Be & gg, bonita, hapzi ali, corruption and fraud , universitas mercu buana, 2017.
1. Nama: bonita
Nim: 55116120105
BUSINESS ETHIC AND GOOD GOVERNANCE
Materi Minggu 13: Corruption and Fraud
(Dosen: Hapzi, Prof. Dr. MM)
Forum BE & GCG Minggu 13:
fraud
Secara harfiah fraud didefinisikan sebagai kecurangan, namun pengertian ini telah dikembangkan
lebih lanjut sehingga mempunyai cakupan yang luas. Istilah kecurangan yang ditulis oleh Tunggal
(2012:189) diartikan sebagai “Penipuan di bidang keuangan yang disengaja, yang dimaksudkan
untuk mengambil aset atau hak orang maupun pihak lain”.
Menurut Albrecht et al. (2012:6) pengertian kecurangan (fraud) dalam bukunya Fraud
Examination adalah “Fraud is a generic term, and embraces all the multifarious means which
human ingenuity can devise, which are resorted to by one individual, to get an advantage over
another by false representations”. Pengertian kecurangan (fraud) di atas adalah istilah umum, dan
mencakup bermacam-macam arti dimana kecerdikan manusia dapat menjadi alat yang dipilih
seseorang untuk mendapatkan keuntungan dari orang lain dengan representasi yang salah.
Ikatan Akuntan Indonesia (IAI, 2012) menjelaskan definisi kecurangan (fraud) adalah “Setiap
tindakan akuntansi sebagai: (1) Salah saji yang timbul dari kecurangan dalam pelaporan keuangan
yaitu salah saji atau penghilangan secara sengaja jumlah atau pengungkapan dalam laporan
keuangan untuk mengelabuhi pemakai laporan keuangan, (2) Salah saji yang timbul dari perlakuan
tidak semestinya terhadap aktiva (seringkali disebut dengan penyalahgunaan atau penggelapan)
berkaitan dengan pencurian aktiva entitas yang berakibat laporan keuangan tidak disajikan sesuai
dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia”.
Pengertian kecurangan (fraud) menurut Hall (2011:113) dalam bukunya “Principles of Accounting
Information Systems” menyatakan bahwa “Fraud denotes a false representation of material fact
made by one party to another party with the intent to deceive and induce the other party to
justifiably rely on the fact to his or her detriment”.
Sedangkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) menyebutkan beberapa pasal yang
mencakup pengertian kecurangan (fraud) adalah:
1. Pasal 362: Pencurian (definisi KUHP: “mengambil sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian
kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum”);
2. Pasal 368: Pemerasan dan Pengancaman (definisi KUHP: “dengan maksud untuk
menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa seseorang
dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan barang sesuatu, yang
2. seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat
utang maupun menghapuskan piutang”);
3. Pasal 372: Penggelapan (definisi KUHP: “ dengan sengaja dan melawan hukum memiliki
barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang
ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan”);
4. Pasal 378: Perbuatan Curang (definisi KUHP: “ dengan maksud untuk menguntungkan diri
sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat
palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain
untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi utang maupun
menghapuskan piutang”);
5. Pasal 396: Merugikan pemberi piutang dalam keadaan pailit;
6. Pasal 406: Menghancurkan atau merusakkan barang;
7. Pasal 209, 210, 387, 388, 415, 417, 418, 419, 420, 423, 425, dan 435 yang secara khusus
diatur dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 1999). (Tuanakotta, 2007:95).
Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa kecurangan adalah
serangkaian tindakan melawan hukum yang dilakukan dengan sengaja untuk tujuan tertentu, yang
dilakukan oleh seseorang atau kelompok dari dalam ataupun luar instansi, untuk mendapatkan
keuntungan yang baik secara langsung atau tidak langsung merugikan pihak lain.
