Fakultas Syari’ah Institut Agama Islam Ibrahimy
Jurusan Mu’amalah & Ahwal Al Syakhsyiyyah
TAHUN AKADEMIK 2014 - 2015
DRS.H.FATHUR ROHMAN MS.MH.
1. UUD NRI 1945 Pasal 24 Ayat 2: Kekuasaan kehakiman
dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan
peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan
peradilan umum, lingkungan peradilan agama,
lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata
usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.
2. UU 14/1985 Mahkamah Agung RI (LN 73/1985, TLN 3316)
- UU 5/2004/Perubahan I & Penambahan
- UU 3/2009/Perubahan II (LN 3/2009, TLN 4958)
3. UU 7/1989/Peradilan Agama (LN 49/1989, TLN 3400)
- UU 3/2006/Perubahan I (LN 22/2006, TLN 4611)
- UU 50/2009/Perubahan II (LN 159/2009, TLN 5078)
4. UU 48/2009/Kehakiman (LN 157/2009, TLN 5076)
TUJUAN
Agar mahasiswa memahami
hukum acara yang berlaku di
Pengadilan dalam lingkungan
peradilan agama dan mampu
mengaplikasikannya dalam
simulasi beracara.
Silabus Mata Kuliah: Hukum Acara Peradilan Agama
Komponen : MKB - Program : S1 - Bobot : 2 SKS - Kode : 910C05
POKOK BAHASAN
1. Pengertian, sumber dan hubungannya dengan hukum acara perdata
2. Bentuk dan isi kelengkapan gugatan / permohonan
3. Penetapan Majelis Hakim, Penetapan Hari Sidang & Pemanggilan Pihak2
4. Adab Hakim dalam persidangan
5. Cara pemeriksaan perkara di pengadilan tingkat pertama
6. Tugas Ketua Majelis, anggota dan Panitera Pengganti
7. Usaha Perdamaian dan Mediasi
8. Hal-hal yang mempengaruhi sidang pertama
9. Eksepsi dan Rekonvensi
10. Pencabutan gugatan/permohonan dan pihak berperkara meninggal
11. Alat bukti dan tahapan pembuktian
12. Musyawarah Majelis Hakim, pengambilan kongklusi & keputusan
13. Produk Pengadilan (Putusan dan Penetapan)
14. Upaya Hukum: Banding, Kasasi dan Peninjauan Kembali
15. Cara pemeriksaan di tingkat banding dan kasasi
16. Verzet & PK putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap
17. Ekskusi putusan pengadilan
REFERENSI
Buku Wajib
1. M.Yahya Harahap, Kedudukan, Kewenangan dan Acara
Peradilan Agama: Undang-Undang No. 7 Tahun 1989.
2. Roihan A. Rasyid, Hukum Acara Peradilan Agama.
3. Idris Ramulyo, Beberapa Masalah Tentang Hukum Acara
Perdata Peradilan Agama dan Hukum Kewarisan Islam.
4. Wirjono Prodjodikoro, Hukum Acara Perdata di
Indonesia.
BUKU ANJURAN
Umar Mansyur Syah, Hukum Acara Perdata
Peradilan Agama Menurut Teori dan Praktek.
Wirjono Prodjodikoro, Hukum Acara Perdata di
Pengadilan Negeri.
Soepomo, Hukum Acara Perdata Pengadilan Negeri.
Soebekti, Hukum Pembuktian.
Mahkamah Agung RI, Yurisprudensi Indonesia:
Putusan-putusan Pengadilan Agama.
Abdul Ghani Abdullah, Himpunan Perundang-
undangan dan Peraturan Peradilan Agama.
1.1.PENGERTIAN HUKUM ACARA PERADILAN AGAMA
Hukum Acara Perdata adalah peraturan hukum yang
mengatur bagaimana caranya menjamin ditaatinya hukum
perdata materiil dengan perantaraan hakim. (Sudikno
Mertokusumo)
Hukum Perdata (materiil) yang ingin ditegakkan atau
dipertahankan dengan hukum acara tersebut meliputi
peraturan hukum yang tertulis dalam bentuk peraturan
perundang-undangan (UU Perkawinan, UU Peradilan
Agama, Kompilasi Hukum Islam, Kompilasi Hukum Ekonomi
Syari’ah, dll) dan peraturan hukum yang tidak tertulis berupa
hukum adat yang hidup dalam masyarakat (termasuk Kitab
Fiqih Munakahat yang kita jadikan rujukan dan diambil alih
sebagai pendapat majelis hakim dan telah tertuang dalam
putusan).
Hukum Materiil Tertulis Peradilan Agama
1. Al Quran dan Al Hadits
2. UU No.42/1946 jo.UU 32/1954 ttg Nikah Talak Cerai Rujuk (NTCR)
3. UU No.1/1974 ttg Perkawinan
4. PP No.9/1975 ttg Pelaksanaan UU No.1/1974 ttg Perkawinan
5. UU No.7/1992 ttg Perbankan jo. UU No.10/1998
6. UU No.23/1999 ttg Bank Indonesia
7. UU No.38/1999 ttg Pengelolaan Zakat
8. UU No.41/2004 ttg Wakaf
9. UU No.19/2008 ttg Surat Berharga Syari'ah Negara
10. UU No.21/2008 ttg Perbankan Syari'ah
11. UU No.23/2002 ttg Perlindungan Anak
12. UU No.23/2004 ttg Penghapusan Kekerasan Dalam Rumahtangga
13. PP No.28/1977 ttg Perwakafan Tanah Milik
14. Kompilasi Hukum Islam (KHI)
15. Per MA No.02/2008 ttg Kompilasi Hukum Ekonomi Syari'ah (KHES)
16. Peraturan bank yang berkaitan dengan ekonomi Syari'ah
17. Yurisprudensi
18. Qonun Aceh
19. Fatwa Dewan Syari'ah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI)
20. Akad Ekonomi Syari'ah
Hukum Materiil Tidak Tertulis Peradilan Agama
Menimbang, bahwa Majelis perlu mengemukakan pendapat Ahli Hukum Islam
yang tersebut dalam Kitab Mada Hurriyatuz Zaujaini Fith Tholaq Juz I
halaman 83, dan selanjutnya dijadikan pendapat Majelis dalam perkara ini:
‫مدى‬‫حرية‬‫الزوجين‬‫فى‬‫الطالق‬:‫محمد‬‫عبد‬‫الرحمن‬‫الصابونى‬‫ج‬١‫ص‬٨٣
‫وقد‬‫اختار‬‫اإلسالم‬‫نظام‬‫الطالق‬‫حين‬‫تضطرب‬‫الحياة‬‫الزوجية‬‫ولم‬‫يعد‬‫ينفع‬‫ف‬‫يها‬‫نصح‬
‫وال‬‫صلح‬‫وحيث‬‫تصبح‬‫الرابطة‬‫الزواج‬‫صورة‬‫من‬‫غيرروح‬,‫ألن‬‫اإلستمرارمعنا‬‫ه‬‫أن‬
‫يحكم‬‫على‬‫أحد‬‫الزوجين‬‫بالسجن‬‫المؤبد‬‫وهذا‬‫ظلم‬‫تأباه‬‫روح‬‫العدالة‬.
