MAKALAH KELOMPOK 7 ADMINISTRASI LAYANAN KHUSUS.pdf
Be & gg, khairi rumantati, hapzi ali, corporate governance regulatory approaches, universitas mercu buana, 2017
1. Nama: Khairi Rumantati
NIM: 55117110065
Dosen Pengampu: Prof. Dr. Hapzi Ali, CMA
FORUM
Good Governance adalah suatu peyelegaraan manajemen pembangunan yang solid dan bertanggung jawab
yang sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar yang efisien, penghindaran salah alokasi dana investasi dan
pencegahan korupsi baik secara politik maupun secara administratif menjalankan disiplin anggaran serta
penciptaan legal dan politican framework bagi tumbuhnya aktifitas usaha. (Yanwariyanidwi, 2015)
Berikut ini prinsip-prinsip untuk mewujudkan Good Governance pada pemerintah: (Yanwariyanidwi, 2015)
1. Partisipasi Masyarakat (Participation)
Semua warga masyarakat mempunyai suara dalam pengambilan keputusan, baik secara langsung maupun
melalui lembaga-lembaga perwakilan sah yang mewakili kepentingan mereka. Dalam rangka mengantisipasi
berbagai isu yang ada, pemerintah daerah menyediakan saluran komunikasi agar masyarakat dapat
mengutarakan pendapatnya.
2. Tegaknya Supremasi Hukum (Rule of Law)
Agar masyarakat berpartisipasi dalam proses politik dan perumusan kebijakan publik, diperlukan sistem dan
aturan hukum. Tegakkan rule of law dengan karakter: Supremasi hukum (the supremacy of law), Kepastian
hukum (legal certainty), Hukum yang responsip, Penegakkan hukum yang konsisten dan non-diskriminatif,
Indepedensi peradilan.
3. Transparansi (Transparency)
Transparansi adalah keterbukaan atas semua tindakan dan kebijakan yang diambil oleh pemerintah,
menciptakan kepercayaan timbal-balik antara pemerintah dan masyarakat melalui penyediaan informasi dan
menjamin kemudahan di dalam memperoleh informasi yang akurat dan memadai.
4. Peduli pada Stakeholder/Dunia Usaha
Seluruh proses pemerintahan harus melayani semua pihak yang berkepentingan. Pelaksanaan good
governance secara benar adalah perwujudan dari pelaksanaan etika bisnis, kemudian menjadi guidence atau
panduan untuk penerapan operasional perusahaan, internal maupun eksternal.
5. Berorientasi pada Konsensus (Consensus)
Menyatakan bahwa keputusan apapun harus dilakukan melalui proses musyawarah melalui konsesus.
6. Kesetaraan (Equity)
Yaitu kesamaan dalam perlakuan dan pelayanan. Semua warga masyarakat mempunyai kesempatan
memperbaiki atau mempertahankan kesejahteraan mereka. Salah satu caranya dengan penyediaan informasi
dan akses informasi yang mudah, akurat, dan memadai.
7. Efektivitas dan Efisiensi (Effectiveness and Efficiency)
Yaitu berdaya guna dan berhasil-guna. Kriteria efektif diukur dengan parameter produk yang dapat
menjangkau sebesar-besarnya kepentingan masyarakat dari berbagai kelompok dan lapisan sosial.
8. Akuntabilitas (Accountability)
Para pengambil keputusan bertanggung jawab baik kepada masyarakat maupun kepada lembaga-lembaga
yang berkepentingan. Instrumen dasar akuntabilitas adalah peraturan undang-undang, sedangkan instrumen
pendukungnya adalah sistem pemantauan kinerja dan sistem pengawasan dengan sanksi yang jelas dan tegas.
2. 9. Visi Strategis (Strategic Vision)
Pandangan strategis untuk menghadapi masa yang akan datang dengan mendasar pada pemahaman atas
kompleksitas kesejarahan, budaya dan sosial.
Untuk mewujudkan Good Governance pada perusahaan, ada lima prinsip yang biasanya diakronimkan
menjadi TARIF. (Utami, 2011)
1. Transparansi (keterbukaan informasi)
Secara sederhana bisa diartikan sebagai keterbukaan informasi. Dalam mewujudkan prinsip ini, perusahaan
dituntut untuk menyediakan informasi yang cukup, akurat, tepat waktu kepada segenap stakeholders-nya.
