peran guru PKn melalui pembelajaran berbasis multikultural dalam membangun karakter bangsa
1. 1
PERAN GURU PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN MELALUI PEMBELAJARAN
BERBASIS MULTIKULTURAL DALAM MEMBANGUN KARAKTER BANGSA
Efta Shufiyati / 15730251006
Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta
Email: Efta.tata@gmail.com
Abstrak: Pendidikan kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang bertujuan
membentuk warga negara yang baik sesuai dengan nilai-nilai budaya yang dimiliki
bangsa Indonesia. Pendidikan kewarganegaraan pembelajaran berbasis multikultural
menawarkan satu alternatif melalui penerapan strategi dan konsep pendidikan yang
berbasis pada pemanfaatan keragaman masyarakat seperti keragaman etnis, budaya,
bahasa, suku, agama, gender, status sosial. Oleh karena itulah, melalui pendidikan
kewarganegaraan dalam pembelajaran berbasis multikultural yang diterapkan di
sekolah dapat membentuk karakter siswa dengan memainkan peran guru pendidikan
kewarganegaraan dalam melaksanakan strategi pembelajaran yang berbasis
multikultural seperti strategi konstruktivisme dan strategi pedagogi. Sekolah sebagai
salah satu lembaga formal yang memiliki tanggung jawab dalam pembelajaran
pendidikan kewarganegaraan berbasis multikultural yang tidak terlepas dari peran
guru pendidikan kewarganegaran membentuk karakter bangsa dengan mengacu pada
beberapa model pendidikan karakter yang telah diterapkan di Indonesia.
Kata Kunci: Pembelajaran Berbasis Multikultural, Pkn Sebagai Pendidikan
Multikultural, Peran Guru Pkn, karakter bangsa
THE ROLE OF TEACHERS OF CIVIC EDUCATION THROUGH LEARNING BASED
MULTICULTURAL IN NATION CHARACTER BUILDING
Abstract: Civic education is a subject that aims to form good citizens in accordance
with the cultural values of the Indonesian nation. Multicultural citizenship education
based learning offers an alternative through the implementation of the strategy and
the concept of education based on the utilization of the diversity of society such as
ethnic diversity, culture, language, ethnicity, religion, gender, social status. Therefore,
through civic education in multicultural applied based learning in school can shape
students' character by playing the role of civic education teachers in implementing the
learning strategy as a strategy based multicultural constructivism and pedagogical
2. 2
strategies. School as one of the formal institutions that have responsibilities in civic
education-based multicultural which is inseparable from the role of citizenship
education teachers shape the character of the nation by referring to some character
education model that has been applied in Indonesia
Keywords: Multicultural Based Learning, Civic Education For Multicultural Education,
Role of Civic Education Teachers, the nation's character
Pendahuluan
Indonesia merupakan negara yang terdiri dari bermacam-macam budaya, suku,
agama, karakter maupun etnik yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.
Keberagaman yang dimiliki Indonesia sebagaimana yang di ungkapkan oleh Hefner
(2007:16) Ia menggambarkan negara Indonesia seperti yang dimiliki negara-negara
maju seperti negara Malaysia dan Singapura yang memiliki warisan dan tantangan
budaya secara lebih mencolok, sehingga dipandang sebagai lokus klasik bagi bentukan
masyarakat majemuk. Masyarakat majemuk inilah yang memiliki keragaman budaya
dengan berbagai karakter. Masyarakat harus mampu mengolah kemampuan yang
dimiliki dalam mengelola segala kekayaan alam maupun potensi yang ada dengan
dukungan dari pihak pemerintah. Agar kondisi maupun kekayaan alam yang dimiliki
dapat bermanfaat bagi seluruh masyarakat Indonesia. Berkaitan dengan hal itu,
berbagai ancaman maupun tantangan yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini terjadi
berasal dari berbagai kelompok suku yang ingin merubah ideologi negara yakni
Pancasila. Masyarakat Indonesia sadar betul bahwa mengubah ideologi pancasila sama
halnya mengubah ideologi lain seperti ideologi agama, ideologi etnis dan sebagainya.
Masyarakat Indonesia yang berpijak pada ideologi pancasila masih saja terjadi
berbagai macam konflik keragaman yang dapat menjadikan perpecahan di antara
bangsa Indonesia itu sendiri. Bahkan, masyarakat yang masih memegang teguh
ideologi pancasila masih rawan dengan masalah yang ingin memisahkan wilayah
Indonesia terpecah belah seperti kasus konflik antar suku yang merebutkan batas
wilayah perbatasan di bagian barat Indonesia. Bukan itu saja, situasi sosial dan kultur
masyarakat Indonesia semakin mengkhawatirkan. Berbagai macam peristiwa dalam
dunia pendidikan yang semakin merendahkan harkat dan derajat manusia. Hancurnya
3. 3
nilai-nilai moral, merebaknya ketidakadilan, menurunnya karakter bangsa, tipisnya
rasa solidaritas yang terjadi dalam lembaga pendidikan kita mengalami perubahan
yang cukup signifikan yang melatarbelakangi kemerosotan nilai karakter.
