SlideShare a Scribd company logo
1 of 20
KEMENTERIANKEUANGANREPUBLIK INDONESIA
BADANPENDIDIKANDANPELATIHANKEUANGAN
POLITEKNIK KEUANGANNEGARA STAN
TANGERANG SELATAN
UPAYA PENANGGULANGAN KORUPSI
JALUR PENAL MELALUI PEMBAHARUAN RKUHP DENGAN UU TIPIKOR
Oleh :
Ela Amalia
Handinopian
Ismail Imaduddin
Nurul Pratiwi
Rafi Kambara
Ratih Listya
Rira Helena
Zaki Dzulfiqar
Mahasiswa Program Studi Diploma III Akuntansi
Kelas 6-16
Tahun 2018
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Korupsi merupakan gabungan dari dua unsur kejahatan yaitu “pencurian” dan “penipuan”.
“Mencuri” dalam ranah korupsi berarti mengambil sesuatu yang bukan miliknya, sementara unsur
“menipu” terjadi karena pelaku melakukan berbagai cara agar perbuatannya tersebut tidak diketahui.
Berdasarkan UU Tipikor, korupsi merupakan kejahatan yang merugikan negara. Dampak dari adanya
korupsi menghasilkan kerusakan masif yang dirasakan oleh masyarakat dalam jangka panjang, mulai dari
dampak terhadap ekonomi; sosial dan kemiskinan masyarakat; birokrasi pemerintahan; politik dan
demokrasi; penegakan hukum; pertahanan dan keamanan serta terhadap kerusakan lingkungan (buku
Pendidikan Anti Korupsi untuk Perguruan Tinggi oleh Kemendikbud RI).
Korupsi yang mampu menarik perhatian masyarakat adalah korupsi berjenis white collar crime.
Korupsi tersebut terjadi di kalangan atas lembaga negara, orang-orang terhormat yang seharusnya
memegang teguh amanah serta menjadi panutan dalam masyarakat, namun merekalah yang justru
membuat kemelaratan dalam negeri ini. Hasil survey oleh lembaga Transparency International juga
menyatakan bahwa DPR merupakan lembaga negara terkorup diatas birokrasi, DPRD, Dirjen Pajak, dan
kepolisian. Penilaian ini didukung dengan fakta bahwa sejak tahun 2004 hingga tahun 2013 terdapat 74
anggota DPR yang tersangkut kasus korupsi. Selanjutnya pada periode 2014-2019 hampir semua partai
dalam DPR terlibat dalam kasus korupsi, misalnya I Putu Sudiartana dari Demokrat, Patrice Rio Capella
dari Partai Nasdem, Andriansyah dari PDIP, Dewie Yasin Limpo dari Partai Hanura, Damayanti Wisnu
Putranti dari PDIP, Budi Supriyanto dari Golkar, Andi Taufan Tirto dari PAN, Yudi Widiana Adi dari
PKS, serta Musa Zainuddin dari PKB.
Timbulnya kejahatan berkerah putih seperti itu menunjukan bahwa sudah tidak hanya kemiskinan
saja yang menjadi penyebab timbulnya kejahatan, melainkan faktor kemakmuran dan kemewahan
merupakan faktor pendorong orang-orang melakukan kejahatan. Upaya-upaya pemberantasan korupsi
yang diambil oleh pemerintah sepertinya tidak banyak membuat para pelaku maupun calon pelaku merasa
jera. Kebijakan hukum yang diterapkan sepertinya belum menyentuh hakikat dari pembentukan hukum
itu sendiri untuk memberantas korupsi. Kondisi tersebut dibuktikan dengan kenyataan bahwa indeks
persepsi korupsi Indonesia tahun 2013 tidak jauh berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, hingga
periode tahun 2017 lalu, angka indeks persepsi korupsi Indonesia pun justru sama, yaitu memperoleh skor
34 dari rentang skor 0-100, dimana angka 100 menunjukkan kondisi bersih dari korupsi. Ini artinya dalam
bertahun-tahun Indonesia masih dipersepsikan sebagai negara yang tidak serius dalam memberantas
korupsi.
Salah satu penyebab gagalnya upaya pemberantasan korupsi adalah masih ditemukannya unsur
transaksi terhadap pengimplementasian hukum itu sendiri, misalnya pemberian dan penerimaan suap
demi memperoleh keringanan hukum atau meringankan suatu perkara dalam kejaksaan. Contoh
konkretnya yaitu terjadi pada kasus penyuapan oleh advokat Agus Wiratno dan HM Saipudin untuk
menyuap hakim Pengadilan Negeri Tangerang terkait dengan pengurusan perkara perdata wanprestasi
yang disidangkan, kasus penyuapan Dada Rosada kepada hakim untuk mempengaruhi putusan sidang,
serta kasus-kasus penyuapan lain. Kelemahan penegakan hukum juga diakibatkan karena ketidakjelasan
dan ketidaktegasan mengenai pembuktian, serta sanksi hukuman yang tidak setimpal dengan dampak
yang ditimbulkan dari perbuatan koruptor. Contohnya yaitu vonis hakim terhadap Inspektur Jenderal
Djoko Susilo yang hanya dikenai hukuman 10 tahun penjara, dinilai terlalu ringan dibandingkan dengan
tuntutan jaksa selama 18 tahun penjara, padahal perbuatan beliau telah menimbulkan kerugian negara
sebesar RP121 miliar dari proyek senilai Rp196,8 miliar. Selain itu diperoleh fakta yang mencengangkan
yang dari berita dalam laman Kompas.com bahwa berdasarkan diskusi grup yang dilakukan beberapa kali
oleh KPK, Adnan Pandu Praja, mantan wakil ketua KPK, menyimpulkan bahwa ada kecenderungan
semakin besar uang yang dikorupsi, hukuman terhadap koruptornya semakin ringan. Tentu hal ini
berbanding terbalik dengan prinsip tindak pidana korupsi dengan ancaman hukuman minimum sampai
maksimum yang salah satunya tercantum dalam UU Tipikor.
Meskipun hukum telah dinilai gagal dalam memberantas perilaku korupsi, hukum tidak boleh lalu
dihilangkan. Upaya-upaya untuk memberantasnya harus terus-menerus dilakukan, namun berhasil
tidaknya upaya tersebut adalah bergantung pada keseriusan pemerintah beserta jajarannya untuk
bersungguh-sungguh dalam menanggulanginya. Masyarakat juga diharapkan dapat berpartisipasi aktif
untuk turut mendukung program-program pemerintah dalam memberantas korupsi. Perlu dilakukan upaya
penanggulangan yang serius melalui politik kriminal baik melalui upaya penal (hukum pidana), non penal
(non pidana), maupun gabungan diantara keduanya. Upaya penal lebih bersifat represif, yaitu
menanggulangi setelah terjadinya kejahatan, sedangkan upaya non penal bersifat preventif, yaitu
mencegah terjadinya kejahatan. Dalam jalur penal, upaya pemberantasan korupsi ditujukan pada pelaku-
pelaku korupsi, sehingga tujuan dari jalur ini adalah agar hukuman tersebut memberikan efek jera bagi
pelaku. Sedangkan penanggulangan melalui jalur non-penal yaitu melalui pencegahan tanpa pidana
maupun mempengaruhi pandangan masyarakat mengenai kejahatan dan pemidanaan lewat media masa,
sehingga tujuannya adalah untuk memberikan rasa takut bagi seseorang untuk melakukan korupsi.
Dengan demikian kelemahan upaya non-penal adalah terletak pada tujuannya yang dalam jangka panjang,
sehingga dibutuhkan proses lama untuk terus mengedukasi masyarakat Indonesia tak terkecuali pejabat-
pejabat negara untuk memiliki kesadaran dalam diri untuk tidak berbuat korupsi, walaupun sebenarnya
jalur ini efektif dalam memberantas perilaku tersebut karena berasal dari kesadaran diri sendiri.
Upaya melalui jalur penal (hukum pidana) untuk penanggulangan korupsi di Indonesia salah satunya
diatur dalam UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah
diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 (UU Tipikor). Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi secara khusus mengatur hukum acara sendiri terhadap penegakan hukum pelaku tindak pidana
korupsi, secara umum dibedakan dengan penanganan pidana khusus lainya. Hal ini mengingat bahwa
korupsi merupakan extra ordinary crime yang harus didahulukan dibanding tindak pidana lainnya1
.
Sebelum adanya undang-undang yang khusus mengatur tindak pidana korupsi, tindak pidana yang
serupa dengan tindak pidana korupsi dikenakan ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
terutama Pasal 209, 210, 387, 388, 415, 416, 417, 418, 419, 420, 423, dan 435 KUHP. KUHP atau Kitab
Undang-undang Hukum Pidana adalah kitab undang-undang hukum yang berlaku sebagai dasar hukum di
Indonesia. KUHP yang sekarang diberlakukan adalah KUHP yang bersumber dari hukum kolonial
Belanda, yakni Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsch-Indie. KUHP yang berlaku saat ini dinilai
banyak pihak sudah tidak relevan dengan sistem hukum pidana yang ideal, sehingga perlu adanya
pembaharuan hukum yang salah satu caranya yaitu dengan merevisi KUHP.
RKUHP disusun DPR dan Pemerintah untuk membuat kodifikasi pasal-pasal hukum pidana yang ada
dan tersebar di berbagai aturan hukum positif yang ada ke dalam satu buku hukum, sehingga pemuatan
kembali pasal-pasal yang mengatur tindak pidana khusus tersebut tetap akan dilaksanakan oleh lembaga
yang diatur dalam UU masing-masing. Salah satu yang direncanakan termuat dalam RKUHP adalah
terkait delik korupsi. Atas rencana tersebut, KPK menolak pasal-pasal tindak pidana khusus dimasukkan
dalam RUU KUHP,termasuk kasus korupsi. KPK menyatakan adanya disparitas atau kesenjangan antara
hukuman koruptor yang diatur dalam RUU KUHP dengan UU No 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana
Korupsi (Tipikor). KPK menilai tindak pidana korupsi merupakan kejahatan luar biasa atau extra
ordinary crime. Oleh karenanya, KPK tetap menginginkan bahwa delik korupsi harus di luar Kitab
Undang-undang Hukum Pidana.
Rencana delik korupsi dimasukkan dalam RKUHP belum menemui titik terang dan terus menuai
kontroversi, oleh karenanya dalam paper ini akan dibahas lebih lanjut mengenai bagaimana implikasi dari
RKUHP dalam upaya pemberantasan korupsi, apakah cenderung melemahkan atau malah memperbaiki.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan dari latar belakang diatas, maka rumusan masalah yang ingin diketahui
adalah:
1. Bagaimana penanggulangan tindak pidana korupsi yang diterapkan melalui jalur penal dalam
perancangan hukum pidana (RKUHP) ?
2. Bagaimana kondisi atau upaya yang seharusnya dilakukan agar RKUHP dapat dikatakan efektif?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan adalah berkaitan dengan jawaban rumusan masalah, yaitu:
1. Untuk mengetahui bagaimana upaya penanggulangan tindak pidana korupsi yang diterapkan
melalui jalur penal dalam perancangan hukum pidana (RKUHP) ?
2. Untuk menyikapi bagaimana seharusnya RKUHP dapat dikatakan efektif
BAB II
DATA DAN FAKTA
Dalam menganalisis efektifitas hubungan antara RKUHP dengan UU Tipikor, maka di dalam bab ini
akan diuraikan pasal-pasal yang berhubungan antar keduanya. Selanjutnya, hasil analisis akan dituangkan
dalam pembahasan di bab selanjutnya. Adapun sebagian pasal-pasal terkait korupsi yang yang termuat
dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang tercantum dalam Tabel 001.
Tabel 001. Sebagian Pasal tentang Korupsi dalam RKUHP
Pasal Perbuatan Korupsi Hukuman Pidana
687 Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan
perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau
suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara
atau perekonornian negara karena melakukan tindak
pidana korupsi
 pidana penjara seumur hidup
atau pidana penjara paling
singkat 4 – 20 tahun
 denda paling sedikit
Kategori II dan paling
banyak Kategori VI.
 Dalam hal tindak pidana
korupsi sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1)
dilakukan dalam keadaan
tertentu, pidana mati dapat
dijatuhkan.
688 Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri
sendiri atau orang lain atau suatu korporasi,
menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana
yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang
dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian
Negara
 pidana penjara seumur hidup
atau pidana penjara paling
singkat 1 – 20 tahun
 denda paling sedikit
Kategori II dan paling
banyak Kategori IV
689 Pengembalian kerugian keuangan negara atau
perekonomian negara tidak menghapuskan dipidananya
pelaku tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal
(689) dan Pasal(688).
690 a) memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai
negeri atau penyelenggara negara dengan maksud
supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara
tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam
jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya;
b) memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau
Dipidana dengan pidana penjara
paling singkat 1 (satu) tahun dan
paling lama 5 (lima) tahun dan
denda paling sedikit Kategori II
dan paling banyak Kategori IV,
penyelenggara negara karena atau berhubungan
dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban,
dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya.
setiap orang yang:
691 a) memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim
dengan maksud untuk mempengaruhi putusan
perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili;
b) memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seseorang
yang menurut ketentuan peraturan perundang-
undangan ditentukan menjadi advokat untuk
menghadiri negara pengadilan dengan maksud untuk
mempengaruhi nasihat atau pendapat yang akan
diberikan berhubung dengan perkara yang diserahkan
kepada pengadilan untuk diadili.
c) Bagi hakim yang menerima pemberian atau janji
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau
advokat yang menerima pemberian atau janji
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b,
dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana
dimaksud dalam ayat diatas.
Dipidana dengan pidana penjara
paling singkat 3 (tiga) tahun dan
paling lama 15 (lima belas)
tahun dan denda paling sedikit
Kategori II dan paling banyak
Kategori IV,
692 a) pemborong, ahli bangunan yang pada waktu
membuat bangunan, atau penjual bahan bangunan
yang pada waktu menyerahkan bahan bangunan,
melakukan perbuatan curang yang dapat
membahayakan keamanan orang atau barang, atau
keselamatan negara dalam keadaan perang;
b) setiap orang yang bertugas mengawasi pembangunan
atau penyerahan bahan bangunan, sengaja
membiarkan perbuatan curang sebagaimana
dimaksud dalam huruf a;
c) setiap orang yang pada waktu menyerahkan barang
keperluan Tentara Nasional Indonesia dan atau
Kepolisian Negara Republik Indonesia melakukan
perbuatan curang yang dapat membahayakan
keselamatan negara dalam keadaan perang; atau
d) setiap orang yang bertugas mengawasi penyerahan
barang keperluan Tentara Nasional Indonesia dan
atau Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan
sengaja membiarkan perbuatan curang sebagaimana
dimaksud dalam huruf c.