2. Akuntabilitas
Yaitu kejelasan fungsi, struktur, system dan pertanggungjawaban elemen perusahaan. Jika prinsip ini
diterapkan secara efektif, maka akan ada kejelasan akan fungsi, hak, kewajiban dan wewenang serta tanggung
jawab antara pemegang saham, dewan komisaris dan dewan direksi.
3. Responsibility (pertanggungjawaban)
Bentuk pertanggungjawaban perusahaan adalah kepatuhan perusahaan terhadap peraturan yang berlaku, di
antaranya: pajak, hubungan industrial, kesehatan dan keselamatan kerja, perlindungan lingkungan hidup,
memelihara lingkungan bisnis yang kondusif bersama masyarakat dan sebagainya.
4. Independency (kemandirian)
Perusahaan dikelola secara profesional tanpa ada benturan kepentingan dan tanpa tekanan atau intervensi
dari pihak lain yang tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku.
5. Fairness (kesetaraan dan kewajaran)
Adanya perlakuan adil dalam memenuhi hak stakeholder sesuai dengan peraturan yang berlaku. Fairness
kemudian menjadi faktor pendorong untuk memonitor dan menjamin perlakuan adil di antara beragam
kepentingan.
Setelah diketahui prinsip-prinsipnya, berikut tahap-tahap penerapan Good Governance, terutama pada
perusahaan: (Sukmawijaya, 2009)
1. Tahap Persiapan
a) Awareness building
Membangun kesadaran akan arti penting GCG dan komitmen bersama dalam penerapannya. Upaya ini dapat
dilakukan dengan meminta bantuan tenaga ahli independen dari luar perusahaan. Bentuk kegiatan dapat
dilakukan melalui seminar, lokakarya, dan diskusi kelompok.
b) GCG assessment
Yaitu mengukur atau memetakan kondisi perusahaan untuk mengidentifikasi aspek apa saja yang perlu
menjadi fokus terlebih dahulu serta langkah-langkah untuk meraihnya. Dengan langkah ini, ditemukanlah titik
awal level penerapan GCG.
3) GCG manual building
Yaitu penyusunan manual atau pedoman implementasi GCG.
2. Tahap Implementasi
a) Sosialisasi
Memperkenalkan pedoman dan seluruh aspek yang terkait dengan penerapan GCG kepada seluruh
perusahaan.
3. b) Implementasi
Kegiatan yang dilakukan berdasarkan roadmap yang telah disusun. Sifatnya top down approach yang
melibatkan dewan komisaris dan direksi perusahaan.
c) Internalisasi
Mencakup upaya memperkenalkan GCG di dalam seluruh proses bisnis perusahaan kerja dan berbagai
peraturan perusahaan. Pastikan penerapannya tidak sekadar di permukaan atau bersifat superfisial, melainkan
benar-benar tercermin dalam seluruh aktivitas perusahaan.
3. Tahap Evaluasi
Tahap ini dilakukan secara teratur dari waktu ke waktu untuk mengukur efektivitas penerapan GCG. Dapat
dilakukan oleh pihak independen yaitu berupa audit implementasi, scoring, maupun assessment. Evaluasi
dapat membantu perusahaan memetakan kembali kondisi dan situasi serta capaian perusahaan dalam
implementasi GCG. Hasilnya adalah rekomendasi upaya-upaya perbaikan untuk masa mendatang.
Daftar Pustaka:
Yanwariyanidwi, 2015. https://yanwariyanidwi.wordpress.com/2015/12/15/pengertian-prinsip-dan-
penerapan-good-governance-di-indonesia/ (diakses 8 September 2017, jam 4.00)
Utami, Meita, 2011. http://thathabastian.blogspot.co.id/2011/11/prinsip-good-corporate-governance-
gcg.html (diakses 8 September 2017, jam 4.35)
Sukmawijaya, Leo, 2009. https://leosukmawijaya.wordpress.com/2009/11/16/good-corporate-governance-
dan-penerapannya-di-indonesia-thomas-s-kaihatu-staf-pengajar-fakultas-ekonomi-universitas-kristen-petra-
surabaya/ (diakses 8 September 2017, jam 5.00)
4. Nama: Khairi Rumantati
NIM: 55117110065
Dosen Pengampu: Prof. Dr. Hapzi Ali, CMA
QUIZ
Good Corporate Governance
Berbagai peristiwa dalam dasawarsa terakhir telah menjadikan corporate governance sebuah isu
penting di kalangan para eksekutif, organisasi LSM, para konsultan korporasi, akademis, dan
regulator (pemerintah) di berbagai belahan dunia, tidak terkecuali di Indonesia. Isu-isu yang terkait
dengan corporate governance seperti insider trading, transparansi, akuntabilitas, independensi, etika
bisnis, tanggung jawab sosial (corporate social responsibility), dan perlindungan investor telah
menjadi ungkapan-ungkapan yang lazim diperbincangkan di kalangan pelaku usaha. Dengan
perkembangan ini, isu corporate governance yang awalnya hanya bersifat marginal kini telah menjadi
isu sentral.