Permasalahan yang kompleks tersebut yang menjadi kunci utama masyarakat
dalam memperkuat kesatuan dan persatuan antar masyarakat Indonesia melalui
pendidikan. Pendidikan merupakan salah satu alternatif yang tepat dalam menghadapi
konflik yang rawan terjadi saat ini. Kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan
sudah diwujudkan oleh masyarakat maupun pihak pemerintah. Masyarakat Indonesia
tahu betul pendidikan akan sangat penting digunakan dalam kehidupan mereka ke
depan. Sekolah menjadi salah satu lembaga formal yang berperan aktif dalam
mendukung keberhasilan pelaksaanaan pendidikan di Indonesia. Tentu saja sebagai
masyarakat Indonesia tidak menutup mata dengan proses pendidikan yang makin
merosotnya nilai multikultural seperti menurunnya nilai kesopanan antara siswa
dengan guru.
Pelaksanaan pendidikan di Indonesia yang menjunjung tinggi nilai kultural
dijadikan pedoman oleh pendidik dalam proses pembelajaran berbasis multikultural
melalui pendidikan kewarganegaraan. Pembelajaran pendidikan kewarganegaraan
berbasis multikultural sudah menjadi satu kebutuhan bagi masyarakat Indonesia
dengan ditandai oleh kemajemukan dan keanekaragaman masyarakat Indonesia.Pada
dasarnya pembelajaran berbasis multikultural menekankan pada kebudayaan yang
dimiliki bangsa Indonesia.
Melalui pendidikan kewarganegaraan pembelajaran berbasis multikultural
menjadi sebuah keharusan yang diajarkan oleh pendidik dilaksanakan secara
sistematis, progmatis, maupun berkesinambungan. Pendidikan kewarganegaraan
dapat dijadikan pembelajaran yang menumbuhkan rasa bangga dan memiiki tanggung
jawab serta mampu berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara
agar tumbu rasa kebangsaan dan cinta tanah air. Namun, dalam kenyataannya
pembelajaran pendidikan kewarganegaraan masih dilaksanakan seperti mata pelajaran
lainnya yang menekankan pada aspek kognitif saja. Pembelajaran pendidikan
kewarganegaraan haruslah berbasis multikultural untuk menumbuhkan sikap dan
4. 4
kemajemukan masyarakat Indonesia. Menyadari betapa pentingnya mata pelajaran
pendidikan kewarganegaraan berbasis multikultural diajarkan oleh pendidik yang
memiliki pengusaan kompetensi akademik kependidikan dan kompetensi pengusaan
substansi sesuai bidang studi ilmu yang dimiliki. Dalam hal ini aktor utama dalam
pembelajaran pendidikan kewarganegaraan berbasis multikultural yakni guru sebagai
perannya menginternalisasikan nilai-nilai multikultural dalam pembelajaran di sekolah
agar berjalan secara optimal di jenjang pendidikan.
PEMBAHASAN
Pembelajaran Berbasis Multikultural
Istilah multikultural berasal dari dua kata yakni multi dan cultural. Arti kata multi
yang berarti majemuk atau beragam sedangkan cultural berarti budaya. Multikultural
merupakan kemajemukan budaya yang beragam di kalangan masyarakat. Hingga saat
ini multikultural masih banyak diperbincangkan dalam suatu forum yang didiskusikan
bersama para pakar atau ahli multikultural yang tertuang dalam karya mereka masing-
masing. Sebenarnya, sama dengan definisi pendidikan yang penuh dengan penafsiran
antara satu pakar lainnya di dalam menguraikan makna pendidikan itu juga. Hal ini
juga terjadi pada penafsiran tentang makna atau arti pendidikan multikultural.
Namun, ada beberapa pendapat para ahli mendefinisikan pendidikan multikultural.