e) Bagi orang yang menerima penyerahan bahan
bangunan atau orang yang menerima penyerahan
barang keperluan Tentara Nasional Indonesia dan
Dipidana dengan pidana penjara
paling singkat 2 (dua) tahun dan
paling lama 7 (tujuh) tahun dan
denda paling sedikit Kategori II
dan paling banyak Kategori IV
atau Kepolisian Negara Republik Indonesia dan
membiarkan perbuatan curang sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau huruf c,
dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1).
693 pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang
ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum secara terus
menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja
menggelapkan uang atau surat berharga yang disimpan
karena jabatannya, atau membiarkan uang atau surat
berharga tersebut diambil atau digelapkan oleh orang
lain, atau membantu dalam melakukan perbuatan
tersebut.
Dipidana dengan pidana penjara
paling singkat 3 (tiga) tahun dan
paling lama 15 (lima belas)
tahun dan denda paling sedikit
Kategori II dan paling banyak
Kategori IV,
694 pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang
diberi tugas menjalankan suatu jabatan umum secara
terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan
sengaja memalsu buku-buku atau daftar-daftar yang
khusus untuk pemeriksaan administrasi
Dipidana dengan pidana penjara
paling singkat 1 (satu) tahun dan
paling lama 5 (lima) tahun dan
denda paling sedikit Kategori II
dan paling banyak Kategori IV
695 pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang
diberi tugas menjalankan suatu jabatan umum secara
terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan
sengaja:
a. menggelapkan, menghancurkan, merusakkan,
atau membuat tidak dapat dipakai barang, akta,
surat, atau daftar yang digunakan untuk
meyakinkan atau membuktikan di muka pejabat
yang berwenang, yang dikuasai karena
jabatannya; atau
b. membiarkan orang lain menghilangkan,
menghancurkan, merusakkan, atau membuat
tidak dapat dipakai barang, akta, surat, atau
daftar tersebut; atau
c. membantu orang lain menghilangkan,
menghancurkan, merusakkan, atau membuat
tidak dapat dipakai barang, akta, surat, atau
daftar tersebut.
Dipidana dengan pidana penjara
paling singkat 2 (dua) tahun dan
paling lama 7 (tujuh) tahun dan
denda paling sedikit Kategori II
dan paling banyak Kategori IV
696 pegawai negeri atau penyelenggara negara yang
menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut
diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena
kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan
jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang
memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan
dengan jabatannya.
Dipidana dengan pidana penjara
paling singkat 1 (satu) tahun dan
paling lama 5 (lima) tahun dan
denda paling sedikit Kategori II
dan paling banyak Kategori IV
697 a. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang
menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau
patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut
diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau
tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang
bertentangan dengan kewajibannya;
b. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang
menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga
bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau
disebabkan karena telah melakukan atau tidak
melakukan sesuatu dalam jabatannya yang
bertentangan dengan kewajibannya;
c. hakim yang menerima hadiah atau janji, padahal
diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji
tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan
perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili;
d. seseorang yang menurut ketentuan peraturan
perundang-undangan ditentukan menjadi advokat
untuk menghadiri negara pengadilan, menerima
hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga
bahwa hadiah atau janji tersebut untuk mempengaruhi
nasihat atau pendapat yang akan diberikan,
berhubung dengan perkara yang diserahkan kepada
pengadilan untuk diadili;
e. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang
dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau
orang lain secara melawan negara, atau dengan
menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang
memberikan sesuatu, membayar, atau menerima
pembayaran dengan potongan, atau untuk
mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri; pegawai
negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu
menjalankan tugas, meminta, menerima, atau
memotong pembayaran kepada pegawai negeri atau
penyelenggara negara yang lain atau kepada kas
Dipidana dengan pidana penjara
seumur hidup atau pidana
penjara paling singkat 4 (empat)
tahun dan paling lama 20 (dua
puluh) tahun dan denda paling
sedikit Kategori II dan paling
banyak Kategori VI
umum, seolah-olah pegawai negeri atau
penyelenggara negara yang lain atau kas umum
tersebut mempunyai utang kepadanya, padahal
diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan utang;
f. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada
waktu menjalankan tugas, meminta atau menerima
pekerjaan, atau penyerahan barang, seolah-olah
merupakan utang kepada dirinya, padahal diketahui
bahwa hal tersebut bukan merupakan utang;
g. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada
waktu menjalankan tugas, telah menggunakan tanah
negara yang di atasnya terdapat hak pakai, seolah-
olah sesuai dengan peraturan perundang-undangan,
telah merugikan orang yang berhak, padahal
diketahuinya bahwa perbuatan tersebut bertentangan
dengan peraturan perundang-undangan; atau
h. pegawai negeri atau penyelenggara 10egara baik
langsung maupun tidak langsung dengan sengaja
turut serta dalam pemborongan, pengadaan, atau
persewaan, yang pada saat dilakukan perbuatan,
untuk seluruh atau sebagian ditugaskan untuk
mengurus atau mengawasinya.
698 (1) Ketentuan mengenai pidana penjara dan pidana
denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 690,
Pasal 691, Pasal 692, Pasal 693, Pasal 694, Pasal
695, Pasal 696 dan Pasal 697 tidak berlaku bagi
tindak pidana korupsi yang nilainya kurang dari Rp
5.000.000,00 (lima juta rupiah).
(2) Bagi pelaku tindak pidana korupsi yang nilainya
kurang dari Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah)
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dipidana dengan pidana penjara
paling lama 3 (tiga) tahun dan
pidana denda paling banyak
Kategori II.
Sumber : RKUHP versi 9 Juli 2018 (data diolah)
Pasal-pasal yang tampak dalam tabel 001 tersebut hanyalah sebagian aturan yang terkait dengan
korupsi. Pasal-pasal tersebut dipilih karena itulah yang menjadi perbandingan dengan pasal-pasal yang
terdapat dalam UU Tipikor yang masuk dalam sebagian pembahasan di bab selanjutnya. Adapun pasal-
pasal UU Tipikor yang dipilih adalah sebagaimana termuat dalam tabel 002.
Tabel 002. Sebagian Pasal-pasal dalam UU Tipikor
Pasal Perbuatan Korupsi Hukuman Pidana
2 Setiap orang yang secara melawan negara
melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau
orang lain atau suatu korporasi yang dapat
merugikan keuangan negara atau perekonomian
negara
 Penjara seumur hidup atau pidana
penjara 4 – 20 tahun
 Denda Rp. 200.000.000 – Rp.
1.000.000.000
 Dalam keadaan tertentu, pidana
mati dapat dijatuhkan
3 Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan
diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi,
menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau
sarana yang ada padanya karena jabatan atau
kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara
atau perekonomian negara
 Penjara seumur hidup atau pidana
penjara 1 – 20 tahun
 Denda Rp. 50.000.000 – Rp.
1.000.000.000
5  Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada
pegawai negri atau penyelenggara negara dengan
maksud supaya pegawai negeri atau
penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak
berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang
bertentangan dengan kewajibannya
 Memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau
penyelenggara negara karena atau berhubungan
dengan sesuatu yang bertentangan dengan
kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam
jabatannya
 Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang
menerima pemberian atau janji berhubungan
dengan sesuatu yang bertentangan dengan
kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam
jabatan
 Penjara 1 – 5 tahun
 Denda Rp 50.000.000 –Rp
250.000.000
6  Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim
dengan maksud untuk mempengaruhi putusan
perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadil
 Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada
seseorang yang menurut ketentuan peraturan
perundang-undangan ditentukan menjadi advokat
untuk menghadiri pengadilan dengan maksud
untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat yang
akan diberikan berhubung dengan perkara yang
diserahkan kepada pengadilan untuk diadili.
 Bagi hakim yang menerima pemberian pemberian
atau janji
 Penjara 3 -15 tahun
 Denda Rp 150.000.000 – Rp
750.000.000
7  Pemborong, ahli bangunan yang pada waktu
membuat bangunan, atau penjual bahan bangunan
yang pada waktu menyerahkan bahan bangunan,
melakuakn perbuatan curang yang dapat
membahayakan keamanan orang atau barang, atau
keselamatan negara dalam keadaan perang
 setiap orang yang bertugas mengawasi
 Penjara 2 – 7 tahun
 Denda Rp100.000.000 –
Rp350.000.000
pembangunan atau penyerahan bahan bangunan,
sengaja membiarkan perbuatan curang
 setiap orang yang pada waktu menyerahkan
barang keperluan Tentara Nasional Indonesia dan
atau Kepolisisan Negara Republik Indonesia
melakukan perbuatan curang yang dapat
membahayakan keselamatan negaradalam
keadaaan perang
 Setiap orang yang bertugas mengawasi
penyerahan barang keperluan Tentara Nasional
Indonesia dan atau Kepolisian Negara Republik
Indonesia dengan sengaja membiarkan perbuatan
curang
 Bagi orang yang menerima penyerahan bahan
bangunan atau orang yang menerima penyerahan
barnag keperluan Tentara Nasional Indonesia dan
atau Kepolisian Negara Republik Indonesia dan
membiarkan perbuatan curang
8 Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri
yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum
secara terus menerus atau untuk sementara waktu,
dengan sengaja menggelapkan uang atau surat
berharga yang disimpan karena jabatannya, atau
membiarkan uang atau surat berharga tersebut
diambil atau digelapkan oleh orang lain, atau
membantu dalam melakukan perbuatan tersebut.
 Penjara 3 – 15 tahun
 Denda Rp150.000.000 –
Rp750.000.000
9 Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri
yang diberi tugas menjalankan suatu jabatan umum
secara terus menerus atau untuk sementara waktu,
dengan sengaja memalsu buku-buku atau daftar-
daftar yang khusus untuk pemeriksaan administrasi.
 Penjara 1 – 5 tahun
 Denda Rp50.000.000 –
Rp150.000.000
10 Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri
yang diberi tugas menjalankan suatu jabatan umum
secara terus menerus atau untuk sementara waktu,
dengan sengaja :
 Menggelapkan, menghancurkan, merusakkan, atau
membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat,
atau daftar yang digunakan untuk meyakinkan
atau membuktikan di muka pejabat yang
berwenang, yang dikuasai karena jabatannya; atau
 Membiarkan orang lain menghilangkan,
menghancurkan, merusakkan, atau membuat tidak
dapat dipakai barang, akta, surat, atau daftar
tersebut, atau
 Membantu orang lain menghilangkan,
menghancurkan, merusakkan, atau membuat tidak
dapat dipakai barang, akta, surat, atau daftar
 Penjara 2 – 7 tahun
 Denda Rp100.000.000 – Rp
350.000.000
tersebut
11 Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang
menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau
patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut
diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang
berhubungan dengan jabatannya atau yang menurut
pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji
tersebut ada hubungan dengan jabatannya.
 Penjara 1 – 5 tahun
 Denda Rp 50.000.000 –
Rp250.000.000
12  Pegawai negeri atau penyelenggaran negara yang
menerima hadiah atau janji, padahal diketahui
atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut
diberikan untuk menggerakkan agar melakukan
atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya,
yang bertentangan dengan kewajibannya
 Pegawai negeri atau penyelenggaran negara yang
menerima hadiah, padahal diketahui atau patut
diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai
akibat atau disebabkan karena telah melakukan
atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya
yang bertentangan dengan kewajibannya
 Hakim yang menerima hadiah atau janji, padahal
diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau
janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi
putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk
diadili.
 Seseorang yang menurut ketentuan peraturan
perundang-undangan ditentukan menjadi advokat
untuk menghadiri negara pengadilan, menerima
hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut
diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan
untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat yang
akan diberikan, berhubung dengan perkara yang
diserahkan kepada pegadilan untuk diadili
 Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang
dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau
orang lain secara melawan negara, atau dengan
menyalahgunakan kekuasaannya memaksa
seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau
menerima pembayaran dengan potongann, atau
untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri
 Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang
pada waktu menjalankan tugas, meminta,
menerima, atau memotong pembayaran kepada
pegawai negeri atau penyelenggara negara yang
