SlideShare a Scribd company logo
1 of 8
Download to read offline
1
Tafsir QS Al-Hajj/22: 34-35
Jadilah Al-Mukhbitûn
Bahagia dalam kehidupan dunia adalah dambaan setiap insan. Jika dia
orang yang beriman, maka dia juga berharap bisa meraih kebahagiaan abadi di
akhirat. Namun, tidak semua orang yang berkeinginan baik bisa meraih
impiannya. Salah satu dari sekian banyak orang yang bisa meraih kebahagiaan
abadi di akhirat adalah al-Mukhbitûn. Siapakah mereka? Apakah kriteria-
kriteria mereka? Berikut penjelasan singkat tentang mereka. Semoga Allâh
‘Azza wa Jalla menjadikan kita termasuk golongan yang beruntung tersebut.
ِ‫ل‬َ‫و‬ِ
ِ ُ
‫ك‬ِِ‫ة‬
َ
‫ّم‬
ُ
‫أ‬ِ‫ا‬
َ
‫ن‬
ْ
‫ل‬َ‫ع‬َ‫ج‬ِِ
ً
‫ك‬ َ‫نس‬َ‫ّم‬ِ‫وا‬ُ‫ر‬
ُ
‫ك‬
ْ
‫ذ‬َ ِ
‫ِل‬َِِ‫م‬ْ‫اس‬ِِ
َ
‫اّلل‬ِِ‫ى‬ َ َ‫َع‬ِ‫ا‬َ‫ّم‬ِ‫م‬ُ‫ه‬
َ
‫ق‬َ‫ز‬َ‫ر‬ِ‫ن‬
ِ
‫ّم‬ِِ‫ة‬َ‫يم‬‫ه‬َ‫ب‬ِ
ِ‫ام‬َ‫ع‬
ْ
‫ن‬
َ ْ
‫اْل‬ِِِۗ‫ى‬‫ـ‬
َ
‫ل‬‫إ‬
َ
‫ف‬ِْ‫م‬
ُ
‫ك‬ُ‫ه‬ِِ‫ى‬‫ـ‬
َ
‫ل‬‫إ‬ِ‫ه‬ِِ‫د‬‫اح‬َ‫و‬ِِ
ُ
‫ه‬
َ
‫ل‬
َ
‫ف‬ِ‫وا‬ُ‫م‬‫ل‬ْ‫س‬
َ
‫أ‬ِِِۗ
ِ
‫ش‬َ‫ب‬َ‫و‬َِِ‫ي‬‫ت‬‫ب‬
ْ
‫خ‬ُ‫م‬
ْ
‫ال‬ِ﴿٤٣﴾ِ
َِ‫ين‬
َ
‫اَّل‬ِ‫ا‬
َ
‫ذ‬‫إ‬َِِ‫ر‬‫ك‬
ُ
‫ذ‬ُِِ َ
‫اّلل‬ِِْ‫ت‬
َ
‫ل‬‫ج‬َ‫و‬ِِْ‫م‬ُ‫ه‬ُ‫وب‬
ُ
‫ل‬
ُ
‫ق‬ِِ‫اب‬ َ‫الّص‬َ‫و‬َِ‫ين‬‫ر‬ِِ‫ى‬ َ َ‫َع‬ِ‫ا‬َ‫ّم‬ِِْ‫م‬ُ‫ه‬َ‫اب‬ َ‫ص‬
َ
‫أ‬ِ
ِ‫يم‬‫ق‬ُ‫م‬
ْ
‫ال‬َ‫و‬ِِ‫ة‬
َ
‫َل‬ َ‫الّص‬ِ‫ا‬َ‫م‬‫م‬َ‫و‬ِِْ‫م‬
ُ
‫اه‬
َ
‫ن‬
ْ
‫ق‬َ‫ز‬َ‫ر‬ِِ
َ
‫ون‬
ُ
‫ق‬‫نف‬ُ‫ي‬ِ﴿٤٣﴾
“Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban),
supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah
direzekikan Allah kepada mereka, maka Tuhanmu ialah Tuhan yang Maha Esa,
karena itu berserah dirilah kamu kepada-Nya. Dan berilah kabar gembira
kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah), (yaitu) orang-orang
yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, orang-orang yang
sabar terhadap apa yang menimpa mereka, orang-orang yang mendirikan
sembahyang dan orang-orang yang menafkahkan sebagian dari apa yang telah
Kami rezekikan kepada mereka.” (QS al-Hajj/22: 34-35)
Jika al-mu’minûn kita terjemahkan dengan orang-orang yang beriman,
al-muttaqûn diterjemahkan dengan orang-orang yang bertakwa, lalu
bagaimana menerjemahkan al-mukhbitûn? Kurang pas – memang -- jika al-
mukhbitûn kita terjemahkan dengan orang-orang yang berikhbât dan tentunya
belum bisa langsung dipahami oleh pendengarnya. Bagaimana kita
menerjemahkan al-mukhbitûn?
Al-Mukhbitûn berasal dari kata al-khabtu atau al-ikhbât. Al-Khabtu,
menurut pengertian bahasa, bermakna: permukaan tanah yang luas dan
tenang, semacam lembah yang dalam, luas, sunyi, dan terhampar.1 Atas dasar
inilah, Ibnu Abbâs radhiyallâhu ‘anhumâ mengartikan lafazh al-mukhbitin
dalam ayat ini sebagai mutawâdhi’în, (orang-orang yang merendahkan diri).2
1 Ibnu Manzhûr, Lisânul Arab, juz V, hal. 7.
2 Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Madârijus Sâlikîn, juz II, hal. 13.
2
Begitu pula Adh-Dhahhâk rahimahullâh dan Qatâdah rahimahullâh.3
Sedangkan menurut Mujâhid rahimahullâh, mukhbitîn artinya: muthmainnîn,
orang yang hatinya merasa tenang bersama Allâh.4
Ats-Tsauri rahimahullâh berpendapat bahwa makna mukhbitîn adalah:
orang orang yang tenang, yang ridha, lapang dada dengan qadha dan qadar
Allâh ‘Azza wa Jalla, dan senantiasa berserah diri kepada-Nya. Menurut Al-
Akhfâsi rahimahullâh, mukhbitin adalah: orang-orang yang khusyu’.
Sedangkan menurut Ibrahim an-Nakhâ’i adalahorang-orang yang shalat dan
ikhlas. Menurut al-Kalbiy, adalah: “orang-orang yang berhati lembut.”5
Sementara itu, As-Sa’di menyatakan bahwa al-mukhbit ialah: “al-khâdhi’ li
rabbih; al-mustaslim li amrih, al-mutawâdhi’ li ‘ibâdih (tunduk kepada
Tuhannya (Allah), patuh terhadap perintahNya, (dan) rendah hati (tidak
sombong) terhadap hamba-hambaNya).”6
Kita bisa rasakan dari pengertian pengertian secara bahasa ini, sebuah
lembah sunyi nan tenang, menghampar luas di depan mata. Ketenangan,
ketenteraman, kedamaian dan kesyahduan yang akan kita rasakan. Persis
seperti apa yang dikatakan Al-Harawi, penulis kitab Manâzilus Sâ’irîn, “ikhbât
ini merupakan permulaan dari ketenteraman.”7
Derajat al-mukhbitûn tidak serta merta dapat diraih oleh setiap orang
yang beriman. Ketenangan hati seorang mukmin, keikhlasannya, kerendah
hatinya, kesantunannya, kekhusyuannya, kelapangan dadanya, tidaklah
sembarang orang yang bisa mencapainya. Allâh ‘Azza wa Jalla meletakkan
kriteria dan usaha tertentu untuk bisa mencapainya.
Kriteria Al-Mukhbitûn
Orang-orang dengan sifat dan perilaku ikhlas, khusyu’, santun, tenang,
rendah hati adalah sebuah hasil dari usaha yang berkesinambungan dengan
apa yang disebutkan oleh Allâh ‘Azza wa Jalla dalam QS al-Hajj/22:-35 (di
atas), dan menjadi -- semacam -- syarat dan kriteria pencapaian derajat al-
ikhbât. Dimana – dalam ayat di atas -- disebutkan kriterianya sebagai berikut:
Kriteria Pertama: Jika Disebut Nama Allâh, Hatinya Bergetar
Allâh ‘Azza wa Jalla berfirman :
َِ‫ين‬
َ
‫اَّل‬ِ‫ا‬
َ
‫ذ‬‫إ‬َِِ‫ر‬‫ك‬
ُ
‫ذ‬ُِِ َ
‫اّلل‬ِِْ‫ت‬
َ
‫ل‬‫ج‬َ‫و‬ُِِ‫ه‬ُ‫وب‬
ُ
‫ل‬
ُ
‫ق‬ِْ‫م‬
“Jika disebut nama Allâh, hati mereka bergetar.” (QS al-Hajj/22: 35)
3 Al-Qurthubi, Al-Jâmi Li Ahkâmil Qur’ân, juz XII, hal. 58.
4 Ibid.
5 Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Madârijus Sâlikîn, juz II, hal. 13.
6 As-Sa’di, Taisîr Karîmi ar-Rahmân, juz I, hal. 538.
7 Ibid.
3
Al-Wajal artinya “hati yang menggigil dan bergetar takut karena
mengingat kekuasaan dan hukuman Allâh, atau merasa melihat-Nya.”8 Al-
Wajal berdekatan maknanya dengan al-khauf dan al-khasyyah, karena
bergetarnya hati jika disebut nama Allâh ‘Azza wa Jalla berkonsekuensi
khasyyah dan khauf kepada Allâh. Takut dan khawatir jika amal amal
kebaikannya, shalat, puasa dan sedekahnya tidak diterima oleh Allâh ‘Azza wa
Jalla, bergetarnya hati, takut dan khawatirnya jika amal-amal yang tidak
diterima Allâh tersebut bisa mengakibatkan azab Allâh ‘Azza wa Jalla.9
Allah berfirman:
َِ‫ين‬
َ
‫اَّل‬َ‫و‬ِِ
ُ
‫ت‬
ْ
‫ؤ‬ُ‫ي‬ِ
َ
‫ون‬ِ‫ا‬َ‫ّم‬ِ‫ا‬ْ‫و‬
َ
‫آت‬ِِْ‫م‬ُ‫ه‬ُ‫وب‬
ُ
‫ل‬
ُ
‫ق‬َ‫و‬ِِ‫ة‬
َ
‫ل‬‫ج‬َ‫و‬ِِْ‫م‬ُ‫ه‬
َ
‫ن‬
َ
‫أ‬ِِ‫ى‬
َ
‫ل‬‫إ‬ِِْ‫م‬‫ه‬ِ‫ب‬َ‫ر‬ِِ
َ
‫ون‬ُ‫ع‬‫اج‬َ‫ر‬
“Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan
hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa) Sesungguhnya mereka akan
kembali kepada Rabb mereka.” (QS al-Mu’minûn/23: 60)