“Islam memilih lembaga thalaq ketika rumah tangga sudah dianggap goncang, serta
sudah dianggap tidak bermanfaat lagi nasihat dan perdamaian, dan hubungan suami
istri telah hampa. Sebab, meneruskan perkawinan yang demikian berarti menghukum
salah satu dari suami isteri dengan penjara yang berkepanjangan. Ini adalah aniaya
yang bertentangan dengan rasa keadilan.”
Menimbang, bahwa berdasarkan hal tersebut di atas, maka cukup alasan bagi
Pengadilan Agama untuk mengabulkan gugatan Penggugat, seperti maksud Pasal
70 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama,
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan Undang-Undang Nomor 50 Tahun
2009 jo. Yurisprudensi Mahkamah Agung RI Nomor 1287/K/AG/1999 tanggal 8
Juni 1999 yang mengandung abstraksi hukum bahwa apabila suami istri dalam
kehidupan rumahtangganya telah terjadi percekcokan terus menerus, semua
usaha perdamaian yang dilakukan tidak berhasil merukunkan lagi, maka fakta
yang demikian ini seharusnya ditafsirkan bahwa hati kedua belah pihak tersebut
telah pecah, sehingga telah memenuhi ketentuan Pasal 39 ayat (2) Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1974 jo. Pasal 19 huruf (f) Peraturan Pemerintah Nomor 9
Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang
Perkawinan, Pasal 116 huruf (f) Kompilasi Hukum Islam dan sesuai pula dengan
pendapat Dr.Mushthofa As Siba'i, yang tersebut dalam kitab: "Al Mar-atu bainal
Fiqhi wal Qonun" halaman 110 yang diambil alih menjadi pendapat Majelis
Hakim Pengadilan Agama Banyuwangi sendiri yang berbunyi sebagai berikut:
‫فإن‬‫الحياة‬‫الزوجية‬‫ال‬‫تستقيم‬‫مع‬‫الشقاق‬‫و‬‫النزاع‬‫عداما‬‫فى‬‫ذلك‬‫من‬‫ضرر‬‫ب‬‫تربية‬
‫األوالد‬‫وسلوكهم‬‫وال‬‫خير‬‫فى‬‫اجتماع‬‫بين‬‫متباغضين‬‫ومهما‬‫يكن‬‫أسباب‬‫هذا‬‫ال‬‫نزاع‬
‫خـطيرا‬‫كان‬‫أوتافها‬‫فإنه‬‫من‬‫الخـير‬‫أن‬‫تـنتهي‬‫العالقة‬‫الزوجـية‬‫بين‬‫هذين‬‫الز‬‫وجـين‬
‫لعل‬‫هللا‬‫يهيء‬‫لكل‬‫واحد‬‫منهما‬‫شريكا‬‫أخر‬‫لحياته‬‫يجد‬‫معه‬‫الطمأنينة‬‫واإلستق‬‫رار‬
Artinya:
"Sungguh kehidupan suami istri tidak akan tegak/rukun jika
disertai dengan pertengkaran dan perselisihan, di samping
menimbulkan kemudlorotan yang serius dalam pendidikan anak
dan pembentukan akhlak anak-anak, lagi pula tidak baik
menghimpun dua orang yang saling membenci, apapun yang
menjadi sebab perselisihan tersebut, pilihannya adalah hubungan
suami istri harus diakhiri dengan harapan sesudah berpisah Allah
swt menganugerahi pasangan baru yang mewujudkan
ketenangan dan ketenteraman".
Menimbang, bahwa dalam Kitab Majmu' Syarah Muhadzdzab Juz 18 halaman 235
dan 239 dijelaskan sebagai berikut:
‫قال‬‫المصنف‬‫رحمه‬‫هللا‬‫تعالى‬:‫كتاب‬‫النفقات‬(‫باب‬‫نفقة‬‫الزوجات‬)‫إذا‬‫سلمت‬‫المرأة‬‫نفسها‬‫إلى‬‫زوجها‬‫وتمك‬‫ن‬‫من‬
‫االستمتاع‬‫بها‬‫ونقلها‬‫إلى‬‫حيث‬،‫يريد‬‫وهما‬‫من‬‫أهل‬‫االستمتاع‬‫في‬‫نكاح‬،‫صحيح‬‫وجبت‬،‫نفقتها‬‫لما‬‫روى‬‫جاب‬‫ر‬‫رضى‬‫هللا‬
‫عنه‬‫أن‬‫رسول‬‫هللا‬‫صلى‬‫هللا‬‫عليه‬‫وسلم‬‫خطب‬‫الناس‬‫فقال‬"‫اتقوا‬‫هللا‬‫في‬،‫النساء‬‫فإنكم‬‫أخذتموهن‬‫بأمانة‬‫هللا‬،‫واستحللتم‬
‫فروجهن‬‫بكلمة‬،‫هللا‬‫ولهن‬‫عليكم‬‫رزقهن‬‫وكسوتهن‬‫بالمعروف‬‫وإن‬‫امتنعت‬‫من‬‫تسليم‬‫نفسها‬‫أو‬‫مكنت‬‫من‬‫اس‬‫تمتاع‬‫دون‬
‫استمتاع‬‫أو‬‫في‬‫منزل‬‫دون‬‫منزل‬‫أو‬‫في‬‫بلد‬‫لم‬‫تجب‬‫النفقة‬‫النه‬‫لم‬‫يوجد‬‫التمكين‬‫التام‬‫فلم‬‫تجب‬‫النفقة‬‫ك‬‫ما‬‫ال‬‫يجب‬‫ثمن‬
‫المبيع‬‫إذا‬‫امتنع‬‫البائع‬‫من‬‫تسليم‬،‫المبيع‬‫أو‬‫سلم‬‫في‬‫موضع‬‫دون‬،‫موضع‬‫فإن‬‫عرضت‬‫عليه‬‫وبذلت‬‫له‬‫الت‬‫مكين‬‫التام‬‫والنقل‬
‫إلى‬‫حيث‬‫يريد‬‫وهو‬،‫حاضر‬‫وجبت‬‫عليه‬‫النفقة‬‫النه‬‫وجد‬‫التمكين‬‫التام‬.‫وإن‬‫عرضت‬‫عليه‬‫وهو‬‫غائب‬‫لم‬‫يجب‬‫حتى‬‫يقدم‬
‫هو‬‫أو‬،‫وكيله‬‫أو‬‫يمضى‬‫زمان‬‫لو‬‫أراد‬‫المسير‬‫لكان‬‫يقدر‬‫على‬،‫أخذها‬‫النه‬‫ال‬‫يوجد‬‫التمكين‬‫التام‬‫إال‬‫بذلك‬‫وإن‬‫ل‬‫م‬‫تسلم‬‫إليه‬
‫ولم‬‫تعرض‬‫عليه‬‫حتى‬‫مضى‬‫على‬‫ذلك‬‫زمان‬‫لم‬‫تجب‬،‫النفقة‬‫الن‬‫النبي‬‫صلى‬‫هللا‬‫عليه‬‫وسلم‬‫تزوج‬‫عائش‬‫ة‬‫رضى‬‫هللا‬‫عنها‬
‫ودخلت‬‫عليه‬‫بعد‬‫سنتين‬.‫المجموع‬‫شرح‬‫المهذب‬‫للنواوى‬‫ج‬‫ص‬
‫الن‬‫تعذر‬‫وطئها‬‫عليه‬‫ليس‬‫بفعلها‬‫فلم‬‫تسقط‬‫بذلك‬‫نفقتها‬.‫المجموع‬‫للنواوى‬‫ج‬‫ص‬
Maknanya: Apabila seorang istri telah menyerahkan dirinya kepada suaminya dan suami
memungkinkan untuk melakukan hubungan seksual dengannya serta memungkinkan
mengajak istri bertempat tinggal sesuai kehendak suami, dan kedua-duanya (suami istri)
tersebut termasuk orang yang mampu melakukan hubungan seksual dalam pernikahan
yang sah, (maka) wajiblah nafkah istri atas suami, berdasarkan hadits riwayat Jabir r.a.
