1. KEWAJIBAN PERPAJAKAN
KARYAWAN
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) telah berhasil
menjaring 10 juta Wajib Pajak orang pribadi dan terus
bertambah. Salah satu upaya untuk menaikkan jumlah
pembayar pajak adalah pemberian NPWP karyawan
melalui perusahaan.
2. Kewajiban Karyawan untuk Ber-
NPWP
Pasal 2 ayat (1) Undang-undang Nomor l6 Tahun 2000 tentang Ketentuan
Umum dan Tatacara Perpajakan (UU KUP), yang menyatakan:
"Setiap Wajib Pajak wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal
Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan
Wajib Pajak dan kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak. “
Namun, khusus untuk Wajib Pajak orang pribadi yang hanya berstatus sebagai
karyawan, kewajiban memiliki NPWP tidak selalu timbul. Ada syarat khusus yang
menjadi dasar kapan timbulnya kewajiban ber-NPWP. Hal ini, dinyatakan dalam
Pasal 2 ayat (2) Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-161/PJ./2001,
yang menyebutkan:
"WP orang pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas, apabila
sampai dengan suatu bulan memperoleh penghasilan yang jumlahnya telah
melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) setahun, wajib mendaftarkan diri
untuk memperoleh NPWP paling lambat pada akhir bulan berikutnya.“
Jika seorang karyawan telah memenuhi ketentuan untuk memiliki NPWP namun
tidak mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP, maka berdasarkan Pasal 2
ayat (6) KEP-161/PJ./2001, karyawan tersebut bisa diberikan NPWP secara
jabatan atau secara paksa.
3. Kiat Ditjen Pajak untuk menjaring Wajib Pajak karyawan dibuktikan
dengan diterbitkannya Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-
338/PJ./2001 mengenai Tata Cara Pendaftaran dan Pemberian Nomor
Pokok Wajib Pajak Orang Pribadi yang Berstatus sebagai Karyawan.
Pokok-pokok keputusan tersebut adalah:
Setiap Wajib Pajak Orang Pribadi yang berstatus sebagai karyawan
wajib mendaftarkan diri dan kepadanya diberikan NPWP sesuai
ketentuan yang berlaku;
Pendaftaran NPWP bagi orang pribadi berstatus sebagai karyawan
dapat dilakukan di KPP Domisili (sesuai dengan tempat tinggal
karyawan) atau melalui KPP Lokasi (sesuai dengan tempat kegiatan
usaha pemberi kerja atau bendaharawan);
Kepala KPP dapat memberikan NPWP secara jabatan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku setelah dilakukan kegiatan
pencarian data Wajib Pajak Orang Pribadi yang berstatus sebagai
Karyawan.
4. Kewajiban memiliki NPWP bagi karyawan dapat
dipahami.
Misalnya saja. semakin besar penghasilan seseorang, akan semakin
besar pula kecenderungannya untuk menabung atau diinvestasikan
di sektor lainnya seperti saham, atau surat berharga sehingga dia
mungkin memperoleh penghasilan di luar gaji yang diterimanya
setiap bulan.
Demikian pula halnya bila karyawan tersebut melakukan pengalihan
atau penjualan harta seperti kendaraan atau properti pribadi
miliknya. Dari sisi pajak, transaksi tersebut menimbulkan
penghasilan yang merupakan Objek Pajak. Bila karyawan tersebut
tidak memiliki NPWP, transaksi penjualan harta atau properti
tersebut bisa jadi tidak termonitor oleh pajak. Itu sebabnya, sejak
tahun 2001 pihak DJP mewajibkan orang pribadi termasuk juga
karyawan untuk mendaftarkan diri guna memperoleh NPWP.
Dalam rangka menjaring WP orang pribadi untuk memiliki NPWP,
DJP telah menerbitkan perangkat peraturan yang mengatur tentang
penerbitan NPWP secara jabatan yang dituangkan dalam Keputusan
Dirjen Pajak Nomor KEP-144/PJ./2005. Dalam Pasal 2 Peraturan
Dirjen Pajak tersebut dinyatakan bahwa pemberian NPWP secara
jabatan oleh Kantor Pusat DJP dilakukan terhadap Wajib Pajak yang
berdasarkan data yang dimiliki oleh DJP memenuhi persyaratan
untuk memperoleh NPWP tetapi tidak memenuhi kewajiban untuk
5. PTKP dan NPWP
Kewajiban perpajakan orang pribadi yang tidak melakukan
kegiatan usaha atau melakukan pekerjaan bebas timbul sejak
orang pribadi tersebut secara kumulatif dalam satu Tahun
Pajak menerima penghasilan di atas PTKP. Kondisi ini
tentunya bergantung pada status orang pribadi karyawan
tersebut, apakah telah berstatus kawin dengan tanggungan,
kawin tanpa tanggungan atau berstatus lajang dengan atau
tanpa tanggungan.
