allah Ta’ala) dan fana’ fillah (‘hilang’ bersama Allah), seseorang wali itu mungkin mengeluarkan kata-kata yang lahiriahnya sesat atau menyimpang dari syariat Islam. Maka oleh mereka yang tidak mengerti hakikat ucapan-ucapan tersebut, dapat membahayakan akidah dan menimbulkan fitnah pada masyarakat Islam. Karena individu-individu tersebut syuhud (‘menyaksikan’) hanya Allah sedang semua ciptaan termasuk dirinya sendiri tidak wujud dan kelihatan. Maka dikatakan wahdatul wujud karena yang wajib wujudnya itu hanyalah Allah Ta’ala sedang para makhluk tidak berkewajiban untuk wujud tanpa kehendak Allah. Sama seperti bayang-bayang pada pewayangan kulit. Konstruksi wahdatul wujud ini jauh berbeda malah dapat dikatakan berlawanan dengan faham manunggaling kawula lan Gusti’. Karena pada konsep manunggaling kawula lan Gusti’, dapat diibaratkan umpama bercampurnya kopi dengan susu, maka substansi dua-duanya sesudah menyatu adalah berbeda dari sebelumnya. Sedangkan pada faham wihdatul wujud, dapat di umpamakan seperti satu tetesan air murni pada ujung jari yang dicelupkan ke dalam lautan air murni. Sewaktu itu, tidak dapat dibedakan air pada ujung jari dari air lautan. Karena semuanya kembali kepada Allah. Maka pluralisme (menyamakan semua agama) menjadi lanjutan terhadap gagasan beliau dimana yang penting dan utama adalah Pencipta, dan semua ciptaan adalah sama, hadir di alam mayapada hanya karena kehendak Allah saja. Maka faham ini, tanpa dibarengi dengan pemahaman dan kepercayaan syariat, dapat membelokkan aqidah. Pada zaman dulu, para waliyullah di negara-negara Islam Timur Tengah sering, apabila di dalam keadaan seperti ini, dianjurkan untuk tidak tampil di khalayak ramai. Tasawuf falsafi diperkenalkan di Nusantara oleh Fansuri dan Syekh Siti Jenar. Syekh Siti Jenar kemudian dieksekusi mati oleh dewan wali (Wali Songo). Ini adalah hukuman yang disepakati bagi pelanggaran
  • 12. syariat, manakala hakikatnya hanya Allah yang dapat maha mengetahui. Al-Hallaj setelah dipancung lehernya, badannya masih dapat bergerak, dan lidahnya masih dapat berzikir. Darahnya pula mengalir mengeja asma Allah, ini semua karomah untuk mempertahankan keberadaan Allah. Di Jawa, tasawuf falsafi bersinkretisme dengan aliran kebatinan dalam ajaran Hindu dan Budha sehingga menghasilkan ajaran Islam kejawen. Ronggowarsito (Bapak Kebatinan Indonesia) dianggap sebagai penerus Siti Jenar. Karya-karyanya, seperti Suluk Jiwa, Serat Pamoring Kawula Gusti, Suluk Lukma Lelana, dan Serat Hidayat Jati, sering diaku-aku Ronggowarsito berdasarkan kitab dan sunnah. Namun banyak terdapat kesalahan tafsir dan transformasi pemikiran dalam karya-karyanya itu. Ronggowarsito hanya mengandalkan terjemahan buku-buku tasawuf dari bahasa Jawa dan tidak melakukan perbandingan dengan naskah asli bahasa Arab. Tanpa referensi kepada kitab-kitab Arab yang ditulis oleh ulama ahli syariat dan hakikat yang muktabar seperti Syekh Abdul Qadir Jailani dan Ibn Arabi, maka ini adalah sangat berbahaya. Ar-Raniri dikatakan pulang kembali ke India setelah beliau dikalahkan oleh dua orang murid Hamzah Fansuri pada suatu perdebatan umum. Ada riwayat mengatakan beliau wafat di India. Pengaruh Al-Raniri Al-Raniri merupakan sosok ulama yang memiliki banyak keahlian. Dia seorang sufi, teolog, faqih (ahli hukum), dan bahkan politisi. Keberadaan Al -Raniri seperti ini sering menimbulkan banyak kesalahpahaman, terutama jika dilihat dari salah satu aspek pemikiran saja. Maka sangat wajar, jika beliau dinilai sebagai seorang sufi yang sibuk dengan praktek-praktek mistik, padahal di sisi lain, Al-Raniri adalah seorang faqih yang memiliki perhatian terhadap praktek-praktek syariat. Oleh karena itu, untuk memahaminya secara benar, haruslah dipahami semua aspek pemikiran, kepribadian dan aktivitasnya (Azra: 1994). Keragaman keahlian