bahwa Rasulullah s.a.w. bersabda dihadapan para sahabat sebagai berikut:" Bertaqwalah
kepada Allah dalam urusan kaum wanita, karena sesungguhnya kalian semua telah
mengambil mereka dengan amanat Allah, dan kalian semua telah menghalalkan
kehormatan mereka dengan Kalimah Allah, dan mereka mempunyai hak nafkah dan
sandang yang layak atas kalian semua", dan apabila seorang istri menolak untuk
menyerahkan dirinya secara total atau hanya menyerahkan sebagian kenikmatan saja atau
hanya mau mengikuti suaminya ke tempat tinggal atau negeri tertentu saja, maka suami
tidak wajib memberi nafkah kepadanya karena belum terdapat penyerahan yang sempurna
(Tamkin Tam), karena ketidakwajiban memberi nafkah tersebut sebagaimana tidak wajib
membayar harga barang yang dibeli apabila penjual tidak mau menyerahkan barang yang
dibeli tersebut atau hanya mau menyerahkan di tempat tertentu saja, maka apabila istri
telah menyerahkan dan menyodorkan diri kepada suaminya secara totalitas serta mau
dibawa kemana saja sesuai keinginan suami dan suaminya hadir (tidak ghoib) maka wajib
nafkah atas suami karena sudah ada tamkin tam (penyerahan yang sempurna). Al Majmu'
Juz 18 Hal.235.
Karena udzur menyetubuhinya kepada suami bukan atas perbuatan dari istrinya maka
nafkah bagi istri tidak gugur karenanya. Al Majmu' Juz 18 Hal.239.
Menimbang, bahwa ‫بعد‬‫التـمـكـيـن‬‫الكامـل‬‫مـن‬‫زوجـتـه‬- -
setelah tamkin sempurna dari istrinya seperti dalam
KHI tersebut di atas, dalam hal ini Penggugat
sudah tergolong Tamkin Tam atau Tamkin Kamil
dan ternyata tidak terbukti Penggugat sebagai istri
yang nusyuz, sehingga karena itu Penggugat
berhak atas nafkah selama dalam perkawinannya
dengan Tergugat;
1.2.. sumber HUKUM ACARA PERADILAN AGAMA
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989
Tentang Peradilan AGama
Pasal 54
Hukum Acara yang berlaku pada Pengadilan
dalam lingkungan Peradilan Agama adalah
Hukum Acara Perdata yang berlaku pada
Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum,
kecuali yang telah diatur secara khusus dalam
Undang-Undang ini.
sumber HUKUM ACARA PERADILAN AGAMA
Tertulis (kodifikatif):
1. Reglemen Indonesia yang diperbaharui (RIB) untuk Jawa
Madura, kini diganti KUHAPer. (Stb.44_1927).
2. Reglemen Daerah Seberang (Reglement Buiten
Gowesten) untuk luar Jawa Madura (Stb.44 _1941).
3. UUPA No.7_1989 > No.3_2006 > No.50_2009, dlsb seperti
sebagian tersebut dalam hukum materiil di atas.
Tidak Tertulis (Nonkodifikasi):
1. Ahkamul Murofa’at dalam Kitab-Kitab Fiqih.
2. Hukum adat yang tidak bertentangan dengan hukum
Islam atau hukum adat yang sudah diserap oleh Hukum
Islam. (Suyuti Tholib: Teori Receptio a contrario).
1.3. HUBUNGAN HUKUM ACARA PERADILAN AGAMA
DENGAN HUKUM ACARA PERDATA
1*. Sama-sama bersifat perdata yang serba formal dan hanya memperjuangkan
hukum perdata materiil di muka sidang pengadilan melalui hakim oleh pihak yang
berkepentingan.
2*. Sebagian hukum acara peradilan agama (Hukum Munakahat) sebagai lex
spesialis dari hukum acara perdata yang merupakan lex generalis.
3*. Hukum acara peradilan agama dengan hukum acara perdata sama-sama di
atur penggunaannya oleh Undang-Undang Republik Indonesia dan Mahkamah
Agung dengan sistem satu atap.
4*. Hukum acara peradilan agama dan hukum acara perdata memiliki asas-asas
yang sama dalam aplikasinya di muka sidang dan tidak dikenal ada
prapemeriksaan seperti penyelidikan dan penyidikan dalam acara pidana.
5*
6*
7*
2. Bentuk dan isi kelengkapan gugatan / permohonan
Format gugatan / permohonan dibuat seperti surat pada umumnya, hanya saja
karena sifatnya gugatan tentang suatu hak atau permohonan suatu hak, maka
diperlukan beberapa ketentuan yang harus dimuat dalam gugatan / permohonan
tersebut, yaitu:
Tujuan (alamat gugatan/permohonan) dan Identitas pihak-pihak.
