Teks tersebut membahas tentang fraud atau kecurangan, termasuk pengertian, penyebab, gejala, jenis, dan pencegahan fraud. Secara ringkas:
1. Fraud adalah perbuatan kecurangan yang melanggar hukum untuk merugikan pihak lain, yang dapat dilakukan oleh internal maupun eksternal organisasi.
2. Terdapat tiga jenis fraud utama yaitu penyimpangan aset, pernyataan palsu, dan korupsi.
3.
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...
Begg,eka yulianto, prof. dr. ir. hapzi ali, mm, cma. fraud dan korupsi. universitas mercubuana. 2017
1. Nama : Eka Yulianto
NIM : 55116120133
Dosen Pengampu : Prof. Dr. Ir. Hapzi Ali, MM, CMA
FRAUD PENGERTIAN, PENYEBAB, PENCEGAHAN DAN CONTOHNYA
Pengertian Fraud
Fraud adalah sebuah istilah di bidang IT yang artinya sebuah perbuatan kecurangan
yang melanggar hukum (illegal-acts) yang dilakukan secara sengaja dan sifatnya dapat
merugikan pihak lain. Istilah keseharian adalah kecurangan diberi nama yang berlainan
seperti pencurian, penyerobotan, pemerasaan, penjiplakan, penggelapan, dan lain-lain. Orang
awam sering kali mengartikan bahwa fraud secara sempit adalah tindak pidana atau perbuatan
korupsi. Fraud atau kecurangan itu sendiri adalah tindakan yang melawan Hukum oleh orang-
orang dari dalam dan atau luar organisasi, dengan maksud untuk mendapatkan keuntungan
pribadi dan atau kelompoknya yang secara langsung merugikan pihak lain.
Dari beberapa definisi atau pengertian Fraud (kecurangan) diatas, maka tergambarkan
bahwa yang dimaksud dengan kecurangan (fraud) adalah sangat luas dan dapat dilihat pada
beberapa kategori kecurangan. Namun secara umum, unsur-unsur dari kecurangan
(Keseluruhan unsur harus ada, jika ada yang tidak ada maka dianggap kecurangan tidak
terjadi) adalah :
1. Harus terdapat salah pernyataan (misrepresentation).
2. Dari suatu masalah masa lampau (past) dan sekarang (present).
3. Fakta bersifat material.
4. Dilakukan secara sengaja atau tanpa perhitungan (make – knowingly or recklessly).
Klasifikasi Fraud
The Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) atau Asosiasi Pemeriksa Kecurangan
Bersertifikat, merupakan organisasi professional bergerak di bidang pemeriksaan atas
kecurangan di AS memiliki tujuan untuk memberantas kecurangan, mengklasifikasikan fraud
(kecurangan) dalam beberapa klasifikasi, dan dikenal dengan istilah “Fraud Tree” yaitu sistem
klasifikasi mengenai hal-hal yang ditimbulkan oleh kecurangan yang sama (Uniform
Occuptional Fraud Classification System) membagi Fraud menjadi 3 jenis sebagai berikut :
1. Penyimpangan atas asset (Asset Missappropriation)
Penyalahgunaan, pencurian asset atau harta perusahaan atau pihak lain, jenis ini paling
mudah untuk dideteksi karena sifatnya tangiable atau dapat diukur/dihitung (defined
value).
2. Pernyataan Palsu (Fraudulent Statement)
Tindakan yang dilakukan oleh pejabat atau eksekutif suatu perusahaan atau instansi
pemerintah untuk menutupi kondisi Keuangan yang sebenarnya dengan melakukan
rekayasa Keuangan (financial engineering) dalam penyajian laporan keuangannya untuk
memperoleh keuntungan atau mungkin dapat dianalogikan dengan istilah window
dressing.
3. Korupsi (Corruption)
Jenis fraud ini yang paling sulit dideteksi karena menyangkut kerjasama dengan pihak
lain seperti suap dan korupsi, dimana hal ini yang merupakan jenis yang terbanyak di
2. negara-negara berkembang yang penegakan hukumnya lemah dan masih kurang
kesadaran akan tata kelola yang baik sehingga faktor integritasnya masih dipertanyakan.