Menurut James A. Banks (1993:3) menyatakan bahwa pendidikan multikultural
merupakan sebuah kebijakan sosial yang didasarkan pada prinsip-prinsip pemeliharaan
budaya dan saling memiliki rasa hormat antara seluruh kelompok budaya di dalam
masyarakat. Bahwasanya pembelajaran multikultural merupakan program pendidikan
bangsa agar komunitas multikultural dapat berpartisipasi dalam mewujudkan
kehidupan demokrasi yang ideal bagi bangsanya. Sedangkan tujuan pendidikan
multikultural menurut Banks (2002: 12) terbagi menjadi empat yakni 1) untuk
membantu individu mendapatkan pemahaman diri yang lebih besar dengan melihat
diri dari sudut pandang budaya lain; 2) untuk memberikan siswa suatu alternatif
budaya dan etnis; 3) untuk menyediakan keterampilan, sikap, dan pengetahuan yang
dibutuhkan semua siswa untuk berfungsi dalam budaya etnis mereka, dalam budaya
mainstream, dan dalam dan lintas budaya etnis lainnya; dan 4) untuk mengurangi rasa
5. 5
sakit dan diskriminasi bahwa pengalaman anggota dari beberapa kelompok etnis dan
ras karena karakteristik unik mereka ras, fisik, dan budaya. Dari keempat tujuan
pendidikan multikultural diatas menunjukkan bahwa pendidikan multikultural memiliki
pengaruh besar untuk mengurangi diskriminasi diantara siswa satu dengan siswa lain
selama proses pembelajaran berbasis multikultural berlangsung di sekolah.
Pendidikan multikultural merupakan pendidikan tentang pemahaman
keanekaragaman ras, etnis, budaya, bahasa, gender, agama (Ambigapathy Pandian,
2008: 36). Pendidikan multikultural mencakup penduduk minoritas etnis dan ras,
kelompok pemeluk agama, perbedaan agama dan gender, kondisi ekonomi, asal usul,
ketidakmampuan fisik dan mental, kelompok umur dan lain-lain (Baker, 1994:11). Hal
ini senada dengan pendapat Gloria Ladson (1995: 61) mengatakan bahwa pendidikan
multikultural merupakan pendidikan yang dikonseptualisasikan dan dirancang yang
berasal dari ras, etnik maupun kelompok kelas sosial yang beragama yang mengalami
kesetaraan antar siswa.
Dari pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan multikultural
mengandung unsur-unsur budaya, etnis, bahasa, agama, ras, kelompok sosial yang
menjadi satu yang dirancang menjadi satu dan dikonseptualisasikan kedalam
pendidikan multikultural. Dengan demikian, siswa dianggap memiliki derajat yang
sama selama dalam memperoleh pembelajaran pendidikan multikultural yang berasal
dari ras, etnik maupun kelas sosial yang berbeda. Agar tidak menimbulkan perpecahan
antar siswa dalam proses pembelajaran berlangsung antara siswa dengan siswa.
Menurut Nieto (dalam Noel, 2000: 300) mendefinisikan pendidikan multikultural
merupakan sebuah proses reformasi sekolah secara komprehensif dan dasar
pendidikan untuk semua siswa. Hal ini merupakan suatu tantangan bangsa untuk
menghapus rasisme dan segala bentuk diskriminasi di sekolah dan masyarakat serta
mampu menerima pluralisme dari komunitas siswa dan guru. Pengelolaan pendidikan
multikultural tidak dapat terlepas dari upaya dalam melakukan pilihan terhadap
perspektif pengelolaan pluralisme yang ada di masyarakat.
Selanjutnya, Nieto dan Bode (2008: 178) dalam pendidikan multikultural memiliki
karakteristik yaitu 1) pendidikan multikultural merupakan antirasis; 2) pendidikan
6. 6
multikultural mencakup membaca, menulis, dan berhitung; 3) pendidikan multikultural
merupakan pembelajaran multikultul yang ditujukkan untuk siswa; 4) pendidikan
multikultural menyangkut dalam berbagai aspek kehidupan keluarga, sekolah,
masyarakat; 5) pendidikan multikultural merupakan bagian dari bidang ilmu sosial; dan
6) pendidikan multikultural merupakan proses berkelanjutan yang muatan isinya
tentang pengetahuan, pengalaman maupun sudut pandang dari guru dan siswa.
Dalam konteks yang luas, pendidikan multikultural membantu menyatukan
perbedaan masyarakat secara demokratis, dengan menekankan padda perspektif
pluralitas masyarakat dari berbagai bangsa, etnik, ras, budaya, kelompok sosial, agama
yang berbeda. Sekolah dikondisikan untuk mencerminkan praktik nilai-nilai demokrasi.
Kurikulum pendidikan multikultural menampakkan berbagai macam kelompok budaya
maupun kelompok sosial yang berbeda di antara masyarakat seperti bahasa ataupun
ciri khas bahasa siswa berasal saat berbicara dengan menjunjung tinggi rasa hormat,
nilai-nilai kerjasama dari pada membicarakan prasangka atau persaingan di antara
sejumlah pelajar yang berbeda yang didasarkan pada status sosial yang sama, kerja
sama bukan kompetisi, interaksi interpesonal antara siswa dan guru (Diaz Lazaro dan
Cohen, 2001: 41).
