3. 1. Wajib melaporkan usahanya untuk
dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak
(PKP)
(Pasal 3A ayat (1) UU PPN 1984)
– Wajib Pajak yang memenuhi syarat sebagai PKP wajib melaporkan usahanya
untuk dikukuhkan sebagai PKP paling lama sebelum melakukan penyerahan BKP
dan/atau JKP. Dalam hal kewajiban ini tidak dilaksanakan, maka dapat
diterbitkan surat pengukuhan secara jabatan sebagai PKP. (Pasal 2 ayat (8) Peraturan Menteri
Keuangan 73/PMK.03/2012)
– PKP adalah pengusaha yang melakukan penyerahan BKP atau JKP, kewajiban ini
timbul setelah penyerahan ini dilakukan. (Pasal 1 angka 15 UU PPN 1984)
Hal ini akan berakibat Pajak Masukan sehubungan dengan perolehan BKP dan
JKP yang terjadi sebelum penyerahan BKP atau JKP tidak dapat dikreditkan.)
4. Syarat-syarat untuk memperoleh
NPWP adalah:
Untuk wajib pajak perorangan
- Foto copy KTP atau SIM atau Kartu
Keluarga
- Foto copy surat ijin usaha atau
keterangan tempat usaha.
Untuk wajib pajak badan usaha
- Foto copy akte pendirian
-Foto copy KTP salah seorang
pengurus
- Foto copy surat ijin usaha atau
keterangan tempat ijin usaha dari
instansi yang berwenang.
– Semua pengusaha yang kena pajak, wajib melaporkan
usahanya untuk dikukuhkan usahanya sebagai pengusaha
kena pajak. Pelaporan pengusaha kena pajak dapat
dilakukan bersamaan dengan permintaan Nomor Pokok
Wajib Pajak (NPWP)
Pelaksanaan pelaporan harus dilakukan:
– Pengusaha perorangan kepada Kepala Kantor Pelayanan
Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal
usaha dan tempat kegiatan yang dilakukan.
– Pengusaha Badan kepada Kepala Kantor Pelayanan
Pajak yang wilayah kerja meliputi tempat kedudukan
pengusaha dan tempat kegiatan yang dilakukan.
5. 2. Wajib memungut PPN/PPnBM yang
terutang
– Dengan menjadi PKP, pengusaha wajib memungut,
menyetor dan melaporkan PPN yang terutang. Dalam
perhitungan PPN yang wajib disetor oleh PKP, ada yag
disebut dengan pajak keluaran dan pajak masukan.
– Pajak keluaran adalah PPN yang dipungut ketika PKP
menjual produknya.
– Pajak masukan adalah PPN yang dibayar ketika PKP
membeli, memperoleh, maupun membuat produknya.
6. Membuat Faktur Pajak
(Ps.13 UU PPN 1984)
– Faktur pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat
oleh pengusaha kena pajak karena penyerahan barang
atau jasa kena pajak. Dalam hal impor barang, faktur
pajak dibuat oleh Dirjen Bea Cukai.
– Faktur pajak merupakan bukti pungutan pajak, dan saran untuk
mengkreditkan pajak masukan. Oleh karena itu, faktur pajak harus benar
baik secara formal maupun material. Faktur pajak yang dibuat tidak sesuai
dengan ketentuan dapat mengakibatkan pajak pertambahan nilai yang
tercantum di dalamnya tidak dapat dikreditkan. Faktur pajak yang
pengisiannya sesuai dengan ketentuan disebut dengan “Faktur Pajak
Standar”
7. a. Wajib dibuat oleh pengusaha kena pajak untuk setiap
penyerahan barang atau jasa kena pajak, karena
faktur pajak merupakan bukti yang menjadi sarana
pelaksanaan cara kerja pengkreditan pajak.
b. Pengusaha dapat membuat satu faktur pajak yang
meliputi seluruh penyerahan yang dilakukan kepada
pembeli barang kena pajak yang sama selama
sebulan takwim, dan faktur pajak untuk seluruh
barang yang diserahkan pada pembeli yang sama
disebut Faktur Pajak Gabungan, serta tidak
memerlukan ijin Dirjen Pajak.