Menurut FCGI, pengertian good corporate governance adalah seperangkat peraturan yang mengatur
hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah,
karyawan serta para pemegang kepentingan internal dan eskternal lainnya yang berkaitan dengan hak-
hak dan kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan
perusahaan. Singkatnya, good corporate governance adalah seperangkat tata hubungan di antara
manajemen, direksi,dewan komisaris, pemegang saham dan para pemangku kepentingan
(stakeholders) lainnya yang mengatur dan mengarahkan kegiatan perusahaan.
Good Corporate Governance (GCG) diperlukan untuk menjaga kelangsungan hidup perusahaan
melalui pengelolaan yang didasarkan pada asas transparansi, akuntabilitas, responsibilitas,
independensi, serta kewajaran dan kesetaraan. Di Indonesia, penerapan GCG telah dibuatkan
pedomannya oleh Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) melalui bukunya yang dirilis
tahun 2006 dengan judul “Pedoman Umum Good Corporate Governance Indonesia.”
GCG bagi suatu perusahaan dimaksudkan sebagai pedoman manajemen dan pegawai dalam
menjalankan praktik bisnis yang memenuhi persyaratan Good Governance. Berikut ini tujuan
diterapkannya GCG:
Memaksimalkan value perusahaan dengan cara meningkatkan prinsip keterbukaan,
akuntabilitas, dipercaya, dan dapat dipertanggungjawabkan.
Memastikan pengelolaan perusahaan dilakukan secara profesional, transparan, dan efisien.
Mewujudkan kemandirian dalam membuat keputusan sesuai dengan peran dan tanggung
jawab masing-masing pimpinan dalam perusahaan.
Memastikan setiap pegawai dalam perusahaan berperan sesuai wewenang dan tanggung
jawab yang telah ditetapkan.
5. Mewujudkan praktik bisnis yang sejalan dengan prinsip-prinsip Good Corporate Governance
secara konsisten.
Jika perusahaan menerapkan mekanisme penerapan GCG secara konsisten dan efektif maka akan
dapat memberi manfaat antara lain:
Mengurangi agency cost, yaitu biaya yang harus ditanggung oleh pemegang saham akibat
pendelegasian wewenang kepada pihak manajemen.
Mengurangi biaya modal (Cost of Capital).
Meningkatkan nilai saham perusahaan di mata publik dalam jangka panjang.
Menciptakan dukungan para stakeholder dalam lingkungan perusahaan terhadap keberadaan
perusahaan dan berbagai strategi dan kebijakan yang ditempuh perusahaan.
Dalam konteks tumbuhnya kesadaran dan arti penting Corporate Governance ini, Organization for
Economic Corporation and Development (OECD) mengembangkan prinsip-prinsip GCG dan dapat
diterapkan secara fleksibel sesuai dengan keadaan, budaya, dan tradisi di masing-masing negara.
Kelima prinsip ini biasanya diakronimkan menjadi TARIF.
1. Transparansi (keterbukaan informasi)
Secara sederhana bisa diartikan sebagai keterbukaan informasi. Dalam mewujudkan prinsip ini,
perusahaan dituntut untuk menyediakan informasi yang cukup, akurat, tepat waktu kepada segenap
stakeholders-nya.
2. Akuntabilitas
Yaitu kejelasan fungsi, struktur, sistem, dan pertanggungjawaban elemen perusahaan. Jika prinsip ini
diterapkan secara efektif, maka akan ada kejelasan akan fungsi, hak, kewajiban, dan wewenang serta
tanggung jawab antara pemegang saham, dewan komisaris, dan dewan direksi.