Fraud jenis ini sering kali tidak dapat dideteksi karena para pihak yang bekerja sama
menikmati keuntungan (simbiosis mutualisme). Termasuk didalamnya adalah
penyalahgunaan wewenang/konflik kepentingan (conflict of interest), penyuapan
(bribery), penerimaan yang tidak sah/illegal (illegal gratuities), dan pemerasan secara
ekonomi (economic extortion).
Gejala Adanya Fraud (kecurangan)
Fraud (kecurangan) yang dilakukan oleh manajemen umumnya lebih sulit ditemukan
dibandingkan dengan yang dilakukan oleh karyawan. Oleh karena itu, perlu diketahui gejala
yang menunjukkan adanya kecurangan tersebut, adapun gejala tersebut adalah :
1. Gejala kecurangan pada manajemen.
Ketidakcocokan diantara manajemen puncak.
Moral dan motivasi karyawan rendah.
Departemen akuntansi kekurangan staf.
Tingkat komplain yang tinggi terhadap organisasi/perusahaan dari pihak konsumen,
pemasok, atau badan otoritas.
Kekurangan kas secara tidak teratur dan tidak terantisipasi.
Penjualan/laba menurun sementara itu utang dan piutang dagang meningkat.
Perusahaan mengambil kredit sampai batas maksimal untuk jangka waktu yang lama.
Terdapat kelebihan persediaan yang signifikan.
Terdapat peningkatan jumlah ayat jurnal penyesuaian pada akhir tahun buku.
2. Gejala kecurangan pada karyawan / pegawai
Pembuatan ayat jurnal penyesuaian tanpa otorisasi manajemen dan tanpa
perincian/penjelasan pendukung.
Pengeluaran tanpa dokumen pendukung.
Pencatatan yang salah/tidak akurat pada buku jurnal/besar.
Penghancuran, penghilangan, pengrusakan dokumen pendukung pembayaran.
Kekurangan barang yang diterima.
Kemahalan harga barang yang dibeli.
Faktur ganda.
Penggantian mutu barang.
Faktor Pemicu Fraud (Kecurangan)
Terdapat empat faktor pendorong seseorang untuk melakukan kecurangan, yang
disebut juga dengan teori GONE, yaitu :
a. Greed (keserakahan)
b. Opportunity (kesempatan)
c. Need (kebutuhan)
d. Exposure (pengungkapan)
Faktor Greed dan Need adalah faktor yang berhubungan dengan individu pelaku kecurangan
(disebut juga faktor individual). Sedangkan faktor opportunity dan Exposure merupakan
faktor yang berhubungan dengan organisasi sebagai korban perbuatan kecurangan (disebut
juga faktor generic/umum).
1) Faktor individu
i) Moral, faktor ini berhubungan dengan keserakahan (greed).
ii) Motivasi, faktor ini berhubungan dengan kebutuhan (need), yang lebih cenderung
berhubungan dengan pandangan/pikiran dan keperluan pegawai/pejabat yang terkait
3. dengan aset yang dimiliki perusahaan/instansi/organisasi tempat ia bekerja. Selain itu
tekanan (pressure) yang dihadapi dalam bekerja dapat menyebabkan orang yang jujur
mempunyai motif untuk melakukan kecurangan.
2) Faktor generic
a) Kesempatan (opportunity) untuk melakukan kecurangan tergantung pada kedudukan
pelaku terhadap objek kecurangan. Kesempatan untuk melakukan kecurangan selalu
ada pada setiap kedudukan. Namun, ada yang mempunyai kesempatan besar dan ada
yang kecil. Secara umum manajemen suatu organisasi/perusahaan mempunyai
kesempatan yang lebih besar untuk melakukan kecurangan daripada karyawan.
b) Pengungkapan (exposure) suatu kecurangan belum menjamin tidak terulangnya
kecurangan tersebut baik oleh pelaku yang sama maupun oleh pelaku yang lain. Oleh
karena itu, setiap pelaku kecurangan seharusnya dikenakan sanksi apabila
perbuatannya terungkap.