Berikut ini batasan PTKP bagi karyawan untuk menentukan
kapan harus sudah mendaftarkan diri untuk menerima NPWP
mulai Tahun Pajak 2006 sesuai dengan PMK Nomor:
137/PMK.03/2005.
Khusus untuk wanita kawin yang bekerja dan tidak memiliki
perjanjian pemisahan harta dengan suaminya, maka PTKP-
nya adalah hanya untuk dirinya sendiri (TK/0). Wanita yang
telah menikah dan tidak ada perjanjian pemisahan harta atau
telah hidup berpisah (cerai), maka NPWP wanita tersebut
mengikuti suaminya.
6. Tempat Pendafataran
NPWP
Wajib Pajak orang pribadi karyawan pada prinsipnya
dapat mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP ke
Kantor Pelayanan Pajak (KPP) di tempatnya berdomisili
atau bertempat tinggal. Namun demikian, dalam
ketentuan Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-
338/PJ./2001 disebutkan bahwa WP orang pribadi
karyawan juga dapat mengajukan permohonan untuk
memperoleh NPWP melalui KPP lokasi (KPP yang
wilayah kerjanya meliputi tempat kegiatan usaha
Pemberi Kerja).
Dalam pelaksanaannya, pendaftaran NPWP bagi
karyawan melalui KPP pemberi kerja, melibatkan
pemberi kerja terkait. Narnun, meskipun pendaftaran
NPWP dilakukan melalui KPP lokasi pemberi kerja,
7. Tata Cara Pendaftaran NPWP Untuk
Karyawan
Jika Wajib Pajak mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP
atas inisiatif sendiri, maupun dikarenakan himbauan dari KPP,
berikut hal-hal yang harus Wajib Pajak lakukan, yaitu:
Mendatangi KPP setempat dan menghubungi petugas di loket
pendaftaran;
Mengisi dan menandatangani Formulir Pendaftaran yang telah
disediakan;
Melampirkan Fotokopi Kartu Wajib Pajak Penduduk bagi
Penduduk Indonesia atau paspor di tambah surat keterangan
tempat tinggal dari instansi yang berwenang sekurang-
kurangnya lurah atau kepala desa bagi orang asing;
Apabila permohonan ditangani oleh orang lain, harus
dilengkapi dengan surat kuasa khusus;
Apabila mendaftarkan diri karena mendapat surat himbauan
dari Kantor Pajak, sebaiknya Wajib Pajak melampirkan salinan
surat himbauan tersebut.
8. Selain persyaratan di atas, ada baiknya bila Wajib Pajak juga menyiapkan surat
keterangan kerja dari tempat Wajib Pajak bekerja dan kartu keluarga Wajib Pajak.
Sebab terkadang ada juga petugas KPP yang meminta dokumen tersebut. Hal ini
biasanya untuk membuktikan status Wajib Pajak sebagai karyawan dan untuk
menentukan besarnya hak atas PTKP Wajib Pajak .
Ketentuan perpajakan menegaskan petugas KP sudah harus menerbitkan Surat
Keterangan Terdaftar dan kartu NPWP apabila seluruh dokumen telah lengkap, paling
lambat hari kerja berikutnya. Ditegaskan pula dalam ketentuan perpajakan pembuatan
NPWP tidak dipungut bayaran alias "GRATIS". Namun prakteknya bisa berbeda
tergantung KPP masing-rnasing.
Jika Wajib Pajak orang pribadi telah mengantungi kartu NPWP, sebaiknya Wajib Pajak
segera memberitahukan hal tersebut ke perusahaan atau personalia tempat Wajib
Pajak bekerja. Gunanya adalah agar NPWP Wajib Pajak dapat didokumentasikan
atau dicatat, dan dicantumkan dalam bukti pemotongan PPh Pasal 21.
Memiliki NPWP tentunya melahirkan kewajiban perpajakan kepada karyawan terkait.
Bila Wajib Pajak sebagai karyawan hanya menerima penghasilan dari satu pemberi
kerja, maka kewajiban pajak yang melekat pada umumnya hanya meliputi kewajiban
untuk menyampaikan SPT Tahunan saja.
