Dokumen tersebut membahas kontroversi sanksi riddah dalam perspektif fiqh jinayah. Terdapat perbedaan pendapat ulama tentang apakah riddah dihukumi mati atau tidak. Beberapa ulama mengkategorikan riddah sebagai hukuman mati, sedangkan ulama lain menyatakan riddah bukan hukuman mati. Dokumen ini juga membahas pengertian riddah, pendapat ulama tentang sanksi riddah, serta dalil-dalil Alq
1. SANKSI RIDDAH DALAM PERSPEKTIF FIQH JINAYAH
Sang Saka Nuswantara
UIN Salatiga
sangsakanuswantara@gmail.com
A. Pendahuluan
Kontroversi di Hukum Islam tentang penerapan sanksi hukum riddah, terletak pada
sanksinya, apakah dijatuhi hukuman mati ataukah tidak. Kontroversi ini dipicu oleh
perbedaan dalam beristinbat hukum, karenametode dan pendekatan yang mereka gunakan
dalam berijtihãd itu berbeda, sehingga produk hukumnya pun saling bertentangan.
Sebagian ulama mengkategorikan riddah sebagai jarimah hudûd yang hukumannya sudah
dipastikan hukuman mati, sedangkan ulama lain menyatakan riddah itu bukan sebagai
jarimah hudûd yang tidak mesti dijatuhi hukuman mati.
Silang pendapat ini mengakibatkan kesulitan dalam implementasi penerapan sanksi riddah
dalam sebuah negara. Proses hukum yang dapat diberlakukan bagi seluruh warga negara
yang pluralistik itu menjadi suatu keniscayaan, karena itu perlu ada solusi yang dapat
memuaskan semua pihak. Dengan demikian, negara mampu menegakkan supremasi
hukum yang benar-benar menghasilkan rasa keadilan pada masyarakat.1
Inilah yang menyebabkan kita mesti memahami kembali konsep riddah dalam Alquran,
karena walaupun riddah dikecam oleh Alquran dengan kata-kata yang keras, namun Alquran
tidak menetapkan sanksi duniawi yang tegas bagi pelakunya.2
Dalam Islam, seperti yang tertera dalam kitab-kitab fikih klasik, sanksi bagi orang yang
murtad adalah hukuman mati.1 Sa’id Ramadan al-Buti2, menjelaskan bahwa meskipun semua
kitab fikih klasik memberikan sanksi hukuman mati bagi pelaku riddah, namun tidak
ditemukan dalil al-Qur’an yang secara jelas— eksplisit—menegaskan sanksi hukuman dunia
1
Syafe’i, Z. (2016). Kontekstualisasi Hukum Islam Tentang Konversi Agama (Riddah) di Indonesia. Al Qalam,
33(1), 160-191.
2
Rodin, D. (2014). Riddah dan Kebebasan Beragama dalam Alquran. Ahkam Journal of Sharia, 14(2), 12442.
2. bagi orang yang keluar dari Islam, selain bahwa orang tersebut akan mendapatkan sanksi yang
pedih di akhirat.
Pada mulanya, riddah adalah keluar dari Islam menuju kepada kekafiran, kemudian
berkembang kepada segala perbuatan berupa pengingkaran terhadap ajaran-ajaran Islam, atau
penghinaan terhadap Allah dan Rasul-Nya, bahkan pandanganpandangan yang keras terhadap
Islam, dianggap sebagai kesesatan dan dinyatakan sebagai riddah, dan pelakunya disebut
Murtad.
Perdebatan apakah riddah termasuk hudud ataukah mengarahkan pada perlunya
kepastian hukuman bagi orang murtad, karena jika ancaman hukumannya adalah ‘dibunuh’,
dianggap tidak sesuai dengan penegasan al-Qur’an tentang kebebasan beragama dan intoleran,
dan karena alasan ini pula Islam dicap negatif karena bertentangan dengan Deklarasi Universal
HAM pasal 18.
Di samping itu, banyak ulama yang mempertanyakan relevansi dan validitas sanksi
tersebut. Di antara mereka adalah: Shams ad-Din ash-Sharakhsi yang menyatakan bahwa
riddah tidak tepat dikenakan sanksi hukuman di dunia. Walaupun konversi agama merupakan
dosa besar, namun itu urusan dirinya dengan Tuhannya, dan hukumannya ditunda sampai hari
pembalasan. Pendapatnya ini sama dengan para mufassir ketika menafsirkan ayat 217 al-
Baqarah tentang riddah.