Al-Raniri dapat dilihat kiprahnya selama. di Aceh. Meski hanya bermukim dalam waktu relatif singkat, peranan Al-Raniri dalam perkembangan Islam Nusantara tidak dapat diabaikan. Dia berperan membawa tradisi besar Islam sembari mengeliminasi masuknya tradisi lokal ke dalam tradisi yang dibawanya tersebut. Tanpa mengabaikan peran ulama lain yang lebih dulu menyebarkan Islam di negeri ini, Al-Ranirilah yang menghubungkan satu mata rantai tradisi Islam di Timur Tengah dengan tradisi Islam Nusantara. Bahkan, Al-Raniri merupakan ulama pertama yang membedakan penafsiran doktrin dan praktek sufi yang salah dan benar. Upaya seperti ini memang pernah dilakukan oleh para ulama terdahulu, seperti Fadhl Allah Al-Burhanpuri. Namun, Al-Burhanpuri tidak berhasil merumuskannya dalam penjabaran yang sisternatis dan sederhana, malahan membingungkan para pengikutnya, sehingga Ibrahim Al-Kurani
  • 13. harus memperjelasnya. Upaya-upaya lebih lanjut tampaknya pernah juga dilakukan oleh Hamzah Fansuri dan Samsuddin Al-Sumaterani, tetapi keduanya gagal memperjelas garis perbedaan antara Tuhan dengan alam dan makhluk ciptaannya (Azra: 1994). Oleh karena itu, dalam pandangan Al-Raniri, masalah besar yang dihadapi umat Islam, terutama di Nusantara, adalah aqidah. paham immanensi antara Tuhan makhluknya sebagaimana dikembangkan oleh paham wujudi”ah merupakan praktek sufi yang berlebihan. Mengutip doktrin Asy’ariyyah, Al -Raniri berpandangan bahwa antara Tuhan dan alam raya terdapat perbedaan (mukhalkfah), sementara antara manusia dan Tuhan terdapat hubunpn transenden. Selain secara umum Al-Raniri dikenal sebagai syeikh Rifaiyyah, ia juga memiliki mata rantai dengan tarekat Aydarusiyyah dan Qadiriyyah. Dari tarekat Aydarusiyyah inilah Al -Raniri dikenal sebagai ulama yang teguh mernegang akar-akar tradisi Arab, bahkan simbol-simbol fisik tertentu dari budayanya, dalam menghadapi lokal. Tidak hanya itu, ketegasan Al -Raniri dalam menekankan adanya keselarasan antara praktek mistik dan syari’at merupakan bagian dari ajaran tarekat Aydarusiyyah. Dari paparan di atas, sepintas memang belum banyak pembaruan yang telah dilakukan oleh Al -Raniri, kecuali mempertegas paham Asy’ariyyah, memperjelas praktek-praktek syariat, dan sanggahan terhadap paham wujudiyyah. Di sinilah dibutuhkaan kejelian untuk memandang Al-Raniri secara utuh, baik kirah, pikiran maupun karya-karyanya (Azra: 1994). Bahkan, dari catatan sanggahan Al-Raniri terhadap paham wujudiyyahlah dapat ditemukan, sejumlah pembaruanterutama dalam hal metodologi. penulisan ilmiah, dimana beliau selalu mencantumkaan argumentasi berikut referensinya. Dari cara seperti ini pula dalam perkembangannya ditemukan sejumlah ulama -ulama baru yang belum pernah diungkap oleh penulis-penulis lain sebelumnya, berikut pemikiran-pemikiran yang baru. Meski Al-Raniri berpengaruh besar dalam perkembangan Islam Nusantara, tetapi hingga kini belum ditemukan para muridnya secara langsung, kecuali Syeikh Yusuf Al -Maqassari. Al-Maqassari dalam kitabnya, Safinat al-Najah menjelaskan bahwa dari Al-Ranirilah diperoleh silsilah tarekat Qadiriyyah, karena Al-Raniri adalah guru sekaligus syeikhnya. Hanya saia, bukti ini belum dianggap valid, karena belum diketahui kapan dan dimana mereka bertemu. Kesulitan lainnya juga akan muncul ketika dicari hubungan dan jaringan Al-Raniri dengan para ulama lain penyebar agama Islam di wilayah Nusantara, ataupun para ulama asli Nusantara yang berkelana sampai ke Timur-Tengah. Yang ada hanyalah kemungkinan bertemunya Al-Raniri dengan para jamaah haji dan para pedatang dari Nusantara yang kebetulan menuntut ilmu di tanah haram, tepatnya ketika Al -Raniri bermukim di Makkah dan Madinah (1621 M). Pertemuan inilah yang diduga adanya komunikasi langsung dengan para muridnya dari Nusantara, termasuk dengan Al-Maqassari.