Dalam hal ini Wajib Pajak tidak perlu melakukan kewajiban pajak yang lain seperti
menghitung dan menyetorkan sendiri pajak atas gaji yang diterima setiap bulannya.
Selain itu Wajib Pajak juga tidak perlu membuat laporan (SPT Masa) ke KPP setiap
bulannya. Sebab, penghitungan, penyetoran dan pelaporan pajak atas gaji tersebut
sudah dilakukan oleh perusahaan Wajib Pajak sebagai pemotong PPh Pasal 21.
Untuk karyawan yang hanya menerima penghasilan dari satu pemberi kerja,
kewajiban perpajakannya semata-mata hanya melaporkan SPT Tahunan saja dengan
menggunakan formulir pelaporan Form SPT 1770S. SPT Tahunan orang pribadi
9. SPT Tahunan bagi WPOP yang berstatus sebagai
karyawan merupakan SPT Tahunan yang paling
sederhana dari formulir SPT lainnya. Namun
demikian, dalam prakteknya masih banyak Wajib
Pajak yang mengalami kesulitan untuk mengisi Form
SPT 1770 S tersebut. Hal ini disebabkan
pengetahuan perpajakan WPOP yang belum
merata, bahkan mungkin belum mencukupi untuk
mengisi formulir SPT dengan baik.
10. Formulir 1770 S terdiri dari, formulir induk SPT dan 2 Formulir lampiran
SPT. Berikut deskripsi formulir induk dan lampiran Form SPT 1770 S :
1. SPT Induk (Form SPT 1770 S)
Lembar Induk SPT terdiri dari 2 halaman, yaitu:
a. lembar ke-1 berisi mengenai Identitas WP
dan informasi mengenai Total penghasilan
dan total pajak terutang;
b. lembar ke-2 berisi informasi tentang
penghasilan yang telah dikenakan pajak
secara Final, daftar lampiran serta lembar
pernyataan dan Wajib Pajak Tangan WP.
11. 2. Lampiran I (Form SPT 1770 S)
Lampiran ini berisi tentang rincian penghasilan neto & daftar
pemotongan/pemungutan oleh pihak lain, serta PPh yang
Ditanggung Pemerintah. Lampiran ini terdiri dari 3 bagian,
yaitu:
a. Penghasilan Neto Sehubungan Dengan Pekerjaan.
b. Penghasilan Neto Dalam Negeri Lainnya (Tidak
Termasuk Penghasilan yang Telah Dikenakan PPh Bersifat
Final); dan
c. Daftar Pemotongan/Pemungutan PPh Oleh Pihak Lain
dan PPh yang Ditanggung Pemerintah.
12. 3. Lampiran II (Form SPT 1770 S)
Formulir ini digunakan untuk melaporkan setiap harta dan kewajiban/utang pada akhir tahun
pajak yang dimiliki WP sendiri, isteri, anak/anak angkat yang belum dewasa, kecuali harta dan
kewajiban yang dimiliki isteri yang telah hidup berpisah dan yang melakukan perjanjian
pemisahan harta dan penghasilan.
Mengisi dan menyampaikan SPT PPh orang pribadi 1770S tentu saja membutuhkan waktu.
Salah satu sebabnya, informasi yang terdapat di dalamnya erat kaitannya dengan pihak
ketiga. Misalnya saja bukti potong PPh Pasal 21 (Form 1721AI) yang disiapkan oleh bagian
payroll perusahaan. Tanpa bukti pemotongan ini, Wajib Pajak orang pribadi tidak berhak
mengklaim kredit pajak, sehingga bisa timbul kurang bayar PPh orang pribadi.
Untuk memudahkan pengisian SPT 1770S dan juga pengisian formulir SPT pada umumnya,
sebaiknya Wajib Pajak mulai mengisi dari lampiran-lampirannya terlebih dahulu. Karena bila
Wajib Pajak mulai mengisi dari halaman induk hal ini akan lebih menyulitkan. Hal lain yang
juga harus Wajib Pajak lakukan adalah mempersiapkan data yang akan dimasukkan dalam
formulir tersebut. Misalnya bukti pemotongan pajak dari pihak lain, formulir 1721-AI dari
perusahaan tempat Wajib Pajak bekerja, daftar susunan keluarga, surat kuasa khusus, dan
sebagainya.