1. Alamat surat gugatan / permohonan ditujukan kepada ketua pengadilan;
2. Tanggal surat gugatan / permohonan dibuat;
3. Perihal yang dimaksud dalam surat gugatan / permohonan;
4. Identitas pihak-pihak yakni Penggugat/Pemohon dan Tergugat/Termohon yang
berisi: Nama lengkap dengan bin/binti, agama, umur, pekerjaan, pendidikan
(untuk data statistik), alamat yang ditunjuk bagi Pemohon, alamat Tergugat/
Termohon senyatanya saat gugatan/permohonan diajukan ke pengadilan;
5. Kalau pakai kuasa hukum advokat harus lengkap identitas dan legal
standingnya sesuai UU Advokat No.18/2003., bila kuasa hukumnya insidentil
harus ada keterangan dari desa ttg hubungan keluarga sampai dengan baris
ketiga.
POSITA
1. Alasan hukum/dalil-dalil surat gugatan / permohonan berisi:
• Rechtgronden: alasan hukum berupa pasal-pasal dari
peraturan (Akta Nikah / Cerai dlsb).
• Rechtfeiten: alasan kejadian nyata seperti KDRT dlsb.
2. Deskripsi dari suatu kejadian (uraian naratif) surat gugatan
/ permohonan;
3. Kesanggupan membayar biaya perkara atau mohon
berperkara prodeo;
4. Petitum atau permintaan dari gugatan/permohonan
diajukan tersebut yang terdiri dari primair dan sekundair;
5. Tandatangan dan nama terang Penggugat/Pemohon atau
kuasa hukumnya tanpa meterai;
6. Bagi yang tidak dapat baca tulis, maksudnya diutarakan
kepada petugas, kemudian petugas mencatatnya lalu dicap
jempol oleh ybs. diketahui oleh petugas yg membantunya.
Petitum Subsider memberikan fleksibelitas
(keluwesan) bagi Majelis Hakim dalam
memutus suatu perkara berdasarkan petitum
yang disampaikan oleh Penggugat/Pemohon,
namun hal ini hanyalah akan mengarah kpd
hal-hal yg seharusnya disampaikan oleh
Penggugat/Pemohon akan tetapi terlupakan
atau tidak sepenuhnya persis & pas dg
keadilan & kebenaran yang seharusnya
diterapkan dalam suatu perkara seperti terkait
dengan redaksi yang berbeda namun maksud
& maknanya sama serta tujuannya sesuai
dengan rasa keadilan hukum;
Pendapat ahli hukum M.Yahya
Harahap,S.H. (Hukum Acara Perdata,
Sinar Grafika, 2007, hal.64) yaitu: “Demi
keadilan hakim bebas dan berwenang
menetapkan lain berdasarkan petitum ex-
aequo et bono dengan syarat harus
berdasarkan kelayakan atau kepatutan
(appropriateness) dan masih berada dalam
kerangka jiwa petitum primer dan dalil
permohonan”;
3. PERSIAPAN SIDANG
• Berkas perkara yang telah terdaftar dengan mendapatkan Nomor Perkara:
- Nomor 0000/Pdt.G/2015/PA.Bwi. untuk perkara gugatan kode G.
- Nomor 0000/Pdt.P/2015/PA.Bwi. untuk perkara permohonan kode P.
• Penetapan Majelis Hakim (PMH) ditandatangani oleh Ketua Pengadilan.
• Penetapan Hari Sidang (PHS) ditandatangani oleh Ketua Majelis Hakim.
• Juru Sita / Juru Sita Pengganti (JSP) memanggil kedua pihak berperkara ke
alamat ybs., apabila tidak berjumpa dengan ybs. maka JSP harus menjumpai
kepala desa / lurah (staf atas namanya) agar menyampaikan relass panggilan
beserta salinan gugatan / permohonan kepada ybs.
• Setelah Majelis Hakim memasuki ruang sidang, membuka sidang dan
menyatakan sidang terbuka untuk umum, pihak-pihak dipanggil masuk ke
ruang sidang untuk perdamaian oleh Majelis Hakim, bila berdamai perkaranya
dicabut, bila tidak damai, kedua belah pihak diperintahkan untuk menghadap
ke mediator, sidang ditunda untuk mendengarkan Laporan Hasil Mediasi.
• Sidang berikutnya (khusus perkara cerai harus dinyatakan tertutup untuk
umum) pembacaan gugatan/permohonan, jawaban, replik, duplik, (rereplik,
reduplik), pembuktian (surat, saksi), kesimpulan, Musyawarah Majelis Hakim
(rahasia), pembacaan Putusan / Penetapan.
• Sidang pembacaan putusan harus dinyatakan terbuka untuk umum, kalau
tidak, berakibat putusan batal demi hukum.
4. ADAB HAKIM DALAM PERSIDANGAN
• Majelis Hakim memakai baju toga hitam variasi
hijau berdasi putih.
• Membuka persidangan dengan membaca
basmalah kemudian berdo’a.
• Memanggil para pihak sesuai dengan nomor
urut pendaftaran sidang.
• Menghadapi para pihak dengan perhatian yang
sama, tidak membedakan status, ras, kaya
miskin.
• Tidak memihak kepada salah satu pihak dan
mendengarkan keterangan pihak lawannya
(audi et alteram partem).
5. CARA PEMERIKSAAN PERKARA DI PENGADILAN TINGKAT PERTAMA
1. Pertamakali Majelis Hakim harus memeriksa relas panggilan yang dilakukan
oleh Juru Sita / Juru Sita Pengganti (JSP) serta menilai sah & patut atau tidak
pelaksanaan pemanggilan tersebut kepada kedua pihak khususnya kepada
Tergugat/Termohon;
2. Berikutnya harus memeriksa apa ada eksepsi baik absolut atau relatif dalam
perkara yang sedang diperiksa tersebut;
3. Selanjutnya Majelis Hakim menyatakan sidang terbuka atau tertutup untuk
umum (sesuai aturan yang ada), melakukan perdamaian, bila berdamai
perkaranya dicabut, bila tidak damai, kedua belah pihak diperintahkan
untuk menghadap ke mediator, sidang ditunda untuk mendengarkan
Laporan Hasil Mediasi.
4. Sidang berikutnya pembacaan gugatan/permohonan (khusus perkara cerai
harus dinyatakan tertutup untuk umum),
5. jawaban, replik, duplik, (rereplik, reduplik), pembuktian (surat, saksi),
kesimpulan, Musyawarah Majelis Hakim (rahasia), pembacaan Putusan /
Penetapan.
6. Sidang pembacaan putusan harus dinyatakan terbuka untuk umum, kalau
tidak, berakibat putusan batal demi hukum.
Hukum acara peradilan agama
Hukum acara peradilan agama
Hukum acara peradilan agama
Hukum acara peradilan agama
Hukum acara peradilan agama
Hukum acara peradilan agama
Hukum acara peradilan agama
Hukum acara peradilan agama
Hukum acara peradilan agama

Hukum acara peradilan agama

  • 1.