Pencegahan dan Pendeteksian Fraud
Dalam mencegah dan mendeteksi serta menangani fraud sebenarnya ada beberapa pihak yang
terkait: yaitu akuntan (baik sebagai auditor internal, auditor eksternal, atau auditor forensik)
dan manajemen perusahaan. Peran dan tanggung jawab masing-masing pihak ini dapat
digambarkan sebagai suatu siklus yang dinamakan Fraud Deterrence Cycle atau siklus
pencegahan fraud seperti gambar dibawah ini.
Corporate Governance dilakukan oleh manajemen yang dirancang dalam rangka
mengeliminasi atau setidaknya menekan kemungkinan terjadinya fraud. Corporate
governance meliputi budaya perusahaan, kebijakan-kebijakan, dan pendelegasian
wewenang.
Transaction Level Control Process yang dilakukan oleh auditor internal, pada dasarnya
adalah proses yang lebih bersifat preventif dan pengendalian yang bertujuan untuk
memastikan bahwa hanya transaksi yang sah, mendapat otorisasi yang memadai yang
dicatat dan melindungi perusahaan dari kerugian.
Retrospective Examination yang dilakukan oleh Auditor Eksternal diarahkan untuk
mendeteksi fraud sebelum menjadi besar dan membahayakan perusahaan.
Investigation and Remediation yang dilakukan forensik auditor. Peran auditor forensik
adalah menentukan tindakan yang harus diambil terkait dengan ukuran dan tingkat
4. kefatalan fraud, tanpa memandang apakah fraud itu hanya berupa pelanggaran kecil
terhadap kebijakan perusahaan ataukah pelanggaran besar yang berbentuk kecurangna
dalam laporan keuangan atau penyalahgunaan aset.
Mengapa Pencegahan?
Keberhasilan kegiatan memerangi fraud, setelah korupsi terjadi adalah suatu ironi
tersendiri dalam upaya penanggualan fraud karena semakin banyak mendeteksi dan
menyelesaikan kasus berindikasi fraud, bukan merupakan kondisi umum yang dikehendaki
masyarakat, sebab pada dasarnya kejadian fraud bukanlah kejadian yang dikehendaki
masyarakat.
Pencegahan fraud bisa dianalogikan dengan penyakit, yaitu lebih baik dicegah dari
pada diobati. Jika menunggu terjadinya fraud baru ditangani itu artinya sudah ada kerugian
yang terjadi dan telah dinikmati oleh pihak terntu, bandingkan bila kita berhasil
mencegahnya, tentu kerugian belum semuanya beralih ke pelaku fraud tersebut. Dan
bila fraud sudah terjadi maka biaya yang dikeluarkan jauh lebih besar untuk memulihkannya
daripada melakukan pencegahan sejak dini. Untuk melakukan pencegahan, setidaknya ada
tiga upaya yang harus dilakukan yaitu:
1) membangun individu yang didalamnya terdapat trust and openness, mencegah benturan
kepentingan, confidential disclosure agreement dan corporate security contract.
2) Membangun sistem pendukung kerja yang meliputi sistem yang terintegrasi, standarisasi
kerja, aktifitas control dan sistem rewards and recognition.
3) membangun sistem monitoring yang didalamnya terkandung control self asessment,
internal auditor dan eksternal auditor
Peran Internal Auditor
Pendeteksian fraud oleh auditor internal merupakan salah satu peran dari
kegiatan internal auditing yang dijalankan dalam organisasi. Standards No. 1210.A2
menyatakan sebagai berikut: “The internal auditor should have sufficient knowledge to
identify the indicators of fraud but is not expected to hace the expertise of a person whose
primary responsibility is detecting and investigating fraud”. Merujuk pada standar profesi
diatas, auditor internal diharuskan memiliki pengetahuan yang cukup untuk mendeteksi
adanya indikasi fraud dalam organisasi. Pengetahuan yang harus dimiliki auditor
internal termasuk pula pengetahuan mengenai karakteristik fraud, teknik-teknik yang
digunakan dalam melakukan fraud, dan jenis-jenis fraud yang mungkin terjadi pada berbagai
proses bisnis.
Auditor internal bertanggung jawab dalam mendeteksi fraud yang mungkin telah
terjadi sedini mungkin, sebelum memebawa dampak yang lebih buruk pada organisasi.