3. Responsibility (pertanggungjawaban)
Bentuk pertanggungjawaban perusahaan adalah kepatuhan perusahaan terhadap peraturan yang
berlaku, di antaranya: pajak, hubungan industrial, kesehatan dan keselamatan kerja, perlindungan
lingkungan hidup, memelihara lingkungan bisnis yang kondusif bersama masyarakat dan sebagainya.
4. Independency (kemandirian)
Perusahaan dikelola secara profesional tanpa ada benturan kepentingan dan tanpa tekanan atau
intervensi dari pihak lain yang tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku.
5. Fairness (kesetaraan dan kewajaran)
Adanya perlakuan adil dalam memenuhi hak stakeholder sesuai dengan peraturan yang
berlaku. Fairness kemudian menjadi faktor pendorong untuk memonitor dan menjamin perlakuan adil
di antara beragam kepentingan.
6. Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika
Pancasila adalah ideologi dasar bagi negara Indonesia. Kata ini terdiri dari dua kata bahasa
Sansekerta: pañca berarti lima dan śīla berarti prinsip atau asas. Pancasila merupakan rumusan dan
pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh rakyat Indonesia.
Para pendiri negara Indonesia telah menyepakati Pancasila sebagai nilai dasar bangsa sebagaimana
tercantum dalam paragraf keempat Preambule (Pembukaan) UUD 1945. Salah satu tokoh pendiri
tersebut, yaitu Soekarno, menyatakan bahwa pancasila adalah isi jiwa Bangsa Indonesia yang turun-
temurun sekian abad lamanya terpendam bisu oleh kebudayaan Barat. Dengan demikian, pancasila
bukan hanya falsafah negara, melainkan lebih luas lagi yakni falsafah Bangsa Indonesia.
Pancasila terdiri dari lima prinsip, yaitu:
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Ideologi ini dengan gamblang terukir pada dada lambang negara, yaitu burung Garuda yang
mencengkeram semboyan Bhineka Tunggal Ika. Semboyan ini menjadi moto bangsa Indonesia yang
melambangkan persatuan di tengah keberagaman Indonesia.
Semboyan Bhineka Tunggal Ika berasal dari bahasa Sansekerta, yaitu bhinneka yang berarti 'beraneka
ragam', tunggal yang berarti 'satu', dan ika yang berarti 'itu'. Sehingga, jika mengacu berdasarkan
makna harafiahnya, semboyan ini memiliki arti 'beraneka ragam itu satu'. Sementara, makna
umumnya menjadi 'berbeda-beda tetapi tetap satu'.
Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari beribu-ribu pulau—setiap daerah memiliki
adat istiadat, bahasa, aturan, kebiasaan, dan lain-lain yang berbeda antara yang satu dengan yang
lainnya. Untuk dapat hidup selaras dan penuh toleransi, semboyan ini perlu diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari agar terwujud persatuan dan kesatuan Indonesia. Dengan Bhineka Tunggal Ika,
walaupun terdapat banyak suku, agama, ras, kesenian, adat, bahasa, dan lain-lain, rakyat Indonesia
dapat hidup saling menghargai tanpa memandang suku bangsa, agama, bahasa, adat istiadat, warna
kulit, dan lain-lain.
Pendekatan Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika dalam GCG
Berkat sejarah perjuangan yang panjang, nilai-nilai Pancasila dan semboyan Bhinneka Tunggal Ika
telah mendarah daging dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia—bahkan bisa dibilang
telah mengilhami garis hidup mereka. Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika tak dapat dipisahkan dari
pemahaman pandangan hidup bangsa Indonesia.
7. Karena itu, adalah hal yang wajar jika suatu perusahaan kemudian memasukkan pendekatan berbasis
kearifan lokal ini—yaitu Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika—sebagai pedoman manajemen dan
pegawai dalam menjalankan praktik bisnis yang memenuhi persyaratan Good Governance. Terlebih
lagi, kajian ilmiah dari setiap sila ternyata berpotensi untuk menjadikan tata kelola perusahaan lebih
baik dan efisien.