Al-Wajal, khauf dan khasyyah selalu ada dalam hati al-mukhbitûn.
Namun ini bukan berarti al-mukhbitûn selalu gundah dan khawatir dalam
hidupnya.
Ini juga tidak bertentangan dengan firman Allâh ‘Azza wa Jalla:
َِ‫ين‬
َ
‫اَّل‬ِ‫وا‬ُ‫ن‬َ‫آّم‬ِِّ‫ِئ‬َ‫م‬ ْ‫ط‬
َ
‫ت‬َ‫و‬ِِ
ُ
‫ق‬ِْ‫م‬ُ‫ه‬ُ‫وب‬
ُ
‫ل‬ِِ‫ر‬
ْ
‫ك‬‫ذ‬‫ب‬ِِ
َ
‫اّلل‬ِِِۗ
َ
‫ل‬
َ
‫أ‬ِِ‫ر‬
ْ
‫ك‬‫ذ‬‫ب‬ِِ
َ
‫اّلل‬ِِّ‫ِئ‬َ‫م‬ ْ‫ط‬
َ
‫ت‬ِ
ُِ‫وب‬
ُ
‫ل‬
ُ
‫ق‬
ْ
‫ال‬
“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan
mengingat Allâh. Ingatlah, (karena) hanya dengan mengingati Allâh-lah hati
menjadi tenteram.” (QS ar-Ra’d/13: 28)
Karena al-wajal ketika mendengar ayat Allâh, disebabkan oleh rasa
takut hilangnya hidayah dari dirinya dan takut amal-amal kebaikannya tidak
diterima; takut menyelisihi aturan Rabbnya, karena kuatnya iman dan
keyakinan kepada Allâh Subhânahu wa Ta’âlâ, seakan-akan mereka selalu
berada di depan Nya.10 Dan ketenangan juga bisa dicapai karena kelapangan
dada berasal dari ma’rifatut tauhîd dan keimanan yang lurus, dan
mengimanikan apa yang dibawa Rasûlullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam, tanpa
keraguan dan syubhat.11
8 Ibid., juz I, hal. 389.
9 Lihat, Ibnu Taimiyah, Majmû Fatâwâ, juz VII, hal. 19.
10 Al-Qurthubi, Al-Jâmi Li Ahkâmil Qur’ân, juz XII, hal. 58.
11 Muhammad Amin asy-Syinqithi, Adhwâ’ul Bayân, juz III, hal. 511.
4
Allâh tegaskan juga dalam firman-Nya:
‫ا‬َ‫م‬
َ
‫ن‬‫إ‬ِِ
َ
‫ون‬ُ‫ن‬‫ّم‬
ْ
‫ؤ‬ُ‫م‬
ْ
‫ال‬َِِ‫ين‬
َ
‫اَّل‬ِ‫ا‬
َ
‫ذ‬‫إ‬َِِ‫ر‬‫ك‬
ُ
‫ذ‬ُِِ َ
‫اّلل‬ِِْ‫ت‬
َ
‫ل‬‫ج‬َ‫و‬ِِْ‫م‬ُ‫ه‬ُ‫وب‬
ُ
‫ل‬
ُ
‫ق‬ِ‫ا‬
َ
‫ذ‬‫إ‬َ‫و‬ِِْ‫ت‬َ‫ي‬‫ل‬
ُ
‫ت‬ِِْ‫م‬‫ه‬ْ‫ي‬
َ
‫ل‬َ‫ع‬ِ
ِ
ُ
‫ه‬
ُ
‫ات‬َ‫آي‬ِِْ‫م‬ُ‫ه‬
ْ
‫ت‬
َ
‫اد‬َ‫ز‬ِ‫ا‬
ً
‫ان‬َ‫يم‬‫إ‬ِِ‫ى‬ َ َ‫َع‬َ‫و‬ِِْ‫م‬‫ه‬ِ‫ب‬َ‫ر‬ِِ
َ
‫ون‬
ُ َ
‫َّك‬َ‫و‬َ‫ت‬
َ
‫ي‬ِ﴿٢﴾َِِ‫ين‬
َ
‫اَّل‬ِِ
َ
‫ون‬ُ‫يم‬‫ق‬ُ‫ي‬ِِ
َ
‫ة‬
َ
‫َل‬ َ‫الّص‬ِ
‫ا‬َ‫م‬‫م‬َ‫و‬ِِْ‫م‬
ُ
‫اه‬
َ
‫ن‬
ْ
‫ق‬َ‫ز‬َ‫ر‬ِِ
َ
‫ون‬
ُ
‫ق‬‫نف‬ُ‫ي‬ِ﴿٤﴾ِِ‫ى‬‫ـ‬
َ
‫ول‬
ُ
‫أ‬ِ
َ
‫ك‬‫ئ‬ُِِ‫م‬
ُ
‫ه‬ِِ
َ
‫ون‬ُ‫ن‬‫ّم‬
ْ
‫ؤ‬ُ‫م‬
ْ
‫ال‬ِِ
ّ
‫ق‬َ‫ح‬‫ا‬ِِِْۚ‫م‬ُ‫ه‬
َ
‫ل‬ِ
ِ‫ات‬َ‫ج‬َ‫ر‬
َ
‫د‬ِِ
َ
‫ند‬‫ع‬ِِْ‫م‬‫ه‬ِ‫ب‬َ‫ر‬ِِ‫ة‬َ‫ر‬‫ف‬
ْ
‫غ‬َ‫ّم‬َ‫و‬ِِ‫ق‬ْ‫ز‬‫ر‬َ‫و‬ِِ‫يم‬‫ر‬
َ
‫ك‬ِ﴿٣﴾
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut
nama Allâh gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya
bertambahlah keimanan mereka (karenanya), dan hanya kepada Rabb-lah,
mereka bertawakkal. (yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat dan yang
menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka. Itulah
orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. mereka akan
memeroleh beberapa derajat ketinggian di sisi Rabb-nya dan ampunan serta
rezeki (nikmat) yang mulia.” (QS al-Anfâl/8: 2-4)
Keadaan hati yang demikian tersebut, yaitu al-wajal (bergetar) saat
mendengar ayat-ayat Allâh, menandakan takutnya terhadap azab Allâh dan
rasa khawatir berbagai amal kebaikanya yang dilakukannya tidak diterima
oleh Allâh. Rasa seperti ini akan menambah keikhlasan dan kekhusyukan
seseorang dalam beribadah, juga meningkatkan ketawadhu’an dan
ketenangannya. Ini akan menjadikan mereka termasuk golongan al-
mukhbitun.
Kriteria Kedua: Sabar Terhadap Apa Yang Menimpa
Allâh ‘Azza wa Jalla berfirman :
َِ‫ين‬‫ر‬‫اب‬ َ‫الّص‬َ‫و‬ِِ‫ى‬ َ َ‫َع‬ِ‫ا‬َ‫ّم‬ِِْ‫م‬ُ‫ه‬َ‫اب‬ َ‫ص‬
َ
‫أ‬
“Dan orang-orang yang sabar terhadap apa yang menimpa mereka.” (QS al-
Hajj/22: 35)
Mereka bersabar menghadapi kesusahan dan kesempitan serta berbagai
macam gangguan. Mereka tidak berkeluh kesah dan tidak mencela apa yang
menimpa mereka. Mereka bersabar demi mendapat ridha Allâh ‘Azza wa Jalla ,
senantiasa berharap dan menanti-nanti pahala dari-Nya.12
12 As-Sa’di, Taisîr Karîmi ar-Rahmân, juz I, hal. 538
5
Sabar secara bahasa adalah al-habsu, yaitu menahan jiwa dari sedih
dan gelisah13; Menahan diri dari rasa sedih dan gelisah, cemas dan amarah;
Menahan lidah dari keluh kesah, dan menahan anggota badan dari
kekacauan.14
Sabar adalah menahan jiwa dalam tiga keadaan: (1) Sabar dalam
menjalankan ketaatan kepada Allâh ‘Azza wa Jalla; (2) Sabar untuk tidak
bermaksiat kepada Allâh, dan (3) Sabar atas cobaan dari Allâh ‘Azza wa Jalla.15
Sabar dalam menjalankan ketaatan kepada Allâh adalah yang terberat,
karena ketaatan berat dirasakan oleh jiwa, dirasakan sulit oleh manusia.
Ketaatan bisa jadi juga terasa berat dilaksanakan oleh anggota badan, juga
terasa berat karena harus mengeluarkan sejumlah harta seperti dalam
menunaikan zakat dan haji. Ini tentunya membutuhkan kesabaran dan
ketegaran dalam menjalankannya.16 Menurut Ibnu Taimiyah, sabar dalam
melaksanakan ketaatan lebih baik daripada sabar untuk menjauhi hal-hal yang
haram. Karena kemaslahatan melakukan ketaatan lebih disukai Allâh daripada
kemaslahatan meninggalkan kedurhakaan, dan keburukan akibat
meninggalkan perbuatan taat lebih dibenci Allâh daripada keburukan akibat
perbuatan durhaka”17 Juga karena meninggalkan kemaksiatan penyempurna
ketaatan.
Kesabaran yang ditampakkan dan dilakukan oleh manusia harus karena
Allâh, karena cinta kepada-Nya dan dalam rangka mencari ridha-Nya. Bukan
bertujuan menampakan kehebatan dan kekuatannya, juga bukan mencari
pujian.18
Al-Mukhbitûn memunyai sifat seperti ini, sabar menghadapi kesusahan
dan musibah yang menimpa mereka, dengan tetap mentaati perintah Allâh
dengan penuh ikhlas, ridha, dan berharap pahala dari Allâh. Mereka menahan
diri dari sedih dan gelisah, cemas dan amarah. Mereka menahan lidah dari
keluh kesah, dan menahan anggota badan dari kekacauan.19 Al-Mukhbitûn
akan senantiasa tenang dan tegar dalam menghadapi musibah, rendah hati dan
selalu introspeksi diri. Bagaikan suatu lembah yang luas, sunyi, tenteram dan
tenang.
Lalu bagaimana caranya agar orang yang terkena musibah bisa tetap
tenang dan ridha, bisa tetap menahan cemas, amarah dan keluh kesah?
Caranya adalah dengan tetap mengharap pahala dan berharap dosanya bisa
terhapus dengan sebab musibahnya. Kemudian tidak terlalu memikirkan
musibah itu dengan cara mengingat-ingat betapa besar nikmat yang telah
13 Ibnu Manzhûr, Lisânul Arab, juz VII, hal. 193.
14 Ibnu Qayim al Jauziyyah, Madârijus Sâlikîn, juz II, hal. 129.
15 Ibid., hal. 129. Lihat (juga): Al-Utsaimin, Syarh Riyâdhush Shâlihîn,
juz I, hal. 84.