Pendeteksian tersebut dapat dilakukan pada saat menjalankan kegiatan internal auditing. Pada
saat melakukan audit, auditor internal dapat memfokuskan diri pada area-area yang memeiliki
risiko tinggi terjadinya fraud seperti transaski kas, rekonsiliasi bank, proses pengadaan,
penjualan, dll.
Jika auditor internal menemukan suatu indikasi terjadinya fraud dalam
organisasi, auditor internal harus melaporkannya kepada pihak-pihak terkait dalam organsiasi
tersebut, seperti audit committee. Auditor internal dapat memberikan rekomendasi
dilakukannya investigasi yang diperlukan untuk menyelidiki fraud tersebut.
Dalam sektor publik. Auditor internal dapat dilakukan oleh inspektorat di masing-masing
department dan oleh Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (“BPKP”) berdasarkan
5. permintaan dari pemerintah. Teknis dan proses auditnya tidak jauh berbeda dengan yang
dilakukan di sektor swasta.
Peran Eksternal Auditor
Dalam melaksanakan tanggung jawab profesionalnya seorang auditor eksternal
dibatasi oleh standar-standar auditing yang berlaku. Tanggung jawab auditor sehubungan
dengan fraud dijelaskan secara umum dalam SA seksi 110 – Tanggung jawab dan fungsi
auditor independen paragraph 02: “Auditor bertanggung jawab untuk merencanakan dan
melaksanakan audit untuk memperoleh keyakinan memadai tentang apakah laporan keuangan
bebas dari salah saji material, baik yang disebabkan oleh kekeliruan atau kecurangan”.
Tanggung jawab auditor dalam mendeteksi fraud tersebut dijabarkan lebih lanjut
dalam SA seksi 316 – pertimbangan atas kecurangan dalam audit laporan keuangan.
Berdasarkan SA Seksi 316 tersebut, auditor harus secara khusus menaksir risiko salah saji
material dalam laoran keuangan sebagai akibat dari kecurangan dan harus memperhatikan
taksiran risiko ini dalam mendesain prosedur audit yang akan dilaksanakan. Prosedur audit
mungkin berubah apabila terjadi fraud.
Selanjutnya dalam SA Seksi 317 – Unsur tindakan pelanggaran hukum oleh klien, dijelaskan
bahwa apabila terjadi unsur tindakan pelanggaran hukum (termasuk fraud) maka auditor akan
mengumpulkan informasi tentang sifat pelanggaran, kondisi terjadinya pelanggaran dan
dampak potensialnya terhadap laporan keuangan. Apabila dibutuhkan auditor dapat
berkonsultasi dengan penasehat hukum dan melakukan prosedur audit tambahan untuk
memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang sifat pelanggaran yang terjadi.
Terungkapanya fraud, yang berrdampak pada denda dan kerugian, harus diungkapakan dalam
catatan atas laporan keungan. Lebih jauh lagi, bila fraud yang terjadi sangat material dan bisa
mempengaruhi kewajaran laporan keuangan, maka auditor tidak dapat memberikan opini
“wajar tanpa pengecualian”.
Pada sektor public, yang menjadi auditor eksternal adalah Badan Pemerika keuangan (“BPK”)
berdasarkan UU No 15 tahun 2004 tentang pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab
keuangan Negara. Dalam UU ini diatur bahwa BPK melaksanakan pemeriksaaan atas
pengelolaan dan tanggung jawab keungan Negara. Pemeriksaan tersebut terdiri dari
pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu.
Bentuk Pencegahan Fraud di Pemda DKI Jakarta
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta membentuk unit khusus sapu bersih (saber)
pungutan liar (pungli). Unit khusus itu, dikukuhkan oleh Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur DKI
Jakarta, Sumarsono, di Balai Kota, Jakarta Pusat, Jumat 3 Februari 2017. “Pembentukan tim
pemberantasan pungutan liar (pungli) pada dasarnya ditujukan untuk menyukseskan Program
Nasional Sapu Bersih Pungutan Liar dan menjadikan pemerintahan yang bersih, transparan,
jujur, dan adil dari segala bentuk pungutan liar, serta menumbuhkan komitmen bersama
dalam meningkatkan integritas pegawai/ASN,”
Unit khusus ini diharapkan dapat mendeteksi dan memberantas pungli di seluruh
pelayanan publik yang ada di lingkungan Pemprov DKI Jakarta. Tim ini terdiri dari unsur
Polda Metro Jaya, unsur dari Kodam Jakarta Raya, unsur BIN Prov. DKI Jakarta, unsur dari
Ombudsman Perwakilan Prov DKI Jakarta, Sekretaris Daerah Prov DKI Jakarta, unsur
Kanwil Kementerian Hukum dan HAM Prov DKI Jakarta.