Kaitannya dengan pembelajaran berbasis multikultural didasarkan pada gagasan
filosofis tentang kebebasan, keadilan, kesetaraan maupun perlindungan terhadap hak-
hak manusia. Yang pada hakekatnya pendidikan multikultural mempersiapkan seluruh
siswa untuk bekerja secara aktif menuju kesamaan struktur dalam kelembagaan dan
organisasi sekolah. Pendidikan multikultural bukanlah suatu kebijakan yang
mengarahkan pada kelembagaan pendidikan dan pengajaran secara inklusif oleh
propaganda pluralisme melalui kurikulum yang berperan bagi kompetensi budaya
individual.
Pembelajaran berbasis multikultural berusaha memberdayakan kalangan pelajar
dalam mengembangkan rasa hormat kepada orang yang berbeda budaya mereka
berasal, namun memberikan kesempatan untuk bekerja sama dengan menjunjung
tinggi nilai-nilai budaya dengan kelompok orang yang berbeda budaya, ras, etnis
secara langsung. Pendidikan multikultural juga membantu siswa untuk
7. 7
mengembangkan kebanggaan sebagai warga negara Indonesia terhadap warisan-
warisan budaya, menyadarkan siswa bahwa konflik nilai yang sering menjadi penyebab
adanya konflik antar kelompok masyarakat.
Pendidikan multikultural merupakan pendidikan yang didasarkan pada nilai-nilai
demokrasi yang menegaskan pluralisme budaya dalam masyarakat yang beragam
budaya yang saling bergantung sama lain dengan budaya lain. Adapun tujuan
pendidikan berbasis multikultural menurut Gloria dan Dixon (2004: 2) terbagi menjadi
5 (lima) yakni 1) Pendidikan multikultural bertujuan meningkatkan produktivitas
mental karena sebagai salah satu dari berbagai jenis sumber daya mental yang dapat
berubah atau beradaptasi untuk menyelesaikan tugas-tugas yang sama. Hal tersebut
juga mendukung perkembangan kognitif dan moral pada manusia; 2) Pendidikan
multikultural meningkatkan kemampuan kreatif dalam memecahkan masalah melalui
perspektif yang berbeda yang dapat diterapkan untuk menghasilkan solusi pada
masalah yang sama; 3) Pendidikan multikultural meningkatkan hubungan positif
melalui pencapaian prestasi, tujuam, penghargaan, apresiasi, dan komitmen yang
setara bagi intelektual pada tiap-tiap institusi pendidikan tinggi; 4) Pendidikan
multikultural menurukan perilaku “menghakimi” baik pada komunikasi secara langsung
maupun dalam interaksi di antara individu yang berbeda; 5) Pendidikan multikultural
memperbarui vitalitas masyarakat melalui keberagaman budaya dari masing-masing
anggota masyatakat dan membantu perkembangan yang lebih luas dan canggih dalam
melihat dunia.
Selanjutnya Banks (dalam Skeel, 1995: 102) mengidentifikasi tujuan pendidikan
dengan berbasis multikultural yakni 1) Untuk memfungsikan peranan sekolah dalam
memandang keberadaan siswa yang beraneka ragam; 2) Untuk membantu siswa
dalam membangun perlakuan yang positif terhadap perbedaan kultural, ras, etnik
maupun kelompok keagamaan; 3) Memberikan ketahanan siswa dengan cara
mengajar mereka dalam mengambil keputusan dan keterampilan sosialnya; 4) Untuk
membantu siswa dalam membangun ketergantungan lintas budaya dan memberi
gambaran positif kepada mereka mengenai perbedaan kelompok. Pada hakikatnya
pembelajaran berbasis multikultural didasarkan pada gagasan filosofis tentang
8. 8
keadilan, kesetaraan, kebebasan dan perlindungan hak-hak manusia. Yang tujuan
pembelajaran berbasis multikultural mempersiapkan generasi muda untuk
menanamkan kesadaran dengan menghargai adanya kebhinekaan yang berlandaskan
Pancasila dengan tetap mempertahankan nilai-nilai luhur nenek moyang bangsa
Indonesia.
Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Pendidikan Multikultural
Salah satu penyebab terjadinya konflik antar suku, ras dan agama di Indonesia
adalah akibat melemahnya pemahaman dan pemaknaan tentang konsep kearifan
budaya lokal masyarakat Indonesia yang multikultural. Konflik ini akan muncul apabila
kurang adanya kontribusi nilai-nilai budaya yang berakar di kalangan masyarakat.
Konflik yang menimbulkan sangat sensitif bagi masyarakat plural yang beranekaragam
dengan perkembangan dinamika masyarakat yang semakin maju dan berkembang.
