Be, gg, edi putra, hapzi ali, ethics and business, business ethic pada pt may...
Similar to BE, GG, EDI PUTRA, HAPZI ALI, ETHICS AND BUSINESS, ETHICAL DECISION MAKING , EMPLOYER RESPONSIBILITY AND EMPLOYER RIGHT, UNIVERSITAS MERCU BUANA, 2017
15, be gg, alex arifiansyah, hapzi ali, quiz and forum theory and practice of...lexipel
Similar to BE, GG, EDI PUTRA, HAPZI ALI, ETHICS AND BUSINESS, ETHICAL DECISION MAKING , EMPLOYER RESPONSIBILITY AND EMPLOYER RIGHT, UNIVERSITAS MERCU BUANA, 2017 (20)
BE, GG, EDI PUTRA, HAPZI ALI, ETHICS AND BUSINESS, ETHICAL DECISION MAKING , EMPLOYER RESPONSIBILITY AND EMPLOYER RIGHT, UNIVERSITAS MERCU BUANA, 2017
1. BUSINESS ETHIC AND GOOD GOVERNANCE :
Ethical decision making: employer responsibility and
employee right
Dosen Pengampu :
Prof.Dr.Ir.H.Hapzi Ali, MM
Disusun Oleh :
Edi Putra 55116120108
PROGRAM STUDI MASTER MANAJEMEN
UNIVERSITAS MERCU BUANA
JAKARTA
2017
2. STAKEHOLDER
Stakeholder adalah suatu masyarakat, kelompok, komunitas ataupun individu
manusia yang memiliki hubungan dan kepentingan terhadap suatu organisasi atau
perusahaan. Suatu masyarakat, kelompok, komunitas ataupun individu tersebut dapat
dikatakan sebagai stakeholder jika mereka memiliki karekteristik seperti memiliki
kekuasaan dan kepentingan terhadap organisasi atau perusahaan. Atau definisi dari
stakeholder yaitu orang yang memiliki minat maupun kepentingan di dalam suatu
perusahaan. Hal ini bisa menyangkut kepentingan finansial atau kepentingan lainnya. Jika
orang tersebut terkena pengaruh dari apa yang terjadi pada perusahaan, baik itu dampak
negatif atau positif orang tersebut dapat dikatakan sebagai stakeholder.
Definisi stakeholders menurut Freeman (1984) merupakan individu atau
kelompok yang bisa mempengaruhi dan/ atau dipengaruhi oleh organisasi sebagai
dampak dari aktivitas-aktivitasnya. Sedangkan Chariri dan Ghazali (2007, h.32)
mengatakan bahwa perusahaan bukanlah entitas yang hanya beroperasi untuk
kepentingannya sendiri namun harus memberikan manfaat bagi stakeholders-nya
(shareholders, kreditor, konsumen, supplier, pemerintah, masyarakat, analis dan pihak
lain). Sedangkan Rudito (2004) mengemukakan bahwa perusahaan dianggap sebagai
stakeholders, jika mempunyai tiga atribut, yaitu: kekuasaan, legitimasi dan kepentingan.
Mengacu pada pengertian stakeholders diatas, maka dapat ditarik suatu
penjelasan bahwa dalam suatu aktivitas perusahaan dipengaruhi oleh faktor-faktor dari
luar dan dari dalam, yang kesemuanya dapat disebut sebagai stakeholders.
Kelangsungan hidup perusahaan bergantung pada dukungan stakeholders dan dukungan
tersebut harus dicari sehingga aktivitas perusahaan adalah untuk mencari dukungan
tersebut. Makin powerful stakeholders, makin besar usaha perusahaan untuk beradaptasi.
Pengungkapan sosial dianggap sebagai bagian dari dialog antara perusahaan dengan
stakehoders-nya (Chariri dan Ghazali, 2007).
3. Kasali dalam Wibisono (2007, hal. 90) membagi stakeholders menjadi sebagai
berikut:
1. Stakeholders Internal dan stakeholders eksternal.
Stakeholders internal adalah stakeholders yang berada di dalam lingkungan organisasi.