Unit khusus yang dikukuhkan ini, kata Soni, berjumlah 287 orang. Terdiri dari 43
orang di tingkat Provinsi serta 244 orang di lima wilayah kota administrasi dan satu
kabupaten administrasi di lingkungan pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Sementara itu,
personel yang akan disematkan sebanyak 37 orang yang merupakan perwakilan dari unit
pemberantasan pungutan liar tingkat Provinsi dan tingkat kota/Kabupaten.
6. Sasaran kerja Unit pemberantasan pungutan liar di tingkat Provinsi DKI Jakarta tidak
hanya menangani kasus/ laporan masyarakat terhadap pungutan liar yang terjadi di
lingkungan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melainkan juga di seluruh unit-unit layanan
publik di DKI Jakarta. Masyarakat umum dapat berpartisipasi dalam membantu memberantas
pungli dengan aktif melapor melalui sms call center 081295000 112 dan melalui website
inspektorat.jakarta. go.id/lapor-pungli serta sekertariat di Inspektorat Provinsi DKI Jakarta.
Contoh Fraud yang Terjadi di Pemda DKI dan Tindakan yang diberikan
Inpektorat DKI memecat lima Pegawai Negeri Sipil (PNS) karena terlibat pungutan
liar (pungli). Mereka tertangkap tangan tim saber pungli DKI saat memeras warga yang
tengah mengurus surat-surat dari beberapa Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).
Inspektorat DKI Jakarta selaku Wakil Ketua Pelaksana Unit Pemberantasan Pungutan Liar
Tingkat Provinsi DKI Jakarta, Zainal, mengatakan tak main-main dalam memberantas oknum
yang terlibat pungli. “Sejauh ini, kami sudah memecat lima orang yang terbukti melakukan
pungutan liar,” katanya usai memimpin apel deklarasi perang terhadap pungli, di Terminal
Kampung Rambutan, Jakarta Timur, Rabu (15/3/2017).
Menurutnya, kelima PNS yang dipecat itu berasal dari SKPD seperti petugas
pemotongan hewan, petugas kelurahan, petugas perekrutan PHL, pemotongan retibusi dan
pelayanan bus TransJakarta. Menurutnya, sanksi untuk lima PNS berupa sanksi administrasi,
pemecatan dan diserahkan kasusnya ke kepolisian. “Kami tidak main-main dengan
pembenahanan ini, makanya kami ingatkan ke pegawai agar jangan lagi berurusan dengan
pungli,” tegasnya. Zainal juga mengapresiasi Dinas Perhubungan DKI yang lebih dulu
mengambil langkah panjang untuk pencegahan pungli. Pasalnya, untuk di Jakarta, baru
instansi ini yang memulai pembenahan tersebut. “Kami juga berharap agar SKPD lain
mengikuti langkah ini, untuk mewujudkan pelayanan yang transparan dan bebas pungli,”
tukas Zainal.
DAFTAR PUSTAKA
Harry Andrian Simbolon. 2010. https://akuntansiterapan.com/2010/12/22/mengupas-seluk-
beluk-fraud-dan-cara-mengatasinya/. ( 4 Juni 2017, 09.30)
Sofyan Helmi. 2011 http://sofyanhelmi-rocketmail.blogspot.co.id/2011/12/apa-arti-
persamaan-perbedaan-fraud.html ( 4 Juni 2017, 10.30)
http://poskotanews.com/2017/03/15/tertangkap-tim-saber-pungli-5-pns-dki-dipecat/ ( 4 Juni
2017, 09.15)
http://www.koran-jakarta.com/dki-bentuk-unit-khusus-saber-pungli/ . ( 4 Juni 2017, 09.20)