1. RESUME BUKU PROF. DR. H. BAGIR MANAN,
S.H., M.C.L.
LEMBAGA KEPRESIDENAN
Disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Konstitusi dan Negara
Hukum
Dosen Pengampu: Dr. Sunarso, M.Si.
2. BAB 1
INDONESIA SEBUAH REPUBLIK
1. Republik dan Kerajaan
Bentuk pemerintahan republik lazim disandingkan dengan
bentuk pemerintahan kerajaan atau monarki. Semula,
perbedaan antara republik dan kerajaan dilihat sebagai
sesuatu perbedaan yang mendasar.
Pimpinan pemerintahan kerajaan bersifat turun-temurun,
republik tidak turun-temurun (dipilih atau tidak dipilih
seperti coup d’etat). Tetapi, baik karena perkembangan
doktrin maupun praktik ketatanegaraan, perbedaan
tersebut makin tidak prinsipil.
3. 2. Teori-teori yang Mempengaruhi Bentuk Pemerintahan
Republik dan Kerajaan
1. Ajaran pemisahan kekuasaan (separation of powers). Ajaran pemisahan
kekuasaan berasal dari Montesquieu yang bertujuan untuk membatasi
kekuasaan badan-badan atau pejabat penyelenggara negara dalam batas-
batas cabang kekuasaan masing-masing.
2. Ajaran negara berdasarkan atas hukum (de rechtsstaat dan the rule of law)
yang mengandung esensi bahwa hukum adalah supreme dan kewajiban
bagi setiap penyelenggara negara atau pemerintahan untuk tunduk pada
hukum (subject to the law).
3. Ajaran demokrasi yang secara plastis digambarkan sebagai “the
government from the people, by the people, of the people”. Ajaran ini secara
esensial mengandung arti bahwa pemerintahan dimiliki dan dijalankan
sendiri oleh rakyat (rakyat yang memerintah diri mereka sendiri). Dapat
disebut juga sebagai sistem penyelenggaraan negara yang memberikan
tanggung jawab kepada rakyat untuk mengatur dan mengurus diri mereka
sendiri
4. 4. Ajaran negara berkonstitusi (constitutionalism) yang secara
esensial antara lain mengandung makna pembatasan
pemerintahan (limited government) dan perlindungan hak-
hak rakyat dari tindakan sewenang-wenang pemerintah,
terutama yang menyangkut hak asasi atau hak dasar rakyat.
5. Ajaran negara kesejahteraan (verzorgingsstaat atau welfare
state) yang mengandung esensi bahwa negara atau
pemerintah memikul tanggung jawab dan kewajiban untuk
mewujudkan dan menjamin kesejahteraan umum (public
welfare atau social welfare).
6. Ajaran sistem pemerintahan. Dalam konsep dasarnya, sistem
pemerintahan dibedakan antara sistem parlementer dan
sistem pemerintahan presidensil. Sistem pemerintahan
parlementer menampakkan berbagai ciri utama.
5. 3. Indonesia Sebuah Republik
Negara Indonesia adalah Negara Kesatuan yang berbentuk
Republik – demikian bunyi UUD 1945 Pasal 1 ayat (1).
Ketentuan ini memuat dua konsep, yaitu mengenai bentuk
negara (negara kesatuan) dan bentuk pemerintahan
(negara republik).
Untuk mewujudkan paham republik sebagai suatu bentuk
pemerintahan dari dan untuk kepentingan umum, sistem
ketatanegaraan Indonesia merdeka dilengkapi pula
dengan berbagai prinsip-prinsip lain, yaitu prinsip negara
berkedaulatan rakyat, negara berdasarkan atas hukum,
negara berkesejahteraan rakyat, negara berpaham
konstitusi, dan lain sebagainya.
6. • BAB II
• PERSYARATAN PRESIDEN
Sebelum perubahan (Perubahan Ketiga, 2001), UUD 1945, Pasal
6 Ayat (1) menyebutkan : Presiden ialah orang Indonesia asli.
Meskipun UUD 1945 disertai dengan Penjelasan (dan ini agak
unik, karena tidak lazim), tidak ada penjelasan mengenai makna
atau maksud persyaratan orang Indonesia asli tersebut.
Jadi, kalau disebutkan: “Presiden adalah orang Indonesia asli”,
yang dimaksud adalah orang Indonesia asli, tanpa melihat latar
belakang etnik yang bersangkutan. Pengertian orang Indonesia
asli adalah “warga negara Indonesia karena kelahiran” yang
diperkuat pula dengan beberapa asumsi:
1. Para penyusun UUD 1945 yang juga para pejuang kemerdekaan,
sangat anti terhadap penggolongan penduduk yang bersifat
deskriminatif dan merendahkan golongan rakyat Indonesia asli
(bumiputra).