Ahmed (2011) dalam tulisannya, menyatakan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, yaitu
sebagai berikut:
Ketuhanan (Sila 1)
Kemanusiaan berupa hak asasi manusia (Sila 2)
Keberadaban (Sila 2)
Keadilan (Sila 2)
Persatuan (Sila 3)
Kedaulatan Rakyat berupa partisipasi (Sila 4)
Demokrasi dalam Pemusyawaratan (Sila 4)
Kesejahteraan Sosial (Sila 5)
Gotong Royong dan Kekeluargaan (Sila 5)
Sementara itu, Sila Ketiga juga senada dengan konsep Bhinneka Tunggal Ika, yaitu persatuan di
tengah keberagaman Indonesia.
Nilai-nilai di atas sesungguhnya dapat disandingkan dengan prinsip TARIF yang dikemukakan oleh
Organization for Economic Corporation and Development (OECD) untuk tata kelola perusahaan yang
baik. Perusahaan pun dapat menggabungkan semangat Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika dalam
mengelola seperangkat peraturannya sehingga bermanfaat bagi semua pemangku kepentingan.
Sila Pertama
Walaupun sebagian kalangan memisahkan secara jelas implementasi keimanan dengan bisnis, realitas
di lapangan, mulai dari eksplorasi alam hingga hubungan antarmanusia mengingatkan kita akan
semangat Sila Pertama Pancasila.
Pendekatan nilai Ketuhanan yang Maha Esa diawali dengan pemahaman bahwa setiap pribadi
memiliki tanggung jawab atas setiap tutur kata maupun tindak tanduknya, baik di bumi maupun di
akhirat. Nilai ini menunjukkan adanya pengakuan bahwa manusia memiliki keterpautan hubungan
dengan Sang Pencipta. Karena itu, ketika seseorang melakukan aktivitas ekonomi pun tak dapat
berkelit dari tanggung jawab tersebut sebab ia akan mempertanggungjawabkan kelak kepada Tuhan-
nya.
Hubungan antara manusia dengan Tuhannya yang tercermin dalam Sila Pertama sesungguhnya dapat
memberikan rambu-rambu agar perusahaan tidak melakukan pelanggaran-pelanggaran dan perilaku
negatif lainnya.
8. Hal ini seirama dengan prinsip ketiga dalam GCG, yaitu Responsibility (tanggung jawab). Dengan
adanya iman, perusahaan akan memandang bisnis sebagai sebuah amanah.Ia akan berusaha mematuhi
peraturan yang berlaku, di antaranya: pajak, hubungan industrial, kesehatan dan keselamatan kerja,
perlindungan lingkungan hidup, memelihara lingkungan bisnis yang kondusif bersama masyarakat
dan sebagainya. Dan contoh ini pun akan diturunkan kepada setiap individu yang bekerja di bawah
naungannya.
Semangat inilah yang hendaknya dipahami setiap perusahaan yang beroperasi di Indonesia.
Pemahaman bahwa perusahaan berdiri untuk turut mewujudkan kehidupan ekonomi yang lebih baik
bagi wilayah, daerah, hingga skala nasional dan internasional.
Sila Kedua
Pada Sila Kedua, perusahaan diajak untuk memahami dan menghargai hak asasi manusia. Karena itu,
orientasi aspek-aspek kemanusiaan dalam setiap keputusan bisnis adalah mutlak. Beberapa dimensi
kemanusiaan yang dikenal dari Indonesia adalah semangat gotong-royong, tolong menolong, dan
memahami perbedaan sebagai sebuah sumber kekuatan—dengan kata lain, Bhinneka Tunggal Ika.
Perusahaan harus mampu memperkuat dimensi kemanusiaan internal maupun eksternal. Salah satunya
adalah menjadikan konsumen sebagai rekan perusahaan untuk bertumbuh dan melalui stakeholder,
perusahaan kembali diingatkan untuk memandang karyawan sebagai pihak yang harus dilayani. Sama
seperti konsumen, karyawan adalah rekan perusahaan bertumbuh.