Jika Wajib Pajak orang pribadi bekerja pada lebih dari satu tempat, atau Wajib Pajak juga
menerima penghasilan dari selain tempat Wajib Pajak bekerja (selain penghasilan dari usaha),
Wajib Pajak juga harus melaporkan/menginformasikan penghasilan tersebut dalam SPT-nya.
Sebelum Wajib Pajak memulai mengisi SPT, sebaiknya terlebih dahulu membaca buku
petunjuk pengisian Form SPT 1770 S.
Bila SPT Wajib Pajak telah selesai diisi, cek kembali lampiran SPT Wajib Pajak dan pastikan
informasi yang Wajib Pajak sampaikan di dalamya telah benar. Agar SPT Wajib Pajak
13. Berikut ini tips bagi Wajib Pajak yang baru pertama kali akan mengisi SPT Tahunan 1770 S:
TIPS MENGISI SPT TAHUNAN 1770S
1. Siapkan data yang akan diisikan ke dalam Form 1770 S seperti kartu
NPWP, Formulir 1721-A1 dan perusahaan pemberi kerja, Bukti
pemotongan PPh dan sebagainya;
2. Mintalah Formulir 1721-A1 dari perusahaan pemberi kerja dan bukti
pemotogan PPh dari pihak lain bila belum diterima;
3. Simpan dan arsipkan bukti-bukti pelunasan PPh dalam tahun berjalan
dengan baik jika ada, jangan sampai ada yang hilang;
4. Pelajari UU PPh secara menyeluruh dan baca buku petunjuk pengisian
SPT tahunan orang pribadi sebelum melakukan pengisian Form SPT
1770 S;
5. Ikuti pelatihan pengisian SPT Tahunan PPh WPOP jika diperlukan;
6. Jika masih tidak yakin dengan pengisian SPT Wajib Pajak, mintalah
nasehat kepada ahlinya (bisa aparat pajak atau konsultan pajak atau
pihak lain yang mengerti).
14. Sanksi Tidak Menyampaikan SPT
Ketentuan perpajakan, telah menggariskan saat terakhir Wajib Pajak
orang pribadi dapat menyampaikan SPT Tahunannya. Sesuai
dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-
161/PJ./2001, jangka waktu tersebut adalah paling lambat akhir
bulan ketiga setelah berakhirnya tahun pajak, Meskipun waktunya
cukup lama (tiga bulan) persiapan pengisian SPT Wajib Pajak
sebaiknya tidak ditunda-tunda. Sebab, jika Wajib Pajak terlambat
menyampaikan SPT Tahunan 1770 S, ia akan dikenai sanksi
administrasi atas keterlambatan tersebut sebesar Rp l00.000,00.
Selain sanksi keterlambatan penyampaian SPT, masih ada sanksi
lainnya berkaitan dengan SPT. Meskipun terlihat sepele, alpa
menyampaikan SPT ternyata menimbulkan konsekuensi yang cukup
berat. Begitu pula jika Wajib Pajak menyampaikan SPT tetapi isinya
tidak benar, atau. tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang
sisinya tidak benar sehingga dapat menimbulkan pada pendapatan
negara dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun
dan acau denda paling tinggi 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang
tidak atau kurang dibayar.
15. Hal tersebut sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 38 UU KUP, yang
menyatakan:
"Setiap orang yang karena kealpaannya:
a. Tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan; atau
b. Menyampaikan Surat Pemberitahuan, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau
melampirkan keterangan yang isinya tidak benar,
sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, dipidana dengan pidana
kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan atau denda paling tinggi 2 (dua) kali jumlah pajak
terutang yang tidak atau kurang dibayar. “
Dan bila Wajib Pajak sengaja untuk tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT dan atau
keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap, sehingga dapat menimbulkan kerugian
pada pendapatan negara, ada pula sanksi lain yang harus dipikul. Sesuai dengan pasal 39 UU
KUP sanksi yang akan Wajib Pajak terima adalah pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan
denda paling tinggi 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak ateu kurang dibayar.
Sanksi-sanksi di atas tentunya bukan sanksi yang ringan. Karena itu, sebaiknya Wajib Pajak tidak
menyepelekan kewajiban untuk menyampaikan SPT Tahunan. Pastikan SPT yang Wajib Pajak
sampaikan adalah SPT yang benar sesuai dengan keadaan Wajib Pajak dan jangan lupa untuk
menyampaikannya tepat waktu.
Setelah kita memiliki NPWP, hal yang sangat penting untuk kita perhatikan adalah apa saja hak
dan kewajiban perpajakan yang timbul. Bila hal ini bisa kita pahami dengan baik, maka kita akan