16 Al-Utsaimin, Syarh Riyâdhush Shâlihîn, juz I, hal. 84.
17 Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Madârijus Sâlikîn, juz II, hal. 129.
18 Ibid., juz II, hal. 130.
19 Ibid., juz II, hal. 129.
6
diberikan Allâh ‘Azza wa Jalla kepada kita serta selalu yakin bahwa Allâh akan
menurunkan rahmat sebagai jalan keluar dari musibahnya itu.20
Allâh ‘Azza wa Jalla berfirman :
...ِ‫ن‬َ‫ّم‬َ‫و‬ِِ‫ق‬
َ
‫ت‬
َ
‫ي‬َِِ َ
‫اّلل‬ِ‫ل‬َ‫ع‬
ْ َ
‫َي‬ُِِ َ
‫ّل‬ِ‫ا‬ً‫ج‬َ‫ر‬
ْ َ
‫َم‬ِ﴿٢﴾ُِِ‫ز‬ْ‫ر‬َ‫ي‬َ‫و‬ِ
ُ
‫ه‬
ْ
‫ق‬ِِْ‫ن‬‫ّم‬ِِ
ُ
‫ث‬ْ‫ي‬َ‫ح‬ِِ
َ
‫ل‬ُِِ‫ب‬‫س‬
َ
‫ت‬
ْ َ
‫َي‬ِ
...
“Barangsiapa bertakwa kepada Allâh niscaya Dia akan mengadakan baginya
jalan keluar. dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-
sangkanya.” (QS at-Thalâq/65: 2-3)
Oleh karena itu, tidak heran jika Allâh ‘Azza wa Jalla menjanjikan
pahala yang tidak terhingga.
‫ا‬َ‫م‬
َ
‫ن‬‫إ‬ِِ
َ
‫ّف‬َ‫و‬ُ‫ي‬ِِ
َ
‫ون‬ُ‫ر‬‫اب‬ َ‫الّص‬ِِْ‫م‬
ُ
‫ه‬َ‫ر‬
ْ
‫ج‬
َ
‫أ‬ِِْ‫ي‬
َ
‫غ‬‫ب‬ِِ‫اب‬ َ‫س‬‫ح‬
“Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala
mereka tanpa batas.” (QS az-Zumar/39: 10)
Kriteria Ketiga: Menegakan Shalat
ِ‫يم‬‫ق‬ُ‫م‬
ْ
‫ال‬َ‫و‬ِِ‫ة‬
َ
‫َل‬ َ‫الّص‬
“Orang-orang yang menegakan shalat.” (QS al-Hajj/22: 35)
Shalat adalah ibadah yang teragung. Ibadah ini memiliki pengaruh
besar bagi kesalehan pribadi seseorang, seperti yang difirmankan Allâh ‘Azza
wa Jalla :
ِ
ُ
‫ل‬
ْ
‫ات‬ِ‫ا‬َ‫ّم‬َِِ‫وح‬
ُ
‫أ‬ِِ
َ
‫ك‬ْ َ
‫ِل‬‫إ‬َِِ‫ن‬‫ّم‬ِِ‫اب‬َ‫ت‬‫ك‬
ْ
‫ال‬ِِ‫م‬‫ق‬
َ
‫أ‬َ‫و‬ِِ
َ
‫ة‬
َ
‫َل‬ َ‫الّص‬ِِِۖ
َ
‫ن‬‫إ‬ِِ
َ
‫ة‬
َ
‫َل‬ َ‫الّص‬ِِ‫ى‬ َ
‫ه‬
ْ
‫ن‬
َ
‫ت‬ِِ‫ن‬َ‫ع‬ِ
ِ‫اء‬
َ
‫ش‬
ْ
‫ح‬
َ
‫ف‬
ْ
‫ال‬ِِ‫ر‬
َ
‫ك‬
ْ
‫ن‬ُ‫م‬
ْ
‫ال‬َ‫و‬ُِِِۗ‫ر‬
ْ
‫ك‬
َ
‫َّل‬َ‫و‬ِِ
َ
‫اّلل‬ُِِ َ‫ب‬
ْ
‫ك‬
َ
‫أ‬ُِِِۗ َ
‫اّلل‬َ‫و‬ُِِ‫م‬
َ
‫ل‬
ْ
‫ع‬
َ
‫ي‬ِ‫ا‬َ‫ّم‬ِِ
َ
‫ون‬ُ‫ع‬
َ
‫ن‬
ْ
‫ّص‬
َ
‫ت‬
“Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu al-Kitab (al-Qur’ân)
dan dirikanlah shalat! Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-
perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allâh (shalat)
20 Ibid., juz II, hal. 137.
7
adalah lebih besar (keutamaannya dibandingkan dengan ibadat-ibadat lain).
Dan Allâh mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS al-Ankabût/29: 45)
Al-Mukhbitûn ialah orang-orang yang senantiasa menjaga dan
mendirikan shalat dalam keadaan apapun. Musibah sebesar apapun tidak bisa
memengaruhi ketaatan mereka dalam menjalankan shalat. Dalam ayat ini
Allâh ‘Azza wa Jalla menggunakan kata muqîmîsh shalâh dan tidak
menggunakan kata kerja yuqîmush shalâh sebagai isyarat bahwa mereka
menjalankan shalat dalam keadaan apa pun karena kecintaan mereka yang
sangat mendalam terhadap shalat. Kecintaan mereka begitu terpatri dalam
hatinya dan senantiasa takut lalai dalam menjalankannya, seakan-akan mereka
selalu merasa dalam keadaan melaksanakan shalat,21 dengan kekhusyukan,
thuma’ninah, dan kerendah hatian, yang selalu tergambar dalam kesharian
mereka di dalam maupun di luar shalat.
Kriteria Keempat: Menafkahkan Sebagian Rezeki
‫ا‬َ‫م‬‫م‬َ‫و‬ِِْ‫م‬
ُ
‫اه‬
َ
‫ن‬
ْ
‫ق‬َ‫ز‬َ‫ر‬ِِ
ْ
‫ن‬
ُ
‫ي‬ِ
َ
‫ون‬
ُ
‫ق‬‫ف‬
“Dan orang-orang yang menafkahkan sebagian dari apa yang telah Kami
rezkikan kepada mereka.” (QS al-Hajj/22: 35)
Infak atau nafkah dalam ayat ini mencakup semua infak, baik yang
wajib seperti zakat, kafârat, dan nafkah keluarga, juga mencakup yang
mustahabbah22. Al-Mukhbitûn senantiasa berinfak di jalan Allâh, meski dalam
kesulitan.23 Inilah seutama-utama sedekah.
ِْ‫ن‬
َ
‫ع‬ِِ‫ب‬
َ
‫أ‬ِِ
َ
‫ة‬َ‫ر‬ْ‫ي‬َ‫ر‬
ُ
‫ه‬َِِ‫ض‬َ‫ر‬ُِِ‫الل‬ِِ
َ
‫ه‬
ْ
‫ن‬
َ
‫ع‬ِ،ِِ
َ
‫ال‬
َ
‫ق‬ِ:َِ‫اء‬َ‫ج‬ِِ‫ل‬ُ‫ج‬َ‫ر‬ِِ
َ
‫ل‬‫إ‬ِِِ‫ِب‬َ‫اّنل‬ِِ
َ
‫ّل‬ َ‫ص‬ُِِ‫الل‬ِ
ِ‫ه‬ْ‫ي‬
َ
‫ل‬َ‫ع‬َِِ‫م‬
َ
‫ل‬َ‫س‬َ‫و‬ِِ
َ
‫ال‬
َ
‫ق‬
َ
‫ف‬ِ:‫ا‬َ‫ي‬ِِ
َ
‫ول‬ُ‫س‬َ‫ر‬ِ،
َ
‫اّلل‬ِِّ‫ي‬
َ
‫أ‬ِِ‫ة‬
َ
‫ق‬
َ
‫د‬ َ‫الّص‬ُِِ‫م‬
َ
‫ظ‬
ْ
‫ع‬
َ
‫أ‬ِ‫ا؟‬ً‫ر‬
ْ
‫ج‬
َ
‫أ‬ِِ
َ
‫ال‬
َ
‫ق‬ِ:ِ
ْ
‫ن‬
َ
‫أ‬ِ
ِ
َ
‫ق‬
َ
‫د‬ َ‫ّص‬
َ
‫ت‬َِِ‫ت‬
ْ
‫ن‬
َ
‫أ‬َ‫و‬ِِ‫يح‬‫ح‬ َ‫ص‬ِِ‫ح‬
َ
‫ش‬ِ‫يح‬ِِ
َ
‫ش‬
ْ َ
‫َت‬ِ،َ‫ر‬
ْ
‫ق‬
َ
‫الف‬ِِ
ُ
‫ل‬ُ‫م‬
ْ
‫أ‬
َ
‫ت‬َ‫و‬ِ، َ‫َن‬‫الغ‬
“Dari Abu Hurairah radhiyallâhu ‘anhu, bahwasanya ada seseorang datang
kepada Rasûlullâh shallallâhu ‘alaihi wa sallam dan bertanya, “Ya Rasûlullâh,
sedekah apakah yang paling utama? Rasûlullâh shallallâhu ‘alaihi wa sallam
21 ِAl-Biqâi, Nadzmud Durari fî Tanâsubil Āyati was Suwar, juz XIII, hal.
49.
22 As-Sa’di, Taisîr Karîmir Rahmân, juz I, hal. 538.
23 Al-Biqâi, Nadzmud Durari fî Tanâsubil Āyati was Suwar, juz XIII,
hal. 49.
8
menjawab, ”Engkau bersedekah dalam keadaan sehat, dalam keadaan ingin
menahan-nahan harta karena takut miskin dan sangat berharap kekayaan.”24
Sedekah menjadi sebab dari kelapangan dada. Orang yang senantiasa
hidupnya bermanfaat bagi orang lain, senantiasa berbuat baik kepada sesama,
dan dermawan adalah orang-orang yang paling lapang dadanya, paling baik
jiwa dan hatinya.25
Jadi, al-mukhbitûn adalah orang-orang yang dikriteriakan oleh Allâh di
atas, serta ditafsirkan dan digambarkan oleh ulama dengan penggambaran
yang sangat indah yang bisa dirasakan oleh orang yang mengerti maknanya
secara bahasa. Orang-orang dengan ketenteraman, ketenangan, kelapangan
dada, kerendah-hatian, kesalehan pribadi, sopan santun, berakhlak mulia,
berkeyakinan dan memiliki iman yang kokoh, adalah sebuah kesan yang akan
anda rasakan jika kita bertemu dengan al-mukhbitûn. Dan Segala kelebihan di
atas bisa diraih oleh mereka, karena telah melampaui apa yang dikriteriakan
oleh Allâh ‘Azza wa Jalla tentang mereka.
Semoga kita bisa menjadi bagian dari al-mukhbitûn. Dan semoga ilmu
yang kita miliki bisa menjadikan diri kita rendah hati (tawadhu’) dan khusyu’;
menjadikan kita memunyai sopan santun dan tatakrama yang mengesankan.
Dan semoga dengan kekeyaan ilmu yang kita miliki, diri kita bisa menjadi
orang yang sabar, ikhlas dan ridha. Membawa hati kita dipenuhi ‘getar’
(karena takut dan cemas) jika mendengar ayat-ayat Allâh.
Dan hanya kepada Allah-lah kita senantiasa berserah diri.
Fastabiqû al-Khairât.
24 Hadits Riwayat Al-Bukhari, Shahîh al-Bukhâriy, juz II, hal. 137,
hadits no. 1419; dan Muslim, Shahîh Muslim, juz III, hal. 93, hadits no. 2429,
dari Abu Hurairah radhiyallâhu ‘anhu.
25 Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Zâdul Ma’âd, juz II, hal. 24.