lain atau kepada kas umum, seolah-olah pegawai
negeri atau penyelenggara negara yang lain atau
kas umum tersebut mempunyai utang kepadanya,
padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan
merupakan utang
 Penjara seumur hidup atau 4 – 20
tahun
 Denda Rp200.000.000-
Rp1.000.000.000
 Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang
pada waktu menjalankan tugas, meminta atau
menerima pekerjaan, atau menyerahkan barang,
seolah-olah merupakan utang kepada dirinya,
padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan
merupakan utang
 Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang
pada waktu menjalankan tugas, telah
menggunakan tanah negara yang diatasnya
terdapat hak pakai, seolah-olah sesuai dengan
peraturan perundang-undangan, telah merugikan
orang yang berhak, padahal diketahuinya bahwa
perbuatan tersebut bertentangan dengan peraturan
perudang-undangan
 Pegawai negeri atau penyelenggara negara baik
langsung maupun tidak langsung dengan sengaja
turut serta dalam pemborongan, pengadaan, atau
pengawasan yang pada saat dilakukan perbuatan,
untuk seluruh atau sebagian ditugaskan untuk
mengurus atau mengawasinya.
12A Ketentuan mengenai pidana penjara dan pidana
denda sebagaimana dimaksud Pasal 5, Pasal 6, Pasl
7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11 dan Pasal 12
tidak berlaku bagi tindak pidana korupsi yang
nilainya kurang dari Rp5.000.000,00
Bagi pelaku tindak pidana korupsi
yang nilainya kurang dari Rp
5.000.000 dipidana dengan pidana
penjara paling lama 3 tahun dan
pidana denda paling banyak
Rp50.000.000
12B Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau
penyelenggaran negara dianggap pemberian suap,
apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang
berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya,
dengan ketentuan sebagai berikut :
 yang nilainya Rp10.000.000,00 (sepuluh juta
rupiah) atau lebih, pembuktian bahwa gratifikasi
tersebut bukan merupakan suap dilakukan oleh
penerima gratifikasi
 yang nilainya kurang dari Rp10.000.000,00
(sepuluh juta rupiah), pembuktian bahwa
gratifikasi tersebut suap dilakukan oleh penuntut
umum.
 Pidana bagi pegawai negeri atau
penyelenggaran 14egara adalah
pidana penjara seumur hidup atau
4 – 20 tahun
 Denda Rp 200.000.000 – Rp
1.000.000.000
12C (1) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
12 B ayat (1) tidak berlaku, jika penerima
melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada
Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
(2) Penyam,paian laporan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) wajib dilakukan oleh penerima
gratifikasi paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja
terhitng sejak tanggal gratifikasi tersebut diterima
(3) Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja
sejak tanggal menerima laporan wajib menetapkan
gratifikasi dapat menjadi milik penerima atau milik
15egara.
(4) Ketentuan mengenai tata cara penyampaian
laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan
penentuan status gratifikasi sebagaimana dimaksud
dalam ayat (3) diatur dalam Undang-undang tentang
Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
13 Setiap orang yang memberi hadiah atau janji kepada
pegawai negeri dengan mengingat kekuasaan atau
wewenang yang melekat pada jabatan atau
kedudukannya, atau oleh pemberi hadiah atau janji
dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan
tersebut,
 Penjara maksimal 3 tahun
 Denda maksimal Rp. 150.000.000
15 Setiap orang yang melakukan percobaan,
pembantuan, atau pemufakatan jahat untuk
melakukan tindak pidana korupsi
Dipidana dengan pidana yang sama
sebagaimana dimaksud Pasal 2,
Pasal3, Pasal 5 sampai dengan Pasal
14.
Sumber : UU No. 31 Tahun 1999 Jo. UU No. 20 Tahun 2011
Seperti halnya data yang berasal dari RKUHP,tabel002 juga menunjukkan sebagian pasal-pasal yang
berkaitan dengan RKUHP sebagaipembanding antara keduanya. Hasil analisis terhadap kedua peraturan
tersebut akan dibahas lebih lanjut di bab pembahasan.
BAB III
PEMBAHASAN
A. Penanggulangan Tindak Pidana Korupsi yang Diterapkan Melalui RKUHP
RKUHP yang telah dirumuskan dan direncanakan akan diundangkan sebagai kodifikasi hukum
yang sah telah menjadi perdebatan sejumlah kalangan, mulai dari anggota dewan, praktisi, lembaga tinggi
negara, kaum akademisi, dan pihak – pihak lainnya. Opini dari berbagai kalangan ini muncul sebagai
pengaruh dalam proses Politik hukum. Politik hukum pidana adalah sebuah aktivitas atau tindakan dalam
dalam penentuan tujuan dan cara untuk mencapai tujuan yang dirumuskan dalam hukum pidana itu
sendiri. Sebagian kalangan menilai, tindakan ini merupakan upaya hukum untuk memperkuat dasar
hukum terkait hukum pidana. Mereka menilai bahwa, untuk membuat hukum yang bersifat khusus
menjadi kokoh, hukum yang bersifat umum harus juga memiliki dasar yang kokoh, seperti RKUHP.
RKUHP dinilai sebagai hukum yang mengatur secara umum tindakan pidana, sementara tindakan pidana
berupa kejahatan khusus atau kejahatan luar biasa (extraordinary crime) dijelaskan serta termuat secara
terinci di dalam UU khusus yang mengatur masing-masing tindak kejahatan tersebut. Seperti UU No. 20
tahun 2001 yang merupakan peraturan khusus yang mengatur tentang tindak pidana korupsi, sebagaimana
telah dinyatakan dalam RKUHP bahwa korupsi merupakan tindak pidana khusus, sehingga harus diatur
dalam UU tersendiri. Kondisi tersebut memenuhi asas hukum yang berlaku di negara kita, yaitu lex
specialis derogat lex generalis. Asas terseut menyatakan bahwa hukum yang bersifat khusus (lex
specialis) mengesampingkan hukum yang bersifat umum (lex generalis). Asas ini bekerja berdasarkan
prinsip-prinsip bahwa ketentuan yang didapati dalam aturan hukum umum tetap berlaku, kecuali yang
diatur khusus dalam aturan hukum khusus tersebut. Berikut akan dianalisis RKUHP versi 9 Juli 2018
(versi terakhir) terhadap UU Tipikor.
1. Beberapa tindak pidana korupsi yang diatur dalam UU Tipikor masuk ke dalam tindak pidana umum
di RKUHP.
Tindak pidana umum merupakan tindak pidana yang diatur dalam KUHP, dimana ketentuan
didalamnya berlaku untuk semua orang. Sementara itu, tindak pidana khusus diatur dalam UU
tersendiri, yang peruntukannya hanya untuk sebagian orang-orang tertentu, yaitu dalam UU Tipikor
adalah setiap pegawai negeri atau penyelenggara negara, meskipun didalamnya berisi aturan-aturan
yang menyebutkan bahwa “setiap orang”, dalam artian semua orang, tidak hanya berlaku bagi
pegawai negeri/penyelenggara negara saja.
Beberapa ketentuan hukuman tindak pidana korupsi diatur pula dalam RKUHP, seperti yang
termuat dalam pasal 653, 654, 655, serta 656. Dengan dimuatnya unsur-unsur tersebut dalam
RKUHP, maka tentu diragukan sifat luar biasanya terhadap UU Tipikor. Pasal – pasal tersebut dinilai
oleh KPK menghilangkan asas hukum Lex Specialis Derogat Legi Generalis, karena delik yang
dijelaskan pada pasal – pasal tersebut telah diatur dalam Undang – undang tindak Pidana Korupsi,
terutama jika pidana tersebut dimasukan dalam Pidana Umum.
Hal tersebut mengakibatkan adanya informasi yang tidak jelas, yaitu mengenai sifat tindak
pidana korupsi itu sendiri, apakah ia termasuk ke dalam tindak pidana umum ataukah khusus, atau
gabungan diantara keduanya. Tindak pidana korupsi sudah diatur dalam UU tindak pidana khusus,
tapi jika RKUHP disahkan akan menjadi tindak pidana umum, maka berpotensi melemahkan
kedudukan, menghapus kewenangan, bahkan membubarkan KPK sebagai lembaga yang menjadi
ujung tombak pemberantasan tindak Pidana Korupsi, sementara penyidikan dan penyelidikan pindah
ke polisi/jaksa.
2. Pelemahan hukuman denda dan sanksi pidana yang disebutkan dalam RUU KUHP.
Untuk lebih jelasnya analisis mengenai pelemahan hukum, dipaparkan perbandingan pasal-pasal
antara RKUHP dengan UU Tipikor yang termuat dalam Tabel 003.
Tabel 003. Pasal-pasal tentang Korupsi dalam RKUHP dengan UU Tipikor beserta Hukumannya
Sumber: RKUHP dan UU Tipikor (data diolah)
Data tersebut diolah dari bab sebelumnya, yaitu yang berasal data dalam bab II. Dilihat dari
tabel tersebut dapat dilihat bahwa denda/pidana dalam RKUHP tidak sesuai dengan UU Tipikor,
RKUHP justru lebih melemahkan hukuman terhadap tindak pidana korupsi. Hal itu menimbulkan
No. Delik / pasal tentang
Denda/ Pidana UU
Tipikor
Denda / Pidana
RKUHP
1. Ps 2 UU Tipikor / Ps 653 RKUHP Penjara 4th-20 th.
Denda 200jt-1M
Penjara 2th-20 th.
Denda 10jt-2M
2. Ps 3 UU Tipikor / Ps 654 RKUHP Penjara 1th-20 th.
Denda 50 jt-1M
Penjara 2th-20 th.
Denda 10jt-2M
3. Ps 5 UU Tipikor/ Ps 655 RKUHP Penjara 1th-5th. Denda
50jt-250M
Penjara 1th-5 th.
Denda 50jt-500 jt
4. Ps 5 UU Tipikor / Ps 655 RKUHP
(pegawainegeri atau penyelenggara
menerima pemberian/janji)
Penjara 4th-20 th.
Denda 200jt-1M
Penjara 1th-6 th.
Denda 50-150M
5. Ps 11 UU Tipikor / Ps 656 RKUHP Penjara 1th-5 th.
Denda 50jt-250M
Penjara max 4 th
Denda 150jt
6. Ps 13 UU Tipikor / Ps 656 RKUHP Penjara max 3 th
Denda 150jt
Penjara max 3 th
Denda 150jt
aturan yang rancu/tidak jelas antara UU tipikor dengan RKUHP, yang dapat melemahkan
pelaksanannya.
3. Percobaan, pemufakatan dalam tindak pidana korupsi dalam RKUHP dijatuhi hukuman sebesar
sebagaimana yang dijelaskan dalam RKUHP dikurangi 1/3 dari ancaman pidananya. Sementara itu,
di dalam UU Tipikor yang memuat penjelasan terhadap pasal 15, juga dikemukakan bahwa
percobaan, pemufakatan dalam tindak pidana korupsi juga dijatuhi hukuman sebesar sebagaimana
yang dijelaskan dalam UU Tipikor dikurangi 1/3 dari ancaman pidananya. Walaupun masing-masing
aturan dikenai persentase pengurangan yang sama, yaitu 1/3, tetapi karena hukuman yang diatur
dalam RKUHP lebih sedikit daripada UU Tipikor, maka RKUHP juga dapat dikatakan melemahkan
hukuman terhadap tindak pidana korupsi jika dibandingkan dengan UU Tipikor.
4. Dalam RKUHP, Pasal 653 dan 654 tidak memuat kata “dapat merugikan keuangan negara”,
sedangkan dalam UU Tipikor ada. Hal tersebut mengindikasikan perbedaan bahwa dalam RKUHP
hanya mengatur akibat dari perbuatan korupsi. Sementara UU Tipikor mengatur tentang perbuatan
yang berpotensi akan merugikan keuangan negara, terbukti dengan terdapatnya unsur “dapat
merugikan keuangan negara”. Dengan adanya perbedaaan itu, maka implementasi beberapa pasal
dari RKUHP (Psl. 653 dan 654) tidak sinkron dengan UU Tipikor (Ps 2 dan 3). Jika dibandingkan
dengan UU Tipikor, maka hukuman yang lebih berat adalah berada di UU tersebut, karena selain
mengatur akibatnya (merugikan keuangan negara), seperti yang termuat dalam pasal 5, 6, 7, 8, 11,
12, dan 13), ia juga mengatur hal-hal yang dinilai akan menyebabkan kerugian negara (pasal 2 &3),
sementara RKUHP hanya mengatur akibatnya saja.
B. Analisis Efektifitas RKUHP
Menanggapi beberapa temuan yang telah dibahas sebelumnya, menurut kami akan lebih baik jika
RKUHP tidak memuat aturan yang lebih khusus mnengenai tindak pidana korupsi, mengingat bahwa
tindakan tersebut telah diatur secara lebih khusus dalam UU No. 20 tahun 2001 tentang tindak pidana
korupsi. Selain untuk memenuhi asas lex specialist derogat lex generalis, maka dengan tidak
dimasukkannya beberapa pasal terakit korupsi dalam RKUHP, maka hal tersebut juga tidak akan
melemahkan kedudukan KPK sebagai lembaga khusus yang menangani korupsi. Selain itu juga tidak
akan ditemukan kesimpangsiuran informasi mengenai dua sumber peraturan yang berbeda, akan tetapi
lebih diperuntukkan sebagai pelengkap alat hukum antar kedua peraturan tersebut.
BAB IV
KESIMPULAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan, dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat permasalahan yang muncul
akibat pasal-pasal Tipikor masuk dalam RKUHP, yaitu intinya adalah dicantumkannya kembali pasal-
pasal yang mengatur secara spesifik tentang korupsi, sehingga mengakibatkan muculnya pertanyaan
mengenai kekhususan terhadap UU Tipikor sebagai lex specialisnya aturan KUHP. Kerancuan sifat
tersebut mengakibatkan kedudukan KPK tergoyah, karena dengan dimasukkannya aturan-aturan tentang
korupsi ke dalam RKUHP, maka kewenangan KPK sebagai lembaga khusus pemberantas korupsi akan
digantikan oleh kepolisian/jaksa. Hal tersebut dikarenakan tindak korupsi bukanlah merupakan kejahatan
khusus, sehingga dalam memberantasnyapun juga tidak diperlukan adanya lembaga khusus, seperti KPK.
Selain itu, beberapa pasal yang dikemukakan di dalam RKUHP juga tidak sinkron dengan pasal-pasal
yang telah diatur dalam UU Tipikor, yaitu mengenai hukuma yang diterapkan kepada para pelaku
korupsi, dimana dalam RKUHP justru terkesan melemahkan hukuman jika dibandingkan dengan UU
Tipikor. Impelementasi dua pasal yang termuat dalam RKUHP (pasal 653 dan 654) juga dinilai tidak
sinkron dengan pasal 2 dan 3 UU Tipikor, dimana KUHP menindak akibat dari perbuatan yang
merugikan keuangan negara, sementara UU Tipikor menindak segala perbuatan yang menimbulkan
potensi kerugian bagi negara. Kondisi tersebut juga dinilai melemahkan hukuman terhadap korupsi,
karena UU Tipikor mengatur permulaan tindakan korupsi (pencegahan), sedangkan RKUHP tidak. Oleh
karenanya, kami berpendapat bahwa RKUHP seharusnya tidak mencantumkan aturan-aturan yang
spesifik tentang korupsi termasuk hukumannya, karena semua itu telah diatur di dalam UU khusus, yaitu
UU Tipikor. Cukuplah KUHP bertindak sebagai aturan general yang memuat berbagai macam tindak
pidana, dengan tetap memperhatikan cakupan pembahasan mengenai tindak pidana khusus, dalam hal ini
yaitu tindak pidana korupsi.
DAFTAR PUSTAKA
Santoso, Djoko. 2011. Pendidikan Anti Korupsi untuk Perguruan Tinggi oleh Kemendikbud RI.
Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI
Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana versi 9 Juli 2018.docx.
Undang-undang No. 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/lexcrimen/article/view/9790. Diakses tanggal 20 Juli 2018.
https://tirto.id/mengapa-pasal-tipikor-di-rkuhp-jadi-polemik-dan-ditolak-kpk-cLSN. Diakses
tanggal 12 Juli 2018.

