1. 1
Meraih Haji Mabrur
Haji mabrur adalah dambaan dan cita-cita setiap muslim yang
melaksanakan haji. Tetapi pertanyaannya, apa itu haji mabrur itu? Banyak
orang menafsirkan bahwa haji mabrur adalah haji yang ditandai dengan
kejadian-kejadian aneh dan luar biasa saat menjalani ibadah tersebut di tanah
suci. Kejadian ini lalu direkam sebagai pengalaman ruhani, yang paling
berkesan. Bahkan, kadang-kadang, ketika ia sering menangis dan terharu
dalam berbagai kesempatan itu juga dianggapnya sebagai tanda dari haji
mabrur.
Imam Al-Ashfahani menyebutkan haji mabrur, artinya: haji yang
diterima (maqbûl) (Lihat, Mu’jam al-Mufradât li Alfâzh al-Qurân, hal. 114).
Indikator Haji Mabrur
Mabrur diambil dari kata al-birr (kebaikan).
Dalam sebuah ayat (al-Quran), Allah SWT berfirman:
َ
ونُّبّ
ُ
ُت اَّمّم وا
ُ
قّفن
ُ
ت ٰ ََّتَح َ
ّرِب
ْ
ال وا
ُ
ال
َ
ن
َ
ت ن
َ
لَۚ َ
اَّلل
َ
نّإ
َ
ف ٍءْ َ
َش نّم وا
ُ
قّفن
ُ
ت اَمَو
ٌيمّلَع ّهّب
“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum
kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. dan apa saja yang
kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya.” (QS Āli
‘Imrân/.3: 92). Ketika digabung dengan kata haji maka ia menjadi sifat yang
mengandung arti, bahwa haji tersebut diikuti dengan kebajikan.
Dengan kata lain, haji mabrur adalah haji yang mengantarkan
pelakunya menjadi lebih baik dari masa sebelumnya. Al-Qur’an juga
menggunakan kata al-birr untuk menyatakan pengabdian yang terus menerus
kepada orang tua, “wabarrân bi wâlidatî.” (QS Maryam/19: 32). Orang-orang
yang selalu menaati Allah SWT dan menjauhi segala yang dilarang disebut al-
abrâr, kelak mereka dihari kiamat akan ditempatkan di surga. “Innal abrâra
lafî na’îm”. (QS al-Infithâr/82: 13). Bila digabung antara ayat ini dengan
hadits Rasulullah saw: “Al-hajjul mabrûru laisa lahû jazâ’un illal jannah.” (HR
Bukhari-Muslim dari Abu Hurairah r.a.) nampak titik temu yang saling
melengkapi, bahwa haji mabrur akan selalui ditandai dengan perubahan
dalam diri pelakunya dengan mengalirnya amal saleh yang tiada putus-
putusnya. Bila setelah berhaji seseorang selalu berbuat baik, sampai ia
menghadap Allah SWT, maka jelas ia akan tergolong kelompok al-abrâr dan
pahala yang akan kelak ia dapatkan adalah surga.
Berdasarkan pembahasan di atas, bahwa untuk mencapai haji mabrur
ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi:
2. 2
Pertama, niat yang ikhlas karena Allah SWT, bukan karena ingin dipuji
orang dan berbangga-bangga dengan gelar haji. Seorang yang tidak ikhlas
dalam beramal apa pun termasuk haji, Allah SWT akan menolak amal tersebut
sekali pun di mata manusia ia nampak begitu agung dan mulia.