More Related Content

What's hot

Buletin Jumat LAZNas Chevron Rumbai Edisi XIV
Buletin Jumat LAZNas Chevron Rumbai Edisi XIVBuletin Jumat LAZNas Chevron Rumbai Edisi XIV
Buletin Jumat LAZNas Chevron Rumbai Edisi XIV
LAZNas Chevron
 
33 buletin rabithah-28-mei2010
33 buletin rabithah-28-mei201033 buletin rabithah-28-mei2010
33 buletin rabithah-28-mei2010
imuska
 
Buletin jumat al furqon tahun 05 volume 08 nomor 03 fiqih jenazah bagian 1
Buletin jumat al furqon tahun 05 volume 08 nomor 03 fiqih jenazah bagian 1Buletin jumat al furqon tahun 05 volume 08 nomor 03 fiqih jenazah bagian 1
Buletin jumat al furqon tahun 05 volume 08 nomor 03 fiqih jenazah bagian 1
muslimdocuments
 
Akhlaq kitab fadhail baca al-quran
Akhlaq kitab fadhail baca al-quranAkhlaq kitab fadhail baca al-quran
Akhlaq kitab fadhail baca al-quran
enjab
 
Allah swt melaknat mereka yang menyakiti kaum mukmin
Allah swt melaknat mereka yang menyakiti kaum mukminAllah swt melaknat mereka yang menyakiti kaum mukmin
Allah swt melaknat mereka yang menyakiti kaum mukmin
Rizky Faisal
 

What's hot (18)

Buletin Jumat LAZNas Chevron Rumbai Edisi XIV
Buletin Jumat LAZNas Chevron Rumbai Edisi XIVBuletin Jumat LAZNas Chevron Rumbai Edisi XIV
Buletin Jumat LAZNas Chevron Rumbai Edisi XIV
 
Tasyri' masa sahabat
Tasyri'  masa sahabatTasyri'  masa sahabat
Tasyri' masa sahabat
 
Unsur unsur hadis
Unsur unsur hadisUnsur unsur hadis
Unsur unsur hadis
 
Al ghurbah (keterasingan)
Al ghurbah (keterasingan)Al ghurbah (keterasingan)
Al ghurbah (keterasingan)
 
Fenomena lemahnya iman - Syeikh Solah al Munajjid
Fenomena lemahnya iman - Syeikh Solah al MunajjidFenomena lemahnya iman - Syeikh Solah al Munajjid
Fenomena lemahnya iman - Syeikh Solah al Munajjid
 
Al qur'an
Al qur'anAl qur'an
Al qur'an
 
Riyadhus Shalihin Bab 1 -3 ppt
Riyadhus Shalihin Bab 1 -3 pptRiyadhus Shalihin Bab 1 -3 ppt
Riyadhus Shalihin Bab 1 -3 ppt
 
33 buletin rabithah-28-mei2010
33 buletin rabithah-28-mei201033 buletin rabithah-28-mei2010
33 buletin rabithah-28-mei2010
 
Dalil syara (2)
Dalil syara (2)Dalil syara (2)
Dalil syara (2)
 
Buletin jumat al furqon tahun 05 volume 08 nomor 03 fiqih jenazah bagian 1
Buletin jumat al furqon tahun 05 volume 08 nomor 03 fiqih jenazah bagian 1Buletin jumat al furqon tahun 05 volume 08 nomor 03 fiqih jenazah bagian 1
Buletin jumat al furqon tahun 05 volume 08 nomor 03 fiqih jenazah bagian 1
 
Perintah membaca al qur’an
Perintah membaca al qur’anPerintah membaca al qur’an
Perintah membaca al qur’an
 
penilaian syiah terhadap ahli sunnah
 penilaian syiah terhadap ahli sunnah penilaian syiah terhadap ahli sunnah
penilaian syiah terhadap ahli sunnah
 
Himpunan 50 hadits_pilihan
Himpunan 50 hadits_pilihanHimpunan 50 hadits_pilihan
Himpunan 50 hadits_pilihan
 
Akhlaq kitab fadhail baca al-quran
Akhlaq kitab fadhail baca al-quranAkhlaq kitab fadhail baca al-quran
Akhlaq kitab fadhail baca al-quran
 
Sunnah nabi muhammad saw
Sunnah nabi muhammad sawSunnah nabi muhammad saw
Sunnah nabi muhammad saw
 
Hukum Ihtikar (Menimbun Barang Dagangan)
Hukum Ihtikar (Menimbun Barang Dagangan)Hukum Ihtikar (Menimbun Barang Dagangan)
Hukum Ihtikar (Menimbun Barang Dagangan)
 
Allah swt melaknat mereka yang menyakiti kaum mukmin
Allah swt melaknat mereka yang menyakiti kaum mukminAllah swt melaknat mereka yang menyakiti kaum mukmin
Allah swt melaknat mereka yang menyakiti kaum mukmin
 
Lailatul qadr, malam sejuta makna
Lailatul qadr, malam sejuta maknaLailatul qadr, malam sejuta makna
Lailatul qadr, malam sejuta makna
 

Viewers also liked

Presentation1
Presentation1Presentation1
Presentation1
lizmcgow
 
Big Data and Mobile Commerce - Privacy and Data Protection
Big Data and Mobile Commerce - Privacy and Data ProtectionBig Data and Mobile Commerce - Privacy and Data Protection
Big Data and Mobile Commerce - Privacy and Data Protection
Kenneth Ho
 

Viewers also liked (11)

Metlit pend (4)
Metlit pend (4)Metlit pend (4)
Metlit pend (4)
 
Meraih haji mabrur
Meraih haji mabrurMeraih haji mabrur
Meraih haji mabrur
 
Syirik bahaya miskin sinyal 01
Syirik bahaya miskin sinyal 01Syirik bahaya miskin sinyal 01
Syirik bahaya miskin sinyal 01
 
Skd
SkdSkd
Skd
 
Presentation1
Presentation1Presentation1
Presentation1
 
Membangun kesalehan pribadi menuju kesalehan sosial
Membangun kesalehan pribadi menuju kesalehan sosialMembangun kesalehan pribadi menuju kesalehan sosial
Membangun kesalehan pribadi menuju kesalehan sosial
 
Draft kurikulum-2013-per-tgl-13-november-2012-pukul-14
Draft kurikulum-2013-per-tgl-13-november-2012-pukul-14Draft kurikulum-2013-per-tgl-13-november-2012-pukul-14
Draft kurikulum-2013-per-tgl-13-november-2012-pukul-14
 
ALAT LAB KIMIA
ALAT LAB KIMIAALAT LAB KIMIA
ALAT LAB KIMIA
 
Transición iso 9001 2008 iso 9001 - 2015
Transición iso 9001  2008   iso 9001 - 2015Transición iso 9001  2008   iso 9001 - 2015
Transición iso 9001 2008 iso 9001 - 2015
 
Big Data and Mobile Commerce - Privacy and Data Protection
Big Data and Mobile Commerce - Privacy and Data ProtectionBig Data and Mobile Commerce - Privacy and Data Protection
Big Data and Mobile Commerce - Privacy and Data Protection
 
Questão de aula 2 funções + critérios 10 ano
Questão de aula 2 funções + critérios 10 anoQuestão de aula 2 funções + critérios 10 ano
Questão de aula 2 funções + critérios 10 ano
 

Similar to Al mukhbitun-01

Orang yang beruntung dan rugi
Orang yang beruntung dan rugiOrang yang beruntung dan rugi
Orang yang beruntung dan rugi
Muhsin Hariyanto
 
Orang yang beruntung dan rugi
Orang yang beruntung dan rugiOrang yang beruntung dan rugi
Orang yang beruntung dan rugi
Muhsin Hariyanto
 
kutbah jumat pada saat ini untuk membangun kita
kutbah jumat pada saat ini untuk membangun kitakutbah jumat pada saat ini untuk membangun kita
kutbah jumat pada saat ini untuk membangun kita
MANDIANGIN1
 
Klasifikasi orang islam 01
Klasifikasi orang islam 01Klasifikasi orang islam 01
Klasifikasi orang islam 01
Muhsin Hariyanto
 
Klasifikasi orang islam 01
Klasifikasi orang islam 01Klasifikasi orang islam 01
Klasifikasi orang islam 01
Muhsin Hariyanto
 
Membangun sikap khauf dan raja'
Membangun sikap khauf dan raja'Membangun sikap khauf dan raja'
Membangun sikap khauf dan raja'
Muhsin Hariyanto
 
Id ada apa_di_hari_kiamat
Id ada apa_di_hari_kiamatId ada apa_di_hari_kiamat
Id ada apa_di_hari_kiamat
Driya Primasthi
 
HADITS NASEHAT.pptx
HADITS NASEHAT.pptxHADITS NASEHAT.pptx
HADITS NASEHAT.pptx
zahra436391
 

Similar to Al mukhbitun-01 (20)

Tawakkal kepada allâh subhanahu wa ta’ala
Tawakkal kepada allâh subhanahu wa ta’alaTawakkal kepada allâh subhanahu wa ta’ala
Tawakkal kepada allâh subhanahu wa ta’ala
 
