1. Dokumen membahas tentang Lailatul Qadr (malam kemuliaan) dan berbagai pertanyaan terkait kemuliaan malam tersebut, seperti apakah terletak pada saat turunnya al-Quran atau makna abadinya.
2. Hadis-hadis menyebutkan Lailatul Qadr terjadi pada malam-malam ganjil di sepuluh hari terakhir Ramadhan.
3. Al-Quran menyebut Lailatul Qadr dalam surah al-Qadr
1. 1
UNIVERSITY RESIDENCE - UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
KARASIBAZHU
(Kajian Rabu Siang Ba’da Zhuhur)
Lailatul Qadr, Malam Sejuta Makna
Perbincangan tentang Lailatul Qadr (malam kemuliaan), lailah
mubârakah (malam penuh berkah), menyisakan beragam pertanyaan. Antara
lain: “Di manakah letak kemuliaan malam itu”. Apakah hanya terletak pada
saat penurunan al-Quran dari Lauhul Mahfûzh ke langit dunia, dan oleh
karenanya keberkahannya terletak pada keagungan malamnya karena
keberkahan isi al-Quran? Ataukah pada saat penurunannya secara bertahap
kepada Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam yang bisa menjadi ‘ibrah
(pelajaran) bagi setiap orang yang peduli? Atau – lebih dari itu – terletak pada
kandungan maknanya yang tak pernah lekang dan lapuk sepanjang zaman,
sebagaimana ungkapan Muhammad Ali ash-Shabuni di dalam kitabnya “At-
Tibyân Fî ‘Ulûmil Qur’ân”, yang beliau nyatakan: “Thâlal Madâ Judud”?
Saya pribadi, yang sudah berkali-kali mencari informasi, utamanya di
dalam beragam kitab Tafsir al-Qurân, berkesimpulan bahwa “sejak dahulu
hingga kini, bahkan sampai kiamat nanti, Lailatul Qadr akan tetap abadi dalam
kerahasiaan”. Hal tersebut dimaksudkan agar manusia terdorong bersungguh-
sungguh untuk mendapatkan dan menggapainya. Disamping agar setiap orang
bersemangat untuk menghidupkan malam-malam Ramadhan sebanyak
mungkin dalam rangka menjalin hubungan dengan Tuhan, malam yang
dinyatakan oleh Allah sebagai malam yang memiliki nilai lebih baik dari pada
seribu bulan (QS Al-Qadr, 97: 3), bagi orang-orang yang taat beribadah
dengan landasan keimanan dan mengharap pahala serta ridha Allah
Subhânahu Wa Taâlâ, malam itu adalah “malam kerinduan” yang dipandang
sebagai momentum untuk bertemu dengan mahgfirah (ampunan) dan rahmah
(kasih sayang) Allah yang tak terhingga.
Hadits-hadits yang menjelaskan mengenai Lailatul Qadr sangat
variatif dan banyak. Sebagian tidak memberikan batasan rinci dan mendorong
kita untuk mengusahakannya setiap malam di bulan Ramadhan; sebagian lain
menyebut sepuluh hari terakhir; sebagian lagi menyebut pada malam-malam
ganjil di sepuluh hari terakhir Ramadhan.
Pandangan yang menyatakan bahwa Lailatul Qadr terjadi pada
malam-malam ganjil di sepuluh terakhir bukan Ramadhan merupakan
pendapat yang râjih (kuat).
Diriwayatkan dari ‘Aisyah radhiyallâhu ‘anhâ bahwa Rasulullah
shallallâhu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda,
اْوَّرح ح
َت
ح
ة
ح
لْ ح
َلر
ْ
د
ح
ق
ْ
الف
ْ
شحع
ْ
الّراخحو
ح
األْنم
ح
ان
ح
ضحمحر
2. 2
“Carilah kesempatan kamu sekalian [untuk memeroleh] lailatul qadr pada
sepuluh hari terakhir pada bulan Ramadhan.” (Hadits Riwayat al-Bukhari,
Shahîh al-Bukhâriy, juz III, hal. 61, hadits no. 2020 dan Muslim, Shahîh
Muslim, juz III, ha;. 173, hadits no. 2833, dari ‘Aisyah radhiyallâhu ‘anhâ)
اْوَّرح ح
َت
ح
ة
ح
لْ ح
َلر
ْ
د
ح
ق
ْ
الفّر
ْ
تو
ْ
الحنم
ْ
شحع
ْ
الّراخحو
ح
األْنم
ح
ان
ح
ضحمحر.