More Related Content

What's hot

13.analisa korelasi
13.analisa korelasi13.analisa korelasi
13.analisa korelasiHafiza .h
 
Soal matstat ngagel+jawabannya
Soal matstat ngagel+jawabannyaSoal matstat ngagel+jawabannya
Soal matstat ngagel+jawabannyaKana Outlier
 
Cara Menghitung Indeks Pembangunan Manusia
Cara Menghitung Indeks Pembangunan ManusiaCara Menghitung Indeks Pembangunan Manusia
Cara Menghitung Indeks Pembangunan ManusiaRandy Wrihatnolo
 
Teori pendugaan statistik presentasi
Teori pendugaan statistik presentasiTeori pendugaan statistik presentasi
Teori pendugaan statistik presentasiPerum Perumnas
 
Taraf signifikan
Taraf signifikanTaraf signifikan
Taraf signifikanRapul anwar
 
Contoh nominal,ordinal,interval,dan rasio
Contoh nominal,ordinal,interval,dan rasioContoh nominal,ordinal,interval,dan rasio
Contoh nominal,ordinal,interval,dan rasiofirman afriansyah
 
CONTOH PROPOSAL PKM-KARSA CIPTA (DIDANAI DIKTI 2018)
CONTOH PROPOSAL PKM-KARSA CIPTA (DIDANAI DIKTI 2018)CONTOH PROPOSAL PKM-KARSA CIPTA (DIDANAI DIKTI 2018)
CONTOH PROPOSAL PKM-KARSA CIPTA (DIDANAI DIKTI 2018)Meda Aji Saputro
 
uji hipotesis satu rata – rata bagian 2
uji hipotesis satu rata – rata bagian 2uji hipotesis satu rata – rata bagian 2
uji hipotesis satu rata – rata bagian 2Ratih Ramadhani
 
Contoh soal Teori antrian khusus Poisson
Contoh soal Teori antrian khusus PoissonContoh soal Teori antrian khusus Poisson
Contoh soal Teori antrian khusus PoissonLilies DLiestyowati
 
Bab 3 bentuk bentuk korupsi
Bab 3 bentuk bentuk korupsiBab 3 bentuk bentuk korupsi
Bab 3 bentuk bentuk korupsinatal kristiono
 
Ringkasan Rumus dalam Teori Mikro dan Makro Ekonomi
Ringkasan Rumus dalam Teori Mikro dan Makro EkonomiRingkasan Rumus dalam Teori Mikro dan Makro Ekonomi
Ringkasan Rumus dalam Teori Mikro dan Makro EkonomiMikha_135
 
Analisis regresi-sederhana
Analisis regresi-sederhanaAnalisis regresi-sederhana
Analisis regresi-sederhanaAchmad Alphianto
 
Basic statistics 5 - binomial distribution
Basic statistics   5 - binomial distributionBasic statistics   5 - binomial distribution
Basic statistics 5 - binomial distributionangita wahyu suprapti
 

What's hot (20)

13.analisa korelasi
13.analisa korelasi13.analisa korelasi
13.analisa korelasi
 
Pengantar Statistika 2
Pengantar Statistika 2Pengantar Statistika 2
Pengantar Statistika 2
 
Soal matstat ngagel+jawabannya
Soal matstat ngagel+jawabannyaSoal matstat ngagel+jawabannya
Soal matstat ngagel+jawabannya
 
Probabilitas 2
Probabilitas 2Probabilitas 2
Probabilitas 2
 
Cara Menghitung Indeks Pembangunan Manusia
Cara Menghitung Indeks Pembangunan ManusiaCara Menghitung Indeks Pembangunan Manusia
Cara Menghitung Indeks Pembangunan Manusia
 
Anti korupsi presentasi
Anti korupsi presentasiAnti korupsi presentasi
Anti korupsi presentasi
 
Teori pendugaan statistik presentasi
Teori pendugaan statistik presentasiTeori pendugaan statistik presentasi
Teori pendugaan statistik presentasi
 
Teori antrian
Teori antrianTeori antrian
Teori antrian
 
Taraf signifikan
Taraf signifikanTaraf signifikan
Taraf signifikan
 
Contoh nominal,ordinal,interval,dan rasio
Contoh nominal,ordinal,interval,dan rasioContoh nominal,ordinal,interval,dan rasio
Contoh nominal,ordinal,interval,dan rasio
 
CONTOH PROPOSAL PKM-KARSA CIPTA (DIDANAI DIKTI 2018)
CONTOH PROPOSAL PKM-KARSA CIPTA (DIDANAI DIKTI 2018)CONTOH PROPOSAL PKM-KARSA CIPTA (DIDANAI DIKTI 2018)
CONTOH PROPOSAL PKM-KARSA CIPTA (DIDANAI DIKTI 2018)
 
Contoh proposal skripsi
Contoh proposal skripsiContoh proposal skripsi
Contoh proposal skripsi
 
uji hipotesis satu rata – rata bagian 2
uji hipotesis satu rata – rata bagian 2uji hipotesis satu rata – rata bagian 2
uji hipotesis satu rata – rata bagian 2
 
Contoh soal Teori antrian khusus Poisson
Contoh soal Teori antrian khusus PoissonContoh soal Teori antrian khusus Poisson
Contoh soal Teori antrian khusus Poisson
 
Bab 3 bentuk bentuk korupsi
Bab 3 bentuk bentuk korupsiBab 3 bentuk bentuk korupsi
Bab 3 bentuk bentuk korupsi
 
Ringkasan Rumus dalam Teori Mikro dan Makro Ekonomi
Ringkasan Rumus dalam Teori Mikro dan Makro EkonomiRingkasan Rumus dalam Teori Mikro dan Makro Ekonomi
Ringkasan Rumus dalam Teori Mikro dan Makro Ekonomi
 
03 jenis jenis+data
03 jenis jenis+data03 jenis jenis+data
03 jenis jenis+data
 
Analisis regresi-sederhana
Analisis regresi-sederhanaAnalisis regresi-sederhana
Analisis regresi-sederhana
 
Basic statistics 5 - binomial distribution
Basic statistics   5 - binomial distributionBasic statistics   5 - binomial distribution
Basic statistics 5 - binomial distribution
 
Ppt proposal
Ppt proposalPpt proposal
Ppt proposal
 

Similar to UPAYA PENANGGULANGAN KORUPSI JALUR PENAL MELALUI PEMBAHARUAN RKUHP DENGAN UU TIPIKOR

Penyebab kegagalan birokrasi di indonesia
Penyebab kegagalan birokrasi di indonesiaPenyebab kegagalan birokrasi di indonesia
Penyebab kegagalan birokrasi di indonesiaMendeko Jo
 
15 Materi Dasar Penyuluh Anti Korupsi.pptx
15 Materi Dasar Penyuluh Anti Korupsi.pptx15 Materi Dasar Penyuluh Anti Korupsi.pptx
15 Materi Dasar Penyuluh Anti Korupsi.pptxcahyomeiyana
 
BE&GG, Intan Wachyuni, Hapzi Ali, Korupsi, Universitas Mercu Buana.2017.pdf
BE&GG, Intan Wachyuni, Hapzi Ali, Korupsi, Universitas Mercu Buana.2017.pdfBE&GG, Intan Wachyuni, Hapzi Ali, Korupsi, Universitas Mercu Buana.2017.pdf
BE&GG, Intan Wachyuni, Hapzi Ali, Korupsi, Universitas Mercu Buana.2017.pdfIntan Wachyuni
 
34. 33020210176_Isvianta Lasyiva.pdf
34. 33020210176_Isvianta Lasyiva.pdf34. 33020210176_Isvianta Lasyiva.pdf
34. 33020210176_Isvianta Lasyiva.pdfRINIRISDAYANTI0125
 
27516 81561-1-pb
27516 81561-1-pb27516 81561-1-pb
27516 81561-1-pbM Setiawan
 
HUKUM ACARA PIDANA KEL. 2 universitas bung karno
HUKUM ACARA PIDANA KEL. 2 universitas bung karnoHUKUM ACARA PIDANA KEL. 2 universitas bung karno
HUKUM ACARA PIDANA KEL. 2 universitas bung karnossuserfa9ff91
 
Fitriati 02211020 2005
Fitriati 02211020 2005Fitriati 02211020 2005
Fitriati 02211020 2005gaga sihab
 
Strategi Pemberantasan Korupsi Nasional.doc
Strategi Pemberantasan Korupsi Nasional.docStrategi Pemberantasan Korupsi Nasional.doc
Strategi Pemberantasan Korupsi Nasional.docperi heriyanto
 
Unsur-unsur-Tindak-Pidana-Korupsi-dan-Sanksi-Tindak-Pidana-Korupsi.pptx
Unsur-unsur-Tindak-Pidana-Korupsi-dan-Sanksi-Tindak-Pidana-Korupsi.pptxUnsur-unsur-Tindak-Pidana-Korupsi-dan-Sanksi-Tindak-Pidana-Korupsi.pptx
Unsur-unsur-Tindak-Pidana-Korupsi-dan-Sanksi-Tindak-Pidana-Korupsi.pptxDarmapoeteraMaulana
 
penanggulangan money laundring perkara korupsi.docx
penanggulangan money laundring perkara korupsi.docxpenanggulangan money laundring perkara korupsi.docx
penanggulangan money laundring perkara korupsi.docxHRLEGALERGYORBINTANE
 
Presentasi Masalah Korupsi Di Indonesia
Presentasi Masalah Korupsi Di IndonesiaPresentasi Masalah Korupsi Di Indonesia
Presentasi Masalah Korupsi Di IndonesiaARY SETIADI
 
Analisis korupsi pengadaan al quran 2011-2012 klmpk 6
Analisis korupsi pengadaan al quran 2011-2012 klmpk 6Analisis korupsi pengadaan al quran 2011-2012 klmpk 6
Analisis korupsi pengadaan al quran 2011-2012 klmpk 6heninur2
 
Proposal Skripsi Penegakan Hukum TP korupsi dana bansos
Proposal Skripsi Penegakan Hukum TP korupsi dana bansosProposal Skripsi Penegakan Hukum TP korupsi dana bansos
Proposal Skripsi Penegakan Hukum TP korupsi dana bansosAndy Susanto
 
Pendidikan anti korupsi - Perencanaan aksi pencegahan korupsi di Indonesia (I...
Pendidikan anti korupsi - Perencanaan aksi pencegahan korupsi di Indonesia (I...Pendidikan anti korupsi - Perencanaan aksi pencegahan korupsi di Indonesia (I...
Pendidikan anti korupsi - Perencanaan aksi pencegahan korupsi di Indonesia (I...Idik Saeful Bahri
 

Similar to UPAYA PENANGGULANGAN KORUPSI JALUR PENAL MELALUI PEMBAHARUAN RKUHP DENGAN UU TIPIKOR (20)

Penyebab kegagalan birokrasi di indonesia
Penyebab kegagalan birokrasi di indonesiaPenyebab kegagalan birokrasi di indonesia
Penyebab kegagalan birokrasi di indonesia
 
15 Materi Dasar Penyuluh Anti Korupsi.pptx
15 Materi Dasar Penyuluh Anti Korupsi.pptx15 Materi Dasar Penyuluh Anti Korupsi.pptx
15 Materi Dasar Penyuluh Anti Korupsi.pptx
 
BE&GG, Intan Wachyuni, Hapzi Ali, Korupsi, Universitas Mercu Buana.2017.pdf
BE&GG, Intan Wachyuni, Hapzi Ali, Korupsi, Universitas Mercu Buana.2017.pdfBE&GG, Intan Wachyuni, Hapzi Ali, Korupsi, Universitas Mercu Buana.2017.pdf
BE&GG, Intan Wachyuni, Hapzi Ali, Korupsi, Universitas Mercu Buana.2017.pdf
 
34. 33020210176_Isvianta Lasyiva.pdf
34. 33020210176_Isvianta Lasyiva.pdf34. 33020210176_Isvianta Lasyiva.pdf
34. 33020210176_Isvianta Lasyiva.pdf
 
27516 81561-1-pb
27516 81561-1-pb27516 81561-1-pb
27516 81561-1-pb
 
Makalah korupsi
Makalah korupsiMakalah korupsi
Makalah korupsi
 
HUKUM ACARA PIDANA KEL. 2 universitas bung karno
HUKUM ACARA PIDANA KEL. 2 universitas bung karnoHUKUM ACARA PIDANA KEL. 2 universitas bung karno
HUKUM ACARA PIDANA KEL. 2 universitas bung karno
 
Fitriati 02211020 2005
Fitriati 02211020 2005Fitriati 02211020 2005
Fitriati 02211020 2005
 
Dialog rri
Dialog rriDialog rri
Dialog rri
 
PPT KORUPSI.pptx
PPT KORUPSI.pptxPPT KORUPSI.pptx
PPT KORUPSI.pptx
 
PPT KORUPSI.pptx
PPT KORUPSI.pptxPPT KORUPSI.pptx
PPT KORUPSI.pptx
 
Strategi Pemberantasan Korupsi Nasional.doc
Strategi Pemberantasan Korupsi Nasional.docStrategi Pemberantasan Korupsi Nasional.doc
Strategi Pemberantasan Korupsi Nasional.doc
 
Unsur-unsur-Tindak-Pidana-Korupsi-dan-Sanksi-Tindak-Pidana-Korupsi.pptx
Unsur-unsur-Tindak-Pidana-Korupsi-dan-Sanksi-Tindak-Pidana-Korupsi.pptxUnsur-unsur-Tindak-Pidana-Korupsi-dan-Sanksi-Tindak-Pidana-Korupsi.pptx
Unsur-unsur-Tindak-Pidana-Korupsi-dan-Sanksi-Tindak-Pidana-Korupsi.pptx
 
penanggulangan money laundring perkara korupsi.docx
penanggulangan money laundring perkara korupsi.docxpenanggulangan money laundring perkara korupsi.docx
penanggulangan money laundring perkara korupsi.docx
 
Presentasi Masalah Korupsi Di Indonesia
Presentasi Masalah Korupsi Di IndonesiaPresentasi Masalah Korupsi Di Indonesia
Presentasi Masalah Korupsi Di Indonesia
 
Bab viii pak
Bab viii pakBab viii pak
Bab viii pak
 
Analisis korupsi pengadaan al quran 2011-2012 klmpk 6
Analisis korupsi pengadaan al quran 2011-2012 klmpk 6Analisis korupsi pengadaan al quran 2011-2012 klmpk 6
Analisis korupsi pengadaan al quran 2011-2012 klmpk 6
 
Proposal Skripsi Penegakan Hukum TP korupsi dana bansos
Proposal Skripsi Penegakan Hukum TP korupsi dana bansosProposal Skripsi Penegakan Hukum TP korupsi dana bansos
Proposal Skripsi Penegakan Hukum TP korupsi dana bansos
 
LANGKAH STRATEGIS PEMBERANTASAN KORUPSI
LANGKAH STRATEGIS PEMBERANTASAN KORUPSILANGKAH STRATEGIS PEMBERANTASAN KORUPSI
LANGKAH STRATEGIS PEMBERANTASAN KORUPSI
 
Pendidikan anti korupsi - Perencanaan aksi pencegahan korupsi di Indonesia (I...
Pendidikan anti korupsi - Perencanaan aksi pencegahan korupsi di Indonesia (I...Pendidikan anti korupsi - Perencanaan aksi pencegahan korupsi di Indonesia (I...
Pendidikan anti korupsi - Perencanaan aksi pencegahan korupsi di Indonesia (I...
 