A. Faktor Pemicu Fraud (Kecurangan)
Terdapat empat faktor pendorong seseorang untuk melakukan kecurangan, yang disebut juga
dengan teori GONE, yaitu :
1. Greed (keserakahan)
2. Opportunity (kesempatan)
3. Need (kebutuhan)
4. Exposure (pengungkapan)
Faktor Greed dan Need adalah faktor yang berhubungan dengan individu pelaku kecurangan
(disebut juga faktor individual). Sedangkan faktor opportunity dan Exposure merupakan faktor
yang berhubungan dengan organisasi sebagai korban perbuatan kecurangan (disebut juga faktor
generic/umum).
a. Faktor individu
1. Moral, faktor ini berhubungan dengan keserakahan (greed).
2. Motivasi, faktor ini berhubungan dengan kebutuhan (need), yang lebih cenderung
berhubungan dengan pandangan/pikiran dan keperluan pegawai/pejabat yang
terkait dengan aset yang dimiliki perusahaan/instansi/organisasi tempat ia bekerja.
Selain itu tekanan (pressure) yang dihadapi dalam bekerja dapat menyebabkan
orang yang jujur mempunyai motif untuk melakukan kecurangan.
3. b. Faktor generic
1. Kesempatan (opportunity) untuk melakukan kecurangan tergantung pada
kedudukan pelaku terhadap objek kecurangan. Kesempatan untuk melakukan
kecurangan selalu ada pada setiap kedudukan. Namun, ada yang mempunyai
kesempatan besar dan ada yang kecil. Secara umum manajemen suatu
organisasi/perusahaan mempunyai kesempatan yang lebih besar untuk melakukan
kecurangan daripada karyawan.
2. Pengungkapan (exposure) suatu kecurangan belum menjamin tidak terulangnya
kecurangan tersebut baik oleh pelaku yang sama maupun oleh pelaku yang lain.
Oleh karena itu, setiap pelaku kecurangan seharusnya dikenakan sanksi apabila
perbuatannya terungkap.
B. Pencegahan dan Pendeteksian Fraud
a. Corporate Governance dilakukan oleh manajemen yang dirancang dalam rangka
mengeliminasi atau setidaknya menekan kemungkinan terjadinya fraud. Corporate
governance meliputi budaya perusahaan, kebijakan-kebijakan, dan pendelegasian
wewenang.
b. Transaction Level Control Process yang dilakukan oleh auditor internal, pada
dasarnya adalah proses yang lebih bersifat preventif dan pengendalian yang bertujuan
untuk memastikan bahwa hanya transaksi yang sah, mendapat otorisasi yang memadai
yang dicatat dan melindungi perusahaan dari kerugian.
c. Retrospective Examination yang dilakukan oleh Auditor Eksternal diarahkan untuk
mendeteksi fraud sebelum menjadi besar dan membahayakan perusahaan.
d. Investigation and Remediation yang dilakukan forensik auditor. Peran auditor
forensik adalah menentukan tindakan yang harus diambil terkait dengan ukuran dan
tingkat kefatalan fraud, tanpa memandang apakah fraud itu hanya berupa pelanggaran
kecil terhdaap kebijakan perusahaan ataukah pelanggaran besar yang berbentuk
kecurangna dalam laporan keuangan atau penyalahgunaan aset.
Pencegahan fraud bisa dianalogikan dengan penyakit, yaitu lebih baik dicegah dari pada diobati.
Jika menunggu terjadinya fraud baru ditangani itu artinya sudah ada kerugian yang terjadi dan
telah dinikmati oleh pihak terntu, bandingkan bila kita berhasil mencegahnya, tentu kerugian
belum semuanya beralih ke pelaku fraud tersebut. Dan bila fraud sudah terjadi maka biaya yang
dikeluarkan jauh lebih besar untuk memulihkannya daripada melakukan pencegahan sejak dini.
Untuk melakukan pencegahan, setidaknya ada tiga upaya yang harus dilakukan yaitu:
1. Membangun individu yang didalamnya terdapat trust and openness, mencegah benturan
kepentingan, confidential disclosure agreement dancorporate security contract.
2. Membangun sistem pendukung kerja yang meliputi sistem yang terintegrasi, standarisasi
kerja, aktifitas control dan sistem rewards and recognition.
4. 3. Membangun sistem monitoring yang didalamnya terkandung control self sssessment,
internal auditor dan eksternal auditor.