Alhasil, kebijakan pengembangan kemampuan dan kapabilitas karyawan dari level mana pun mutlak
dibutuhkan agar perusahaan dan karyawan sama-sama mampu mencapai kesejahteraan yang lebih
baik. Di sinilah prinsip Akuntabilitas dapat diterapkan, yaitu kejelasan fungsi, struktur, sistem, dan
pertanggungjawaban elemen perusahaan. Jika prinsip ini diterapkan secara efektif, maka akan ada
kejelasan akan fungsi, hak, kewajiban, dan wewenang serta tanggung jawab antara pemegang saham,
dewan komisaris, dan dewan direksi. Lewat berbagai kebijakannya, manajemen juga harus mampu
memberi apresiasi atas kinerja karyawan. Mulai dari penghargaan akan ide dan kreativitas hingga
komitmen yang telah diberikan. Dengan demikian, loyalitas dan komitmen karyawan yang disertai
dengan rasa memiliki akan mampu memperpanjang usia operasional perusahaan pada kemudian hari.
Selain itu, saat sistem dan fungsi dalam sebuah perusahaan jelas, karyawan dan pemangku
kepentingan lainnya pun dapat tumbuh bersama mencapai kesuksesan.
Dimensi ini juga mengandung nilai pengakuan terhadap sisi keadilan (fairness) yang nondiskriminatif
sebagaimana juga terkandung dalam Bhinneka Tunggal Ika. Semua elemen perusahaan, mendapat
perlakuan yang adil tanpa melihat latar belakang ras, agama, maupun suku.
Meski terkesan cukup ideal, kekuatan manajemen internal perusahaan sesungguhnya merupakan
sumber pencapaian kinerja perusahaan yang sangat efektif. Realitas di lapangan menunjukkan bahwa
pemimpin pasar global saat ini didominasi perusahaan-perusahaan yang dikenal mampu
mengembangkan, sekaligus memberikan kepuasan kerja yang tinggi pada segenap karyawannya.
9. Sila Ketiga
Implementasi nilai persatuan dari Sila Ketiga dapat dimasukkan dalam prinsip Transparansi atau
keterbukaan informasi. Dalam mewujudkan prinsip ini, perusahaan dituntut untuk menyediakan
informasi yang cukup, akurat, dan tepat waktu kepada segenap stakeholders-nya.
Dengan transparansi, akan tumbuh rasa saling percaya di antara perusahaan dan pemangku
kepentingan. Adanya saling percaya secara langsung maupun tidak langsung akan memungkinkan
perusahaan meningkatkan kinerja, kedua pihak pun akan bersatu padu untuk mencapai kesejahteraan
bersama. Rasa saling percaya dapat menggiring pelanggan untuk menjadi setia. Rasa saling percaya
juga mencegah karyawan dan pemasok bertindak oportunis dan menjadi katalisator, perusahaan akan
mampu menciptakan keunggulan bersaing.
Selain itu, rasa saling percaya akan mengubah fungsi pengawasan dari prinsip saling curiga. Dengan
adanya keselarasan berlandaskan etika dengan pemangku kepentingan, maka citra dan reputasi
perusahaan akan terpelihara.
Sila ini juga senada dengan prinsip Independency (kemandirian). Transparansi yang diusung
perusahaan harus dikelola secara profesional tanpa ada benturan kepentingan dan tanpa tekanan atau
intervensi dari pihak lain yang tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku. Dengan prinsip
independen dan tidak terbentur kepentingan siapa pun, terciptalah budaya non-KKN yang solid untuk
mencapai good corporate governance.
Sila Keempat
Dalam eksplorasi manajemen berdasar nilai-nilai lokal Indonesia, perusahaan perlu menjunjung tinggi
asas musyawarah untuk mufakat dengan meminimalkan peluang penggunaan hak suara dalam
perumusan kebijakan vital. Melalui permufakatan, setiap pihak diberi ruang untuk mengajukan ide,
sekaligus memberi peluang bagi apresiasi penyatuan pandangan sebagai sebuah simpulan. Demokrasi
berdasarkan musyawarah dan transparansi dari setiap pihak akan mencapai titik temu sebuah
keputusan yang kemudian mengantar pada terciptanya komitmen bersama dalam melaksanakan
keputusan tersebut.
Nilai ini mengedepankan partisipasi dan orientasi kebijakan serta program dengan eksistensi
kerakyatan. Selain itu, nilai ini juga menunjukkan bahwa proses demokrasi dalam perusahaan harus
didasarkan kesepakan bersama yang di dalamnya ada mekanisme untuk tumbuhnya rasa percaya
dan transparansi. Dengan demikian, masing-masing pihak akan merasa memiliki keputusan tersebut.