B. Pembahasan
1. Pengertian Riddah
Istilah riddah berakar dari kata radda, yang secara etimologi berarti: berbalik kembali.
Kata ‚ الاسالم عي ّردة ‛ berarti berbalik/keluar dari Islam.3
Sedangkan secara terminologi riddah
berarti: kembali kepada kekafiran dari keadaan beriman. Riddah semakna dengan kata irtidad,
yang merupakan masdar dari kata kerja intransitif irtadda yang berakar dari kata radda; ّ رد -ّّ
ّ
ّة
–
يد
رد
,
ّّ
ّّ
–
اررت
ارر
تادا
–
.
يرت Riddah dan irtidad, kedua-keduanya berarti ‚kembali ke
jalan dari mana seseorang datang‛, akan tetapi riddah dipergunakan secara khusus dalam
3
Ibrahim Anis dkk., al-Wasit , (Mesir: t.p., 1992), I: 337
3. pengertian kembali kepada kekafiran, sedangkan irtidad dipergunakan untuk makna tersebut
dan juga makna-makna lainnya.4
Sedangkan menurut terminology istilah riddah mempunyai arti yaitu: berbalik kepada
kekufuran dari keadaan beriman. (al-Asfahani) Istilah riddah adalah istilah yang lebih cocok
untuk menunjukkan kembalinya seseorang kepada kekufuran, danisim fa’ildari kata riddah
adalah murtad (pelaku riddah), sehingga dikenal dengan istilah murtad dalam bahasa
Indonesia. Dalam literatur pembahasan fikih, pengertian riddah adalah kembali (kepada
kekufuran) dari Islam atau memisahkan diri dari agama Islam yang dianutnya.5
2. Pendapat Ulama Tentang Sanksi bagi Pelaku jarimah Riddah
a) Ibn Abdul Barr,Ibn Qudamah, Ibn Dakik al Aid, Ibn DHazm, dan Imam al Nawawi
menyatakang bahwa ada konsensusi bagi pelaku jarimah riddah adalah dihukum
dengan hukuman mati. Kesimpulan ini didasarkan pada fakta sejarah bahwa
khalifah pertama, Abu Bakar, berperang melawan orang-orang murtad pada
masa sahabat. Tetapi Umarr Juga, sebagai sahabat utama Nabi SAW. Seperti
yang dinyatakan bahwa hukuman bagi pelaku jarimah riddah adalah penjara.
Hal ini berkaitan ketika Umar dihadapkan dengan salah satu kasus orang yang
murtad yang dibawa kehadapannya, Umar berpandangan bahwa pelaku jarimah
riddah harus diajak kembali kepada agama Islam. Tetapi apabila ia tidak
mau kembali ke agama Islam, maka ia diberi sanksi masuk penjara sampai
ia mau kembali kepada agama Islam. Menurut Abd al-Razzaq, Anas suatu
hari membawa kepada Umar bahwa ada enam orang murtad dan membelot
bergabung dengan pasukan musuh. Anas bertanya, apakah ada sanksi lain selain
hukuman mati? Umar menjawab, “Ya, aku akan membawa mereka kembali
masuk kedalam agama Islam. Jika mereka mau menerima ajakan saya, aku akan
memasukkan mereka ke dalam penjara.
b) Ibn Taimiyah (Taimiyah) membagi murtad menjadi dua macam, yaitu: pertama
riddahmughallazhah(murtad berat). Kedua, riddah mukhaffafah (murtad ringan).
Riddah mughallazhah ialah kemurtadan yang diiringi dengan aksi permusuhan dan
4
Azizah, I. (2015). Sanksi Riddah Perspektif Al-Shariâh. Al-Daulah: Jurnal Hukum dan Perundangan Islam, 5(2),
588-611.
5
Mardika, A. (2021). SANKSI JARIMAH RIDDAH DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA ISLAM. NUSANTARA:
Jurnal Ilmu Pengetahuan Sosial, 8(8), 2549-2555.