    Fakultas Syari’ah InstitutAgama Islam Ibrahimy Jurusan Mu’amalah & Ahwal Al Syakhsyiyyah TAHUN AKADEMIK 2014 - 2015 DRS.H.FATHUR ROHMAN MS.MH.
  • 2.
    1. UUD NRI1945 Pasal 24 Ayat 2: Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. 2. UU 14/1985 Mahkamah Agung RI (LN 73/1985, TLN 3316) - UU 5/2004/Perubahan I & Penambahan - UU 3/2009/Perubahan II (LN 3/2009, TLN 4958) 3. UU 7/1989/Peradilan Agama (LN 49/1989, TLN 3400) - UU 3/2006/Perubahan I (LN 22/2006, TLN 4611) - UU 50/2009/Perubahan II (LN 159/2009, TLN 5078) 4. UU 48/2009/Kehakiman (LN 157/2009, TLN 5076)
  • 3.
    TUJUAN Agar mahasiswa memahami hukumacara yang berlaku di Pengadilan dalam lingkungan peradilan agama dan mampu mengaplikasikannya dalam simulasi beracara. Silabus Mata Kuliah: Hukum Acara Peradilan Agama Komponen : MKB - Program : S1 - Bobot : 2 SKS - Kode : 910C05
  • 4.
    POKOK BAHASAN 1. Pengertian,sumber dan hubungannya dengan hukum acara perdata 2. Bentuk dan isi kelengkapan gugatan / permohonan 3. Penetapan Majelis Hakim, Penetapan Hari Sidang & Pemanggilan Pihak2 4. Adab Hakim dalam persidangan 5. Cara pemeriksaan perkara di pengadilan tingkat pertama 6. Tugas Ketua Majelis, anggota dan Panitera Pengganti 7. Usaha Perdamaian dan Mediasi 8. Hal-hal yang mempengaruhi sidang pertama 9. Eksepsi dan Rekonvensi 10. Pencabutan gugatan/permohonan dan pihak berperkara meninggal 11. Alat bukti dan tahapan pembuktian 12. Musyawarah Majelis Hakim, pengambilan kongklusi & keputusan 13. Produk Pengadilan (Putusan dan Penetapan) 14. Upaya Hukum: Banding, Kasasi dan Peninjauan Kembali 15. Cara pemeriksaan di tingkat banding dan kasasi 16. Verzet & PK putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap 17. Ekskusi putusan pengadilan
  • 5.
    REFERENSI Buku Wajib 1. M.YahyaHarahap, Kedudukan, Kewenangan dan Acara Peradilan Agama: Undang-Undang No. 7 Tahun 1989. 2. Roihan A. Rasyid, Hukum Acara Peradilan Agama. 3. Idris Ramulyo, Beberapa Masalah Tentang Hukum Acara Perdata Peradilan Agama dan Hukum Kewarisan Islam. 4. Wirjono Prodjodikoro, Hukum Acara Perdata di Indonesia.
  • 6.
    BUKU ANJURAN Umar MansyurSyah, Hukum Acara Perdata Peradilan Agama Menurut Teori dan Praktek. Wirjono Prodjodikoro, Hukum Acara Perdata di Pengadilan Negeri. Soepomo, Hukum Acara Perdata Pengadilan Negeri. Soebekti, Hukum Pembuktian. Mahkamah Agung RI, Yurisprudensi Indonesia: Putusan-putusan Pengadilan Agama. Abdul Ghani Abdullah, Himpunan Perundang- undangan dan Peraturan Peradilan Agama.
  • 7.
    1.1.PENGERTIAN HUKUM ACARAPERADILAN AGAMA Hukum Acara Perdata adalah peraturan hukum yang mengatur bagaimana caranya menjamin ditaatinya hukum perdata materiil dengan perantaraan hakim. (Sudikno Mertokusumo) Hukum Perdata (materiil) yang ingin ditegakkan atau dipertahankan dengan hukum acara tersebut meliputi peraturan hukum yang tertulis dalam bentuk peraturan perundang-undangan (UU Perkawinan, UU Peradilan Agama, Kompilasi Hukum Islam, Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah, dll) dan peraturan hukum yang tidak tertulis berupa hukum adat yang hidup dalam masyarakat (termasuk Kitab Fiqih Munakahat yang kita jadikan rujukan dan diambil alih sebagai pendapat majelis hakim dan telah tertuang dalam putusan).
  • 8.
    Hukum Materiil TertulisPeradilan Agama 1. Al Quran dan Al Hadits 2. UU No.42/1946 jo.UU 32/1954 ttg Nikah Talak Cerai Rujuk (NTCR) 3. UU No.1/1974 ttg Perkawinan 4. PP No.9/1975 ttg Pelaksanaan UU No.1/1974 ttg Perkawinan 5. UU No.7/1992 ttg Perbankan jo. UU No.10/1998 6. UU No.23/1999 ttg Bank Indonesia 7. UU No.38/1999 ttg Pengelolaan Zakat 8. UU No.41/2004 ttg Wakaf 9. UU No.19/2008 ttg Surat Berharga Syari'ah Negara 10. UU No.21/2008 ttg Perbankan Syari'ah 11. UU No.23/2002 ttg Perlindungan Anak 12. UU No.23/2004 ttg Penghapusan Kekerasan Dalam Rumahtangga 13. PP No.28/1977 ttg Perwakafan Tanah Milik 14. Kompilasi Hukum Islam (KHI) 15. Per MA No.02/2008 ttg Kompilasi Hukum Ekonomi Syari'ah (KHES) 16. Peraturan bank yang berkaitan dengan ekonomi Syari'ah 17. Yurisprudensi 18. Qonun Aceh 19. Fatwa Dewan Syari'ah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) 20. Akad Ekonomi Syari'ah
  • 9.