Selanjutnya, mekanisme ini dipercaya mampu meningkatkan sense of belonging setiap elemen di
perusahaannya.
Sila Kelima
Nilai penting yang dapat digali dari nilai-nilai Pancasila adalah keberpihakan perusahaan kepada
stakeholder-nya. Ini merupakan kristalisasi nilai-nilai Sila Kelima, “Keadilan sosial bagi seluruh
10. rakyat Indonesia”. Sila ini mengandung tiga dimensi penting, yaitu kesejahteraan sosial, keadilan
sosial, dan kearifan lokal berupa gotong royong dan kekeluargaan. Nilai-nilai luhur inilah yang sering
disebut sebagai nilai dasar yang menjiwai Pancasila sebagaimana dikehendaki oleh Bung Karno
(konsep gotong royong) dan Prof. Soepomo (konsep kekeluargaan).
Kesejahteraan sosial mengandung makna terciptanya kesejahteraan sosial bagi semua tanpa
pengecualian pada golongan tertentu. Kesejahteraan harus menjadi cita-cita bersama dan menjadi
landasan di setiap aktivitas ekonomi atau lainnya Gotong royong atau kekeluargaan berarti derajat
kerja sama dalam membangun kemajuan sosial.
Nilai ini sesuai dengan prinsip Fairness (kesetaraan dan kewajaran) dalam GCG. Dengan prinsip ini,
muncul perlakuan yang setara dan adil dalam memenuhi hak stakeholder sesuai dengan peraturan
yang berlaku. Fairness kemudian menjadi faktor pendorong untuk memonitor dan menjamin
perlakuan adil di antara beragam kepentingan.
Sila ini juga mendorong perusahaan untuk mendistribusikan sebagian keuntungannya untuk daerah
setempat. Sebab, sudah rahasia umum bahwa perusahaan melakukan eksplorasi kekayaan Indonesia,
dengan begitu sudah sewajarnya jika perusahaan turut membangun kesejahteraan daerah tempatnya
berada. Misalnya, dengan pembayaran retribusi dan pajak kepada pemerintah daerah setempat
dan/atau nasional; menyediakan peluang kerja untuk penduduk setempat; kemudian, dalam
perkembangannya saat ini, menutup kesenjangan ekonomi antara perusahaan dengan masyarakat
sekitar. Secara perlahan, distribusi ini pada akhirnya nanti akan turut menyokong keadilan dan
kesejahteraan sosial bagi rakyat Indonesia secara global.
Terakhir, peran serta perusahaan dengan masyarakat setempat akan mendorong terciptanya nuansa
kekeluargaan dan gotong royong baik internal di dalam perusahaan itu sendiri maupun eksternal, di
luar perusahaan.
Daftar Pustaka
http://www.kompasiana.com/sabirinsaiga/etik-dan-good-corporate-governance-ggc-sebuah-cara-
mewujudkan-entitas-bisnis-yang-sehat_57df999e7593733941aef017 (diakses 10 September 2017, jam
4.00)
Wikipedia, https://id.wikipedia.org/wiki/Pancasila (diakses 10 September 2017, jam 5.00)
Utami, Meita, 2011. http://thathabastian.blogspot.co.id/2011/11/prinsip-good-corporate-governance-
gcg.html (diakses 8 September 2017, jam 4.35)
Hakim, 2016. http://www.yuksinau.id/pengertian-fungsi-dan-tujuan-pancasila/ (diakses 10 September
2017, jam 5.30)
https://news.detik.com/berita/d-3519151/melihat-kitab-sutasoma-asal-muasal-bhinneka-tunggal-ika
(diakses 10 September 2017, jam 6.30)
11. https://manajemenppm.wordpress.com/2013/06/11/manajemen-modern-dan-pancasila/#more-1478
(diakses 10 September 2017, jam 6.30)
https://manajemenppm.wordpress.com/2013/06/07/bisnis-butuh-kristalisasi-pancasila-bagian-2
(diakses 10 September 2017, jam 7.30)
Ahmed, Karim, 2011. http://karimforumotion.blogspot.co.id/2011/07/aktualisasi-nilai-nilai-pancasila-
dalam.html (Diakses pada 10 September 2017, jam 4:40)
http://www.jakartaconsulting.com/publications/articles/bizmark/transparansi-penopang-good-
corporate-governance (Diakses pada 10 September 2017, jam 12:40)