  • 14. Kesulitan ini juga terus berlanjut, jika dikaitkan dengan keingianan mencari hubungan Al -Raniri dengan dunia pesantren di wilayah Nusantara. Pasalnya, selain tiada literatur yang menunjukkan hal tersebut, manuskrip-manuskrip yang berkaitan dengan pesantren pun tidak menunjukkan adanya hubungan tersebut. Meski demikian, bukan berarti Al-Raniri tidak memiliki keterkaitan sama sekah dengan dunia pesantren. Setidaknya, peran Al-Maqassari dan para jamaah haji serta para muridnya di Makkah dan Madinah yang kemudian kembali ke tanah air merupakan keterkaitan tidak langsung Al-Raniri dengan dunia pesantren di Indonesia. Ada yang berpendapat bahawa beliau meninggal dunia di India. Pendapat lain menyebut bahawa beliau meninggal dunia di Aceh. Ahmad Daudi, menulis: “Maka tiba-tiba dan tanpa sebab-sebab yang diketahui, Syeikh Nuruddin ar-Raniri meninggalkan Serambi Mekah ini, belayar kembali ke tanah tumpah darahnya yang tercinta, Ranir untuk selama-lamanya. Peristiwa ini terjadi pada tahun 1054 H (1644 M).” Bahawa beliau meninggal dunia pada 22 Zulhijjah 1069 H/21 September 1658 M. Tetapi Karel A. Steenbrink dalam bukunya, Mencari Tuhan Dengan Kacamata Barat berpendapat lain, bahawa hingga tahun 1644 M bererti Syeikh Nuruddin masih berada di Aceh. Menurutnya terjadi diskusi yang terlalu tajam antara beberapa kelompok pemerintah: Seorang uskup agung (ar-Raniri) di satu pihak dan beberapa hulubalang dan seorang ulama dari Sumatera Barat di pihak lain. Pihak yang anti ar-Raniri akhirnya menang, sehingga ar-Raniri dengan tergesa-gesa kembali ke Gujarat. Tulisan Karel itu barangkali ada benarnya, kerana secara tidak langsung Syeikh Nuruddin mengaku pernah kalah berdebat dengan Saiful Rijal, penyokong fahaman Syeikh Hamzah al -Fansuri dan Syeikh Syamsuddin as- Sumatra-i, perkara ini beliau ceritakan dalam kitab Fath al-Mubin. Ada pun tempat meninggalnya, H.M. Zainuddin, berbeza pendapat dengan Ahmad Daudi di atas. Menurut Zainuddin dalam Tarich Atjeh Dan Nusantara, jilid 1, bahawa terjadi pertikaian di istana, dalam perebutan itu telah terbunuh seorang ulama, Faqih Hitam yang menentang tindakan Puteri Seri Alam. Dalam pada itu Syeikh Nuruddin diculik orang, kemudian mayatnya diketemukan di Kuala Aceh. Menurut H.M. Zainuddin pula, bahawa makam Syeikh Nuruddin itu dikenal dengan makam keramat Teungku Syiahdin (Syeikh Nuruddin ar-Raniri) terletak di Kuala Aceh. Dalam masa pemerintahan Iskandar Muda, kerajaan Aceh maju, ajaran sufi tidak menghalang kemajuan yang berasaskan Islam. Sebaliknya masa pemerintahan Iskandar Tsani, ajaran sufi dianggap sesat, ternyata kerajaan Aceh mulai menurun. Bantahan terhadap sesuatu pegangan yang pernah berkembang di dunia Islam perlulah ditangani dengan penuh kebijaksanaan. Siapa saja yang memegang urusan keislaman janganlah tersalah penilaian, sering terjadi yang benar menjadi salah, atau sebaliknya yang salah menjadi benar. karyanya: Kitab Al-Shirath al-Mustaqim (1634)