4. perang melawan Islam. Sedangkan riddah mukhaffafah ialah kemurtadan tanpa
diiringi dengan aksi yang menunjukkan permusuhan atau provokasi terhadap agama
Islam. Meskipun kedua bentuk murtad tersebut dapat dijatuhi hukuman mati,
namun dalam ranah implementasi terdapat perbedaan.6
Murtad dalam bentuk pertama dijatuhi hukuman mati, tanpa menunggu
orang yang murtad itu kembali kepada agama Islam. Sedangkan murtad dalam
bentuk kedua, yang bersangkutan diminta untuk bertaubat, dengan cara memberi
penjelasan untuk meluruskan pemahamannya terhadap hal-hal yang menyebabkan
dirinya murtad. Jika yang bersangkutan bertaubat maka ia terbebas dari
hukuman.mati. Akan tetapi, apabila setelah proses penyadaran tersebut dilakukan
dan telah lewat waktu tiga hari, sedangkan yang bersangkutan belum juga-
bertaubat-dari-kemurtadannya maka kepadanya dijatuhi hukuman-mati.7
Diantara hadist nabi yang menjelaskan hukuman mati bagi pelaku riddah adalah
hadist yang diriyawatkan oleh Imam Bukhari yang berbunyi:
هنيدلدبنمهولتقاف
“Barang siapa yang mengganti agamanya, maka bunuhlah dia’’.(HR. Bukhari).
c) Dr. Muhammad Abid al-Jabiri. Menjelaskan bahwa kandungan makna riddah di
bagi menjadi dua bentuk, yaitu:
-Bentuk Pertama
Murtad hanya meninggalkan keyakinan, tanpa meyebarkan provokasi kepada
Muslim lainnya untuk meninggalkan agama Islam serta tidak melakukan
permusuhan kepada agama Islam dan pemeluknya. Menurut Wal-Jabiri, hukuman
untuk bentuk kemurtadan yang pertama adalah sanksi di hari kiamat
kelak, karena belum didapatkan satu dalilpun yang menunjukkan bahwa
hukuman untuk pelakuriddahdi dunia.8
6
Taimiyah, B. I. (2021). Maqashid Syariah Ibnu Taimiyah. Panorama Maqashid Syariah, 82.
7
Afani, M. M. (2019). Hukuman Mati Bagi Orang Yang Murtad (Doctoral dissertation, UIN AR-RANIRY).
8
Pahrudin, A. HADIS TENTANG MEMBUNUH ORANG MURTAD DALAM PERSFEKTIF FIKIH DAN MAKNA HADIS.
5. Dalil yang dipakai oleh al-Jabiri, antara lain:
ن
نِۡيذال
ا ۡ
وُنمٰا
مُث
ا ۡ
وُرفك
مُث
ا ۡ
وُنمٰا
مُث
ا ۡ
وُرفك
مُث
ا ۡ
ُوداد ۡ
از
اًرۡفُك
ۡمل
ِنُكي
ُ ٰ
اّلل
رِفۡـغيِل
ۡمُهل
لو
ۡمُهِيد ۡـهيِل
ًلۡيِبس
Artinya :
’’Sesungguhnya orang-orang yang beriman kemudian kafir, kemudian
beriman (pula), kemudian kafir lagi, kemudian bertambah kekafirannya,
maka sekali-kali Allah tidak akan memberi ampunan kepada mereka, dan
tidak (pula) menunjuki mereka kepada jalan yang lurus’’.(Q.S. al-Nisa: 137).
ّ
نَم
َّرَفَك
ّ
ِ ٰ
اّللِب
ّ
نِم
ِّدعَب
ّ
هِناَمِيا
َّ
ِّلا
ّ
نَم
ّ
َه ِ
ركُا
ّ
ُهبلَقَو
ّ
نِٕىَمطُم
ِّانَميِاّلِب
ّ
نِكٰلَو
ّ
َنم
َّحََرش
ِّ
رفُكالِب
اًردَص
ّ
مِهيَلَعَف
ّ
َبضَغ
َّنِّم
ّ
ِ ٰ
اّلل
ّۗ
ّ
ُمهَلَو
ّ
ابَذَع
ّ
ميَِظع
Artinya :
“ Barangsiapa kafir kepada Allah setelah dia beriman (dia mendapat kemurkaan
Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam
beriman (dia tidak berdosa), tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk
kekafiran, maka kemurkaan Allah menimpanya dan mereka akan mendapat azab
yang besar”. (Q.S. an Nahl: 106)
Ayat-ayat tersebut diatas menerangkan sangat jelas hukuman bagi pelaku
riddahadalah laknat dari Allah serta amal-amalnya juga dihapuskan, dan di
akhirat kelak mendapatkan siksa neraka. Tidak terdapat satu ayat al-Quran
pun yang mengisyaratkan hukuman mati terhadap pelaku riddahdi dunia.