Perkembangan masyarakat multikultural yang demokratis menjadi kebutuhan bagi
bangsa Indonesia yang ditandai oleh kemajemukan dan keanekaragaman masyarakat.
Untuk meminimalisir hal tersebut, maka salah satu stategi yang tepat dengan cara
memasukkan muatan kurikulum pendidikan multikultural ke dalam muatan materi
pendidikan kewarganegaraan.
Materi pendidikan kewarganegaran kaitannya pendidikan multikultural antara
lain persatuan dan kesatuan, cinta tanah air, persamaan derajat, persamaan hak dan
kewajiban, kerukunan, keadilan, gotong royong dan sebagainya. Seperti yang tertuang
dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No.22 Tahun 2006 tentang ruang
lingkup mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan untuk pendidikan dasar dan
menengah yakni 1) Persatuan dan kesatuan bangsa meliputi hidup rukun dalam
perbedaan, cinta lingkungan, kebanggaan sebagai bangsa Indonesia, sumpah pemuda
dan lain-lain; 2) Norma, hukum dan aturan, mencakup tertib dalam kehidupan
keluarga, tata tertib di sekolah, norma yang berlaku di masyarakat, peraturan-
peraturan daerah dan lain-lain; 3) Hak asasi manusia meliputi hak dan kewajiban anak,
hak dan kewajiban anggota masyarakat, instrumen nasional dan internasional hak
asasi manusia; 4) Kebutuhan warganegara meliputi hidup gotong royong, harga diri
sebagai masyarakat, kebebasan berorganisasi, mengeluarkan pendapat, menghargai
9. 9
keputusan bersama; 5) Konstitusi negara meliputi proklamasi kemerdekaan dan
konstitusi yang pertama, konstitusi yang pernah digunakan Indonesia, hubungan dasar
negara dengan konstitusi; 6) Kekuasaan dan politik meliputi pemerintahan desa dan
kecamatan, pemerintahan daerah otonomi, pemerintah pusat, demokrasi dan sistem
politik, budaya politik, budaya demokrasi menuju masyarakat madani, sistem
pemerintahan, pers dalam masyarakat demokrasi; 7) Pancasila meliputi kedudukan
Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi negara, proses perumusan Pancasila
sebagai dasar negara, pengamalan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari,
Pancasila sebagai ideologi terbuka; 8) Globalisasi meliputi globalisasi di lingkungannya,
dampak globalisasi, hubungan internasional dan organisasi internasional, dan
mengevaluasi globalisasi.
Ruang lingkup materi pendidikan dasar dan menengah dalam pendidikan
kewarganegaraan yang diintegrasikan pendidikan multikultural. Proses pembelajaran
pendidikan kewarganegaraan yang berkaitan dengan materi multikultural memiliki
peran yang penting mempersiapkan generasi muda dalam mengatasi berbagai
permasalahan yang ditemukan pada masyarakat multikultural dengan menghormati
kultural dan keanekaragaman budaya.
Namun, dalam pengembangan kurikulum pendidikan kewarganegaraan yang
memasukkan materi atau konten pendidikan multikultural haruslah didasarkan pada
prinsip-prinsip yakni: a) keragaman budaya menjadi dasar dalam menentukan filsafat,
teori, model dan hubungan sekolah dengan lingkungan sosial budaya setempat; b)
keragaman budaya menjadi dasar dalam mengembangkan berbagai komponen
kurikulum seperti tujuan, konten, proses, dan evaluasi; c) budaya di lingkungan unit
pendidikan adalah sumber belajar dan objek studi yang harus dijadikan bagian dari
kegiatan belajar anak didik; d) kurikulum berperan sebagai media dalam
mengembangkan kebudayaan daerah dan kebudayan nasional (Yuli Adhani, 2014:
117). Prinsip-prinsip inilah yang dijadikan pedoman dalam pelaksanaan pendidikan
kewarganegaraan di Indonesia. Agar lebih fleksibel pelaksanaan pendidikan
kewarganegaran sebagai pendidikan multikultural haruslah didukung oleh pihak
sekolah baik kepala sekolah, guru dan siswa.
10. 10
Pendidikan kewarganegaraan memiliki peranan penting di negara demokrasi
berupaya mempersiapkan peserta didik untuk menjadi warga negara yang memiliki
rasa kebanggaan, rasa memiliki dan cinta tanah air. Sebagaimana dikemukakan oleh
Abdul Aziz (2011: 29) mendefinisikan tujuan pendidikan kewarganegaraan untuk
menghasilkan warga negara yang mampu membudayakan lingkungannya serta mampu
memecahkan masalah-masalah individu warga negara secara individual maupun
kemasyarakatan. Pendidikan kewarganegaraan merupakan topik sentral sebagai
pendidikan multikultural di Indonesia yang didasarkan atas 5 (lima) dimensi pendidikan
multikultural menurut Banks (Tilaar 2004: 138) sebagai berikut.