“Carilah Lailatul Qadr pada malam-malam ganjil di sepuluh hari terakhir
Ramadhan.” (Hadits Riwayat al-Bukhari, Shahîh al-Bukhâriy, juz III, hal. 60,
hadits no. 2017, dari ‘Aisyah radhiyallâhu ‘anhâ)
Dalam hadits lain dari ‘Aisyah radhiyallâhu ‘anhâ disebutkan,
ح
ن
ح
َكِّبَاّنلصىلاهللعليهوسلما
ح
ذإ
ح
ل
ح
خ
ح
در ْ
شحع
ْ
ال
َ
د
ح
شرهحرح ْ
ْئم
احي
ْ
ح
ح
أحو
ر
ه
ح
لْ ح
َل
ح
ظ
ح
ق
ْ
ي
ح
أحو
ر
ه
ح
ل
ْ
ه
ح
أ
“Adalah Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam, jika memasuki sepuluh hari
terakhir bulan Ramadhan, maka beliau mengencangkan sarungnya
(bersungguh-sungguh dalam beribadah), menghidupkan malam-malamnya
dan membangunkan keluarganya.” (Hadits Riwayat al-Bukhari, Shahîh al-
Bukhâriy, juz III, hal. 61, hadits no. 2014, dari radhiyallâhu ‘anhâ)
Keutamaan Lailatul Qadr terhadap malam-malam lainnya merupakan
hal yang alami sebagaimana Allah melebihkan satu makhluk atas lainnya;
melebihkan sebagian laki-laki atas sebagian wanita; melebihkan Makkah,
Madinah dan Al-Quds atas tempat istimewa lainnya; dan melebihkan sebagian
Rasul atas sebagian lainnya. Keutamaan tersebut merujuk pada keutamaan
waktu, tempat, dan pribadi karena substansi yang diberikan oleh Allah
Subhânahu Wa Ta’âlâ di dalamnya.
Adapun tanda-tanda turunnya Lailatul Qadr yang direpresentasikan
dalam bentuk indahnya fenomena alam sebagaimana disebutkan oleh sebagian
ulama tampaknya tidak cukup menjadi pegangan. Hal tersebut karena tidak
ada petunjuk syariat yang secara tersurat memberikan penjelasan mengenai
perubahan fenomena alam dimaksud.
Al-Quran sendiri hanya menyebut mengenai Lailatul Qadr dalam dua
surah. Di dalam QS al-Qadr, 97: 1-5 disebut secara eksplisit dengan sebutan
Lailatul Qadr, dan di dalam QS ad-Dukhân, 44: 3-6 disebut dengan sebutan
Lailah Mubârakah.
3. 3
﴿ ر
ْ
د
ح
ق
ْ
ال ة
ح
لْ ح
َل ف راهح ْ
ّنلحّنز
ح
أ ا
َ
ّنإ١﴿ ر
ْ
د
ح
ق
ْ
ال
ر
ة
ح
لْ ح
َل احم حاكحر
ْ
د
ح
أ احمحو ﴾٢
ر
ة
ح
لْ ح
َل ﴾
﴿ ٍّر
ْ
ه
ح
ش ف
ْ
ل
ح
أ ْن
ّ
م ٌ ْْي
ح
خ ر
ْ
د
ح
ق
ْ
ال٣احيهف روحّالّرحو
ر
ة
ح
كئ
ح
َلحم
ْ
ال
ر
لَ ح
زَن
ح
ت ﴾
ٍّر
ْ
م
ح
أ
ّ ر
ُك ن
ّ
م مهّبحر ن
ْ
ذإب﴿٤﴿ ّر
ْ
ج
ح
ف
ْ
ال ع
ح
ل ْطحم ٰ ََّتحح حِه ٌم
ح
َلحس ﴾٥﴾
“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (al-Quran) pada malam
kemuliaan (Yaitu: “suatu malam yang penuh dengan kemuliaan, kebesaran,
karena pada malam itu merupakan permulaan turunnya al-Quran). Dan
tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam Kemuliaan itu lebih baik
dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan Malaikat Jibril
dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh)
kesejahteraan sampai terbit fajar.” (QS al-Qadr, 7: 1-5),
ٍة
ح
كحارحب
ّ
م ٍة
ح
لْ ح
َل ف راهح ْ
ّنلحّنز
ح
أ ا
َ
ّنإۚ﴿ حينرّنذرم ا
َ
ّن
ر
ك ا
َ
ّنإ٣ٍّر
ْ
م
ح
أ
ّ ر
ُك
ر
قحّر
ْ
ف
ر
ي احيهف ﴾
﴿ ٍيمكحح٤ا
ح
ّنّندع ْن
ّ
م اًّر
ْ
م
ح
أ ﴾ۚ﴿ حنيلسّْررم ا
َ
ّن
ر
ك ا
َ
ّنإ٥
ح
كّبَر ن
ّ
م
ً
ةح ْ
ْححر ﴾ۚ
﴿ ريملحع
ْ
ال ريعم َالّس حو
ر
ه
ر
ه
َ
ّنإ٦﴾
“Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi
(Malam yang Diberkahi, ialah: “malam [pada saat] al-Quran pertama kali
diturunkan. Di Indonesia umumnya dianggap jatuh pada tanggal 17
Ramadhan) dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. Pada
malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah (Yang dimaksud
dengan urusan-urusan di sini, ialah: “segala perkara yang berhubungan
dengan kehidupan makhluk seperti: hidup, mati, rezeki, untung baik, untung
buruk dan sebagainya”). (yaitu) urusan yang besar dari sisi kami.
Sesungguhnya Kami adalah yang mengutus rasul-rasul, sebagai rahmat dari
Tuhanmu. Sesungguhnya Dialah yang Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui.” (QS ad-Dukhân, 44: 3-6)
Pada QS Al-Qadr, 97: 4-5 disebutkan, bahwa “pada lailatul qadr
(malam kemuliaan) itu para malaikat dan Jibril turun dengan izin Tuhannya
untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit
fajar.” Sementara itu, pada QS al-Dukhân 44: 3-4 disebutkan, bahwa “pada
lailah mubârakah (malam yang diberkahi) itu Kami (Allah)-lah yang memberi
peringatan. Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah
(Yang dimaksud dengan urusan-urusan di sini, ialah: segala perkara yang
berhubungan dengan kehidupan makhluk seperti: hidup, mati, rezki, untung
baik, untung buruk dan sebagainya).”
4. 4
Sehingga tampaknya cukuplah bagi kita memegangi komentar Imam
Ath-Thabari yang menyatakan, semua fenomena alam yang disebutkan para
ulama bersifat tidak pasti. “Yang pasti, turunnya Lailatul Qadr merupakan
sesuatu yang pasti, namun penurunannya tidak dapat dilihat maupun didengar
oleh panca indera.” (Lihat: Ath-Thabari, Jâmi’ al-Bayân Fî Ta’wîl al-Qurân, juz
XXIV, hal. 533)
Lailatul Qadr merupakan anugerah Tuhan kepada umat Muhammad
agar nilai ibadah mereka sama, bahkan melebihi umat-umat terdahulu yang
dipanjangkan umurnya. Hanya saja caranya, umat Muhammad harus ekstra
sungguh-sungguh dalam mencarinya sebab kadar kemuliaan dan kadar
keberkahan di malam kemuliaan (Laitatul Qadr) itu tetap abadi dalam
kerahasiaan.
Yang terpenting bagi kita – umat Islam – saat ini adalah: “berupaya
seoptimal mungkin untuk menggapai maghfirah dan rahmat Allah di dalam
bulan Ramadhan ini, dengan – antara lain – menghidupkan malam Ramadhan,
utamanya pada 10 (sepuluh) hari terakhir di bulan ramadhan, dengan
memerbanyak ibadah dan memerbaiki kualitas ibadah kita kepada Allah,
dengan sekuat kemampuan kita. Dengan harapan, Allah benar-benar meridhai
apa pun yang kita kerjakan, sehingga apa pun ibadah yang kita kerjakan
benar-benar akan memeroleh pahala (yang sangat bernilai) dari Allah
Subhânahu Wa Ta’âlâ.
Wallâhu a’lamu bi ash-shawâb.
Yogyakarta, 29 Juni 2016
(Dikutip dan diselaraskan dari tulisan Dr. Muhammad Hariyadi, M.A., Selasa,
07 Agustus 2012, dalam http://www.republika.co.id/berita/dunia-
islam/hikmah/12/08/07/m8dg1w-lailatul-qadar-abadi-dalam-kerahasiaan)