More from Muhammad Rafi Kambara

Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan.docx
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan.docxBadan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan.docx
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan.docxMuhammad Rafi Kambara
 
TRANSAKSI NERACA PEMBAYARAN DAN JENIS-JENIS PERDAGANGAN / TRANSAKSI INTERNAS...
TRANSAKSI NERACA PEMBAYARAN DAN JENIS-JENIS PERDAGANGAN / TRANSAKSI  INTERNAS...TRANSAKSI NERACA PEMBAYARAN DAN JENIS-JENIS PERDAGANGAN / TRANSAKSI  INTERNAS...
TRANSAKSI NERACA PEMBAYARAN DAN JENIS-JENIS PERDAGANGAN / TRANSAKSI INTERNAS...Muhammad Rafi Kambara
 
RESUME MATERI MS. ACCESS, APLIKASI KOMPUTER.docx
RESUME MATERI MS. ACCESS, APLIKASI KOMPUTER.docxRESUME MATERI MS. ACCESS, APLIKASI KOMPUTER.docx
RESUME MATERI MS. ACCESS, APLIKASI KOMPUTER.docxMuhammad Rafi Kambara
 
Proses Bisnis KPPN dan Proses Bisnis Seksi Pencairan Dana.docx
Proses Bisnis KPPN dan Proses Bisnis Seksi Pencairan Dana.docxProses Bisnis KPPN dan Proses Bisnis Seksi Pencairan Dana.docx
Proses Bisnis KPPN dan Proses Bisnis Seksi Pencairan Dana.docxMuhammad Rafi Kambara
 
Inflasi, Pengangguran, dan Kurva Phillips
Inflasi, Pengangguran, dan Kurva PhillipsInflasi, Pengangguran, dan Kurva Phillips
Inflasi, Pengangguran, dan Kurva PhillipsMuhammad Rafi Kambara
 
Konsep SCM (Supply Chain Management), BENTUK & MODEL SUPPLY CHAIN MANAGEMENT
Konsep SCM (Supply Chain Management), BENTUK & MODEL SUPPLY CHAIN MANAGEMENTKonsep SCM (Supply Chain Management), BENTUK & MODEL SUPPLY CHAIN MANAGEMENT
Konsep SCM (Supply Chain Management), BENTUK & MODEL SUPPLY CHAIN MANAGEMENTMuhammad Rafi Kambara
 
Perbandingan Hukum Perkawinan antara KUHPer dengan UU Perkawinan (UU No.1 tah...
Perbandingan Hukum Perkawinan antara KUHPer dengan UU Perkawinan (UU No.1 tah...Perbandingan Hukum Perkawinan antara KUHPer dengan UU Perkawinan (UU No.1 tah...
Perbandingan Hukum Perkawinan antara KUHPer dengan UU Perkawinan (UU No.1 tah...Muhammad Rafi Kambara
 
Pengujian atas pengendalian internal (Test of Controls) - Belanja Subsidi
Pengujian atas pengendalian internal (Test of Controls) - Belanja SubsidiPengujian atas pengendalian internal (Test of Controls) - Belanja Subsidi
Pengujian atas pengendalian internal (Test of Controls) - Belanja SubsidiMuhammad Rafi Kambara
 
Type of Study english task-Muhammad Rafi Kambara-1N
Type of Study english task-Muhammad Rafi Kambara-1NType of Study english task-Muhammad Rafi Kambara-1N
Type of Study english task-Muhammad Rafi Kambara-1NMuhammad Rafi Kambara
 
BUDAYA NUSANTARA 4 ETNIS KEBUDAYAAN BUGIS, MAKASSAR, MANDAR, DAN TORAJA
BUDAYA NUSANTARA 4 ETNIS KEBUDAYAAN BUGIS, MAKASSAR, MANDAR, DAN TORAJABUDAYA NUSANTARA 4 ETNIS KEBUDAYAAN BUGIS, MAKASSAR, MANDAR, DAN TORAJA
BUDAYA NUSANTARA 4 ETNIS KEBUDAYAAN BUGIS, MAKASSAR, MANDAR, DAN TORAJAMuhammad Rafi Kambara
 
ANALISIS PT BURSA EFEK INDONESIA DALAM RUANG LINGKUP KEUANGAN NEGARA
ANALISIS PT BURSA EFEK INDONESIA DALAM RUANG LINGKUP KEUANGAN NEGARAANALISIS PT BURSA EFEK INDONESIA DALAM RUANG LINGKUP KEUANGAN NEGARA
ANALISIS PT BURSA EFEK INDONESIA DALAM RUANG LINGKUP KEUANGAN NEGARAMuhammad Rafi Kambara
 
Unsur Pasal UU Tipikor dalam Kasus Korupsi Hambalang
Unsur Pasal UU Tipikor dalam Kasus Korupsi HambalangUnsur Pasal UU Tipikor dalam Kasus Korupsi Hambalang
Unsur Pasal UU Tipikor dalam Kasus Korupsi HambalangMuhammad Rafi Kambara
 
Unsur Pasal UU Tipikor dalam Kasus Korupsi dan Pencucian Uang Waode Nurhayati
Unsur Pasal UU Tipikor dalam Kasus Korupsi dan Pencucian Uang Waode NurhayatiUnsur Pasal UU Tipikor dalam Kasus Korupsi dan Pencucian Uang Waode Nurhayati
Unsur Pasal UU Tipikor dalam Kasus Korupsi dan Pencucian Uang Waode NurhayatiMuhammad Rafi Kambara
 
Termasuk Penyerahan BKP dan Bukan Termasuk Penyerahan BKP
Termasuk Penyerahan BKP dan Bukan Termasuk Penyerahan BKPTermasuk Penyerahan BKP dan Bukan Termasuk Penyerahan BKP
Termasuk Penyerahan BKP dan Bukan Termasuk Penyerahan BKPMuhammad Rafi Kambara
 
Pengujian atas Pengendalian Internal (Test of Control) Belanja Subsidi
Pengujian atas Pengendalian Internal (Test of Control) Belanja SubsidiPengujian atas Pengendalian Internal (Test of Control) Belanja Subsidi
Pengujian atas Pengendalian Internal (Test of Control) Belanja SubsidiMuhammad Rafi Kambara
 
Analisis Dan Penentuan Prosedur Audit LKPP 2012-2016 atas Belanja Subsidi
Analisis Dan Penentuan Prosedur Audit  LKPP 2012-2016 atas Belanja SubsidiAnalisis Dan Penentuan Prosedur Audit  LKPP 2012-2016 atas Belanja Subsidi
Analisis Dan Penentuan Prosedur Audit LKPP 2012-2016 atas Belanja SubsidiMuhammad Rafi Kambara
 
TATA CARA PENARIKAN PINJAMAN DAN/ATAU HIBAH LUAR NEGERI
TATA CARA PENARIKAN PINJAMAN DAN/ATAU HIBAH LUAR NEGERITATA CARA PENARIKAN PINJAMAN DAN/ATAU HIBAH LUAR NEGERI
TATA CARA PENARIKAN PINJAMAN DAN/ATAU HIBAH LUAR NEGERIMuhammad Rafi Kambara
 
Rangkuman Materi Akuntansi Keuangan Menengah Kas dan Piutang (Cash and Receiv...
Rangkuman Materi Akuntansi Keuangan Menengah Kas dan Piutang (Cash and Receiv...Rangkuman Materi Akuntansi Keuangan Menengah Kas dan Piutang (Cash and Receiv...
Rangkuman Materi Akuntansi Keuangan Menengah Kas dan Piutang (Cash and Receiv...Muhammad Rafi Kambara
 
Implikasi Adanya Paket Undang Undang Keuangan Negara
Implikasi Adanya Paket Undang Undang Keuangan NegaraImplikasi Adanya Paket Undang Undang Keuangan Negara
Implikasi Adanya Paket Undang Undang Keuangan NegaraMuhammad Rafi Kambara
 

More from Muhammad Rafi Kambara (20)

Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan.docx
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan.docxBadan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan.docx
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan.docx
 
TRANSAKSI NERACA PEMBAYARAN DAN JENIS-JENIS PERDAGANGAN / TRANSAKSI INTERNAS...
TRANSAKSI NERACA PEMBAYARAN DAN JENIS-JENIS PERDAGANGAN / TRANSAKSI  INTERNAS...TRANSAKSI NERACA PEMBAYARAN DAN JENIS-JENIS PERDAGANGAN / TRANSAKSI  INTERNAS...
TRANSAKSI NERACA PEMBAYARAN DAN JENIS-JENIS PERDAGANGAN / TRANSAKSI INTERNAS...
 
RESUME MATERI MS. ACCESS, APLIKASI KOMPUTER.docx
RESUME MATERI MS. ACCESS, APLIKASI KOMPUTER.docxRESUME MATERI MS. ACCESS, APLIKASI KOMPUTER.docx
RESUME MATERI MS. ACCESS, APLIKASI KOMPUTER.docx
 
Proses Bisnis KPPN dan Proses Bisnis Seksi Pencairan Dana.docx
Proses Bisnis KPPN dan Proses Bisnis Seksi Pencairan Dana.docxProses Bisnis KPPN dan Proses Bisnis Seksi Pencairan Dana.docx
Proses Bisnis KPPN dan Proses Bisnis Seksi Pencairan Dana.docx
 
Inflasi, Pengangguran, dan Kurva Phillips
Inflasi, Pengangguran, dan Kurva PhillipsInflasi, Pengangguran, dan Kurva Phillips
Inflasi, Pengangguran, dan Kurva Phillips
 
Konsep SCM (Supply Chain Management), BENTUK & MODEL SUPPLY CHAIN MANAGEMENT
Konsep SCM (Supply Chain Management), BENTUK & MODEL SUPPLY CHAIN MANAGEMENTKonsep SCM (Supply Chain Management), BENTUK & MODEL SUPPLY CHAIN MANAGEMENT
Konsep SCM (Supply Chain Management), BENTUK & MODEL SUPPLY CHAIN MANAGEMENT
 
MAKALAH SARBANES-OXLEY ACT OF 2002
MAKALAH SARBANES-OXLEY ACT OF 2002MAKALAH SARBANES-OXLEY ACT OF 2002
MAKALAH SARBANES-OXLEY ACT OF 2002
 
Perbandingan Hukum Perkawinan antara KUHPer dengan UU Perkawinan (UU No.1 tah...
Perbandingan Hukum Perkawinan antara KUHPer dengan UU Perkawinan (UU No.1 tah...Perbandingan Hukum Perkawinan antara KUHPer dengan UU Perkawinan (UU No.1 tah...
Perbandingan Hukum Perkawinan antara KUHPer dengan UU Perkawinan (UU No.1 tah...
 
Pengujian atas pengendalian internal (Test of Controls) - Belanja Subsidi
Pengujian atas pengendalian internal (Test of Controls) - Belanja SubsidiPengujian atas pengendalian internal (Test of Controls) - Belanja Subsidi
Pengujian atas pengendalian internal (Test of Controls) - Belanja Subsidi
 
Type of Study english task-Muhammad Rafi Kambara-1N
Type of Study english task-Muhammad Rafi Kambara-1NType of Study english task-Muhammad Rafi Kambara-1N
Type of Study english task-Muhammad Rafi Kambara-1N
 
BUDAYA NUSANTARA 4 ETNIS KEBUDAYAAN BUGIS, MAKASSAR, MANDAR, DAN TORAJA
BUDAYA NUSANTARA 4 ETNIS KEBUDAYAAN BUGIS, MAKASSAR, MANDAR, DAN TORAJABUDAYA NUSANTARA 4 ETNIS KEBUDAYAAN BUGIS, MAKASSAR, MANDAR, DAN TORAJA
BUDAYA NUSANTARA 4 ETNIS KEBUDAYAAN BUGIS, MAKASSAR, MANDAR, DAN TORAJA
 
ANALISIS PT BURSA EFEK INDONESIA DALAM RUANG LINGKUP KEUANGAN NEGARA
ANALISIS PT BURSA EFEK INDONESIA DALAM RUANG LINGKUP KEUANGAN NEGARAANALISIS PT BURSA EFEK INDONESIA DALAM RUANG LINGKUP KEUANGAN NEGARA
ANALISIS PT BURSA EFEK INDONESIA DALAM RUANG LINGKUP KEUANGAN NEGARA
 
Unsur Pasal UU Tipikor dalam Kasus Korupsi Hambalang
Unsur Pasal UU Tipikor dalam Kasus Korupsi HambalangUnsur Pasal UU Tipikor dalam Kasus Korupsi Hambalang
Unsur Pasal UU Tipikor dalam Kasus Korupsi Hambalang
 
Unsur Pasal UU Tipikor dalam Kasus Korupsi dan Pencucian Uang Waode Nurhayati
Unsur Pasal UU Tipikor dalam Kasus Korupsi dan Pencucian Uang Waode NurhayatiUnsur Pasal UU Tipikor dalam Kasus Korupsi dan Pencucian Uang Waode Nurhayati
Unsur Pasal UU Tipikor dalam Kasus Korupsi dan Pencucian Uang Waode Nurhayati
 
Termasuk Penyerahan BKP dan Bukan Termasuk Penyerahan BKP
Termasuk Penyerahan BKP dan Bukan Termasuk Penyerahan BKPTermasuk Penyerahan BKP dan Bukan Termasuk Penyerahan BKP
Termasuk Penyerahan BKP dan Bukan Termasuk Penyerahan BKP
 
Pengujian atas Pengendalian Internal (Test of Control) Belanja Subsidi
Pengujian atas Pengendalian Internal (Test of Control) Belanja SubsidiPengujian atas Pengendalian Internal (Test of Control) Belanja Subsidi
Pengujian atas Pengendalian Internal (Test of Control) Belanja Subsidi
 
Analisis Dan Penentuan Prosedur Audit LKPP 2012-2016 atas Belanja Subsidi
Analisis Dan Penentuan Prosedur Audit  LKPP 2012-2016 atas Belanja SubsidiAnalisis Dan Penentuan Prosedur Audit  LKPP 2012-2016 atas Belanja Subsidi
Analisis Dan Penentuan Prosedur Audit LKPP 2012-2016 atas Belanja Subsidi
 
TATA CARA PENARIKAN PINJAMAN DAN/ATAU HIBAH LUAR NEGERI
TATA CARA PENARIKAN PINJAMAN DAN/ATAU HIBAH LUAR NEGERITATA CARA PENARIKAN PINJAMAN DAN/ATAU HIBAH LUAR NEGERI
TATA CARA PENARIKAN PINJAMAN DAN/ATAU HIBAH LUAR NEGERI
 
Rangkuman Materi Akuntansi Keuangan Menengah Kas dan Piutang (Cash and Receiv...
Rangkuman Materi Akuntansi Keuangan Menengah Kas dan Piutang (Cash and Receiv...Rangkuman Materi Akuntansi Keuangan Menengah Kas dan Piutang (Cash and Receiv...
Rangkuman Materi Akuntansi Keuangan Menengah Kas dan Piutang (Cash and Receiv...
 