1) Dimensi integrasi konten atau isi yaitu mengintegrasikan berbagai budaya dan
kelompok untuk mengilustrasikan konsep mendasar, generalisasi dan teori dalam
mata pelajaran atau disiplin ilmu. Contoh: guru pendidikan kewarganegaraan
memberikan semangat kepahlawanan pada saat diskusi kelompok dengan
berbagai tokoh pahlawanan di Indonesia
2) Dimensi konstruksi pengetahuan yaitu proses membawa siswa untuk memahami
implikasi budaya ke dalam sebuah mata pelajaran (disiplin). Contoh: guru
pendidikan kewarganegaraan memberikan pemahaman kepada siswa tentang
budaya yang ada di Indonesia dengan menunjukkan karakteristik atau ciri-ciri
budaya tersebut.
3) Dimensi pendidikan yang sama yaitu dimensi menyesuaikan metode pengajaran
dengan cara belajar siswa dalam rangka memfasilitasi prestasi akademik siswa
yang beragam baik dari segi ras, budaya ataupun sosial. Contoh: guru
memberikan penghargaan yang sama atas prestasi akademik yang diraih oleh
siswa tanpa memandang asal-usul ras, budaya maupun sosial.
4) Dimensi pengurangan prasangka yaitu dimensi yang mengidentifikasi
karakteristik siswa dan menentukan metode pengajaran mereka. Contoh: guru
pendidikan kewarganegaraan memberi contoh pada saat siswa masuk sekolah
dengan memiliki latar belakang etnik maupun budaya berbeda itulah yang
menjadi dasar adanya keanekaragaman budaya di Indonesia.
11. 11
5) Dimensi pemberdayaan budaya sekolah dan struktur sosial yaitu Dimensi ini
penting dalam memperdayakan budaya siswa yang dibawa ke sekolah yang
berasal dari kelompok yang berbeda. Contoh: guru pendidikan kewarganegaraan
melatih siswa untuk berpartisipasi dalam kelompok.
Dalam rangka mewujudkan adanya pendidikan kewarganegaraan sebagai
pendidikan multikultural. Maka, diperlukan suatu strategi digunakan oleh guru
pendidikan kewarganegaran selama proses belajar mengajar pendidikan
kewarganegaraan berbasis multikultural yakni 1) Strategi konstruktivisme merupakan
cara yang dilakukan dalam pembelajaran yang mengukur tentang sosial, sejarah, etnis,
gender selama mereka pelajari di sekolah; 2) Strategi pedagogis merupakan strategi
yang digunakan guru untuk mengajar pemahaman keragaman budaya (Alberto, 1998:
590). Strategi inilah yang digunakan oleh guru pendidikan kewarganegaraan selama
mengajar pendidikan kewarganegaraan berbasis multikultural di sekolah dalam rangka
meningkatkan kualitas pengajaran di kelas
Peran Guru PKn Untuk Membangun Karakter Bangsa
Salah satu hal yang perlu mendapat perhatian khusus dari pihak pemerintah
adalah berkaitan dengan menurunnya nilai-nilai karakter bangsa. Tanpa disadari
merosotnya nilai-nilai karakter bangsa Indonesia berasal dari masyarakat yang kurang
mampu menerima perbedaan yang ada mulai dari perbedaan suku, ras, agama,
budaya. Karakter yang baik menurut Lickona (1991: 51) meliputi konsep moral (moral
knowning), sikap moral (moral felling), dan perilaku moral (moral behavior). Dapat
dipahami bahwa karakter dan nilai-nilai perilaku sangat berhubungan dengan dirinya
sendiri, orang lain, lingkungan yang didalamnya yang mencakup sikap, perasaan,
tindakan berdasarkan norma agama, norma hukum, tata krama, budaya, dan adat
istiadat. Untuk itu, membentuk dan membangun karakter yang baik tidak terlepas dari
peran guru pendidikan kewarganegaraan. Menurut William F. Mc Comas et al (1998: 5)
bahwa peran guru dalam membangun karakter siswa sebagai berikut.
Teachers must not only be capable of defining for students the accepted truths
in a domain. They must also be able to explain why a particular proposition is
deemed warranted, why it is worth knowing and how it relates to other
propositions, both within the discipline and without, both in theory and in
practice.
12. 12
Menurut Sherrod et al (W. Althof dan Berkowitz, 2006: 506) mengatakan bahwa
peran guru pendidikan kewarganegaraan dalam mengembangkan karakter siswa tidak
hanya mengembangkan keterampilan saja tetapi dapat dilakukan dengan sikap
kebiasaan yang diperlukan dalam membantu membangun pengetahuan yang dapat
memperbaiki perilaku seseorang melalui praktek dalam membangun karakter.