Korupsi
Pengertian Korupsi Menurut Undang-Undang dan Para Ahli - Korupsi adalah suatu tindakan
yang sangat tidak terpuji dan dapat merugikan suatu bangsa. Indonesia merupakan salah satu
negara dengan jumlah kasus korupsi yang terbilang cukup banyak. Tidakkah kita melihat akhir-
akhir ini banyak sekali pemberitaan dari koran maupun media elektronik yang banyak sekali
memberitakan beberapa kasus korupsi di beberapa daerah di Indonesia yang oknumnya
kebanyakan berasal dari pegawai negeri yang seharusnya mengabdi untuk kemajuan bangsa ini.
Dalam tulisan yang singkat ini saya akan mencoba mengulas saecara singkat tentang pengertian
korupsi yang berdasarkan pada undang-undang dan para ahli. Semoga bermanfaat
Pengertian Korupsi Menurut Undang-Undang
Menurut Undang-Undang No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang
termasuk dalam tindak pidana korupsi adalah:
Setiap orang yang dikategorikan melawan hukum, melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri,
menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan
maupun kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat
merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Pengertian Korupsi Menurut Ilmu Politik
Dalam ilmu politik, korupsi didefinisikan sebagai penyalahgunaan jabatan dan administrasi,
ekonomi atau politik, baik yang disebabkan oleh diri sendiri maupun orang lain, yang ditujukan
untuk memperoleh keuntungan pribadi, sehingga meninmbulkan kerugian bagi masyarakat umum,
perusahaan, atau pribadi lainnya.
Pengertian Korupsi Menurut Ahli Ekonomi
Para ahli ekonomi menggunakan definisi yang lebih konkret. Korupsi didefinisikan sebagai
pertukaran yang menguntungkan (antara prestasi dan kontraprestasi, imbalan materi atau
nonmateri), yang terjadi secara diam-diam dan sukarela, yang melanggar norma-norma yang
berlaku, dan setidaknya merupakan penyalahgunaan jabatan atau wewenang yang dimiliki salah
satu pihak yang terlibat dalam bidang umum dan swasta.
Pengertian Korupsi Menurut Haryatmoko
Korupsi adalah upaya campur tangan menggunakan kemampuan yang didapat dari posisinya untuk
menyalahgunakan informasi, keputusan, pengaruh, uang atau kekayaan demi kepentingan
keuntungan dirinya.
5. Pengertian Korupsi Menurut Brooks
Menurut Brooks, korupsi adalah dengan sengaja melakukan kesalahan atau melalaikan tugas yang
diketahui sebagai kewajiban, atau tanpa keuntungan yang sedikit banyak bersifat pribadi.
Macam-Macam Korupsi
Korupsi telah didefinisikan secara jelas oleh UU No 31 Tahun 1999 jo UU No 20 Tahun 2001
dalam pasal-pasalnya. Berdasarkan pasal-pasal tersebut, terdapat 33 jenis tindakan yang dapat
dikategorikan sebagai korupsi. 33 tindakan tersebut dikategorikan ke dalam 7 kelompok yakni :
1. Korupsi yang terkait dengan merugikan keuangan Negara
2. Korupsi yang terkait dengan suap-menyuap
3. Korupsi yang terkait dengan penggelapan dalam jabatan
4. Korupsi yang terkait dengan pemerasan
5. Korupsi yang terkait dengan perbuatan curang
6. Korupsi yang terkait dengan benturan kepentingan dalam pengadaan
7. Korupsi yang terkait dengan gratifikasi
Menurut Aditjandra dari definisi tersebut digabungkan dan dapat diturunkan menjadi dihasilkan
tiga macam model korupsi (2002: 22-23) yaitu :
• Model korupsi lapis pertama
Berada dalam bentuk suap (bribery), yakni dimana prakarsa datang dari pengusaha atau
warga yang membutuhkan jasa dari birokrat atau petugas pelayanan publik atau
pembatalan kewajiban membayar denda ke kas negara, pemerasan (extortion) dimana
prakarsa untuk meminta balas jasa datang dari birokrat atau petugas pelayan publik lainnya.
• Model korupsi lapis kedua
Jaring-jaring korupsi (cabal) antar birokrat, politisi, aparat penegakan hukum, dan
perusahaan yang mendapatkan kedudukan istimewa. Menurut Aditjandra, pada korupsi
dalam bentuk ini biasanya terdapat ikatan-ikatan yang nepotis antara beberapa anggota
jaring-jaring korupsi, dan lingkupnya bisa mencapai level nasional.