Kedua, bekalnya harus halal. Haji yang dibekali dengan harta haram
pasti Allah SWT tolak. Rasulullah saw bersabda:
“... sesungguhnya Allah baik dan tidak menerima kecuali yang baik.” (HR
Muslim dari Abu Hurairah r.a)
Di akhir hadits ini Rasulullah saw menggambarkan seorang musafir
sedang berdo’a tetapi pakaiannya dan makanannya haram, maka Allah tidak
akan menerima doa tersebut, dengan pernyataan beliau saw,
“Kemudian Rasulullah shallallâhu 'alaihi wasallam menceritakan tentang
seroang laki-laki yang telah lama berjalan karena jauhnya jarak yang
ditempuhnya. Sehingga rambutnya kusut, masai dan berdebu. Orang itu
mengangkat tangannya ke langit seraya berdo'a: "Wahai Tuhanku, wahai
Tuhanku." Padahal, makanannya dari barang yang haram, minumannya dari
yang haram, pakaiannya dari yang haram dan diberi makan dengan makanan
yang haram, maka bagaimanakah Allah akan memperkenankan do'anya? “ (HR
Muslim dari Abu Hurairah r.a). Demikian juga ibadah haji yang dibekali
dengan harta haram.
Ketiga, Dari niat yang ikhlas dan bekal yang halal akan lahir syarat
yang ketiga: istiqamah. Istiqamah artinya komitmen yang total untuk mentaati
Allah SWT dan tunduk kepada-Nya, bukan saja selama haji, melainkan kapan
saja dan di mana saja ia berada. Haji tidak akan bermakna jika sekembalinya
dari tanah suci, seorang tidak menyadari identitas kehambaanya kepada Allah
SWT. Tuntunan setan kembali diagungkan. Merebut harta haram dan
kemaksiatan menjadi kebiasaannya sehari-hari. Bila ini yang terjadi, bisa
dipastikan bahwa hajinya tidak mabrur. Karena haji mabrur akan selalu diikuti
dengan kebajikan. Pribadi yang istiqamah setelah menjalankan ibadah haji,
akan selalu tenang. Tidak plin-plan. Perilakunya jelas tidak berwarna-warni
seperti bunglon. Apa yang Allah SWT haramkan senantiasa ia hindari, dan apa
yang diwajibkan selalu ia tegakkan secara sempurna.
3. 3
Allah SWT mengajarkan bahwa hanya iman dan harta halal yang bisa
menjadikan seseorang selalu bersikap istiqamah untuk menaati-Nya.
Sebagaimana firn-Nya,
نّإ ّ
َ
َّّلل واُر
ُ
ك
ْ
اشَو ْم
ُ
اك
َ
ن
ْ
قَزَر اَم ّاتَّبّ
ّي َط نّم وا
ُ ُ
ُك واُنَآم َينّ
َ
اَّل اَه
ُ
ّي
َ
أ اَي
َ
ونُدُّب
ْ
ع
َ
ت ُاهَيّإ ْمُنت
ُ
ك
“ Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezki yang baik-baik
yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-
benar kepada-Nya kamu menyembah.” (QS al-Baqarah/2: 172)
اً ّاِل َص وا
ُ
لَّم
ْ
اعَو ّاتَّبّ
ّي َالّط َنّم وا
ُ ُ
ُك
ُ
لُسُالر اَه
ُ
ّي
َ
أ اَيۖ
َ
ون
ُ
لَّم
ْ
ع
َ
ت اَّمّب
ّ
ِّنّإ
ٌيمّلَع
“Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah
amal yang saleh. Sesungguhnya aku Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan.” (QS al-Mu’minûn/ 23: 51)
Seseorang yang disebut Haji Mabrur adalah orang yang senantiasa
mampu bersikap istiqamah dalam memertahankan nilai-nilai haji, dan
menahan diri dari segala bentuk kemungkaran sekecil apa pun.
Seseorang yang naik haji akan di sebut haji mabrur, setelah ia tampak
(terlihat) bahwa dirinya lebih istiqamah dalam keimanannya, dan akhlaknya
lebih terpuji dibanding sbelum melaksanakan ibadah haji sampai ia
menghadap Allah SWT.
Wallâhu a’lamu bish-shawâb.
(Dikutip dan diselaraskan dari tulisan Dr. Amir Faishol Fath, 23 November
2007 dalam Sumber: http://m.dakwatuna.com/2007/11/320/meraih-haji-
mabrur/#ixzz22njUvVC6)