    Hukum Materiil TidakTertulis Peradilan Agama Menimbang, bahwa Majelis perlu mengemukakan pendapat Ahli Hukum Islam yang tersebut dalam Kitab Mada Hurriyatuz Zaujaini Fith Tholaq Juz I halaman 83, dan selanjutnya dijadikan pendapat Majelis dalam perkara ini: ‫مدى‬‫حرية‬‫الزوجين‬‫فى‬‫الطالق‬:‫محمد‬‫عبد‬‫الرحمن‬‫الصابونى‬‫ج‬١‫ص‬٨٣ ‫وقد‬‫اختار‬‫اإلسالم‬‫نظام‬‫الطالق‬‫حين‬‫تضطرب‬‫الحياة‬‫الزوجية‬‫ولم‬‫يعد‬‫ينفع‬‫ف‬‫يها‬‫نصح‬ ‫وال‬‫صلح‬‫وحيث‬‫تصبح‬‫الرابطة‬‫الزواج‬‫صورة‬‫من‬‫غيرروح‬,‫ألن‬‫اإلستمرارمعنا‬‫ه‬‫أن‬ ‫يحكم‬‫على‬‫أحد‬‫الزوجين‬‫بالسجن‬‫المؤبد‬‫وهذا‬‫ظلم‬‫تأباه‬‫روح‬‫العدالة‬. “Islam memilih lembaga thalaq ketika rumah tangga sudah dianggap goncang, serta sudah dianggap tidak bermanfaat lagi nasihat dan perdamaian, dan hubungan suami istri telah hampa. Sebab, meneruskan perkawinan yang demikian berarti menghukum salah satu dari suami isteri dengan penjara yang berkepanjangan. Ini adalah aniaya yang bertentangan dengan rasa keadilan.”
  • 10.
    Menimbang, bahwa berdasarkanhal tersebut di atas, maka cukup alasan bagi Pengadilan Agama untuk mengabulkan gugatan Penggugat, seperti maksud Pasal 70 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 jo. Yurisprudensi Mahkamah Agung RI Nomor 1287/K/AG/1999 tanggal 8 Juni 1999 yang mengandung abstraksi hukum bahwa apabila suami istri dalam kehidupan rumahtangganya telah terjadi percekcokan terus menerus, semua usaha perdamaian yang dilakukan tidak berhasil merukunkan lagi, maka fakta yang demikian ini seharusnya ditafsirkan bahwa hati kedua belah pihak tersebut telah pecah, sehingga telah memenuhi ketentuan Pasal 39 ayat (2) Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1974 jo. Pasal 19 huruf (f) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, Pasal 116 huruf (f) Kompilasi Hukum Islam dan sesuai pula dengan pendapat Dr.Mushthofa As Siba'i, yang tersebut dalam kitab: "Al Mar-atu bainal Fiqhi wal Qonun" halaman 110 yang diambil alih menjadi pendapat Majelis Hakim Pengadilan Agama Banyuwangi sendiri yang berbunyi sebagai berikut:
  • 11.
    ‫فإن‬‫الحياة‬‫الزوجية‬‫ال‬‫تستقيم‬‫مع‬‫الشقاق‬‫و‬‫النزاع‬‫عداما‬‫فى‬‫ذلك‬‫من‬‫ضرر‬‫ب‬‫تربية‬ ‫األوالد‬‫وسلوكهم‬‫وال‬‫خير‬‫فى‬‫اجتماع‬‫بين‬‫متباغضين‬‫ومهما‬‫يكن‬‫أسباب‬‫هذا‬‫ال‬‫نزاع‬ ‫خـطيرا‬‫كان‬‫أوتافها‬‫فإنه‬‫من‬‫الخـير‬‫أن‬‫تـنتهي‬‫العالقة‬‫الزوجـية‬‫بين‬‫هذين‬‫الز‬‫وجـين‬ ‫لعل‬‫هللا‬‫يهيء‬‫لكل‬‫واحد‬‫منهما‬‫شريكا‬‫أخر‬‫لحياته‬‫يجد‬‫معه‬‫الطمأنينة‬‫واإلستق‬‫رار‬ Artinya: "Sungguh kehidupan suamiistri tidak akan tegak/rukun jika disertai dengan pertengkaran dan perselisihan, di samping menimbulkan kemudlorotan yang serius dalam pendidikan anak dan pembentukan akhlak anak-anak, lagi pula tidak baik menghimpun dua orang yang saling membenci, apapun yang menjadi sebab perselisihan tersebut, pilihannya adalah hubungan suami istri harus diakhiri dengan harapan sesudah berpisah Allah swt menganugerahi pasangan baru yang mewujudkan ketenangan dan ketenteraman".
  • 12.
    Menimbang, bahwa dalamKitab Majmu' Syarah Muhadzdzab Juz 18 halaman 235 dan 239 dijelaskan sebagai berikut: ‫قال‬‫المصنف‬‫رحمه‬‫هللا‬‫تعالى‬:‫كتاب‬‫النفقات‬(‫باب‬‫نفقة‬‫الزوجات‬)‫إذا‬‫سلمت‬‫المرأة‬‫نفسها‬‫إلى‬‫زوجها‬‫وتمك‬‫ن‬‫من‬ ‫االستمتاع‬‫بها‬‫ونقلها‬‫إلى‬‫حيث‬،‫يريد‬‫وهما‬‫من‬‫أهل‬‫االستمتاع‬‫في‬‫نكاح‬،‫صحيح‬‫وجبت‬،‫نفقتها‬‫لما‬‫روى‬‫جاب‬‫ر‬‫رضى‬‫هللا‬ ‫عنه‬‫أن‬‫رسول‬‫هللا‬‫صلى‬‫هللا‬‫عليه‬‫وسلم‬‫خطب‬‫الناس‬‫فقال‬"‫اتقوا‬‫هللا‬‫في‬،‫النساء‬‫فإنكم‬‫أخذتموهن‬‫بأمانة‬‫هللا‬،‫واستحللتم‬ ‫فروجهن‬‫بكلمة‬،‫هللا‬‫ولهن‬‫عليكم‬‫رزقهن‬‫وكسوتهن‬‫بالمعروف‬‫وإن‬‫امتنعت‬‫من‬‫تسليم‬‫نفسها‬‫أو‬‫مكنت‬‫من‬‫اس‬‫تمتاع‬‫دون‬ ‫استمتاع‬‫أو‬‫في‬‫منزل‬‫دون‬‫منزل‬‫أو‬‫في‬‫بلد‬‫لم‬‫تجب‬‫النفقة‬‫النه‬‫لم‬‫يوجد‬‫التمكين‬‫التام‬‫فلم‬‫تجب‬‫النفقة‬‫ك‬‫ما‬‫ال‬‫يجب‬‫ثمن‬ ‫المبيع‬‫إذا‬‫امتنع‬‫البائع‬‫من‬‫تسليم‬،‫المبيع‬‫أو‬‫سلم‬‫في‬‫موضع‬‫دون‬،‫موضع‬‫فإن‬‫عرضت‬‫عليه‬‫وبذلت‬‫له‬‫الت‬‫مكين‬‫التام‬‫والنقل‬ ‫إلى‬‫حيث‬‫يريد‬‫وهو‬،‫حاضر‬‫وجبت‬‫عليه‬‫النفقة‬‫النه‬‫وجد‬‫التمكين‬‫التام‬.‫وإن‬‫عرضت‬‫عليه‬‫وهو‬‫غائب‬‫لم‬‫يجب‬‫حتى‬‫يقدم‬ ‫هو‬‫أو‬،‫وكيله‬‫أو‬‫يمضى‬‫زمان‬‫لو‬‫أراد‬‫المسير‬‫لكان‬‫يقدر‬‫على‬،‫أخذها‬‫النه‬‫ال‬‫يوجد‬‫التمكين‬‫التام‬‫إال‬‫بذلك‬‫وإن‬‫ل‬‫م‬‫تسلم‬‫إليه‬ ‫ولم‬‫تعرض‬‫عليه‬‫حتى‬‫مضى‬‫على‬‫ذلك‬‫زمان‬‫لم‬‫تجب‬،‫النفقة‬‫الن‬‫النبي‬‫صلى‬‫هللا‬‫عليه‬‫وسلم‬‫تزوج‬‫عائش‬‫ة‬‫رضى‬‫هللا‬‫عنها‬ ‫ودخلت‬‫عليه‬‫بعد‬‫سنتين‬.‫المجموع‬‫شرح‬‫المهذب‬‫للنواوى‬‫ج‬‫ص‬ ‫الن‬‫تعذر‬‫وطئها‬‫عليه‬‫ليس‬‫بفعلها‬‫فلم‬‫تسقط‬‫بذلك‬‫نفقتها‬.‫المجموع‬‫للنواوى‬‫ج‬‫ص‬
  • 13.