• Model korupsi lapis ketiga
Korupsi dalam model ini berlangsung dalam lingkup internasional dimana kedudukan
aparat penegak hukum dalam model korupsi lapis kedua digantikan oleh lembaga-lembaga
internasional yang mempunyai otoritas di bidang usaha maskapai-maskapai mancanegara
yang produknya terlebih oleh pimpinan rezim yang menjadi anggota jaring-jaring korupsi
internasional korupsi tersebut.
Dampak Korupsi
Dampak korupsi terhadap negara negara maju, baik sosialis maupun kapitalis, tidak membawa
bencana yang terlalu besar apabila dibandingkan dengan dampak korupsi yang ditimbulkan
6. terhadap negara negara terbelakang, baik sosialis maupun negara non sosialis. Dampak korupsi
yang lebih sedikit terhadap negara maju mungkin terjadi disebabkan oleh kualitas masyarakat yang
telah maju yang lebih tahu teknologi dan efisiensi sehingga mampu mengimbangi (tetap stabil)
akibat dampak buruk organisasi diperusahaan swasta.
Pada masyarakat terbelakang seperti di Negara Indonesia, korupsi memiliki dampak yang sangat
keras dikarenakan sistem yang dibangun memang tidak efisien. Korupsi memberikan dampak
ketergantungan pada berbagai manifestasi, memantapkan cengkeraman vested interest di dalam
negeri suatu negara. Satu contoh, pemilikan dan penguasaan sumber daya alam kita. Sangat banyak
terjadi, baik perseorangan maupun perusahaan swasta, diizinkan untuk mengeskploitasi tambang
dan hutan semaunya saja. Hal ini merupakan dampak korupsi yang terjadi pada elit politik dan
administrasi lokal dalam bentuk suap.
Dampak korupsi yang lain adalah merupakan penghalang industrialisasi yang nyata, yaitu yang
memberikan keuntungan untuk rakyat dari segenap lapisan. Pejabat pemerintah lokal pedagangan
dan perusahaan di masa kolonial, menjual bahan mentah dan mengimpor barang dari barat dewasa
inipun masih tetap memainkan peranan lama mereka dalam bentuk baru berkat adanya ikatan
keuangan yang mereka jalin bersama elit yang memerintah.
Selain itu, dampak korupsi merambah kebagian perekonomian dibagian harga barang dan jasa
diberbagai negara dunia ketiga. kerap terjadi pada pengusaha pabrik atau agen besar menyuap
pemerintah untuk meningkatkan keuntungan mereka dengan berusaha mempermainkan harga
barang dan jasa menurut teori ekonomi yang khususnya pada sembako yang sekarang ini pun bisa
jadi merupakan dampak dari korupsi di Indonesia.
Selain naik atau turunnya harga barang dan jasa, dampak korupsi juga mengakibatkan jatuhnya
mutu barang dan jasa. Para perusahaan menyediakan barang dan jasa dengan tidak memperhatikan
mutu dan penampilan karena telah menyuap para elit atau pejabat ataupun karena pejabat telah
memeras mereka untuk seperti itu. Hal ini sering mengakibatkan dampak korupsi yang lebih besar
lagi yaitu kekacauan dalam suatu kelompok bahkan negara yang sekarang ini tanpa kita rasa
terjadi di Indonesia
Sebenarnya masih banyak dampak dampak lain dari korupsi khususnya yang terjadi di Indonesia,
akan tetapi, perlu kita lihat bahwa dampak korupsi diatas merupakan dampak utama yang sudah
sangat menghancurkan negara Indonesia ini yang akan melahirkan dampak dampak korupsi
lainnya.