05-NASIHAT DAN MUHASABAH ADALAH CINTA.pdf
05-NASIHAT DAN MUHASABAH ADALAH CINTA.pdf05-NASIHAT DAN MUHASABAH ADALAH CINTA.pdf
05-NASIHAT DAN MUHASABAH ADALAH CINTA.pdf
 
Orang yang beruntung dan rugi
Orang yang beruntung dan rugiOrang yang beruntung dan rugi
Orang yang beruntung dan rugi
 
Orang yang beruntung dan rugi
Orang yang beruntung dan rugiOrang yang beruntung dan rugi
Orang yang beruntung dan rugi
 
kutbah jumat pada saat ini untuk membangun kita
kutbah jumat pada saat ini untuk membangun kitakutbah jumat pada saat ini untuk membangun kita
kutbah jumat pada saat ini untuk membangun kita
 
Memahami makna khusyu'
Memahami makna khusyu'Memahami makna khusyu'
Memahami makna khusyu'
 
Orang yang beruntung dan rugi
Orang yang beruntung dan rugiOrang yang beruntung dan rugi
Orang yang beruntung dan rugi
 
Serambi Islami TVRI - Amalan Yang Mendatangkan Rizki - Dr. Hasani Ahmad said,...
Serambi Islami TVRI - Amalan Yang Mendatangkan Rizki - Dr. Hasani Ahmad said,...Serambi Islami TVRI - Amalan Yang Mendatangkan Rizki - Dr. Hasani Ahmad said,...
Serambi Islami TVRI - Amalan Yang Mendatangkan Rizki - Dr. Hasani Ahmad said,...
 
Memahami makna khusyu'
Memahami makna khusyu'Memahami makna khusyu'
Memahami makna khusyu'
 
Fiqih Muamalah - Pengantar Fiqih Muamalah
Fiqih Muamalah - Pengantar Fiqih MuamalahFiqih Muamalah - Pengantar Fiqih Muamalah
Fiqih Muamalah - Pengantar Fiqih Muamalah
 
Khutbah-jumat-tentang-kematian-download-ukuran-A5-small-v3-pdf.pdf
Khutbah-jumat-tentang-kematian-download-ukuran-A5-small-v3-pdf.pdfKhutbah-jumat-tentang-kematian-download-ukuran-A5-small-v3-pdf.pdf
Khutbah-jumat-tentang-kematian-download-ukuran-A5-small-v3-pdf.pdf
 
Tuntunan Mujahadah dan Acara-acara Wahidiyah (April 2014)
Tuntunan Mujahadah dan Acara-acara Wahidiyah (April 2014)Tuntunan Mujahadah dan Acara-acara Wahidiyah (April 2014)
Tuntunan Mujahadah dan Acara-acara Wahidiyah (April 2014)
 
Klasifikasi orang islam 01
Klasifikasi orang islam 01Klasifikasi orang islam 01
Klasifikasi orang islam 01
 
Klasifikasi orang islam 01
Klasifikasi orang islam 01Klasifikasi orang islam 01
Klasifikasi orang islam 01
 
Membangun sikap khauf dan raja'
Membangun sikap khauf dan raja'Membangun sikap khauf dan raja'
Membangun sikap khauf dan raja'
 
E proposal pondok tahfidzul qur'an bakhutma
E proposal pondok tahfidzul qur'an bakhutmaE proposal pondok tahfidzul qur'an bakhutma
E proposal pondok tahfidzul qur'an bakhutma
 
Id ada apa_di_hari_kiamat
Id ada apa_di_hari_kiamatId ada apa_di_hari_kiamat
Id ada apa_di_hari_kiamat
 
G h i b a h
G h i b a hG h i b a h
G h i b a h
 
HADITS NASEHAT.pptx
HADITS NASEHAT.pptxHADITS NASEHAT.pptx
HADITS NASEHAT.pptx
 
Memahami bacaan sholat3
Memahami bacaan sholat3Memahami bacaan sholat3
Memahami bacaan sholat3
 

More from Muhsin Hariyanto

Memahami konsep dan implementasi at tamakkun
Memahami konsep dan implementasi at tamakkunMemahami konsep dan implementasi at tamakkun
Memahami konsep dan implementasi at tamakkun
Muhsin Hariyanto
 

More from Muhsin Hariyanto (20)

Fenomenologi transendental edmund husserl
Fenomenologi transendental edmund husserlFenomenologi transendental edmund husserl
Fenomenologi transendental edmund husserl
 
Membuka pintu (yang) terkunci
Membuka pintu (yang) terkunciMembuka pintu (yang) terkunci
Membuka pintu (yang) terkunci
 
Puasa ‘asyura, puasa sunnah pada bulan muharram
Puasa ‘asyura, puasa sunnah pada bulan muharramPuasa ‘asyura, puasa sunnah pada bulan muharram
Puasa ‘asyura, puasa sunnah pada bulan muharram
 
Pesan moral dari kisah ashhabul kahfi.pdf (muhsin hariyanto)
Pesan moral dari kisah ashhabul kahfi.pdf (muhsin hariyanto)Pesan moral dari kisah ashhabul kahfi.pdf (muhsin hariyanto)
Pesan moral dari kisah ashhabul kahfi.pdf (muhsin hariyanto)
 
Jalan hidupku adalah menulis
Jalan hidupku adalah menulisJalan hidupku adalah menulis
Jalan hidupku adalah menulis
 
Politik filantropi atau filantropi politik
Politik filantropi atau filantropi politikPolitik filantropi atau filantropi politik
Politik filantropi atau filantropi politik
 
Menimbang kembali peran dan tanggung jawab ulama
Menimbang kembali peran dan tanggung jawab ulamaMenimbang kembali peran dan tanggung jawab ulama
Menimbang kembali peran dan tanggung jawab ulama
 
Menjaga diri dengan yang halal
Menjaga diri dengan yang halalMenjaga diri dengan yang halal
Menjaga diri dengan yang halal
 
Belajar memberi maaf
Belajar memberi maafBelajar memberi maaf
Belajar memberi maaf
 
Kebahagiaan mana yang ingin anda raih
Kebahagiaan mana yang ingin anda raihKebahagiaan mana yang ingin anda raih
Kebahagiaan mana yang ingin anda raih
 
Istighfar dan taubat sebagai pintu rezeki
Istighfar dan taubat sebagai pintu rezekiIstighfar dan taubat sebagai pintu rezeki
Istighfar dan taubat sebagai pintu rezeki
 
Bermuhammadiyah
BermuhammadiyahBermuhammadiyah
Bermuhammadiyah
 
Tuntunan ibadah-ramadan-1434
Tuntunan ibadah-ramadan-1434Tuntunan ibadah-ramadan-1434
Tuntunan ibadah-ramadan-1434
 
Mimpi, apa maknanya
Mimpi, apa maknanyaMimpi, apa maknanya
Mimpi, apa maknanya
 
Strategi perjuangan muhammadiyah
Strategi perjuangan muhammadiyahStrategi perjuangan muhammadiyah
Strategi perjuangan muhammadiyah
 
Memahami konsep dan implementasi at tamakkun
Memahami konsep dan implementasi at tamakkunMemahami konsep dan implementasi at tamakkun
Memahami konsep dan implementasi at tamakkun
 
Hukum meminta jabatan
Hukum meminta jabatanHukum meminta jabatan
Hukum meminta jabatan
 
Menyoal nikah sirri
Menyoal nikah sirriMenyoal nikah sirri
Menyoal nikah sirri
 
Siapakah wali hakim dalam nikah
Siapakah wali hakim dalam nikahSiapakah wali hakim dalam nikah
Siapakah wali hakim dalam nikah
 
Memupuk jiwa qana'ah
Memupuk jiwa qana'ahMemupuk jiwa qana'ah
Memupuk jiwa qana'ah
 

Recently uploaded (6)

KEL 1 HAKIKAT IBADAH dalam ajaran agama islam
KEL 1 HAKIKAT IBADAH dalam ajaran agama islamKEL 1 HAKIKAT IBADAH dalam ajaran agama islam
KEL 1 HAKIKAT IBADAH dalam ajaran agama islam
 
PPT puasa: menjekaskan tentang pengertian puasa dan hal hak yang berkaitan te...
PPT puasa: menjekaskan tentang pengertian puasa dan hal hak yang berkaitan te...PPT puasa: menjekaskan tentang pengertian puasa dan hal hak yang berkaitan te...
PPT puasa: menjekaskan tentang pengertian puasa dan hal hak yang berkaitan te...
 
SIAPAKAH KITA DI DALAM KRISTUS.pptx BULAN MEI
SIAPAKAH KITA DI DALAM KRISTUS.pptx BULAN MEISIAPAKAH KITA DI DALAM KRISTUS.pptx BULAN MEI
SIAPAKAH KITA DI DALAM KRISTUS.pptx BULAN MEI
 
Sekolah Sabat - Triwulan 2 2024 - Pelajaran 7
Sekolah Sabat - Triwulan 2 2024 - Pelajaran 7Sekolah Sabat - Triwulan 2 2024 - Pelajaran 7
Sekolah Sabat - Triwulan 2 2024 - Pelajaran 7
 
APA YANG TERJADI SEKARANG NEW.pptx BULAN MEI 2024
APA YANG TERJADI SEKARANG NEW.pptx BULAN MEI 2024APA YANG TERJADI SEKARANG NEW.pptx BULAN MEI 2024
APA YANG TERJADI SEKARANG NEW.pptx BULAN MEI 2024
 
4 RAHSIA UMUR PANJANG BAGI ORANG KRISTEN.ppt
4 RAHSIA UMUR PANJANG BAGI ORANG KRISTEN.ppt4 RAHSIA UMUR PANJANG BAGI ORANG KRISTEN.ppt
4 RAHSIA UMUR PANJANG BAGI ORANG KRISTEN.ppt
 