7. 2. Dalam menyusun UUD 1945 dipergunakan berbagai referensi
UUD sebagai bahan, termasuk UUD Amerika Serikat. Tidak
tertutup kemungkinan yang dimaksud dengan orang-orang
Indonesia asli adalah natural born citizen.
3. Keanggotaan BPUPKI terdiri dari berbagai latar belakang
etnik yang bersama-sama berjuang untuk mencapai Indonesia
yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
4. UUD 1945 menjamin persamaan setiap warga negara di depan
hukum dan pemerintahan dalam Pasal 27 ayat (1).
Berdasarkan pemikiran di atas, cukup kuat alasan bahwa yang
dimaksud dengan orang Indonesia asli dalam Pasal 6 ayat (1)
adalah orang-orang bangsa Indonesia asli dan itu tidak lain
dari warga negara karena kelahiran (natural born citizen).
Jadi, setiap warga negara Indonesia karena kelahiran berhak
menjadi Presiden. Sedangkan warga negara Indonesia karena
pewarganegaraan atau sebab-sebab lain seperti adopsi atau
perkawinan tidak berhak menjadi Presiden.
8. • Dalam praktiknya, yang terjadi antara tahun 1973-1998, belum pernah
pemilihan Presiden dilakukan dengan pemungutan suara. Hal itu
disebabkan oleh:
1. Menonjolnya usaha menjalankan prinsip musyawarah untuk mufakat,
yang diartikan sebagai sesuatu mekanisme kesepakatan tidak dengan
pemungutan suara melainkan suatu kesepakatan bulat (unanimous).
2. Hingga saat ini, calon Presiden selalu tunggal sehingga tidak
diperlukan pemungutan suara. Dengan calon tunggal, pada dasarnya
tidak ada permusyawaratan, yang ada adalah mufakat dalam arti
sekedar pengukuhan.
Sejak diadakan perubahan-perubahan terhadap UUD 1945, keadaan
telah atau dikemudian hari akan berubah. Presiden dan Wakil
Presiden tidak lagi dipilih dan bertanggungjawab kepada MPR.
Presiden dan Wakil Presiden dipilih langsung, karena itu
bertanggungjawab langsung kepada rakyat, walaupun demikian,
Presiden dan Wakil Presiden tetap dapat diberhentikan MPR.
9. • Uraian diatas berkenaan dengan syarat-syarat Presiden
dan Wakil Presiden sebelum perubahan UUD 1945.
Setelah perubahan (Perubahan Ketiga, 2001), Pasal 6
menentukan :
1. Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden harus warga negara
Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima
kewarganegaraan lain karena kehendaknya sendiri, tidak pernah
mengkhianati negara, serta mampu secara ruhani dan jasmani
untuk melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai Presiden dan
Wakil Presiden.
2. Syarat-syarat untuk menjadi Presiden dan Wakil Presiden diatur
lebih lanjut dengan undang-undang.
10. • Berdasarkan ketentuan pasal 6 ayat (2), maka ditetapkan UU
No. 23 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Presiden dan
Wakil Presiden. Dalam Undang-Undang tersebut diatur lebih
lanjut syarat-syarat Presiden dan Wakil Presiden yaitu:
1. Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
2. Warga negara Indonesia sejak kelahiran dan tidak pernah
menerima kewarganegaraan lain atas kehendak sendiri
3. Tidak pernah menghianati negara
4. Mampu secara ruhani dan jasmani melaksanakan tugas dan
kewajiban sebagai Presiden dan Wakil Presiden
5. Bertempat tinggal di Indonesia
6. Melaporkan kekayaan kepada instansi berwenang
11. 6. Tidak sedang memiliki tunggakan utang secara perorangan dan/atau badan
hukum yang menjadi tanggungjawabnya yang merugikan keuangan negara
7. Tidak sedang dinyatakan pailit berdasarkan keputusan pengadilan
8. Tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang
telah mempunyai kekuatan hukum tetap
9. Tidak pernah melakukan perbuatan tercela
10.Terdaftar sebagai pemilih
11.Memiliki NPWP dan telah melaksanakan kewajiban pajak selama lima tahun
terakhir
12.Memiliki daftar riwayat hidup
13.Belum pernah menjabat Presiden dan Wakil Presiden dalam dua kali masa
jabatan dalam jabatan yang sama
14.Setia kepada Pancasila, UUD 1945, dan cita-cita proklamasi 17 Agustus
1945.
12. BAB III
PENGISIAN JABATAN, MASA JABATAN, PRESIDEN
BERHALANGAN, DAN PERTANGGUNGJAWABAN
PRESIDEN
1. Pengisian Jabatan
• Pengisian jabatan negara (staatsorganen, staatsambteni)
merupakan salah satu unsur penting dalam hukum tata negara.