  • 15. Kitab Durrat al-faraid bi Syarh al-‘Aqaid an Nasafiyah (1635) Kitab Hidayat al-habib fi al Targhib wa’l-Tarhib (1635) ? Kitab Error! Hyperlink reference not valid. (1638) Kitab Nubdzah fi da’wa al-zhill ma’a shahibihi Kitab Latha’if al-Asrar Kitab Asral an-Insan fi Ma’rifat al-Ruh wa al-Rahman Kitab Tibyan fi ma’rifat al-Adyan Kitab Akhbar al-Akhirah fi Ahwal al-Qiyamah Kitab Hill al-Zhill Kitab Ma’u’l Hayat li Ahl al-Mamat Kitab Aina’l-‘Alam qabl an Yukhlaq Kitab Syifa’u’l-Qulub Kitab Hujjat al-Shiddiq li daf’I al-Zindiq Kitab Al-Fat-hu’l-Mubin ‘a’l-Mulhiddin Kitab Al-Lama’an fi Takfir Man Qala bi Khalg al-Qur-an Kitab Shawarim al- Shiddiq li Qath’I al-Zindiq Kitab Rahiq al-Muhammadiyyah fi Thariq al-Shufiyyah. Kitab Ba’du Khalg al-samawat wa’l-Ardh Kitab Kaifiyat al-Shalat Kitab Hidayat al-Iman bi Fadhli’l-Manaan Kitab ‘Aqa’id al-Shufiyyat al-Muwahhiddin Kitab ‘Alaqat Allah bi’l-‘Alam Kitab Al-Fat-hu’l-Wadud fi Bayan Wahdat al-Wujud Kitab ‘Ain al-Jawad fi Bayan Wahdat al-Wujud Kitab Awdhah al-Sabil wa’l-Dalil laisal li Abathil al-Mulhiddin Ta’wil Kitab Awdhah al-Sabil laisan li Abathil al-Mulhiddin Ta’wil. Kitab Syadar al-Mazid Kitab Jawahir al-‘ulum fi Kasyfi’l-Ma’lum Sumber:
  • 16. http://melayuonline.com/ind/personage/dig 341 hamzah-fansuri.htm http://acehpedia.org/Nuruddin_al-Raniri.htm http://melayuonline.com/ind/personage/dig/348 abdul -rauf-singkel.htm http://sufiroad.blogspot.com/2010/11/sufi-road-syeikh-hamzah-al-fansuri.html http://taufikirawan.wordpress.com/2011/11/01/nuruddin-al-raniri.htm http://www.gusmus.net/page.php mod=dinamis&sub=7&id=261.htm http://www.ipuisi.com/penulisan-puisi-oleh-ulama-asia-tenggara.htm Referensi: Braginsky, V.I. Yang Indah, Berfaedah dan Kamal Sejarah Sastra Melayu Dalam Abad 7-19. Jakarta: INIS, 1998. Harun Mat Piah, et,al. Traditional Malay Literature. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, 2002. Liaw Yock Fang. Sejarah Kesusastraan Melayu Klasik. Singapura: Pustaka Nasional Singapura, 1975. Abdul Hadi WM, “Aceh dan Kesusastraan Melayu”, dalam Sardono W. Kusumo (ed.). Aceh dalam Lintasan Sejarah. Jakarta: IKJ Press, 2006. Hlm. 173-276. Azyumardi Azra, “Education, Law, Mysticism: Constructing Social Realities”, dalam Mohd. Taib Osman (ed.). Islam Civilization in the Malay World. Kuala Lumpur: 1997. Hlm. 141-195 Teeuw, A., 1994. Iindonesia Antara Kelisanan dan Keberaksaraan. Jakarta: Pustaka Jaya Harun Nasution, dkk., Ensiklopedi Islam Indonesia, IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 1992. [1] Menurut Jelprison, tulisan arab melayu mulai berkembang pada awal abad 12. Menurut Hashim Haji Musa dalam bukunya “Sejarah Perkembangan Tulisan Jawi” tulisan arab melayu berkembang pada pertengahan abad 14. (Jelprison. 2008. Arab Melayu Sebuah Pengenalan. kampungrison.wordpress.com). [2] Azwar. Manuskrip Melayu dan Tulisan Jawi. ( Padang, sebuah website)
  • 17. [3] Harun Mat Piah, dkk. Traditional Malay Literature. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, 2002. xvii [4] Harun Mat Piah, dkk. Traditional Malay Literature. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, 2002. 374 [5] Teeuw, A. Iindonesia Antara Kelisanan dan Keberaksaraan. Jakarta: Pustaka Jaya, 1995. 67. [6] Abdul Hadi WM, “Aceh dan Kesusastraan Melayu”, dalam Sardono W. Kusumo (ed.). Aceh dalam Lintasan Sejarah. Jakarta: IKJ Press, 2006. 241