Cara Pencegahan Dan Strategi Pemberantasan Korupsi
Menurut Baharuddin Lopa, mencegah korupsi tidaklah begitu sulit kalau kita secara sadar untuk
menempatkan kepentingan umum (kepentingan rakyat banyak) di atas kepentingan pribadi atau
golongan. Ini perlu ditekankan sebab betapa pun sempurnanya peraturan, kalau ada niat untuk
7. melakukan korupsi tetap ada di hati para pihak yang ingin korup, korupsi tetap akan terjadi karena
faktor mental itulah yang sangat menentukan. Dalam melakukan analisis atas perbuatan korupsi
dapat didasarkan pada 3 (tiga) pendekatan berdasarkan alur proses korupsi yaitu :
• Pendekatan pada posisi sebelum perbuatan korupsi terjadi,
• Pendekatan pada posisi perbuatan korupsi terjadi,
• Pendekatan pada posisi setelah perbuatan korupsi terjadi.
Dari tiga pendekatan ini dapat diklasifikasikan tiga strategi untuk mencegah dan memberantas
korupsi yang tepat yaitu :
• Strategi Preventif.
Strategi ini harus dibuat dan dilaksanakan dengan diarahkan pada hal-hal yang menjadi
penyebab timbulnya korupsi. Setiap penyebab yang terindikasi harus dibuat upaya
preventifnya, sehingga dapat meminimalkan penyebab korupsi. Disamping itu perlu dibuat
upaya yang dapat meminimalkan peluang untuk melakukan korupsi dan upaya ini
melibatkan banyak pihak dalam pelaksanaanya agar dapat berhasil dan mampu mencegah
adanya korupsi.
• Strategi Deduktif.
Strategi ini harus dibuat dan dilaksanakan terutama dengan diarahkan agar apabila suatu
perbuatan korupsi terlanjur terjadi, maka perbuatan tersebut akan dapat diketahui dalam
waktu yang sesingkat-singkatnya dan seakurat-akuratnya, sehingga dapat ditindaklanjuti
dengan tepat. Dengan dasar pemikiran ini banyak sistem yang harus dibenahi, sehingga
sistem-sistem tersebut akan dapat berfungsi sebagai aturan yang cukup tepat memberikan
sinyal apabila terjadi suatu perbuatan korupsi. Hal ini sangat membutuhkan adanya
berbagai disiplin ilmu baik itu ilmu hukum, ekonomi maupun ilmu politik dan sosial.
• Strategi Represif.
Strategi ini harus dibuat dan dilaksanakan terutama dengan diarahkan untuk memberikan
sanksi hukum yang setimpal secara cepat dan tepat kepada pihak-pihak yang terlibat dalam
korupsi. Dengan dasar pemikiran ini proses penanganan korupsi sejak dari tahap
penyelidikan, penyidikan dan penuntutan sampai dengan peradilan perlu dikaji untuk dapat
disempurnakan di segala aspeknya, sehingga proses penanganan tersebut dapat dilakukan
secara cepat dan tepat. Namun implementasinya harus dilakukan secara terintregasi.
Bagi pemerintah banyak pilihan yang dapat dilakukan sesuai dengan strategi yang hendak
dilaksanakan. Bahkan dari masyarakat dan para pemerhati / pengamat masalah korupsi banyak
memberikan sumbangan pemikiran dan opini strategi pemberantasan korupsi secara preventif
maupun secara represif antara lain :
1. Konsep “carrot and stick” yaitu konsep pemberantasan korupsi yang sederhana yang
keberhasilannya sudah dibuktikan di Negara RRC dan Singapura. Carrot adalah
pendapatan netto pegawai negeri, TNI dan Polri yang cukup untuk hidup dengan standar
sesuai pendidikan, pengetahuan, kepemimpinan, pangkat dan martabatnya, sehingga dapat
8. hidup layak bahkan cukup untuk hidup dengan “gaya” dan “gagah”. Sedangkan Stick
adalah bila semua sudah dicukupi dan masih ada yang berani korupsi, maka hukumannya
tidak tanggung-tanggung, karena tidak ada alasan sedikitpun untuk melakukan korupsi,
bilamana perlu dijatuhi hukuman mati.
2. Gerakan “Masyarakat Anti Korupsi” yaitu pemberantasan korupsi di Indonesia saat ini
perlu adanya tekanan kuat dari masyarakat luas dengan mengefektifkan gerakan rakyat anti
korupsi, LSM, ICW, Ulama NU dan Muhammadiyah ataupun ormas yang lain perlu
bekerjasama dalam upaya memberantas korupsi, serta kemungkinan dibentuknya koalisi
dari partai politik untuk melawan korupsi. Selama ini pemberantasan korupsi hanya
dijadikan sebagai bahan kampanye untuk mencari dukungan saja tanpa ada realisasinya
dari partai politik yang bersangkutan. Gerakan rakyat ini diperlukan untuk menekan
pemerintah dan sekaligus memberikan dukungan moral agar pemerintah bangkit
memberantas korupsi.