Implikasi Adanya Paket Undang Undang Keuangan Negara
Implikasi Adanya Paket Undang Undang Keuangan NegaraImplikasi Adanya Paket Undang Undang Keuangan Negara
Implikasi Adanya Paket Undang Undang Keuangan Negara
 

Recently uploaded

Perencanaan Pembangunan Desa berbasis akuntabel.pptx
Perencanaan Pembangunan Desa berbasis akuntabel.pptxPerencanaan Pembangunan Desa berbasis akuntabel.pptx
Perencanaan Pembangunan Desa berbasis akuntabel.pptxBudyHermawan3
 
Tata Kelola Pengadaan barang dan Jasa di Desa pptx
Tata Kelola Pengadaan barang dan Jasa di Desa pptxTata Kelola Pengadaan barang dan Jasa di Desa pptx
Tata Kelola Pengadaan barang dan Jasa di Desa pptxBudyHermawan3
 
PB.1 BINA SUASANA DAN ORIENTASI BELAJAR.pptx
PB.1 BINA SUASANA DAN ORIENTASI BELAJAR.pptxPB.1 BINA SUASANA DAN ORIENTASI BELAJAR.pptx
PB.1 BINA SUASANA DAN ORIENTASI BELAJAR.pptxBudyHermawan3
 
Inovasi Pelayanan Publik Pemerintah .pptx
Inovasi Pelayanan Publik Pemerintah .pptxInovasi Pelayanan Publik Pemerintah .pptx
Inovasi Pelayanan Publik Pemerintah .pptxBudyHermawan3
 
LAPORAN KEPALA DESA. sebagai kewajiban pptx
LAPORAN KEPALA DESA. sebagai kewajiban pptxLAPORAN KEPALA DESA. sebagai kewajiban pptx
LAPORAN KEPALA DESA. sebagai kewajiban pptxBudyHermawan3
 
Konsep Management RisikoRev Pak Budi.pptx
Konsep Management RisikoRev Pak Budi.pptxKonsep Management RisikoRev Pak Budi.pptx
Konsep Management RisikoRev Pak Budi.pptxBudyHermawan3
 
Aparatur Sipil Negara sebagai Perekat Bangsa.pptx
Aparatur Sipil Negara sebagai Perekat Bangsa.pptxAparatur Sipil Negara sebagai Perekat Bangsa.pptx
Aparatur Sipil Negara sebagai Perekat Bangsa.pptxBudyHermawan3
 
PB.2.3 KERJA SAMA DESA. Perspektif Kerja sama Desapptx
PB.2.3 KERJA SAMA DESA. Perspektif Kerja sama DesapptxPB.2.3 KERJA SAMA DESA. Perspektif Kerja sama Desapptx
PB.2.3 KERJA SAMA DESA. Perspektif Kerja sama DesapptxBudyHermawan3
 
Pengantar dan Teknik Public Speaking.pptx
Pengantar dan Teknik Public Speaking.pptxPengantar dan Teknik Public Speaking.pptx
Pengantar dan Teknik Public Speaking.pptxBudyHermawan3
 
Pemekaran Kabupaten Banyuwangi menujumKota dan kabupaten .pdf
Pemekaran Kabupaten Banyuwangi menujumKota dan kabupaten  .pdfPemekaran Kabupaten Banyuwangi menujumKota dan kabupaten  .pdf
Pemekaran Kabupaten Banyuwangi menujumKota dan kabupaten .pdfHarisKunaifi2
 
Membangun Budaya Ber-Integritas ASN.pptx
Membangun Budaya Ber-Integritas ASN.pptxMembangun Budaya Ber-Integritas ASN.pptx
Membangun Budaya Ber-Integritas ASN.pptxBudyHermawan3
 
Permen PANRB Nomor 3 Tahun 2023 - Tentang Penetapan Angka Kredit
Permen PANRB Nomor 3 Tahun 2023 - Tentang Penetapan Angka KreditPermen PANRB Nomor 3 Tahun 2023 - Tentang Penetapan Angka Kredit
Permen PANRB Nomor 3 Tahun 2023 - Tentang Penetapan Angka KreditYOSUAGETMIRAJAGUKGUK1
 
PB.2 KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PEMDES.pptx
PB.2 KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PEMDES.pptxPB.2 KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PEMDES.pptx
PB.2 KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PEMDES.pptxBudyHermawan3
 
PPT Seminar Kinerja Keuangan Provinsi Sulawesi tengah.pptx
PPT Seminar Kinerja Keuangan Provinsi Sulawesi tengah.pptxPPT Seminar Kinerja Keuangan Provinsi Sulawesi tengah.pptx
PPT Seminar Kinerja Keuangan Provinsi Sulawesi tengah.pptxssuser8905b3
 

Recently uploaded (14)

Perencanaan Pembangunan Desa berbasis akuntabel.pptx
Perencanaan Pembangunan Desa berbasis akuntabel.pptxPerencanaan Pembangunan Desa berbasis akuntabel.pptx
Perencanaan Pembangunan Desa berbasis akuntabel.pptx
 
Tata Kelola Pengadaan barang dan Jasa di Desa pptx
Tata Kelola Pengadaan barang dan Jasa di Desa pptxTata Kelola Pengadaan barang dan Jasa di Desa pptx
Tata Kelola Pengadaan barang dan Jasa di Desa pptx
 
PB.1 BINA SUASANA DAN ORIENTASI BELAJAR.pptx
PB.1 BINA SUASANA DAN ORIENTASI BELAJAR.pptxPB.1 BINA SUASANA DAN ORIENTASI BELAJAR.pptx
PB.1 BINA SUASANA DAN ORIENTASI BELAJAR.pptx
 
Inovasi Pelayanan Publik Pemerintah .pptx
Inovasi Pelayanan Publik Pemerintah .pptxInovasi Pelayanan Publik Pemerintah .pptx
Inovasi Pelayanan Publik Pemerintah .pptx
 
LAPORAN KEPALA DESA. sebagai kewajiban pptx
LAPORAN KEPALA DESA. sebagai kewajiban pptxLAPORAN KEPALA DESA. sebagai kewajiban pptx
LAPORAN KEPALA DESA. sebagai kewajiban pptx
 
Konsep Management RisikoRev Pak Budi.pptx
Konsep Management RisikoRev Pak Budi.pptxKonsep Management RisikoRev Pak Budi.pptx
Konsep Management RisikoRev Pak Budi.pptx
 
Aparatur Sipil Negara sebagai Perekat Bangsa.pptx
Aparatur Sipil Negara sebagai Perekat Bangsa.pptxAparatur Sipil Negara sebagai Perekat Bangsa.pptx
Aparatur Sipil Negara sebagai Perekat Bangsa.pptx
 
PB.2.3 KERJA SAMA DESA. Perspektif Kerja sama Desapptx
PB.2.3 KERJA SAMA DESA. Perspektif Kerja sama DesapptxPB.2.3 KERJA SAMA DESA. Perspektif Kerja sama Desapptx
PB.2.3 KERJA SAMA DESA. Perspektif Kerja sama Desapptx
 
Pengantar dan Teknik Public Speaking.pptx
Pengantar dan Teknik Public Speaking.pptxPengantar dan Teknik Public Speaking.pptx
Pengantar dan Teknik Public Speaking.pptx
 
Pemekaran Kabupaten Banyuwangi menujumKota dan kabupaten .pdf
Pemekaran Kabupaten Banyuwangi menujumKota dan kabupaten  .pdfPemekaran Kabupaten Banyuwangi menujumKota dan kabupaten  .pdf
Pemekaran Kabupaten Banyuwangi menujumKota dan kabupaten .pdf
 
Membangun Budaya Ber-Integritas ASN.pptx
Membangun Budaya Ber-Integritas ASN.pptxMembangun Budaya Ber-Integritas ASN.pptx
Membangun Budaya Ber-Integritas ASN.pptx
 
Permen PANRB Nomor 3 Tahun 2023 - Tentang Penetapan Angka Kredit
Permen PANRB Nomor 3 Tahun 2023 - Tentang Penetapan Angka KreditPermen PANRB Nomor 3 Tahun 2023 - Tentang Penetapan Angka Kredit
Permen PANRB Nomor 3 Tahun 2023 - Tentang Penetapan Angka Kredit
 
PB.2 KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PEMDES.pptx
PB.2 KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PEMDES.pptxPB.2 KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PEMDES.pptx
PB.2 KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PEMDES.pptx
 
PPT Seminar Kinerja Keuangan Provinsi Sulawesi tengah.pptx
PPT Seminar Kinerja Keuangan Provinsi Sulawesi tengah.pptxPPT Seminar Kinerja Keuangan Provinsi Sulawesi tengah.pptx
PPT Seminar Kinerja Keuangan Provinsi Sulawesi tengah.pptx
 