Misalnya karyawan, manajer dan pemegang saham (shareholder). Sedangkan
stakeholders eksternal adalah stakeholders yang berada di luar lingkungan organisasi,
seperti penyalur atau pemasok, konsumen atau pelanggan, masyarakat, pemerintah, pers,
kelompok social responsible investor, licensing partner dan lain-lain.
2. Stakeholders primer, sekunder dan marjinal.
Tidak semua elemen dalam stakeholders perlu diperhatikan. Perusahaan perlu menyusun
skala prioritas. Stakeholders yang paling penting disebut stakeholders primer,
stakeholders yang kurang penting disebut stakeholders sekunder dan yang biasa
diabaikan disebut stakeholders marjinal. Urutan prioritas ini berbeda bagi setiap
perusahaan meskipun produk atau jasanya sama. Urutan ini juga bisa berubah dari waktu
ke waktu.
3. Stakeholders tradisional dan stakeholders masa depan.
Karyawan dan konsumen dapat disebut sebagai stakeholders tradisional, karena saat ini
sudah berhubungan dengan organisasi. Sedangkan stakeholders masa depan adalah
stakeholders pada masa yang akan datang diperkirakan akan memberikan pengaruhnya
pada organisasi seperti mahasiswa, peneliti dan konsumen potensial.
4. Proponents, opponents, dan uncommitted.
Diantara stakeholders ada kelompok yang memihak organisasi (proponents), menentang
organisasi (opponents) dan ada yang tidak peduli atau abai (uncommitted). Organisasi
perlu mengenal stakeholders yang berbeda-beda ini agar dapat melihat permasalahan,
menyusun rencana dan strategi untuk melakukan tindakan yang proposional.
4. 5. Silent majority dan vokal minority.
Dilihat dari aktivitas stakeholders dalam melakukan komplain atau mendukung
perusahaan, tentu ada yang menyatakan pertentangan atau dukungannya secara vokal
(aktif) namun ada pula yang menyatakan secara silent (pasif).
Menurut Hill (1996, hal 129), Stakeholders dalam pelayanan sosial meliputi negara,
sektor pivat, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dan masyarakat, dalam kasus
program CSR keseluruhan entitas tersebut terlibat secara bersama-sama. Sementara
mereka memiliki kepentingan berbeda-beda yang satu dengan yang lain bisa saling
bersebrangan dan sangat mungkin merugikan pihak yang lain.
Cara menjaga Etika yang sesuai dengan budaya Bangsa
Salah satu aspek yang sangat populer dan perlu mendapat perhatian dalam dunia bisnis
ini adalah norma dan etika bisnis. Etika bisnis selain dapat menjamin kepercayaan dan
loyalitas dari semua unsur yang berpengaruh pada perusahaan, juga sangat menentukan
maju atau mundurnya perusahaan. Berikut adalah cara untuk menjaga agar etika sesuai
dengan budaya bangsa Indonesia.
1. Ciptakan kepercayaan perusahaan. Kepercayaan perusahaan dalam menetapkan
nilai-nilai perusahaan yang mendasari tanggung jawab etika bagi pemilik
kepentingan.
2. Kembangkan kode etik. Kode etik merupakan suatu catatan tentang standar tingkah
laku dan prinsip-prinsip etika yang diharapkan perusahaan dari karyawan.
5. 3. Jalankan kode etik secara adil dan konsisten. Manajer harus mengambil tindakan
apabila mereka melanggar etika. Bila karyawan mengetahui bahwa yang melanggar
etika tidak dihukum, maka kode etik menjadi tidak berarti apa-apa.
