3. Latar Belakang
Ijma' sebagaimana didefinisikan oleh sebagian besar ulama Ushul
adalah kesepakatan seluruh ulama mujtahid dari kaum muslimin
pada suatu masa sesudah wafat Rasulullah SAW atas suatu hukum
syara' pada suatu kejadian. Dari definisi ini kemudian banyak lahir
permasalahan Ijma' ini yaitu menyangkut pada perkembangan
pemikiran tentang ljma', rukun-rukun, kedudukan, kemungkinan
terjadinya, macam-macam serta hukum mengingkarinya
5. Dasar Hukum Ijma’
surat an-Nisa’ ayat 115 :
“Dan barang siapa yang menentang Rasulullah SAW. sesudah jelas
kebenaran baginya dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-
orang yang mukmin, kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan
yang telah dikuasainya itu, dan kami masukan ia ke dalam neraka
jahannam, dan jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali”
Ayat tersebut memberikan peringatan atau ancaman terhadap golong yang
menentang Rasullullah SAW. dan mengikuti jalan bukan orang mukmin.
Menurut Muhammad Abu Zahrah, menjelaskan wajib hukumnya mengikuti
jalan orang mukmin dan termasuk hasil kesepakatan (ijma’) mereka.
Di dalam surat an-Nisa’ ayat 59: “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah
dan taatilah Rasul-Nya, dan Ulil Amri diantara kamu”.
6. Syarat dan Rukum
Syarat Ijma’ adalah orang-orang yang memenuhi persyaratan
ijtihad, kesepakatan itu muncul dari mujtahid yang bersifat
adil (berpendirian kuat terhadap agamanya), Mujtahid yang
terlibat adalah yang berusaha menghindarkan diri dari ucapan
atau dari perbuatan bid’ah.
Rukun Ijma’ adalah seluruh mujtahid yang ada pada masa
tersebut, kesepakatan diawal dari masing-masing mujtahid,
hukum yang disepakati adalah hukum yang mengacu pada al-
qur’an dan sunnah yang belum ada didalamnya.
7. Menurut Abdul Wahab Khallaf , ijma’ bila dilihat dari
cara mendapatkan hukum melalui ijma’ , maka ijma’
itu ada dua macam: yaitu Ijma’ Sharih (The real ijma’)
dan Ijma’ Sukuti (The silent ijma’).
01.
02.
03.
Ijma’ Syarih
ialah Sebagian mujtahid pada saat
menampilkan pendapatnya secarajelas
mengenai suatu pristiwa dengan sistem fatwa
atau dalam majlis, sedangkan mujtahid yang
lain tidak memberikan respon atau kementar
terhadap pendapat tersebut, baik mengenai
kecocokan pendapat atau perbedaannya
ijma’ penduduk Madinah yang dapat dijadikan
hujjah ialah ijma’ mereka terhadap masalah-
masalah yang telah ditetapkan oleh Rasulullah,
seperti dalam hadits yang diriwayatkan oleh Syu’bah
ibn Mughirah tentang kesepakatan mereka dalam
memberikan harta pusaka kepada nenek
Macam-Macam
Ijma’
ialah setiap mujtahid menyatakan
bahwa mereka menerima semua
yang disepakati. Menurut ulama
jumhur ijma’ sharih ini yang dapat
dijadikan hujjah ( dalil hukum).
Ijma’ Sukuti
Ijma’ Ahli Madinah
8. Dalam konteks Ijma’ Indonesia, menurut penulis dapat
mengikuti pola yang diajalankan ulama dan
Pemerintah Indonesia ketika menyusun KHI (Kompilasi
Hukum Islam) terkait dengan hukum perkawinan,
kewarisan, wakaf, hibah, sedekah, baitul mal, dan lain-
lain.
9. Solusi Permasalahan
Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur
adipiscing elit. Praesent rutrum maximus mauris
sed sodales. Ut rhoncus lacinia nisi eu tempus.
Proin justo eros, mollis laoreet massa non,
tincidunt pharetra leo. Cras facilisis leo non nibh
congue volutpat.
10. Kalau melihat metode ijma’ ulama klasik seperti Imam,
asy-Syafi’i, Ibnu Taimiyah,Ibnu Qayyim al-Jauziah dan
ulama-ulama ushul fiqh yang sudah mempunyai
pemikiran modern seperti Muhammad Abu Zahrah,
Muhammad Hudri Bek dan Fath ad-Duraini mereka
berpendapat sama, artinya pada masa sekarang tidak
mungkin akan terjadi ijma’, ijma’ hanya terjadi pada
masa sahabat saja.artinya pada masa sekarang tidak
mungkin akan terjadi ijma’, ijma’ hanya terjadi pada
masa sahabat saja.
Kesimpulan