UPAYA PENANGGULANGAN KORUPSI JALUR PENAL MELALUI PEMBAHARUAN RKUHP DENGAN UU TIPIKOR

  • 1. KEMENTERIANKEUANGANREPUBLIK INDONESIA BADANPENDIDIKANDANPELATIHANKEUANGAN POLITEKNIK KEUANGANNEGARA STAN TANGERANG SELATAN UPAYA PENANGGULANGAN KORUPSI JALUR PENAL MELALUI PEMBAHARUAN RKUHP DENGAN UU TIPIKOR Oleh : Ela Amalia Handinopian Ismail Imaduddin Nurul Pratiwi Rafi Kambara Ratih Listya Rira Helena Zaki Dzulfiqar Mahasiswa Program Studi Diploma III Akuntansi Kelas 6-16 Tahun 2018
  • 2. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Korupsi merupakan gabungan dari dua unsur kejahatan yaitu “pencurian” dan “penipuan”. “Mencuri” dalam ranah korupsi berarti mengambil sesuatu yang bukan miliknya, sementara unsur “menipu” terjadi karena pelaku melakukan berbagai cara agar perbuatannya tersebut tidak diketahui. Berdasarkan UU Tipikor, korupsi merupakan kejahatan yang merugikan negara. Dampak dari adanya korupsi menghasilkan kerusakan masif yang dirasakan oleh masyarakat dalam jangka panjang, mulai dari dampak terhadap ekonomi; sosial dan kemiskinan masyarakat; birokrasi pemerintahan; politik dan demokrasi; penegakan hukum; pertahanan dan keamanan serta terhadap kerusakan lingkungan (buku Pendidikan Anti Korupsi untuk Perguruan Tinggi oleh Kemendikbud RI). Korupsi yang mampu menarik perhatian masyarakat adalah korupsi berjenis white collar crime. Korupsi tersebut terjadi di kalangan atas lembaga negara, orang-orang terhormat yang seharusnya memegang teguh amanah serta menjadi panutan dalam masyarakat, namun merekalah yang justru membuat kemelaratan dalam negeri ini. Hasil survey oleh lembaga Transparency International juga menyatakan bahwa DPR merupakan lembaga negara terkorup diatas birokrasi, DPRD, Dirjen Pajak, dan kepolisian. Penilaian ini didukung dengan fakta bahwa sejak tahun 2004 hingga tahun 2013 terdapat 74 anggota DPR yang tersangkut kasus korupsi. Selanjutnya pada periode 2014-2019 hampir semua partai dalam DPR terlibat dalam kasus korupsi, misalnya I Putu Sudiartana dari Demokrat, Patrice Rio Capella dari Partai Nasdem, Andriansyah dari PDIP, Dewie Yasin Limpo dari Partai Hanura, Damayanti Wisnu Putranti dari PDIP, Budi Supriyanto dari Golkar, Andi Taufan Tirto dari PAN, Yudi Widiana Adi dari PKS, serta Musa Zainuddin dari PKB. Timbulnya kejahatan berkerah putih seperti itu menunjukan bahwa sudah tidak hanya kemiskinan saja yang menjadi penyebab timbulnya kejahatan, melainkan faktor kemakmuran dan kemewahan merupakan faktor pendorong orang-orang melakukan kejahatan. Upaya-upaya pemberantasan korupsi yang diambil oleh pemerintah sepertinya tidak banyak membuat para pelaku maupun calon pelaku merasa jera. Kebijakan hukum yang diterapkan sepertinya belum menyentuh hakikat dari pembentukan hukum itu sendiri untuk memberantas korupsi. Kondisi tersebut dibuktikan dengan kenyataan bahwa indeks persepsi korupsi Indonesia tahun 2013 tidak jauh berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, hingga periode tahun 2017 lalu, angka indeks persepsi korupsi Indonesia pun justru sama, yaitu memperoleh skor 34 dari rentang skor 0-100, dimana angka 100 menunjukkan kondisi bersih dari korupsi. Ini artinya dalam
  • 3. bertahun-tahun Indonesia masih dipersepsikan sebagai negara yang tidak serius dalam memberantas korupsi. Salah satu penyebab gagalnya upaya pemberantasan korupsi adalah masih ditemukannya unsur transaksi terhadap pengimplementasian hukum itu sendiri, misalnya pemberian dan penerimaan suap demi memperoleh keringanan hukum atau meringankan suatu perkara dalam kejaksaan. Contoh konkretnya yaitu terjadi pada kasus penyuapan oleh advokat Agus Wiratno dan HM Saipudin untuk menyuap hakim Pengadilan Negeri Tangerang terkait dengan pengurusan perkara perdata wanprestasi yang disidangkan, kasus penyuapan Dada Rosada kepada hakim untuk mempengaruhi putusan sidang, serta kasus-kasus penyuapan lain. Kelemahan penegakan hukum juga diakibatkan karena ketidakjelasan dan ketidaktegasan mengenai pembuktian, serta sanksi hukuman yang tidak setimpal dengan dampak yang ditimbulkan dari perbuatan koruptor. Contohnya yaitu vonis hakim terhadap Inspektur Jenderal Djoko Susilo yang hanya dikenai hukuman 10 tahun penjara, dinilai terlalu ringan dibandingkan dengan tuntutan jaksa selama 18 tahun penjara, padahal perbuatan beliau telah menimbulkan kerugian negara sebesar RP121 miliar dari proyek senilai Rp196,8 miliar. Selain itu diperoleh fakta yang mencengangkan yang dari berita dalam laman Kompas.com bahwa berdasarkan diskusi grup yang dilakukan beberapa kali oleh KPK, Adnan Pandu Praja, mantan wakil ketua KPK, menyimpulkan bahwa ada kecenderungan semakin besar uang yang dikorupsi, hukuman terhadap koruptornya semakin ringan. Tentu hal ini berbanding terbalik dengan prinsip tindak pidana korupsi dengan ancaman hukuman minimum sampai maksimum yang salah satunya tercantum dalam UU Tipikor. Meskipun hukum telah dinilai gagal dalam memberantas perilaku korupsi, hukum tidak boleh lalu dihilangkan. Upaya-upaya untuk memberantasnya harus terus-menerus dilakukan, namun berhasil tidaknya upaya tersebut adalah bergantung pada keseriusan pemerintah beserta jajarannya untuk bersungguh-sungguh dalam menanggulanginya. Masyarakat juga diharapkan dapat berpartisipasi aktif untuk turut mendukung program-program pemerintah dalam memberantas korupsi. Perlu dilakukan upaya penanggulangan yang serius melalui politik kriminal baik melalui upaya penal (hukum pidana), non penal (non pidana), maupun gabungan diantara keduanya. Upaya penal lebih bersifat represif, yaitu menanggulangi setelah terjadinya kejahatan, sedangkan upaya non penal bersifat preventif, yaitu mencegah terjadinya kejahatan. Dalam jalur penal, upaya pemberantasan korupsi ditujukan pada pelaku- pelaku korupsi, sehingga tujuan dari jalur ini adalah agar hukuman tersebut memberikan efek jera bagi pelaku. Sedangkan penanggulangan melalui jalur non-penal yaitu melalui pencegahan tanpa pidana maupun mempengaruhi pandangan masyarakat mengenai kejahatan dan pemidanaan lewat media masa, sehingga tujuannya adalah untuk memberikan rasa takut bagi seseorang untuk melakukan korupsi. Dengan demikian kelemahan upaya non-penal adalah terletak pada tujuannya yang dalam jangka panjang, sehingga dibutuhkan proses lama untuk terus mengedukasi masyarakat Indonesia tak terkecuali pejabat-
  • 4. pejabat negara untuk memiliki kesadaran dalam diri untuk tidak berbuat korupsi, walaupun sebenarnya jalur ini efektif dalam memberantas perilaku tersebut karena berasal dari kesadaran diri sendiri. Upaya melalui jalur penal (hukum pidana) untuk penanggulangan korupsi di Indonesia salah satunya diatur dalam UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 (UU Tipikor). Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi secara khusus mengatur hukum acara sendiri terhadap penegakan hukum pelaku tindak pidana korupsi, secara umum dibedakan dengan penanganan pidana khusus lainya. Hal ini mengingat bahwa korupsi merupakan extra ordinary crime yang harus didahulukan dibanding tindak pidana lainnya1 . Sebelum adanya undang-undang yang khusus mengatur tindak pidana korupsi, tindak pidana yang serupa dengan tindak pidana korupsi dikenakan ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) terutama Pasal 209, 210, 387, 388, 415, 416, 417, 418, 419, 420, 423, dan 435 KUHP. KUHP atau Kitab Undang-undang Hukum Pidana adalah kitab undang-undang hukum yang berlaku sebagai dasar hukum di Indonesia. KUHP yang sekarang diberlakukan adalah KUHP yang bersumber dari hukum kolonial Belanda, yakni Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsch-Indie. KUHP yang berlaku saat ini dinilai banyak pihak sudah tidak relevan dengan sistem hukum pidana yang ideal, sehingga perlu adanya pembaharuan hukum yang salah satu caranya yaitu dengan merevisi KUHP. RKUHP disusun DPR dan Pemerintah untuk membuat kodifikasi pasal-pasal hukum pidana yang ada dan tersebar di berbagai aturan hukum positif yang ada ke dalam satu buku hukum, sehingga pemuatan kembali pasal-pasal yang mengatur tindak pidana khusus tersebut tetap akan dilaksanakan oleh lembaga yang diatur dalam UU masing-masing. Salah satu yang direncanakan termuat dalam RKUHP adalah terkait delik korupsi. Atas rencana tersebut, KPK menolak pasal-pasal tindak pidana khusus dimasukkan dalam RUU KUHP,termasuk kasus korupsi. KPK menyatakan adanya disparitas atau kesenjangan antara hukuman koruptor yang diatur dalam RUU KUHP dengan UU No 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). KPK menilai tindak pidana korupsi merupakan kejahatan luar biasa atau extra ordinary crime. Oleh karenanya, KPK tetap menginginkan bahwa delik korupsi harus di luar Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Rencana delik korupsi dimasukkan dalam RKUHP belum menemui titik terang dan terus menuai kontroversi, oleh karenanya dalam paper ini akan dibahas lebih lanjut mengenai bagaimana implikasi dari RKUHP dalam upaya pemberantasan korupsi, apakah cenderung melemahkan atau malah memperbaiki.
  • 5. B. Rumusan Masalah Berdasarkan pemaparan dari latar belakang diatas, maka rumusan masalah yang ingin diketahui adalah: 1. Bagaimana penanggulangan tindak pidana korupsi yang diterapkan melalui jalur penal dalam perancangan hukum pidana (RKUHP) ? 2. Bagaimana kondisi atau upaya yang seharusnya dilakukan agar RKUHP dapat dikatakan efektif? C. Tujuan Penulisan Tujuan penulisan adalah berkaitan dengan jawaban rumusan masalah, yaitu: 1. Untuk mengetahui bagaimana upaya penanggulangan tindak pidana korupsi yang diterapkan melalui jalur penal dalam perancangan hukum pidana (RKUHP) ? 2. Untuk menyikapi bagaimana seharusnya RKUHP dapat dikatakan efektif
  • 6. BAB II DATA DAN FAKTA Dalam menganalisis efektifitas hubungan antara RKUHP dengan UU Tipikor, maka di dalam bab ini akan diuraikan pasal-pasal yang berhubungan antar keduanya. Selanjutnya, hasil analisis akan dituangkan dalam pembahasan di bab selanjutnya. Adapun sebagian pasal-pasal terkait korupsi yang yang termuat dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang tercantum dalam Tabel 001. Tabel 001. Sebagian Pasal tentang Korupsi dalam RKUHP Pasal Perbuatan Korupsi Hukuman Pidana 687 Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonornian negara karena melakukan tindak pidana korupsi  pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 – 20 tahun  denda paling sedikit Kategori II dan paling banyak Kategori VI.  Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan. 688 Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian Negara  pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 – 20 tahun  denda paling sedikit Kategori II dan paling banyak Kategori IV 689 Pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara tidak menghapuskan dipidananya pelaku tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal (689) dan Pasal(688). 690 a) memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya; b) memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling sedikit Kategori II dan paling banyak Kategori IV,
  • 7. penyelenggara negara karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya. setiap orang yang: 691 a) memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili; b) memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seseorang yang menurut ketentuan peraturan perundang- undangan ditentukan menjadi advokat untuk menghadiri negara pengadilan dengan maksud untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat yang akan diberikan berhubung dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili. c) Bagi hakim yang menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau advokat yang menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam ayat diatas. Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling sedikit Kategori II dan paling banyak Kategori IV, 692 a) pemborong, ahli bangunan yang pada waktu membuat bangunan, atau penjual bahan bangunan yang pada waktu menyerahkan bahan bangunan, melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan keamanan orang atau barang, atau keselamatan negara dalam keadaan perang; b) setiap orang yang bertugas mengawasi pembangunan atau penyerahan bahan bangunan, sengaja membiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam huruf a; c) setiap orang yang pada waktu menyerahkan barang keperluan Tentara Nasional Indonesia dan atau Kepolisian Negara Republik Indonesia melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan keselamatan negara dalam keadaan perang; atau d) setiap orang yang bertugas mengawasi penyerahan barang keperluan Tentara Nasional Indonesia dan atau Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan sengaja membiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam huruf c. e) Bagi orang yang menerima penyerahan bahan bangunan atau orang yang menerima penyerahan barang keperluan Tentara Nasional Indonesia dan Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan denda paling sedikit Kategori II dan paling banyak Kategori IV
  • 8. atau Kepolisian Negara Republik Indonesia dan membiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau huruf c, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). 693 pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja menggelapkan uang atau surat berharga yang disimpan karena jabatannya, atau membiarkan uang atau surat berharga tersebut diambil atau digelapkan oleh orang lain, atau membantu dalam melakukan perbuatan tersebut. Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling sedikit Kategori II dan paling banyak Kategori IV, 694 pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang diberi tugas menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja memalsu buku-buku atau daftar-daftar yang khusus untuk pemeriksaan administrasi Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling sedikit Kategori II dan paling banyak Kategori IV 695 pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang diberi tugas menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja: a. menggelapkan, menghancurkan, merusakkan, atau membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat, atau daftar yang digunakan untuk meyakinkan atau membuktikan di muka pejabat yang berwenang, yang dikuasai karena jabatannya; atau b. membiarkan orang lain menghilangkan, menghancurkan, merusakkan, atau membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat, atau daftar tersebut; atau c. membantu orang lain menghilangkan, menghancurkan, merusakkan, atau membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat, atau daftar tersebut. Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan denda paling sedikit Kategori II dan paling banyak Kategori IV
  • 9. 696 pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya. Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling sedikit Kategori II dan paling banyak Kategori IV 697 a. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya; b. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya; c. hakim yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili; d. seseorang yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan ditentukan menjadi advokat untuk menghadiri negara pengadilan, menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat yang akan diberikan, berhubung dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili; e. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan negara, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri; pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas, meminta, menerima, atau memotong pembayaran kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara yang lain atau kepada kas Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Kategori II dan paling banyak Kategori VI
  • 10. umum, seolah-olah pegawai negeri atau penyelenggara negara yang lain atau kas umum tersebut mempunyai utang kepadanya, padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan utang; f. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas, meminta atau menerima pekerjaan, atau penyerahan barang, seolah-olah merupakan utang kepada dirinya, padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan utang; g. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas, telah menggunakan tanah negara yang di atasnya terdapat hak pakai, seolah- olah sesuai dengan peraturan perundang-undangan, telah merugikan orang yang berhak, padahal diketahuinya bahwa perbuatan tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan; atau h. pegawai negeri atau penyelenggara 10egara baik langsung maupun tidak langsung dengan sengaja turut serta dalam pemborongan, pengadaan, atau persewaan, yang pada saat dilakukan perbuatan, untuk seluruh atau sebagian ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya. 698 (1) Ketentuan mengenai pidana penjara dan pidana denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 690, Pasal 691, Pasal 692, Pasal 693, Pasal 694, Pasal 695, Pasal 696 dan Pasal 697 tidak berlaku bagi tindak pidana korupsi yang nilainya kurang dari Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah). (2) Bagi pelaku tindak pidana korupsi yang nilainya kurang dari Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah) sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan pidana denda paling banyak Kategori II. Sumber : RKUHP versi 9 Juli 2018 (data diolah) Pasal-pasal yang tampak dalam tabel 001 tersebut hanyalah sebagian aturan yang terkait dengan korupsi. Pasal-pasal tersebut dipilih karena itulah yang menjadi perbandingan dengan pasal-pasal yang terdapat dalam UU Tipikor yang masuk dalam sebagian pembahasan di bab selanjutnya. Adapun pasal- pasal UU Tipikor yang dipilih adalah sebagaimana termuat dalam tabel 002. Tabel 002. Sebagian Pasal-pasal dalam UU Tipikor