4. Lindungi hak perorangan. Akhir dari semua keputusan setiap etika sangat bergantung
pada individu. Melindungi seseorang dengan kekuatan prinsip morl dan nilainya
merupakan jaminan terbaik untuk menghindari untuk menghindari penyimpangan
etika. Untuk membuat keputusan etika seseorang harus memiliki: (a) Komitmen
etika, yaitu tekad seseorang untuk bertindak secara etis dan melakukan sesuatu yang
benar; (b) Kesadaran etika, yaitu kemampuan kompetensi, yaitu kemampuan untuk
menggunakan suara pikiran moral dan mengembangkan strategi pemecahan masalah
secara praktis.
5. Adakan pelatihan etika. Workshop merupakan alat untuk meningkatkan kesadaran
para karyawan.
6. Lakukan audit etika secara periodik. Audit merupakan cara terbaik untuk
mengevaluasi efektivitas sistem etika. Hasil evaluasi tersebut akan memberikan suatu
sinyal kepada karyawan bahwa etika bukan sekadar gurauan.
7. Pertahankan standar tinggi tentang tingkah laku, tidak hanya aturan. Tidak ada
seorang pun yang dapat mengatur norma dan etika. Akan tetapi, manajer bisa saja
membolehkan orang untuk mengetahui tingkat penampilan yang mereka harapkan.
Standar tingkah laku sangat penting untuk menekankan betapa pentingnya etika
dalam organisasi. Setiap karyawan harus mengetahui bahwa etika tidak bisa
dinegosiasi atau ditawar.
6. 8. Hindari contoh etika yang tercela setiap saat dan etika diawali dari atasan. Atasan
harus memberi contoh dan menaruh kepercayaan kepada bawahannya.
9. Ciptakan budaya yang menekankan komunikasi dua arah.Komunikasi dua arah
sangat penting, yaitu untuk menginformasikan barang dan jasa yang kita hasilkan
dan menerima aspirasi untuk perbaikan perusahaan.
10. Libatkan karyawan dalam mempertahankan standar etika. Para karyawan diberi
kesempatan untuk memberikan umpan balik tentang bagaimana standar etika
dipertahankan.
Ethical decision making: employer responsibility and employee right
Tanggung jawab perusahaan terhadap lingkungan stakeholder sangatlah penting, tidak
kalah pentingnya adalah tehadap intern perusahaa n yaitu pemenuhan hak dan kewajiban
karyawan terhadap perusahaan dan sebaliknya. Untuk menjaga kelangsungan hidup
perusahaan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut harus sesuai norma etika bisnis
perusahaan. Sehinggan tujuan dalam jangka panjang bisa tercapai berkat dukungan
seluruh pegawai yang ada.
Dalam bisnis modern yang penuh persaingan ketat, para pengusaha semakin menyadari
bahwa pengakuan, penghar
gaan dan jaminan atas hak-hak pekerja dalam jangka panjang akan sangat menentukan
sehat tidaknya kinerja suatu perusahaan. Hal ini karena jaminan atas hak-hak pekerja
pada akhirnya berpengaruh langsung secara positif atas sikap, komitmen, loyalitas dan
produktivitas dan kinerja setiap pekerja. Suka tidak suka, hal ini berpengaruh langsung
terhadap kinerja perusahaan secara keseluruhan. Penghargaan atau sebaliknya
pelanggaran atas hak –hak pekerja akan membuat karyawan
7. betah atau tidak betah, berdisiplin atau tidak, punya komitmen atau tidak produktif atau
tidak, loyal atau tidak
Hak hak karyawan harus dipenuhi oleh perusahaan, karyawan diberikan:
Pengakuan harkat dan martabat sebagai manusia.
Keadilan sistem imbalan, setara dengan perusahaan lain sejenis.
Promosi, motivasi pemberian tugas.
Kesempatan partisipasi pengambilan keputusan tugas pekerjaannya.
Supervisi profesional.
Keamanan, kesehatan lingkungan kerja.
Peningkatan mutu hidup karyawan.