Al mukhbitun-01

  • 1. 1 Tafsir QS Al-Hajj/22: 34-35 Jadilah Al-Mukhbitûn Bahagia dalam kehidupan dunia adalah dambaan setiap insan. Jika dia orang yang beriman, maka dia juga berharap bisa meraih kebahagiaan abadi di akhirat. Namun, tidak semua orang yang berkeinginan baik bisa meraih impiannya. Salah satu dari sekian banyak orang yang bisa meraih kebahagiaan abadi di akhirat adalah al-Mukhbitûn. Siapakah mereka? Apakah kriteria- kriteria mereka? Berikut penjelasan singkat tentang mereka. Semoga Allâh ‘Azza wa Jalla menjadikan kita termasuk golongan yang beruntung tersebut. ِ‫ل‬َ‫و‬ِ ِ ُ ‫ك‬ِِ‫ة‬ َ ‫ّم‬ ُ ‫أ‬ِ‫ا‬ َ ‫ن‬ ْ ‫ل‬َ‫ع‬َ‫ج‬ِِ ً ‫ك‬ َ‫نس‬َ‫ّم‬ِ‫وا‬ُ‫ر‬ ُ ‫ك‬ ْ ‫ذ‬َ ِ ‫ِل‬َِِ‫م‬ْ‫اس‬ِِ َ ‫اّلل‬ِِ‫ى‬ َ َ‫َع‬ِ‫ا‬َ‫ّم‬ِ‫م‬ُ‫ه‬ َ ‫ق‬َ‫ز‬َ‫ر‬ِ‫ن‬ ِ ‫ّم‬ِِ‫ة‬َ‫يم‬‫ه‬َ‫ب‬ِ ِ‫ام‬َ‫ع‬ ْ ‫ن‬ َ ْ ‫اْل‬ِِِۗ‫ى‬‫ـ‬ َ ‫ل‬‫إ‬ َ ‫ف‬ِْ‫م‬ ُ ‫ك‬ُ‫ه‬ِِ‫ى‬‫ـ‬ َ ‫ل‬‫إ‬ِ‫ه‬ِِ‫د‬‫اح‬َ‫و‬ِِ ُ ‫ه‬ َ ‫ل‬ َ ‫ف‬ِ‫وا‬ُ‫م‬‫ل‬ْ‫س‬ َ ‫أ‬ِِِۗ ِ ‫ش‬َ‫ب‬َ‫و‬َِِ‫ي‬‫ت‬‫ب‬ ْ ‫خ‬ُ‫م‬ ْ ‫ال‬ِ﴿٤٣﴾ِ َِ‫ين‬ َ ‫اَّل‬ِ‫ا‬ َ ‫ذ‬‫إ‬َِِ‫ر‬‫ك‬ ُ ‫ذ‬ُِِ َ ‫اّلل‬ِِْ‫ت‬ َ ‫ل‬‫ج‬َ‫و‬ِِْ‫م‬ُ‫ه‬ُ‫وب‬ ُ ‫ل‬ ُ ‫ق‬ِِ‫اب‬ َ‫الّص‬َ‫و‬َِ‫ين‬‫ر‬ِِ‫ى‬ َ َ‫َع‬ِ‫ا‬َ‫ّم‬ِِْ‫م‬ُ‫ه‬َ‫اب‬ َ‫ص‬ َ ‫أ‬ِ ِ‫يم‬‫ق‬ُ‫م‬ ْ ‫ال‬َ‫و‬ِِ‫ة‬ َ ‫َل‬ َ‫الّص‬ِ‫ا‬َ‫م‬‫م‬َ‫و‬ِِْ‫م‬ ُ ‫اه‬ َ ‫ن‬ ْ ‫ق‬َ‫ز‬َ‫ر‬ِِ َ ‫ون‬ ُ ‫ق‬‫نف‬ُ‫ي‬ِ﴿٤٣﴾ “Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzekikan Allah kepada mereka, maka Tuhanmu ialah Tuhan yang Maha Esa, karena itu berserah dirilah kamu kepada-Nya. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah), (yaitu) orang-orang yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, orang-orang yang sabar terhadap apa yang menimpa mereka, orang-orang yang mendirikan sembahyang dan orang-orang yang menafkahkan sebagian dari apa yang telah Kami rezekikan kepada mereka.” (QS al-Hajj/22: 34-35) Jika al-mu’minûn kita terjemahkan dengan orang-orang yang beriman, al-muttaqûn diterjemahkan dengan orang-orang yang bertakwa, lalu bagaimana menerjemahkan al-mukhbitûn? Kurang pas – memang -- jika al- mukhbitûn kita terjemahkan dengan orang-orang yang berikhbât dan tentunya belum bisa langsung dipahami oleh pendengarnya. Bagaimana kita menerjemahkan al-mukhbitûn? Al-Mukhbitûn berasal dari kata al-khabtu atau al-ikhbât. Al-Khabtu, menurut pengertian bahasa, bermakna: permukaan tanah yang luas dan tenang, semacam lembah yang dalam, luas, sunyi, dan terhampar.1 Atas dasar inilah, Ibnu Abbâs radhiyallâhu ‘anhumâ mengartikan lafazh al-mukhbitin dalam ayat ini sebagai mutawâdhi’în, (orang-orang yang merendahkan diri).2 1 Ibnu Manzhûr, Lisânul Arab, juz V, hal. 7. 2 Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Madârijus Sâlikîn, juz II, hal. 13.
  • 2. 2 Begitu pula Adh-Dhahhâk rahimahullâh dan Qatâdah rahimahullâh.3 Sedangkan menurut Mujâhid rahimahullâh, mukhbitîn artinya: muthmainnîn, orang yang hatinya merasa tenang bersama Allâh.4 Ats-Tsauri rahimahullâh berpendapat bahwa makna mukhbitîn adalah: orang orang yang tenang, yang ridha, lapang dada dengan qadha dan qadar Allâh ‘Azza wa Jalla, dan senantiasa berserah diri kepada-Nya. Menurut Al- Akhfâsi rahimahullâh, mukhbitin adalah: orang-orang yang khusyu’. Sedangkan menurut Ibrahim an-Nakhâ’i adalahorang-orang yang shalat dan ikhlas. Menurut al-Kalbiy, adalah: “orang-orang yang berhati lembut.”5 Sementara itu, As-Sa’di menyatakan bahwa al-mukhbit ialah: “al-khâdhi’ li rabbih; al-mustaslim li amrih, al-mutawâdhi’ li ‘ibâdih (tunduk kepada Tuhannya (Allah), patuh terhadap perintahNya, (dan) rendah hati (tidak sombong) terhadap hamba-hambaNya).”6 Kita bisa rasakan dari pengertian pengertian secara bahasa ini, sebuah lembah sunyi nan tenang, menghampar luas di depan mata. Ketenangan, ketenteraman, kedamaian dan kesyahduan yang akan kita rasakan. Persis seperti apa yang dikatakan Al-Harawi, penulis kitab Manâzilus Sâ’irîn, “ikhbât ini merupakan permulaan dari ketenteraman.”7 Derajat al-mukhbitûn tidak serta merta dapat diraih oleh setiap orang yang beriman. Ketenangan hati seorang mukmin, keikhlasannya, kerendah hatinya, kesantunannya, kekhusyuannya, kelapangan dadanya, tidaklah sembarang orang yang bisa mencapainya. Allâh ‘Azza wa Jalla meletakkan kriteria dan usaha tertentu untuk bisa mencapainya. Kriteria Al-Mukhbitûn Orang-orang dengan sifat dan perilaku ikhlas, khusyu’, santun, tenang, rendah hati adalah sebuah hasil dari usaha yang berkesinambungan dengan apa yang disebutkan oleh Allâh ‘Azza wa Jalla dalam QS al-Hajj/22:-35 (di atas), dan menjadi -- semacam -- syarat dan kriteria pencapaian derajat al- ikhbât. Dimana – dalam ayat di atas -- disebutkan kriterianya sebagai berikut: Kriteria Pertama: Jika Disebut Nama Allâh, Hatinya Bergetar Allâh ‘Azza wa Jalla berfirman : َِ‫ين‬ َ ‫اَّل‬ِ‫ا‬ َ ‫ذ‬‫إ‬َِِ‫ر‬‫ك‬ ُ ‫ذ‬ُِِ َ ‫اّلل‬ِِْ‫ت‬ َ ‫ل‬‫ج‬َ‫و‬ُِِ‫ه‬ُ‫وب‬ ُ ‫ل‬ ُ ‫ق‬ِْ‫م‬ “Jika disebut nama Allâh, hati mereka bergetar.” (QS al-Hajj/22: 35) 3 Al-Qurthubi, Al-Jâmi Li Ahkâmil Qur’ân, juz XII, hal. 58. 4 Ibid. 5 Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Madârijus Sâlikîn, juz II, hal. 13. 6 As-Sa’di, Taisîr Karîmi ar-Rahmân, juz I, hal. 538. 7 Ibid.
  • 3. 3 Al-Wajal artinya “hati yang menggigil dan bergetar takut karena mengingat kekuasaan dan hukuman Allâh, atau merasa melihat-Nya.”8 Al- Wajal berdekatan maknanya dengan al-khauf dan al-khasyyah, karena bergetarnya hati jika disebut nama Allâh ‘Azza wa Jalla berkonsekuensi khasyyah dan khauf kepada Allâh. Takut dan khawatir jika amal amal kebaikannya, shalat, puasa dan sedekahnya tidak diterima oleh Allâh ‘Azza wa Jalla, bergetarnya hati, takut dan khawatirnya jika amal-amal yang tidak diterima Allâh tersebut bisa mengakibatkan azab Allâh ‘Azza wa Jalla.9 Allah berfirman: َِ‫ين‬ َ ‫اَّل‬َ‫و‬ِِ ُ ‫ت‬ ْ ‫ؤ‬ُ‫ي‬ِ َ ‫ون‬ِ‫ا‬َ‫ّم‬ِ‫ا‬ْ‫و‬ َ ‫آت‬ِِْ‫م‬ُ‫ه‬ُ‫وب‬ ُ ‫ل‬ ُ ‫ق‬َ‫و‬ِِ‫ة‬ َ ‫ل‬‫ج‬َ‫و‬ِِْ‫م‬ُ‫ه‬ َ ‫ن‬ َ ‫أ‬ِِ‫ى‬ َ ‫ل‬‫إ‬ِِْ‫م‬‫ه‬ِ‫ب‬َ‫ر‬ِِ َ ‫ون‬ُ‫ع‬‫اج‬َ‫ر‬ “Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa) Sesungguhnya mereka akan kembali kepada Rabb mereka.” (QS al-Mu’minûn/23: 60) Al-Wajal, khauf dan khasyyah selalu