  • 11. Pasal Perbuatan Korupsi Hukuman Pidana 2 Setiap orang yang secara melawan negara melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara  Penjara seumur hidup atau pidana penjara 4 – 20 tahun  Denda Rp. 200.000.000 – Rp. 1.000.000.000  Dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan 3 Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara  Penjara seumur hidup atau pidana penjara 1 – 20 tahun  Denda Rp. 50.000.000 – Rp. 1.000.000.000 5  Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya  Memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya  Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima pemberian atau janji berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatan  Penjara 1 – 5 tahun  Denda Rp 50.000.000 –Rp 250.000.000 6  Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadil  Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seseorang yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan ditentukan menjadi advokat untuk menghadiri pengadilan dengan maksud untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat yang akan diberikan berhubung dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili.  Bagi hakim yang menerima pemberian pemberian atau janji  Penjara 3 -15 tahun  Denda Rp 150.000.000 – Rp 750.000.000 7  Pemborong, ahli bangunan yang pada waktu membuat bangunan, atau penjual bahan bangunan yang pada waktu menyerahkan bahan bangunan, melakuakn perbuatan curang yang dapat membahayakan keamanan orang atau barang, atau keselamatan negara dalam keadaan perang  setiap orang yang bertugas mengawasi  Penjara 2 – 7 tahun  Denda Rp100.000.000 – Rp350.000.000
  • 12. pembangunan atau penyerahan bahan bangunan, sengaja membiarkan perbuatan curang  setiap orang yang pada waktu menyerahkan barang keperluan Tentara Nasional Indonesia dan atau Kepolisisan Negara Republik Indonesia melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan keselamatan negaradalam keadaaan perang  Setiap orang yang bertugas mengawasi penyerahan barang keperluan Tentara Nasional Indonesia dan atau Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan sengaja membiarkan perbuatan curang  Bagi orang yang menerima penyerahan bahan bangunan atau orang yang menerima penyerahan barnag keperluan Tentara Nasional Indonesia dan atau Kepolisian Negara Republik Indonesia dan membiarkan perbuatan curang 8 Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja menggelapkan uang atau surat berharga yang disimpan karena jabatannya, atau membiarkan uang atau surat berharga tersebut diambil atau digelapkan oleh orang lain, atau membantu dalam melakukan perbuatan tersebut.  Penjara 3 – 15 tahun  Denda Rp150.000.000 – Rp750.000.000 9 Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang diberi tugas menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja memalsu buku-buku atau daftar- daftar yang khusus untuk pemeriksaan administrasi.  Penjara 1 – 5 tahun  Denda Rp50.000.000 – Rp150.000.000 10 Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang diberi tugas menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja :  Menggelapkan, menghancurkan, merusakkan, atau membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat, atau daftar yang digunakan untuk meyakinkan atau membuktikan di muka pejabat yang berwenang, yang dikuasai karena jabatannya; atau  Membiarkan orang lain menghilangkan, menghancurkan, merusakkan, atau membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat, atau daftar tersebut, atau  Membantu orang lain menghilangkan, menghancurkan, merusakkan, atau membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat, atau daftar  Penjara 2 – 7 tahun  Denda Rp100.000.000 – Rp 350.000.000
  • 13. tersebut 11 Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya atau yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya.  Penjara 1 – 5 tahun  Denda Rp 50.000.000 – Rp250.000.000 12  Pegawai negeri atau penyelenggaran negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya  Pegawai negeri atau penyelenggaran negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya  Hakim yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili.  Seseorang yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan ditentukan menjadi advokat untuk menghadiri negara pengadilan, menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat yang akan diberikan, berhubung dengan perkara yang diserahkan kepada pegadilan untuk diadili  Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan negara, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongann, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri  Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas, meminta, menerima, atau memotong pembayaran kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara yang lain atau kepada kas umum, seolah-olah pegawai negeri atau penyelenggara negara yang lain atau kas umum tersebut mempunyai utang kepadanya, padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan utang  Penjara seumur hidup atau 4 – 20 tahun  Denda Rp200.000.000- Rp1.000.000.000
  • 14.  Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas, meminta atau menerima pekerjaan, atau menyerahkan barang, seolah-olah merupakan utang kepada dirinya, padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan utang  Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas, telah menggunakan tanah negara yang diatasnya terdapat hak pakai, seolah-olah sesuai dengan peraturan perundang-undangan, telah merugikan orang yang berhak, padahal diketahuinya bahwa perbuatan tersebut bertentangan dengan peraturan perudang-undangan  Pegawai negeri atau penyelenggara negara baik langsung maupun tidak langsung dengan sengaja turut serta dalam pemborongan, pengadaan, atau pengawasan yang pada saat dilakukan perbuatan, untuk seluruh atau sebagian ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya. 12A Ketentuan mengenai pidana penjara dan pidana denda sebagaimana dimaksud Pasal 5, Pasal 6, Pasl 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11 dan Pasal 12 tidak berlaku bagi tindak pidana korupsi yang nilainya kurang dari Rp5.000.000,00 Bagi pelaku tindak pidana korupsi yang nilainya kurang dari Rp 5.000.000 dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun dan pidana denda paling banyak Rp50.000.000 12B Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggaran negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, dengan ketentuan sebagai berikut :  yang nilainya Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) atau lebih, pembuktian bahwa gratifikasi tersebut bukan merupakan suap dilakukan oleh penerima gratifikasi  yang nilainya kurang dari Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah), pembuktian bahwa gratifikasi tersebut suap dilakukan oleh penuntut umum.  Pidana bagi pegawai negeri atau penyelenggaran 14egara adalah pidana penjara seumur hidup atau 4 – 20 tahun  Denda Rp 200.000.000 – Rp 1.000.000.000 12C (1) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 B ayat (1) tidak berlaku, jika penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (2) Penyam,paian laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib dilakukan oleh penerima gratifikasi paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja
  • 15. terhitng sejak tanggal gratifikasi tersebut diterima (3) Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak tanggal menerima laporan wajib menetapkan gratifikasi dapat menjadi milik penerima atau milik 15egara. (4) Ketentuan mengenai tata cara penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan penentuan status gratifikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diatur dalam Undang-undang tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. 13 Setiap orang yang memberi hadiah atau janji kepada pegawai negeri dengan mengingat kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya, atau oleh pemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan tersebut,  Penjara maksimal 3 tahun  Denda maksimal Rp. 150.000.000 15 Setiap orang yang melakukan percobaan, pembantuan, atau pemufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana korupsi Dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud Pasal 2, Pasal3, Pasal 5 sampai dengan Pasal 14. Sumber : UU No. 31 Tahun 1999 Jo. UU No. 20 Tahun 2011 Seperti halnya data yang berasal dari RKUHP,tabel002 juga menunjukkan sebagian pasal-pasal yang berkaitan dengan RKUHP sebagaipembanding antara keduanya. Hasil analisis terhadap kedua peraturan tersebut akan dibahas lebih lanjut di bab pembahasan.
  • 16. BAB III PEMBAHASAN A. Penanggulangan Tindak Pidana Korupsi yang Diterapkan Melalui RKUHP RKUHP yang telah dirumuskan dan direncanakan akan diundangkan sebagai kodifikasi hukum yang sah telah menjadi perdebatan sejumlah kalangan, mulai dari anggota dewan, praktisi, lembaga tinggi negara, kaum akademisi, dan pihak – pihak lainnya. Opini dari berbagai kalangan ini muncul sebagai pengaruh dalam proses Politik hukum. Politik hukum pidana adalah sebuah aktivitas atau tindakan dalam dalam penentuan tujuan dan cara untuk mencapai tujuan yang dirumuskan dalam hukum pidana itu sendiri. Sebagian kalangan menilai, tindakan ini merupakan upaya hukum untuk memperkuat dasar hukum terkait hukum pidana. Mereka menilai bahwa, untuk membuat hukum yang bersifat khusus menjadi kokoh, hukum yang bersifat umum harus juga memiliki dasar yang kokoh, seperti RKUHP. RKUHP dinilai sebagai hukum yang mengatur secara umum tindakan pidana, sementara tindakan pidana berupa kejahatan khusus atau kejahatan luar biasa (extraordinary crime) dijelaskan serta termuat secara terinci di dalam UU khusus yang mengatur masing-masing tindak kejahatan tersebut. Seperti UU No. 20 tahun 2001 yang merupakan peraturan khusus yang mengatur tentang tindak pidana korupsi, sebagaimana telah dinyatakan dalam RKUHP bahwa korupsi merupakan tindak pidana khusus, sehingga harus diatur dalam UU tersendiri. Kondisi tersebut memenuhi asas hukum yang berlaku di negara kita, yaitu lex specialis derogat lex generalis. Asas terseut menyatakan bahwa hukum yang bersifat khusus (lex specialis) mengesampingkan hukum yang bersifat umum (lex generalis). Asas ini bekerja berdasarkan prinsip-prinsip bahwa ketentuan yang didapati dalam aturan hukum umum tetap berlaku, kecuali yang diatur khusus dalam aturan hukum khusus tersebut. Berikut akan dianalisis RKUHP versi 9 Juli 2018 (versi terakhir) terhadap UU Tipikor. 1. Beberapa tindak pidana korupsi yang diatur dalam UU Tipikor masuk ke dalam tindak pidana umum di RKUHP. Tindak pidana umum merupakan tindak pidana yang diatur dalam KUHP, dimana ketentuan didalamnya berlaku untuk semua orang. Sementara itu, tindak pidana khusus diatur dalam UU tersendiri, yang peruntukannya hanya untuk sebagian orang-orang tertentu, yaitu dalam UU Tipikor adalah setiap pegawai negeri atau penyelenggara negara, meskipun didalamnya berisi aturan-aturan yang menyebutkan bahwa “setiap orang”, dalam artian semua orang, tidak hanya berlaku bagi pegawai negeri/penyelenggara negara saja. Beberapa ketentuan hukuman tindak pidana korupsi diatur pula dalam RKUHP, seperti yang termuat dalam pasal 653, 654, 655, serta 656. Dengan dimuatnya unsur-unsur tersebut dalam
  • 17. RKUHP, maka tentu diragukan sifat luar biasanya terhadap UU Tipikor. Pasal – pasal tersebut dinilai oleh KPK menghilangkan asas hukum Lex Specialis Derogat Legi Generalis, karena delik yang dijelaskan pada pasal – pasal tersebut telah diatur dalam Undang – undang tindak Pidana Korupsi, terutama jika pidana tersebut dimasukan dalam Pidana Umum. Hal tersebut mengakibatkan adanya informasi yang tidak jelas, yaitu mengenai sifat tindak pidana korupsi itu sendiri, apakah ia termasuk ke dalam tindak pidana umum ataukah khusus, atau gabungan diantara keduanya. Tindak pidana korupsi sudah diatur dalam UU tindak pidana khusus, tapi jika RKUHP disahkan akan menjadi tindak pidana umum, maka berpotensi melemahkan kedudukan, menghapus kewenangan, bahkan membubarkan KPK sebagai lembaga yang menjadi ujung tombak pemberantasan tindak Pidana Korupsi, sementara penyidikan dan penyelidikan pindah ke polisi/jaksa. 2. Pelemahan hukuman denda dan sanksi pidana yang disebutkan dalam RUU KUHP. Untuk lebih jelasnya analisis mengenai pelemahan hukum, dipaparkan perbandingan pasal-pasal antara RKUHP dengan UU Tipikor yang termuat dalam Tabel 003. Tabel 003. Pasal-pasal tentang Korupsi dalam RKUHP dengan UU Tipikor beserta Hukumannya Sumber: RKUHP dan UU Tipikor (data diolah) Data tersebut diolah dari bab sebelumnya, yaitu yang berasal data dalam bab II. Dilihat dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa denda/pidana dalam RKUHP tidak sesuai dengan UU Tipikor, RKUHP justru lebih melemahkan hukuman terhadap tindak pidana korupsi. Hal itu menimbulkan No. Delik / pasal tentang Denda/ Pidana UU Tipikor Denda / Pidana RKUHP 1. Ps 2 UU Tipikor / Ps 653 RKUHP Penjara 4th-20 th. Denda 200jt-1M Penjara 2th-20 th. Denda 10jt-2M 2. Ps 3 UU Tipikor / Ps 654 RKUHP Penjara 1th-20 th. Denda 50 jt-1M Penjara 2th-20 th. Denda 10jt-2M 3. Ps 5 UU Tipikor/ Ps 655 RKUHP Penjara 1th-5th. Denda 50jt-250M Penjara 1th-5 th. Denda 50jt-500 jt 4. Ps 5 UU Tipikor / Ps 655 RKUHP (pegawainegeri atau penyelenggara menerima pemberian/janji) Penjara 4th-20 th. Denda 200jt-1M Penjara 1th-6 th. Denda 50-150M 5. Ps 11 UU Tipikor / Ps 656 RKUHP Penjara 1th-5 th. Denda 50jt-250M Penjara max 4 th Denda 150jt 6. Ps 13 UU Tipikor / Ps 656 RKUHP Penjara max 3 th Denda 150jt Penjara max 3 th Denda 150jt
  • 18. aturan yang rancu/tidak jelas antara UU tipikor dengan RKUHP, yang dapat melemahkan pelaksanannya. 3. Percobaan, pemufakatan dalam tindak pidana korupsi dalam RKUHP dijatuhi hukuman sebesar sebagaimana yang dijelaskan dalam RKUHP dikurangi 1/3 dari ancaman pidananya. Sementara itu, di dalam UU Tipikor yang memuat penjelasan terhadap pasal 15, juga dikemukakan bahwa percobaan, pemufakatan dalam tindak pidana korupsi juga dijatuhi hukuman sebesar sebagaimana yang dijelaskan dalam UU Tipikor dikurangi 1/3 dari ancaman pidananya. Walaupun masing-masing aturan dikenai persentase pengurangan yang sama, yaitu 1/3, tetapi karena hukuman yang diatur dalam RKUHP lebih sedikit daripada UU Tipikor, maka RKUHP juga dapat dikatakan melemahkan hukuman terhadap tindak pidana korupsi jika dibandingkan dengan UU Tipikor. 4. Dalam RKUHP, Pasal 653 dan 654 tidak memuat kata “dapat merugikan keuangan negara”, sedangkan dalam UU Tipikor ada. Hal tersebut mengindikasikan perbedaan bahwa dalam RKUHP hanya mengatur akibat dari perbuatan korupsi. Sementara UU Tipikor mengatur tentang perbuatan yang berpotensi akan merugikan keuangan negara, terbukti dengan terdapatnya unsur “dapat merugikan keuangan negara”. Dengan adanya perbedaaan itu, maka implementasi beberapa pasal dari RKUHP (Psl. 653 dan 654) tidak sinkron dengan UU Tipikor (Ps 2 dan 3). Jika dibandingkan dengan UU Tipikor, maka hukuman yang lebih berat adalah berada di UU tersebut, karena selain mengatur akibatnya (merugikan keuangan negara), seperti yang termuat dalam pasal 5, 6, 7, 8, 11, 12, dan 13), ia juga mengatur hal-hal yang dinilai akan menyebabkan kerugian negara (pasal 2 &3), sementara RKUHP hanya mengatur akibatnya saja. B. Analisis Efektifitas RKUHP Menanggapi beberapa temuan yang telah dibahas sebelumnya, menurut kami akan lebih baik jika RKUHP tidak memuat aturan yang lebih khusus mnengenai tindak pidana korupsi, mengingat bahwa tindakan tersebut telah diatur secara lebih khusus dalam UU No. 20 tahun 2001 tentang tindak pidana korupsi. Selain untuk memenuhi asas lex specialist derogat lex generalis, maka dengan tidak dimasukkannya beberapa pasal terakit korupsi dalam RKUHP, maka hal tersebut juga tidak akan melemahkan kedudukan KPK sebagai lembaga khusus yang menangani korupsi. Selain itu juga tidak akan ditemukan kesimpangsiuran informasi mengenai dua sumber peraturan yang berbeda, akan tetapi lebih diperuntukkan sebagai pelengkap alat hukum antar kedua peraturan tersebut.
  • 19. BAB IV KESIMPULAN Kesimpulan Berdasarkan hasil pembahasan, dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat permasalahan yang muncul akibat pasal-pasal Tipikor masuk dalam RKUHP, yaitu intinya adalah dicantumkannya kembali pasal- pasal yang mengatur secara spesifik tentang korupsi, sehingga mengakibatkan muculnya pertanyaan mengenai kekhususan terhadap UU Tipikor sebagai lex specialisnya aturan KUHP. Kerancuan sifat tersebut mengakibatkan kedudukan KPK tergoyah, karena dengan dimasukkannya aturan-aturan tentang korupsi ke dalam RKUHP, maka kewenangan KPK sebagai lembaga khusus pemberantas korupsi akan digantikan oleh kepolisian/jaksa. Hal tersebut dikarenakan tindak korupsi bukanlah merupakan kejahatan khusus, sehingga dalam memberantasnyapun juga tidak diperlukan adanya lembaga khusus, seperti KPK. Selain itu, beberapa pasal yang dikemukakan di dalam RKUHP juga tidak sinkron dengan pasal-pasal yang telah diatur dalam UU Tipikor, yaitu mengenai hukuma yang diterapkan kepada para pelaku korupsi, dimana dalam RKUHP justru terkesan melemahkan hukuman jika dibandingkan dengan UU Tipikor. Impelementasi dua pasal yang termuat dalam RKUHP (pasal 653 dan 654) juga dinilai tidak sinkron dengan pasal 2 dan 3 UU Tipikor, dimana KUHP menindak akibat dari perbuatan yang merugikan keuangan negara, sementara UU Tipikor menindak segala perbuatan yang menimbulkan potensi kerugian bagi negara. Kondisi tersebut juga dinilai melemahkan hukuman terhadap korupsi, karena UU Tipikor mengatur permulaan tindakan korupsi (pencegahan), sedangkan RKUHP tidak. Oleh karenanya, kami berpendapat bahwa RKUHP seharusnya tidak mencantumkan aturan-aturan yang spesifik tentang korupsi termasuk hukumannya, karena semua itu telah diatur di dalam UU khusus, yaitu UU Tipikor. Cukuplah KUHP bertindak sebagai aturan general yang memuat berbagai macam tindak pidana, dengan tetap memperhatikan cakupan pembahasan mengenai tindak pidana khusus, dalam hal ini yaitu tindak pidana korupsi.
  • 20. DAFTAR PUSTAKA Santoso, Djoko. 2011. Pendidikan Anti Korupsi untuk Perguruan Tinggi oleh Kemendikbud RI. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana versi 9 Juli 2018.docx. Undang-undang No. 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/lexcrimen/article/view/9790. Diakses tanggal 20 Juli 2018. https://tirto.id/mengapa-pasal-tipikor-di-rkuhp-jadi-polemik-dan-ditolak-kpk-cLSN. Diakses tanggal 12 Juli 2018.