Bentuk Kedua, murtad dengan sikap melawa terhadap pemerintahan Islam
dan umat Islam. Hukuman setara dengan pelaku pemberontakan dan
penentangan terhadap Negara Islam dan Masyarakat Islam, seperti dibahas dalam
buku-buku fikih klasik. Sanksi yang diberikan kepadanya menurut pada
6. besar dan kecilnya kejahatan yang dilakukan. Maka dari itu, para ahli
ilmu fikih sepakat bahwa hukuman terhadap orang yang murtad dengan
disertai pemberontakan fisik adalah eksekusi mati. Menurut sebahagian ulama,
para pelaku jarimah riddahyang tidak sempat melakukan pemberontakan diberi
waktu untuk bertaubat dan kembali kepada Islam, dan jika ia kembali memeluk
Islam maka dilepaskan dari sanksi mati.
Jadi, dari beberapa pendapat ulama di atas bisa disimpulkan bahwa faktor
terpenting yang menentukan hukuman mati bagi orang yang murtad adalah
permusuhannya dan penyebarannya fitnah terhadap agama. Jika tidak ada
permusuhan terhadap agama maka hukumannya sebagaimana keputusan
hakim karena hukuman riddah masuk dalam ranah hukuman ta’zir, bukan
hukuman had.9
C. Penutup
Istilah riddah berakar dari kata radda, yang secara etimologi berarti: berbalik kembali.
Kata ‚ ردّة
عي
اّلسالم ‛ berarti berbalik/keluar dari Islam. Riddah berarti kembali kepada
kekafiran dari keadaan beriman. Riddah semakna dengan kata irtidad, yang merupakan masdar
dari kata kerja intransitif irtadda yang berakar dari kata radda; ّ رد
-
ّّ
ّ
ّة
–
يد
رد
,
ّّ
ّّ
–
اررت
اررتادا
– . يرت Riddah dan irtidad, kedua-keduanya berarti ‚kembali ke jalan dari mana seseorang
datang‛, akan tetapi riddah dipergunakan secara khusus dalam pengertian kembali kepada
kekafiran, sedangkan irtidad dipergunakan untuk makna tersebut dan juga makna-makna
lainnya.
Sedangkan menurut terminology istilah riddah mempunyai arti yaitu: berbalik kepada
kekufuran dari keadaan beriman. (al-Asfahani) Istilah riddah adalah istilah yang lebih cocok
untuk menunjukkan kembalinya seseorang kepada kekufuran, danisim fa’ildari kata riddah
adalah murtad (pelaku riddah), sehingga dikenal dengan istilah murtad dalam bahasa
Indonesia.
9
Ali, M. I. Sanksi Penistaan Agama dalam Hukum Positif Hukum Islam (Bachelor's thesis, Fakultas Syariah dan
Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta).
7. Faktor terpenting yang menentukan hukuman mati bagi orang yang murtad adalah
permusuhannya dan penyebarannya fitnah terhadap agama. Jika tidak ada permusuhan
terhadap agama maka hukumannya sebagaimana keputusan hakim karena hukuman
riddah masuk dalam ranah hukuman ta’zir, bukan hukuman had.
8. DAFTAR PUSTAKA
Afani, M. M. (2019). Hukuman Mati Bagi Orang Yang Murtad (Doctoral dissertation, UIN AR-
RANIRY).
Ali, M. I. Sanksi Penistaan Agama dalam Hukum Positif Hukum Islam (Bachelor's thesis, Fakultas
Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta).
Azizah, I. (2015). Sanksi Riddah Perspektif Al-Shariâh. Al-Daulah: Jurnal Hukum dan Perundangan
Islam.
Ibrahim Anis dkk., al-Wasit , (Mesir: t.p., 1992).
Mardika, A. (2021). SANKSI JARIMAH RIDDAH DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA ISLAM.
NUSANTARA: Jurnal Ilmu Pengetahuan Sosial.
Pahrudin, A. HADIS TENTANG MEMBUNUH ORANG MURTAD DALAM PERSFEKTIF FIKIH DAN
MAKNA HADIS
Rodin, D. (2014). Riddah dan Kebebasan Beragama dalam Alquran. Ahkam Journal of Sharia.
Syafe’i, Z. (2016). Kontekstualisasi Hukum Islam Tentang Konversi Agama (Riddah) di Indonesia. Al
Qalam.
Taimiyah, B. I. (2021). Maqashid Syariah Ibnu Taimiyah. Panorama Maqashid Syariah.