ada dalam hati al-mukhbitûn. Namun ini bukan berarti al-mukhbitûn selalu gundah dan khawatir dalam hidupnya. Ini juga tidak bertentangan dengan firman Allâh ‘Azza wa Jalla: َِ‫ين‬ َ ‫اَّل‬ِ‫وا‬ُ‫ن‬َ‫آّم‬ِِّ‫ِئ‬َ‫م‬ ْ‫ط‬ َ ‫ت‬َ‫و‬ِِ ُ ‫ق‬ِْ‫م‬ُ‫ه‬ُ‫وب‬ ُ ‫ل‬ِِ‫ر‬ ْ ‫ك‬‫ذ‬‫ب‬ِِ َ ‫اّلل‬ِِِۗ َ ‫ل‬ َ ‫أ‬ِِ‫ر‬ ْ ‫ك‬‫ذ‬‫ب‬ِِ َ ‫اّلل‬ِِّ‫ِئ‬َ‫م‬ ْ‫ط‬ َ ‫ت‬ِ ُِ‫وب‬ ُ ‫ل‬ ُ ‫ق‬ ْ ‫ال‬ “(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allâh. Ingatlah, (karena) hanya dengan mengingati Allâh-lah hati menjadi tenteram.” (QS ar-Ra’d/13: 28) Karena al-wajal ketika mendengar ayat Allâh, disebabkan oleh rasa takut hilangnya hidayah dari dirinya dan takut amal-amal kebaikannya tidak diterima; takut menyelisihi aturan Rabbnya, karena kuatnya iman dan keyakinan kepada Allâh Subhânahu wa Ta’âlâ, seakan-akan mereka selalu berada di depan Nya.10 Dan ketenangan juga bisa dicapai karena kelapangan dada berasal dari ma’rifatut tauhîd dan keimanan yang lurus, dan mengimanikan apa yang dibawa Rasûlullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam, tanpa keraguan dan syubhat.11 8 Ibid., juz I, hal. 389. 9 Lihat, Ibnu Taimiyah, Majmû Fatâwâ, juz VII, hal. 19. 10 Al-Qurthubi, Al-Jâmi Li Ahkâmil Qur’ân, juz XII, hal. 58. 11 Muhammad Amin asy-Syinqithi, Adhwâ’ul Bayân, juz III, hal. 511.
  • 4. 4 Allâh tegaskan juga dalam firman-Nya: ‫ا‬َ‫م‬ َ ‫ن‬‫إ‬ِِ َ ‫ون‬ُ‫ن‬‫ّم‬ ْ ‫ؤ‬ُ‫م‬ ْ ‫ال‬َِِ‫ين‬ َ ‫اَّل‬ِ‫ا‬ َ ‫ذ‬‫إ‬َِِ‫ر‬‫ك‬ ُ ‫ذ‬ُِِ َ ‫اّلل‬ِِْ‫ت‬ َ ‫ل‬‫ج‬َ‫و‬ِِْ‫م‬ُ‫ه‬ُ‫وب‬ ُ ‫ل‬ ُ ‫ق‬ِ‫ا‬ َ ‫ذ‬‫إ‬َ‫و‬ِِْ‫ت‬َ‫ي‬‫ل‬ ُ ‫ت‬ِِْ‫م‬‫ه‬ْ‫ي‬ َ ‫ل‬َ‫ع‬ِ ِ ُ ‫ه‬ ُ ‫ات‬َ‫آي‬ِِْ‫م‬ُ‫ه‬ ْ ‫ت‬ َ ‫اد‬َ‫ز‬ِ‫ا‬ ً ‫ان‬َ‫يم‬‫إ‬ِِ‫ى‬ َ َ‫َع‬َ‫و‬ِِْ‫م‬‫ه‬ِ‫ب‬َ‫ر‬ِِ َ ‫ون‬ ُ َ ‫َّك‬َ‫و‬َ‫ت‬ َ ‫ي‬ِ﴿٢﴾َِِ‫ين‬ َ ‫اَّل‬ِِ َ ‫ون‬ُ‫يم‬‫ق‬ُ‫ي‬ِِ َ ‫ة‬ َ ‫َل‬ َ‫الّص‬ِ ‫ا‬َ‫م‬‫م‬َ‫و‬ِِْ‫م‬ ُ ‫اه‬ َ ‫ن‬ ْ ‫ق‬َ‫ز‬َ‫ر‬ِِ َ ‫ون‬ ُ ‫ق‬‫نف‬ُ‫ي‬ِ﴿٤﴾ِِ‫ى‬‫ـ‬ َ ‫ول‬ ُ ‫أ‬ِ َ ‫ك‬‫ئ‬ُِِ‫م‬ ُ ‫ه‬ِِ َ ‫ون‬ُ‫ن‬‫ّم‬ ْ ‫ؤ‬ُ‫م‬ ْ ‫ال‬ِِ ّ ‫ق‬َ‫ح‬‫ا‬ِِِْۚ‫م‬ُ‫ه‬ َ ‫ل‬ِ ِ‫ات‬َ‫ج‬َ‫ر‬ َ ‫د‬ِِ َ ‫ند‬‫ع‬ِِْ‫م‬‫ه‬ِ‫ب‬َ‫ر‬ِِ‫ة‬َ‫ر‬‫ف‬ ْ ‫غ‬َ‫ّم‬َ‫و‬ِِ‫ق‬ْ‫ز‬‫ر‬َ‫و‬ِِ‫يم‬‫ر‬ َ ‫ك‬ِ﴿٣﴾ “Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allâh gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya bertambahlah keimanan mereka (karenanya), dan hanya kepada Rabb-lah, mereka bertawakkal. (yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka. Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. mereka akan memeroleh beberapa derajat ketinggian di sisi Rabb-nya dan ampunan serta rezeki (nikmat) yang mulia.” (QS al-Anfâl/8: 2-4) Keadaan hati yang demikian tersebut, yaitu al-wajal (bergetar) saat mendengar ayat-ayat Allâh, menandakan takutnya terhadap azab Allâh dan rasa khawatir berbagai amal kebaikanya yang dilakukannya tidak diterima oleh Allâh. Rasa seperti ini akan menambah keikhlasan dan kekhusyukan seseorang dalam beribadah, juga meningkatkan ketawadhu’an dan ketenangannya. Ini akan menjadikan mereka termasuk golongan al- mukhbitun. Kriteria Kedua: Sabar Terhadap Apa Yang Menimpa Allâh ‘Azza wa Jalla berfirman : َِ‫ين‬‫ر‬‫اب‬ َ‫الّص‬َ‫و‬ِِ‫ى‬ َ َ‫َع‬ِ‫ا‬َ‫ّم‬ِِْ‫م‬ُ‫ه‬َ‫اب‬ َ‫ص‬ َ ‫أ‬ “Dan orang-orang yang sabar terhadap apa yang menimpa mereka.” (QS al- Hajj/22: 35) Mereka bersabar menghadapi kesusahan dan kesempitan serta berbagai macam gangguan. Mereka tidak berkeluh kesah dan tidak mencela apa yang menimpa mereka. Mereka bersabar demi mendapat ridha Allâh ‘Azza wa Jalla , senantiasa berharap dan menanti-nanti pahala dari-Nya.12 12 As-Sa’di, Taisîr Karîmi ar-Rahmân, juz I, hal. 538
  • 5. 5 Sabar secara bahasa adalah al-habsu, yaitu menahan jiwa dari sedih dan gelisah13; Menahan diri dari rasa sedih dan gelisah, cemas dan amarah; Menahan lidah dari keluh kesah, dan menahan anggota badan dari kekacauan.14 Sabar adalah menahan jiwa dalam tiga keadaan: (1) Sabar dalam menjalankan ketaatan kepada Allâh ‘Azza wa Jalla; (2) Sabar untuk tidak bermaksiat kepada Allâh, dan (3) Sabar atas cobaan dari Allâh ‘Azza wa Jalla.15 Sabar dalam menjalankan ketaatan kepada Allâh adalah yang terberat, karena ketaatan berat dirasakan oleh jiwa, dirasakan sulit oleh manusia. Ketaatan bisa jadi juga terasa berat dilaksanakan oleh anggota badan, juga terasa berat karena harus mengeluarkan sejumlah harta seperti dalam menunaikan zakat dan haji. Ini tentunya membutuhkan kesabaran dan ketegaran dalam menjalankannya.16 Menurut Ibnu Taimiyah, sabar dalam melaksanakan ketaatan lebih baik daripada sabar untuk menjauhi hal-hal yang haram. Karena kemaslahatan melakukan ketaatan lebih disukai Allâh daripada kemaslahatan meninggalkan kedurhakaan, dan keburukan akibat meninggalkan perbuatan taat lebih dibenci Allâh daripada keburukan akibat perbuatan durhaka”17 Juga karena meninggalkan kemaksiatan penyempurna ketaatan. Kesabaran yang ditampakkan dan dilakukan oleh manusia harus karena Allâh, karena cinta kepada-Nya dan dalam rangka mencari ridha-Nya. Bukan bertujuan menampakan kehebatan dan kekuatannya, juga bukan mencari pujian.18 Al-Mukhbitûn memunyai sifat seperti ini, sabar menghadapi kesusahan dan musibah yang menimpa mereka, dengan tetap mentaati perintah Allâh dengan penuh ikhlas, ridha, dan berharap pahala dari Allâh. Mereka menahan diri dari sedih dan gelisah, cemas dan amarah. Mereka menahan lidah dari keluh kesah, dan menahan anggota badan dari kekacauan.19 Al-Mukhbitûn akan senantiasa tenang dan tegar dalam menghadapi musibah, rendah hati dan selalu introspeksi diri. Bagaikan suatu lembah yang luas, sunyi, tenteram dan tenang. Lalu bagaimana caranya agar orang yang terkena musibah bisa tetap tenang dan ridha, bisa tetap menahan cemas, amarah dan keluh kesah? Caranya adalah dengan tetap mengharap pahala dan berharap dosanya bisa terhapus dengan sebab musibahnya. Kemudian tidak terlalu memikirkan musibah itu dengan cara mengingat-ingat betapa besar nikmat yang telah 13 Ibnu Manzhûr, Lisânul Arab, juz VII, hal. 193. 14 Ibnu Qayim al Jauziyyah, Madârijus Sâlikîn, juz II, hal. 129. 15 Ibid., hal. 129. Lihat (juga): Al-Utsaimin, Syarh Riyâdhush Shâlihîn, juz I, hal. 84. 16 Al-Utsaimin, Syarh Riyâdhush Shâlihîn, juz I, hal. 84. 17 Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Madârijus Sâlikîn, juz II, hal. 129. 18 Ibid., juz II, hal. 130. 19 Ibid., juz II, hal. 129.