Penyediaan pendidikan dan pelatiha
A. Kewajiban Karyawan
Ada 3 kewajiban karyawan :
1. Kewajiban ketaatan
Bagi orang yang memiliki ikatan kerja dengan perusahaan, salah satu implikasi dari
statusnya sebagai karyawan adalah bahwa ia harus mematuhi perintah dan petunjuk dari
atasannya. Tetapi, karyawan tidak perlu dan malah tidak boleh mematuhi perintah yang
menyuruh dia melakukan sesuatu yang tidak bermoral misalnya membunuh, menipu
musuh. Selain itu karyawan tidak wajib juga mematuhi perintah atasannya yang tidak
wajar seperti contohnya merenovasi rumah atasan, walaupun dari segi etika tidak ada
keberatan. Kemudian, karyawan juga tidak perlu mematuhi perintah yang memang demi
kepentingan perusahaan, tetapi tidak sesuai dengan penugasan yang disepakati, ketika ia
menjadi karyawan di perusahaan itu. Selain itu karyawan tidak perlu mematuhi perintah
yang tidak sesuai Job description.
Contoh dilingkungan pekerjaan saya :
8. Saya harus mematuhi aturan masuk kerja, cara berpakaian, prosedur kerja yang telah
ditetapkan oleh perusahaan. Namun saya boleh menolak untuk melakukan hal yang tidak
bermoral seperti menipu dan melakukan ha yang tidak wajar seperti memaksa supplier
untuk memberikan komisi terhadap PO yang saya buka.
2. Kewajiban konfidensialitas
Kewajiban konfidensialitas adalah kewajiban untuk menyimpan informasi yang bersifat
konfidensial dan kareana itu rahasia yang telah diperoleh dengan menjalankan suatu
profesi. Konfidensialitas berasal dari kata Latin confidere yang berarti mempercayai.
Dalam konteks perusahaan konfidensialitas memegang peranan penting. Karena
seseorang bekerja pada suatu perusahaan, bisa saja ia mempunyai akses kepada informasi
rahasia. Sehingga tidak perlu dipertanyakan lagi mengapa karyawan harus menyimpan
rahasia perusahaan karena alasan etika mendasari kewajiban ini yaitu bahwa perusahaan
menjadi pemilik informasi rahasia itu. Membuka rahasia itu berarti sama saja dengan
mencuri. Milik tidak terbatas pada barang fisik saja, tetapi meliputi juga ide, pikiran, atau
temuan seseorang. Dengan kata lain, disamping milik fisik terdapat juga milik intelektual.
Jadi, dasar untuk kewajiban konfidensialitas dari karyawan adalah intellectual property
rights dari perusahaan. Alasan kedua adalah bahwa membuka rahasia perusahaan
bertentangan dengan etika pasar bebas.
Contoh dilingkungan pekerjaan saya :
Saya berkewajiban menyimpan, dan merahasiakan informasi yang konfidensial. Seperti
launching produk baru walaupun saya sudah mengetahui planning nya secara detail. Atau
saya tidak dapat membocorkan rahasia data base supplier, atau RND tidak boleh
membocorkan rahasia resep rahasia makanan yang diproduksi di pabrik.
3. Kewajiban loyalitas
Kewajiban loyalitas pun merupakan konsekuensi dari status seseorang sebagai karyawan
perusahaan. Dengan mulai bekerja di suatu perusahaan, karyawan harus mendukung
tujuan-tujuan perusahaan, karena sebagai karyawan ia melibatkan diri untuk turut
merealisasikan tujuan-tujuan tersebut, dan karena itu pula ia harus menghindari segala
9. sesuatu yang bertentangan dengannya. Dengan kata lain, ia harus menghindari apa yang
bisa merugikan kepentingan perusahaan.
Faktor utama yang bisa membahayakan terwujudnya loyalitas adalah konflik kepentingan
artinya konflik antara kepentingan pribadi karyawan dan kepentingan perusahaan.
Karyawan tidak boleh menjalankan kegiatan pribadi, yang bersain dengan kepentingan
perusahaan. Karena bahay konflik kepentingan potensial itu, beberapa jenis pekerjaan
tidak boleh dirangkap.