3. Gerakan “Pembersihan” yaitu menciptakan semua aparat hukum (Kepolisian, Kejaksaan,
Pengadilan) yang bersih, jujur, disiplin, dan bertanggungjawab serta memiliki komitmen
yang tinggi dan berani melakukan pemberantasan korupsi tanpa memandang status sosial
untuk menegakkan hukum dan keadilan. Hal ini dapat dilakukan dengan membenahi sistem
organisasi yang ada dengan menekankan prosedur structure follows strategy yaitu dengan
menggambar struktur organisasi yang sudah ada terlebih dahulu kemudian menempatkan
orang-orang sesuai posisinya masing-masing dalam struktur organisasi tersebut.
4. Gerakan “Moral” yang secara terus menerus mensosialisasikan bahwa korupsi adalah
kejahatan besar bagi kemanusiaan yang melanggar harkat dan martabat manusia. Melalui
gerakan moral diharapkan tercipta kondisi lingkungan sosial masyarakat yang sangat
menolak, menentang, dan menghukum perbuatan korupsi dan akan menerima, mendukung,
dan menghargai perilaku anti korupsi. Langkah ini antara lain dapat dilakukan melalui
lembaga pendidikan, sehingga dapat terjangkau seluruh lapisan masyarakat terutama
generasi muda sebagai langlah yang efektif membangun peradaban bangsa yang bersih dari
moral korup.
5. Gerakan “Pengefektifan Birokrasi” yaitu dengan menyusutkan jumlah pegawai dalam
pemerintahan agar didapat hasil kerja yang optimal dengan jalan menempatkan orang yang
sesuai dengan kemampuan dan keahliannya. Dan apabila masih ada pegawai yang
melakukan korupsi, dilakukan tindakan tegas dan keras kepada mereka yang telah terbukti
bersalah dan bilamana perlu dihukum mati karena korupsi adalah kejahatan terbesar bagi
kemanusiaan dan siapa saja yang melakukan korupsi berarti melanggar harkat dan martabat
kehidupan.
9. Quiz BE & GG Minggu 13:
korupsi yang terjadi di PT Pos Indonesia kian terkuak. Setelah Kejaksaan Agung mengungkap
kasus korupsi pengadaan Portable Data Terminal (DPT) di perusahaan negara itu, kali ini
Kejaksaan Agung kembali menemukan dugaan korupsi terkait biaya pengiriman Kartu
Perlindungan Sosial (KPS) tahun 2013.
Penyidik Kejaksaan Agung telah menyidik kasus ini sejak awal Januari 2016 berdasarkan Surat
Perintah Penyidikan nomor Print-01/F.2/Fd.1/01/2016. Sejauh ini telah ada tiga orang yang
ditetapkan tersangka. Mereka adalah Zulkifli Assagaf bin Salim (mantan Senior Vice President
PT Pos), Arjuna (karyawan BUMN) dan Pamungkas Tedjo Asmoro.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung M Rum mengatakan, tim penyidik bahkan
telah memeriksa dua tersangka Arjuna dan Zulkifli. Setelah dilakukan pemeriksaan secara
intensif sejak pagi, tim penyidik akhirnya menahan keduanya dengan alasan untuk
memudahkan pemeriksaan.
Keduanya digelandang ke Rutan Salemba cabang Kejaksaan Agung sekitar pukul 18.30 WIB.
Arjuna maupun Zulkifli yang mengenakan rompi tahanan berwarna pink itu memilih bungkam
saat dicecar wartawan soal kasus tersebut.
"Tersangka ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejagung sampai 20 hari ke depan atau 9
Agustus 2016, agar tidak melarikan diri, menghilangkan barang bukti," kata M Rum di
Kejaksaan Agung, Kamis (21/7).