Sedangkan menurut Richard (1997: 154) dalam mengajarkan karakter oleh guru
pendidikan kewarganegaraan yakni menempatkan karakter dengan memberikan
perhatian khusus dengan menggabungkan pedagogi guru melalui model pembelajaran
dengan metode pembelajaran yang bermuatan nilai-nilai karakter seperti diskusi kelas.
Menurut Sanchez (2005: 22) adalah pendidik mengintegrasikan program
pendidikan karakter melalui pembelajaran di kelas seperti guru meminta siswa
mengidentifikasi nilai-nilai karakter pada tokoh-tokoh sejarah dengan mendorong dan
menunjukkan niai-nilai karakter seperti kejujuran, tanggung jawab, rasa hormat dan
mengaplikasikan nilai karakter dalam praktek langsung di kehidupan sehari-hari. Maka
kesimpulan dari beberapa pendapat di atas terkait peran guru pendidikan
kewarganegaraan dalam mengembangkan karakter yakni guru tidak hanya
mengembangkan karakter siswa tetapi mendorong nilai-nilai karakter yang ada dalam
diri siswa dengan cara mengintegrasikan nilai karakter ke dalam kehidupan nyata siswa
baik di lingkungan keluarga, masyarakat, bangsa dan negara.
Beberapa hal yang dapat dilakukan guru pendidikan kewarganegaraan dalam
pendidikan karakter di sekolah adalah sebagai berikut (Doni Koesoema, 2007: 212-
217).
1. Model Pengajaran merupakan salah satu unsur terpenting dala pendidikan
karakter yakni mengajarkan nilai-nilai karakter sehingga siswa memiliki gagasan
konseptual tentang nilai-nilai pemandu perilaku yang dapat dikembangkan
dalam mengembangkan karakter pribadinya.
2. Model keteladanan merupakan permodelan ini dengan model berman peran
dalam diri insan pendidik. Melalui permodelan ini siswa dapat memahami nilai-
nilai karakter. Guru perlu memberikan contoh perilaku yang baik agar dapat
13. 13
ditiru oleh siswa. Model keteladanan ini menjadi salah satu hal yang klasik bagi
berhasilnya sebuah tujuan pendidikan karakter.
3. Menentukan prioritas yakni tanpa adanya prioritas yang jelas, proses evaluasi
atas berhasil tidaknya pendidikan karakter akan menjadi tidak jelas.
Ketidakjelasan tujuan dan tata cara evaluasi pada gilirannya akan memandulkan
program pendidikan karakter di sekolah karena tidak akan pernah terlihat
adanya kemajuan atau kemunduran. Oleh karena tu, prioritas akan nilai
pendidikan karakter harus dirumuskan dengan jelas dan tegas, diketahui oleh
setiap pihak yang terlibat dalam proses pendidikan karakter.
4. Model praktis prioritas sangat berkaitan dengan tuntutan lembaga pendidikan
atas prioritas nilai menjadi visi kinerja pendidikan. Lembaga pendidikan harus
mambu membua verifikasi sejauh mana visi sekolah telah dapat direalisasikan
dalam lingkup pendidikan skolastik melalui berbagai macam unsur yang ada
dalam lembaga pendidikan itu sendiri.
5. Model Refleksi yakni manusia mampu mengatasi diri dan meningkatkan kualitas
hidupnya lebih baik. Setelah tindakan dan praksis pendidikan karakter itu terjadi,
perlu diadakan pendalaman refleksi untuk melihat sejauh mana lembaga
pendidikan telah berhasil atau gagal dalam melaksanakan pendidikan karakter.
Dari beberapa uraian di atas merupakan peran guru pendidikan
kewarganegaraan dalam rangka mengembangkan karakter siswa sebagai penerus
bangsa Indonesia. Semua hal yang terkait dengan peran guru pendidikan
kewarganegaran memainkan perannya sebagai pendidik dalam proses pembelajaran
sangatlah membutuhkan perencanaan yang matang baik agar penanaman nilai-nilai
karakter dapat berjalan secara optimal dan sistematis. Harapannya siswa akan
memiliki karakter yang baik dan berguna yang dapat dilaksanakan dan dipraktekkan di
dalam kehidupannya.
Kesimpulan
Sekolah merupakan salah satu lembaga formal dalam mendukung program
pendidikan karakter melalui pendidikan kewarganegaraan berbasis multikultural.