Dalam konteks ini termasuk juga masalah etis seperti menerima komisi / hadiah selaku
karyawan perusahaan. Masalh komisi berkaitan erat dengan apa yang sekarang dikenal
sebagai triade “Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN)”. Jalan keluar dari permasalahan
ini sebagian besar tergantung dari sikap yang diambil perusahaan bersangkutan.
Begitupun tantang hadiah yang diberikan oleh perusahaan / intansi lain kepada karyawan
waktu menjalankan tugasnya. Hal itu dimaksudakan untuk mempengaruhi karyawan
tersebut. Jalan keluarnya pun dengan membuat peraturan yang jelas dalam kode etik
perusahaan / dengan cara lain.
Selain memiliki kewajiban karyawan pun memiliki hak.Hak itu dicantumkan dalam
kontrak kerja, dimana pasti ada ketentuan bahwa karyawan wajib memberitahaukan satu,
dua, tiga bulan sebelumnya (tergantung posisinya dan kesulitan mencari pengganti), jika
ia mau meninggalkan perusahaan. Kewajiban loyalitas memang tidak meniadakan hak
karyawan untuk pindah kerja.
Contoh dilingkungan pekerjaan saya :
Saya harus dapat mendukung dan berkontribusi bagi perkembangan perusahaan. karena
saya berada pada departemen supply chain, Maka saya harus menjunjung tinggi loyalitas
kerja dan memastikan pasokan bahan packaging yang saya handle sesuai dengan waktu
yang dibutuhkan, dengan kualitas yang baik dan harga yang sesuai dengan budgeting.
Namun tidak untuk tindakan KKN karena posisi yang saya tempati saya riskan akan
KKN orang biasa menyebut purchasing adalah lahan basah.
10. B. Kewajiban Perusahaan Terhadap Karyawan
Berturut-turut akan dibicarakan tentang kewajiban perusahaan untuk tidak diskriminasi,
untuk menjamin kesehatan dan keselamatan kerja, untuk memberi imbalan kerja yang
pantas dan untuk tidak memberhentikan karyawan dengan semena-mena. Kewajiban
perusahaan biasanya sepadan dengan hak karyawan.
1. Perusahaan tidak boleh mempraktekan diskriminasi
Diskriminasi adalah masalah etis yang baru nampak dengan jelas dalam paro kedua dari
abad ke 20. Biasanya mengenai warna kulit dan gender (jenis kelamin). Di Indonesia
diskriminasi timbul berhubungan dengan status asli / tidak asli, pribumi / non-pribumi,
dari para warga negara dan agama.
a. Diskriminasi dalam konteks perusahaan
Istilah diskriminasi berasal dari bahas Latin “discernee” yang berarti membedakan,
memisahkan, memilah. Dalam konteks perusahaan diskriminasi dimaksudkan
membedakan antara pelbagai karyawan karena alasan tidak relevan yang berakar dari
prasangka. Membedakan antara karyawan tentu sering terjadi karena alasan yang sah.
Dalam menerima karyawan baru, perusahaan sering menentukan syarat seperti
mempunyai pengalaman kerja sekian tahun, memiliki ijazah S-1 (malah bisa
ditambah dengan IPK minimal 2,75), menguasai bahasa Inggris, baik lisan maupun
tertulis dll. Dalam hal imbalan, bisa terjadi bahwa suatu karyawan mendapat bonus
akhir tahun karena lebih berprestasi daripada karyawan lainnya. Hal-hal diatas adalah
alasan yang relevan.