c. Apabila pembayaran diterima sebelum penyerahan
barang, maka faktur pajak dibuat setelah
pembayaran.
d. Bentuk, Ukuran, Pengadaan, tata cara penyampaian
dan tata cara pembetulan faktur pajak ditetapkan
oleh Dirjen Pajak.
e. Dalam faktur pajak harus dicantumkan keterangan
tentang penyerahan barang kena pajak atau jasa kena
pajak yang meliputi:
f. Nama, alamat, NPWP, nomor pengukuhan wajib
pajak dan nama pembeli barang kena pajak atau jasa
kena pajak.
g. Macam, jenis, harga dan potongan harga.
h. Pajak pertambahan nilai yang dipungut.
i. Tanggal penyerahan atau pembayaran.
j. Nomor dan tanggal pembuatan faktur pajak.
k. Nama, jabatan dan tanda tangan yang berhak
menandatangani faktur pajak.
Ketentuan mengenai pembuatan
faktur pajak adalah:
8. 3. Wajib menyetorkan PPN/PPnBM yang
masih harus dibayar
Penyetoran PPN dilakukan di Kantor Pos terdekat atau bank yang ditunjuk untuk menerima setoran
pajak.
Ketentuan penyetoran Pajak Pertambahan Nilai:
– Disetorkan selambat-lambatnya tanggal lima belas bulan takwim berikutnya setelah masa pajak
berakhir.
– Harus dilunasi sendiri oleh wajib pajak bersamaan saat pembayaran bea masuk.
– PPN yang pemungutannya dilakukan oleh Dirjen Bea Cukai harus disetor dalam jangka waktu
sehari setelah pemungutan pajak.
– PPN yang pemungutannya dilakukan oleh Bendaharawan Pemerintah harus disetor selambat-
lambatnya tanggal 7 setelah masa pajak.
– PPN oleh Badan Urusan Logistik harus dilunasi sendiri oleh pengusaha kena pajak
sebelum surat perintah pengeluaran barang.
9. 4. Wajib Melaporkan Perhitungan Pajak
Surat pemberitahuan masa
adalah surat yang oleh wajib pajak
digunakan untuk melaporkan
penghitungan pajak terhutang dalam
suatu masa pajak. Surat Pemberitahuan
masa pajak PPN berfungsi sebagai sarana
bagi pengusaha kena pajak untuk
melaporkan dan
mempertanggungjawabkan penghitungan
jumlah PPN dan pajak penjualan atas
barang mewah yang sebenarnya
terhutang.
– Tempat, cara dan saat pelaporan SPT masa PPN adalah
sebagai berikut:
– Tempat pengambilan SPT masa PPN adalah Kantor Pelayanan
Pajak, Kantor Penyuluhan Pajak dan tempat lain yang
ditentukan oleh Direktur Jendral Pajak.
– Tempat penyampaian SPT masa PPN adalah Kantor Pelayanan
Pajak di tempat pengusaha dikukuhkan sebagai PKP.
Cara pelaporan SPT masa PPN adalah:
Disampaikan langsung ke Kantor Pelayanan Pajak atau
Kantor Penyuluhan Pajak, kemudian akan menerima
tanda terima.
Disampaikan dengan surat tercatat melalui pos dan giro,
dimana tanggal cap pos berfungsi sebagai tanggal
penerimaan SPT.
10. Akibat yang timbul apabila Pengusaha
Kena Pajak Tidak Melaksanakan
Kewajiban-Kewajibannya:
Apabila pengusaha kena pajak tidak melaksanakan
kewajiban-kewajibannya, maka Dirjen Pajak dapat
memberikan peringatan atau sangsi berupa
pencabutan ijin usaha atau denda sesuai dengan
Undang-undang Perpajakan yang berlaku.
Demikian juga untuk pemungutan `pajak tingkat
daerah, Bupati atau Walikota dapat memberikan
peringatan atau sangsi sesuai perturan yang
berlaku, melalui Kepala Kantor Pelayanan Pajak
setempat.