    Maknanya: Apabila seorangistri telah menyerahkan dirinya kepada suaminya dan suami memungkinkan untuk melakukan hubungan seksual dengannya serta memungkinkan mengajak istri bertempat tinggal sesuai kehendak suami, dan kedua-duanya (suami istri) tersebut termasuk orang yang mampu melakukan hubungan seksual dalam pernikahan yang sah, (maka) wajiblah nafkah istri atas suami, berdasarkan hadits riwayat Jabir r.a. bahwa Rasulullah s.a.w. bersabda dihadapan para sahabat sebagai berikut:" Bertaqwalah kepada Allah dalam urusan kaum wanita, karena sesungguhnya kalian semua telah mengambil mereka dengan amanat Allah, dan kalian semua telah menghalalkan kehormatan mereka dengan Kalimah Allah, dan mereka mempunyai hak nafkah dan sandang yang layak atas kalian semua", dan apabila seorang istri menolak untuk menyerahkan dirinya secara total atau hanya menyerahkan sebagian kenikmatan saja atau hanya mau mengikuti suaminya ke tempat tinggal atau negeri tertentu saja, maka suami tidak wajib memberi nafkah kepadanya karena belum terdapat penyerahan yang sempurna (Tamkin Tam), karena ketidakwajiban memberi nafkah tersebut sebagaimana tidak wajib membayar harga barang yang dibeli apabila penjual tidak mau menyerahkan barang yang dibeli tersebut atau hanya mau menyerahkan di tempat tertentu saja, maka apabila istri telah menyerahkan dan menyodorkan diri kepada suaminya secara totalitas serta mau dibawa kemana saja sesuai keinginan suami dan suaminya hadir (tidak ghoib) maka wajib nafkah atas suami karena sudah ada tamkin tam (penyerahan yang sempurna). Al Majmu' Juz 18 Hal.235. Karena udzur menyetubuhinya kepada suami bukan atas perbuatan dari istrinya maka nafkah bagi istri tidak gugur karenanya. Al Majmu' Juz 18 Hal.239.
  • 14.
    Menimbang, bahwa ‫بعد‬‫التـمـكـيـن‬‫الكامـل‬‫مـن‬‫زوجـتـه‬-- setelah tamkin sempurna dari istrinya seperti dalam KHI tersebut di atas, dalam hal ini Penggugat sudah tergolong Tamkin Tam atau Tamkin Kamil dan ternyata tidak terbukti Penggugat sebagai istri yang nusyuz, sehingga karena itu Penggugat berhak atas nafkah selama dalam perkawinannya dengan Tergugat;
  • 15.
    1.2.. sumber HUKUMACARA PERADILAN AGAMA Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan AGama Pasal 54 Hukum Acara yang berlaku pada Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama adalah Hukum Acara Perdata yang berlaku pada Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum, kecuali yang telah diatur secara khusus dalam Undang-Undang ini.
  • 16.
    sumber HUKUM ACARAPERADILAN AGAMA Tertulis (kodifikatif): 1. Reglemen Indonesia yang diperbaharui (RIB) untuk Jawa Madura, kini diganti KUHAPer. (Stb.44_1927). 2. Reglemen Daerah Seberang (Reglement Buiten Gowesten) untuk luar Jawa Madura (Stb.44 _1941). 3. UUPA No.7_1989 > No.3_2006 > No.50_2009, dlsb seperti sebagian tersebut dalam hukum materiil di atas. Tidak Tertulis (Nonkodifikasi): 1. Ahkamul Murofa’at dalam Kitab-Kitab Fiqih. 2. Hukum adat yang tidak bertentangan dengan hukum Islam atau hukum adat yang sudah diserap oleh Hukum Islam. (Suyuti Tholib: Teori Receptio a contrario).
  • 17.
    1.3. HUBUNGAN HUKUMACARA PERADILAN AGAMA DENGAN HUKUM ACARA PERDATA 1*. Sama-sama bersifat perdata yang serba formal dan hanya memperjuangkan hukum perdata materiil di muka sidang pengadilan melalui hakim oleh pihak yang berkepentingan. 2*. Sebagian hukum acara peradilan agama (Hukum Munakahat) sebagai lex spesialis dari hukum acara perdata yang merupakan lex generalis. 3*. Hukum acara peradilan agama dengan hukum acara perdata sama-sama di atur penggunaannya oleh Undang-Undang Republik Indonesia dan Mahkamah Agung dengan sistem satu atap. 4*. Hukum acara peradilan agama dan hukum acara perdata memiliki asas-asas yang sama dalam aplikasinya di muka sidang dan tidak dikenal ada prapemeriksaan seperti penyelidikan dan penyidikan dalam acara pidana. 5* 6* 7*
  • 18.
    2. Bentuk danisi kelengkapan gugatan / permohonan Format gugatan / permohonan dibuat seperti surat pada umumnya, hanya saja karena sifatnya gugatan tentang suatu hak atau permohonan suatu hak, maka diperlukan beberapa ketentuan yang harus dimuat dalam gugatan / permohonan tersebut, yaitu: Tujuan (alamat gugatan/permohonan) dan Identitas pihak-pihak. 1. Alamat surat gugatan / permohonan ditujukan kepada ketua pengadilan; 2. Tanggal surat gugatan / permohonan dibuat; 3. Perihal yang dimaksud dalam surat gugatan / permohonan; 4. Identitas pihak-pihak yakni Penggugat/Pemohon dan Tergugat/Termohon yang berisi: Nama lengkap dengan bin/binti, agama, umur, pekerjaan, pendidikan (untuk data statistik), alamat yang ditunjuk bagi Pemohon, alamat Tergugat/ Termohon senyatanya saat gugatan/permohonan diajukan ke pengadilan; 5. Kalau pakai kuasa hukum advokat harus lengkap identitas dan legal standingnya sesuai UU Advokat No.18/2003., bila kuasa hukumnya insidentil harus ada keterangan dari desa ttg hubungan keluarga sampai dengan baris ketiga.