Bila beberapa karyawan diperlakukan dengan cara yang berbeda, karena alasan yang
tidak relevan. Biasanya alasan itu berakar dalam suatu pandangan stereotip terhdap
ras, agama atau jenis kelamin bersangkutan. Dengan kata lain, latar belakang
terjadinya diskriminasi adalah pandangan rasisme, sektarianisme / seksisme.
b. Argumentasi etika melawan diskriminasi
11. 1. Dari pihak utilitarisme dikemukakan argumen bahwa diskriminasi merugikan
perusahaan itu sendiri. Terutama dalm rangka pasar bebas, menjadi sangat
mendesak bahwa perusahaan memiliki karyawan berkualitas yang menjamin
produktivitas terbesar dan mutu produk terbaik. Sumber daya manusia menjadi
kunci dalam kompetisi di pasar bebas. Jika perusahaan memperhatikan
faktor-faktor lain selain kualitas karyawan ia bisa ketinggalan dalam kompetisi
dengan perusahaan lain. Karena itu perusahaan harus menghindari diskriminasi
demi kepentingannya sendiri.
2. Deontologi berpendapat bahwa diskriminasi melecehkan martabat dari orang
yang didikriminasi.Berarti tidak menghormati martabat manusia yang
merupakan suatu pelanggaran etika yang berat.
3. Teori keadilan berpendapat bahwa praktek diskriminasi bertentangan dengan
keadilan, khususnya keadilan distributif / keadilan membagi. Keadilan distributif
menuntut bahwa kita memperlakukan semua orang dengan cara yang sama, selama
tidak ada alasan khusus untuk memperlakukan mereka dengan cara yang berbeda.
Pikiran itu sudah dikenal sebagai prinsip moral keadilan distributif.
c. Beberapa masalah terkait
Tidak bisa disangkal, penilaian terhadap diskriminasi bisa berubah karena kondisi
historis, sosial / budaya dalam masyarakat. Karena keterkaitan dengan faktor sejarah
dan sosio-budaya ini, masalah diskriminasi tidak bisa ditangani dengan pendekatan
hitam putih. Artinya tergantung dengan tempatnya sehingga bersifat relativitas.
Dalam konteks perusahaan, favoritisme dimaksudkan kecenderungan untuk
mengistimewakan orang tertentu (biasanya sanak saudara) dalam menyeleksi
karyawan, menyediakan promosi, bonus, fasilitas khusus dll. Seperti diskriminasi,
favoritisme pun memperlukan orang dengan cara tidak sama, tapi berbeda dengan
diskriminasi, favoritisme tidak terjadi karena prasangka buruk, melainkan justru
prefensi dan bersifat positif (mengutamakan orang-orang tertentu). Favoritisme
12. terjadi, bila perusahaan mengutamakan karyawan yang berhubungan famili, berasal
dari daerah yang sama, memeluk agama yang sama, dll. Pada umumnya dapat
dikatakan bahwa menghindari favoritisme selalu merupakan pilihan terbaik dari
sudut pandang etika. Dengan itu pula lebih mudah dihindari nepotisme, yang
bertentangan dengan keadilan distributif. Tetapi sulit untuk ditentukan pada saat
mana favoritisme pasti melewati ambang toleransi etika.
Untuk menanggulangi akibat diskriminasi, kini lebih banyak dipakai istilah
affirmative action “aksi afirmatif”. Melalui aksi itu orang mencoba mengatasi /
mengurangi ketertinggalan golongan yang dulunya di diskriminasi.
2. Perusahaan harus menjamin kesehatan dan keselamatan kerja
a. Beberapa aspek keselamatan kerja
Keselamatan kerja dapat terwujud bilamana tempat kerja itu aman. Dan tempat kerja
itu aman kalau bebas dari risiko terjadinya kecelakaan yang mengakibatkan si
pekerja cedera atau bahkan mati. Kesehatan kerja dapat direalisasikan karena tempat
kerja dalam kondisi sehat. Tempat kerja bisa dianggap sehat kalau bebas dari risiko
terjadinya gangguan kesehatan / penyakit.
Di Indonesia masalah keselamatan dan kesehatan kerja dikenal sebagai K3 dan
banyak perusahaan mempunyai Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(P2K3). Sedangkan di Amerika Serikat didirikan Occupational Safety and Health
Administration (OSHA) untuk mengawaasi pelaksanaan UU yang bertujuan untuk to
assure as far as possible every working man and woman in the nation safe and
healthful working conditions.
b. Pertimbangan etika
Tiga pendasaran segi etika dari masalah perlindungan kaum pekerja.