  • 6. 6 diberikan Allâh ‘Azza wa Jalla kepada kita serta selalu yakin bahwa Allâh akan menurunkan rahmat sebagai jalan keluar dari musibahnya itu.20 Allâh ‘Azza wa Jalla berfirman : ...ِ‫ن‬َ‫ّم‬َ‫و‬ِِ‫ق‬ َ ‫ت‬ َ ‫ي‬َِِ َ ‫اّلل‬ِ‫ل‬َ‫ع‬ ْ َ ‫َي‬ُِِ َ ‫ّل‬ِ‫ا‬ً‫ج‬َ‫ر‬ ْ َ ‫َم‬ِ﴿٢﴾ُِِ‫ز‬ْ‫ر‬َ‫ي‬َ‫و‬ِ ُ ‫ه‬ ْ ‫ق‬ِِْ‫ن‬‫ّم‬ِِ ُ ‫ث‬ْ‫ي‬َ‫ح‬ِِ َ ‫ل‬ُِِ‫ب‬‫س‬ َ ‫ت‬ ْ َ ‫َي‬ِ ... “Barangsiapa bertakwa kepada Allâh niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka- sangkanya.” (QS at-Thalâq/65: 2-3) Oleh karena itu, tidak heran jika Allâh ‘Azza wa Jalla menjanjikan pahala yang tidak terhingga. ‫ا‬َ‫م‬ َ ‫ن‬‫إ‬ِِ َ ‫ّف‬َ‫و‬ُ‫ي‬ِِ َ ‫ون‬ُ‫ر‬‫اب‬ َ‫الّص‬ِِْ‫م‬ ُ ‫ه‬َ‫ر‬ ْ ‫ج‬ َ ‫أ‬ِِْ‫ي‬ َ ‫غ‬‫ب‬ِِ‫اب‬ َ‫س‬‫ح‬ “Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” (QS az-Zumar/39: 10) Kriteria Ketiga: Menegakan Shalat ِ‫يم‬‫ق‬ُ‫م‬ ْ ‫ال‬َ‫و‬ِِ‫ة‬ َ ‫َل‬ َ‫الّص‬ “Orang-orang yang menegakan shalat.” (QS al-Hajj/22: 35) Shalat adalah ibadah yang teragung. Ibadah ini memiliki pengaruh besar bagi kesalehan pribadi seseorang, seperti yang difirmankan Allâh ‘Azza wa Jalla : ِ ُ ‫ل‬ ْ ‫ات‬ِ‫ا‬َ‫ّم‬َِِ‫وح‬ ُ ‫أ‬ِِ َ ‫ك‬ْ َ ‫ِل‬‫إ‬َِِ‫ن‬‫ّم‬ِِ‫اب‬َ‫ت‬‫ك‬ ْ ‫ال‬ِِ‫م‬‫ق‬ َ ‫أ‬َ‫و‬ِِ َ ‫ة‬ َ ‫َل‬ َ‫الّص‬ِِِۖ َ ‫ن‬‫إ‬ِِ َ ‫ة‬ َ ‫َل‬ َ‫الّص‬ِِ‫ى‬ َ ‫ه‬ ْ ‫ن‬ َ ‫ت‬ِِ‫ن‬َ‫ع‬ِ ِ‫اء‬ َ ‫ش‬ ْ ‫ح‬ َ ‫ف‬ ْ ‫ال‬ِِ‫ر‬ َ ‫ك‬ ْ ‫ن‬ُ‫م‬ ْ ‫ال‬َ‫و‬ُِِِۗ‫ر‬ ْ ‫ك‬ َ ‫َّل‬َ‫و‬ِِ َ ‫اّلل‬ُِِ َ‫ب‬ ْ ‫ك‬ َ ‫أ‬ُِِِۗ َ ‫اّلل‬َ‫و‬ُِِ‫م‬ َ ‫ل‬ ْ ‫ع‬ َ ‫ي‬ِ‫ا‬َ‫ّم‬ِِ َ ‫ون‬ُ‫ع‬ َ ‫ن‬ ْ ‫ّص‬ َ ‫ت‬ “Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu al-Kitab (al-Qur’ân) dan dirikanlah shalat! Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allâh (shalat) 20 Ibid., juz II, hal. 137.
  • 7. 7 adalah lebih besar (keutamaannya dibandingkan dengan ibadat-ibadat lain). Dan Allâh mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS al-Ankabût/29: 45) Al-Mukhbitûn ialah orang-orang yang senantiasa menjaga dan mendirikan shalat dalam keadaan apapun. Musibah sebesar apapun tidak bisa memengaruhi ketaatan mereka dalam menjalankan shalat. Dalam ayat ini Allâh ‘Azza wa Jalla menggunakan kata muqîmîsh shalâh dan tidak menggunakan kata kerja yuqîmush shalâh sebagai isyarat bahwa mereka menjalankan shalat dalam keadaan apa pun karena kecintaan mereka yang sangat mendalam terhadap shalat. Kecintaan mereka begitu terpatri dalam hatinya dan senantiasa takut lalai dalam menjalankannya, seakan-akan mereka selalu merasa dalam keadaan melaksanakan shalat,21 dengan kekhusyukan, thuma’ninah, dan kerendah hatian, yang selalu tergambar dalam kesharian mereka di dalam maupun di luar shalat. Kriteria Keempat: Menafkahkan Sebagian Rezeki ‫ا‬َ‫م‬‫م‬َ‫و‬ِِْ‫م‬ ُ ‫اه‬ َ ‫ن‬ ْ ‫ق‬َ‫ز‬َ‫ر‬ِِ ْ ‫ن‬ ُ ‫ي‬ِ َ ‫ون‬ ُ ‫ق‬‫ف‬ “Dan orang-orang yang menafkahkan sebagian dari apa yang telah Kami rezkikan kepada mereka.” (QS al-Hajj/22: 35) Infak atau nafkah dalam ayat ini mencakup semua infak, baik yang wajib seperti zakat, kafârat, dan nafkah keluarga, juga mencakup yang mustahabbah22. Al-Mukhbitûn senantiasa berinfak di jalan Allâh, meski dalam kesulitan.23 Inilah seutama-utama sedekah. ِْ‫ن‬ َ ‫ع‬ِِ‫ب‬ َ ‫أ‬ِِ َ ‫ة‬َ‫ر‬ْ‫ي‬َ‫ر‬ ُ ‫ه‬َِِ‫ض‬َ‫ر‬ُِِ‫الل‬ِِ َ ‫ه‬ ْ ‫ن‬ َ ‫ع‬ِ،ِِ َ ‫ال‬ َ ‫ق‬ِ:َِ‫اء‬َ‫ج‬ِِ‫ل‬ُ‫ج‬َ‫ر‬ِِ َ ‫ل‬‫إ‬ِِِ‫ِب‬َ‫اّنل‬ِِ َ ‫ّل‬ َ‫ص‬ُِِ‫الل‬ِ ِ‫ه‬ْ‫ي‬ َ ‫ل‬َ‫ع‬َِِ‫م‬ َ ‫ل‬َ‫س‬َ‫و‬ِِ َ ‫ال‬ َ ‫ق‬ َ ‫ف‬ِ:‫ا‬َ‫ي‬ِِ َ ‫ول‬ُ‫س‬َ‫ر‬ِ، َ ‫اّلل‬ِِّ‫ي‬ َ ‫أ‬ِِ‫ة‬ َ ‫ق‬ َ ‫د‬ َ‫الّص‬ُِِ‫م‬ َ ‫ظ‬ ْ ‫ع‬ َ ‫أ‬ِ‫ا؟‬ً‫ر‬ ْ ‫ج‬ َ ‫أ‬ِِ َ ‫ال‬ َ ‫ق‬ِ:ِ ْ ‫ن‬ َ ‫أ‬ِ ِ َ ‫ق‬ َ ‫د‬ َ‫ّص‬ َ ‫ت‬َِِ‫ت‬ ْ ‫ن‬ َ ‫أ‬َ‫و‬ِِ‫يح‬‫ح‬ َ‫ص‬ِِ‫ح‬ َ ‫ش‬ِ‫يح‬ِِ َ ‫ش‬ ْ َ ‫َت‬ِ،َ‫ر‬ ْ ‫ق‬ َ ‫الف‬ِِ ُ ‫ل‬ُ‫م‬ ْ ‫أ‬ َ ‫ت‬َ‫و‬ِ، َ‫َن‬‫الغ‬ “Dari Abu Hurairah radhiyallâhu ‘anhu, bahwasanya ada seseorang datang kepada Rasûlullâh shallallâhu ‘alaihi wa sallam dan bertanya, “Ya Rasûlullâh, sedekah apakah yang paling utama? Rasûlullâh shallallâhu ‘alaihi wa sallam 21 ِAl-Biqâi, Nadzmud Durari fî Tanâsubil Āyati was Suwar, juz XIII, hal. 49. 22 As-Sa’di, Taisîr Karîmir Rahmân, juz I, hal. 538. 23 Al-Biqâi, Nadzmud Durari fî Tanâsubil Āyati was Suwar, juz XIII, hal. 49.
  • 8. 8 menjawab, ”Engkau bersedekah dalam keadaan sehat, dalam keadaan ingin menahan-nahan harta karena takut miskin dan sangat berharap kekayaan.”24 Sedekah menjadi sebab dari kelapangan dada. Orang yang senantiasa hidupnya bermanfaat bagi orang lain, senantiasa berbuat baik kepada sesama, dan dermawan adalah orang-orang yang paling lapang dadanya, paling baik jiwa dan hatinya.25 Jadi, al-mukhbitûn adalah orang-orang yang dikriteriakan oleh Allâh di atas, serta ditafsirkan dan digambarkan oleh ulama dengan penggambaran yang sangat indah yang bisa dirasakan oleh orang yang mengerti maknanya secara bahasa. Orang-orang dengan ketenteraman, ketenangan, kelapangan dada, kerendah-hatian, kesalehan pribadi, sopan santun, berakhlak mulia, berkeyakinan dan memiliki iman yang kokoh, adalah sebuah kesan yang akan anda rasakan jika kita bertemu dengan al-mukhbitûn. Dan Segala kelebihan di atas bisa diraih oleh mereka, karena telah melampaui apa yang dikriteriakan oleh Allâh ‘Azza wa Jalla tentang mereka. Semoga kita bisa menjadi bagian dari al-mukhbitûn. Dan semoga ilmu yang kita miliki bisa menjadikan diri kita rendah hati (tawadhu’) dan khusyu’; menjadikan kita memunyai sopan santun dan tatakrama yang mengesankan. Dan semoga dengan kekeyaan ilmu yang kita miliki, diri kita bisa menjadi orang yang sabar, ikhlas dan ridha. Membawa hati kita dipenuhi ‘getar’ (karena takut dan cemas) jika mendengar ayat-ayat Allâh. Dan hanya kepada Allah-lah kita senantiasa berserah diri. Fastabiqû al-Khairât. 24 Hadits Riwayat Al-Bukhari, Shahîh al-Bukhâriy, juz II, hal. 137, hadits no. 1419; dan Muslim, Shahîh Muslim, juz III, hal. 93, hadits no. 2429, dari Abu Hurairah radhiyallâhu ‘anhu. 25 Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Zâdul Ma’âd, juz II, hal. 24.