  • 19.
    POSITA 1. Alasan hukum/dalil-dalilsurat gugatan / permohonan berisi: • Rechtgronden: alasan hukum berupa pasal-pasal dari peraturan (Akta Nikah / Cerai dlsb). • Rechtfeiten: alasan kejadian nyata seperti KDRT dlsb. 2. Deskripsi dari suatu kejadian (uraian naratif) surat gugatan / permohonan; 3. Kesanggupan membayar biaya perkara atau mohon berperkara prodeo; 4. Petitum atau permintaan dari gugatan/permohonan diajukan tersebut yang terdiri dari primair dan sekundair; 5. Tandatangan dan nama terang Penggugat/Pemohon atau kuasa hukumnya tanpa meterai; 6. Bagi yang tidak dapat baca tulis, maksudnya diutarakan kepada petugas, kemudian petugas mencatatnya lalu dicap jempol oleh ybs. diketahui oleh petugas yg membantunya.
  • 20.
    Petitum Subsider memberikanfleksibelitas (keluwesan) bagi Majelis Hakim dalam memutus suatu perkara berdasarkan petitum yang disampaikan oleh Penggugat/Pemohon, namun hal ini hanyalah akan mengarah kpd hal-hal yg seharusnya disampaikan oleh Penggugat/Pemohon akan tetapi terlupakan atau tidak sepenuhnya persis & pas dg keadilan & kebenaran yang seharusnya diterapkan dalam suatu perkara seperti terkait dengan redaksi yang berbeda namun maksud & maknanya sama serta tujuannya sesuai dengan rasa keadilan hukum;
  • 21.
    Pendapat ahli hukumM.Yahya Harahap,S.H. (Hukum Acara Perdata, Sinar Grafika, 2007, hal.64) yaitu: “Demi keadilan hakim bebas dan berwenang menetapkan lain berdasarkan petitum ex- aequo et bono dengan syarat harus berdasarkan kelayakan atau kepatutan (appropriateness) dan masih berada dalam kerangka jiwa petitum primer dan dalil permohonan”;
  • 22.
    3. PERSIAPAN SIDANG •Berkas perkara yang telah terdaftar dengan mendapatkan Nomor Perkara: - Nomor 0000/Pdt.G/2015/PA.Bwi. untuk perkara gugatan kode G. - Nomor 0000/Pdt.P/2015/PA.Bwi. untuk perkara permohonan kode P. • Penetapan Majelis Hakim (PMH) ditandatangani oleh Ketua Pengadilan. • Penetapan Hari Sidang (PHS) ditandatangani oleh Ketua Majelis Hakim. • Juru Sita / Juru Sita Pengganti (JSP) memanggil kedua pihak berperkara ke alamat ybs., apabila tidak berjumpa dengan ybs. maka JSP harus menjumpai kepala desa / lurah (staf atas namanya) agar menyampaikan relass panggilan beserta salinan gugatan / permohonan kepada ybs. • Setelah Majelis Hakim memasuki ruang sidang, membuka sidang dan menyatakan sidang terbuka untuk umum, pihak-pihak dipanggil masuk ke ruang sidang untuk perdamaian oleh Majelis Hakim, bila berdamai perkaranya dicabut, bila tidak damai, kedua belah pihak diperintahkan untuk menghadap ke mediator, sidang ditunda untuk mendengarkan Laporan Hasil Mediasi. • Sidang berikutnya (khusus perkara cerai harus dinyatakan tertutup untuk umum) pembacaan gugatan/permohonan, jawaban, replik, duplik, (rereplik, reduplik), pembuktian (surat, saksi), kesimpulan, Musyawarah Majelis Hakim (rahasia), pembacaan Putusan / Penetapan. • Sidang pembacaan putusan harus dinyatakan terbuka untuk umum, kalau tidak, berakibat putusan batal demi hukum.
  • 23.
    4. ADAB HAKIMDALAM PERSIDANGAN • Majelis Hakim memakai baju toga hitam variasi hijau berdasi putih. • Membuka persidangan dengan membaca basmalah kemudian berdo’a. • Memanggil para pihak sesuai dengan nomor urut pendaftaran sidang. • Menghadapi para pihak dengan perhatian yang sama, tidak membedakan status, ras, kaya miskin. • Tidak memihak kepada salah satu pihak dan mendengarkan keterangan pihak lawannya (audi et alteram partem).
  • 24.
    5. CARA PEMERIKSAANPERKARA DI PENGADILAN TINGKAT PERTAMA 1. Pertamakali Majelis Hakim harus memeriksa relas panggilan yang dilakukan oleh Juru Sita / Juru Sita Pengganti (JSP) serta menilai sah & patut atau tidak pelaksanaan pemanggilan tersebut kepada kedua pihak khususnya kepada Tergugat/Termohon; 2. Berikutnya harus memeriksa apa ada eksepsi baik absolut atau relatif dalam perkara yang sedang diperiksa tersebut; 3. Selanjutnya Majelis Hakim menyatakan sidang terbuka atau tertutup untuk umum (sesuai aturan yang ada), melakukan perdamaian, bila berdamai perkaranya dicabut, bila tidak damai, kedua belah pihak diperintahkan untuk menghadap ke mediator, sidang ditunda untuk mendengarkan Laporan Hasil Mediasi. 4. Sidang berikutnya pembacaan gugatan/permohonan (khusus perkara cerai harus dinyatakan tertutup untuk umum), 5. jawaban, replik, duplik, (rereplik, reduplik), pembuktian (surat, saksi), kesimpulan, Musyawarah Majelis Hakim (rahasia), pembacaan Putusan / Penetapan. 6. Sidang pembacaan putusan harus dinyatakan terbuka untuk umum, kalau tidak, berakibat putusan batal demi hukum.

Editor's Notes

  • #2 Materi Kuliah Semester VI di Fakultas Syari’ah Institut Agama Islam Ibrahimy Sukorejo Situbondo Jurusan Mu’amalah dan Ahwal Al Syakhsyiyyah
  • #21 Bahan Kuliah di Fakultas Syari’ah Institut Agama Islam Ibrahimy Sukorejo Situbondo Jurusan Mu’amalah dan Ahwal Al Syakhsyiyyah