13. 1. The right of survival (hak untuk hidup)
2. Manusia selalu diperlakukan sebagai tujuan pada dirinya dan tidak pernah
sebagai sarana belaka.
3.Kewajiban etis harus sejalan dengan cost benefit analysis. Masyarakat sendiri
dan terutama ekonomi negara akan mengalami kerugian besar jika proses produksi
tidak berlangsung dalam kondisi aman dan sehat.
4.Kebebasan si pekerja adalah faktor yang membenarkan moralitas pekerjaan
beresiko. Si pekerja sendiri harus mengambil resiko dengan sukarela.
Tetapi supaya si pekerja sungguh-sungguh bebas dalam hal ini, perlu beberapa
syarat :
1) Harus tersedia pekerjaan alternatif.
2) Diberi informasi tentang resiko yang berkaitan dengan pekerjaannya sebelum
si pekerja mulai bekerja.
3) Perusahaan selalu wajib berupaya, agar risiko bagi pekerja seminimal
mungkin.
c. Dua masalah khusus
Si pekerja sendiri harus mengambil keputusan, setelah diberi informasi tentang risiko
bagi pekerja. Mereka sendiri harus mempertimbangkan kesejahteraan ekonomis
mereka (gaji yang lebih tinggi) dan resiko bagi keturunannya. Jika tidak sanggup bisa
mengajukan permohonan untuk dipindahkan ke bagian produksi lain dengan
konsekuensi gaji yang lebih rendah. Begitupun dengan kebijakan yang diterapkan
suatu perusahaan, terkadang secara tidak langsung terlihat memaksakan kepada para
pekerja jika didukung juga oleh suasana resesi ekonomi saat mencari pekerjaan lain
menjadi sulit. Sehingga membuat para pekerja tidak memiliki alternatif lain dan
akhirnya bertahan dengan resiko yang tidak kecil.
14. 3. Kewajiban memberi gaji yang adil
Motivasi seseorang untuk bekerja tidak lepas dari untuk mengembangkan diri, memberi
sumbangsih yang berguna bagi pembangunan masyarakat namun yang sangat penting
adalah untuk memperoleh upah atau gaji. Namun dalam gerakan sosial zaman industri
upah yang adil sering menjadi pokok perjuangan yang utama.
a.Menurut keadilan distributive
Gaji / upah merupakan kasus jelas yang menuntut pelaksanaan keadilan, khususnya
keadilan distributif. Di kebanyakan negara modern, dilema antara liberalisme dan
sosialisme ini sekarang tidak dirasakan lagi. Tanpa banyak kesulitan, langsung diakui
bahwa dalam menentukan gaji yang adil, baik prestasi maupun kebutuhan harus
berperan. Prinsip pertama adalah bagian yang sama. Supaya adil, gaji semua
karyawan memang tidak perlu sama, tetapi perbedaan juga tidak boleh terlalu besar.
Jelas pemerataan pendapatan adalah tuntutan etis yang berkaitan dengan prinsip ini.
Prinsip-prinsip hak, usaha dan kontribusi kepada masyarakat ikut pula menentukan
gaji yang adil. Dalam Deklarasi Hak Asasi Manusia masalah gaji yang adil
disinggung juga. Adil tidaknya gaji menjadi lebih kompleks lagi, jika kita akui
bahwa imbalan kerja lebih luas daripada take home pay saja. Fasilitas khusus seperti
rumah, kendaraan, bantuan beras dll harus dipandang sebagai imbalan kerja. Lebih
penting lagi adalah asuransi kerja, jaminan kesehatan, prospek pensiun dll. Gaji yang
relatif rendah bisa mencukupi asalkan dikompensasi oleh jaminan sosial yang baik
serta fasilitas-fasilitas lain.
b.Tujuh faktor khusus
Berikut adalah usulan dari Thomas Garrett dan Richard Klonoski supaya gaji / upah
itu adil / fair :
1) Peraturan hukum.