Pendidikan kewarganegaraan berbasis multikultural menemukan relevansinya dengan
14. 14
konteks Indonesia. Pendidikan multikultural, pendidikan karakter dan pendidikan
kewarganegaraan sejalan dengan semangat semboyan bangsa Indonesia “Bhinneka
Tunggal Ika”. Semboyan inilah membuktikan bahwa bangsa Indonesia terdiri dari
beragam suku dan ras yang memiliki budaya, bahasa, dan agama di Indonesia. Terkait
hal itu, peran guru pendidikan kewarganegaraan dalam pembelajaran berbasis
multikultural dapat membangun karakter bangsa melalui model pendidikan karakter
dengan mengintegrasikannya ke dalam pembelajaran.
Daftar Pustaka
A, Doni Koesoema. 2007. Pendidikan Karakter: Strategi Mendidik Anak Di Zaman
Global. Jakarta: PT.Grasindo
Adhani, Y. (2014). Konsep Pendidikan Multikultural Sebagai Sarana Alternatif
Pencegahan Konflik. SOSIO-DIDAKTIKA: Social Science Education Journal, 1(1),
111-121.
Althof, W., & Berkowitz, M. W. 2006. Moral Education And Character Education: Their
Relationship And Roles In Citizenship Education. Journal Of Moral Education,
35(4), 495-518.
Ameny-Dixon, G. M. 2004. Why Multicultural Education Is More Important In Higher
Education Now Than Ever: A Global Perspective. International Journal Of
Scholarly Academic Intellectual Diversity, 8(1), 1-9.
Baker G.C. Planning And Organizing For Multicultural Instruction.California: Addison
Elsey Publishing Company.
Banks, J. A. 1993. Multicultural Education: Historical Development, Dimensions, And
Practice. Review Of Research In Education, 19, 3-49.
Banks, James A. (2002). An Introduction To Multicultural Education. Boston: Allyn &
Bacon.
Battistoni, R. M. (1997). Service Learning And Democratic Citizenship. Theory Into
Practice, 36(3), 150-156.
Depdiknas .2006. Permendiknas No 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi. Jakarta :
Depdiknas.
Diaz Lazaro, C. M., & Cohen, B. B. (2001). Cross Cultural Contact In Counseling Training.
Journal Of Multicultural Counseling And Development, 29(1), 41-56.
15. 15
Ho, L. C. 2009. Global Multicultural Citizenship Education: A Singapore Experience. The
Social Studies, 100(6), 285-293.
Ladson Billings, G., & Tate, W. F. (1995). Toward A Critical Race Theory Of Education.
Teachers College Record, 97(1), 47.
Lickona, Thomas. 1991. Educating For Character: How Our School Can Teach Respect
And Responsibility. New York, Toronto, London, Sydney, Aucland: Bantam Books.
Mccomas, W. F., Clough, M. P., & Almazroa, H. (1998). The Role And Character Of The
Nature Of Science In Science Education. In The Nature Of Science In Science
Education (Pp. 3-39). Springer Netherlands.
Nieto, S. 2004. Affirming Diversity: The Sociopolitical Context Of Multicultural
Education.(4th Ed). Boston: Pearson.
Nieto, S., Bode, P., Kang, E., & Raible, J. (2008). Identity, community, and diversity:
Retheorizing multicultural curriculum for the postmodern era. The Sage
handbook of curriculum and instruction, 176-197.
Noel, Jana. 2000.Multicultural Education.Dushkin: On-Line.
Pandian, A. (2008). Multiculturalism In Higher Education: A Case Study Of Middle
Eastern Students' Perceptions And Experiences In A Malaysian University. IJAPS,
4(1), 33-59.
Rodriguez, A. J. (1998). Strategies For Counterresistance: Toward Sociotransformative
Constructivism And Learning To Teach Science For Diversity And For
Understanding. Journal Of Research In Science Teaching, 35(6), 589-622.
Rodriguez, A. J. (1998). Strategies For Counterresistance: Toward Sociotransformative
Constructivism And Learning To Teach Science For Diversity And For
Understanding. Journal Of Research In Science Teaching, 35(6), 589-622.
Sanchez, T. R. (2005). Facing The Challenge Of Character Education. International
Journal Of Social Education, 19(2), 106-111.
Sherrod, L. R., Flanagan, C., & Youniss, J. (2002). Dimensions Of Citizenship And
Opportunities For Youth Development: The What, Why, When, Where, And Who
Of Citizenship Development. Applied Developmental Science, 6(4), 264-272
Skeel, Dorothy J. (1995). Elementary Social Studies : Challenges For Tomorrow’s World.
Harcourt Brace College Publishers.
Tilaar, H.A.R. 2004. Multikulturalisme: Tantangan-Tantangan Global Masa Depan
Dalam Transformasi Pendidikan Nasional. Jakarta:Grasindo.