Tanpa diisi dengan pejabat (ambtsdrager), fungsi-fungsi jabatan
negara tidak mungkin dijalankan sebagaimana mestinya. Jabatan
kepresidenan dalam sistem UUD 1945 tidak boleh kosong
walaupun untuk waktu yang sangat singkat karena Presiden
adalah penyelenggara pemerintahan
13. 2. Masa Jabatan Presiden
Sebelum perubahan, UUD 1945 Pasal 7 menyebutkan bahwa masa jabatan
Presiden (dan Wakil Presiden) lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih
kembali. Ada dua konsep yang dimuat dalam ketentuan ini. Pertama,
Presiden dipilih secara periodik yaitu sekali setiap lima tahun. Kedua,
dapat dipilih kembali.
3. Presiden Berhalangan
• Sebelum perubahan, UUD 1945 Pasal 8 mengatur keadaan Presiden yang
tidak dapat lagi menjalankan jabatan kepresidenan untuk sisa masa
jabatannya. TAP MPR Nomor VII/MPR/1973 mengkategorikan keadaan
ini sebagai berhalangan tetap. Menurut UUD 1945, ada tiga kategori
keadaan Presiden tidak dapat lagi menjalankan jabatan untuk sisa masa
jabatannya, yaitu :
a. Mangkat dalam masa jabatan
b. Berhenti dalam masa jabatan, dan
c. Tidak dapat melakukan kewajiban dalam masa jabatannya.
14. a. Presiden mangkat dalam masa jabatan
Keadaan mangkat diartikan apabila secara medik Presiden
dinyatakan meninggal atau akibat suatu peristiwa Presiden
dinyatakan meninggal. Presiden secara medik dinyatakan
meninggal apabila ada penetapan dari suatu tim medik yang
kompeten menurut hasil pemeriksaan medik, dan sesuai dengan
syarat-syarat, keadaan, dan kelaziman bagi setiap orang yang
dinyatakan meninggal.
b. Presiden berhenti dalam masa jabatannya
Presiden berhenti dalam masa jabatan karena mengundurkan
diri atau diberhentikan oleh MPR. Mengundurkan diri dapat
terjadi karena kemauan sendiri atau karena sesuatu desakan atau
tuntutan dari luar.
15. 3. Presiden tidak dapat melakukan kewajiban
dalam masa jabatan
Kategori ketiga ini menunjukkan Presiden tidak mangkat,
tidak berhenti, tetapi dalam keadaan tidak dapat melakukan
kewajiban lagi sebagai Presiden sehingga perlu digantikan
oleh Wakil Presiden. Seseorang tidak dapat melakukan
kewajiban dalam masa jabatan yang dipangkunya karena
beberapa kemungkinan:
1. Tidak hadir, artinya yang bersangkutan tidak berada dalam
lingkungan jabatan yang memungkinkan menjalankan
kewajibannya.
2. Hadir, tetapi secara fisik dan atau mental (intelektual) tidak
memungkinkan menjalankan kewajibannya, misalnya dalam
keadaan sakit sehingga tidak dapat menjalankan
kewajibannya.
16. 4. Pertanggungjawaban Presiden
• Presiden dan Wakil Presiden yang dipilih langsung oleh rakyat
tidak bertanggungjawab kepada MPR melainkan kepada rakyat
pemilih. Berdasarkan Pasal 7A (Perubahan Ketiga), Presiden
dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatan
semata-mata karena:
1. Suatu pelanggaran hukum (penghianatan terhadap bangsa dan
negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana besar lainnya)
2. Perbuatan tercela, atau
3. Tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil
Presiden
17. • BAB IV
• KEKUASAAN PRESIDEN
• Telah dikemukakan bahwa sistem UUD 1945 menghendaki
suatu penyelenggaraan pemerintahan yang kuat dan stabil.
Untuk mencapai maksud tersebut, UUD 1945 menggunakan
prinsip-prinsip :
1. Sistem eksekutif tunggal bukan kolegial. Dengan sistem ini
penyelenggaraan dan kendali pemerintahan ada pada satu
tangan, yaitu Presiden.
2. Presiden adalah penyelenggara pemerintahan (chief
executive), disamping sebagai kepala negara (head of state).
18. 4. Sebelum perubahan UUD, Presiden tidak bertanggungjawab
kepada PDR, tetapi kepada MPR.
5. Selain wewenang administrasi negara, Presiden mempunyai
wewenang mandiri dalam membuat aturan-aturan untuk
menyelenggarakan pemerintahan (disamping wewenang yang
dilakukan bersama DPR membuat undang-undang). Bahkan
dengan alasan kegentingan yang memaksa, Presiden dapat
menetapkan Peraturan Pemerintah sebagai Pengganti Undang-
Undang (Perpu) yang sederajat dengan undang-undang.