15. Di sini yang paling penting adalah ketentuan hukum tentang upah minimum
sebagai salah satu perjuangan sosialisme dalam usahanya memperbaiki nasib
kaum buruh. Adanya upah minimum berarti bahwa kebutuhan diakui sebagai
kriteria untuk menentukan upah.
2) Upah yang lazim dalam sektor industri tertentu / daerah tertentu.
Dalam semua sektor industri, gaji / upah tidaklah sama. Karena itu rupanya suatu
kriteria yang baik adalah : gaji / upah bisa dinilai adil, jika rata-rata diberika
dalam sektor industri bersangkutan asalkan keadaan di sektor itu cukup mantap.
Namun gaji yang sama belum tentu menjamin daya beli yang sama. Karena
perbedaaan daya beli itu di Indonesia upah minimum ditetapkan sebagau upah
minimum regional (UMR).
3) Kemampuan perusahan.
Perusahaan kuat yang menghasilkan laba besar, harus memberi gaji yang lebih
besar pula daripada perusahaan yang mempunyai marjin laba yang kecil saja. Di
sini berlaku pandangan sosialistis tentang hak karyawan mengambil bagian
dalam laba. Harus dinilai tidak etis, bila perusahaan mendapat untung besar
dengan menekan gaji karyawan.
4) Sifat khusus pekerjaan tertentu.
Beberapa tugas dalam perusahaan hanya bisa dijalani oleh orang yang mendapat
pendidikan / pelatihan khusus, kadang-kadang malah pendidikan sangat
terspesialisasi. Kelangkaan tenaga mereka boleh diimbangi dengan tingkat gaji
yang lebih tinggi.
5) Perbandingan dengan upah / gaji lain dalam perusahaan.
Kalau pekerjaan tidak mempunyai sifat khusus, seperti menuntut pengalaman
lebih ama / mengandung resiko tertentu, maka gaji / upah harus sama. Sehingga
berlaku prinsip equal pay for equal work.
6) Perundingan upah / gaji yang fair.
16. Perundingan langsung antara perusahaan dan para karyawan merupakan cara
yang ampuh untuk mencapai gaji dan upah yang fair. Tentu saja, perundingan
seperti itu menuntut keterbukaan cukup besar dari pihak perusahaan. Lebih
bagus bila perundingan gaji itu dilakukan untuk suatu sektor industri sehingga
dihasilkan kesepakatan kerja bersama.
7) Senioritas dan imbalan rahasia.
Senioritas sebagai kriteria untuk menentukan gaji karena dilihat dari
pengalamannya bekerja dengan waktu yang begitu lama dan kesetiaannya pada
perusahaan, zaman sekarang sudah tidak diperhitungkan lagi. Zaman modern
sekarang lebih memperhatikan prestasi dan hak. Pembayaran sama untuk
pekerjaan yang sama memang dilatarbelakangi suasana modern itu dan
karenanya dapat di mengerti jika tekanan pada senioritas akan berkurang.
Pembayaran khusus / kenaikan gaji yang dirahasiakan terhadap teman-teman
sekerja pun tidak etis karena tidak mengadakan kontrol sosial dan akan merusak
suasana kerja. Jelas, disini berlaku prosedur yang terbuka dan demokratis untuk
menjamin mutu etis sebuah sistem.
4. Perusahaan tidak boleh memberhentikan karyawan dengan semena-mena.
Menurut Garret dan Klonoski ada tiga alasan yang lebih konkrit untuk memberhentikan
karyawan, yaitu :
a) Majikan hanya boleh memberhentikan karena alasan yang tepat
b) Majikan harus berpegang pada prosedur yang semestinya.
c) Majikan harus membatasi akibat negatif bagi karyawan sampai seminimal mungkin.
17. DAFTAR PUSTAKA
Laura P.Hartman –Joe DesJardins. 2011. Business Ethics: Decision Making for
Personal Integrity & Social Responsibility, McGraw-Hill International Edition, Second
Edition