Menurut M Rum, kasus itu bermula dari munculnya Surat Izin Tambahan Biaya
Pendistribusian KPS dari 10 wilayah area kantor pos sebesar Rp21,7 miliar. Surat ini ternyata
tanpa adanya detail/rincian kekurangan biaya dimaksud dari UPT yang direkapitulasi oleh
kepala area operasi.
Surat itu ditandatangani tersangka Zulkifli Assagaf selaku Ketua II Satgas KPS Pusat.
Selanjutnya kepala area operasi menindaklanjutinya dengan mengeluarkan surat keputusan
tentang izin tambahan biaya operasional pendistribusian kepada masing-masing UPT.
Atas dasar surat izin itulah, kepala UPT mengeluarkan kas perusahaan dengan alasan untuk
pembayaran honor petugas pengantar KPS dan sewa kendaraan berdasarkan format yang
dipresentasikan Tedjo ketika pertemuan di Hotel Bilique, Lembang.
"Namun pada kenyataannya sebagian dana itu digunakan antara lain untuk membeli telepon
seluler dan diserahkan kepada pimpinan area operasi. Sebagai bukti pertanggungjawaban dana,
para kepala UPT terpaksa membuat bukti dengan kuitansi palsu atau kuitansi pembayaran yang
di-mark up," kata Rum.
Pada tahun yang sama, Kejaksaan Agung juga telah membongkar kasus pengadaan PDT. Dari
hasil penghitungan BPKP ditaksir kerugian negara kasus ini mencapai Rp9,56 miliar.
10. Ada lima tersangka dalam kasus ini. Mereka adalah Direktur Utama PT Pos Indonesia Budi
Setiawan, karyawati PT Datindo Infonet Prima Sukianti Hartanto, Direktur PT Datindo Infonet
Prima Effendy Christina, dan Muhajirin selaku Penanggung Jawab Satuan Tugas Pemeriksa
dan Penerima Barang di PT Pos Indonesia Bandung. Selain itu ada pula Senior Vice Presiden
Technologi Informasi PT Pos Indonesia Budhi Setyawan.
Kasus ini telah disidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bandung. Bahkan para
terdakwa telah divonis bersalah dengan hukuman rata-rata satu tahun kurungan.
Dalam sidang di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi, Senin, 26 Oktober 2015, majelis
hakim menjatuhkan vonis 1 tahun penjara terhadap seluruh terdakwa kasus dugaan tindak
pidana korupsi pengadaan alat portable data terminal (PDT) di PT Pos. Selain vonis kurungan,
para terdakwa juga diwajibkan membayar denda Rp100 juta subsider satu bulan kurungan.
Dalam putusannya, majelis hakim menyatakan bahwa seluruh terdakwa tidak terbukti secara
sah dan meyakinkan telah melakukan perbuatan tindak pidana korupsi pada dakwaan primer,
namun terbukti melanggar Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 Pasal 3 jo Pasal 18 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi, sebagaimana dalam dakwaan subsidair.
Sementara tim kuasa hukum PT Pos Indonesia (Persero) menyatakan akan mengajukan
banding atas putusan terhadap bekas pejabat PT Pos tersebut.
Kasus pengadaan PDT berawal dari proyek pengadaan alat PDT yang dicanangkan pada Mei
hingga Agustus 2013. Alat yang bentuknya mirip telepon genggam itu akan digunakan
pengantar pos untuk mengirim barang kepada penerima. Nantinya, data yang berasal dari
pengantar pos tersebut akan terkirim ke server pusat.
PT Pos menjalin kontrak dengan PT Datindo Infonet untuk pengadaan alat tersebut. Untuk
pengadaan itu PT Pos mengeluarkan dana hingga Rp10,5 miliar. Dana itu didapat PT Pos dari
Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
11. REFERENSI
Negara dan Korupsi Pemikiran Mochtar Lubis atas Negara, Manusia Indonesai, dan perilaku politik.
Oleh Dr. Mansyur Semma.Penerbit Buku Obor di Jakarta Tahun 2008.
http://www.anekamakalah.com/2012/09/makalah-korupsi-dan-pencegahannya.html
http://irham93.blogspot.co.id/2013/11/pengertian-korupsi-menurut-undang.html
https://arezky125.wordpress.com/
http://www.suduthukum.com/2017/02/pengertian-kecurangan-fraud.html