6. Presiden dapat menolak mengesahkan rancangan undang-undang
yang telah disetujui DPR. Hak tolak ini bersifat mutlak tanpa
suatu mekanisme balances.
19. • Kekuasaan Presiden yang luas dapat digolongkan ke dalam
beberapa jenis:
1. Kekuasaan penyelenggaraan pemerintahan
UUD 1945 menyebutkan bahwa “Presiden Republik Indonesia
memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang
Dasar”. Ditinjau dari teori pembagian kekuasaan, yang
dimaksud kekuasaan pemerintahan adalah kekuasaan eksekutif.
Sebagai kekuasaan eksekutif, penyelenggaraan pemerintahan
yang dilaksanakan Presiden dapat dibedakan antara kekuasaan
penyelenggaraan pemerintahan yang bersifat umum dan
kekuasaan penyelenggaraan pemerintahan yang bersifat
khusus.
20. 2. Kekuasaan di bidang perundang-undangan
Kekuasaan Presiden di bidang perundang-undangan juga luas.
Presiden turut berbagi kekuasaan dengan badan legislatif dalam
membuat undang-undang. Disamping itu, Presiden berwenang
membuat peraturan perundang-undangan sendiri baik atas dasar
kewenangan mandiri maupun yang didasarkan pada pelimpahan
dari suatu undang-undang.
3. Kekuasaan di Bidang Yustisial (Yudisial)
• Kekuasaan ini berkaitan dengan pemberian grasi, amnesti,
abolisi, dan rehabilitasi.
21. 4. Kekuasaan Presiden Dalam Hubungan Luar Negeri
• Kekuasaan Presiden dalam hubungan luar negeri
tergolong sebagai bentuk kekuasaan di bidang
administrasi Negara. Namun,karena kekuasaan luar
negeri mempunyai kekhususan tertentu sehingga perlu
diuraikan tersendiri dan di bidang tertentu (perjanjian
internasional, menyatakan perang, mengadakan
perdamaian) kekuasaan ini dibagi dengan badan
perwakilan rakyat.
22. 5. Kekuasaan mengadakan Perjanjian dengan Negara Lain
• UUD 1945 menentukan bahwa perjanjian dengan negara lain
diadakan dengan persetujuan DPR. Secara kebahasaan
(gramatikal) ketentuan ini sangat jelas dan tidak memuat
pengecualian-pengecualian. Dengan demikian dari segi
bahasa, semua perjanjian dengan negara lain selalu
memerlukan persetujuan DPR. Meskipun secara kebahasaan
sangat jelas (plain meaning), ternyata dalam praktik
ketatanegaraan yang berlaku ketentuan ini tidak sepenuhnya
diikuti. Terdapat berbagai perjanjian yang diadakan dan
berlaku tidak dengan persetujuan DPR, tetapi hanya dengan
Keputusan Presiden. Praktik ini merupakan suatu bentuk
kebiasaan ketatanegaraan.
23. 6. Kekusaan Menyatakan Perang dengan Negara Lain.
• Menyatakan perang dengan Negara lain memerlukan
persetujuan DPR. Ini wajar karena perang membawa
konsekuensi yang luas bagi kehidupan bangsa dan Negara,
baik secara ketatanegaraan, politik, ekonomi, maupun
pertahanan keamanan. Persetujuan DPR menyatakan perang
alan disertai pula dengan wewenang khusus untuk
memungkinkan presiden membuat keputusan atau tindakan
menyimpangi ketentuan-ketentuan yang berlaku, karena ada
keadaan tidak normal (luar biasa).
24. 7. Kekuasaan Mengadakan Perdamaian dengan
Negara Lain.
• Kekuasaan mengadakan perdamaian adalah
kekuasaan yang berkaitan dengan peperangan. Tidak
termasuk pengertian perdamaian menurut Pasal 11
UUD 1945 apabila perdamaian dilakukan dalam
rangka mengakhiri perbedaan pandangan politik,
ekonomi, atau hal-hal lain di luar peperangan.
25. 8. Kekuasaan Mengangkat Duta dan Konsul, dan
Kekkuasaan Menerima Duta dan Konsul Negara Asing.
• Kekuasaan mengangkat atau menerima duta dan konsul
berkaitan dengan hubungan diplomatik. Penempatan duta dan
konsul Indonesia di negara asing atau menerima duta dan
konsul negara asing dilakukan apabila ada hubungan
diplomatic antara Indonesia dengan negara asing tertentu. Jadi
dalam kekuasaan mengangkat atau menerima duta dan konsul
termuat kekuasaan lain yaitu kekuasaan diplomatic yang
meliputi kekuasaan mengadakan, meniadakan, membekukan
sementara, atau mememutuskan sama sekali hubungan
diplomatik.